KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
TRIWULAN IV
website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id2014
KAJIAN EKONOMI DAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas;
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional;
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawaiuntuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Istilah
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Istilah
xix
dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Istilah
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantariii
BUKU
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I 2015. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan.
Pekanbaru, 20 Februari 2015 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
Mahdi Muhammad Direktur
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantarduduk di rumah memegang amanah
duduk di tanah memegang petuah
duduk di kampung menjadi payung
duduk di banjar bertunjuk ajar
duduk di ladang tenggang menenggang
duduk di negeri tahukan diri
duduk di dusun ia penyantun
duduk beramai elok perangai
apa tanda Melayu bertuah,
tahu berguru pada yang sudah
tahu berbuat pada yang ada
tahu memandang jauh ke muka
apa tanda Melayu terbilang,
dada lapang pandangan panjang
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALDaftar Isi
iv
HALAMAN
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vii
Daftar Grafik ... ix
Daftar Gambar... xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ... 1
BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL ... 8
1. 2. Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan... 8 9 2.1. Konsumsi ... 10 2.2 Investasi ... 12
2.3 Ekspor dan Impor ... 13
2.3.1. Ekspor ... 2.3.2. Impor ... 13 16 3. PDRB Sektoral ... 17 3.1. Sektor Pertanian ... 19
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian ... 19
3.3. Sektor Industri Pengolahan ... 20
3.4. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 22
3.5. Sektor Konstruksi... 23
Boks 1 Perubahan Tahun Dasar PDB/PDRB Berbasis SNA 2008
Boks 2 Prospek Industri Kelapa Sawit Provinsi Riau
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALDaftar Isi
HALAMAN
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ... 26
1. Kondisi Umum... 26
2. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) 2.1. Inflasi Kota... 2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru... 2.1.2. Inflasi Kota Dumai... 2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan... 2.2. Disagregasi Inflasi... 2.2.1.Inflasi Inti (Core)... 2.2.2. Inflasi Volatile Foods...... 2.2.3. Inflasi Administered Price... 27 31 31 32 33 34 35 36 37 Boks 3. Dampak Penyesuaian Harga BBM, Tarif Tenaga Listrik, dan harga LPG 12 Kg Terhadap Kinerja Perusahaan BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 39 1. Kondisi Umum... 39
2. 41 2.1. Perkembangan Bank Umum ... ... 41
2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor ... 41
2.1.2. Perkembangan Aset ... 41
2.1.3. Kredit ... 42
2.1.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit... 42
2.1.3.2. Konsentrasi Kredit ... 43
2.1.3.3. Penyaluran Kredit UMKM 47 2.1.3.4. Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) 49 2.1.3.5. Risiko Kredit ... 50
2.1.4. Dana Pihak Ketiga . 52 2.1.5. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) 55
2.1.6. Profitabilitas ... 55
2.1.6.1. Spread Bunga . 55 2.1.6.2. Pendapatan dan Beban Bunga ... 56
2.2. Perbankan Syariah ... 58
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALDaftar Isi
vi
HALAMAN
3.Perkembangan Transaksi Pembayaran... 60
3.1. Kondisi Umum ... 62
3.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai... 62
3.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-Outflow).... 62
3.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar .. 63
3.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli . 64 3.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai . 65 3.3.1. Transaksi Kliring . 65 3.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) .. 65
BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH ... 68
1. Kondisi Umum ... 68
2. Realisasi APBD 2013... 69
2.1. Realisasi Pendapatan... 69
2.2. Realisasi Belanja... 70
BAB 5 KESEJAHTERAAN DAERAH... ... 72
1. Kondisi Umum ... 72
2. Kemiskinan... ... 73
2.1. Penduduk Miskin Riau... 73
2.2. Garis Kemiskinan Riau ... 74
2.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau ... 75
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN 77
1. ... 77
2. Perkiraan Inflasi... ... 79
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONALDaftar Isi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Tabel
vii
HALAMAN
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan
Dengan Migas (yoy)
...
10 Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan SisiPenggunaan Dengan Migas(yoy)
...
10 Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non MigasRiau (Ribu Ton)
...
14 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi SektoralDengan Migas (yoy,%)
...
18 Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Sektoral(yoy,%) (yoy,%)
...
19 Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau(dalam Rp Juta)
...
40 Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum diRiau Triwulan IV 2014
...
41 Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau(dalam Rp juta)
...
42 Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau(Rp juta)
...
44 Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit LokasiProyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta)
...
46 Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta)...
47 Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV 2014Menurut Sektor Ekonomi
...
48KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Tabel
Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi
(Rp juta)
...
48Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta)
...
