• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS OPERASI APENDISITIS AKUT PASIEN DEWASA DAN GERIATRI DI RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS OPERASI APENDISITIS AKUT PASIEN DEWASA DAN GERIATRI DI RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS OPERASI APENDISITIS AKUT PASIEN DEWASA DAN GERIATRI DI RS

BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Wilda Apriliana Datuan NIM : 138114086

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017

(2)

ii

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS OPERASI APENDISITIS AKUT PASIEN DEWASA DAN GERIATRI DI RS

BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Wilda Apriliana Datuan NIM : 138114086

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk : Tuhan Yesus Kristus yang selalu besertaku

Kedua orang tua dan adikku tercinta sebagai ungkapan rasa hormat dan bakti Para sahabat dan Almamater Universitas Sanata Dharma

(6)
(7)
(8)

viii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, hikmat dan kasih-Nya yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah skripsi yang berjudul “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geriatri di RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015” dengan baik dan tepat pada waktu yang ditentukan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan naskah skripsi ini telah banyak melibatkan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta serta sebagai Dosen Penguji Skripsi.

2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas waktu dan ilmu yang telah diberikan selama membimbing peneliti melaksanakan penelitian hingga penyusunan naskah skripsi.

3. Ibu dr.Fenty.M.kes,.Sp.PK., selaku Dosen Penguji Skripsi atas waktu dan saran yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi saran dan motivasi selama masa perkuliahan.

5. Segenap Staff Sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam menyediakan berkas yang dibutuhkan selama penelitian hingga pengujian skripsi.

6. Segenap Staff, Kepala Rekam Medis, Apoteker, Perawat dan Dokter Poli Bedah RS Bethesda Yogyakarta atas waktu dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan pengambilan data tepat pada waktu yang ditentukan.

7. Mas Eko dan Tim Komite Etik Fakutas Kedokteran UKDW yang mengarahkan dan membantu selama proses pembuatan ethical clearance.

8. Kedua Orang tua penulis Hamdani Ridwan dan Ibu Mince Padaunan, adik, nenek serta keluarga besar yang selalu mendukung, memotivasi dan mendoakan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Yohanes Hastya Ekaristiadi atas kerjasama, dukungan dan motivasi yang telah diberikan penulis selama perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

10. Teman-teman Skripsi De-One atas kerjasama, bantuan dan saran yang telah diberikan selama penelitian dilakukan hingga penyusunan naskah skripsi.

11. Teman-teman dekat penulis Asti, Vania, Edwin, Om Kage, Ester, Oka atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

12. Teman-teman Kos Edelweiss Puspa, Cewe, Bella, Mas Eko, Mbak Nad, Lela dan penghuni kos lainnya atas kebersamaannya selama ini.

13. Teman-teman FSM B, FKK B, angkatan 2013 yang telah berjuang bersama mulai dari masa orientasi TITRASI hingga masa perkuliahan berakhir.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungan dan doa bagi penulis sehingga penulis dapat menyelasikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa didalam skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis memohon kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna membuat karya ini menjadi lebih baik dikemudian hari. Penulis meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang tedapat dalam naskah skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi Klinis.

Yogyakarta, 9 Januari 2017

(10)

x ABSTRAK

Apendisitis akut merupakan penyakit yang menempati urutan ketiga terbesar di Indonesia pada tahun 2009. Apendisitis akut memerlukan penanganan yang merupakan jenis operasi bersih kontaminasi dan memerlukan antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak rasional merupakan salah satu pemicu terjadinya infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peresepan antibiotik profilaksis dan jumlah penggunaan antibiotik profilaksis yang rasional pada pasien dewasa dan geriatri di RS Bethesda Yogyakarta periode Januari-Desember tahun 2015 dengan membandingkan data penggunaan antibiotik profilaksis menurut literatur Clinical Pathway RS Bethesda, ASHP

Guideline (2013) dan DIH (2015). Penelitian observasional ini menggunakan desain

penelitian deskriptif dan retrospektif. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria rasionalitas diantaranya tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian, tepat lama pemberian dan tepat penilaian kondisi pasien. Pada penelitian ini, diperoleh gambaran peresepan antibiotik profilaksis diantaranya ceftriaxone (65,52%), ceftizoxime (15,25%), cefuroxime (5,17%), cefixime (1,72%), levofloxacin (1,72%), metronidazole (1,72%), meropenem (1,72%), cefoperazone/ sulbactam (6,90%). Rasionalitas penggunaan antibiotik profilaksis menurut penelitian ini adalah 25 kasus (43,10%) rasional dan 33 (56,90%) kasus tidak rasional.

(11)

xi ABSTRACT

Acute appendicitis is a disease which third largest in Indonesia in 2009. The acute appendicitis requiring appendectomy that is a kind of contamination clean operation requiring prophylactic antibiotics to prevent surgical site infection. Irrationality of prophylactic antibiotics using is one of the triggers of surgical wound infection. The study aimed to describe the types of antibiotics prophylaxis that prescribed and the number of rational use of antibiotic prophylaxis in adults and geriatric patients at Bethesda Hospital in Yogyakarta for period January to December 2015 by comparing data on the use of prophylactic antibiotics according to the literature Clinical Pathway Bethesda Hospital, ASHP Guidelines (2013) and DIH (2015). This observational study used a descriptive and retrospective study design. Evaluation is based on criteria for rational include proper disease indications, proper drug selection, right dosage, timing of administration, duration of administration and proper assessment of the condition of the patient. The results showed the prescribing prophylactic antibiotics such as ceftriaxone (65.52%), Ceftizoxime (15.52%), cefuroxime (5.17%), cefixime (1.72%), levofloxacin (1.72%), metronidazole (1.72%), meropenem (1.72%) and cefoperazone / sulbactam (6.90%). Rational prophylactic antibiotics therapy in this study is 25 (43.10%) cases of rational and 33 (56.90%) cases are irrational.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman Cover ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pesetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi ... vii

Prakata ... viii

Abstrak ... x

Abstract ... xi

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Penggunaan Antibiotik ... 4

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ... 5

KESIMPULAN ... 12

Daftar Pustaka ... 13

LAMPIRAN ... 15

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Antibiotik Monoterapi dan Kombinasi ... 5

Tabel II. Ketepatan Pemilihan Antibiotik ... 8

Tabel III. Ketepatan Dosis ... 8

Tabel IV. Ketepatan Waktu Pemberian Antibiotik ... 9

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian ... 3 Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Antibiotik Profilaksis ... 11

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 16

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian... 17

Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian ... 18

Lampiran 4. Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta ... 19

Lampiran 5. Form Pengambilan Data ... 21

Lampiran 6. Data Evaluasi ... 24

Lampiran 7. Range Dosis ... 25

(16)

1 PENDAHULUAN

Apendisitis akut adalah inflamasi akut yang terjadi akibat kerusakan pada bagian apendiks vermiformis atau dikenal dengan istilah umbai cacing, kerusakan yang terjadi disebabkan oleh infeksi polimikroba (Bennett et al., 2014).

Menurut penelitian Buckius et al (2012), insidensi apendisitis akut di Amerika Serikat selama tahun 1993-2008 menunjukkan bahwa penyakit ini paling umum terjadi pada populasi anak hingga dewasa muda pada rentang umur 10-30 tahun, sementara itu peningkatan tertinggi kasus apendisitis akut sepanjang tahun penelitian tersebut terjadi pada populasi dengan rentang usia 30-69 tahun. Di Indonesia, menurut data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, apendisitis akut merupakan penyakit pada sistem pencernaan yang menempati urutan ketiga terbesar setelah penyakit diare, gastroenteritis dan dispepsia dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 30.703 pasien.

Pada kondisi apendisitis akut, diperlukan penanganan segera melalui jalur operasi untuk mencegah komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien (Nshuti et al., 2014). Operasi pengangkatan apendiks atau umbai cacing dikenal dengan istilah apendektomi, operasi ini merupakan jenis operasi yang termasuk dalam kategori bersih kontaminasi, dimana diperlukan antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi pasca operasi berupa infeksi luka operasi (ILO) (Kimble et al, 2009).

Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu komplikasi pasca bedah abdomen dan infeksi nosokomial yang sering terjadi pada pasien setelah dilakukannya pembedahan (Haryanti et al., 2013). Data yang diperoleh dari survei CDC healthcare-associated infection (HAI) tahun 2011 menunjukkan bahwa sebanyak 157.500 pasien rawat inap mengalami

surgical site infection atau infeksi luka operasi (Magill et al., 2012). Keberadaan antibiotik

profilaksis merupakan salah satu faktor yang dapat mengontrol tingginya angka kejadian infeksi luka operasi (Awad, 2012). Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi pada pasien berisiko tinggi dan pada prosedur operasi yang dijalankan (Dipiro et al., 2008). Menurut Permenkes (2011), apendektomi termasuk dalam kategori rekomendasi tinggi untuk indikasi antibiotik profilaksis.

(17)

2

Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat atau tidak rasional akan menjadi faktor pemicu munculnya infeksi luka operasi (WHO, 2009). Data yang diperoleh dari studi

Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN study) tahun 2000 – 2004 menunjukan

bahwa terapi antibiotik profilaksis tanpa indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang mencapai 43 – 81%.

Dalam mencegah terjadinya hal tersebut, perlu adanya peningkatan penggunaan antibiotik secara rasional. Menurut Kemenkes tahun 2011, rasionalitas penggunaan obat terkait dengan beberapa kriteria ketepatan diantaranya tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian, tepat lama pemberian dan tepat penilaian kondisi pasien.

Penelitian ini akan mengkaji gambaran penggunaan antibiotik profilaksis meliputi golongan dan jenis antibiotik profilaksis untuk memetakan antibiotik profilaksis yang dominan pada peresepan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jumlah penggunaan antibiotik profilaksis yang rasional serta mengevaluasi kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis menurut standar terapi Clinical Pathway RS Bethesda, ASHP Theraupetic

Guideline : Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery tahun 2013

dan Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015) pada pasien dewasa usia 15-64 tahun dan geriatri usia ≥ 65 tahun di RS Bethesda Yogyakarta selama periode Januari-Desember tahun tahun 2015.

METODE PENELITIAN

Rancangan dan Subjek Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif. Penelitian dilakukan tanpa adanya intervensi pada sampel penelitian dimana data yang digunakan merupakan data sekunder berupa catatan rekam medis pasien dengan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Subjek pada penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan kriteria inklusi yaitu pasien dewasa berusia 15-64 tahun dan geriatri usia ≥ 65 tahun menurut standar usia RS Bethesda, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berdasarkan pemeriksaan penunjang terdiagnosis positif apendisitis akut non komplikasi dan menjalani operasi, tidak memiliki penyakit penyerta infeksi lain serta mendapatkan terapi antibiotik profilaksis. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan catatan rekam medik yang tidak terbaca secara jelas dan pasien dengan catatan rekam

(18)

3

medik yang hilang. Jumlah pasien apendisitis akut yang memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari-Desember 2015 tersebut adalah 58 pasien.

Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis RS Bethesda Yogyakarta yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No.70 Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Data yang diperoleh dari catatan rekam medik adalah data pengobatan dan perawatan pasien yang memuat nomor rekam medik, usia, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar pasien, keluhan utama, diagnosis primer, diagnosis sekunder, jenis tindakan, kondisi awal, riwayat penyakit, riwayat alergi, riwayat pengobatan, pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan fisik berupa tanda vital selama perawatan, data laboatorium, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat meliputi obat parenteral dan non parenteral yang dilengkapi informasi terkait nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian selama perawatan pasien serta laporan operasi berupa tanggal operasi, waktu pelaksanaan operasi, diagnosis pre dan post operasi, jenis dan golongan antibiotik profilaksis, dosis antibiotik profilaksis, waktu pemberian antibiotik profilaksis serta jenis operasi. Selain itu, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu apoteker dan dokter ahli bedah rumah sakit bersangkutan. Hasil wawancara digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Apendisitis Akut di RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015.

205 RM pasien apendisitis akut periode Januari – Desember 2015

205 data RM

Tidak memenuhi kriteria inklusi :

10 pasien tidak melakukan operasi

3 pasien operasi ditahun 2014

82 pasien tidak terdiagnosis apendisitis akut non

komplikasi

48 pasien tidak memperoleh antibiotik profilaksis

Data dengan kriteria eksklusi :

4 pasien tanpa infomasi yang lengkap

Data dengan kriteria inklusi : 58 data RM

Tidak memenuhi kriteria inklusi : 10 pasien tidak melakukan operasi 3 pasien operasi ditahun 2014 82 pasien tidak terdiagnosis apendisitis akut non komplikasi 48 pasien tidak memperoleh antibiotik profilaksis

Data dengan kriteria eksklusi : 4 pasien tanpa infomasi yang lengkap

(19)

