LAPORAN
INVENTARISASI DAN PEMETAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
DI DALAM DAN LUAR KAWASAN
PT. SEMEN INDONESIA (Persero) Tbk.
TUBAN – JAWA TIMUR
© PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Laporan Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.Periode Tahun 2017 ini diterbitkan atas dasar prakarsa dari pihak PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia, atas kerjasama antara PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Informasi yang terkandung dalam dokumen ini dapat diperbanyak secara keseluruhan maupun sebagian untuk kepentingan ilmiah dan tidak untuk diperjual-belikan. Memperbanyak dokumen ini untuk kepentingan selain diatas harus mendapatkan ijin tertulis dari PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
KATA PENGANTAR
Laporan Studi Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. ini memuat kajian tentang keberadaan dan kondisi eksisting komunitas biota terestrial dan akuatik di sekitar area PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada periode tahun 2017 (Maret 2017).
Kegiatan pemantauan ini sendiri sepenuhnya ditujukan untuk mengetahui keanekaragaman hayati di sekitar area PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Obyek studi adalah biota terestrial dan akuatik, dengan parameter kajian adalah keanekaragaman dan kelimpahan jenis biota. Harapan penyusun, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan memenuhi fungsinya sebagai salah satu alat untuk melaksanakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Surabaya, April 2017
DAFTAR ISI
Hal.
Kata pengantar iii
Daftar isi iv
Daftar tabel v
Daftar gambar vi
Daftar persamaan viii
Daftar lampiran ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Tujuan dan Manfaat 1.4 Ruang Lingkup Studi
1.5 Konsep dan Sistematika Penyajian
1 2 3 4 4 BAB II METODOLOGI STUDI
2.1 Lokasi dan Waktu Studi 2.2 Pengamatan Flora Darat
2.2.1 Pengambilan Data 2.2.2 Analisis Data 2.3 Pengamatan Fauna Darat
2.3.1 Pengambilan Data 2.3.2 Analisis Data 6 7 7 11 13 13 16 BAB III KONDISI KEANEKARAGAMAN HAYATI
3.1 Komunitas Flora 3.1.1 Flora Mangrove
3.1.2 Flora Darat Bukan Mangrove 3.2 Komunitas Fauna
3.2.1 Komunitas Burung (Aviafauna) 3.2.2 Komunitas Fauna Bukan Burung
18 18 26 49 50 68 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
4.2 Saran dan Rekomendasi
82 86
Daftar Pustaka 90
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel 2.1 Posisi Geografis Lokasi Pengamatan Flora dan Fauna PT. Semen
Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban – Jawa Timur pada Maret 2017
7 Tabel 2.2 Kategori Tingkat Keanekaragaman berdasarkan Nilai Indeks
Diversitas Shannon-Wiener (H’)
16 Tabel 3.1 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Mangrove di Pesisir Desa Socorejo
dan Jenu, Tuban pada Maret 2017
23
Tabel 3.2 Komposisi dan Sebaran Jenis Mangrove di Lokasi Studi 25
Tabel 3.3 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Flora Darat di Lokasi Studi pada Maret 2017
28 Tabel 3.4 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Burung (Aviafauna) pada Maret
2017
51 Tabel 3.5 Frekuensi Perjumpaan dengan Jenis Burung Tertentu pada Juni 2016
dan Maret 2017
64 Tabel 3.6 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Fauna Bukan Burung di Dalam dan
Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada Maret 2017
69 Tabel 4.1 Jenis Mangrove yang Direkomendasikan untuk Ditanam di Socorejo 87 Tabel 4.2 Jenis Tumbuhan Bawah yang Direkomendasikan untuk Ditanam di
Lokasi Studi
88 Tabel 4.3 Jenis Pohon Buah Langka yang Direkomendasikan untuk Ditanam di
Lokasi Studi
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 2.1 Peta lokasi pengamatan flora dan fauna di dalam dan luar kawasan
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban pada Maret 2017
8 Gambar 2.2 Pengukuran dan pencatatan data diameter tegakan tanaman untuk
analisis vegetasi non-mangrove
9 Gambar 2.3 Pengukuran dan pencatatan data diameter tegakan mangrove saat
analisis vegetasi di mangrove center Jenu
10 Gambar 2.4 Pengamatan aviafauna menggunakan teropong binokuler di area
Lantai (foto atas) dan menggunakan teropong monokuler di area View Point (foto bawah)
15
Gambar 3.1 Tipikal kondisi mangrove di pesisir Desa Socorejo; sebagian besar mangrove tumbuh di sekitar sungai dan muara
20 Gambar 3.2 Tipikal kondisi mangrove di pesisir mangrove center Desa Jenu 22
Gambar 3.3 Tipikal kondisi hutan pantai di pesisir Desa Socorejo 27
Gambar 3.4 Tipikal kondisi vegetasi di area Lantai hasil penanaman tahun 2016 pada Maret 2017
35 Gambar 3.5 Tipikal kondisi vegetasi di area Lantai hasil penanaman tahun
2014 pada Maret 2017
36 Gambar 3.6 Area revegetasi Lantai pada Maret 2017 dilihat dari titik pantau 37
Gambar 3.7 Area pengamatan Hutan Pabrik pada Maret 2017 38
Gambar 3.8 Area pengamatan Glory Hall pada Maret 2017 40
Gambar 3.9 Area pengamatan Green Belt pada Maret 2017 41
Gambar 3.10 Area sekitar Green Belt pada Maret 2017 yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai lahan bercocok tanam tadah hujan
42
Gambar 3.11 Area View Point pada Maret 2017 43
Gambar 3.12 Pohon-pohon peneduh yang ditanam di sepanjang tepi jalan akses dan seputar area tanam tanaman buah di View Point pada Maret 2017
44
Gambar 3.13 Tipikal kondisi vegetasi di area Green Belt Timur pada Maret 2017
45 Gambar 3.14 Tipikal kondisi vegetasi di area Tlogowaru pada Maret 2017 46 Gambar 3.15 Grafik jumlah jenis tiap bentuk pertumbuhan tanaman pada setiap
lokasi pada Maret 2017 di lokasi studi
47 Gambar 3.16 Grafik nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) komunitas
flora untuk tiap bentuk pertumbuhan tanaman pada setiap lokasi pada Maret 2017 di lokasi studi
49
Hal. luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret
2017. OT families: famili-famili lain yang hanya diwakili oleh satu jenis saja (1.786%)
Gambar 3.19 Jumlah jenis dan kelimpahan jenis burung pada setiap lokasi pengamatan di lokasi studi pada Juni 2016 dan Maret 2017.