49Tabel 3.10. NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau
...
51Tabel 3.11. NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
...
51Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)
...
52Tabel 3.13. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)
...
53Tabel 3.14. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
...
54Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama PerbankanSyariah di Provinsi Riau (Rp juta)
...
58Tabel 3.16. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta)
...
60Tabel 3.17. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau
...
61Tabel 3.18. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 (dalam Rp miliar)
...
66Tabel 3.19. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV 2014
...
67Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan 2014
...
69Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 dan Triwulan IV 2014 (Rp miliar)
...
70Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 danTriwulan IV 2014 (Rp miliar)
...
71Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2015
...
78Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan I 2015
...
79KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Grafik
ix
HALAMAN
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) .... 9
Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods ... 11
Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna ... 11
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan ... 11
Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ... 11
Grafik 1.6. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau 2011-2014 ... 12
Grafik 1.7. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 2011-2014 Provinsi Riau ... 12
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau ... 13
Grafik 1.9 Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau ... 13
Grafik 1.10.Perkembangan Penjualan Ritel, Indeks Produksi, FAI-Sk Kanan Tiongkok ... 15
Grafik 1.11. Ekspor CPO dan Turunan Riau ... 15
Grafik 1.12. Pulp and Paper Riau ... 15
Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau ... 16
Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ... 16
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Provinsi Riau ... 16
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan ... 16
17 Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau ... 17
Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ... 17
Grafik 1.20. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ... 18
Grafik 1.21. Kontribusi Volume Komponen Impor Triwulan IV 2014 ... 18
Grafik 1.22. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan ... 20
Grafik 1.23. Pertumbuhan Subsektor dalam Sektor Pertanian ... 20
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Grafik
Grafik 1.24. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau ... 21
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi Proyek di Provinsi Riau ... 21
Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia ... 22
Grafik 1.27. Perkembangan KapasitasTerpakai Indutri Pengolahan ... 22
Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global ... 22
Grafik 1.29. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau ... 22
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau ... 23
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit ... 23
Grafik 1.32. Perkembangan Kredit Perdagangan Berdasarkan Lokasi Bank di Riau 23 Grafik 1.33. Konsumsi Semen Riau ... 24
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi Lokasi Proyek Riau ... 24
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) ... 28
Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan KelompokBarang dan Jasa yang di Survey (yoy) ... 28
Gr afik 2.3. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) ... 29
Grafik 2.4. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) ... 30
Grafik 2.5. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei Tw III-2014 di Riau (qtq) 31 Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV (2009-2013) ... 32
Grafik 2.7. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw IV- 2014 ... 32
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw IV (2009-2013) ... 33
Grafik 2.9. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw IV-2014 ... 33
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV-2014 Sumber : BPS, diolah ... 33
Grafik 2.11. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) ... 34
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) ... 35
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Grafik
xi
Grafik 2.14. Perkembangan Harga Emas Dunia ... 35
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) ... 35
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) ... 36
Grafik 2.17. Perkembangan Harga Komoditas Beras dan 37
Grafik 2.18. Perkembangan inflasi Administered Price 38 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau ... 41
Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok ... 41
Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) ... 45
Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) ... 45
Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) ... 45
Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan ... 46
Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan ... 49
Grafik 3.8. Perkembangan NPL Grossdi Provinsi Riau ... 50
Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana ... 54
Grafik 3.10. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau ... 55
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 Bulan ... 56
Grafik 3.12. Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) ... 57
Grafik 3.13. Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) ... 57
Grafik 3.14. Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum di Riau ... 58
Grafik 3.15. KUR menurut Sektor Ekonomi ... 61
Grafik 3.16. KUR menurut Jenis Penggunaan ... 61
Grafik 3.17. Perkembangan Inflow dan Outflow ... 63
Grafik 3.18. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau ... 64
Grafik 3.19. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau . 64 Grafik 3.20. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau ... 65
Grafik 5.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin ... 73
Grafik 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ... 74
Grafik 5.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau ... 75
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Grafik
Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau ... 76 Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan
3 Bulan yang Mendatang ... 78 Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI ... 78 Grafik 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar
xiii
HALAMAN
Gambar 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional dibandingkan dengan Historisnya (yoy)... 27
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Gambar
