BAB I
GAMBARAN UMUM
KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN
A. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Klaten
Setelah penulis melaksanakan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak
Klaten, penulis telah mengetahui keadaan Kantor Pelayanan Pajak Klaten.
adapun mengenai sejarahnya, Kantor Pelayanan Pajak Klaten merupakan
unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang berkedudukan di Klaten yang
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah IV Daerah
Propinsi Jawa Tengah dan DIY.
Sebelum tahun 1989 Kantor Pelayanan Pajak Klaten masih berbentuk
Kantor Dinas Luar Tingkat I Klaten di bawah Kantor Inspeksi Pajak
Surakarta. Pada tahun 1989 dengan pertimbangan pokok sebagai berikut:
1. Semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak.
2. Semakin besarnya pemasukan uang pajak.
Maka Kantor Dinas Luar Tingkat I Klaten tersebut ditingkatkan menjadi
Kantor Pelayanan Pajak Klaten. Adapun wilayah kantor meliputi:
1. Kabupaten Dati II Klaten.
2. Kabupaten Dati II Sukoharjo.
Yang berarti ketiga wilayah Dati II tersebut di atas terlepas dari Kantor
Pelayanan Pajak Surakarta.
Pada tanggal 1 April 1989 istilah Kantor Inspeksi Pajak di seluruh
Indonesia diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak
Klaten didirikan pada tanggal 17 November 1989 dengan dasar hukum Surat
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989
tanggal 25 Maret 1989. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Klaten
diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah pada tanggal 14 Desember 1989.
Maka sejak waktu itu Kantor Dinas Pajak Tingkat I Klaten menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Klaten. Berdasarkan fungsi dan tugas, Kantor Pelayanan
Pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menyusun dan memelihara administrasi mengenai obyek dan subyek pajak
yang berada di wilayah lingkungannya.
2. Menyelenggarakan kegiatan pemungutan pajak-pajak negara di daerah
wewenangnya berdasarkan kebijaksanaan yang diterapkan oleh instansi di
atasnya.
3. Memberikan penerangan dan informasi perpajakan kepada Wajib Pajak di
lingkungan wilayah Kantor Pelayanan Pajak.
4. Membina semua unsur dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi
B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Klaten
Dalam suatu organisasi pasti terdapat suatu susunan struktur
organisasi, dan terdapat adanya pemisahan tugas secara hirarki fungsional,
suatu hirarki fungsional artinya adalah bahwa dalam suatu organisasi terdapat
bagian yang mempunyai atasan-bawahan. Struktur organisasi menunjukkan
kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara
fungsi bagian-bagian atau posisi-posisi maupun orang-orang yang
menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang
berbeda-beda.
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi Tata
Kerja Direktur Jenderal Pajak, KPP Klaten tergolong tipe A, yang terdiri dari:
1. Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:
a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian
b. Urusan Keuangan
c. Urusan Rumah Tangga
2. Kantor Penyuluhan Pajak
a. Urusan Tata Usaha
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari:
a. Sub Seksi Pengolahan Data dan Informasi
b. Sub Seksi Penggalian Potensi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib Pajak
4. Tata Usaha Perpajakan terdiri dari:
b. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak
5. Seksi Pajak Penghasilan Perseorangan terdiri dari:
a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Pajak Penghasilan Perseorangan
b. Sub Seksi Verifikasi PPh Perseorangan
6. Seksi PPh Badan dan Pemotongan atau Pemungutan terdiri dari:
a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa PPh Badan
b. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan atau
Pemungutan PPh.
c. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung terdiri dari:
a. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Industri dan Perdagangan
b. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan PTLL
c. Sub Seksi Verifikasi PPN dan PTLL
8. Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari:
a. Sub Seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Penghasilan
b. Sub Seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Tidak Langsung
c. Sub Seksi Rekonsiliasi
d. Sub Seksi Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Restitusi
9. Seksi Penagihan terdiri dari:
a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak
C. Tugas dan Fungsi Secara Umum
Berdasarkan beban pekerjaan dan wewenang kekuasaannya, kegiatan
Kantor Pelayanan Pajak Klaten dapat dibagi menjadi beberapa sub bagian dan
seksi-seksi. Adapun kegiatan-kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Klaten sebagai
berikut:
1. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tiga urutan:
a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian mempunyai kegiatan:
1). Melakukan urusan surat masuk dan surat keluar
2). Membuat konsep usulan kenaikan pangkat, gaji berkala,
penyesuaian ijazah, penyusunan formasi pegawai dan pensiun
3). Menyusun data urut kepegawaian
4). Melakukan penataan berkas non Wajib Pajak di lingkungan Kantor
Pelayanan Pajak Klaten
b. Urusan Keuangan mempunyai kegiatan yaitu membuat penyusunan
anggaran belanja tambahan.
c. Urusan Rumah Tangga mempunyai kegiatan:
1). Menyusun daftar perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan
2). Melakukan pengaturan alat perlengkapan kantor
3). Melakukan inventarisasi alat perlengkapan kantor
4). Membuat perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan kantor
2. Kantor Penyuluhan Pajak mempunyai kegiatan:
b. Memberikan informasi di bidang PPh dan PTLL kepada Wajib Pajak
atau masyarakat
3. Seksi PDI mempunyai kegiatan melakukan urusan pengolahan data
perpajakan dan penyajian informasi
a. Sub Seksi Data dan Informasi
Kegiatannya melakukan urusan dan penyajian informasi
b. Sub Seksi Penggalian Potensi Perpajakan
Kegiatannya menyortir dan mengidentifikasikan data perpajakan,
membuat kartu pengawas dan membuat laporan pemanfaatan data
4. Seksi Tata Usaha Perpajakan mempunyai kegiatan melakukan
penatausahaan dan kearsipan perpajakan
a. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak,
kegiatannya melakukan urusan pendaftaran Wajib Pajak, tata usaha
dan pengecekan Surat Pemberitahuan Pajak.
b. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak, kegiatannya
melakukan urusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan kearsipan
Wajib Pajak.
5. Seksi Pajak Penghasilan Perseorangan mempunyai kegiatan melakukan
urusan ketatausahaan dan pengecekan surat, serta memantau dan
menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan.
a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan
pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun
laporan pembayaran Masa Pajak Perseorangan.
b. Sub Seksi Verifikasi PPh Perseorangan, kegiatannya melakukan urusan
ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta
memantau dan menyusun laporan PPh Perseorangan.
6. Seksi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan
a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan
Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat
Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan
pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan.
b. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan atau
Pemungutan. Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan
pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun
laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan Pemungutan.
c. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan
Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat
Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan
pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan.
