LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN “PYELONEPHRITIS”
Fasilitator : Ns. Anggi Napida Anggraini.,MMR
Disusun Oleh :
WITRI NURHAETI 140100496
GUNAWAN 140100499
YULIANA HASAN 140100497
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Pyelonephritis ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam Block Nursing II. Dengan laporan ini, diharapkan kami dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan Pyelonephritis dan mampu menginterpretasikannya.
Terimakasih kepada fasilitator dan dosen yang telah memberikan bimbingan dan materinya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis juga berterimakasih kepada kedua orang tua dan teman-teman yang selalu memberikan doa dan dukungannya dalam menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengaharapkan kritik dan saran yang membangun agar Laporan Asuhan Keperawatan ini menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat kedepannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta, April 2016
DAFTAR ISI Halaman Judul……….i Kata pengantar………....ii BAB I A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...3 C. Tujuan ...3 D. Manfaat...4 BAB II A. Tinjauan Pustaka...5 1. Definisi...5 2. Etiologi...5
3. Tanda dan Gejala...7
4. Pathway...9
5. Pemeriksaan...10
6. Terapi Medis dan Keperawatan...15
BAB III A. Kasus...19 B. Analisis Masalah...20 C. Asuhan Keperawatan...21 BAB IV A. Kesimpulan...30 B. Saran...30 DAFTAR PUSTAKA...31 LAMPIRAN
BAB I A. Latar Belakang
Pasien dengan Infeksi Saluran Kemh (ISK) atas sering mengalami inflamasi atau peradangan dibagian saluran kemih khususnya ginjal. Inflamasi pada ginjal bisa menyebabkan kerugian pada pelvis ginjal atau parenkim ginjal yang penyabarannya secara hematogen hanya kurang dari 3% (Brunner & Suddarth, 2002: 1436). Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, dimana fungsi ginjal adalah sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Kelebihan zat terlarut dan air dieksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2005).
Syaifudin (2001) mengatakan bahwa sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus, kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf parasimpatis. Inflamasi pelvis ginjal disebut dengan pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 2000).
Sebagian besar, pielonefritis disebabkan oleh bakteri baik gram positif maupun negative. Penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman (bakteri) yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke kandung kemih kemudian ke pelvis ginjal. Dimana pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan pielonefritis salah satunya adalah nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi pada parenkim ginjal. Intervensi mandiri yang dapat dilakukan antara lain mengatur posisi tidur dan memberikan terapi teknik nafas dalam untu mengurangi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik napas dalam memberikan manfaat yang baik pada pasien dengan gangguan pielonefritis untuk mengurangi rasa nyeri di bagian pinggang.
Menurut National Safety Council (2004), bahwa teknik relaksasi nafas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah. Metode ini mudah dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan tindakan yang dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu. Manfaat lain yang dapat dirasakan langsung oleh pasien adalah mampu mengurangi cemas yang berlebihan dan membuat hati lebih tentram.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat menetapkan beberapa rumusan masalah anytara lain sebagai berikut :
2. Apa saja etiologi atau penyebab pielonefritis!
3. Apa tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan pielonefritis!
4. Bagaimana proses perjalanan penyakit pielonefritis?
5. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan pielonefritis?
6. Apa saja terapi medis dan terapi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan pielonefritis?
7. Bagaimana proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien?
C. Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan penulisan laporan ini, di antaranya :
1. Untuk mengetahui definisi pielonefritis
2. Untuk mengetahuipenyebab terjadinya poelonefritis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan pielonefritis
4. Untuk mengetahui proses terjadnya pielonefritis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan pielonefritis
6. Untuk mengetahui terapi medis dan keperawtan yang diberikan kepada pasien
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan pielonefritis.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai tambahan perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat
dijadikan referensi dalam pembelajaran mahasiswa jurusan keperawatan.
2. Dengan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan penyakit pielonefritis, maka kita dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien pielonefritis dengan baik
BAB II A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal atau parenkim ginjal, tubulus, dan jaringan interstial dari salah satu atau kedua ginjal.bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik menuju ginjal meskipun ginjal hanya menerima 20%-25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah. Kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3% (Brunner & suddarth, 2002 : 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang bdapat timbul secara hematogen atau retrograde aliran ureterik
merupakan infeksi saluran kemih bagian atas dan Infeksi ini paling sering akibat infeksi ascenden dari traktus urinarius bagian bawah. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis (Tambayong. 2000).
2. Etiologi
Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolic. Penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman (bakteri) yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke kandung kemih kemudian ke pelvis ginjal. Dimana pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Berikut ini beberapa bakteri yang dapat menyebabkan Pielonefritis :
a Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
b Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa merupakan patogen pada manusia dan merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.
c Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih
d Species proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna,menjadi patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.
e Enterococus mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna dan bersifat patogen di dalam saluran kemih
f Lactobacillus adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina, dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih.