60 Gambar 3.20 Nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) komunitas burung
pada setiap lokasi pengamatan di lokasi studi pada Juni 2016 dan Maret 2017
61
Gambar 3.21 Perbandingan total jumlah jenis burung, jumlah jenis burung dilindungi, jumlah jenis burung migran dan jumlah jenis burung endemik antara Juni 2016 dan Maret 2017 di lokasi studi
62
Gambar 3.22 Beberapa jenis burung (aviafauna) dilindungi secara nasional maupun internasional yang dapat dijumpai di luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
63
Gambar 3.23 Beberapa jenis burung (aviafauna) yang dapat dijumpai di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
67
Gambar 3.24 Proporsi jumlah spesies fauna bukan burung berdasarkan taksa utama di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
74
Gambar 3.25 Proporsi jumlah spesies fauna berdasarkan taksa utama di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
74
Gambar 3.26 Proporsi jumlah spesies fauna bukan burung berdasarkan taksa utama pada setiap lokasi pengamatan di area kerja PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
75
Gambar 3.27 Beberapa jenis capung (Odonata) yang dapat dijumpai di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
77
Gambar 3.28 Beberapa jenis kupu-kupu (Lepidoptera) yang dapat dijumpai di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
78
Gambar 3.29 Beberapa jenis reptil yang dapat dijumpai di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
79 Gambar 3.30 Beberapa jenis Gastropoda yang dapat dijumpai di dalam dan luar
kawasan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. pada Maret 2017
79 Gambar 3.31 Jumlah jenis dan kelimpahan jenis fauna bukan burung pada setiap
lokasi pengamatan di lokasi studi pada Juni 2016 dan Maret 2017
80 Gambar 3.32 Nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) komunitas burung
pada setiap lokasi pengamatan di lokasi studi pada Juni 2016 dan Maret 2017
DAFTAR PERSAMAAN
Hal. Persamaan 2.1 Persamaan untuk kerapatan absolut dan kerapatan relatif 11 Persamaan 2.2 Persamaan untuk frekuensi absolut dan frekuensi relatif 12 Persamaan 2.3 Persamaan untuk penutupan absolut dan penutupan relatif 12
Persamaan 2.4 Persamaan untuk penentuan nilai Basal Area 13
Persamaan 2.5 Persamaan untuk penentuan Indeks Nilai Penting 13
Persamaan 2.6 Persamaan penentuan nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’)
16 Persamaan 2.7 Persamaan penentuan nilai Indeks Dominansi Simpson (D) 16 Persamaan 2.8 Persamaan penentuan nilai Indeks Kemerataan Jenis Pielou (J) 17
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1 Dokumentasi Jenis-jenis Lepidoptera di Lokasi Studi 92
Lampiran 2 Dokumentasi Jenis-jenis Odonata di Lokasi Studi 96
Lampiran 3 Dokumentasi Jenis-jenis Serangga (Non Lepidoptera dan Odonata) di Lokasi Studi
97 Lampiran 4 Dokumentasi Jenis-jenis Aviafauna Dilindungi di Lokasi Studi 98
Lampiran 5 Dokumentasi Jenis-jenis Aviafauna di Lokasi Studi 99
Lampiran 6 Dokumentasi Jenis-jenis Vertebrata (Non Aviafauna) di Lokasi Studi
I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, mutu lingkungan harus dijaga agar tidak mengalami penurunan kualitas yang berdampak negatif baik untuk masa sekarang maupun mendatang. Dengan kata lain, pembangunan harus berdasar pada prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Aspek biologi dapat menjadi salah satu parameter penting yang digunakan dalam mengetahui maupun memantau dampak kegiatan terhadap lingkungan. Dalam manajemen pemantauan biologi, biodiversitas atau keanekaragaman hayati menjadi salah satu variabel obyek pengamatan utama.
Menurut Undang-undang Nomor 05 Tahun 1994, keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya; serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies maupun antara spesies dengan ekosistem.
Biodiversitas memiliki beragam manfaat berkaitan dengan faktor hak hidup biodiversitas, faktor etika dan agama, serta faktor estetika bagi manusia. Nilai jasa biodiversitas adalah sebagai pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air; penjaga kesuburan tanah, lingkungan laut melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan; pencegah erosi, abrasi dan pengendali iklim mikro. Manfaat biodiversitas lainnya adalah nilai warisan yang berkaitan dengan keinginan menjaga kelestarian biodiversitas untuk generasi mendatang. Biodiversitas merupakan nilai pilihan dan menjadi penting di masa depan. Manfaat langsung biodiversitas adalah nilai konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Nilai produktifnya berkaitan dengan perdagangan lokal, nasional maupun internasional.
Konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan biodiversitas tidak hanya penting untuk melindungi spesies dan habitat, menghindari kepunahan dan melestarikan warisan global
Biodiversitas dengan ekosistem sehat menyediakan barang dan jasa untuk kesejahteraan manusia. Barang dan jasa yang berasal dari konservasi biodiversitas dapat menyediakan kebutuhan dasar berupa makanan, air bersih, tanah yang subur, dan bahan bakar.
Investasi konservasi biodiversitas menghasilkan manfaat berupa pembangunan 'manfaat' atau 'hasil sosial menguntungkan'. Tindakan konservasi biodiversitas dapat berkontribusi terhadap hasil pembangunan, seperti membangun masyarakat lokal diberdayakan, diversifikasi mata pencaharian, mempromosikan kesetaraan gender, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan memberikan kontribusi untuk perdamaian dan keamanan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2013; dijelaskan bahwa perlindungan atau konservasi keanekaragaman hayati merupakan salah satu aspek penilaian PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup). Sebagai salah satu bagian dalam pengelolaan industri, pengamatan biodiversitas merupakan aspek yang mutlak harus dilakukan, untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya penurunan kualitas lingkungan atau degradasi lingkungan sebagai akibat dari kegiatan industri yang telah dilakukan.
PT. SEMEN INDONESIA (Persero) Tbk. telah berinisiatif sekaligus melakukan upaya identifikasi dan pemetaan kondisi keanekaragaman hayati atau biodiversitas yang telah dilaksanakan pada tahun 2016. Selanjutnya, perlu dilaksanakan suatu kegiatan pemantauan kondisi lingkungan yang kontinu sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan-perubahan komponen lingkungan yang mungkin dapat menimbulkan dampak negatif penting terhadap lingkungan sebagai habitat bagi biota. Pemantauan periodik yang dimaksud diatas telah dilaksanakan pada pertengahan tahun 2017 yang hasilnya akan dideskripsikan lebih lanjut pada dokumen ini.
1.2 LANDASAN HUKUM
Pelaksanaan ‘Studi Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban – Jawa Timur Periode Tahun 2017’ ini tidak lepas dari dasar hukum yang melatar belakangi-nya.
a. Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
b. Undang-undang Nomor 05 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati
c. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012)
d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to The Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati)
e. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
f. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
g. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
h. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
i. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah
j. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2013 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Studi dan pelaporan ‘Studi Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban – Jawa Timur Periode Tahun 2017’ ditujukan untuk;
a. Mengidentifikasi kondisi aktual tentang keanekaragaman hayati flora dan fauna (termasuk flora dan fauna langka dan/atau dilindungi) darat maupun akuatik di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban
b. Menggambarkan kondisi aktual tentang lingkungan dan keanekaragaman hayati di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban
c. Mengevaluasi kondisi keanekaragaman hayati di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban berdasarkan data aktual (tahun 2017) dengan data periode sebelumnya (tahun 2016)
d. Memberikan rekomendasi ilmiah terkait pengelolaan dan pembinaan habitat flora dan fauna di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban. 1.4 RUANG LINGKUP STUDI
Studi dan pelaporan ‘Studi Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban – Jawa Timur Periode Tahun 2017’ diselesaikan dengan ruang lingkup sebagai berikut;
a. Inventarisasi flora darat di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban
b. Inventarisasi fauna darat di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban
c. Penggambaran kondisi aktual tentang lingkungan dan keanekaragaman hayati di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban
d. Evaluasi kondisi keanekaragaman hayati di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban berdasarkan data aktual (tahun 2017) dengan data periode sebelumnya (tahun 2016)
1.5 KONSEP DAN SISTEMATIKA PENYAJIAN
Laporan ini menyajikan tentang kondisi biodiversitas atau keanekaragaman hayati flora dan fauna di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban pada tahun 2017 dengan sistematika penyajian sebagai berikut;
a. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, landasan hukum, tujuan, ruang lingkup dan konsep serta sistematika penyajian
b. METODOLOGI STUDI
Bab ini menjelaskan mengenai metodologi survei, pengamatan biota, pengambilan sampel biota dan analisis sampel biota
c. KONDISI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Bab ini menjelaskan tentang kondisi biodiversitas atau keanekaragaman hayati flora dan fauna di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban d. PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan serta saran dan rekomendasi yang berkaitan dengan kondisi biodiversitas atau keanekaragaman hayati flora dan fauna di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban.
II.
METODOLOGI STUDI
Metodologi survei ini disusun sedemikian rupa untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai data penyusunan laporan ‘Studi Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Di Dalam dan Luar Kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban – Jawa Timur’. Data sekunder meliputi data kondisi umum wilayah studi serta data-data biodiversitas atau kondisi komunitas flora dan fauna hasil studi terdahulu, meliputi data-data keanekaragaman jenis burung (aviafauna) di kawasan konservasi mangrove di Socorejo dan Jenu.