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
Mempunyai kegiatan melakukan urusan ketatausahaan, serta pengecekan
Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya yaitu:
Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat
Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan
pembayaran Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak
Langsung Lainnya serta melakukan urusan konfirmasi Faktur Pajak,
Pajak Pertambahan Nilai Usaha Industri dan Perdagangan.
b. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung
Lainnya
Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat
Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan
pembayaran Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak
Langsung Lainnya serta melakukan urusan konfirmasi Faktur Pajak,
Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya.
8. Seksi Penerimaan dan Keberatan mempunyai kegiatan melakukan urusan
penyelesaian Keberatan dan Perselisihan Perpajakan
a. Sub seksi Penerimaan dan Keberatan dan Perselisihan Pajak
Penghasilan Badan dan Perseorangan
b. Sub seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya.
c. Sub Seksi Tata usaha Penerimaan Pajak dan Restitusi
Kegiatannya melakukan urusan penyelesaian pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
Kegiatannya meneliti dan menyerahkan SSP, Surat Perhitungan Pajak
kepada Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
9. Seksi Penagihan mempunyai kegiatan melakukan urusan tata usaha
piutang Pajak.
Seksi Penagihan terdiri dari:
a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak
Kegiatannya melakukan urusan Tata Usaha Piutang dan Tunggakan
Pajak.
b. Sub Seksi Penagihan
Kegiatannya mempersiapkan Surat Penagihan, Surat Teguran dan
melakukan Penagihan Pajak.
D. Letak Kantor Pelayanan Pajak Klaten
Kantor Pelayanan Pajak Klaten terletak di pusat kota Klaten. Lokasi
kantor yang berada di tengah kota tersebut dapat memberikan kemudahan
kepada pihak yang berkepentingan dengan Kantor Pelayanan Pajak Klaten.
Kantor Pelayanan Pajak Klaten terletak:
Alamat : Jalan Kopral Sayom (Ring Road) Klaten
Kode pos : 75431
E. Perumusan Masalah
Mengingat pentingnya pajak bagi penerimaan negara maka banyak
upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan di sektor
pajak. Pada penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui besarnya
penerimaan pajak dengan obyek penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak
Klaten mengenai Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Masa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Dan untuk mengetahui faktor apa sajakah
yang dapat mempengaruhi besarnya penerimaan pajak di KPP Klaten.
Dengan cara mengevaluasi besarnya penerimaan yang diterima PPN/PPnBM
Masa di KPP Klaten apakah efektif dengan dasar target yang ditentukan di
KPP Klaten setiap awal tahunnya dengan hasil yang diperoleh. Dan penulis
juga mengevaluasi seberapa penting tingkat kepatuhan dari Pengusaha Kena
Pajak PPN/PPnBM Masa di KPP Klaten dalam peranannya untuk penerimaan
pajak serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan aparatur pajak untuk
meningkatkan kepatuhan serta peran aparatur pajak sendiri dalam proses
penerimaan pajak khususnya PPNPPnBM Masa.
Masalah yang diteliti dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Apakah penerimaan pajak di KPP Klaten efektif berdasarkan target yang
telah ditentukan pada awal masa pajak?
2. Seberapa besar tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak untuk
peranannya dalam peningkatan jumlah penerimaan PPN/PPnBM Masa di
3. Seberapa besar kontribusi penerimaan PPN/PPnBM terhadap total
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A. Andriani
yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. dalam buku
Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991: 2).
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Definisi yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat (Munawir,
1995, h.3) adalah sebagai berikut:
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, S.H. dalam
bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5)
menyatakan:
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam buku De
Ecomische betekenis belastingen (terjemahan):
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Pengertian pajak menurut Dr. N.J. Feldman dalam buku De over
heidsmiddelen van Indonesia (terjemahan):
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R.A. Seligman dalam buku
Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan: “Tax is
compulsary contribution from the person, to the government to depray the
expenses incurred in the common interest of all, without reference to
special benefit conferred.”
a. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian
pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu:
1). Fungsi Penerimaan
Pajak sebagai sumber dana yang diperlukan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dengan dimasukkannya
2). Fungsi Mengatur
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan
kebijakan bidang sosial ekonomi.
b. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat dan Pemungutannya
1). Menurut golongan
a). Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan
b). Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai dan Bea Balik
Nama.
2). Menurut sifat
a). Pajak subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya,
dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b). Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
3). Menurut pemungutan
a). Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan
Bea Materai.
b). Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Reklame dan Pajak Hiburan.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Dasar Hukum
UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan UU
No.11 Tahun 1994 dan UU No.18 Tahun 2000.
b. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri
(Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun jasa, sedangkan
barang dan jasa yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
c. Subyek Pajak Pertambahan Nilai
1). Pengusaha (orang pribadi atau badan) yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak
Tahun 2000, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2). Pengusaha kecil (orang pribadi atau badan) menyerahkan barang
kena pajak atau jasa kena pajak, dan memilih menjadi pengusaha
kena pajak. Ketentuan pengusaha kecil PPN diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan No.5/KMK.04/2000. Adapun
batasan pengusaha kecil PPN adalah:
a). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP
tidak lebih dari Rp. 360 juta; atau
b). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan JKP
tidak lebih dari Rp. 180 juta; atau
c). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP
dan JKP tidak lebih dari Rp. 360 juta dalam hal penyerahan
Barang Kena Pajak yang dilakukan lebih dari 50% dari jumlah
seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto
d). Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP tidak
lebih dari Rp. 180 juta, jika penerimaan Jasa Kena Pajak lebih
dari 50% dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan
bruto.
d. Obyek Pajak Pertambahan Nilai
Obyek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1). Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a). barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena
Pajak
b). barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang
Kena Pajak tidak berwujud
c). penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
d). penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha dan
pekerjaannya.
2). Impor Barang Kena Pajak;
3). Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a). jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak
b). penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
c). penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau kegiatan
pengusaha yang bersangkutan.
4). Memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5). Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean di dalam
Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan
pajak menurut Undang-undang PPN
6). Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
7). Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
8). Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut
tujuan, semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan.
e. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau pengganti
atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak terutang. Jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai adalah:
1). Harga Jual
Nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang
dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
2). Penggantian
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang
3). Nilai Impor
Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan yang dikenakan sesuai UU Pabean tidak
termasuk PPN.