Apabila ditemukan lebih dari satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut harus dipertimbangkan terkontaminasi. Dimana hampir semua gambaran klinis disebabkan oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri bersifat patogen disaluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam sampel biakan urine. Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakan kontaminan.
Penyebab lain selain yang telah disebutkan diatas yaitu obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi, tumor kandung kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius. Selain itu kehamilan,
kencing manis dan keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. 3. Tanda dan Gejala
Secara umum, pielonefritis ini diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu sebagai berikut :
a. Pielonefritis Akut (PNA)
Pielonefritis akut biasanya lebih singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi yang tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi dua minggu setelah terapi selasai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah kearah ginjal akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius bagian atas dikaitkan dengan selimut antibody bakteri dalam urine. Ginjal biasaya membesar disertai infiltrasi interstisil sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis dan pada akhirnya akan menyebabkan atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus.
Manifestasi klinis pada pielonefritis akut seperti :
1) Adanya pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.
2) Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi sekitar 39,5o-40,5o C, menggigil, nausea, nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
3) Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4) Klien biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5) Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
Tanda dan gejala pielonefritis akut ini sering didahului gejala-gejala infeksi saluran kemih bagian bawah yaitu sistitis.
b. Pielonefritis Kronis
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Ketika pielonefrtis berada dalam kondisi kronis, maka akan terjadi fibrosis atau munculnya jaringan parut sehingga mengakibatkan fungsi ginjal menurun dan berakhir pada Gagal Ginjal Akut (GGA).
Manifestasi klinis pada pielonefritis kronis adalah sebagai berikut :
1) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang sfesifik.
2) Adanya keletihan.
3) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
5) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8) Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi. 4. Pathway TERLAMPIR 5. Pemeriksaan a. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan ginjal Inspeksi
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi di daerah ini. Pembesaran itu bisa saja disebabkan karena hidronephrosis atau tumor pada daerah retroperitonium.
Palpasi ginjal dilakukan memakai dua tangan. Tangan kiri dilekatkan di sudut ostovertebra untuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Palpasi ini bertujuan untuk memeriksa adanya masa pada ginjal. Secara patologis, ginjal yang membesar biasanya menonjol ke depan, sedangkan abses perinefritik atau pengumpulan cairan cenderung menonjol ke belakang.
Ginjal transplantasi (Ren transplantation) di fossa iliaka kana atau kiri dapat juga di palpasi. Tanda-tanda yang mungkin muncul saat palpasi ginjal : Terdapat nyeri pada pinggang dan perut, adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar), dahi dan kulit tubuh teraba panas.
Perkusi
Perkusi atau ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut costovertebra. Perkusi pada klien pielonefritis, batu ginjal pada pelvis, dan batu ureter akan memberikan stimulasi nyeri.
2) Pemeriksaan Vesika Urinaria
Pada pemeriksaan kandung kemih, diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas pembedahan di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin tumor ganas kandng kemih atau karena kandung kemih untuk dari suatu retensi urin. Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih dan adanya nyeri tekan pada area suprasimfisis.
Menurut Purnomo (2003), pada inspeksi genitalia eksternal diperhatikan adanya kelainan pada penis dan uretra antara lain: mikropenis, makropenis, hipospodia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretrokutan, ulkus, tumor, dan keganasan penis.
4) Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
b. Pemerikssan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji :
Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan gula dalam urine
Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau bentukan lain di dalam urine. Pada pasien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine), dan hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
2) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan adanya leukositosis
(menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam darah) disertai peningkatan laju endap darah.
3) Tes Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Maka daripada itu, pasien pielonefritis baru akan menunjukkan adanya penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.
4) Kultur Urin
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat penampung urine.
Jika didapatkan kuman di dalam urin, dibiakkan di dalam medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitifitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan. Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya terdapat bakteriuria.
Pemeriksaan Radiologi 1) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Pasien dengan pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya
kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran kemih. 2) Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.
Hasil pemeriksaan PIV pada pasien pielonefritis terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.
3) Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli. Pemeriksaan ini juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
4) Uretrografi
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra, trauma urethra, dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.
5) Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter) dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter ureter yang dimasukkan transurethra.
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
6. Terapi Medis dan Keperawatan a. Terapi Medis
Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih terbagi dua, yaitu antibiotika oral dan parenteral.
1) Antibiotic Oral
Sulfonamide
Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya.
Penicillin
o Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam.
o Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping. Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi masalah resistensi bakteri.
Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap 8 jam.
Cephaloporin
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol.
Quinolon
Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ciprofloxacin ddan ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Nitrofurantoin
Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang. 2) Antibiotika Parenteral.
Amynoglycosida
Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas memilki peranan penting dalam pengobatan infeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang
multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 8 jam.