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikatorxv
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Indeks Harga Konsumen*) :
- Kota Pekanbaru 111.13 111.89 114.51 119.56 - Kota Dumai 111.27 112.62 115.02 119.60 - Kota Tembilahan 116.05 117.61 120.11 124.06
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Kota Pekanbaru 7.38 6.17 5.50 8.53 - Kota Dumai 7.26 6.78 5.88 8.53 - Kota Tembilahan 12.59 10.64 8.91 10.06
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 3.93 2.90 2.67 1.05
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2,988.85 2,833.27 3,075.96 3,162.66 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4,442.86 4,119.36 4,548.42 5,196.40
Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 407.21 351.21 380.77 299.12 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542.25 585.34 602.44 686.66
INDIKATOR
(dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV
Bank Umum Total Aset 73,201,701 82,036,875 86,572,336 85,652,213 DPK 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,143,197 - Giro 12,556,764 16,863,613 14,828,129 13,723,591 - Tabungan 27,363,917 26,936,859 27,586,835 29,478,220 - Deposito 14,545,606 16,994,736 20,968,870 20,941,386
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 67,020,254 72,391,925 71,441,476 74,731,969 LDR - Lokasi Proyek (%) 123.05 119.08 112.71 116.51 Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 - Modal Kerja 14,871,302 15,620,041 15,971,702 16,318,273 - Investasi 15,482,142 16,292,777 16,080,635 16,621,249 - Konsumsi 18,134,236 18,755,434 18,926,530 19,343,915 - LDR (%) 89.02 83.34 80.43 81.51 - NPL (%) 3.32 3.54 3.57 3.46 Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 - Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 - Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 - Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 NPL MKM (%) 5.12 5.82 5.99 5.49 BPR Total Aset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 DPK 748,775 744,336 770,216 809,748 - Tabungan (RpMiliar) 336,569 345,835 352,030 356,075 - Deposito (Rp ) 412,206 398,502 418,186 453,673 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 762,700 782,561 815,127 836,111
Rasio NPL 15.47 15.78 15.56 13.75 LDR 101.86 105.14 105.83 103.26 B. PERBANKAN 2014 2014 A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator C. SISTEM PEMBAYARAN I II III IV 247,524 2,250,641 2,610,379 3,154,898 1,884,781 1,135,202 2,330,869 721,361 2,132,305 3,385,843 4,941,248 3,876,259 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380,769 317,520 196,336 249,464 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 73,538 97,703 90,461 104,120 Volume Transaksi RTGS (lembar) 47,244 48,670 48,509 52,078 Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,226 1,656 1,413 1,578 Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 787 825 758 789 Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 199,841 251,359 189,004 182,239 Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,522 6,931 5,737 5,415 Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 3,331 4,260 3,150 2,988 Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 60 59 60 612014
Inflow Outflow
Posisi Kas Gabungan
INDIKATOR
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif1
I. GAMBARAN UMUM
Kinerja ekonomi Riau pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2014 mencapai 2,62% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 2,49% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara triwulanan pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 2,67% (yoy) menjadi 1,05% (yoy).
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan EksekutifPertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian. Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi mengalami perlambatan. Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dari sisi penggunaan, peningkatan ekonomi utamanya disebabkan oleh masih kuatnya perekonomian domestik yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan investasi masih tercatat positif meskipun cenderung mengalami perlambatan. Dari sisi eksternal, membaiknya kinerja ekspor dan menurunnya impor memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.
II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dari sisi penggunaan ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan III 2014, yakni dari 7,11% (yoy) menjadi 8,59% (yoy). Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami perlambatan, sementara perkembangan konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 3,25% (yoy). Dari sisi eksternal, perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan yaitu dari kontraksi sebesar 5,65% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,93% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada perkembangan impor yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 37,94% (yoy) dari tumbuh sebesar 0,99% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Dari sisi sektoral, kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014
secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang
menggembirakan. Hal ini tercermin dari penurunan kinerja sektor utama dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan, sementara itu perlambatan terjadi pada sektor industri pengolahan, dan sektor
Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan VI 2014 kembali mengalami perlambatan. Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan IV 2014 masih berasal dari konsumsi. Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor pertambangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh melambatnya sektor industri pengolahan dan kontraksi yang lebih dalam pada sektor
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif3 perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, dan sektor konstruksi. Sementara. Meningkatnya kinerja sektor pertanian menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan.
III. ASSESMEN INFLASI
Inflasi Riau pada triwulan IV 2014 (yoy) tercatat sebesar 8,65%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,81%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari 4,53% pada triwulan III 2014 menjadi 8,36% pada triwulan IV 2014. Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya sejak 2009-2013, inflasi Riau pada triwulan IV 2014 masih tercatat lebih rendah. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan IV 2014 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau disebabkan oleh tekanan dari kelompok administered price. Faktor yang menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok administered price,
antara lain kenaikan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada November 2014. Kenaikan tarif dasar listrik (TTL) yang terjadi pada November 2014 dan penyesuaian harga LPG pada September 2014 lalu juga memberi tekanan terhadap inflasi kelompok administered price.
Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tembilahan yaitu mencapai 10,06% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masing-masing-masing berada pada level yang sama yaitu 8,53% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sumber peningkatan inflasi Riau pada triwulan IV 2014 berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, berasal dari peningkatan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transportasi, dan kelompok makanan jadi Faktor utama penyebab meningkatnya inflasi Riau pada triwulan IV 2014 didominasi oleh kenaikan BBM bersubsidi. Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 8,53% (yoy), Kota Dumai sebesar 8,53% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 10,06% (yoy).
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan EksekutifIV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan
Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp86,81 triliun atau meningkat dari 7,27% (yoy) menjadi 11,43% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,22% (yoy) menjadi 7,31% (yoy), atau secara nominal mencapai Rp53,12 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di provinsi Riau pada triwulan IV tercatat tumbuh sebesar 15,52% (yoy) menjadi Rp64,14 triliun, meningkat jika dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 11,44 % (yoy).
Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dari 80,43% pada triwulan III 2014 menjadi 81,78%. NPLs kredit bank umum pada periode pelaporan menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,57% menjadi 3,23%.
Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,03 triliun pada triwulan IV 2014, jumlah ini tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 13,51% (yoy) menjadi 13,73%(yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau tercatat stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 38,32%. NPL tertinggi pada Kredit UMKM berada pada sektor konstruksi yaitu sebesar 8,53% yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 6,46% dan sektor jasa-jasa sebesar 5,69%.
Kinerja perbankan syariah pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset dan dana masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 aset perbankan syariah terkontraksi sebesar 4,34% (yoy) sehingga menjadi
Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh meningkat dibandingk an triwulan sebelumnya Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan kredit Intermediasi perbankan mengalami peningkatan disertai dengan meningkatnya kualitas kredit
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif5 Rp 4,89 triliun. Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,63%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,85%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang lalu, tercatat beroperasi 13 bank syariah di lingkup wilayah Provinsi Riau yaitu11 bank umum dan 2 BPR.
Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat tumbuh meningkat dari 4,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,84% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh adanya peningkatan pada pertumbuhan dana yang dihimpun yaitu dari 9,66% (yoy) menjadi 12,26% (yoy). DPK yang dihimpun BPR/S pada triwulan IV 2014 mencapai Rp809,75 miliar. Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp836,11 miliar atau tumbuh 11,35% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,68% (yoy).
Keuangan Daerah
Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga akhir tahun 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mencapai 106,39% atau sebesar Rp7,87 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah yaitu sebesar Rp5,54 triliun atau sekitar 62,59% dari total anggaran yang dialokasikan.
V. PROSPEK
Perekonomian Daerah
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2015 secara umum diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan IV 2014. Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 1,5-2,1% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan
Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan IV 2014 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutifkinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan I 2015.
Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun diperkirakan tumbuh melambat. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang cenderung melambat berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia. Konsumsi pemerintah diperkirakan masih akan mengalami kontraksi, terkait dengan realisasi anggaran yang masih minim di awal tahun, sementara investasi diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan belum membaik sejalan dengan penurunan harga komoditas global yang didorong oleh penurunan harga minyak dunia dan masih terbatasnya perbaikan perekonomian global.
Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan pada triwulan I 2015 terkait dengan tingkat curah hujan yang mulai menurun pada bulan Februari-Maret 2015. Di sisi lain, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan meningkatnya pasokan bahan baku yang tercermin dari peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan IV 2014. Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa
pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia serta peningkatan harga komoditas internasional yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau.
Prospek perekonomian Riau pada triwulan I 2015 diperkirakan relatif meningkat yakni berada pada kisaran 1,5%-2,1% (yoy).
GE
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif7
Inflasi
Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 6,5-7,5% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar (0,50)-0,05% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan I 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi
administered price dan inflasi volatile food. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan akibat belum meredanya dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi, terutama pada tarif angkutan. Meskipun demikian, adanya penurunan harga solar sebesar Rp200 yang mulai diberlakukan sejak pertengahan Februari 2015 diperkirakan akan menahan laju peningkatan inflasi pada kelompok ini. Peningkatan inflasi volatile food
diperkirakan bersumber dari rencana kenaikan harga beras di daerah Jawa sebesar 30% pada akhir Februari. Selain itu, adanya rencana kenaikan HPP (harga pokok produksi) beras diperkirakan juga akan berkontribusi terhadap peningkatan inflasi Riau.
Namun terdapat,beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barang-barang impor, dan (iii) rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik.
Proyeksi inflasi pada triwulan I-20145 diperkirakan mencapai 6,5%-7,5% (yoy)
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional1.