Data primer diperoleh melalui survei atau pengamatan secara langsung di lapangan; meliputi data kualitatif dan kuantitatif mengenai kondisi lahan dan keanekaragaman dan kelimpahan flora dan fauna darat serta akuatik di sekitar PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban. 2.1 LOKASI DAN WAKTU STUDI
Pengamatan dan sampling flora dan fauna terrestrial (darat) dan akuatik telah dilaksanakan pada periode minggu kedua Maret 2017 di area kerja PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban; yang secara administratif masuk kedalam wilayah kecamatan Kerek dan Jenu, kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Area pengamatan flora dan fauna darat adalah di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., mencakup area Hutan Pabrik (HPA), Glory Hall (GLO), Lantai (LAN, area eks tambang kapur), area Green Belt yang terdiri dari tiga sub-lokasi yaitu Green Belt (GRE), View Point (VIE) dan Green Belt Timur (GTI) serta area eks tambang tanah liat di Tlogowaru (TLO). Pengamatan flora dan fauna darat juga dilakukan di kawasan konservasi mangrove di Socorejo (SOC) sedangkan fauna darat juga diamati di kawasan konservasi mangrove di Jenu (JEN). Dengan demikian, terdapat delapan lokasi pengamatan flora darat dan sembilan lokasi pengamatan fauna darat.
Untuk variabel mangrove, analisis vegetasi dilakukan di dua lokasi yaitu kawasan konservasi mangrove di Socorejo (SOC) dan Jenu (JEN). Detail posisi geografis titik pengamatan dan pengambilan sampel biota disajikan pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.
Tabel 2.1 Posisi Geografis Lokasi Pengamatan Flora dan Fauna PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Di Tuban – Jawa Timur pada Maret 2017
No. Lokasi Variabel Posisi geografis
Latitude (S) Longitude € 1. Socorejo (SOC) Fl, Fa, Mg 6°47’14.30” 111°54’15.30”
2. Jenu (JEN) Fa, Mg 6°50’25.80” 112°00’47.10”
3. Lantai (LAN) Fl, Fa 6°52’32.50” 111°54’50.70”
4. Hutan Pabrik (HPA) Fl, Fa 6°51’42.10” 111°54’55.80” 5. Green Belt (GRE) Fl, Fa 6°53’12.60” 111°55’05.30” 6. View Point (VIE) Fl, Fa 6°53’25.70” 111°55’38.80” 7. Green Belt Timur (GTI) Fl, Fa 6°53’28.80” 111°56’44.20” 8. Tlogowaru (TLO) Fl, Fa 6°51’34.40” 111°56’48.30”
9. Glory Hall Fl, Fa 6°52’31.86” 111°54’36.28”
2.2 PENGAMATAN FLORA DARAT
2.2.1 PENGAMBILAN DATA
Prosedur pengambilan data adalah berbeda untuk vegetasi mangrove dan vegetasi darat bukan mangrove.
A. VEGETASI DARAT BUKAN MANGROVE
Pengamatan flora darat di lokasi studi menggunakan metode kuadrat. Pada metode ini, pengamat membuat beberapa kuadrat berukuran 20 x 20 meter yang posisinya ditentukan secara acak pada titik-titik yang diperkirakan cukup representatif untuk menggambarkan kondisi vegetasi secara keseluruhan.
Kategori tegakan dan ukuran kuadrat serta sub-kuadrat untuk flora darat adalah sebagai berikut;
1. Pohon (tree), yaitu tumbuhan dewasa dengan diameter batang ≥20 cm. Kuadrat berukuran 20 x 20 meter
2. Tihang (pole), berupa pohon muda dengan diameter batang antara 7 cm Keterangan;
3. Pancang (sapling), yaitu anakan pohon yang tingginya ≥1.5 meter dan diameter batang <7 cm. Sub-kuadrat berukuran 5 x 5 meter
4. Semai (seedling), yaitu anakan pohon dari kecambah sampai tinggi <1.5 meter. Sub-kuadrat berukuran 2 x 2 meter. Kategori ini mencakup berbagai jenis semak, herba dan tumbuhan penutup tanah (ground cover).
Pengamat selanjutnya mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan semua jenis flora yang dijumpai dalam kuadrat. Identifikasi jenis tumbuhan terutama mengacu pada Ridley (1922), van Steenis (2002) dan Llamas (2003).
B. VEGETASI MANGROVE
Pada prinsipnya, prosedur analisis vegetasi mangrove adalah serupa dengan analisis vegetasi darat bukan mangrove. Perbedaannya hanya terletak pada luasan kuadrat dan sub-kuadrat serta kategori ukuran tegakan.
Analisis vegetasi mangrove pada area revegetasi dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat dimana garis transek dibuat tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang ada. Selanjutnya sepanjang garis transek dibuat beberapa kotak kuadrat berdimensi 10 x 10 meter dengan jeda antar kuadrat tergantung pada ketebalan zona mangrove setempat.
Gambar 2.2 Pengukuran dan pencatatan data diameter tegakan tanaman untuk analisis vegetasi non-mangrove
Kategori tegakan dan ukuran kuadrat serta sub-kuadrat untuk flora mangrove adalah sebagai berikut;
1. Pohon (tree), yaitu tumbuhan dewasa dengan diameter batang ≥ 4 cm. Kuadrat berukuran 10 x 10 meter
2. Pancang (sapling), yaitu anakan pohon yang tingginya ≥ 1.5 meter dan diameter batang < 4 cm. Sub-kuadrat berukuran 5 x 5 meter
3. Semai (seedling), yaitu anakan pohon dari kecambah sampai tinggi < 1 meter. Sub-kuadrat berukuran 5 x 5 meter namun dapat dipersempit bila tegakan semai tumbuh dengan sangat rapat. Kategori ini juga mencakup berbagai jenis semak, herba dan tumbuhan penutup tanah (ground cover).
Data yang diperoleh dari metode transek kuadrat adalah data kerapatan (density), frekuensi (frequency), penutupan (coverage) atau dominansi dan Indeks Nilai Penting (INP).
Gambar 2.3 Pengukuran dan pencatatan data diameter tegakan mangrove saat analisis vegetasi di mangrove center Jenu
2.2.2 ANALISIS DATA
Setelah proses pengambilan data selesai, proses selanjutnya adalah mencari nilai kerapatan, frekuensi, penutupan dan nilai penting untuk tegakan pohon dan tihang. Untuk kategori sapling dan seedling, nilai penting diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif (Kr) dan frekuensi relatif (Fr) karena tidak dilakukan penghitungan nilai penutupan.
a. Kerapatan
Dalam studi ekologi populasi, jumlah individu menjadi informasi dasar. Kelimpahan (Abundance/N) adalah jumlah individu dalam suatu area dan kerapatan (Density/D) adalah jumlah yang diekspresikan dalam per unit area atau unit volum. Sebagai contoh adalah 100 individu dalam suatu area tertentu. Jika totalnya adalah 2.5 ha, maka kerapatan spesiesnya adalah 40 individu/ha. 𝐷𝑎=!" ! 𝐷𝑟= !" ! ×100% (persamaan 2.1) dimana;
Da = kerapatan absolut (individu.haˉ¹) spesies ke-i Dr = kerapatan relatif spesies ke-i
ni = jumlah total tegakan spesies ke-i L = luas total kuadrat (ha)
N = kerapatan absolut seluruh spesies b. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah suatu kejadian terjadi. Dalam berbagai studi, istilah frekuensi mengindikasikan jumlah sampel dimana ditemui suatu spesies. Hal ini diekspresikan sebagai proporsi dari jumlah pengambilan sampel yang terdapat suatu spesies yang diteliti. Sebagai contoh, jika ditemukan 7 spesies
sensitif untuk bentuk distribusi individu maka sangat efektif untuk menjelaskan dan menguji suatu pola.
𝐹𝑎=!" ! 𝐹𝑟= !" ! ×100% (persamaan 2.2) dimana;
Fa = frekuensi absolut spesies ke-i Fr = frekuensi relatif spesies ke-i
qi = jumlah kuadrat ditemukan suatu spesies Q = jumlah total kuadrat
F = frekuensi absolut seluruh spesies c. Penutupan dan dominansi
Penutupan adalah proporsi dari wilayah yang ditempati dengan projeksi tegak lurus ke tanah dari garis luar bagian atas tanaman dari sejumlah spesies tanaman. Atau dapat digambarkan sebagai proporsi penutupan lahan oleh spesies yang mendiami dengan dilihat dari atas. Penutupan dihitung sebagai area yang tertutup oleh spesies dibagi dengan keseluruhan area habitat, misalnya spesies A mungkin menutupi 80 m2/ha.