Penicillin
Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari.
Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg dengan interval pemberian tiap 6-8 jam. b. Terapi Keperawatan
1) Untuk membantu perawatan infeksi saluran kemih bagian atas , berikut beberapa hal yang harus dilakukan :
Minum banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongankandung kemih serta kontaminasi urin.
Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
Banyak istirahat di tempat tidur.
2) Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007 :
Mengkaji riwayat medis, obat-obatan dan alergi.
Mengobservasi dan mendokumentasikan karakteristik urin klien
Mengumpulkan spesimen urin segar untuk proses urinalisis
Memantau input dan output cairan
Mengevaluasi hasi; tes laboratorium (BUN, kreatinin, serum electrolytes)
Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mngikuti prosedur pengobatan. Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan menghabiskan banyak biaya yang bisa membuat pasien berkecil hati.
BAB III A. Kasus
Seorang wanita datang ke RS Alma Ata Royal, 48 tahun dengan berat badan 50 kg dengan keluhan nyeri pada punggung bagian kanan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah dan juga badan yang terasa panas disertai dengan menggigil. Pasien mengaku sering nyeri saat berkemih dan urin keluar dalam jumlah banyak, sering haus, namun pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada suprapubis, tanpa rebound dengan bising usus yang normal. Selain itu juga didapatkan adanya demam yang tinggi sekitar 39,5o -40,5o C, menggigil ,sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar kreatinin meningkat dan leukositosis. Pasien juga mengeluh sering mual dan muntah, tidak nafsu makan, ketika dilakukan pemeriksaan antropometri berat badan pasien mengalami penurunan. Kemudian pasien melakukan pemeriksaan radiologi ditemukan adanya pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal.
Pasien mengatakn nyeri dibagian punggung bagian kanan.
Pasien mengeluh mual dan muntah
Pasien mengeluh badan terasa panas dan menggigil
Pasien mengaku nyeri saat berkemih
Pasien mengaku sakit kepala dan nyeri otot.
Pasien mengatakan urin yang keluar dalam jumlah yang banyak
Pasien mengaku sering haus.
Pasien mengaku sering mual dan muntah
Pasien mengatakan tidak nafsu makan 2) Data Objektif :
Demam tinggi 39,5o-40,5o C
Pasien tampak menggigil
Pasien terlihat lemah
Urin berwarna keruh dan berbau tajam
Berat badan pasien mengalami penurunan sebanyak 4 kg, dari 54 ke 50 kg
Ada unsur darah dalam urin (hematuria)
Kadar hematocrit meningkat
Adanya pembengkakan ginjal atau penampang ginjal.
C. Asuhan Keperawatan 1) Analisa data
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS :
punggung bagian kanan P : Pinggang
Q : Seperti di bakar R : Bagian kanan S : 6
T : Saat menahan kencing
Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
Pasien mengaku nyeri otot DO :
Pasien tampak lemah
Pasien terlihat merintih kesakitan Agen cedera biologis (inflamasi dan infeksi saluran kemih) Nyeri akut DS :
Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
Pasien mengatakan sering berkemih
Pasien mengatakan tidak bisa menahan kencing
DO :
Adanya pembengkakan ginjal atau penampang ginjal.
Urin yang keluar dalam jumlah banyak (70 cc/jam)
Pasien tampak sering berkemih
Ada unsur darah dalam urin (hematuria)
Urin berwarna keruh dan berbau tajam Infeksi Saluran Kemih Gangguan eliminasi urin DO :
Pasien mengeluh badan terasa panas
Pasien mengatakan sering menggigil
Penyakit
DO :
Suhu 39,5 - 40,5 o C
Pasien teraba hangat
Kulit teraba hangat
RR 32x/menit
Nadi 120x/menit
Kadar leukosit tinggi
peradangan/infeksi)
DO :
Pasien mengeluh urin yang keluar banyak saat berkemih
Pasien mengeluh haus DO :
Turgor kulit buruk
Mukosa bibir kering
Kadar hematocrit meningkat
Kehilangan cairan aktif
Resiko kekurangan volume cairan
DS :
Pasien mengatakan sering mual dan muntah
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Pasien mengeluh lemas. DO :
Pasien tampak lemas
Pasien tampak pucat
BB pasien menurun dari 54 kg ke 50 kg
Porsi makan rumah sakit hanya habis ¼ saja.
Factor biologis (mual mutah dan peningkatan asam lambung Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (inflamasi dan infeksi saluran kemih).
b. Gangguan eliminasi urin berhungungan dengan infeksi saluran kemih.
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses peradangan/infeksi).
d. Reiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis (mual muntah, peningkatan asam lambung).
3) NOC
NO Diagnosa Keperawatan NOC
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Indicator A T
Mampu
mengontrol nyeri
Mampu mengenali nyeri 3 2 Menyatakan rasa nyaman setrelah nyeri berkurang 3 1
2. Gangguan eliminasi urin berhungungan dengan infeksi saluran kemih
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pola eliminasi urin pasien kembali optimal dengan kriteria hasil :
Indicator A T
Pola eliminasi membaik
3 2
Tidak nyeri saat berkemih 4 2 Tidak menahan kemih 4 2 3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses peradangan/infeksi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang dengan kriteri hasil : Indicator A T Nadi 4 1 Pernafasan 3 1 Menggigil saat dingin 4 2
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
kehilangan cairan aktif (demam, poliuri)
klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat :
Indicator A T Tidak memiliki konsentrasi urin yang berlebih 4 2 Membrane mukosa lembab 4 1 Keseimbangan cairan 4 2 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis (mual
muntah,peningkatan asam lambung).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Indicator A T
Porsi makan habis 2 4 Penambahan berat
badan
2 4
Asupan makanan 3 4
A. NIC
NO Diagnosa Keperawatan NIC
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Pain Management (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, skala, kualitas, frekuensi nyeri) 2. Kurangi faktor penyebab nyeri (muntah berlebihan, psikologis) 3. Kolaborasi dengan dokter
terkait analgetik untuk mengurangi nyeri
non-farmakologik (reklaksasi, terapi nafas dalam, distraksi)
2. Gangguan eliminasi urin berhungungan dengan infeksi saluran kemih
1. Awasi pemasukan dan
pengeluaran karakteristik urin. 2. Kaji keluhan kandung kemih
penuh.
3. Awasi pemeriksaan
laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
4. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin. (Tingkatkan masukan sari buah berry)
5. Berikan antibiotic (Ciprofloxaxin 500 mg)
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses peradangan/infeksi)
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) ; perhatikan ada tidaknya menggigil atau diaforesis.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
3. Berikan kompres hangat 4. Jelaskan kepada orang tua
bahwa demamadalah tindakan perlindungan dan tidak
berbahaya kecuali demam tinggi (misal > 41,10 C)
5. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
2. Tempatkan pasien pada posisi telentang/tredelenburg sesui kebutuhan
3. Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus
4. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi 5. Berikan cariran IV (contoh,
garam faal)/ volume ekspender (contoh albumin)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis (mual muntah)
Nutrition Management (1100) 1. Instruksikan pasien tentang
kebutuhan nutrisinya
2. Sediakan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
3. Monitor perkembangan berat badan pasien
4. Monitor intake dan output makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diit pasien
BAB IV A. Kesimpulan
Berdasarkan laporan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pielonefritis merupakan bagian dari infeksi saluran kemih bagian atas yang menyerang parenkim ginjal. Penyabab terjadinya pielonefritis yaitu mikroorganisme, E-coli merupakan penyebab tersering terjadinya pielonefritis, disamping itu ada penurunan imunitas, obstruksi saluran kemih, kehamilan dan pasien dengan diabetes.
Klasifikasi pielonefritis dibagi menjadi dua yaitu pielonefritis akut dan kronis. Gejala yang muncul pada pasien dengan pielonefritis yaitu nyeri bagian pinggang akibat adanya infeksi parenkim ginjal, mual dan muntah berhubungan dengan infeksi oleh bakteri, dan demam atau peningkatan suhu tubuh.
B. Saran
Berdasarkan laporan diatas, penulis berharap untuk institusi rumah sakit bisa lebih meningkatkan kualitas
pelayanan rumah sakit agar bisa menurunkan angka infeksi saluran kemih khususnya pielonefritis. Bagi mahasiswa keperawatan agar lebih memahami lebih dalam terkait infeksi saluran kemih, sehingga apa yang dipelajari di institusi keperawatan bisa di implikasikan ketika tejun ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer,Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Edisi 8. Jakarta : EGC 2. Tessy Agus, Ardaya, suwanto. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam :
Infeksi Saluran Kemih Edisi 3. Jakarta : FKUI
3. Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC 4. Gulpa Kaptana, Thomas M Hooton, dkk. 2010. International Clinical
Practice Guidelines for the Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis and Pyelonephritis in Women: A 2010 Update by the Infectious Diseases Society of America and the European Society for Microbiology and Infectious Diseases. Inggris : Oxford University Press
5. Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Medika
6. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto
7. Suciadi, Leonardo Paskah. 2010. Kesehatan Ginjal dan Saluran Kemih. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer
8. Pribakti. 2011. Dasar-dasar Uroginekologi. Jakarta : Sagung Seto 9. Herdman, T Heather. 2014. NANDA International Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
10. Morhead Sue, Marion jhonson, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America : MOSBY
11. Doctherman, Joane McCloskey, Gloria N Bilcheck.2008 Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America : MOSBY
12. PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com