KONDISI UMUM
Kinerja ekonomi Riau pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2014 mencapai 2,62% (yoy)1, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 2,49% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara triwulanan pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 2,67% (yoy) menjadi 1,05% (yoy).
1Angka pertumbuhan berdasarkan ADHK 2010. Penjelasan terkait perubahan tahun
dasar perhitungan PDRB terdapat pada box 1 buku kajian ini.
Bab 1
KONDISI EKONOMI
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional9 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)
Sumber: BPS
Peningkatan ekonomi Riau pada tahun 2014 utamanya disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan sektor konstruksi. Sementara sektor industri pengolahan tercatat mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam pada tahun 2014. Perkembangan perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tidak jauh berbeda dengan perkembangan total tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian. Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi mengalami perlambatan. Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dari sisi penggunaan, peningkatan ekonomi utamanya disebabkan oleh masih kuatnya perekonomian domestik yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi yang relatif menurun hingga awal triwulan IV 2014 diperkirakan mendorong perbaikan daya beli masyarakat Provinsi Riau. Sementara pertumbuhan investasi masih tercatat positif meskipun cenderung mengalami perlambatan. Kondisi ini disebabkan oleh perilaku investor yang bersifat
wait and see untuk melakukan investasi di tahun politik ini. Dari sisi eksternal, membaiknya kinerja ekspor dan menurunnya impor memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau.
2.
PDRB SISI PENGGUNAAN
Pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2014 dan triwulan IV 2014 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Meningkatnya pertumbuhan
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regionalkonsumsi disebabkan karena masih kuatnya optimisme konsumen. Kondisi ini sejalan dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014, sehingga mampu mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, membaiknya ekspor juga menjadi faktor yang menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Riau pada tahun 2014.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Tahun 2014 Sisi Penggunaan (yoy)
2.1. Konsumsi
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tercatat meningkat dibandingkan triwulan III 2014, yakni dari 7,11% (yoy) menjadi 8,59% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh tingkat keyakinan konsumen yang masih bergerak di level optimis, meskipun cenderung mengalami penurunan pada akhir tahun yang disebabkan oleh faktor kenaikan harga BBM
Kategori 2010 2011 2012 2013 2014* Sumber Pertumbuhan (%) Konsumsi RT 4,58 7,54 6,74 6,76 7,23 2,04 Konsumsi LNPRT (1,12) 5,96 6,29 8,09 15,53 0,06 Konsumsi Pemerintah 0,11 4,99 0,79 8,75 (3,58) (0,13) PMTB 4,52 15,93 9,65 5,40 1,62 0,39 Perubahan Inventori (4,67) 97,42 (16,94) (6,98) (3,99) (0,17)
Ekspor Luar Negeri (33,00) 7,80 38,21 (10,46) 2,92 1,16
Impor Luar Negeri 22,74 43,66 13,61 (6,30) (13,01) (0,61)
PDRB 4,94 5,57 3,76 2,49 2,62 2,62
Sumber: BPS, diolah Ket: *) Data sangat sementara
Kategori Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Konsumsi RT 6,46 6,72 7,11 8,59 Konsumsi LNPRT 19,81 20,10 12,88 10,22 Konsumsi Pemerintah (1,68) (3,24) (5,91) (3,25) PMTB 2,57 2,36 1,09 0,52 Perubahan Inventori 23,13 (13,56) 36,89 3,83
Ekspor Luar Negeri 45,11 41,89 (5,65) (37,93)
Impor Luar Negeri 3,60 (10,22) 0,99 (37,94)
PDRB 3,93 2,90 2,67 1,05
Sumber: BPS, diolah Ket: *) Data sangat sementara
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional11
bersubsidi. Kondisi ini diperkirakan juga didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat karena faktor libur akhir tahun dan libur sekolah serta perayaan natal dan tahun baru.
Selain itu, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit multiguna, dan kredit durable goods. Peningkatan pada kredit multiguna dan
durable goods diperkirakan sebagai dampak dari faktor musim liburan menyambut akhir tahun. Namun demikian, kontraksi pertumbuhan penyaluran kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga. Penurunan ini diperkirakan merupakan dampak dari kebijakan Loan to Value (LTV) dan kenaikan suku bunga perbankan.
Secara tahunan, perkembangan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau juga tercatat mengalami peningkatan. Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan merupakan dampak dari tingkat inflasi yang cenderung turun hingga awal triwulan IV 2014. Kondisi ini tentunya mempengaruhi daya beli masyarakat. Meskipun
Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods
Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.5. Perkembangan Kredit
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regionaldemikian, penurunan harga komoditas ekspor utama Riau sejak pertengahan tahun 2014 diperkirakan menjadi penghambat laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga untuk tumbuh lebih tinggi lagi.
Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami perlambatan. Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 3,25% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)2 yang mengalami penundaan di awal tahun dan terdapat perubahan nomenklatur pemerintahan sehingga total realisasi pada akhir tahun mengalami penurunan yang siginifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari masih rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah pada akhir tahun 2014.
2.2. Investasi (PMTB)
Secara tahunan, perkembangan investasi di Provinsi Riau pada tahun 2014 melambat dibandingkan tahun 2013, yaitu dari 5,40% (yoy) menjadi 1,62% (yoy). Perlambatan ini diduga akibat perilaku investor yang cenderung menunda investasi atau wait and see akibat penurunan harga komoditas global, terutama komoditas ekspor utama Riau. Selain itu, terlaksananya pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2014 diperkirakan juga mempengaruhi perilaku investor dalam melakukan investasi.
2 Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 buku kajian ini
Grafik 1.6. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau 2011-2014
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 1.7. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 2011-2014 Provinsi Riau
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
86,2 76,63 84,17 62,59 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2011 2012 2013 2014
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional13
Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan IV 2014 juga masih mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,09% (yoy) menjadi 0,52% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena masih terbatasnya perbaikan perekonomian global dan rendahnya harga komoditas global sehingga investasi pelaku usaha relatif terbatas. Perlambatan investasi di sektor migas diduga juga menjadi pemicu perlambatan ivestasi secara total. Melambatnya investasi di sektor migas diperkirakan karena sektor ini menjadi semakin kurang prospektif terkait minimnya penemuan sumur minyak baru yang produktif. Berdasarkan liaison3 Bank Indonesia sebagian besar pelaku usaha hanya melakukan investasi rutin untuk
maintenance dalam rangka menjaga kualitas produksi. Namun demikian, pertumbuhan PMA dan PMDN di Provinsi Riau cenderung mengalami peningkatan.
2.3.
Ekspor dan Impor
2.3.1.
Ekspor
Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan yaitu dari kontraksi sebesar 5,65% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,93% (yoy). Meskipun demikian, perkembangan ekspor luar negeri Riau masih mengalami peningkatan di tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 yang lalu. Perlambatan ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan berasal dari perlambatan ekspor migas dan ekspor non migas. Kinerja ekspor migas Riau diperkirakan juga mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan ekspor luar negeri non migas Riau pada triwulan laporan
3Survei liaison Bank Indonesia kepada beberapa pelaku usaha di sektor utama Riau Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA
dan PMDN di Provinsi Riau
Grafik 1.9. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
-100 -50 0 50 100 150 200 250 300 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00
I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 y oy ,% R p T ri li un
Nilai PMA Nilai PMDN Nilai (kiri) g. Nilai (RHS)
-20 0 20 40 60 80 100 120 -20 40 60 80 100 120 140
I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014
yoy
,%
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regionaldiperkirakan akibat masih belum pulihnya permintaan negara tujuan ekspor utama Provinsi Riau, seperti Tiongkok dan Jepang.
Berdasarkan komoditasnya, penurunan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh penurunan ekspor batubara, karet, pulp dan kertas. Penurunan ekspor batubara disebabkan oleh pelaku usaha belum mendapatkan izin ekspor. Pada triwulan IV 2014, Provinsi Riau tidak mencatatkan ekspor batubara. Berdasarkan informasi contact liaison, penurunan kinerja ekspor batubara diperkirakan masih akan berlanjut hingga triwulan I 2015.
Sementara itu, penurunan ekspor karet disebabkan oleh masih berlanjutnya penurunan harga karet internasional. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia yang mempengaruhi harga karet olahan (karet sintetis), dalam hal ini merupakan komoditas substitusi dari karet olahan Riau. Selain itu, kondisi permintaan dari negara tujuan ekspor utama juga belum mengalami perbaikan, dalam hal ini yaitu Tiongkok. Hal ini juga tercermin dari pelemahan indeks produksi Tiongkok pada November 2014. Munculnya eksportir karet baru dari beberapa negara Indochina seperti Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar serta kondisi perkebunan karet Riau yang rata-rata telah memasuki usia tua juga mempengaruhi pernurunan kinerja ekspor karet lokal.
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional15 Grafik 1.10. Perkembangan Penjualan Ritel, Indeks Produksi, FAI-Sk Kanan Tiongkok
Sumber: RED Bank Indonesia, Januari 2015
Perkembangan ekspor pulp dan kertas pada triwulan IV 2014 tercatat mengalami penurunan, meskipun cenderung mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, penurunan ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan produksi akibat terbatasnya bahan baku produksi. Selain itu, kondisi supply pulp dunia cenderung mengalami peningkatan, sehingga juga berpengaruh terhadap permintaan ekspor
pulp lokal.