𝐶𝑎=!"# ! 𝐶𝑟= !" ! ×100% (persamaan 2.3) dimana;
Ca = penutupan absolut spesies ke-i Cr = penutupan relatif spesies ke-i BAi = total basal area suatu spesies L = luas total kuadrat
Nilai basal area dapat diketahui dengan menggunakan formulasi berikut;
𝐵𝐴=𝜋×(𝐷𝐵𝐻)² 4
(persamaan 2.4) dimana DBH adalah diameter setinggi dada.
d. Indeks Nilai Penting
Nilai penting adalah perkiraan pengaruh atau pentingya suatu spesies tanaman dalam suatu komunitas. Nilai penting adalah penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan penutupan relatif (diperkirakan dari basal area, penutupan basal atau luas tutupan daun).
𝐼𝑁𝑃=𝐷𝑟 +𝐹𝑟 +𝐶𝑟
(persamaan 2.5) dimana;
Dr kerapatan relatif tiap spesies Fr frekuensi relatif tiap spesies Cr penutupan relatif tiap spesies
Nilai maksimum INP untuk tegakan pohon dan tihang adalah 300% sedangkan untuk kategori tegakan pancang dan semaian adalah 200%. Hal tersebut disebabkan karena untuk tegakan pancang dan semaian tidak dilakukan pengukuran diameter dan penghitungan penutupan.
2.3 PENGAMATAN FAUNA DARAT
2.3.1 PENGAMBILAN DATA
A. KOMUNITAS BURUNG (AVIAFAUNA)
Pengamatan burung di lokasi studi menggunakan kombinasi metode titik hitung (point count) dan transek sabuk (belt transect). Pada metode titik hitung, pengamat berdiri atau diam di suatu titik tertentu dan mencatat jenis
Burung-burung yang dicatat jenis dan jumlahnya adalah burung-burung yang berada pada radius ±100 meter dari titik dimana pengamat berada.
Pada metode transek sabuk, pengamat berjalan melalui suatu jalur atau track/trail yang sudah ditentukan dan mencatat jenis serta jumlah semua burung yang teramati maupun terdengar suaranya, dengan radius 100 meter ke arah kanan dan kiri track.
Identifikasi burung mengacu pada MacKinnon et al. (1994), Winnasis et al. (2012) dan Strange (2001). Penamaan (nama ilmiah dan nama Indonesia) dan keterangan status perlindungan burung mengacu pada Sukmantoro et al. (2006), Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah RI Nomor 07 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List versi 3.1 tahun 2001 (tentang daftar status kelangkaan suatu spesies flora dan fauna) dan Appendix CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora/konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar).
B. KOMUNITAS FAUNA BUKAN BURUNG
Pengamatan fauna bukan burung dilakukan dengan metode transek, dengan cara pengamat berjalan di sekitar lokasi studi dan mencatat semua jenis fauna yang dijumpai secara langsung maupun yang hanya ditemukan jejak kaki (footprint)-nya. Transek yang digunakan adalah transek yang sama untuk pengamatan burung. Khusus untuk serangga, bila memungkinkan maka spesimen ditangkap dengan menggunakan jaring serangga (insect net atau sweep net) untuk diamati detail karakternya dan didokumentasikan untuk selanjutnya dilepaskan kembali.
Identifikasi fauna bukan burung mengacu pada Lekagul et al. (1977), Payne et al. (2000), Das (2010, 2011), Peggie & Amir (2010), Rahadi et al. (2013) serta referensi lain yang representatif. Seperti halnya untuk pengamatan burung, data hasil pengamatan fauna non-burung berupa data kualitatif komposisi dan sebaran jenis serta data kuantitatif berupa kelimpahan
individu, jumlah jenis dan nilai indeks-indeks ekologi sebagaimana pada komunitas fauna burung.
Gambar 2.4 Pengamatan aviafauna menggunakan teropong binokuler di area Lantai (foto atas) dan menggunakan teropong monokuler di area View Point (foto bawah)
2.3.2 ANALISIS DATA
Data yang diperoleh berupa data kualitatif komposisi dan sebaran jenis burung serta data kuantitatif berupa kelimpahan individu, jumlah jenis dan nilai indeks-indeks ekologi yaitu indeks-indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), indeks-indeks dominansi Simpson (D) dan indeks kemerataan jenis Pielou (J)
a. Indeks DIversitas Shannon-Wiener (H’)
𝐻!=− 𝑛𝑖 𝑁 ×ln(
𝑛𝑖 𝑁)
(persamaan 2.6) dimana H’ : Indeks Diversitas Shannon-Wiener
ni : jumlah individu species i
N : jumlah total individu semua species
Kategori keanekaragaman menurut indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) adalah sebagai berikut;
Tabel 2.2 Kategori Tingkat Keanekaragaman berdasarkan Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’)
Kategori Nilai H’
Keanekaragaman rendah < 1.00 Keanekaragaman sedang 1.00 – 3.00 Keanekaragaman tinggi > 3.00
b. Indeks Dominansi Simpson (D)
𝐷= 𝑛𝑖 𝑁 ²
dimana D = Indeks Dominansi Simpson ni = jumlah individu species i
N = jumlah total individu semua species
Nilai D berkisar antara 0 – 1.00; semakin tinggi nilai D (mendekati 1.00) berarti tingkat keanekaragaman dalam komunitas adalah semakin rendah (terdapat taksa-taksa tertentu yang mendominasi); sebaliknya, bila nilai D mendekati 0.00 berarti tingkat keanekaragaman komunitas adalah semakin tinggi (Ferianita-Fachrul, 2007).
c. Indeks Kemerataan Jenis Pielou (J)
𝐽= 𝐻′ ln𝑆
(persamaan 2.8) dimana J : Indeks Kemerataan Pielou
H’ : Indeks Diversitas Shannon-Wiener S : jumlah total spesies
Nilai J memiliki kisaran antara 0.00 – 1.00 dimana;
• Nilai J mendekati 0.00 (nol), menunjukkan kecenderungan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap kehidupan organisme yang menyebabkan penyebaran populasi tidak merata karena adanya selektifitas dan mengarah pada terjadinya dominansi oleh salah satu atau beberapa spesies biota.
• Nilai J mendekati 1.00 (satu), menunjukkan bahwa keadaan lingkungan normal yang ditandai oleh penyebaran populasi yang cenderung merata dan tidak terjadi dominansi.
III.
KONDISI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Secara umum, ekosistem yang terdapat di dalam dan luar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. (selanjutnya akan disebut dengan PT. SI) di Tuban merupakan ekosistem artifisial (binaan) dalam artian bahwa manifestasi flora umumnya telah mendapatkan pengaruh dari aktivitas manusia.
Terkait dengan kondisi diatas, tentu keanekaragaman hayati atau biodiversitas flora dan fauna yang ada adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan suatu komunitas atau ekosistem yang alami, misalnya area karst atau hutan pesisir yang belum mengalami pembangunan. Pada bab ini akan dideskripsikan gambaran umum ekosistem artifisial yang terdapat di lokasi studi beserta biodiversitas flora dan fauna di dalamnya.
3.1 KOMUNITAS FLORA 3.1.1 FLORA MANGROVE
Mangrove adalah tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas (Tomlinson 1986 dan Wightman 1989 dalam Rusila Noor et al., 1999). Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger dkk., 1983). Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan estuari sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Lebih lanjut, mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove diluar kawasan konservasi, mangrove didefinisikan sebagai sekumpulan tumbuh-tumbuhan Dicotyledoneae dan atau Monocotyledoneae terdiri atas jenis tumbuhan yang mempunyai hubungan taksonomi sampai dengan taksa kelas (unrelated families) tetapi mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut.
Dalam studi ini, area mangrove dijumpai diluar kawasan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., tepatnya di pesisir desa Socorejo (sebelah timur pelabuhan khusus PT. SI) dan area mangrove center Jenu.