4). Nilai Ekspor
Nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
1). Pemakaian Sendiri
DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba
kotor)
PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan
2). Pemberian Cuma-cuma
DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba
kotor)
PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan
3). Penyerahan Rekaman Suara/Gambar
DPP = Perkiraan harga jual rata-rata
PPN = 10% x Perkiraan harga jual rata-rata
4). Penyerahan Film Cerita
DPP = Perkiraan rata-rata per judul film
5). Persedian Barang Kena Pajak (BKP) yang tersisa saat pembubaran
perusahaan (sepanjang pajak masukan atas perolehan aktiva
tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan)
DPP = Harga Pasar Wajar
PPN = 10% x Harga Pasar Wajar
6). Aktiva yang tujuan semula tidak diperjualbelikan yang tersisa saat
pembubaran perusahaan
DPP = Harga Pasar Wajar
PPN = 10% x Harga Pasar Wajar
f. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Terdapat 3 (tiga) metode dalam menghitung PPN, yaitu:
1). Addition Method
2). Subtraction Method (metode langsung)
3). Credit Method (metode tidak langsung)
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah
dengan tarif 10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak. Tarif x Penjumlahan Nilai Tambah
Tarif x (Harga Penjualan – Harga Pembelian)
Pajak Keluaran – Pajak Masukan
Pengusaha Kena Pajak yang akan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan wajib memberitahukan
kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena
Pajak dikukuhkan dengan cara membubuhkan catatan pada kolom
yang tersedia dalam surat pemberitahuan Masa Pertambahan Nilai
yang bersangkutan tentang penggunaan pedoman Pengkreditan Pajak
Masukan.
g. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
1). Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan
pedoman perhitungan pengkreditan Pajak Masukan, dihitung
dengan cara:
2). Adapun besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman perhitungan
pengkreditan Pajak Masukan, dihitung dengan menggunakan
pedoman sebagai berikut:
a). untuk penyerahan Barang Kena Pajak sebesar 70% dikalikan
70% x Jumlah Pajak Keluaran pada masa pajak bersangkutan
b). untuk penyerahan Jasa Kena Pajak, sebesar
40% x Jumlah Pajak Keluaran pada masa pajak bersangkutan
Mekanisme pemungutan PPN berdasarkan Undang-undang PPN
adalah:
1). Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) Penjual.
Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib
membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual ditambah PPN
yang terutang (10%).
2). Namun demikian, apabila yang bertindak sebagai pembeli Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut berstatus Pemungut
PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi
penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan
disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut atas
nama PKP Penjual.
Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP
penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN (10%) disetor langsung
ke Kas Negara.
3). Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Pembeli Khusus) terdiri dari:
a). Kantor Perbendaharan dan Kas Negara (KPKN) serta
Bendaharawan Pemerintah (pusat atau daerah) yang dananya
berasal dari APBN atau APBD
c). Badan Usaha Milik Negara/Daerah, termasuk Bank Pemerintah
dan Bank Pembangunan Daerah
d). Perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Kontrak Bagi Hasil
(KBH) pertambangan atau pengeboran.
h. Sifat, Tipe dan Prinsip Pemungutan
Sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:
1). PPN sebagai pajak obyektif
Artinya, pemungutan mendasarkan obyeknya tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
2). PPN sebagai pajak tidak langsung
Artinya, secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak
lain. Dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak
berada pada penanggung pajak.
a). Pemungut PPN Multi Stage Tax
Pemungut PPN dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi
maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar sampai
dengan pengecer.
b). PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak
Credit Method sebagai metode yang digunakan dengan
konsekuensi Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur
pajak sebagai bukti pengutan PPN.
c). PPN bersifat netral
(1).PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa
(2).PPN dipungut dengan menggunakan prinsip tempat tujuan
(3).PPN tidak menimbulkan pajak ganda.
d). PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan
BKP/JKP dilakukan atas konsumsi dalam negeri.
Tipe pemungutan
1). ConsumptionType Value Added Tax
Pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal
dikurangkan dari nilai tambahnya sehingga memberikan sifat netral
PPN atas pola produksi.
2). NetIncome Type Value Added Tax
Adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar
pengenaan, diperkenankan hanya sebesar penyusutan.
3). GrossProduct Type Value Added Tax
Pada tipe ini pembelian barang modal tidak diperkenankan untuk
dikurangkan dari dasar pengenaan pajak
Prinsip Pemungutan Pajak
Dari mekanisme pemungutan PPN terdapat 2 (dua) prinsip
pemungutan, yaitu:
1). Prinsip Tempat Tujuan (Destination)
PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi
2). Prinsip Tempat Asal (Original Principle)
Saat Terutang Pajak
1). Penyerahan Barang Kena Pajak
2). Impor Barang Kena Pajak
3). Penyerahan Jasa Kena Pajak
4). Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
5). Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
sebagaimana dilakukan oleh pengusaha
Tempat Pajak Terutang
1). Untuk penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
a). Tempat tinggal
b). Tempat kedudukan
c). Tempat kegiatan usaha dilakukan
Jika mempunyai lebih dari satu tempat usaha, atas permohonan
pengusaha kena pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha
sebagai tempat pajak terutang.
2). Untuk impor di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan ke dalam
Daerah Pabean dan dihubungkan dengan tempat penyelesaian Bea
Masuk.
3). Untuk pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, di tempat orang pribadi
i. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pemungut PPN
1). Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada saat
dilakukannya pembayaran atas BKP/JKP oleh Pemungut PPN
2). Pada saat PKP Rekanan menyampaikan tagihan (faktur/invoice),
PKP Rekanan wajib membuat:
a). Faktur Pajak
b). Surat Setoran Pajak (SSP) dengan identitas dan NPWP PKP
Rekanan
c). Faktur Pajak dibuat rangkap 3:
Lembar 1 untuk Pemungut PPN
Lembar 2 untuk Arsip PKP Rekanan
Lembar 3 untuk KPP melalui Pemungut PPN
Dan ditandatangani oleh Pemungut PPN yang bersangkutan.
d). SSP dibuat rangkap 5:
Lembar 1 untuk arsip PKP Rekanan
Lembar 2 untuk KPP melalui KPKN
Lembar 3 untuk dilampirkan pada SPT masa PPN-PKP
Rekanan
Lembar 4 untuk Bank/Kantor Pos
Lembar 5 untuk Pemungut PPN
j. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena
Pajak digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Faktur pajak standar harus dibuat paling lambat:
1). Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena
Pajak (JKP) dalam hal pembayaran diterima setelah bulan
penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur
Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan
pembayaran;
2). Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum
penyerahan JKP; atau
3). Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan
4). Pada saat PKP Rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut
PPN.