Di sisi lain, kinerja ekspor komoditas unggulan Riau yaitu CPO dan turunannya mengalami peningkatan pada triwulan IV 2014. Kondisi ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan ekspor CPO. Penurunan harga komoditas diperkirakan tidak berpengaruh terhadap kinerja ekspor CPO Riau.
Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor
Pulp and Paper Riau Penjualan Ritel
Indeks Produksi
Fixed Asset Investment (FAI) Sk. Kanan (100,0) (50,0) -50,0 100,0 150,0 200,0 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 200620072008200920102011201220132014 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
(100,0) (50,0) -50,0 100,0 150,0 200,0 -100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 800,0 900,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 % ri b u t o n
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro RegionalGrafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau
Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau
Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau secara umum mengalami perlambatan. Kondisi ini utamanya didorong oleh penurunan volume ekspor ke Tiongkok dan ASEAN. Pada triwulan IV 2014, volume ekspor ke Tiongkok, dan ASEAN masing-masing tercatat sebesar 942 ribu ton dan 518 ribu ton, atau tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,02% (yoy) dan 43,73% (yoy). Sementara ekspor ke MEE dan India masih mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Provinsi Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
2.3.2.
Impor
Perkembangan impor Riau pada triwulan IV 2014 menunjukkan penurunan yang siginifikan yakni dari tumbuh 0,99% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,94% (yoy). Secara tahunan, total impor Riau pada tahun 2014 juga tercatat mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013, yaitu dari kontraksi dari sebesar 6,30% (yoy) menjadi kontraksi sebesar 13,01% (yoy). Sumber penurunan
(200,0) (100,0) -100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 -200,0 400,0 600,0 800,0 1.000,0 1.200,0 1.400,0 1.600,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
(500,0) -500,0 1.000,0 1.500,0 2.000,0 2.500,0 -1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 200620072008200920102011201220132014 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
500.000,00 600.000,00 700.000,00 800.000,00 900.000,00 1.000.000,00 1.100.000,00 1.200.000,00 1.300.000,00 1.400.000,00 1.500.000,00 400.000,00 600.000,00 800.000,00 1.000.000,00 1.200.000,00 1.400.000,00 1.600.000,00 1.800.000,00 2.000.000,00 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2012 2013 2014 R ib u U SD R ibu U SD
Total Ekspor (LHS) Ekspor Non Migas (LHS) Ekspor Migas (RHS) 786 762 1.078 1.034 678 759 766 1.024 967 780 869 942 511 481 787 675 835 818 635 920 598 538 651 990 783 733 842 922 851 662 814 920 691 651 547 518 734 563 600 901 644 585 658 609 573 432 589 759 1.343 1.257 1.433 1.457 1.830 1.657 1.558 1.667 1.525 1.710 2.610 1.988 -1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000
I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 Lainnya MEE ASEAN India Cina 1.667
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional17
impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan merupakan penurunan impor migas. Sementara kinerja impor non migas Riau pada triwulan laporan mengalami perlambatan, yang didorong oleh perlambatan komponen impor barang intermedier.
Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Impor Migas Provinsi Riau
Sumber: BPS
Pada triwulan IV 2014, impor barang intermedier Riau tercatat tumbuh sebesar 2,36% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat tumbuh sebesar 49,29% (yoy). Komposisi impor barang intermedier sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun pangsa kedua komponen impor tersebut tidak begitu besar, namun peningkatan impor kedua komponen tersebut diperkirakan menjadi penahan laju perlambatan pertumbuhan impor non migas pada triwulan laporan.
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau
Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi (200) (100) -100 200 300 400 500 600 700 800 -20 40 60 80 100 120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 2014 r ib u T o n
Barang Modal(lhs) yoy (rhs)
(100) (50) -50 100 150 200 250 300 350 -10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
I II III IVI II III IVI II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2009 2010 2011 2012 2013 2014 ri b u T o n
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro RegionalGrafik 1.20. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier
Grafik 1.21. Kontribusi Volume Komponen Impor Triwulan IV 2014
3.