Area mangrove di Socorejo terdapat disekitar muara sungai kecil dengan ketebalan sabuk mangrove bervariasi antara 15-40 meter dan didominasi oleh jenis Bakau minyak (Rhizophora apiculata) dengan kerapatan pohon mencapai 2833.33 tegakan/ha dan Api-api putih (Avicennia marina) dengan kerapatan pohon sebesar 133.33 tegakan/ha.
Jenis mangrove sejati (true mangrove) lainnya yang terdapat di area ini adalah Bakau kecil (Rh. stylosa) dan Bogem (Sonneratia alba), masing-masing dengan kerapatan pohon sebesar 50 dan 58.33 tegakan/ha. Untuk kategori pohon juga terdapat jenis mangrove ikutan atau mangrove asosiasi (associate mangrove) yaitu Pandan laut (Pandanus tectorius). Kerapatan total pohon mangrove di Socorejo mencapai 533.33 tegakan/ha. Nilai kerapatan tersebut adalah sama dengan pemantauan periode Mei-Juni tahun 2016. Sebagai jenis paling melimpah, Bakau minyak memiliki Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 106.42%. Tegakan-tegakan mangrove yang ada tampaknya merupakan hasil pertumbuhan alami. Selain jenis yang tersebut diatas, secara visual juga tercatat beberapa jenis mangrove lain seperti Api-api (Av. alba) dan Teruntun (Lumnitzera racemosa) serta Bakau laki atau Tanjang lanang (Rh. mucronata).
Sebagai informasi tambahan, pada area sekitar muara sungai kecil di Desa Socorejo juga telah dilaksanakan program penanaman mangrove dengan jenis yang ditanam terutama adalah Bakau kecil, Tanjang lanang dan Tanjang merah (Bruguiera gymnorrhiza). Secara visual, tegakan-tegakan hasil penanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.
Untuk bentuk pertumbuhan pancang atau sapling (diameter batang >4 cm, tinggi >1 m) juga didominasi oleh jenis Bakau minyak (4400 tegakan/ha, INP 81.86%) diikuti jenis Api-api putih dan Bogem masing-masing dengan kerapatan sebesar 1066.67 tegakan/ha dan INP sebesar 33.99% untuk Api-api putih dan 22.88%
Berbeda dengan tegakan pohon dan pancang, kategori semai (seedling) didominasi oleh jenis Bakau kecil (1733.33 tegakan/ha) serta Bakau minyak dan Api-api putih dengan 1200 tegakan/ha.
Gambar 3.1 Tipikal kondisi mangrove di pesisir Desa Socorejo; sebagian besar mangrove tumbuh di sekitar sungai dan muara
Berbeda dengan area Socorejo, mangrove yang terdapat di mangrove center
Jenu merupakan kombinasi antara mangrove tegakan alami dan mangrove hasil rehabilitasi (penanaman). Hutan mangrove di Jenu memiliki ketebalan antara 30-70 meter dan didominasi oleh jenis Bakau minyak (kerapatan 241.67 tegakan/ha, INP 101.04%) dan Bakau kecil (kerapatan 233.33 tegakan/ha, INP 148.36%). Bakau kecil, meskipun kelimpahannya lebih rendah namun memiliki INP tertinggi atau hampir separuh total nilai INP (total 300%) tegakan pohon mangrove di area Jenu. Hal tersebut disebabkan karena tegakan Bakau kecil memiliki diameter batang yang relatif lebih tinggi.
Jenis pohon mangrove lain yang dapat ditemukan di Jenu adalah Tanjang merah (Br. gymnorrhiza) dan Waru laut (Thespesia populnea) dengan kerapatan masing-masing sebesar 33.33 tegakan/ha. Total kerapatan pohon mangrove di area Jenu adalah sekitar 541.67 tegakan/ha.
Tegakan pancang di Jenu juga masih didominasi oleh Bakau minyak (kerapatan 2266.67 tegakan/ha). Jenis pancang dominan berikutnya adalah Tanjang merah (kerapatan 1466.67 tegakan/ha). Untuk kategori semaian, yang paling dominan adalah Tanjang merah (kerapatan 6000 tegakan/ha).
Secara keseluruhan, di area Socorejo dijumpai lebih banyak jenis mangrove dibandingkan dengan lokasi Jenu (baik untuk kategori pohon, pancang atau semaian). Hal tersebut diduga disebabkan oleh sifat alamiah dari komunitas mangrove itu sendiri dimana mangrove di Socorejo merupakan hasil pertumbuhan alami.
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) mangrove di Socorejo yang berkisar antara 1.212 hingga 1.465 juga menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis mangrove di lokasi tersebut juga lebih baik dibandingkan dengan lokasi Jenu; yang memiliki nilai H’ antara 0.988 hingga 1.066.
Gambar 3.2 Tipikal kondisi mangrove di pesisir mangrove center Desa Jenu; sebagian besar mangrove merupakan hasil penanaman dan tumbuh di sekitar sungai dan muara
Tabel 3.1 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Mangrove di Pesisir Desa Socorejo dan Jenu, Tuban pada Maret 2017 No. Spesies Nama
Indonesia Famili
Kerapatan (per ha) INP
SOC JEN SOC JEN POHON (tree)
1 Avicennia marina Api-api putih Avicenniaceae 133.33 0 68.21 0
2 Thespesia populnea Waru laut Malvaceae 0 33.33 0 28.05
3 Pandanus tectorius Pandan laut Pandanaceae 8.33 0 61.79 0
4 Rhizophora apiculata Bakau minyak Rhizophoraceae 283.33 241.67 106.42 101.04
5 Rhizophora stylosa Bakau kecil Rhizophoraceae 50 233.33 25.09 148.36
6 Bruguiera gymnorrhiza Tanjang merah Rhizophoraceae 0 33.33 0 22.56
7 Sonneratia alba Bogem Sonneratiaceae 58.33 0 38.49 0
Kerapatan total 533.33 541.67 300 300
Jumlah spesies 5 4
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 1.212 1.066 PANCANG (sapling)
1 Acanthus ilicifolius Jeruju hitam Acanthaceae 1600 0 28.76 0
2 Avicennia marina Api-api putih Avicenniaceae 1066.67 0 33.99 0
3 Aegiceras corniculatum Gedangan Myrsinaceae 400 0 15.52 0
4 Rhizophora apiculata Bakau minyak Rhizophoraceae 4400 2266.67 81.86 81.90
5 Bruguiera gymnorrhiza Tanjang merah Rhizophoraceae 0 1466.67 0 64.76
6 Rhizophora stylosa Bakau kecil Rhizophoraceae 533.33 933.33 16.99 53.33
7 Sonneratia alba Bogem Sonneratiaceae 1066.67 0 22.88 0
Kerapatan total 9066.67 4666.67 200 200
Jumlah spesies 6 3
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 1.465 1.036 SEMAIAN (seedling)
1 Acanthus ilicifolius Jeruju hitam Acanthaceae 133.33 0 16.99 0
2 Avicennia marina Api-api putih Avicenniaceae 1200 0 38.61 0
No. Spesies Nama
Indonesia Famili
Kerapatan (per ha) INP
SOC JEN SOC JEN
4 Rhizophora apiculata Bakau minyak Rhizophoraceae 1200 3600 38.61 81.76
5 Rhizophora stylosa Bakau kecil Rhizophoraceae 1733.33 1733.33 77.99 40.29
6 Sonneratia alba Bogem Sonneratiaceae 666.67 0 27.80 0
Kerapatan total 4933.33 11333.33 200 200
Jumlah spesies 5 3
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 1.423 0.988 Keterangan
INP Indeks Nilai Penting (nilai kumulatif dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan penutupan relatif); menunjukkan nilai penting dan dominansi suatu spesies dalam komunitas
Hasil pengamatan dengan teknik koleksi bebas menunjukkan bahwa pada kedua lokasi terdapat tidak kurang dari 29 jenis mangrove yang terdiri atas 8 jenis mangrove sejati dan 21 jenis mangrove asosiasi. Jenis-jenis mangrove asosiasi tersebut umumnya tumbuh mengelompok atau tersebar di luar rimbunan tegakan mangrove sejati. Diantara 21 jenis mangrove asosiasi tersebut, yang dominan diantaranya adalah Keranji (Clerodendrum inerme), Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Babakoan (Scaevola taccada), Teracak kambing (Ipomoea pes-caprae) dan Alur (Sesuvium portulacastrum).