4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, ASHP Theraupetic Guideline : Clinical practice guidelines for antimicrobial

prophylaxis in surgery tahun 2013, Drug Information Handbook 24th ed (APA, 2015)

sebagai standar acuan serta form pengambilan data. Standar acuan digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien dewasa dan geriatri yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Bethesda Yogyakarta.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengevaluasi dan menilai penggunaan terapi antibiotik profilaksis pada pasien yang dikaji berdasarkan kriteria rasionalitas yaitu tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian, tepat lama pemberian dan tepat penilaian kondisi pasien dengan membandingkan data pada instrumen penelitian. Hasil analisis pada penelitian ini berupa data gambaran penggunaan antibiotik profilaksis berdasarkan golongan dan jenis serta data penggunaan antibiotik yang telah dievaluasi sesuai dengan standar acuan pada instrumen penelitian. Data akan disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah dan persentase sesuai dengan kriteria rasionalitas yang dievaluasi. Jumlah dan persentase tersebut diperoleh dengan menghitung jumlah sampel pada tiap kategori dibagi dengan total keseluruhan sampel kemudian dikali 100 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah seluruh sampel rekam medis pasien dewasa dan geritari terdiagnosis apendisitis akut yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 berjumlah 206 data. Jumlah dan persentase data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi adalah 58 (28,16%) data, sementara itu data yang dieksklusi oleh peneliti sebesar 148 (71,84%) data.

Gambaran Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Operasi Apendisitis Akut di RS Bethesda Yogyakarta

Golongan dan jenis antibiotik profilaksis yang digunakan pada prosedur operasi apendisitis akut

(20)

5

Table I. Antibiotik Profilaksis Monoterapi dan Kombinasi pada Prosedur Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geriatri di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015.

Antibiotik Monoterapi

Antibiotik Jumlah Pasien Persentase (%) Golongan Cephalosporin Ceftriaxone Ceftizoxime Cefuroxime Cefixime 38 9 3 1 65,52 15,52 5,17 1,72 Golongan Quinolone Levofloxacin 1 1,72 Golongan Nitroimidazole Metronidazole 1 1,72 Golongan Carbapenem Meropenem 1 1,72 Antibiotik Kombinasi Golongan Cephalosporin + Betalactamase inhibitor Cefoperazon + Sulbactam 4 6,90 Total 58 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 58 pasien, terdapat 54 (93,10%) pasien memperoleh antibiotik profilaksis monoterapi dan 4 (6,90%) pasien mendapatkan antibiotik profilaksis kombinasi (Tabel I). Antibiotik profilaksis monoterapi dan kombinasi yang dominan diberikan adalah ceftriaxone (golongan cephalosporin) sebanyak 38 (65,52%) pasien dan cefoperazone/sulbactam (golongan cephalosporin/betalactamase inhibitor) sebanyak 4 (6,90%) pasien.

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis

Menurut Kemenkes (2011), kriteria rasionalitas penggunaan obat meliputi beberapa kriteria ketepatan diantaranya tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian, tepat lama pemberian dan tepat penilaian kondisi pasien. Enam kategori kriteria rasionalitas akan dianalisis menggunakan standar acuan Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta, ASHP Theraupetic Guideline : Clinical practice guidelines for

antimicrobial prophylaxis in surgery tahun 2013 dan Drug Information Handbook 24th ed

(21)

6 Tepat Indikasi Penyakit

Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis berdasarkan pada kelas operasi yang dijalankan (Kemenkes RI, 2011). Pada penelitian ini, seluruh pasien yang didiagnosis apendisitis akut memperoleh penanganan operasi yaitu apendektomi terbuka ataupun laparoskopi apendektomi. Kedua operasi tersebut merupakan jenis operasi bersih kontaminasi yang merupakan operasi rekomendasi tinggi (rekomendasi A) untuk indikasi antibiotik profilaksis (Kemenkes RI, 2011).

Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien yang menjalani apendektomi dengan diagnosis apendisitis akut non komplikasi menurut kode ICD 10 K 35.8, hal tersebut berdasarkan pada ASHP (2013). Pernyataan tersebut didukung oleh Solomkin tahun 2010 dimana apendisitis akut non komplikasi tanpa perforasi, abses ataupun peritonitis lokal membutuhkan administrasi antibiotik profilaksis dengan spektrum sempit yang aktif terhadap bakteri aerob dan anaerob. Sementara itu, prosedur operasi apendektomi pada pasien apendisitis akut komplikasi dengan perforasi, abses dan gangrene termasuk dalam kelas operasi kotor dan tidak diindikasikan antibiotik profilaksis (CDC, 2016), maka pasien dengan apendisitis akut komplikasi dieksklusi dari penelitian ini.

Seluruh pasien terdiagnosis apendisitis akut non komplikasi yang menjalani operasi apendektomi terbuka dan laparoskopi apendektomi pada panelitian ini telah memperoleh antibiotik profilaksis. Maka ketepatan indikasi penyakit pada penelitian menujukkan hasil 100%. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan dan mencegah terjadinya infeksi luka operasi, resistensi antibiotik hingga meminimalkan biaya pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Tepat Pemilihan Obat

Dasar pemilihan antibiotik profilaksis diantaranya sensitivitas dan pola patogen pada kasus bersangkutan, pemilihan antibiotik spektrum sempit, antibiotik profilaksis dengan toksisitas rendah, antibiotik yang tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anastesi, bersifat bekterisidal serta harga terjangkau (Kemenkes RI, 2011). Dalam ASHP (2013) dinyatakan bahwa jenis bakteri yang menyebabkan infeksi luka operasi pasca apendektomi adalah bakteri gram negatif bersifat aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik yang paling umum adalah E. coli dan bakteri anaerobik adalah Bacteroides fragilis. Selain

(22)

7

itu, bakteri lain yang berhubungan dengan apendisitis akut adalah K. pneumonia,

Streptococcus, Enterococcus dan P. aeruginosa (Chen, et al., 2012).

Menurut ASHP Theraupetic Guideline 2013, pilihan terapi antibiotik profilaksis monoterapi untuk apendisitis akut non komplikasi adalah antibiotik golongan cephalosporin dengan aktivitas anaerobik seperti cefoxitin, cefotetan dan kombinasi cefazolin/metronidazole. Alternatif penggunaan antibiotik untuk pasien yang alergi terhadap golongan beta-laktam adalah kombinasi clindamycin/aminoglikosida atau aztreonam dan floroquinolone serta penggunaan metronidazole/aminoglikosida atau floroquinolone.

Jenis antibiotik profilaksis monoterapi yang sesuai dengan standar acuan diantaranya ceftriaxone, ceftizoxime, levofloxacin, metronidazole dan meropenem. Dalam Clinical

Pathway RS Bethesda Yogyakarta, ceftriaxone atau ceftizoxime merupakan first line

antibiotik profilaksis pada prosedur apendektomi, hal tersebut juga didukung dari pernyataan salah satu dokter ahli bedah RS Bethesda Yogyakarta saat melakukan wawancara dengan peneliti. Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa Ceftizoxime dapat diindikasikan sebagai antibiotik profilaksis pada prosedur operasi apendektomi (Nichols, et al., 1995). Metronidazole dan meropenem termasuk dalam kategori obat yang tepat digunakan sebagai antibiotik profilaksis pada prosedur apendektomi, selain berdasarkan pada keterangan dokter melalui hasil wawancara, metronidazole pun memiliki aktivitas penyerangan yang baik terhadap bakteri gram negatif bersifat anaerobik salah satunya adalah Bacteroides fragilis (Kimble, 2009 dan Ravari, 2011). Hasil wawancara menunjukkan bahwa di RS Bethesda, meropenem menjadi pilihan antibiotik terakhir yang digunakan saat terjadi infeksi berat atau saat antibiotik lainnya sudah tidak dapat digunakan untuk mecegah infeksi yang terjadi.

Sementara itu jenis antibitoik profilaksis monoterapi yang tidak tepat adalah cefuroxime dan cefixime. Cefuroxime merupakan antibiotik golongan cephalosporin generasi 2 namun antibiotik ini tidak termasuk dalam pilihan antibiotik profilaksis yang efektif pada prosedur apendektomi. Pilihan agen antibiotik profilaksis pada apendektomi adalah antibiotik golongan cephalosporin generasi 2 yang memiliki aktivitas anaerobik (Bratzler, et al., 2013). Cefuroxime termasuk pilihan obat kurang tepat karena tidak cukup efektif terhadap bakteri anaerobik (Therapeutic Research Center, 2012).

Antibiotik kombinasi pada penelitian ini tidak sesuai dengan standar acuan yang digunakan, namun antibiotik kombinasi cefoperazone/sulbactam pada literatur lainnya memiliki indikasi antibiotik profilaksis dan banyak diresepkan pada prosedur operasi termasuk apendektomi, hal tersebut didukung dengan penelitian Shah, et al., (2016).

(23)

8

Cefixime tidak diindikasikan sebagai antibiotik profilaksis, obat ini biasanya diberikan sebagai antibiotik terapi setelah satu hari penggunaan antibiotik profilaksis (Rahman et al., 2014 dan Hammad, et al., 2013). Dalam Clinical Pathway RS Bethesda, cefixime biasanya diresepkan sebagai terapi antibiotik saat pasien keluar dari rumah sakit.

Tabel II. Ketepatan Pemilihan Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geritari di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015.

Ketepatan Pemilihan Obat Jumlah Kasus (n=58) Persentase (%)

Pemilihan Obat Tepat 50 86,21

Pemilihan Obat Tidak Tepat 8 13,79

Hasil penelitian (Tabel II) menunjukkan bahwa pemilihan obat yang tepat adalah 50 (86,21%) kasus dan pemilihan obat yang tidak tepat adalah 8 (13,79%) kasus.

Tepat Dosis

Dosis antibiotik profilaksis yang seharusnya diberikan cukup tinggi, hal ini dilakukan untuk menjamin antibiotik profilaksis mencapai kadar puncak yang tinggi dan dapat berdifusi dalam jaringan dengan baik. Pada jaringan target operasi, kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi (Kemenkes, 2011).

Tabel III. Ketepatan Dosis Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geritari di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015.

Ketepatan Dosis Jumlah Kasus (n=58) Persentase (%)

Dosis Tepat 54 93,10

Dosis Tidak Tepat 4 6,90

Hasil penelitian (Tabel III) menunjukkan bahwa pemberian dosis antibiotik yang tepat sebanyak 54 (93,10%) kasus dan pemberian dosis yang tidak tepat sebanyak 4 (6,90%) kasus. Pemberian dosis antibiotik profilaksis yang tidak tepat adalah pemberian antibiotik cefuroxime. Menurut ASHP tahun 2013, sebagai indikasi antibiotik profilaksis pre-operasi cefuroxime diberikan dalam dosis 1,5 mg, namun dalam penelitian cefuroxime hanya diberikan dalam dosis 750 mg dan 1 g melalui jalur pemberian intravena. Dosis tersebut merupakan dosis yang seharusnya diberikan pasca operasi dalam 8-16 jam berikutnya (MIMS, 2012). Selama prosedur operasi berlangsung pasien dapat menerima redosing, hal tersebut dilakukan ketika antibiotik profilaksis telah mencapai durasi dua kali waktu paruh obat atau saat pasien telah kehilangan ˃ 1500 ml darah selama prosedur operasi berlangsung

(24)

9

(Bratzler, et al., 2013), pada penelitian ini tidak ada pasien yang memerlukan redosing atau pemberian dosis kembali.

Tepat Waktu Pemberian

Antibiotik profilaksis harus diadministrasikan pada waktu yang tepat untuk memastikan kadar obat dalam jaringan dan plasma berada diatas minimum inhibitory

concentration (MIC), secara umum waktu optimal dalam administrasi antibiotik profilaksis

adalah 60 menit sebelum pembedahan (ASHP, 2013).

Tabel IV. Ketepatan Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geritari di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015.

Ketepatan Waktu Pemberian Antibiotik Profilaksis

Jumlah Kasus

(n=58) Persentase (%)

Waktu pemberian tepat 28 48,28

Waktu pemberian lebih 23 39,66

Waktu pemberian kurang 7 1,21

Hasil penelitian (Tabel IV) menunjukkan bahwa ketepatan jumlah dan presentase waktu pemberian antibiotik profilaksis yang tepat dalah 28 (48,28%) kasus. Sementara itu, jumlah keseluruhan kasus dengan waktu pemberian yang tidak tepat sebanyak 30 (51,72%) kasus. Waktu pemberian yang tidak tepat dikategorikan menjadi 2 diantaranya waktu pemberian yang lebih ataupun kurang. Waktu pemberian yang berlebihan terjadi saat antibiotik profilaksis diberikan dalam waktu yang terlampau panjang dan melewati batas waktu pemberian menurut standar acuan, sementara itu waktu pemberian yang kurang adalah waktu pemberian antibiotik profilaksis yang terlampau singkat dari awal administrasi antibiotik profilaksis hingga waktu operasi dimulai.

Tepat Lama Pemberian (Durasi)

Rekomendasi durasi pemberian antibiotik profilaksis adalah < 24 jam setelah dilakukannya prosedur operasi (Bratzler, et al., 2013). Dalam IDSA (2010) disebutkan hal serupa bahwa antibiotik profilaksis pada kasus apendisitis akut non komplikasi harus dihentikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian. Hal tersebut didukung oleh penelitian Mui., et al (2005) yang menujukkan hasil bahwa 24 jam merupakan waktu pemberian yang efektif baik dari sudut kemanan dan efektivitas terapinya. Pada penelitian ini ditunjukkan

(25)

10

bahwa durasi pemberian antibiotik pada seluruh pasien tepat, maka ketepatan lama pemberian antibiotik mencapai 100 %.

Dalam beberapa penelitian, salah satunya Dhimkin tahun 2009 ditunjukkan hasil bahwa antibiotik pasca operasi pada pasien terdiganosis apendisitis akut non komplikasi tidak memiliki perbedaan bermakna dengan pasien tanpa pemberian antibiotik pasca operasi, namun hal tersebut sangat perlu dipertimbangkan mengingat adanya perbedaan tingkat strerilitas, kondisi ruangan operasi dan standar prosedur operasi yang berbeda antara kedua negara dimana masing-masing penelitian dilakukan. Maka pemberian antibiotik terapi tetap perlu diberikan pasca operasi berlangsung untuk menjamin pasien terhindar dari resiko komplikasi luka operasi. Pada penelitian ini, antibiotik profilaksis sama dengan antibiotik terapi yang diberikan selama pasien dirawat dirumah sakit. Penggunaan antibiotik terapi dalam kasus apendisitis akut adalah 4-7 hari (Solomkin, et al., 2010).

Selama prosedur operasi dilakukan, konsentrasi antibiotik profilaksis harus tetap terjaga dalam plasma maupun jaringan maka antibiotik profilaksis yang telah mencapai durasi dua kali waktu paruh obat harus diberikan redosing atau pemberian dosis kembali (Bratzler, et al., 2013).

Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Kondisi pasien yang menjalani operasi apendektomi pada penelitian ini perlu diperhatikan sebelum memperoleh antibiotik profilaksis. Kondisi pasien yang perlu diperhatikan adalah pasien dengan riwayat alergi, pasien dengan gangguan ginjal ataupun renal dan pasien obesitas yang beresiko tinggi terhadap infeksi luka operasi (Bratzler, et al., 2013).

Ketidaktepatan pemberian antibiotik profilaksis dalam penelitian terkait dengan pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan kondisi pasien, hal tersebut didukung oleh data laboratorium. Hasil laboratorium yang dievaluasi oleh peneliti terkait dengan nilai SGPT, SGOT dan serum kreatinin. Pada penelitian terdapat 4 kasus pasien yang memiliki serum kreatinin diatas batas normal dengan nilai GFR > 50 ml/mnt/1,73 m2, 3 pasien memperoleh ceftriaxone sementara 1 pasien lainnya memperoleh meropenem. Kedua antibiotik pada nilai GFR tersebut tidak memerlukan penyesuaian dosis (Munar dan Singh, 2007) sehingga hasil evaluasi penilaian kondisi pasien berdasarkan fungsi ginjal dikategorikan tepat. Sementara itu, terakit dengan nilai SGPT dan SGOT (fungsi hepar), tredapat 3 pasien yang memiliki kadar SGPT dan SGOT yang tinggi. Salah satu kasus yang

(26)

11

ditemui pada penelitian ini adalah pasien yang memperoleh ceftixozime pada hari kedua setelah masuk rumah sakit, dimana satu hari sebelumnya hasil pemeriksaan laboraturium pasien menunjukkan peningkatan pada nilai SGPT (ALT) dan SGOT (AST). Ceftizoxime diketahui dapat meningkatkan nilai SGPT dan SGOT (Hochadel,et al., 2015), sehingga perlu mempertimbangkan pemberian ceftizoxime dan mengganti dengan agen yang lain.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka jumlah hasil evaluasi penilaian kondisi pasien yang tepat sejumlah 56 (94,92%) kasus, sedangkan yang tidak tepat sejumlah 3 (5,08%) kasus. Pemberian terapi antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien dapat memberikan efek terapi dan mengurangi resiko efek samping pada pasien (With, et al., 2016).

Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Dalam penelitian ini, terapi antibiotik profilaksis pada setiap kasus dapat dikatakan rasional apabila memenuhi ke-enam kriteria rasionalitas yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI tahun 2011. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik rasional sebanyak 25 kasus (43,10%) dan sebanyak 33 kasus (56,90%) penggunaan irasional.

Gambar 1. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Dewasa dan Geriatri Operasi Apendisitis Akut di RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015. Pada hasil penelitian (Tabel V) ditunjukkan bahwa sebagian besar kasus penggunaan antibiotik yang tidak rasional disebabkan oleh tidak tepatnya waktu pemberian antibiotik profilaksis. Ketidakrasionalan tersebut menurut hasil wawancara peneliti disebabkan masih rendahnya implementasi penggunaan obat berdasarkan standar acuan yang seharusnya. Namun secara praktek klinis, pemberian antibiotik profilaksis telah mencapai outcome yang sesuai, hal dapat dilihat dari kondisi pasien pada data resume pasien keluar.

43,10% 56,90%

(27)

12

Tabel V. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Operasi Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geritari di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015.

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi data evaluasi dalam rangka peningkatan penganggulangan resistensi antibiotik dirumah sakit sesuai dengan program yang sedang dikembangkan pihak RS Bethesda Yogyakarta. Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan dalam rangka mencegah resistensi antibiotik terutama antibiotik profilaksis. Penggunaan antibiotik yang tepat adalah penggunaan antibiotik yang efektif dari segi biaya dengan peningkatan efek terapeutik klinis, meminimalkan toksisitas obat dan meminimalkan terjadinya resistensi (Amin, 2014).

Keterbatasan penelitian ini adalah potensi data yang bias karena data yang digunakan adalah data sekunder berupa catatan rekam medis. Namun dalam hal ini potensi bias tersebut diatasi oleh peneliti dengan melakukan wawancara dengan dokter dan apoteker rumah sakit bersangkutan. Selain itu, keterbatasan lain dalam penelitian ini diantaranya jumlah sampel yang masih terbilang kecil dan kurun waktu yang pendek (1 tahun). Saran pada penelitian berikutnya adalah pengambilan data dilakukan secara prospektif, periode waktu yang ditentukan lebih panjang sehingga jumlah sampel lebih besar dan dapat mewakili penilaian terhadap penggunaan antibiotik profilaksis di rumah sakit bersangkutan.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini, diperoleh 4 golongan antibiotik profilaksis dengan 6 jenis antibiotik profilaksis monoterapi serta 2 jenis antibiotik profilaksis kombinasi yang dominan diresepkan. Jenis antibiotik yang dominan diberikan sebagai antibiotik profilaksis pada presedur operasi apnedektomi adalah ceftriaxone (golongan sefalosporin) sebanyak 38 (62,52%) pasien dan cefoperazone sulbactam (golongan sefalosporin + beta laktam) sebanyak 4 (6,90%) pasien. Rasionalitas penggunaan antibiotik menurut penelitian ini adalah 25 kasus (43,10%) rasional dan 33 kasus (56,90%) penggunaan irasional.

No. Kategori Rasionalitas

Rasional Irasional Jumlah Kasus Presentase (%) Jumlah Kasus Presentase (%) 1. Tepat Indikasi 100 100 - -

2. Tepat Pemilihan Obat 50 86,21 8 13,79

3. Tepat Dosis 54 93,10 4 6,90

4. Tepat Waktu Pemberian 28 48,28 30 51,27

5. Tepat Lama Pemberian 100 100 - -

(28)

13

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacists Association, 2015. Drug Information Handbook. 24th Edition. Lexicomp Drug Reference Handbook, USA.

Amin, L.Z., 2014. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. Medicinus., 27(3), 40-45.

ASHP, 2013, Clinical Practice Guidelines For Antimicrobial Prophylaxis In Surgery, ASHP Therapeutic Guideline, pp. 602-603, 610-612, 620-622.

Awad, S. S., 2012. Adherence to Surgical Care Improvement Project Measures and Post-Operative Surgical Site Infections. Surgical Infection (Larchmt)., 13(4), 234-7. Bennett, J.E., Dolin, R. dan Blaser, M.J., 2014. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles

and Practice of Infectious Diseases, 8th ed., Elseveir Saunders, Philadelphia, 982. Bratzler, D.W., et al, 2013. Clinical Practice Guidelines For Antimicrobial Prophylaxis In

Surgery. Am J Health Syst Pharm, 1 (February), 197-221.

Buckius, M.T., McGrath, B., Monk, J., Grim, R., Bell, T., dan Ahuja, V., 2012. Changing Epidemiology of Acute Appendicitis in the United States : Study Period 1993-2008.

Journal of Surgical Research., 175 :187-188.

CDC., 2016. Guideline for Prevention of Surgical Site Infection,

https://www.cdc.gov/hicpac/SSI/table7-8-9-10-SSI.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2016.

Chen, C.Y., Chen, Y.C., Pu, H.N., Tsai, C.H., Chen, W.T., dan Lin, C.H., 2012. Bacteriology of Acute Appendicitis and Its Implication for the Use of Prophylactic Antibiotics.

Surgical Infection., 13:383-390.

Departemen Kesehatan RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 34.

Dhimkin, L., Rusin, W., Hill, B., dan Langell, J., 2009, Post-operative Antibiotic Use in Nonperforated Appendicitis, The American Journal of Surgery, 198: 748-752.

Dipiro, J.T., Talbert, R L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B.G. dan Posey, L.M., 2008.

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th ed. McGraw-Hill, United State, 2027, 2032.

Hammad, M.A., AL-Akhali, K.M., dan Mohammed, A.T., 2013. Evaluation of Surgical Antibiotic Prophylaxis Aseer Area Hospitals in Kingdom of Saudi Arabia. JPCS., 6:1-7.

Haryanti, L., Pudjiadi, A. H., Irfan, E. K. B., Thayeb, A., Amir, I., dan Hegar, B., 2013. Prevalens dan Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Pasca Bedah. Sari Pediatri., 15, 207.

Hochadel, M., et al, 2015. Mosby’s Drug Reference for Health Profession, 5th ed, Elsevier Inc, 298.

Kementrian Kesehatan RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Kementrian Kesehatan RI, hal. 3-8.

(29)

14

Koda-Kimble, et al., 2009. Applied Therapeuitcs : The Clinical Use of Drug, 9th ed., Lippincott Wiliams & Wilkins. Philadelphia, 57-1, 57-2.

Magill, S.S., et al., 2012, Prevalence of healthcare-associated infections in acute care hospitals in Jacksonville, Florida. Infection Control Hospital Epidemiology., 33(3): 283-91.

MIMS, 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. UBM Medica Asia, 170.

Mui, L.M. et al., 2005. Optimum Duration of Prophylactic Antibiotics in Acute Non-Perforated Appendicitis. ANZ J. Surg., 75:425-428.

Munar, M.Y., dan Singh, H., 2007. Drug Dosing Adjusments in Patients with Chronic Kidney Disease. American Family Physician, 10 (November), 1492.

Nichols, R.L., et al, 1995. Surgical Antibiotics Prophylaxis. Antimicrobial Therapy I., 79(3): 509-522.

Nshuti, R., Kruger, D. dan Luvhengo, T. E., 2014. Clinical Presentation of Acute Appendicitis In Adult At The Chris Hani Baragwanath Academic Hospital.

International Journal of Emergency Medicine., South Africa, 7, 1.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 23-24.

Rahman, M.M., Rahman, M.S., Ahmed, G., Rahman, M.M., Miah, M.Z.I., dan Nath, S.C., 2014. Faridpur Medical College Journal.. 9(2):84-87.

Ravari, H., Jangjoo, A., Motamedifar, J., dan Moazzami, K., 2011. Oral Metronidazole as Antibiotic Prophylaxis for Patients with Nonperforated Appendicitis. Clinical and Experimental Gastroenterology., 4: 273-276.

Shah, S.K., Verghese, A., Reddy, M.P., Binu., Sarfraz., dan Doddayya, H., 2016. A Study Prescribing Pattern of Antibiotics For Surgical Prophylaxis in a Tetiary Care Teaching Hospital. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science., 5(4) : 1749-1758.u 141.

With, K.D., et al, 2016. Strategies to Enhance Rational Use of Antibiotics in Hospital : A Guideline by the German Society for Infectious Diseases. Infection, 44, 395-439. World Health Organization, 2009. WHO Guidelines for Safe Surgery: Save Surgery Saves

(30)

15

(31)

16 Lampiran 1. Ethical Clearance

(32)

17

(33)

18 Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian

1. Apendisitis akut yang dimaksud adalah apendisitis akut non komplikasi dengan kode ICD 10 adalah K 35.8. Diagnosis dibuktikan dari gejala, pemeriksaan penunjang seperti penilaian histopatologi dan USG. Pasien terdiagnosis positif menjalakan tindakan operasi apendektomi ataupun laparoskopi apendektomi dan diadministrasikan antibiotik profilaksis pre-operasi.

2. Subjek penelitian adalah pasien dewasa hingga lansia usia 15-64 tahun untuk pasien dewasa dan ≥ 65 tahun untuk pasien lansia.

3. Profil penggunaan antibiotik oleh pasien yang menjalani operasi apendisitis akut dan menerima antibiotikprofilaksis meliputi jenis,golongan, dosis dan waktu pemberian antibiotik.

4. Rasionalitas penggunaan antibiotik yang dievaluasi dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Kemenkes (2011) sebagai berikut :

a. Tepat indikasi penyakit yaitu pemberian antibiotik profilakasis berdasarkan pada diagnosis, kondisi pasien dan kategori kelas operasi yang dilakukan pada pasien.

b. Tepat pemilihan obat yaitu ketepatan pemilihan antibiotik profilaksis berdasarkan mikroorganisme penyabab.

c. Tepat dosis yaitu dosis yang diberikan kepada pasien sesuai usia, berat badan dan kondisi pasien sehingga mencapai efek terapi yang maksimal dan terhindar dari risiko efek samping.

d. Tepat waktu pemberian adalah waktu pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum proses operasi atau selama berlangsungnya proses operasi dengan mempertimbangkan waktu paruh antibiotik profilaksis yang diberikan kepada pasien untuk memastikan kadar obat tersebut diatas

minimum inhibitory concentration (MIC) dalam jaringan dan plasma darah.

e. Tepat lama pemberian adalah lamanya pemberian antibiotik profilaksis yang dipertimbangkan berdasarkan kondisi pasien pasca prosedur operasi, hal ini terkait dengan ada atau tidaknya infeksi yang dialami oleh pasien.

f. Tepat penilaian kondisi pasien yaitu penilaian kondisi pasien terkait alergi, fungsi ginjal dan hepar yang ditunjukkan dari pemeriksaan laboraturium dan kondisi fisiologi dan anatomi pasien yang mungkin dapat mempengaruhi ADME antibiotik profilaksis.

(34)

19

Lampiran 4. Clinical Pathway RS Bethesda Yogyakarta

Diagnosis Awal : Appendisitis Akut Kode ICD 10 : Rencana Rawat : BB: TB: Aktivitas Pelayanan R. Rawat : Tgl/Jam masuk: Tgl/Jam keluar: Lama rawat:

Kelas: Tarif: Biaya (Rp):

Hari Rawat 1 Hari Rawat 2 Hari Rawat 3 Hari Rawat 4 DI IGD / RAJAL Hari op Post op hari 1 Post op hari 2 Assesmen Klinis: Pemeriksaan dokter :     Konsultasi  Obsgyn  Anestesi Pemeriksaan Penunjang : Darah rutin, CT/BT  Urine Rutin  PA  PP Test Ureum, kreatinin GDS Ro Thorax ECG Tindakan : Pasang infus  Injeksi 

(35)

20 Preparasi kulit  Appendectomy  Rawat luka  Lepas infus  Review obat   Obat-obatan : RL    Fentanyl + Recofol  O2  N2O  Isoflurane / selofurane  Ceftriaxon 2x1 gr/iv Tizos 2x1 gr   Ketorolac 3x30 mg/iv (dws) / Ketorolac 3x10 mg (anak)  

Obat oral dan dibawa pulang/ 5 hari Cefixime 2x100 mg   Natrium diklofenak 2x50 mg / ibuprofen syr 2x1 cth (anak)  

Nutrisi  Puasa 6 jam preop

(36)

21 Lampiran 5. Form Pengambilan Data

FORM IDENTITAS PASIEN

HASIL PEMERIKSAAN AWAL

LAPORAN OPERASI

HASIL PEMERIKSAAN FISIK SELAMA DIRAWAT No. RM

Nama / jenis kelamin Ruang perawatan Umur / tanggal lahir BB

Tanggal masuk - tanggal keluar Nama Dokter

Alergi obat Riwayat penyakit Riwayat pengobatan

Keluhan utama

Kondisi klinis awal (tanda vital)

Diagnosa utama / ICD10 Diagnosa pembanding / ICD10 Perlakuan (operasi) / ICD10

Tanggal Operasi

Waktu operasi mulai – operasi selesai Antibiotik profilaksis

Waktu pemberian antibiotik profilaksis Diagnosis pre operasi

Diagnosis post operasi

Tanggal Nafas

Nadi Suhu

(37)

22 PENGOBATAN SELAMA PERAWATAN Obat Parenteral

Obat Non Parenteral

*diisi dengan keterangan jam

HASIL LABORATORIUM

Tanggal : Sampel :

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai rujukan

Tanggal : Sampel :

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai rujukan

Tanggal Pemberian Nama obat Dosis/ Jumlah Aturan minum/ rute Tanggal Pemberian Nama obat Dosis/ Jumlah Aturan minum/ rute

(38)

23 HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI

UJI RESISTENSI

RESUME PASIEN KELUAR

(39)

24 Lampiran 5. Data Evaluasi

FORM IDENTITAS PASIEN

HASIL PEMERIKSAAN AWAL

LAPORAN OPERASI :

HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI DAN USG ABDOMEN

No. RM 00xxxxxx

Nama / jenis kelamin RWA / P

Ruang perawatan Catt/II/VIP

Umur / tanggal lahir 21 th 8 bl 17 hr/ 11-08-1993

BB 45 kg

Tanggal masuk - tanggal keluar 28/04/15-04/05/15

Nama Dokter dr. X

Alergi obat -

Riwayat penyakit (keluarga) -

Riwayat pengobatan -

Keluhan utama Nyeri perut kanan

Kondisi klinis awal (tanda vital)

GCS : E=4 ; V=5 ; M=6 Suhu : 37,4 OC Nadi : 82 x/ mnt Nafas : 20 x/ mnt TD : 110/70 mmHg Skala nyeri : 5-6

Diagnosa utama / ICD10 Appendisitis akut / K 35.8 Diagnosa pembanding / ICD10 -

Tindakan (operasi) / ICD10 Apendektomi / S-470

Tanggal Operasi 30/04/15

Waktu operasi mulai – operasi selesai 08.45-09.45 Antibiotik profilaksis Ceftriaxone 1 g Waktu pemberian antibiotik profilaksis 08.00

Diagnosis pre operasi Appendisitis akut Diagnosis post operasi Appendisitis akut

Pemeriksaan patologi : Apendisitis kronis dengan esksaserbasi akut (02/05/15)

USG Abdomen : Mengandung gambaran appendicitis dan gall blader sludge dan bladder cyrtitis (29/04/15)

(40)

25

Lampiran 6. Range dosis dan waktu pemberian antibiotik berdasarkan DIH 24th ed, ASHP

Theraupetic Guideline 2013, MIMS 2012.