PDRB SEKTORAL
Kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan sektor utama yang tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, dan sektor konstruksi. Sementara sektor pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja sektor pertanian menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) (100) (50) -50 100 150 -100 200 300 400 500 600 700 800 900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 2014 r ib u T o n
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional19 Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Sektoral (yoy,%)
3.1. Sektor Pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari 4,5% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Peningkatan sektor ini juga terjadi secara tahunan, yaitu sebesar 4,40% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 6,34% (yoy) pada tahun 2014. Peningkatan bersumber dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan hasil tanaman perkebunan tercatat sebesar 8,48% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,63% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena faktor curah hujan yang cukup dan mendukung produktivitas pada triwulan laporan. Selain itu, survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengkonfirmasi indikasi peningkatan pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan yaitu dari 0,81% pada triwulan sebelumnya menjadi 1,63% pada triwulan laporan.
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro RegionalGrafik 1.22. Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan
Grafik 1.23. Pertumbuhan Subsektor dalam Sektor Pertanian
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sumber : BPS Riau, data sementara
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor pertambangan Riau selama tahun 2014 tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,47% (yoy), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,44% (yoy). Sementara, kontraksi sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 6,4% (yoy), juga menurun dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,4% (yoy). Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor migas. Kondisi ini disebabkan karena kinerja lifting
minyak bumi di Riau yang semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua dan minimnya penemuan sumur baru yang produktif di Provinsi Riau.
Selain itu, kontraksi pada sektor pertambangan di triwulan laporan juga dipengaruhi oleh kinerja pertambangan batubara di Provinsi Riau yang cenderung menurun akibat terkendalanya izin usaha. Pada triwulan IV 2014 tidak terdapat ekspor batubara dari Provinsi Riau. Penurunan kinerja batubara diperkirakan masih akan berlangsung hingga triwulan I 2015. Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian juga dikonfirmasi oleh perkembangan penyaluran kredit kepada sektor ini yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 10,48% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek ke sektor pertambangan dan penggalian telah terjadi sejak akhir tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan sektor ini semakin tidak prospektif bagi investor dan pelaku usaha.
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 2014 %
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional21 Grafik 1.24. Perkembangan Volume
Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau
Sumber : http://lifting.migas.esdm.go.id
Grafik 1.25. Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi Proyek
di Provinsi Riau
3.3. Sektor Industri Pengolahan
Pertumbuhan sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan IV 2014 tercatat melambat signifikan dibandingkan triwulan III 2014 yaitu dari 6,8% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2014 juga melambat dibandingkan tahun 2013, yaitu dari 6,95% (yoy) menjadi 5,63% (yoy). Penurunan diperkirakan terjadi pada industri pengolahan migas, sementara industri pengolahan non migas diperkirakan melambat. Penurunan pada industri pengolahan migas disebabkan oleh lifting minyak bumi yang semakin menurun. Di sisi lain, perlambatan industri pengolahan non migas diperkirakan karena penurunan harga komoditas global seperti CPO dan karet serta kondisi permintaan negara tujuan ekspor yang belum membaik sehingga pelaku usaha masih menahan produksi. Sementara produk industri pengolahan lainnya seperti pulp dan kertas juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan karena terkendala oleh ketersediaan bahan baku.
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro RegionalMelambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh penurunan kapasitas terpakai sektor industri pengolahan hasil SKDU yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Meskipun demikian, perkembangan sektor industri pengolahan ke depannya, terutama industri kelapa sawit diperkirakan akan semakin prospektif seiring dengan semakin meningkatnya konsumsi CPO dunia pada grafik 1.25. Sementara perkembangan produk turunan CPO diperkirakan juga mengalami peningkatan, tercermin dari masih dominannya ekspor produk turunan CPO hingga triwulan laporan.
Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia
Sumber : Sumber: USDA
Grafik 1.27. Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Grafik 1.28. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global
Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau
Grafik 1.29. Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau
-10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 2010 2011 2012 2013 2014 Other Singapore Russia Iran Colombia Egypt Bangladesh United States Nigeria Thailand Pakistan Malaysia Europa Union China India Indonesia
-200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2011 2012 2013 2014 U S D / M T R p /K g
TBS Domestik (lh) CPO Dunia (rhs)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2011 2012 2013 2014 Jut a T on
GE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional23
3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
Dalam perhitungan PDRB dengan tahun dasar 2010, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dibagi menjadi 2 (dua) sektor besar yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor cukup besar terhadap perekonomian Provinsi Riau pada tahun 2014, yaitu mencapai 0,21%. Perkembangan sektor perdagangan besar, eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan laporan tercatat melambat yaitu dari 1,4% (yoy) menjadi 0,2% (yoy). Perlambatan ini diperkirakan karena tingginya inflasi di akhir tahun akibat kenaikan BBM bersubsidi.
Grafik.1.30. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan
Tembakau di Riau
Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi
Grafik.1.31. Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit
Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi