• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam dan Bila Malam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam dan Bila Malam"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam

a. Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam

Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut.

1) Tema

Tema yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam adalah

perselingkuhan. Selain tema lain yang juga terdapat dalam teks drama ini, perselingkuhan merupakan tema yang paling pokok. Paijah yang telah bersuami Mat Kontan justru berselingkuh dengan tetangga sekaligus sahabat suaminya sendiri, yaitu Soleman.

Cerita ini diawali dengan rasa sepi yang dialami oleh Paijah. Sebagai seorang wanita dan seorang istri, Paijah senantiasa mengharapkan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya. Dalam kehidupannya yang sepi karena Mat Kontan, suaminya, hanya sibuk dengan dunianya sendiri, hadirlah Soleman. Soleman merupakan tentangga sekaligus sahabat suami Paijah. Soleman tinggal tepat berada di depan rumah Mat Kontan dan Paijah. Soleman yang tidak beristri senantiasa menemani kesendirian Paijah, ia sering melihat Paijah duduk seorang diri menunggu Mat Kontan pulang. Paijah yang kian hari kian bertambah kesepian, tidak mendapat perhatian dari suaminya, dan tidak kunjung pula

(2)

dikarunia keturunan, kemudian meminta Soleman untuk memberikannya seorang anak. Berikut adalah kutipan yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam.

Paijah : Menyesal karena begini jadinya. Nanti akan terbuka juga rahasia kita. Tapi tak apa! Saya kepingin punya anak, dan anak itu telah saya dapatkan.

Soleman : Kenapa kau menyesal? (Paijah cuma menghapus air

matanya). Jah! Anak itu takkan saya ambil Jah... Soleman mendekati perempuan itu. Tapi tangis perempuan itu makin menjadi. Ia pun pergi menjauh ke tempat kelam.

Soleman : Saya ingat, Jah. Macam begitulah tangisanmu dulu mengisak meminta kepada saya. Sekarang kausesali pula. Buat apa kita menyesal. Saya juga tak pernah menyesal harus jadi jahanam kapiran begini…

(MJ: 45) Selain perselingkuhan, juga terdapat tema lain yang masih berkaitan dengan tema di atas, yaitu kesombongan. Tema kesombongan dalam teks drama ini tergambar pada bagian pemaparan tokoh utama, Mat Kontan yang angkuh. Mat Kontan digambarkan sebagai tokoh yang angkuh/sombong karena merasa memiliki istri, anak, dan burung-burung peliharaan kesayangannya yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mat Kontan selalu menyombongkan semua itu kepada semua orang termasuk kepada Soleman, tetangga sekaligus sahabatnya sendiri. Bahkan karena kesombongannya inilah akhirnya ia kehilangan semua yang dimilikinya, istri, anak, dan burung kesayangannya. Mat Kontan yang sombong akhirnya menyadari bahwa anak yang selama ini ia bangga-banggakan kepada semua orang bukanlah darah dagingnya sendiri. Beo kesayangannya pun mati dibunuh oleh Soleman yang tidak ingin rahasia perselingkuhannya dengan Paijah terbongkar. Pada akhirnya sebuah kebohongan suatu saat pastilah akan terbongkar. Seperti halnya perselingkuhan yang dilakukan oleh Soleman dan

(3)

Paijah, serapat apapun sebuah kebohongan disembunyikan tentu akan terkuak juga. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut.

Soleman : Sayalah yang melakukannya!

Mat Kontan : (berputar mengambil tempat ke dekat rumahnya) Jadi kenapa kaubunuh dia? Kau iri pada saya, ya?

Soleman : Ya, saya iri!

Mat Kontan : Memang benar tebakan saya tadi-tadi.

Soleman : Ya! Saya iri pada semua yang kaupunya. Pada uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada burungmu. Dan pada kesombongan kamu!

Lalu Soleman duduk di ambin Mat Kontan. Ia menepuk-tepuk ambin itu. Ambin ini juga jahanam! Karena Paijah sering duduk di sini terkadang sampai malam! Dan saya duduk di sana

(menunjuk ambin kepunyaannya). Kami saling

memandang. (Kepada Mat Kontan), Kenapa kau sering tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang jahanam.

Mat Kontan : Sekarang jawab saja dengan pendek. Jangan bikin saya botak. Anak itu anak siapa?

Soleman berdiri

Paijah : (setengah menangis) Jangan kaubilang Man!

Soleman : (Berjalan mendekati Kontan dengan pandangan yang

mencekam pada Paijah) Akan saya jawab, kau rela? (Pendek, lambat), Anak itu anak saya, darah-daging saya!

(MJ: 64-67) Berdasarkan analisis di atas, tema pokok yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam adalah perselingkuhan. Selain itu juga terdapat tema lain yaitu kesombongan.

2) Alur/ plot

Alur yang digunakan dalam teks drama Malam Jahanam adalah alur maju, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu terjadinya secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan memuncak. Adapun tahapan-tahapan plot yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam adalah sebagai berikut.

(4)

a) Tahap situation (eksposisi), yaitu tahap pengenalan cerita yang berisi paparan awal cerita.

Kisah ini diawali dengan seorang bernama Mat Kontan yang hidup di lingkungan perkampungan nelayan miskin. Mat Kontan yang terkenal angkuh di kampung itu memiliki seorang istri bernama Paijah dan seorang anak bernama Mat Kontan Kecil. Mat Kontan memiliki sahabat bernama Soleman dan juga seorang tetangga setengah pandir bernama Utai. Hal tersebut terlihat pada bukti kutipan prolog dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Di pinggir laut kota kami, para nelayan tampaknya selalu gembira, biarpun betapa miskinnya.

Malam ini, perkampungan nelayan itu, di bagian rumah Mat Kontan dan Soleman tampak sepi. Barangkali hampir seisi kampung pergi melihat ubruk, sebab bunyi ubruk di sebelah timur begitu sayu

menikam-tikam. (MJ: 7-9)

b) Tahap generating circumstate, yaitu tahap mulai munculnya masalah-masalah. Masalah yang mulai muncul dalam teks drama Malam Jahanam terlihat pada saat Paijah yang sedang dengan cemas menunggu kedatangan Mat Kontan karena anaknya, Mat Kontan Kecil, sakit panas dan tidak kunjung sembuh. Hal tersebut terlihat pada bukti kutipan percakapan dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Paijah : Si Kecil sakit. Kontan belum pulang. Panas saja badannya seharian ini!

Soleman : Enggak dibawa ke dukun?

Paijah : Dukun? Dan punya laki yang asyik dengan perkutut, kepala haji, beo dan kutilang? Mana bisa jadi!

(MJ: 18) Kesombongan Mat Kontan yang senantiasa membanggakan istrinya, Paijah, anaknya, dan juga burung-burungnya membuat Soleman muak dan

(5)

kembali mengungkit tragedi pasir boblos yang membuat Mat Kontan ketakutan. Hal tersebut terlihat pada bukti kutipan percakapan dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Mat Kontan : Ha? Saya tak pernah mengerti? Saya pikir, sayalah orang yang paling mengerti tentang sesuatunya di dunia ini! (Mat Kontan lalu pergi ke tengah halaman, lalu melihat ke laut dan berkata sambil menunjuk-nunjuk), Saya mengerti angin, ikan, burung, wayang dan agama.

Soleman : Kau juga mengerti tentang pasir? Pasir boblos?

Mat Kontan seolah-olah merasakan sesuatu, sehingga ia tersentak. Dengan cepat ia melompat mendekati Soleman, ketika mukanya tiba-tiba bagaikan disentuh tragedi sehingga ia berkeringat. Didekapnya kawannya.

Mat Kontan : (takut) Jangan bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau kaubilang perkataan itu (melepaskan). O, aku takut kalau kauulangi cerita lama itu. Saya adalah orang yang kepingin panjang umur, Man. He, kau masih ingat peristiwa itu, Man?

(MJ: 24-25) c) Tahap rising action, yaitu tahap penanjakan konflik yang terdapat dalam

cerita.

Konflik atau masalah dalam teks drama Malam Jahanam semakin mengalami peruncingan ketika Mat Kontan mendapati burung beo kesayangannya mati dibunuh dan ketakutan Paijah akan kemarahan Mat Kontan karena burung kesayangannya mati dibunuh. Hal tersebut terlihat pada bukti kutipan percakapan dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Mat Kontan : Man, Man! (Biarpun tak berjawab dan matanya tertuju ke rumah Soleman). Man! Beo saya hilang, Man!

Utai : Sudah mati dia, Mang.

Mat Kontan : Mati? Ayo kita cari bangkainya! Biar saya ambil lampu senter (beranjak hendak pergi, tetapi kemudian terhenti)

Utai : (tertawa) Tulang bakainya pun tak bakal ketemu. Mubazir

payah-payah mencari.

(6)

Utai : Ya, mubazir. Ia sudah dibawa oleh anjingnya Pak Rusli kemarin.

(MJ: 31-33) …

Paijah : Saya takut tadi, Man. Saya dengar ia mau bunuh orang. Dan kau dicarinya, Man.

(MJ: 38) d) Tahap climax, yaitu titik puncak dari keseluruhan cerita.

Puncak konflik dalam teks drama Malam Jahanam terjadi ketika Paijah mengakui bahwa dirinya yang membunuh burung beo milik Mat Kontan, setelah merasa muak akan sikap Soleman yang hanya diam tanpa mau melindungi Paijah seperti yang sudah ia janjikan. Setelah pengakuan Paijah tersebut, barulah Soleman mengakui bahwa dirinyalah yang sebenarnya telah membunuh burung beo kesayangan Mat Kontan. Kepada Mat Kontan, Soleman juga mengungkapkan bahwa Mat Kontan Kecil adalah darah dagingnya. Hal tersebut terlihat pada bukti kutipan percakapan dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Paijah : (bergayut pada sandaran ambin) Leman pengecut!

Jawablah si Kontan itu, Man!

Soleman tetap bungkam, Mat Kontan mendekatinya biarpun hatinya takut sekali.

Mat Kontan : Jadi kau tahu ya siapa yang membunuh beo saya, ha? Soleman membalik pandang ke wajah Paijah.

Soleman : Sayalah yang membunuh burung beo itu! (berjalan lambat

mendekati Mat Kontan. Mat Kontan memandangi agak takut) Sayalah yang melakukannya!

Mat Kontan : (berputar mengambil tempat dekat rumahnya) Kenapa kau membunuhnya man? Kau iri pada saya ya?

Soleman : Ya, saya iri!

(MJ: 61-64) …

Mat Kontan : Sekarang jawab saja dengan pendek, jangan bikin saya botak. Anak itu anak siapa?

Soleman : (berjalan mendekati Kontan dengan pandangan yang

(7)

lambat) Anak itu adalah anak saya dari darah daging saya! (MJ: 66-67) e) Tahap denoument, yaitu tahap penyelesaian konflik yang timbul.

Denoument dalam teks drama Malam Jahanam dimulai dengan ancaman Soleman terhadap Mat Kontan mengenai tragedi pasir boblos yang menyebabkan kepergian Mat Kontan. Mat Kontan yang merasa kalah kemudian menyerahkan istrinya, Paijah, kepada Soleman, juga anaknya yang ternyata bukan merupakan darah dagingnya. Soleman yang mengira Mat Kontan pergi hendak bunuh diri kemudian berniat menyusulnya. Ternyata Mat Kontan kembali dengan membawa sebuah golok yang sudah ia persiapkan untuk membunuh Soleman. Terjadi peristiwa saling serang antara Mat Kontan dengan Soleman yang juga melibatkan Utai. Soleman yang berhasil melarikan diri akhirnya juga mati karena luka bacok yang dilakukan oleh Mat Kontan. Utai mati dalam peristiwa naas itu. Mat Kontan kembali ke rumah hendak berbaikan dengan Paijah dan mulai memperhatikan anaknya, namun apa daya nyawa anaknya pun tidak dapat terselamatkan. Hal tersebut terlihat pada kutipan percakapan dalam teks drama Malam Jahanam berikut.

Mat Kontan : Ada di sana. (Kepada Soleman), Saya ke pantai khusus mengasah golok Cibatu ini, buat dibenamkan di kepalamu yang penuh najis itu! Dan ajudan saya melaporkan bahwa kau berpelukan dengan Paijah, huh!

Soleman melihat Utai mengambil golok yang di tanah. Paijah yang muncul di pintu masuk lagi.

Dan semuanya sama-sama mendengar sesuatu sekarang.

Suara kereta api menderu makin dekat. Soleman mencari jalan keluar. Dan tiba-tiba ia sudah melompat saja ke samping Utai, dan menghilang. Utai memburu disusul oleh Mat Kontan. Ketiganya telah tertelan oleh kelam.

(8)

Mat Kontan : (menggeleng) Bodoh saya kalau membunuh kau dan anak ini (didekap bininya). Jah! (Ia menangis), Kau tahu, Jah? Kau tahu si Utai patah batang lehernya!

(MJ: 72-74) …

Isak tangis paijah terdekam dalam dadanya. Berhenti ia menangis dari tempat kelam itu.

Lambat ia berjalan menuju Tukang Pijat, setengah berteriak, “Pak Anakku mati, Pak!”

(MJ: 77) 3) Tokoh dan penokohan

Tokoh merupakan orang atau pelaku cerita, sedangkan penokohan adalah cara atau teknik yang digunakan pengarang untuk menggambarkan tokoh. Dalam teks drama Malam Jahanam karya Motinggo Busye ini terdapat beberapa tokoh. Adapun tokoh utama dalam teks drama ini yakni Mat Kontan, Paijah, dan Soleman. Tokoh tambahan dalam teks drama ini yakni Utai dan Tukang Pijat. Berdasarkan keutamaan tokoh dan peranannya dalam cerita, tokoh utamalah yang selanjutnya memerlukan penjelasan lebih lanjut.

a) Mat Kontan

Mat Kontan merupakan tokoh sentral dalam teks drama Malam Jahanam. Keberadaanya menjadi pusat penceritaan, selain tokoh Paijah dan Soleman. Karakter Mat Kontan dalam teks drama Malam Jahanam digambarkan sebagai seorang laki-laki yang usianya kira-kira sepandan dengan laki-laki paruh baya yang sudah beristri dan memiliki seorang anak laki-laki. Mat Kontan seperti kebanyakan masyarakat di perkampungan nelayan, digambarkan memiliki ciri fisik yakni khas wajah yang keras dan gurau kasar yang mengesankan kurang berpendidikan. Lebih lanjut, Mat Kontan memiliki ciri psikis yang digambarkan sebagai sosok angkuh di kampungnya. Ia memiliki kebiasaan senang memelihara

(9)

burung. Hampir setiap hari pekerjaannya hanya berjudi dan membeli burung tanpa mempedulikan istrinya dan anaknya yang sedang sakit. Hal tersebut terdapat dalam kutipan drama berikut.

Paijah : Mestinya beli burung ke Kalianda! (melengos ke gantungan sangkar di samping). Enggak cukup satu-dua ekor (diam sebentar). Kalau tidak, mestinya pergi taruhan. Kalau tidak…..

(MJ: 13) b) Paijah

Karakter Paijah dalam teks drama Malam Jahanam digambarkan sebagai istri Mat Kontan yang usianya kira-kira tidak berbeda jauh dengan Mat Kontan dan seorang ibu yang menyayangi anak semata wayangnya, Mat Kontan Kecil. Secara psikis, Paijah digambarkan sebagai sosok ibu penyayang pada anak semata wayangnya. Selain itu, Paijah juga digambarkan sebagai sosok istri yang tidak setia kepada suaminya, Mat Kontan. Hal ini terbukti dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan sahabat suaminya sendiri yaitu Soleman.

Paijah : (setelah mengeluh dan memandangi soleman yang

terpekur ia bersuara lembut ) Man… (Soleman muak). Man, kaudengar suara saya? (Soleman tetap memandangi bumi). Saya menyesal sekarang, Man!

Soleman : (kaget mengangkat kepalanya) Menyesal?

Paijah : Ya, menyesal.

Soleman : Ulangi!

Paijah : Menyesal karena begini jadinya. Nanti akan terbuka juga rahasia kita. Tapi tak apa! Saya kepingin punya anak, dan anak itu telah saya dapatkan.

(MJ: 44-45) Selain melalukan pengkhianatan kepada suaminya, Paijah juga digambarkan sebagai sosok pencemas. Kecemasan yang dialami oleh Paijah tidak terlepas dari perselingkuhannya dengan Soleman. Paijah khawatir jika

(10)

perselingkuhannya dengan Soleman terbongkar, maka orang-orang akan mengusir mereka dari kampung.

c) Soleman

Soleman digambarkan sebagai sosok laki-laki paruh baya seusia Mat Kontan. Soleman merupakan sahabat Mat Kontan. Soleman belum pernah menikah dan memang tidak memiliki keinginan untuk menikah karena menurutnya menikah hanya akan membuat susah dirinya sendiri. Soleman juga digambarkan sebagai seorang pengkhianat karena berselingkuh dengan istri sahabatnya sendiri. Hal tersebut terdapat dalam kutipan drama berikut.

Paijah : Kenapa kau tak kawin saja, Man?

Soleman : Kawin juga suatu tanggungan, menyebabkan kita berotak dua. Yang saya tahu kemudian, ibu saya juga sejahanam ayah saya karena ia rela dijahanami lelaki lain. Saya takut kawin, karena saya khawatir jika istri saya dijahanami lelaki lain.

(MJ: 44) Lebih lanjut, Soleman digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat pengecut. Soleman memiliki sifat pengecut karena ia pun sebenarnya takut terhadap kemarahan Mat Kontan. Padahal sebelumnya, kepada Paijah, Soleman telah berjanji bahwa dirinya akan melindungi Paijah dari kemarahan Mat Kontan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Paijah : (memandang Soleman) Hai lelaki pengecut! Bukankah

kaubilang, berjanji akan melindungi saya, ha? Kau diam saja sekarang persis tunggul!

Mat Kontan heran memandang Soleman.

Soleman : (baru kemudian berjalan selangkah) Saya hanya kepingin

melihat kau takut. Juga kepingin melihat Mat Kontan takut. Dan juga kepingin merasakan kalau saya takut, seperti yang bapak saya alami!

(11)

d) Utai

Utai digambarkan sebagai sosok setengah pandir. Dalam teks drama Malam Jahanam, Utai merupakan tipikal orang yang setia. Utai selalu menuruti perintah Mat Kontan, bahkan dapat dikatakan bahwa Utai adalah tangan kanan Mat Kontan. Utailah yang memberitahu bahwa boe Mat Kontan mati dibunuh, kemudian menemani Mat Kontan ketika akan menemui tukang nujum, dan Utai juga yang kemudian membantu Mat Kontan melawan Soleman.

e) Tukang Pijat

Watak Tukang Pijat dalam teks drama Malam Jahanam tidak begitu terlihat karena kemunculannya cukup singkat. Ia hanya digambarkan sebagai tukang pijat buta yang sering melintas melewati rumah Mat Kontan dan Soleman dengan membawa kaleng susu berisi batu-batuan yang diguncang-guncangkan. 4) Setting/latar

Setting atau latar merupakan landas tumpu cerita, yang meliputi tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat peristiwa terjadi. Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah teks drama. Secara umum, latar tempat dalam teks drama Malam Jahanam hanya terjadi di sebuah sebuah perkampungan nelayan di pesisir pantai yang dekat dengan dua kecamatan, yakni Kecamatan Kalianda dan Kecamatan Kota Agung di Lampung, tepatnya di sekitar rumah Mat Kontan dan Soleman. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Utai : He-eh! Sejak pagi saya belum merokok sebab dia enggak ada. Ke mana sih dia?

(12)

Paijah : Mestinya beli burung ke Kalianda! (melengos ke gantungan sangkar di samping). Enggak cukup satu-dua ekor (diam sebentar). Kalau tidak, mestinya pergi taruhan. Kalau tidak.….

(MJ: 13) …

Paijah : Ada apa?

Mat Kontan : Saya akan mengatakan bahwa saya tadi ke Kota Agung. Dan bertemu dengan kawan-kawan lama. Lalu saya ceritakan bahwa kau sudah punya anak sekarang.

(MJ: 22) Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa dalam sebuah teks drama. Latar waktu cukup jelas karena tersurat dalam teks drama Malam Jahanam itu sendiri. Latar waktu yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam adalah malam hari. Artinya, tidak ditemukan latar waktu lain selain malam hari. Berikut beberapa kutipan yang menunjukkan hal tersebut. (1) Malam ini, perkampungan nelayan itu, di bagian rumah Mat Kontan dan

Soleman tampak sepi.

(MJ: 9)

(2) Mat Kontan : …, Saya kira malam ini malam paling jahanam dalam

hidup saya!

(MJ: 52) Berikutnya, latar sosial yang menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah teks drama. Latar sosial dalam teks drama Malam Jahanam yaitu lingkungan masyarakat nelayan yang hidup dalam kemiskinan, bahasa yang mereka gunakan cenderung kasar dan kurang sopan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Di pinggir laut kota kami, para nelayan tampaknya selalu gembira, biarpun betapa miskinnya. Rumah mereka terdiri dari geribik, tonggak bambu dan beratap daun kelapa. Suara mereka yang keras dan gurau kasar mereka, seolah-olah mengesankan bahwa mereka kurang berpendidikan.

(13)

b. Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Bila Malam Bertambah Malam

Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut.

1) Tema

Tema yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam adalah hukum karma. Hukum karma dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam jelas terlihat ketika Ngurah yang merupakan anak Gusti Biang menjalin kasih dengan Nyoman yang tidak lain adalah pembantu di rumahnya. Hal yang dilakukan oleh Ngurah inilah yang juga dahulu pernah dilakukan oleh Gusti Biang yang juga menjalin kasih dengan Wayan, pembantunya sendiri. Walaupun pada akhirnya Gusti Biang menikah dengan orang lain karena perbedaan kasta antara dirinya dengan Wayan. Selain itu, ditemukan tema lain dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam, yaitu penselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi dalam teks drama ini dilakukan oleh Gusti Biang terhadap almarhum suaminya dan juga anaknya, Ngurah. Gusti Biang yang sombong karena status sosial yang dimilikinya selama bertahun-tahun telah menyembunyikan kebenaran bahwa Ngurah bukanlah anaknya dengan almarhum suaminya, melainkan anaknya dengan Wayan, pembantunya sendiri.

Wayan sendiri merupakan pembantu sekaligus sahabat almarhum suami Gusti Biang. Wayan sebenarnya mencintai Gusti Biang semenjak kecil, tetapi status sosial yang dimiliki Gusti Biang membuat dirinya sombong dan selalu bersikap semena-mena terhadap Wayan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.

(14)

Gusti Biang : Wayan bongollllll!

Wayan : Titiyang Gusti Biang.

Wayan langsung duduk dan memijit kaki Gusti Biang

Wayan : Kedengarannya seperti ada yang berteriak-teriak, Gusti Biang.

Gusti Biang : Tentu saja! Leherku sampai putus memanggilmu. Sejak kapan telingamu tidak bisa dipakai lagi?

(BMBM: 2) Kutipan di atas merupakan bukti bahwa Gusti Biang adalah orang yang sombong karena menganggap status sosialnya lebih tinggi daripada Wayan sehingga dapat berbuat semena-mena bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Pada akhirnya, perselingkuhan yang ditutup-tutupi dengan kesombongan atas status sosial yang disandang oleh Gusti Biang pun terbongkar. Perselingkuhan yang dilakukan oleh Gusti Biang bukan hanya merupakan pengkhianatan kepada almarhum suaminya dan Ngurah, tetapi juga kepada Wayan karena sebenarnya Gusti Biang juga masih menyimpan cinta untuk Wayan sejak dahulu hingga kini. Hanya karena kasta Wayan lebih rendah dari kasta yang dimilikinya, Gusti Biang kemudian menolak Wayan.

Selain tema di atas, dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam juga terdapat tema yang masih berkaitan dengan tema di atas, yakni kesombongan yang disebabkan oleh status sosial. Gusti Biang merupakan sosok yang mengagungkan kasta. Ia menilai seseorang berdasarkan kasta yang dimilikinya. Gusti Biang menganggap bahwa orang dari kasta yang lebih rendah tidaklah sederajat dengan dirinya. Ia bahkan cenderung berbuat semena-mena terhadap pembantunya, yaitu Wayan dan Nyoman.

(15)

2) Alur/ plot

Alur yang digunakan dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam adalah alur maju, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu terjadinya secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan memuncak. Adapun tahapan-tahapan plot utama dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam sebagai berikut.

a) Tahap situation (eksposisi), yaitu tahap pengenalan cerita yang berisi paparan awal cerita.

Kisah ini diawali dengan pemaparan seorang janda sombong yang tinggal di sebuah puri tua bernama Gusti Biang. Ia memiliki dua orang pelayan bernama Wayan dan Nyoman. Gusti Biang memiliki seorang anak laki-laki bernama Ngurah yang sedang pergi belajar di Pulau Jawa. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut.

Gusti Biang, janda bangsawan yang sudah puluhan tahun ditinggalkan suaminya yang tertembak mati di jaman revolusi, sedang duduk di atas kursi putar menyulam sebuah sarung bantal. Di sampingnya tongkat bergagang kepala naga. Dan sebuah surat dari anaknya yang sedang belajar di salah satu kota di Pulau Jawa.

(BMBM: 1) b) Tahap generating circumstate, yaitu tahap mulai munculnya masalah-masalah. Permasalahan yang mulai muncul pada teks drama Bila Malam Bertambah Malam adalah ketika Nyoman meminta agar Gusti Biang mau meminum obat. Nyoman dengan penuh kesabaran membujuk Gusti Biang agar berkenan meminum obatnya. Usia Gusti Biang yang semakin tua membuat dirinya menjadi banyak terkena penyakit, sehingga banyak obat yang harus diminumnya. Hal

(16)

tersebut terdapat dalam kutipan teks drama Bila Malam Bertambah Malam berikut.

Gusti Biang : Busuk! Busuk! Semua yang kamu sentuh jadi bau! Pergi! Jangan pameran di sini. Ini bukan arja-roras. Kau pikir aku tak sanggup melakukan itu sendiri?

Nyoman : Tangan Gusti Biang gemetar karena belum minum obat.

Gusti Biang : Apa? Siapa bilang. Kamu dukun sihir. Suasana kotor sekarang! Mulut kamu beracun!

(BMBM: 8) c) Tahap rising action, yaitu tahap penanjakan konflik yang terdapat dalam

cerita.

Konflik makin menanjak ketika Nyoman yang tidak lagi dapat menahan diri karena merasa harga dirinya sudah terlampau diinjak-injak oleh Gusti Biang. Nyoman yang sudah lama mengabdi pada Gusti Biang merasa sudah banyak bersabar dengan perlakuan semena-mena yang dilakukan oleh Gusti Biang. Nyoman tidak sanggup lagi menerima penghinaan dan perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan Gusti Biang. Hal tersebut terdapat dalam kutipan teks drama berikut.