Tabel 3.2 Komposisi dan Sebaran Jenis Mangrove di Lokasi Studi
No. Spesies Nama Indonesia Famili Sebaran Kategori
SO JE
1 Sesuvium portulacastrum alur Aizoaceae + + AM
2 Calotropis gigantea widuri Asclepiadaceae + + AM
3 Wedelia biflora seruni laut Asteraceae + + AM
4 Pluchea indica beluntas Asteraceae + + AM
5 Avicennia marina api-api putih Avicenniaceae + + TM
6 Avicennia alba api-api Avicenniaceae + 0 TM
7 Casuarina equisetifolia cemara laut Casuarinaceae + + AM
8 Lumnitzera racemosa teruntun Combretaceae + + TM
9 Terminalia catappa ketapang Combretaceae + + AM
10 Ipomoea pes-caprae teracak kambing Convolvulaceae + + AM 11 Fimbristylis polythrichoides rumput Cyperaceae + 0 AM
12 Exoecaria agallocha kayu wuta Euphorbiaceae + + TM
13 Scaevola taccada babakoan Goodeniaceae + + AM
14 Calophyllum inophyllum nyamplung Guttiferae 0 + AM
15 Barringtonia asiatica keben Lecithydaceae 0 + AM
16 Thespesia populnea waru laut Malvaceae + + AM
17 Hibiscus tiliaceus waru Malvaceae + + AM
18 Pandanus tectorius pandan laut Pandanaceae + 0 AM
19 Passiflora foetida rombusa Passifloraceae + + AM
20 Spinifex littoreus rumput tikusan Poaceae + + AM
21 Zoysia matrella rumput peking Poaceae + 0 AM
22 Acrostichum aureum paku laut Pterydaceae + + TM
23 Rhizophora mucronata bakau kurap Rhizophoraceae + + TM 24 Rhizophora stylosa bakau kecil Rhizophoraceae + + TM
25 Bruguiera gymnorrhiza tanjang Rhizophoraceae 0 + TM
Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove Diluar Kawasan konservasi, kerapatan tegakan pohon mangrove di Socorejo dan Jenu yang lebih rendah dari 1000 tegakan/ha menunjukkan bahwa mangrove di lokasi tersebut termasuk dalam kategori ‘rusak’.
3.1.2 FLORA DARAT BUKAN MANGROVE
Sesuai deskripsi dalam Bab sebelumnya dokumen ini, pengamatan flora darat bukan mangrove dilkukan di area Hutan Pabrik (HPA), Glory Hall (GLO), Lantai (LAN, area eks tambang kapur), area Green Belt yang terdiri dari tiga sub-lokasi yaitu Green Belt (GRE), View Point (VIE) dan Green Belt Timur (GTI) serta area eks tambang tanah liat di Tlogowaru (TLO) dan pesisir Socorejo (SOC). Detail informasi komposisi dan kelimpahan jenis flora darat bukan mangrove di lokasi studi akan disajikan pada Tabel 3.3.
Setiap lokasi pengamatan memiliki tipikal kondisi vegetasi yang berbeda sebagai berikut;
A. SOCOREJO (SOC)
Pengamatan flora bukan mangrove di kawasan pesisir hanya dilakukan di area Socorejo saja, dimana vegetasi dominan di Socorejo (SOC) berupa sabuk hutan pantai yang membentang selebar ±20 meter sepanjang 1.7 km mengikuti garis pantai. Jenis tumbuhan dominan adalah Cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang merupakan hasil rehabilitasi (penanaman) yang diinisiasi dan disokong sepenuhnya oleh pihak PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada tahun 2012.
Pada saat pengamatan lapangan untuk penyusunan dokumen ini, sebagian besar tegakan cemara laut tumbuh dengan sangat baik. Oleh karena masih berusia muda, maka relatif sedikit tegakan pohon cemara laut yang ditemukan, hanya berkisar 50 tegakan/ha. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan periode Mei-Juni 2016 dengan 37.5 tegakan/ha. Jenis pohon lain yang dapat dijumpai misalnya adalah Akasia (Acacia
auriculiformis) dan Jambu mete (Anacardium occidentale) dengan kerapatan masing-masing sebesar 12.5 dan 6.25 tegakan/ha.
Tegakan tihang atau pole (ø 7.0-20.0 cm) atau pohon muda terdapat dalam
jumlah yang melimpah, mencapai 1250 tegakan/ha. Tegakan tihang lain yang dijumpai adalah Akasia, Jambu mete dan Mimba (Azadirachta indica). Untuk kategori pancang atau sapling (ø <7.0, tinggi >1.5 meter), jenis utama adalah Akasia, Mimba, Cemara laut dan Jambu mete. Dijumpai pula beberapa jenis lain seperti Kelapa (Cocos nucifera) dan Petai Cina (Leucaena leucocephala).
Tabel 3.3 Komposisi dan Kelimpahan Jenis Flora Darat di Lokasi Studi pada Maret 2017
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
POHON (tree)
1 Acacia auliculiformis Akasia Fabaceae 12.5 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Anacardium ocidentale Jambu mente Anacardaceae 6.25 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Artocarpus altilis Sukun Moraceae 0 8.33 0 59 0 0 0 8.33 0
4 Artocarpus heterophyllus Nangka Muraceae 0 8.33 0 0 0 0 0 0 0
5 Azadirachta indica Mimba Meliaceae 0 0 6.25 0 0 0 0 0 0
6 Casuarina equisetifolia Cemara laut Casuarinaceae 50 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Cordia sebestena Kordia Boraginaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 10
8 Delonix regia Flamboyan Fabaceae 0 0 0 0 12.5 0 0 0 25
9 Entelorobium cyclocarpum Sengon buto Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 110
10 Lannea corromandelica Bejaran Meliaceae 0 8.33 0 0 0 0 0 0 0
11 Mangifera indica Mangga Anacardiaceae 0 0 0 0 0 0 0 41.67 15
12 Paraserianthes falcataria Sengon laut Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 200
13 Samanea saman Trembesi Fabaceae 0 33.33 18.75 94 25 0 0 0 0
14 Swietenia mahagoni Mahoni Meliaceae 0 0 6.25 33 0 0 0 50 0
15 Tectona grandis Jati Verbenaceae 0 0 0 0 12.5 0 0 50 25
Kerapatan total 68.75 58.33 31.25 186 50 0 0 150 385
Jumlah spesies 3 4 3 3 3 0 0 4 6
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 0.760 1.154 0.950 1.016 1.040 0 0 1.249 1.275
TIHANG (pole)
1 Acacia auliculiformis Akasia Fabaceae 25 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Anacardium ocidentale Jambu mente Anacardaceae 200 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Artocarpus communis Sukun Moraceae 0 166.67 100 5 0 0 0 0 0
4 Artocarpus heterophyllus Nangka Moraceae 0 0 0 2 0 0 0 33.33 7
5 Azadirachta indica Mimba Meliaceae 50 0 50 0 0 0 0 0 0
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
7 Calophyllum inophyllum Nyamplung Guttiverae 0 0 525 0 0 0 0 0 0
8 Carica papaya Pepaya Caricaceae 0 0 0 0 0 0 25 0 1
9 Casuarina equisetifolia Cemara laut Casuarinaceae 1250 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Chrysophyllum cainito Kenitu Sapotaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 34
11 Cordia sebestena Kordia Boraginaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 9
12 Delonix regia Flamboyan Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 1
13 Filicium decipiens Kiara payung Sapindaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 1
14 Lannea coromandelica Bejaran Meliaceae 0 600 0 0 0 0 0 33.33 0