Faktur Pajak gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar dibuat
paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
BKP dan JKP.
Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat:
2). Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum
penyerahan BKP atau JKP
Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar Yang Hilang
Faktur Pajak Standar yang hilang dapat diganti dengan cara:
1). PKP Pembeli atau penerima JKP dapat mengajukan permohonan
tertulis kepada PKP Penjual atau pemberi JKP dengan tindasan
kepada KPP tempat PKP Pembeli atau penerima JKP dikukuhkan
maupun kepada KPP di tempat PKP Penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan.
2). Berdasarkan permohonan dari PKP Pembeli atau penerima JKP,
PKP Penjual atau penerima JKP membuat fotokopi dari arsip Faktur
Pajak Standar yang disimpan oleh PKP Penjual atau pemberi JKP
untuk dilegalisir oleh KPP tempat PKP Penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan.
3). Legalisir diberikan oleh KPP tempat PKP Penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan setelah meneliti Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT
Masa PPN) dari PKP Penjual atau pemberi JKP tersebut.
4). KPP tempat PKP Pembeli atau penerima JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP Pembeli atau
penerima JKP untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang
k. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
Surat Pemberitahuan Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) adalah surat yang oleh Wajib
Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran
pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.
Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak:
1). Sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang sebenarnya terutang
2). Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
3). Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan melalui pihak lain dalam satu masa pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak:
1). Sebagai sarana pelaporan dan mempertanggungjawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetor.
2). Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
3). Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
Kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai diatur
dalam Pasal 4 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Batas waktu penyampaian SPT Masa:
1). SPT Masa PPN yang disampaikan oleh pengusaha kena pajak batas
waktu penyampaian terakhir tanggal 20 bulan takwim berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
2). PPN yang dipungut Dirjen Bea dan Cukai yang disampaikan oleh
Dirjen Bea dan Cukai batas waktu penyampaian terakhir 7 hari
setelah penyetoran.
Pembayaran Masa:
1). PPN dan PPnBM batas waktu pembayarannya tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
2). PPN dan PPnBM impor batas waktu pembayarannya bersamaan
dengan pembayaran Bea Masuk, jika Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor
satu hari setelah pemungutan pajak dilakukan tanggal 7 bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
3). PPN dan PPnBM impor yang pemungutannya dilakukan oleh
tahun berikutnya atau jatuh tempo pada tanggal 25 bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun pajak.
4). PPN dan PPnBM bendaharawan batas waktu pembayaran karena
adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding sesuai
dengan tanggal yang tercantum dan surat yang bersangkutan.
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
a. Dasar Hukum
Dasar hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
b. Karakteristik dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
1). Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat
penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada saat impor.
2). PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN.
(Namun demikian apabila eksportir mengekspor BKP yang
tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat
c. Subyek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang
yang tergolong mewah.
d. Obyek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
1). Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang
dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak,
yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2). Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.
e. Penyerahan Barang Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah
1). Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah (BKPTM)
yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKPTM
tersebut di dalam Daerah Pabean dalam lingkungan perusahaan dan
pekerjaannya.
2). Impor BKPTM.
f. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
DPP PPnBM sama dengan DPP PPN yaitu:
1). Nilai impor untuk impor barang mewah.
g. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
1). Tarif PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen)
dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
Tarif PPnBM dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan
tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling
tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif
tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena
Pajak ini ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2). Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan
pajak dengan tarif 0% (nol persen).
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh
karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang
diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan
PPnBM dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang telah dibayar
atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang
telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.
h. Penghitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
B. Analisis Kepatuhan PKP dalam Pemungutan dan Penyetoran Pajak Terutang
Dalam bab ini penulis mengevaluasi besarnya penerimaan
PPN/PPnBM di KPP Klaten dengan menganalisis beberapa faktor pendukung
yang mempengaruhi jumlah penerimaan PPN/PPnBM di KPP Klaten, antara
lain:
1. Membandingkan realisasi penerimaan PPN/PPnBM periode 2000-2003
terhadap target yang telah dibuat oleh aparatur pajak.
2. Membandingkan jumlah Pengusaha Kena Pajak terdaftar dengan
realisasi penerimaan dalam Masa Pajak.
3. Menghitung tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam
penyampaian SPT Masa PPN setiap Masa Pajak
4. Menghitung besarnya kontribusi penerimaan PPN/PPnBM terhadap
total penerimaan pajak di Kantor Pelayanman Pajak.
Dari faktor-faktor diatas dapat kita ketahui seberapa pengaruhnya
faktor tersebut terhadap besar kecilnya penerimaan yang diperoleh KPP
Klaten pada sektor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
Pengumpulan data digunakan dengan memakai data sekunder, data
yang diperoleh dari daftar tabelaris yang diperoleh dari komputer intern di
KPP Klaten. Data tersebut berupa laporan perkembangan PKP, laporan
penerimaan pajak, laporan peyampaian Surat Pemberitahuan Masa, dan
menggunakan obyek penelitian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah di KPP Klaten.
1. Daftar Target dan Realisasi Penerimaan PPN/PPnBM
Data target penerimaan pajak dibuat oleh Pusat pada awal Masa
Pajak berdasarkan RAPBN pada sektor pajak yang hendak diperoleh. Dari
jumlah pajak yang terdapat pada RAPBN tersebut kemudian dibagikan
dengan potensi pajak yang ada pada setiap Kanwil yang ada diseluruh
Indonesia. Dari Kanwil kemudian dibagikan pada KPP yang ada. Dan
setelah sampai pada KPP dibagi pada tiap Seksi yang ada dan hasil
tersebut yang nantinya akan menjadi target yang hendak dicapai pada
realisasi penerimaan pajak. Untuk dapat mengetahui tingkat
keefektivitasan, rencana penerimaan yang telah dibuat tersebut
dibandingkan dengan realisasi penerimaaan pajak itu sendiri.
Tingkat keefektivitasan menggambarkan kemampuan untuk
merealisasikan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang direncanakan
Rasio efektivitas = Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
Target Penerimaan PPN Ditetapkan Berdasarkan
Potensi Riil Pajak
Kemampuan untuk merealisasikan dikategorikan efektif apabila
rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 (seratus) persen.
Demikian semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan
dalam merealisasikan semakin baik. Sehingga jumlah penerimaan pajak
TABEL 2.1
TARGET DAN REALISASI PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN
TAHUN 2000
Triwulan I 22.495.000.000 16.628.304.883 73,92 %
Juli
Triwulan II 23.099.000/000 13.065.459.989 56,56 %
Oktober
Triwulan III 24.291.000.000 22.016.671.721 90,63 %
April-Desember
Januari-Desember
69.885.000.000 51.710.436.580
72.977.783.540
73,99 %
Sumber data: KPP Klaten
Tabel 2.1 diatas menjelaskan tentang besarnya rencana yang
ditetapkan serta realisasi penerimaan pajak dari setiap rencana tersebut.
merupakan kemampuan dalam merealisasikan penerimaan pajak dari
rencana yang ditetapkan. Target dan realisasi pada tahun 2000 diawali
pada masa pajak bulan April-Desember. Pada masa pajak April-Desember
persentase yang dihasilkan mengalami kenaikan dan penurunan dimana
rata-rata persentase yang dihasilkan dibawah 100% terkecuali pada bulan
Desember tingkat efektivitas sebesar 115,65%. Tingkat efektifvitas sebesar
115,65% artinya kemampuan dalam merealisasikan rencana penerimaan
sebesar Rp 8.509.000.000 dapat dilaksanakan dengan realisasi penerimaan
sebesar Rp 9.840.777.603, hal ini menunjukan target yang ditetapkan
dapat terealisasi bahkan penerimaan yang diperoleh melebihi dari rencana
yang diperkirakan. Dan persentase terendah pada tahun 2000 pada bulan
Juli sebesar 29,13%. Artinya bahwa kemampuan untuk merealisasikan
rencana yang ditetapkan hanya dapat dilaksanakan sebesar 29,13% dari
rencana ditetapkan sebesar Rp 7.727.000.000 dan realisasi penerimaan
tersebut sebesar Rp 2.251.493.450. Hal ini menunjukan tingkat efektivitas
kurang baik. Setiap masa pajak selalu mengalami kenaikkan dan
penurunan dan dari tabel tersebut penurunan terendah sebesar 47,83%
merupakan penurunan dari tingkat efektivitas pada bulan Juni sebesar
76,96% dengan tingkat efektivitas bulan Juli sebesar 29,13%. Persentase
kenaikan tertinggi sebesar 39,03% dari bulan Oktober dengan tingkat
efektivitas 57,09% terhadap tingkat efektivitas sebesar 96,12% pada bulan
Tabel 2.2 diatas membahas target dan realisasi penerimaan
PPN/PPnBM tahun 2000 dimana yang dibahas adalah jenis penerimaan
PPN yang berasal dari sektor industri, perdagangan, dan sektor jasa.
Tahun 2000 rencana pajak dibuat pada masa pajak bulan April-Desember
sedangkan pada realisasinya penerimaan dimulai pada masa pajak
Januari-Desember sebagai tahun anggaran penerimaan pajak.
Dalam tabel PPN Industri diatas, tingkat efektivitas rata-rata dibawah
100% bahkan pada bulan Juli tingkat efektivitas sangat rendah hingga
mencapai –52,74% ini berarti rencana penerimaan pajak yang ditetapkan
tidak dapat terealisasikan pada penerimaan pajak bulan Juli tersebut.
Rencana yang ditetapkan sebesar Rp 5.508.000.000 sedangkan realisasi
penerimaan defisit sebesar Rp 2.904.990.236. Sedangkan tingkat
efektivitas PPN Industri yang tertinggi pada bulan April sebesar 78,96%
artinya kemampuan dalam merealisasikan rencana ditetapkan sebesar Rp
5.343.000.000 dengan realisasi penerimaan yang diperoleh pada bulan
April Rp 4.219.000.000. Tingkat efektivitas tahun 2000 PPN Industri tiap
masa pajaknya juga mengalami kenaikan dan penurunan dari tingkat
efektivitas masa pajak sebelumnya. Pada bulan Juli tingkat efektivitas
mengalami penurunan sebesar 119,25% persentase ini berasal dari selisih
sebesar –52,74%. Sedangkan pada bulan Agustus persentase tingkat
efektivitas mengalami kenaikan 84,49% yang berasal dari selisih tingkat
efektivitas bulan Juli –52,74% dengan tingkat efektivitas pada bulan
Agustus sebesar 31,75%. Hal ini berarti menunjukan meningkatnya
penerimaan pajak dibandingkan dengan penerimaan pajak yang diperoleh
bulan sebelumnya.
Pada PPN Perdagangan dalam tabel 2.2 tingkat efektivitas rata-rata
dibawah 100% hal ini berarti tingkat efektivitas kurang baik karena jumlah
rencana yang ditetapkan tidak dapat sepenuhnya direalisasikan. Tingkat
efektivitas terendah pada PPN Perdagangan tahun 2000 terdapat pada
bulan November sebesar 38,77% dari rencana yang ditetapkan Rp
541.000.000 dengan realisasi penerimaan yang diperoleh sebesar Rp
199.324.725. Sedangkan tingkat efektivitas tertinggi tahun 2000 PPN
Perdagangan ada pada bulan September sebesar 86,07% dari rencana yang
ditetapkan sebesar Rp 525.000.000 dengan realisai atas rencana tersebut
sebesar Rp 451.894.859. Tingkat efektivitas PPN Perdagangan tahun 2000
juga mengalami kenaikan dan penurunan tiap masa pajak. Persentase
tingkat efektivitas naik pada bulan Desember sebesar 38,97%, persentase
ini diperoleh dari selisih tingkat efektivitas pada bulan November 38,77%
dengan tingkat keefektivan bulan Desember sebesar 77,74%. Sedangkan
pada bulan November tingkat efektivitas mengalami penurunan sebesar
sebesar 92,12% dan tingkat efektivitas bulan November yang dicapai ialah
38,77%.
Tingkat efektivitas PPN Jasa dalam tabel 2.2 rata-rata yang dicapai diatas
100%, artinya tingkat efektivitas yang dicapai baik. Tingkat efektivitas
dari suatu rencana yang telah ditetapkan dan dapat tercapai atau terpenuhi,
jika angka tersebut diatas 100% bahkan lebih besar tingkat efektivitas
dilihat semakin baik. Tingkat efektivitas PPN Jasa terendah pada bulan
Juni sebesar 79,01% dari rencana penerimaan pajak sebesar Rp
241.000.000 dan penerimaan yang terealisasi sebesar Rp 190.417.103.
Sedangkan tingkat efektivitas yang tertinggi pada bulan Desember dengan
persentase sebesar 269,26%, berarti tingkat kemampuan dalam
merealisasikan setiap rencana penerimaan pajak sangat baik dengan
tercapainya penerimaan pajak dua kali lipat dari rencana yang ditetapkan.
Masa pajak April-Desember tingkat efektivitas setiap masanya mengalami
kenaikan dan penurunan. Kenaikan persentase tingkat efektivitas terjadi
pada bulan November dengan kenaikan sebesar 145,59% dari tingkat
efektivitas bulan Oktober. Sedangkan penurunan tingkat efektivitas terjadi
pada bulan Oktober sebesar 90,39%, penurunan disebabkan karena
menurunnya tingkat efektivitas pada bulan September sebesar 180,16%
terhadap tingkat efektivitas yang dicapai pada bulan Oktober sebesar
TABEL 2.3
TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN
TAHUN 2001
Masa Pajak PPN/PPnBm
Rencana Realisasi Persentase
Tabel 2.3 mengenai target dan realisai penerimaan PPN/PPnBM
tahun 2001. Tingkat efektivitas penerimaan PPN/PPnBM tahun 2001
rata-rata persentase yang dicapai diatas 100%. Ini berarti kemampuan dalam
merealisasikan penerimaan pajak atas rencana yang telah ditetapkan dapat
digolongkan baik. Akan tetapi pada bulan Juli, tingkat efektivitas yang
dicapai hanya sebesar 79,76%. Tingkat efektivitas penerimaan
PPN/PPnBM tertinggi pada bulan Desember sebesar 510,07%., berarti
kemempuan merealisasikan rencana penerimaan yang telah ditetapkan
sangat baik dengan hasil 5 kali lipat dari rencana yang ditetapkan. Tahun
2001 setiap masa pajaknya juga mengalami kenaikan dan penurunan
tingkat efektivitas. Penurunan persentase tingkat efektivitas terjadi pada
bulan Juli sebesar 26,28%, penurunan ini dikarenakan menurunnya tingkat
efektivitas yang dicapai pada bulan Juni sebesar 106,04% terhadap tingkat
efektivitas bulan Juli sebesar 79,76%. Sedangkan kenaikan tingkat
persentase efektivitas terjadi pada bulan Desember sebesar 405,24%. Hal
TABEL 2.4
TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN
TAHUN 2002
Masa Pajak PPN/PPnBM
Rencana Realisasi Persentase
Tabel 2.4 target dan realisasi penerimaan PPN/PPnBM Tahun 2002
persentase tingkat efektivitas menunjukkan kemampuan dalam
merealisasikan penerimaan PPN dengan dasar rencana penerimaan yang
telah ditetapkan. Tingkat efektivitas yang dicapai tahun 2002 pada bulan
Januari-Mei rata-rata dibawah 100%, bahkan pada bulan Mei tingkat
efektivitas yang dicapai –63,78% dari rencana yang ditetapkan sebesar Rp
9.130.800.000 sedangkan realisasi dari penerimaan pajak mengalami
defisit sebesar Rp5.824.011.936. Pada bulan Juni–Desember rata-rata
tingkat efektivitas diatas 100%. Tingkat efektivitas tertinggi ada pada
bulan Juli sebesar 246,66% dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp
22.509.918.383 dari rencana yang telah ditetapkan sebesar Rp
9.125.000.000. Pada tahun 2003 penurunan persentase tingkat efektivitas
terjadi pada bulan Mei dengan penurunan sebesar 163,99% dan kenaikan
tingkat efektivitas tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan kenaikan
TABEL
2. Daftar PKP dalam SPT Masa PPN dan Realisasi Penerimaan
Tabel laporan perkembangan PKP dan realisasi penerimaan terdiri dari
kolom PKP terdaftar, penerimaan pajak setiap triwulan pajak, dan rata-rata
penerimaan pajak yang dihasilkan. Data PKP terdaftar penulis peroleh dari
laporan perkembangan Pengusaha Kena Pajak yang terdapat pada Kantor
Pelayanaan Pajak Klaten dimana setiap triwulan pajak data perkembangan
PKP tersebut selalu berubah dengan bertambahnya PKP yang terdaftar
tahun 2000-2003 terdiri dari PKP terdaftar sektor industri, PKP terdaftar
sektor perdagangan, dan PKP terdaftar sektor jasa.
Data penerimaan pajak yang diperoleh tiap sektor pada masa pajak
dibandingkan dengan jumlah PKP terdaftar. Dari perbandingan tersebut
akan menghasilkan angka yang merupakan rata-rata penerimaan yang
diperoleh PKP terdaftar dalam suatu masa pajak. Angka tersebut dapat
dipakai sebagai perkiraan penerimaan pajak yang diperoleh setiap PKP
terdaftar
Tabel 2.5 menunjukkan jumlah PKP terdaftar tiap triwulan selalu
bertambah baik pada PKP terdaftar industri, PKP terdaftar perdagangan,
dan PKP terdaftar jasa. Dari hasil rata-rata yang diperoleh dalam tabel
tersebut, akan terlihat apakah bertambahnya jumlah PKP terdaftar tiap
triwulan selalu diikuti dengan kenaikan penerimaan pajaknya? Tabel 2.5
pada sektor industri triwulan II jumlah penerimaan Rp 11.936.957.400.
Jumlah penerimaan tersebut mengalami penurunan pada triwulan III dan
triwulan IV. Dimana pada triwulan III rata-rata penerimaan pajak yang
diperoleh sangat kecil apabila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan
pajak sektor industri tahun 2000 pada triwulan yang lain.
Pada tabel 2.5 PKP terdaftar perdagangan bertambah juga jumlah
PKP terdaftar setiap triwulan. Sedangkan hasil rata-rata penerimaan pajak
dari triwulan I- triwulan IV mengalami penurunan.
Pada tabel 2.5 PKP terdaftar juga bertambah jumlahnya setiap
penurunan pada triwulan II dan triwulan III sehingga rata-rata penerimaan
pajak yang dihasilkan menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan
penerimaan pada triwulan I.
Tabel 2.6 berisi laporan perkembangan PKP dengan realisasi
penerimaan pajak yang dicapai pada SPT Masa PPN tahun 2001. Pada
triwulan I dan triwulan II realisasi penerimaan pajak KPP Klaten dihitung
menjadi satu baik itu sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa.
Jumlah setoran masa triwulan I sebesar Rp 8.764.286.459 sedangkan
jumlah setoran masa pada triwulan II Rp 14.489.050.610. Data ini
diperoleh dari daftar tabelaris yang ada di KPP Klaten.
Jumlah PKP terdaftar bertambah setiap triwulannya. Dari tabel 2.6
jumlah realisasi penerimaan pajak sektor industri pada triwulan III dengan
triwulan IV menurun. Rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh setiap
PKP terdaftar juga menjadi lebih rendah. Sedangkan pada sektor
perdagangan dan sektor jasa rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh
mengalami peningkatan. Hal ini berarti sebanding dengan bertambahnya
PKP terdaftar, realisasi penerimaan pajak juga meningkat.
Pada tabel 2.7 jumlah PKP terdaftar terus bertambah setiap triwulan
pajak. Sedangkan jumlah penerimaan pajak setiap triwulan pajaknya
berubah. Rata-rata penerimaan pajak setiap PKP terdaftar mengalami
penurunan.
3. Pentingnya Kepatuhan PKP Dalam Proses Penerimaan PPN
Fungsi equity atau kepatuhan adalah:
1). Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan dengan hukum
2). Jus splendi, untuk menambah hukum
3). Jus origendi, untuk mengoreksi hukum
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban antara lain untuk:
1). Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2). Membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan kena pajak.
3). Membuat Nota Retur dalam hal terdapat pengembalian BKP
4). Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan
usahanya.
5). Menyetor pajak yang terutang.
6). Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Terlepas dari kesadaran kewarganegaraan dan solidaritas nasional,
lepas pula dari pengertiannya tentang kewajibannya terhadap
negara, pada sebagian besar diantara rakyat tidak pernah
mengetahui kewajibannya membayar pajak, sehingga memenuhi
tanpa menggerutu. Dalam pelaksanaannya banyak usaha yang
dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari kewajiban
membayar pajak tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
Wajib Pajak dalam usahanya untuk mengurangi kewajiban
pajaknya itu dinamakan perlawanan terhadap pajak (R. Santoso
Brotodiharjo, 1993).
1). Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang
mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya
dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan
intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik
pengembangan.
2). Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang
secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan
untuk menghindari pajak. Diantaranya dapat dibedakan
menjadi cara-cara sebagai berikut:
(a). Penghindaran diri dari pajak
Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan
tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan
dikenakannya pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak
melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.
Menghindari pajak yang merupakan gejala biasa pada
pajak-pajak atas penggunaan, biasanya dilakukan dengan
penahanan diri atau dengan penggunaan surogat; orang
mengurangi atau menekan konsumsinya dalam
barang-barang yang dapat dikenakan pajak, ataupun orang
menggantinya dengan surogat yang tidak atau kurang
Penghindaran diri secara yuridis berbentuk perbuatan
dengan cara sedemikian rupa, sehingga
perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena penerapan
Undang-undang Pajak. Biasanya perbuatan tersebut
merupakan memanfaatkan dari kekosongan dan atau
ketidakjelasan dari Undang-undang yang dimaksud.
Dengan demikian pada penghindaran pajak, Wajib Pajak
tidak melanggar peraturan Undang- undang secara tegas,
sekalipun kadang-kadang dengan jelas berbuat
bertentangan dengan maksud pembuat Undang-undang.
Oleh karena itu penghindaran diri dari pajak secara
yuridis itu dapat dinamakan pengelakan pajak secara
ilegal.
(b). Pengelakan/penyelundupan pajak
Menghindarkan diri dari pajak tidak dapat selalu
dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua
unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Namun
apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat
dilaksanakan, maka Wajib Pajak berusaha menggunakan
dengan pengelakan pajak, misalnya dengan cara
penyelundupan.
Pada hakikatnya, yang menjadi soal disini ialah suatu
bentuk simulasi (perbuatan pura-pura); keadaan yang
sebenarnya disembunyikan dengan, misalnya
mengajukan suatu perbuatan yang tidak benar, atau
memberikan data yang tidak benar.
(c). Melalaikan pajak
Bentuk perlawanan aktif yang lain adalah dengan
melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang
telah ditetapkan dan menolak memenuhi
formalitas-formalitas yang harus dipenuhi olehnya. Yang paling
banyak digunakan ialah usaha mengagalkan pemungutan
pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara
melenyapkan barang-barang yang sekiranya akan dapat
disita oleh fiskus dengan jalan mengganti suatu
perusahaan pribadi menjadi suatu perseroan, atau
menjual barang-barang yang dapat disita atau
memindah-tangankan atas nama istri atau orang lain bukan karena
keharusan.
b. Data Penyetoran dan Penyampaian SPT Masa PPN Periode 2000-2002
TABEL 2.8
TRIWULAN I
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
Sumber data: KPP Klaten
TABEL 2.9
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000
TRIWULAN II
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
Sumber data: KPP Klaten
TABEL 2.10
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000
TRIWULAN III
Jenis SPT
PKP Terdaftar
Industri
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000
TRIWULAN IV
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
Tabel tahun 2000 diatas terdapat 3 laporan penyampaian SPT
yang terdiri dari:
1. Penyampaian SPT Masa PPN Industri
2. Penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan
3. Penyampaian SPT Masa PPN Jasa
Tabel diatas mengenai laporan penyampaian SPT Masa PPN
yang dilakukan PKP terdaftar akan diperoleh persentase tingkat
kepatuhan yang dilakukan PKP terdaftar dalam penyampaian SPT
Persentase tingkat kepatuhan PKP terdaftar dapat diperoleh
dari perbandingan antara jumlah PKP yang menyampaikan SPT Masa
PPN dengan jumlah keseluruhan PKP terdaftar kemudian hasilnya
dikalikan 100%.
Tingkat Kepatuhan PKP = jumlah penyampaian SPT Masa PPN
Jumlah PKP terdaftar
Tabel tahun 2000 diatas setiap jenis SPT, PKP terdaftar
mengalami penambahan jumlah setiap triwulan pajak. Tabel 2.8 PKP
terdaftar SPT Masa PPN Indusri berjumlah 272 orang dan pada tabel
2.9 PKP terdaftar tersebut bertambah menjadi 275. Adanya
bertambahan jumlah PKP terdaftar 3 orang. Ini juga terjadi pada jenis
SPT lainnya dimana setiap triwulan pajak mengalami jumlah
pertambahnya PKP terdaftar.
Penulis membahas, apakah bertambahnya jumlah PKP
terdaftar setiap triwulan pada SPT Masa PPN Industri, SPT Masa PPN
Perdagangan, dan SPT Masa PPN Jasa tahun 2000 disertai kenaikan
tingkat kepatuhan penyampaian SPT Masa PPN. Pada tabel tahun
2000 jenis SPT Industri jumlah penyampaian SPT Masa PPN Industri
yang berasal dari penyampaian SPT kurang bayar, SPT lebih bayar,
dan SPT nihil tingkat penyampaiannya mengalami penurunan
dibandingkan dengan jumlah PKP yang selalu bertambah sehingga
hal ini memepengaruhi persentase tingkat kepatuhan berubah. Tabel
terdaftar triwulan I, akan tetapi jumlah penyampaian SPT Masa PPN
Industri 246 SPT. Jumlah penyampaian SPT tersebut sama pada
triwulan sebelumnya. Tingkat kepatuhan yang dihasilkan menurun
menjadi 86,92%.
Pada jenis SPT Perdagangan tahun 2000 jumlah PKP terdaftar
juga bertambah. Bertambahnya jumlah PKP terdaftar ini juga disertai
peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan setiap
triwulan pada tahun 2000.
Jenis SPT Jasa tahun 2000 jumlah PKP terdaftar juga
bertambah disertai peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Jasa
setiap triwulan tahun 2000. Hasil persentase tingkat kepatuhan
mengalami kenaikkan dan penurunan, hal ini dikarenakan
perbandingan peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Jasa dengan
bertambahnya jumlah PKP terdaftar Jasa tidak sama.
TABEL 2.12
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001
TRIWULAN I
Jenis SPT
PKP Terdaftar
Industri
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001
TRIWULAN II
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001
TRIWULAN III
Terdaftar Kurang
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001
TRIWULAN IV
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
Pada tabel penyampaian SPT Masa PPN tahun 2001 diatas jenis
SPT terdiri dari:
1. SPT Masa PPN Industri
2. SPT MasaPPN Perdagangan
Jumlah PKP terdaftar tahun 2001 pada sektor industri,
perdagangan, dan jasa bertambah terus setiap triwulan pada tahun
2001. SPT Masa PPN Industri tabel 2.15 jumlah PKP terdaftar
bertambah 13 orang sedangkan penyampaian SPT Masa PPN
Industrinya justru mengalami penurunan dari penyampaian SPT
triwulan sebelumnya. Sehingga persentase tingkat kepatuhan
mengalami penurunan.
Tabel tahun 2001 jenis SPT jasa tingkat kepatuhan yang
dihasilkan paling rendah dibandingkan dengan tingkat kepatuhan SPT
industri dan SPT perdagangan. Berdasarkan tabel tahun 2001 jumlah
PKP terdaftar jasa lebih banyak daripada jumlah PKP terdaftar industri
dan PKP terdaftar perdagangan. Bertambahnya jumlah PKP terdaftar
jasa selalu disertai peningkatan jumlah SPT Masa yang disampaikan
namun jumlah peningkatannya kurang sebanding sehingga persentase
yang dihasilkan masih rendah dibandingkan tinkat kepatuhan PKP
terdaftar industri dan PKP terdaftar perdagang
TABEL 2.16
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002
TRIWULAN I
Terdaftar Kurang
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002
TRIWULAN II
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002
TRIWULAN III
Terdaftar Kurang
LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002
TRIWULAN IV
Jenis SPT
PKP Terdaftar
SPT Masa PPN disampaikan Kurang
Tabel tahun 2002 jenis SPT industri tingkat persentase rata-rata
penyampaian SPT Masa PPN sebesar 86% dimana tingkat kepatuhan
1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 39%
atau 124 dari 321 jumlah seluruh PKP terdaftar industri pada
triwulan IV tahun 2002.
2. PKP terdaftar yang menyampaiakan SPT lebih bayar sebesar 16%
atau 52 dari 321 jumlah seluruh PKP terdaftar.
3. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT nihil sebesar 29% atau 93
dari 312 jumlah seluruh PKP terdaftar.
Tabel 2.18 jenis SPT perdagangan tingkat persentase rata- rata
penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan tahun 20002 sebesar 80%
dimana tingkat kepatuhan penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan
terdiri dari:
1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 38%
atau 143 dari 373 jumlah seluruh PKP terdaftar perdagangan
triwulan III pada tahun 2002.
2. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT lebih bayar sebesar 18%
atau 89 dari 373 jumlah seluruh PKP terdaftar.
3. PKP terdaftar yang menyampaiakan SPT nihil sebesar 23% atau
89 dari 373 jumlah seluruh PKP efektinya.
Tabel 2.16 SPT jasa tingkat persentase rata-rata kepatuhan
1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 5%
atau 39 dari 732 jumlah seluruh PKP terdaftar jasa triwulan I tahun
2002.
2. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT lebih bayar sebesar 2%
atau 21 dari 732 jumlah seluruh PKP terdaftar.
3. PKP terdaftar yang menyampaikanSPT nihil 65% atau 480 dari
732 jumlah seluruh PKP terdaftar.
Dari penyampaian SPT Masa PPN diatas tingkat kepatuhan tidak pernah
100%. PKP terdaftar lainnya yang tidak menyampaikan dapat dikatakan
tidak patuh. Hal ini karena tidak dilakukannya kewajiban untuk selalu
melaporkan SPT Masa PPN sebagai bukti penyetoran pajak. Untuk
menindak lanjutin kejadian ini peranan aparatur PPN/PPnBM sangat
diperlukan.
Ketidakpatuhan penyampaian SPT Masa PPN dapat berarti:
Perusahaan sudah tidak berproduksi namun mereka tidak melakukan
pencabutan nomer PKP terdaftar, sehingga nomer tersebut
selaluterrekam terus.
Dapat pula karena kesengajaan atau justru ketidak tahuan PKP akan
kewajibannya.
c. Peranan Aparatur Pajak Dalam Seksi PPN Untuk Meningkatkan
Aparatur PPN/PPnBm juga dalam bekerja dinilai tingkat kepatuhannya dengan penyelesaian seriap tugas-tugas mereka,
misalnya dalam proses perekaman SPT Masa PPN.
Upaya yang dilakukan Aparatur Pajak Seksi PPN/PPnBM untuk meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak adalah:
1. SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak
yang menyatakan lebih bayar baik restitusi/kompensasi.
2. SPT Masa PPN dalam tahun berjalan yang menyatakan
peminta pengembalian masa pajak/restitusi terutama
sehubungan dengan penyerahan ekspor dan penyerahan kepada
pemungut.
3. SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam tahun berjalan selama
3 (tiga) bulan berturut-turut dari tahun pajak.
4. Permohonan tempat pemusatan PPN.
Tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah dimaksudkan untuk
menguji tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
telah dilaksanakan atas dasar sistem self assessment, yang secara
operasional dilaksanakan melalui upaya:
1. Peningkatan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam hal Surat
Pemberitahuan dari Wajib Pajak menunjukkan adanya
kelebihan bayar untuk dikompensasi pada masa pajak