No. Nama Antibiotik Range Dosis dan Waktu Pemberian

Golongan Cephalosporin

1. Ceftriaxone Dosis : 1 g (30 menit-2 jam sebelum operasi) Jalur pemberian : IV

2.

3.

Cefuroxime

Ceftizoxime

Dosis : 1,5 g (30 menit-1 jam sebelum operasi) Jalur pemberian : IV

Jika prosedur operasi panjang maka dapat diberikan dalam dosis 750 mg setiap 8 jam (diberikan melalui IV atau IM)

Dosis : 1 g (30 menit-1 jam sebelum operasi) Golongan Kuinolon

4. Levofloxacin Dosis : 500 mg (120 menit sebelum operasi) Jalur pemberian : IV

Golongan Nitroimidazole

5. Metronidazole Dosis : 500 mg (60 menit sebelum operasi) Jalur pemberian : IV

Golongan Carbapenem

6. Meropenem Dosis : 1 g (60 menit sebelum operasi) Jalur pemberian : IV

(41)

26 Lampiran 7. Ceklist Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Profilaksis

No. Nomor RM Tepat Indikasi Tepat Pemilihan

Obat Tepat Dosis

Tepat Waktu Pemberian

Tepat Lama

Pemberian Tepat Penilaian Kondisi Pasien 1. 0202xxxx √ √ √ √ √ √ 2. 0102xxxx √ √ √ x (+) √ √ 3. 0054xxxx √ √ √ √ √ √ 4. 0062xxxx √ √ √ x (+) √ √ 5. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 6. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 7. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 8. 0059xxxx √ √ √ x(+) √ √ 9. 0111xxxx √ √ √ x (+) √ √ 10. 0202xxxx √ √ √ √ √ √ 11. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 12. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 13. 0202xxxx √ √ √ √ √ √ 14. 0203xxxx √ √ √ √ √ √ 15. 0015xxxx √ √ √ √ √ √ 16. 0062xxxx √ √ √ x (+) √ √ 17. 0101xxxx √ √ √ √ √ √ 18. 0112xxxx √ √ √ √ √ √ 19. 0203xxxx √ √ √ √ √ √ 20. 0203xxxx √ √ √ √ √ √ 21. 0045xxxx √ √ √ √ √ √ 22. 0203xxxx √ √ √ √ √ √ 23. 0200xxxx √ √ √ √ √ 24. 0195xxxx √ √ √ √ √ √ 25. 0111xxxx √ √ √ x (+) √ √ 26. 0101xxxx √ √ √ x (+) √ √

(42)

27 27. 0111xxxx √ √ √ √ √ √ 28. 0104xxxx √ √ √ x (-) √ √ 29. 0198xxxx √ √ √ x (-) √ √ 30. 0105xxxx √ √ √ √ √ √ 31. 0068xxxx √ √ √ √ √ √ 32. 0111xxxx √ √ √ x (+) √ √ 33. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 34. 0202xxxx √ √ √ x (-) √ √ 35. 0093xxxx √ √ √ x (+) √ √ 36. 0202xxxx √ √ √ x (-) √ √ 37. 0108xxxx √ √ √ x (+) √ √ 38. 0110xxxx √ √ √ √ √ √ 39. 0107xxxx √ √ √ √ √ √ 40. 0194xxxx √ √ √ √ √ x 41. 0200xxxx √ √ √ √ √ √ 42. 0150xxxx √ √ √ √ √ √ 43. 0111xxxx √ √ √ √ √ √ 44. 0109xxxx √ √ √ √ √ √ 45. 0111xxxx √ √ √ √ √ √ 46. 0062xxxx √ √ √ √ √ √ 47. 0112xxxx √ √ √ x (+) √ √ 48. 0202xxxx √ √ √ x (+) √ √ 49. 0202xxxx √ x x(-) x(+) √ x 50. 0051xxxx √ x x(-) x(+) √ √ 51. 0202xxxx √ x x(-) x(+) √ x 52. 0202xxxx √ x √ √ √ √ 53. 0202xxxx √ x √ x(+) √ √ 54. 0057xxxx √ x √ x(+) √ √ 55. 0111xxxx √ x √ √ √ √ 56. 0090xxxx √ √ √ x(-) √ √

(43)

28

57. 0202xxxx √ x x x √ x

58. 0202xxxx √ √ √ x(-) √ √

*(-) : Kurang ; (+) : Lebih

(44)

29

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Wilda Apriliana Datuan, lahir di Sangatta pada tanggal 7 April 1995 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Hamdani dan Mince Padaunan. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Tunas Dharma Sanggatta (1999-2001), tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 028 Sangatta (2001-2007), dan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Sangatta Utara (2007-2010), dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sangatta Utara (2010-2013). Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah mengikuti perlombaan Olimpiade Farmasi Klinis Indonesia pada tahun 2016. Penulis juga aktif dalam kegiatan didalam kampus seperti organisasi dan kepanitiaan. Selam periode tahun 2015-2016, penulis aktif di organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi sebagai anggota divisi Quality Control. Beberapa kepanitian yang pernah diikuti penulis selama perkuliahan diantaranya TITRASI 2015, Pharmacy Performance and Road to School 2015 dan Pelepasan Wisuda 2014.

Gambar

Gambar 1.  Bagan Sampel Penelitian ..................................................................
Gambar  1.  Bagan  Sampel  Penelitian  Pasien  Apendisitis  Akut  di  RS  Bethesda      Yogyakarta Tahun 2015
Table I. Antibiotik Profilaksis Monoterapi dan Kombinasi pada Prosedur Operasi  Apendisitis Akut Pasien Dewasa dan Geriatri di RS Bethesda Yogyakarta  Periode Tahun 2015
Tabel II. Ketepatan Pemilihan Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Operasi Apendisitis  Akut Pasien Dewasa dan Geritari di RS Bethesda Yogyakarta Periode Tahun  2015
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil uji KLT menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan ekstrak metanol alga spirulina mengandung pigmen - karoten dan klorofil-a serta senyawa flavonoid, fenolik,

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IIT agar dapat

Nilai peredaran bruto dan atau penerimaan x PPN bruto yang terutang PPN Pada masa Pajak.. Mekanisme pemungutan PPN berdasarkan Undang-undang

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah bentuk aspek gramatikal pengacuan persona, bentuk aspek gramatikal pengacuan demonstratif, dan bentuk aspek

Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) Terhadap Perkembangan Pendidikan Agama Islam bagi Masyarakat di Lingkartambang ”..

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah menentukan mekanisme dan dimensi penghasil getaran pada plat struktur, menentukan putaran motor listrik

So the edge of shadow at the sunlight direction can be extracted first, and then building shadow can be extracted by International Archives of the Photogrammetry,