Gusti Biang kembali ke obat-obatan. Ia melemparkan semua sisa obat-obatan yang masih ada. Ia menginjak-injak dan memukul-mukul dengan tongkatnya. Ketika nyoman hendak mendekat, ia langsung memukulnya lagi. Sekarang ke arah muka. Nyoman berhasil melindungi mukanya dengan tangan. Nyoman terkejut dan takut, akhirnya putus asa dan terduduk. Ia membiarkan dirinya dipukul. Ia menangis di undakan. Gusti Biang mendorong-dorongnya dengan tongkat supaya pergi. Lalu ia menyepakknya dengan kaki. Tapi Nyoman diam saja.

Gusti Biang : Pergi! Pergi!

Nyoman diam saja. Ia hanya menangis. Gusti Biang lalu mencoba mengangkat gentong air. Ternyata ia masih kuat. Ia membawa ke dekat Nyoman dan mengguyurnya. Nyoman diam saja.

Gusti Biang : Pergi sundal!!!

(17)

Nyoman yang sudah diusir oleh Gusti Biang kemudian bersiap pergi meninggalkan puri. Akan tetapi, belum lagi niatnya untuk segera angkat kaki terlaksana, Nyoman harus kembali menghadapi perlakuan yang tidak menyenangkan dari Gusti Biang. Gusti Biang meminta Nyoman untuk membayar semua biaya hidup yang telah ia keluarkan untuk Nyoman selama tinggal di puri. Wayan yang juga tidak dapat berbuat apa-apa untuk membantu Nyoman mulai khawatir ketika menyadari kepergian Nyoman. Wayan kemudian mengatakan kepada Gusti Biang bahwa Nyoman adalah kekasih Ngurah, anak Gusti Biang. d) Tahap climax, yaitu puncak dari keseluruhan cerita.

Klimaks atau puncak dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam adalah ketika Ngurah, anak semata wayang Gusti Biang, pulang. Gusti Biang yang sudah mengetahui perihal hubungan Ngurah dengan Nyoman kemudian meminta penjelasan langsung dari anaknya, Ngurah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

Gusti Biang : (tetap berbalik punggung) Kalau kamu kawin dengan sudra itu jangan menyebut ibu kepadaku.

Ngurah : Itu kita bicarakan nanti saja ibu.

Gusti Biang : Sudah jelas, aku terlalu lelah. Sebelum ini berakar dalam hati, selesaikan sekarang saja.

Ngurah : Masuklah dulu ibu. Ibu sakit harus berbaring. Nanti saja jelaskan.

Gusti Biang : Sekarang. Aku tidak akan berbaring sebelum selesai dengan baik. Bertahun tahun kutunggu kamu di sini dengan setia. Apa saja yang telah mengisi otakmu di Jawa?

(BMBM: 37-38) Masalah kembali meruncing ketika Wayan yang juga hendak angkat kaki dari rumah Gusti Biang bertemu dengan Ngurah dan mengatakan bahwa Nyoman telah pergi. Gusti Biang mempermasalahkan bedil yang hendak dibawa oleh

(18)

Wayan. Gusti Biang merasa bedil tersebut adalah miliknya sehingga melarang Wayan membawanya pergi. Wayan kemudian mengatakan semua rahasia yang telah ia simpan selama bertahun-tahun. Mulai dari kenyataan bahwa almarhum suami Gusti Biang bukanlah seorang pahlawan, melainkan seorang pengkhianat bangsa. Hingga kenyataan bahwa Ngurah adalah anaknya, darah dagingnya. Hal ini terlihat dari kutipan berikut.

Wayan : Tu Ngurah mungkin menyangka almarhum itu ayah yang

sejati karena beliau memang suami sah dari Gusti Biang. Beliau juga memiliki 13 orang istri tapi itu semua hanya sandiwara untuk menutupi ketidakmampuannya sebagai lelaki. Mana mungkin orang yang mati kejatannan bisa menggauli istri? Kalau beliau harus melaksanakan tugasnya sebagai suami, bapalah yang mengerjakan semua itu. Itu rahasia kami berdua yang dipegang teguh oleh semua orang sampai sekarang. Boleh tanyakan kepada Gusti Biang siapa sebenarnya ayah Tu Ngurah...

(BMBM: 45) e) Tahap denouement, yaitu tahap penyelesaian konflik yang timbul.

Tahap penyelesaian dari semua konflik yang terjadi pada teks drama Bila Malam Bertambah Malam adalah ketika Wayan mengatakan rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat dan menyuruh Ngurah untuk mengejar cintanya, Nyoman. Gusti Biang yang sudah terlanjur malu akhirnya juga merestui hubungan Ngurah dengan Nyoman. Hal tersebut terdapat dalam kutipan teks drama Bila Malam Bertambah Malam berikut.

Wayan : Bapa menghamba di sini karena cinta bapa kepadanya seperti cinta Tu Ngurah kepada Nyoman. Bapa tak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menyangka bapa orang gila orang pikun. Biar sajalah. Sebenarnya Bapa lakukan semua itu untuk melupakan kesedihan, kehilangan yang tak bisa ditukar dengan harapan. Tu Ngurah tidak boleh seperti Bapa. Kejarlah Nyoman. Gadis itu belum sampai jauh. Ia baru saja berangkat pulang ke desanya.

(19)

Nyoman seorang yang keras kemauan. Ia akan menjadi istri yang baik, Ngurah.

...

Gusti Biang : Aku tak akan mencegahnya lagi. Tapi jangan ceritakan yang dulu-dulu lagi aku malu.

Wayan : Kalau begitu Wayan tetap di sini. Wayan ingin mati di dekatmu, Sagung Ratih.

(BMBM: 45-46) 3) Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan orang atau pelaku cerita, sedangkan penokohan adalah cara atau teknik yang digunakan pengarang untuk menggambarkan tokoh. Tokoh dan penokohan yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam lebih lanjut akan dibahas sebagai berikut.

a) Gusti Biang

Karakter Gusti Biang adalah sosok janda bangsawan yang sudah puluhan tahun ditinggal mati oleh suaminya. Gusti Biang digambarkan memiliki ciri fisik, antara lain usia yang kurang lebih hampir delapan puluh tahun, usia tua membuatnya banyak terkena penyakit, dan terkadang menjadi pelupa. Lebih lanjut, Gusti Biang memiliki ciri psikis yang digambarkan sebagai sosok sombong yang menilai orang berdasarkan kasta. Ia selalu memandang rendah orang yang kastanya lebih rendah dari dirinya, termasuk kedua pembantu yang tinggal dengannya, yaitu Wayan dan Nyoman. Kepada Wayan dan Nyoman sikap Gusti Biang sangatlah kasar dan berbuat semena-mena. Hal tersebut terdapat dalam kutipan drama berikut.

Gusti Biang : Tua bangka! Ke mana saja kamu!

Wayan : Titiang ketiduran di dalam gudang Gusti Biang.

Gusti Biang : Kejar leak itu, puter lehernya!

Wayan : Leak yang mana Gusti Biang?

(20)

Wayan : Mana ada leak sore-sore begini Gusti Biang. Gusti Biang : Kejar perempuan itu, leak!

Wayan : Perempuan yang mana Gusti Biang?

Gusti Biang : Anak sudra itu. Masukkan dia ke dalam gudang sampai mati.

(BMBM: 14-15) Berdasarkan kutipan di atas, dapat kita lihat watak Gusti Biang yang cenderung sombong dan kasar. Gusti Biang memperlakukan Nyoman dan Wayan semena-mena dengan menggunakan kata-kata kasar dan menyakitkan. Gusti Biang senantiasa memandang orang lain berdasarkan kasta. Gusti Biang bahkan meminta anaknya, Ngurah, untuk meninggalkan Nyoman karena menganggap status sosial mereka yang tidak sederajat. Gusti Biang beranggapan bahwa Nyoman yang berkasta sudra tidaklah pantas bersanding dengan Ngurah yang memiliki kasta yang lebih tinggi. Gusti Biang juga merupakan pribadi kikir yang senantiasa mengungkit-ungkit pemberiannya kepada orang lain. Hal tersebut tampak pada saat Gusti Biang meminta Nyoman untuk mengembalikan semua uang yang telah ia keluarkan untuk membiayai Nyoman selam tinggal di Puri. b) Wayan

Tokoh Wayan digambarkan sebagai seorang lelaki tua yang tinggal sebagai pembantu di rumah Gusti Biang. Wayan merupakan teman semasa suami Gusti Biang masih hidup. Wayan digambarkan memiliki ciri fisik, antara lain usia yang kurang lebih sama dengan Gusti Biang, bijaksana, penyabar, dan baik hati. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.

Wayan : Benar Gusti Biang. Maafkan setan tua ini. Kasihan anjing tua ini Gusti Biang. Siapa lagi kalau bukan Gusti Biang sekarang ini yang memelihara titiyang.

Gusti Biang : Tentu saja. Siapa lagi kalau bukan aku. Aku selalu memaafkan, menyayangi, mengampuni seberapa besar pun

(21)

dosa dan hutang-hutangmu. Sebab kamu satu-satunya sahabat suamiku almarhum yang bisa dipercaya...

(BMBM: 3) Wayan digambarkan sebagai sosok penyabar, bijaksana, dan senantiasa mendengarkan apa yang diperintahkan oleh Gusti Biang kepada dirinya. Wayan merupakan pribadi yang penyabar. Sekasar apa pun perkataan Gusti Biang kepada dirinya tidak pernah membuatnya sakit hati dan membantah.

c) Nyoman

Tokoh Nyoman dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam digambarkan sebagai seorang gadis muda, cantik jelita yang juga tinggal sebagai pembantu di rumah Gusti Biang. Nyoman merupakan kekasih dari Ngurah, putra Gusti Biang. Nyoman digambarkan memiliki ciri fisik berupa wajah yang cantik. Lebih lanjut, Nyoman memiliki ciri psikis yang digambarkan sebagai sosok penyabar dan baik hati. Kesabaran dan pengabdiannya jelas terlihat ketika melayani Gusti Biang yang cenderung berkata dan berlaku kasar terhadap dirinya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan teks drama berikut.

Gusti Biang : (mengambil tongkatnya) Biar! Kalau aku sampai mati karena racunmu awas-awaslah! Rohku akan membalas. Aku akan diam di batang batang pisang, di sungai dan di batu-batu besar. Aku akan mengganggu kamu dan dan mengisapmu sampai mati. Tiap malam keliwon bila malam bertambah malam aku akan menjadi api dan bergantungan di pohon jeruk di muka rumahmu. Pergi, sebelum aku pukul kepala kamu!

Nyoman : Baiklah Gusti biang. Kalau tidak suka yang merah yang hitam ini saja. Lalu yang kuning. Kemarin Gusti Biang sudah berjanji, bukan?

(22)

d) Ngurah

Tokoh Ngurah dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam digambarkan sebagai anak laki-laki Gusti Biang yang sedang menuntut ilmu di Pulau Jawa. Ngurah adalah kekasih Nyoman dan digambarkan memiliki ciri fisik, antara lain seusia dengan Nyoman, kurang lebih duapuluh tahun, wajah hitam dan cekung. Lebih lanjut, Ngurah memiliki ciri psikis yang digambarkan sebagai sosok pandai, berbakti kepada orang tua, penyabar, dan bijaksana. Wujud baktinya terhadap orang tua tercermin dalam kutipan drama berikut.

Ngurah : Tidak, kenapa tidak ? (Gusti Biang tak menjawab tetapi menatap) Siapa yang menjadikan kita lebih terhormat dari Nyoman. Saya tak pernah merasa diri saya menjadi orang yang lebih tinggi. Kalau toh saya dilahirkan dengan martabat, kedudukan yang lain, itu cuma menyebabkan saya harus berkelakuan yang lain, itu cuma menyebabkan saya harus berkelakuan baik dan pintar. Tidak ada lain-lain. Saya merasa berkewajiban untuk meminta restu ibu, tapi kalau ibu menolak dengan alasan yang tak bisa diterima akal, apa boleh buat saya akan menerima akibatnya. Saya bertanggung jawab atas hidup saya. Saya akan mempunyai kesempatan untuk menang. Ibu harus mengerti.

(BMBM: 39) Ngurah yang memang berpendidikan tidak mempermasalahkan kasta seperti ibunya. Ngurah tidak memandang orang berdasarkan kasta yang dimilikinya, bagi Ngurah semua orang sama kedudukannya. Ngurah merasa perlu untuk meminta restu kepada ibunya untuk dapat menikahi Nyoman, tetapi jika ibunya menolak memberikan restu karena permasalahan kasta, maka Ngurah tidak dapat menerimanya.

(23)

4) Setting/latar

Latar atau setting dalam teks drama meliputi tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat peristiwa terjadi. Secara umum, latar tempat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam hanya terjadi di sebuah puri milik seorang janda tua yang sombong bernama Gusti Biang di Tabanan, Bali. Puri/rumah Gusti Biang merupakan rumah peninggalan almarhum suaminya. Berikut kutipan yang menunjukkan latar tempat yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam.

Di beranda itu ada sebuah kursi putar yang tua. Meja marmar tua, diapit seperangkat kursi tua. Di atas meja ada peralatan untuk makan sirih. Di samping kaki kursi ada tempolong bergambar bunga-bunga. Dinding dihiasi potret-potret tua, di antaranya potret almarhum suami Gusti Biang dalam pakaian kebesaran. Di sudut rumah ada gentong air dan gayung dari batok kelapa, serta lain-lain barang khas Bali yang semuanya sudah tua.

(BMBM: 1) Latar waktu dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam cukup jelas karena tersurat dalam teks drama itu sendiri. Latar waktu yang terjadi pada teks drama Bila Malam Bertambah Malam hanya terjadi pada malam hari. Artinya, tidak ditemukan latar waktu lain selain malam hari. Berikut beberapa kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(1) Langit kemerah-merahan ketika senja turun. Sunyi meruap dari tembok puri yang sudah hampir roboh.

(BMBM: 1) (2) Petang pun turun perlahan-lahan membungkus halaman puri. Pintu

gerbang telah tertelan oleh senja. Tak lama kemudian kembali terdengar suara Wayan menembang.

(BMBM: 6) Selanjutnya, latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal lain

(24)

yang tergolong latar spiritual. Keadaan sosial yang tergambar dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat di Tabanan, Bali, tepatnya di sebuah puri seorang janda bangsawan yang begitu menjunjung tinggi tingkatan kasta. Tampak jika masyarakat sekitar masih sangat kental dalam menjunjung tinggi hukum adat dan tingkatan kasta. Hal tersebut dibuktikan dengan pada kutipan teks drama berikut.

Gusti Biang : (tertawa) Fitnah apa itu! Darah kami keturunan Satria kenceng, raja-raja Majapahit yang tak pernah cemar oleh darah sudra!

(BMBM: 31) 2. Persamaan Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam dan Bila

Malam Bertambah Malam

Berikut akan diuraikan persamaan yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam.

a. Tema

Tema utama yang terdapat dalam kedua teks drama tersebut (Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam) adalah perselingkuhan. Dalam teks drama Malam Jahanam diceritakan perselingkuhan dilakukan oleh Paijah dan Soleman terhadap Mat Kontan. Paijah adalah istri Mat Kontan, sedangkan Soleman adalah sahabat Mat Kontan. Paijah dan Soleman mengkhianati Mat Kontan karena mereka berselingkuh. Perselingkuhan yang mereka lakukan akibat sikap tak acuh dan sombong yang senantiasa dilakukan Mat Kontan. Mat Kontan selalu sibuk berjudi dan memperhatikan burung-burung kesayangannya, ia lupa pada istrinya yang kesepian dan kurang perhatian karena selalu ditinggalkannya. Mat Kontan selalu membanggakan apa yang dimilikinya. Istri, anak, bahkan

(25)

burung-burung kesayangannya kepada orang lain termasuk pada Soleman, sahabatnya. Akan tetapi, pada Paijah dan anaknya, Mat Kontan bersikap tak acuh, tidak mempedulikannya, bahkan ketika anaknya sakit. Tema perselingkuhan dalam teks drama Malam Jahanam tampak pada kutipan berikut.

Soleman : (kaget mengangkat kepalanya) Menyesal?

Paijah : Ya, menyesal.

Soleman : Ulangi!

Paijah : Menyesal karena begini jadinya. Nanti akan

terbuka juga rahasia kita. Tapi tak apa! Saya kepingin punya anak, dan anak itu telah saya dapatkan.

Soleman : (berdiri) Kenapa kau menyesal? (Paijah

menghapus air matanya). Jah! Anak itu takkan saya ambil, Jah….. (Soleman mendekati perempuan itu. Tapi tangis perempuan itu makin menjadi. Ia pun pergilah menjauh ke tempat kelam).

(perlahan) Saya ingat, Jah. Macam begitulah tangismu dulu mengisak meminta kepada saya. Sekarang kausesali pula. Buat apa kita menyesal. Saya juga tak pernah menyesal harus jadi jahanam kapiran begini.Ya, tidak menyesal. Karena dalam diri manusia, betapapun kecilnya, ada unsur jahanamnya. Cuma saja ada yang tak sempat dan tak sanggup menjalankan. Dan kita adalah orang-orang yang kebetulan sanggup. Mengapa kita harus menyesal, Jah?

(MJ: 45) Teks drama Bila Malam Bertambah Malam pun memiliki gambaran yang hampir serupa dengan teks drama Malam Jahanam. Perselingkuhan yang terjadi dalam teks drama ini dilakukan oleh Gusti Biang terhadap almarhum suaminya. Gusti Biang yang sombong karena status sosial yang dimilikinya selama bertahun-tahun telah menyembunyikan kebenaran bahwa Ngurah bukanlah anaknya dengan almarhum suaminya, melainkan anaknya dengan Wayan, pembantunya sendiri. Untuk menutupi hal tersebut, Gusti Biang bersikap sombong dan semena-mana

(26)

karena merasa memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Gusti Biang selalu bersikap semena-mana terhadap pembantu di rumahnya, Wayan dan Nyoman. Wayan sendiri merupakan pembantu sekaligus sahabat almarhum suami Gusti Biang. Wayan dan Gusti Biang sebenarnya saling mencintai semenjak kecil, tetapi status sosial yang dimiliki Gusti Biang membuat dirinya sombong dan selalu bersikap semena-mena terhadap Wayan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.

Wayan : Tu Ngurah mungkin menyangka almarhum itu ayah yang

sejati karena beliau memang suami sah dari Gusti Biang. Beliau juga memiliki 13 orang istri tapi itu semua hanya sandiwara untuk menutupi ketidakmampuannya sebagai lelaki. Mana mungkin orang yang mati kejatannan bisa menggauli istri? Kalau beliau harus melaksanakan tugasnya sebagai suami, bapalah yang mengerjakan semua itu. Itu rahasia kami berdua yang dipegang teguh oleh semua orang sampai sekarang. Boleh tanyakan kepada Gusti Biang siapa sebenarnya ayah Tu Ngurah. Dia berpura-pura saja tidak tahu siapa lelaki yang selalu berbaring di sampingnya. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil sampai sekarang. Hanya karena kesombongan martabat kebangsawanannya dia menolakku, lalu kawin dengan seorang yang dipilih oleh keluarganya...

(BMBM: 45) Sementara itu, mengenai tema-tema yang lain tidaklah jauh berbeda dari tema utama. Dalam kedua teks drama tersebut, tema yang lain juga masih memiliki keterkaitan dengan tema utama. Dalam teks drama Malam Jahanam terdapat tema lain yakni kesombongan. Mat Kontan yang sombong hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Berjudi, membeli burung, sibuk membanggakan istri dan anaknya, tetapi tidak pernah sekalipun ia memperhatikan anak dan istrinya tersebut. Paijah yang seringkali ditinggal oleh Mat Kontan menjadi kesepian. Soleman yang juga tidak tahan dengan kesombongan Mat Kontan, akhirnya

(27)

berselingkuh dengan Paijah, istri Mat Kontan. Hampir serupa dengan Mat Kontan, Gusti Biang pun berlaku sombong untuk menjaga martabat kebangsawanannya dan untuk menutupi perselingkuhannya dengan Wayan. Hubungan Gusti Biang dengan Wayan disebut perselingkuhan karena Ngurah sebelumnya tidak mengetahui bahwa ayah kandungnya sebenarnya adalah Wayan. Dengan demikian, berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan tema yang sama antara teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam yaitu perselingkuhan. Selain itu juga ditemukan tema lain seperti kesombongan. b. Alur/plot

Alur yang digunakan dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam adalah sama-sama menggunakan alur maju, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu terjadinya secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan memuncak. Sebelum melakukan perbandingan alur/plot antara teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam perlu dijabarkan terlebih dahulu peristiwa-peristiwa yang menyusun plot dalam kedua teks drama tersebut. Pemaparan peristiwa-peristiwa ini didasarkan pada alur utama cerita, yaitu alur yang menceritakan mengenai kehidupan tokoh utama.

1) Malam Jahanam

Peristiwa-peristiwa dalam teks drama Malam Jahanam sebagai berikut. a) Mat Kontan seorang angkuh yang tidak memperhatikan istri dan anaknya,

(28)

b) Paijah, istri Mat Kontan yang sedang gelisah menanti kepulangan suaminya karena anaknya sedang sakit.

c) Soleman, tetangga sekaligus sahabat Mat Kontan juga muak dengan semua kesombongan Mat Kontan.

d) Mendengar cerita kesombongan Mat Kontan membuat Soleman kembali mengingatkan peristiwa pasir boblos yang hampir membuat Mat Kontan mati. e) Mat Kontan yang mendapati burung beo kesayangannya mati, akhirnya

mengajak Utai menemui tukang nujum untuk mengetahui siapa yang telah membunuh burung beonya.

f) Paijah yang sedari tadi ketakutan kemudian menemui Soleman.

g) Soleman membesarkan hati Paijah agar tidak perlu memikirkan kata-kata Mat Kontan.

h) Paijah menyatakan penyesalannya telah berselingkuh dengan Soleman.

i) Soleman mengaku pada Paijah jika dirinyalah yang telah membunuh boe kesayangan Mat Kontan karena beo tersebut senantiasa menirukan kata-kata Soleman pada saat mengganggu Paijah.

j) Paijah semakin bertambah panik mengetahui kenyataan bahwa Solemanlah yang telah membunuh beo Mat Kontan.

k) Soleman berjanji akan melindungi Paijah jika Mat Kontan melakukan hal buruk pada dirinya, walaupun sebenarnya Soleman sendiri juga memendam ketakutan.

l) Mat Kontan yang ditemani Utai pulang dengan kekecewaan karena tukang nujum yang mereka datangi telah meninggal dunia.

(29)

m) Mat Kontan kembali mendesak Paijah untuk mengatakan siapa sebenarnya yang telah membunuh beo kesayangannya.

n) Paijah yang kembali terdesak kemudian meminta pertolongan Soleman yang tadi telah ia janjikan.

o) Soleman yang hanya diam dan bersikap pengecut membuat Paijah muak dan mengaku jika dirinyalah yang telah membunuh beo Mat Kontan.

p) Soleman akhirnya mengakui bahwa dirinyalah yang membunuh beo Mat Kontan dengan alasan tidak ingin perselingkuhannya dengan Paijah terbongkar.

q) Mat Kontan yang menjadi murka kemudian diingatkan oleh Soleman tentang peristiwa pasir boblos.

r) Mat Kontan yang merasa kalah kemudian pergi menyerahkan Paijah dan anaknya kepada Soleman

s) Soleman mengira Mat Kontan akan bunuh diri

t) Mat Kontan kembali dengan membawa golok yang telah selesai ia asah.

u) Mat Kontan kemudian bertarung dengan Soleman dan Utai menjadi korbannya.

v) Mat Kontan kembali ke rumah dan ingin memperbaiki rumah tangganya dengan Paijah.

w) Belum sempat di bawa ke dukun, Mat Kontan Kecil meninggal dunia pada malam itu juga.

(30)

Peristiwa-peristiwa dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam sebagai berikut.

a) Di sebuah puri tua tinggalah seorang janda sombong bernama Gusti Biang yang memiliki dua orang pelayan bernama Wayan dan Nyoman, serta seorang anak laki-laki bernama Ngurah yang sedang pergi belajar di Pulau Jawa. b) Di suatu senja, Nyoman hendak memberikan obat yang harus diminum oleh

Gusti Biang.

c) Melihat Gusti Biang yang kesulitan memasukkan benang ke dalam jarum, Nyoman yang baik hati membantu Gusti Biang, walaupun sebenarnya Gusti Biang tidak berkenan dibantu oleh Nyoman.

d) Gusti Biang membenci Nyoman karena merasa derajatnya lebih tinggi kemudian menolak meminum obat-obatan tersebut.

e) Dengan berbagai macam usaha dan penuh dengan kesabaran Nyoman terus berusaha membujuk Gusti Biang.

f) Gusti Biang yang enggan meminum obat pemberian Nyoman menolak dengan sikap dan kata-kata yang kasar.

g) Nyoman yang tidak lagi dapat menahan penghinaan yang dilakukan oleh Gusti Biang selama hampir dua belas tahun, kemudian bergegas pergi berkemas hendak meninggalkan puri.

h) Gusti Biang yang masih marah kemudian menyuruh Wayan untuk mengusir Nyoman.

i) Wayan kemudian mencegah keinginan Nyoman yang hendak pergi dari puri dengan mengatakan bahwa Ngurah akan segera pulang.

(31)

j) Gusti Biang yang mengetahui Nyoman akan akan pergi kemudian menyuruh Wayan agar menahannya untuk memastikan tidak ada satu barang pun yang di bawa oleh Nyoman.

k) Gusti Biang juga menyuruh Wayan untuk mengambil buku besar yang berisi pengeluaran hidup Nyoman selama tinggal di puri.

l) Nyoman tidak menyangka jika Gusti Biang sampai hati menulis semua biaya yang dikeluarkannya untuk kebutuhan hidupnya selama tinggal di puri.

m) Nyoman merasa bahwa Gusti Bianglah yang seharusnya membayar semua sakit hati karena selama dua belas tahun tinggal di puri dirinya tidak pernah dibayar tetapi selalu dihina, direndahkan, dan dicaci seperti binatang.

n) Sambil berurai air mata, Nyoman pergi meninggalkan puri malam itu juga. o) Wayan yang tidak mengetahui kepergian Nyoman kemudian mencoba

mencarinya.

p) Wayan kemudian memberitahukan kepada Gusti Biang bahwa Nyoman adalah kekasih Ngurah.

q) Mengetahui bahwa Ngurah, anak semata wayangnya, mencintai Nyoman yang seorang dari golongan sudra membuat Gusti Biang naik pitam dan juga mengusir Wayan.

r) Ngurah pulang dari perantauannya di Pulau Jawa.

s) Gusti Biang langsung bertanya pada Ngurah apakah benar bahwa Ngurah mencintai Nyoman dan hendak menikahinya.

t) Gusti Biang melarang Wayan yang akan pergi membawa serta bedil yang dianggap Gusti Biang adalah miliknya.

(32)

u) Wayan kemudian menjelaskan kepada Gusti Biang dan Wayan bahwa bedil tersebut adalah miliknya dan juga membuka rahasia bahwa almarhum suami Gusti Biang bukanlah pahlwan seperti yang selama ini mereka disangka dan bahwa Ngurah adalah anak kandungnya.

v) Wayan kemudian menyuruh Ngurah untuk mengejar Nyoman dan mempertahankan cinta mereka tanpa memandang status sosial.

w) Gusti Biang kemudian juga sadar akan kesalahan yang telah dilakukannya selama ini dengan memandang orang lain berdasarkan status sosial dan memberikan restu kepada Ngurah dan Nyoman.

x) Wayan urung pergi dan berjanji akan selamanya mendampingi Gusti Biang. Berdasarkan jenis alurnya, kedua teks drama tersebut memiliki alur yang sama, yakni alur maju/ progresif. Berdasarkan tahapan plot, secara umum juga memiliki kesamaan. Persamaan tersebut terletak pada tahap situation, generating circumstate, rising action, dan climax.

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam masing-masing adalah Mat Kontan dan Gusti Biang. Kedua tokoh tersebut memiliki persamaan dalam hal watak, yakni sama-sama bersifat sombong. Sosok Mat Kontan dan Gusti Biang digambarkan memiliki sifat sombong. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Soleman : Sayalah yang melakukannya!

Mat Kontan : (berputar mengambil tempat ke dekat rumahnya) Jadi, kenapa kaubunuh dia? Kau iri pada saya, ya?

Soleman : Ya, saya iri!

(33)

Soleman : Ya! Saya iri pada semua yang kaupunya. Pada uangmu. Pada binimu, pada anakmu, pada burungmu. Dan pada kesombongan kamu!

(MJ: 64-65) Gusti Biang : Mentang-mentang masih muda, kamu kira kamu ini

cantik? (mengeruk dahak dan meludah) Jari kelingking kakiku, lebih cantik dari kamu! Si Belang yang sudah kudisan itu masih lebih cantik dari kamu! Mulut besar! Kamu tidak ada seiris pantatku waktu aku masih muda. Jangan besar kepala kamu. Jangan sombong kamu mentang-mentang aku sudah tua. Tetek ini layu begini karena aku sudah tua. Kamu juga kalau sudah tua tetek kamu begini. Tetekku lebih besar dari tetek siapa saja di Tabanan ini, apalagi dari tetek kamu. Pantat dan bokongku lebih besar dari bokong kamu yang tepos itu. Gigiku lebih bagus dari gigi kamu. Laknat sudra! Begini jadinya kalau kasih hati sama sudra!

(BMBM: 19) Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui baik Mat Kontan maupun Gusti Biang, sama-sama memiliki watak sombong. Kesombongan Mat Kontan membuat istrinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, sedangkan kesombongan Gusti Biang merupakan caranya untuk menjaga derajat kebangsawanannya agar tidak cemar.

d. Latar/setting

Latar atau landas tumpu cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi, meliputi latar tempat, waktu, dan sosial. Adapun persamaan latar yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam antara lain, meliputi.

1) Latar tempat

Terdapat persamaan antara teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam, yakni sama-sama menggunakan satu latar tempat. Dalam teks

(34)

drama Malam Jahanam ditunjukkan jika latar tempat yang digunakan hanya berkutat di sekitar perkampungan nelayan di pesisir pantai di antara Kecamatan Kalianda dan Kota Agung, Lampung, yakni di rumah Mat Kontan dan Soleman yang saling berdekatan. Berikut kutipan yang menunjukkan latar tempat yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam.

Malam ini, perkampungan nelayan itu, di bagian rumah Mat Kontan dan Soleman tampak sepi. Barangkali hampir seisi kampung pergi melihat ubruk, sebab bunyi ubruk di sebelah timur begitu sayu

menikam-nikam. (MJ: 9)

Selanjutnya, latar tempat yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam juga hanya berkutat di sebuah puri/rumah, di Tabanan, Bali, yakni rumah Gusti Biang, seorang janda yang sombong karena status sosial yang dimilikinya. Puri/rumah Gusti Biang merupakan rumah peninggalan almarhum suaminya. Berikut kutipan yang menunjukkan latar tempat yang terdapat dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam.

Di beranda itu ada sebuah kursi putar yang tua. Meja marmar tua, diapit seperangkat kursi tua. Di atas meja ada peralatan untuk makan sirih. Di samping kaki kursi ada tempolong bergambar bunga-bunga. Dinding dihiasi potret-potret tua, di antaranya potret almarhum suami gusti biang dalam pakaian kebesaran. Di sudut rumah ada gentong air dan gayung dari batok kelapa, serta lain-lain barang khas Bali yang semuanya sudah tua.

(BMBM: 1) Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan antara teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam dalam hal penggunaan latar tempat. Artinya, dalam kedua teks drama tersebut masing-masing hanya menggunakan satu latar tempat.

(35)

2) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa dalam sebuah teks drama. Terdapat persamaan latar waktu dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam. Latar waktu yang digunakan kedua teks drama tersebut cukup jelas karena tersurat dalam kedua teks drama itu sendiri, yakni pada malam hari. Hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa kutipan berikut.

Mat Kontan: …, Saya kira malam ini malam paling jahanam dalam hidup saya!

(MJ: 52)

Kutipan di atas merupakan contoh kutipan yang menunjukkan

penggambaran latar waktu dalam teks drama Malam Jahanam. Kutipan tersebut merupakan gambaran waktu saat tukang nujum yang akan Mat Kontan mintai bantuan untuk mengetahui pembunuh beo kesayangannya ternyata telah meninggal dunia.

Wayan : Mau ke mana Nyoman? Eeeee mau ke mana itu?

Nyoman : Pulang!

Wayan : Malam begini?

Nyoman : Ya!

Wayan : Kamu akan kemalaman di jalan.

(BMBM: 16) Kutipan di atas merupakan contoh kutipan yang menunjukkan penggambaran latar waktu dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam. Kutipan tersebut merupakan gambaran waktu ketika Nyoman hendak pergi dari puri karena tidak tahan lagi dengan perlakuan Gusti Biang kepada dirinya, tetapi dilarang oleh Wayan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang terjalin dalam kedua teks drama tersebut hanya terjadi pada

(36)

malam hari. Artinya, tidak ditemukan latar waktu yang lain selain malam hari dalam kedua teks drama tersebut.

3) Latar sosial

Latar sosial merupakan latar yang berhubungan dengan suasana dan perilaku kehidupan sosial masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal lain yang tergolong latar spiritual. Dalam hal latar sosial ini tidak ditemukan adanya persamaan dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan latar yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam, yakni meliputi latar tempat dan waktu. Persamaan latar tempat yaitu terletak pada penggunaan satu latar tempat. Persamaan berikutnya terletak pada latar waktu yang sama-sama menggunakan latar waktu malam hari. Tidak di temukan latar waktu yang lain dari kedua teks drama tersebut. Selanjutnya, tidak terdapat persamaan dalam hal latar sosial karena kedua teks drama tersebut jelas memiliki latar sosial yang jauh berbeda.

3. Perbedaan Unsur-unsur Intrinsik Teks Drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam

Berikut akan diuraikan perbedaan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam.

(37)

a. Tema

Tema yang terdapat dalam kedua teks drama tersebut (Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam) adalah perselingkuhan. Lebih lanjut, ditemukan juga adanya perbedaan tema yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam. Perbedaan lainnya adalah apabila dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam terdapat tema lain yang juga merupakan tema utama, yaitu hukum karma. Selain itu, perbedaan lain yang juga terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam yakni terletak pada subtema. Pada dasarnya, subtema yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam sama, yakni kesombongan. Akan tetapi, yang melatarbelakangi kesombongan masing-masing tokoh dalam teks drama tersebut yang berbeda. Dalam teks drama Malam Jahanam kesombongan Mat Kontan dilatarbelakangi oleh segala sesuatu yang dimilikinya, istri, anak, dan juga burung-burung kesayangannya. Berbeda dengan kesombongan Gusti Biang yang disebabkan oleh status sosial. Gusti Biang digambarkan sebagai sosok yang selalu menilai orang lain berdasarkan kasta. Gusti Biang bersikap sombong guna menjaga martabat kebangsawanannya agar tidak cemar. Gusti Biang yang sebenarnya juga mencintai Wayan, rela meninggalkan Wayan dan menikah dengan orang yang sederajat secara kasta yang dijodohkan oleh orang tuanya.

Dalam teks drama Malam Jahanam diceritakan perselingkuhan dilakukan oleh Paijah dan Soleman terhadap Mat Kontan. Paijah adalah istri Mat Kontan, sedangkan dan Soleman adalah sahabat Mat Kontan. Paijah dan Soleman

(38)

mengkhianati Mat Kontan karena mereka berselingkuh. Perselingkuhan yang mereka lakukan akibat sikap tak acuh dan sombong yang senantiasa dilakukan Mat Kontan. Mat Kontan selalu sibuk berjudi dan memperhatikan burung-burung kesayangannya, ia lupa pada istrinya yang kesepian dan kurang perhatian karena selalu ditinggalkannya. Mat Kontan selalu membanggakan apa yang dimilikinya. Istri, anak, bahkan burung-burung kesayangannya kepada orang lain termasuk pada Soleman, sahabatnya. Akan tetapi, pada Paijah dan anaknya, Mat Kontan bersikap tak acuh, tidak mempedulikannya, bahkan ketika anaknya sakit.

