PARASITOLOGI
Schistosoma mansoni
Disusun Oleh: Kelompok 6 1. Menik Apriyani 2. Olivia Maryani3. Putri Handayani Siregar 4. Reztu Andayani
5. Winahyu Astuti
1 D3B – KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
Telp. (021) 7395331 Tahun 2016
Schistosoma mansoni
Trematoda
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa fase kehidupan, dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sbagai berikut:
1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. Japonicum
2) Trematoda paru: Paragonimus westermani
3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
Salah satu spesies yang akan kita bahas kali ini adalah Schistomiasis. Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada orang, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberapa hal seperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S. hematobium dan S. mansoni, banyak dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S. japonicum, banyak menginfeksi orang di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina, Sulawesi, Laos, Kamboja dan Thailand.
Trematoda darah
Trematoda darah merupakan cacing kelas trematoda yang memiliki banyak perbedaan dengan trematoda lainnya, diantaranya :
Alat kelamin jantan dan betina terpisah (tidak hermafrodit) Cacing dewasa bentuk silindris, tidak pipih
Ekor serkaria bercabang
Telur tidak beroperkulum, tetapi memiliki duri yang letaknya berbeda. Telur akan segera menetas apabila kontak dengan air.
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting : Schistosoma japonicum, Schistosoma
mansoni, dan Schistosoma haematobium. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih
banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia. Berikut yang akan dibahas adalah trematoda darah Schistosoma mansoni.
Schistosoma mansoni
Taksonomi Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Subclass : Digenea Order : Strigeidida Genus : Schistosoma Species : S. Mansoni A. HospesNama penyakit : skistosomiasis usus Hospes definitive : manusia, kera, baboon Hospes perantara : keong air tawar B. Distribusi
Untuk distribusi Schistosoma mansoni di daerah Mesir, Afrika barat, Puertorico, Venezuela dan Brazil. Schistosomiasis di Indonesia, terdapat disekitar danau Lindu, Lembah Napu dan daerah Besoa (propinsi Sulawesi Tengah) yang merupakan daerah penyebaran endemis di Indonesia.
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. (Miyazaki, 1991)
Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran
Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.
Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma.
C. Epidemiologi
Penyakit oleh S. mansoni dinamakan schistosomiasis mansoni, Manson’s intestinal schistosomiasis atau bilharziasis. Infeksi pada manusia hampir semua berasal dari sumber manusia yang lain, walaupum kera dan baboon pada daerah endemik kadang-kadang ditemukan terinfeksi.
D. Morfologi dan Daur Hidup 1. Morfologi
Telur :
Ukuran 150 µm
Bentuknya oval , dengan salah satu kutubnya membulat dan yang lain lebih meruncing
Spina lateral terletak dekat dengan bagian yang membulat besar dan berbentuk segitiga
Kulit tipis sangat halus Berwarna kuning pucat
Berisi embrio besar bersilia, diliputi membran (kulit dalam)
Serkaria :
Bentuk badan ovoid memanjang
Cacing dewasa
Cacing jantan panjang ±1 cm, gemuk, memiliki 6-9 buah testis, pinggir lateral saling mengunci oleh duri acuminate, dimana pada tempat ini lebih panjang dari tempat lain, memiliki kanalis ginekoporus
Cacing betina panjang ±1,4 cm, langsing, integumen terdapat duri-duri terutama pada ujung tubuh, letak ovariumdi anterior pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria memenuhi pinggir lateral dari pertenganhan tubuh, uterus merupakan saluran yang pendek berisi 1-4 butir telur Daur Hidup
Berawal dari orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air. Air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, Cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau
berenang di air di mana orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Cacing atau cercaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma) menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung cercaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati.
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam air dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi cercaria. E. Patologi dan Gejala Klinik
Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni dapat dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis. Schistosomiasis akut bisa disebut juga demam Katayama. Hal ini terkait dengan timbulnya parasit betina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar telur terdapat di hati dan dinding usus, menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia, mual, sakit kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan nekrotik.
Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi.Gejalanya seperti peradangan pada hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru). (Departement of Parasitology University Cambridge, 2010).
1. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
3. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
4. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
5. Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.
F. Diagnosis dan Pengobatan Diagnosis
Sama seperti pada S. japonicum yaitu menemukan telur dalam tinja. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect
Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan
ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay). G. Pengobatan
1. Emetin (Tartras emetikus)
Pada tahun 1918 Chistopherson mengobati penyakit kala azar dengan tartars emetikus. Tartars emetikus atau antimon kalium tartrat dapat dikatakan sebagai obat schistosomisida yang cukup efektif, akan tetapi mempunyai efek amping yang agak berat, antara lain: mual, muntah, batuk, pusing, sakit kepala, nyeri pada tubuh, miokarditis yang tampak pada EKG, bradi atau takikardia, syok dan kadang-kadang mati mendadak.
2. Fuadin Stibofen, Reprodal, Neo-antimosan (Antimony-bispyrocatechin-disulfonic-Na
Compound)
Obat ini pertama kali diperkenalkan di Mesir pada tahun 1929. Obat ini merupakan trivalent antimony salt yang dapat disuntikkan secara intramuscular sebagai larutan 7%. Efek sampingnya adalah syok, neuritis retrobulbar, skotoma sentralis dan buta warna.
Sering pula dilaporkan efek samping muntah-muntah, tidak nafsu makan, nyeri tubuh, sakit kepala, reaksi alergi, syok dan anuria. Hasil penyembuhan adalah 40-47%.