Berbeda dengan latar belakang kesombongan Gusti Biang dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam. Perselingkuhan yang terjadi dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam ini dilakukan oleh Gusti Biang terhadap almarhum suaminya. Gusti Biang bersikap sombong guna menjaga martabat kebangsawanannya agar tidak cemar. Gusti Biang bersikap sombong karena status sosial yang dimilikinya. Sehingga dapat dikatakan jika Gusti Biang telah mengkhianati dirinya sendiri, Ngurah, dan juga almarhum suaminya selama bertahun-tahun dengan cara menyembunyikan kebenaran bahwa Ngurah bukanlah anaknya dengan almarhum suaminya, melainkan anaknya dengan Wayan, pembantunya sendiri. Untuk menutupi hal tersebut, Gusti Biang bersikap sombong dan semena-mana karena merasa memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Gusti Biang selalu bersikap semena-mana terhadap pembantu di rumahnya, Wayan dan Nyoman. Wayan sendiri merupakan pembantu sekaligus sahabat almarhum suami Gusti Biang. Wayan dan Gusti Biang sebenarnya saling mencintai semenjak mereka masih kecil, tetapi status

(39)

sosial yang dimiliki Gusti Biang membuat dirinya sombong dan selalu bersikap semena-mena terhadap Wayan.

Dengan demikian, berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan adanya perbedaan tema dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam. Perbedaan tersebut tampak pada latar belakang kesombongan masing-masing tokoh dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam, yakni Mat Kontan dan Gusti Biang. Perselingkuhan yang terjadi dalam teks drama Malam Jahanam disebabkan oleh kesombongan Mat Kontan. Dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam kesombongan adalah cara yang digunakan oleh Gusti Biang untuk menutupi perselingkuhan yang telah ia dilakukan. Selain itu, dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam terdapat tema lain yakni hukum karma, yang tidak ditemukan dalam teks drama Malam Jahanam.

b. Alur/plot

Alur yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam adalah alur maju. Dalam hal ini, baik Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam sama-sama menggunakan alur penceritaan maju atau progresif. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang terdapat pada tahap denouement. Tahap denouement adalah tahap penyelesaian konflik yang timbul dalam teks drama. Tahap denouement yang terdapat dalam teks drama Malam Jahanam dimulai dengan ancaman Soleman terhadap Mat Kontan mengenai tragedi pasir boblos yang menyebabkan kepergian Mat Kontan. Mat Kontan yang merasa kalah kemudian menyerahkan istrinya, Paijah, kepada Soleman, juga

(40)

anaknya yang ternyata bukan merupakan darah dagingnya. Soleman mengira Mat Kontan pergi hendak bunuh diri kemudian berniat menyusulnya. Ternyata Mat Kontan kembali dengan membawa sebuah golok yang sudah ia persiapkan untuk membunuh Soleman. Terjadi peristiwa saling serang antara Mat Kontan dengan Soleman yang juga melibatkan Utai. Soleman yang berhasil melarikan diri akhirnya juga mati karena terkena luka bacok yang dilakukan oleh Mat Kontan. Utai mati dalam peristiwa naas itu. Mat Kontan kembali ke rumah hendak memperbaiki hubungannya dengan Paijah dan mulai memperhatikan anaknya, namun apa daya nyawa anaknya pun tidak dapat terselamatkan. Berikut kutipan tahap penyelesaian dalam teks drama Malam Jahanam.

Tangis bayi yang makin meninggi menyebabkan Tukang Pijat itu mendekat. Tapi kemudian tangis itu berhenti di dalam puncaknya. Terdengar raung perempuan dari dalam, kemudian pintu terempas, keluarlah Paijah dengan rambut kusut masai, hampir menabrak Tukang Pijat itu.

Isak tangis paijah terdekam dalam dadanya. Berhenti ia menangis dari tempat kelam itu.

Lambat ia berjalan menuju Tukang Pijat, setengah berteriak, “Pak Anakku mati, Pak!”

Tukang Pijat itu gugup dan hendak bertanya, tetapi perempuan itu terlanjur melarikan diri ke arah tadi Mat Kontan menghilang.

(MJ: 77) Berbeda dengan tahap denouement/ penyelesaian dari semua konflik yang terjadi pada teks drama Bila Malam Bertambah Malam. Dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam tahap penyelesaian terjadi ketika Wayan mengatakan rahasia yang selama ini ia simpan, yakni kenyataan bahwa alamrahum suami Gusti Biang bukanlah seorang pahlawan dan juga bukan ayah kandung Ngurah, serta menyuruh Ngurah untuk mengejar cintanya, Nyoman. Gusti Biang yang sudah terlanjur malu akhirnya juga merestui hubungan Ngurah dengan Nyoman.

(41)

Berikut kutipan tahap penyelesaian dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam.

Wayan : Bapa menghamba di sini karena cinta bapa kepadanya seperti cinta Tu Ngurah kepada Nyoman. Bapa tak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menyangka bapa orang gila orang pikun. Biar sajalah. Sebenarnya Bapa lakukan semua itu untuk melupakan kesedihan, kehilangan yang tak bisa ditukar dengan harapan. Tu Ngurah tidak boleh seperti Bapa. Kejarlah Nyoman. Gadis itu belum sampai jauh. Ia baru saja berangkat pulang ke desanya. Nyoman seorang yang keras kemauan. Ia akan menjadi istri yang baik, Ngurah.

...

Gusti Biang : Aku tak akan mencegahnya lagi. Tapi jangan ceritakan yang dulu-dulu lagi aku malu.

Wayan : Kalau begitu Wayan tetap di sini. Wayan ingin mati di dekatmu, Sagung Ratih.

(BMBM: 45-46) Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan penyelesaian konflik antara teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam. Penyelesaian konflik dalam teks drama Malam Jahanam dapat dikatakan berakhir tragis karena Mat Kontan Kecil pada akhirnya meninggal dunia. Berbeda dengan penyelesaian konflik dalam teks drama Bila Malam Bertambah Malam yang berakhir bahagia karena Gusti Biang kemudian memberikan restu atas hubungan Ngurah dengan Nyoman.

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama dalam teks drama Malam Jahanam dan Bila Malam Bertambah Malam masing-masing adalah Mat Kontan dan Gusti Biang. Selain memiliki persamaan, kedua tokoh tersebut juga memiliki perbedaan dalam hal watak, yakni alasan yang melatarbelakangi watak sombong mereka. Sosok Mat Kontan diceritakan sebagai seorang suami dan ayah yang sombong karena merasa

(42)

memiliki segala hal yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mat Kontan selalu menyombongkan istri, anak, dan burung-burung peliharaannya kepada semua orang termasuk kepada Soleman, sahabatnya. Berbeda dengan Gusti Biang yang merupakan seorang janda bangsawan yang bersikap sombong karena merasa memiliki status sosial yang lebih tinggi. Gusti Biang selalu menilai orang lain berdasarkan kasta, sehingga selalu berkata dan berbuat semena-mena terhadap dua pembantunya, Wayan dan Nyoman. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

1) Soleman : Buat apa saya iri terhadapmu? Kau juga sering

membohongi diri sendiri. Ya, kau juga sering melagak!

Mat Kontan : Pasti! Pasti kau iri terhadap saya. Kau iri karena saya punya bini yang cantik. Seorang anak lagi yang bakal cinta pada perkutut bapaknya. Kau juga iri barangkali, sebab kalau kita main taruhan empat-satu kau selalu saja kalah.

(MJ: 26-27)

2) Gusti Biang : (berbalik marah) Dengar. Kamu boleh cari

perempuan siapa saja, berapa saja, asal kamu kuat, tapi kamu tidak boleh kawin dengan perempuan sudra itu!

(BMBM: 38-39) Kutipan (1) dan kutipan (2) merupakan bukti bahwa kesombongan Mat Kontan dan Gusti Biang memiliki alasan atau latar belakang yang berbeda. Jika kesombongan Mat Kontan disebabkan oleh istri, anak, dan burung-burung kesayangan yang ia miliki, maka berbeda dengan Gusti Biang yang bersikap sombong karena permasalahan status sosial/ kasta yang ia miliki. Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui, baik Mat Kontan maupun Gusti Biang, kedua tokoh tersebut memiliki watak sombong dengan latar belakang yang berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dilakukan dengan mengevaluasi dan menilai penggunaan terapi antibiotik profilaksis pada pasien yang dikaji berdasarkan kriteria rasionalitas yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian pecahan dengan menggunakan media kartu domino matematika pada siswa kelas V

Kesimpulan : Pemberian ester stanol 3.4 g per hari selama 14 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol (susu rendah lemak tanpa ester stanol) tidak berbeda

PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Co, Tbk memilki kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan PT Multi Bintang Indonesia, Tbk karena walaupun tingkat

Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan

Pada kesempatan ini, Bapak mengucapkan terima kasih kepada Pembina OSIS, Pada kesempatan ini, Bapak mengucapkan terima kasih kepada Pembina OSIS, seluruh

Model yang diusulkan pada tulisan ini adalah sebuah Model Sistem Berbasis Teknologi Mobile yang mengintegrasikan sistem pengontrolan pola makan dan asupan