15 Leucana glauca Lamtoro Fabaceae 0 0 0 0 0 25 0 0 0
16 Leucanea leucocephala Lamtoro Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 133.33 0
17 Mangifera indica Mangga Anacardiaceae 0 200 0 0 0 0 0 133.33 5
18 Musa paradisiaca Pisang Musaceae 0 0 0 0 0 0 50 433.33 0
19 Paraserianthes falcataria Sengon laut Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2
20 Polyalthia longifolia Glodogan Tiang Annonaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 1
21 Pometia pinnata Matoa Sapindaceae 0 0 0 10 0 0 0 0 0
22 Psidium guajava Jambu biji Myrtaceae 0 33.33 0 0 0 0 0 0 0
23 Samanea saman Trembesi Fabaceae 0 33.33 450 1 0 0 0 0 4
24 Schleichera oleosa Kesambi Sapindaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 45
25 Cassia siamea Johar Fabaceae 0 0 0 0 0 50 0 0 0
26 Swietenia mahagoni Mahoni Meliaceae 0 100 225 15 100 0 0 233.33 0
27 Tectona grandis Jati Verbenaceae 0 0 0 0 4100 1050 0 100 0
Kerapatan total 1525 1133.33 1350 33 4200 1125 75 1100 113
Jumlah spesies 4 6.00 5 5 2 3 2 7 12
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 0.609 1.346 1.347 1.282 0.113 0.287 0.637 1.637 1.693
PANCANG (sapling)
1 Acacia auliculiformis Akasia Fabaceae 1200 0 0 0 0 100 0 0 0
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
4 Annona squamosa Srikaya Annonaceae 0 0 100 0 0 0 0 0 0
5 Artocarpus communis Sukun Moraceae 0 0 0 50 0 0 0 0 0
6 Artocarpus heterophyllus Nangka Muraceae 0 0 0 17 0 0 0 0 0
7 Averrhoa carambola Belimbing Averrhoaceae 0 0 0 36 0 0 0 0 0
8 Azadirachta indica Mimba Meliaceae 900 0 0 0 0 0 0 0 1
9 Calophyllum inophyllum Nyamplung Guttiverae 0 0 2300 0 0 0 0 0 0
10 Calotropis gigantea Widuri Apocynaceae 0 0 0 0 0 0 100 0 0
11 Capsicum frutescens Lombok Solanaceae 0 0 0 1 0 0 0 0 0
12 Carica papaya pepaya Caricaceae 0 0 200 0 0 0 0 0 1
13 Casuarina equisetifolia Cemara laut Casuarinaceae 500 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Chrysophyllum cainito Kenitu Sapotaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 80
15 Cocos nucifera Kelapa Arecaceae 300 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Coffea arabica Kopi Rubiaceae 0 0 0 1 0 0 0 0 0
17 Cupressus sempervirens Cemara lilin Cupressaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 1
18 Dimocarpus longan Kelengkeng Sapindaceae 0 0 0 70 0 0 0 0 2
19 Duranta erecta Sinyo nakal Verbenaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2
20 Lannea corromandelica Bejaran Meliaceae 0 800 0 0 0 0 0 0 0
21 Leucaena leucocephala Petai Cina Fabaceae 100 0 0 0 0 2500 0 400 0
22 Mangifera indica Mangga Anacardiaceae 0 0 0 4 0 0 0 0 0
23 Manihot utilissima Ketela Euphorbiaceae 0 0 100 0 0 0 0 3066.67 0
24 Manilkara kauki Sawo kecik Sapotaceae 0 0 0 70 0 0 0 3733.33 0
25 Melaleuca leucadendra Kayu Putih Mrytaceae 0 0 0 23 0 0 0 0 0
26 Musa paradisiaca Pisang Musaceae 0 0 600 0 0 0 0 400 0
27 Nephelium lappaceum Rambutan Sapindaceae 0 0 0 21 0 0 0 0 0
28 Persea americana Apokat Lauraceae 0 0 0 36 0 0 0 0 0
29 Pithecellobium dulce Asam landi Fabaceae 0 0 0 0 1200 0 0 0 0
30 Polyscias fruticosa Cikra-cikri Araliaceae 0 0 0 1 0 0 0 0 0
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
32 Salmanea saman Trembesi Fabaceae 0 0 100 21 0 1400 4500 0 2
33 Schleichera oleosa Kesambi Sapindaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 10
34 Cassia siamea Johar Fabaceae 0 666.67 0 0 0 350 660 0 0
35 Sesbania grandiflora Turi Fabaceae 0 0 0 0 0 0 1400 0 0
36 Spondias dulcis Kendondong Ancardiaceae 0 266.67 0 0 0 0 0 0 0
37 Swietenia mahagoni Mahoni Meliaceae 0 5000 300 59 1400 1500 0 0 0
38 Tamarindus indicus Asam Jawa Fabaceae 0 0 0 1 0 0 0 0 0
39 Tectona grandis Jati Verbenaceae 0 0 0 0 1400 5300 9700 0 0
40 Terminalia catappa Ketapang Combretaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Kerapatan total 3500 6733.33 3900 467 4000 11150 16360 7600 100
Jumlah spesies 6 4 8 16 3 6 5 4 9
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H') 1.584 0.831 1.383 2.360 1.096 1.370 1.036 1.025 0.828
SEMAIAN (seedling)
1 Abutilon indicum Kembang sore Malvaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 250
2 Acacia auriculiformis Akasia Fabaceae 250 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Acalypha indica Kucingan Euphorbiaceae 1200 0 400 1400 0 400 250 0 3000
4 Achyranthes aspera Jarong Amaranthaceae 0 400 0 0 0 0 0 0 0
5 Ageratum conyzoides Bandotan Asteraceae 300 666.67 985 100 0 0 0 2933.33 0
6 Amaranthus spinosus Bayam duri Amaranthaceae 0 333.33 0 0 0 0 250 0 0
7 Annona squamosa Srikaya Annonaceae 0 0 250 0 0 0 0 0 0
8 Asystasia gangetica Rumput Acanthaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2350
9 Axonopus compressus Rumput gajah Poaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2000
10 Bauhinia variegata Daun kupu-kupu Fabaceae 300 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Brachiaria distachya Rumput Poaceae 250 0 7500 1150 0 0 0 0 5000
12 Calophyllum inophyllum Nyamplung Clusiaceae 0 0 150 0 0 0 0 0 0
13 Calotropis gigantea Widuri Asclepiadaceae 800 66.67 250 1650 0 250 250 0 0
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
16 Chloris barbata Rumput tombak Poaceae 0 0 0 865 0 1250 985 866.67 5500
17 Chromolaena odorata Kerinyu Asteraceae 100 0 760 0 2800 100 100 213.33 280
18 Chrysopogon aciculatus Rumput jarum Poaceae 0 0 0 500 0 133.33 133.33 133.33 0
19 Crotalaria striata Orok-orok Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 266.67 0
20 Cucumis sativus Krai Cucurbitaceae 0 0 0 0 0 0 0 66.67 0
21 Cynanchum rossicum - Apocynaceae 0 0 0 91.5 0 0 0 0 0
22 Cynodon dactylon Rumput grintingan Poaceae 0 0 0 0 300 2000 2000 0 1000
23 Dactyloctenium aegypticum Rumput dringoan Poaceae 2200 0 0 0 0 900 1250 0 0
24 Desmodium rotundifolium Capayan Fabaceae 0 0 150 0 0 0 0 0 900
25 Digitaria sp Rumput Poaceae 0 0 4000 4650 0 866.67 1000 666.67 1500
26 Dracaena godseffiana Andong Asparagaceae 0 0 250 0 0 0 0 0 0
27 Elephantopus scaber Tapak liman Asteraceae 0 0 0 0 0 100 50 0 250
28 Eleusine indica Rumput belulang Poaceae 0 733.33 0 0 0 250 133.33 0 0
29 Enterolobium cyclocarpum Sengon buto Fabaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 250
30 Eragrostis tenella Rumput empritan Poaceae 0 0 0 2500 0 0 0 0 0
31 Euphorbia hirta Patikan kebo Euphorbiaceae 0 0 705 0 0 400 400 0 0
32 Fimbristylis ferruginea Suket godokan Cyperaceae 600 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Hedyotis corymbosa Rumput siku-siku Rubiaceae 9500 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Heliotropium indicum Uler-uleran Boraginaceae 0 0 155 0 0 50 25 0 0
35 Hippobroma longiflora Bunga kitolod Campanulaceae 0 0 0 0 200 0 0 0 0
36 Hyptis rhomboidea Godong puser Lamiaceae 150 0 0 0 0 50 50 0 0
37 Imperata cylindrica Alang-alang Poaceae 0 1200 850 750 3800 1250 1200 1000 0
38 Ipomoea batatas Ubi Convolvulaceae 0 0 0 0 0 0 0 66.67 0
39 Ipomoea lacunosa Kapas-kapasan Convolvulaceae 0 0 0 0 0 0 0 333.33 0
40 Ipomoea obscura Katang-katang Convolvulaceae 0 0 10 0 0 0 0 0 0
41 Lantana camara Tembelekan Verbenaceae 500 400 150 3950 0 0 0 0 0
42 Leucaena leucocephala Petai Cina Fabaceae 150 0 105 0 500 2000 1250 200 200
No. Spesies Nama Indonesia Famili Kerapatan (per ha)
SOC GRE GTI VIE GLO LT.14 LT.16 TLO HPA
44 Manihot utilissima Singkong Euphorbiaceae 150 133.33 50 0 0 0 0 333.33 0
45 Mimosa pudica Putri malu Fabaceae 0 0 75 950 0 150 150 2933.33 0
46 Moringa oleifera Kelor Moringaceae 0 0 0 0 0 0 0 266.67 0
47 Muntingia calabura Kersen Muntingiaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 100
48 Opuntia elatior Kaktus centong Cactaceae 50 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Pandanus tectorius Pandan laut Pandanaceae 800 0 0 0 0 0 0 0 0
50 Passiflora foetida Rombusa Passifloraceae 0 0 0 0 0 75 80 0 170
51 Phyllanthus niruri Meniran Phyllanthaceae 0 0 25 500 0 0 50 0 275
52 Phyllanthus reticulatus Tampal besi Phyllanthaceae 0 66.67 0 0 0 0 0 0 0
53 Pithecellobium dulce Asem londo Fabaceae 0 0 0 0 2700 0 0 0 0
54 Porophyllum ruderale Ketumbar bolivia Asteraceae 4400 0 0 0 0 0 0 0 0
55 Psidium guajava Jambu biji Myrtaceae 0 66.67 0 0 700 0 0 0 0
56 Pterocarpus indicus Angsana Fabaceae 0 0 0 0 1300 0 0 0 0
57 Ruellia tuberosa Pletekan Acanthaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 550
58 Samanea saman Trembesi Fabaceae 0 333.33 0 200 0 0 0 0 0
59 Cassia siamea Johar Fabaceae 0 0 0 0 0 200 50 0 0
60 Stachytarpheta jamaicensis Pecut kuda Verbenaceae 850 0 0 0 0 0 0 0 0
61 Swietenia mahagoni Mahoni Meliaceae 0 0 0 0 300 0 0 0 0
62 Tectona grandis Jati Verbenaceae 0 0 0 0 300 50 50 66.67 50
63 Tinospora crispa Brotowali Menispermaceae 200 133.33 40 0 0 0 0 0 0
64 Trema cannabina Menarong Cannabaceae 0 0 15 0 0 0 0 0 0
65 Tridax procumbens Gletang Euphorbiaceae 600 66.67 0 2500 0 1250 800 800 675
66 Urena lobata Pulutan Malvaceae 0 0 25 0 0 0 25 0 0
67 Vernonia cinerea Buyung-buyung Asteraceae 0 0 0 250 0 25 0 66.67 130
68 Zoysia matrella Rumput peking Poaceae 0 0 0 0 0 0 0 0 2000
Kerapatan total 23350 4600 16950 22056.5 12900 11750 10531.66 11213.333 26495
Dibawah dan disekitar tajuk Cemara laut yang rimbun dapat dijumpai berbagai jenis semak dan herba, sebagian besar diantaranya termasuk jenis
flora penyusun vegetasi hutan pantai, misalnya Keranji, Babakoan (Scaevola
taccada), Teracak kambing (Ipomoea pes-caprae), Pandan laut (Pandanus tectorius), Seruni laut (Wedelia biflora), Rumput tikusan (Spinifex littoreus)
dan Legundi (Vitex ovata) bercampur dengan jenis Orok-orok (Crotalaria
striata), Sidaguri (Sida rhombifolia) dan Euphorbia (Euphorbia dentata). Kecuali jenis Orok-orok, Sidaguri dan Euphorbia, jenis-jenis tumbuhan tersebut diatas hanya dijumpai di lokasi SOC dan tidak dijumpai di lokasi-lokasi lainnya. Tumbuhan liar lain di SOC yang tidak dijumpai di lokasi-lokasi lain
adalah Kembang sungsang (Gloriosa superba) yang umumnya hanya
melimpah dan berbunga saat musim penghujan dan relatif jarang dijumpai saat musim kemarau.
B. LANTAI (LAN)
Area Lantai (LAN) merupakan area revegetasi pada lahan eks tambang kapur. Pada periode Maret 2017, analisis vegetasi di lokasi Lantai dilakukan pada vegetasi yang ditanam tahun 2016 (umur 1 tahun) dan 2014 (umur 3 tahun). Usia vegetasi di LAN relatif masih muda sehingga tidak dijumpai tegakan pohon di lokasi ini.
Pada pemantauan tahun 2016, belum dijumpai adanya tegakan tihang di lokasi LAN, akan tetapi pada Maret 2017 telah dijumpai tegakan tihang yang merupakan hasil pertumbuhan tegakan pancang (hasil penanaman tahun
2014) dengan jenis utama adalah Jati (Tectona grandis) dengan kerapatan
mencapai 1050 tegakan/ha. Juga tercatat jenis lain seperti Johar (Cassia
siamea) dan Pisang (Musa acuminata) masing-masing dengan kerapatan 50
tegakan/ha serta Pepaya (Carica papaya) dengan kerapatan 25 tegakan/ha.
Dua jenis tanaman yang disebut terakhir merupakan satu-satunya kelompok tanaman buah yang ditanam di lokasi LAN.
Untuk lokasi LAN hasil penanaman tahun 2016 belum dijumpai tegakan Jati atau Johar yang termasuk kategori ‘tihang’; semua tegakan masih berukuran kecil.
Diantara tegakan Jati atau Johar sebagai main crop (tumbuhan utama)
Gambar 3.4 Tipikal kondisi vegetasi di area Lantai hasil penanaman tahun 2016
pada Maret 2017; tegakan pancang didominasi oleh Jati (Tectona grandis) dan Johar (Cassia siamea)
stabilitas tanah untuk rehabilitasi) serta membantu meningkatan kesuburan lahan. Sebagaimana diketahui, Petai Cina termasuk dalam famili kacang-kacangan (Fabaceae) dimana anggota famili tersebut dikenal dapat bersimbiosis secara mutualisme dengan bakteri pem-fiksasi nitrogen sehingga dapat meningkatkan kadar nitrogen dalam tanah.
Antara lokasi penanaman tahun 2014 (LAN.14) dan tahun 2016 (LAN.16) secara umum tidak terdapat perbedaan komposisi maupun kelimpahan tumbuhan bawah (kategori pancang, semaian dan penutup tanah) yang secara
umum didominasi oleh pancang dan semaian Jati, Trembesi (Samanea
Selain jenis tumbuhan yang sengaja ditanam untuk rehabilitasi, pada area LAN sangat umum dijumpai berbagai jenis semak dan herba liar seperti
Sidaguri, Orok-orok, Gletang (Tridax procumbens), Putri malu (Mimosa
spp.) dan Widuri (Calotropis gigantea) serta berbagai jenis rerumputan
(Poaceae).
C. HUTAN PABRIK (HPA)
Area vegetasi Hutan Pabrik (HPA) dapat dikatakan sebagai vegetasi ‘mature’
yang ditandai dengan melimpahnya pohon-pohon dewasa berukuran besar,
misalnya Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), Asam landi
(Pithecellobium dulce), Sengon laut (Paraserianthes falcataria), Jati dan
Flamboyan (Delonix regia); dimana secara umum didominasi oleh Sengon
laut (kerapatan 200 tegakan/ha) dan Sengon buto (kerapatan 110 tegakan/ha). Di area HPA juga umum dijumpai tanaman penghasil buah, baik dalam
Gambar 3.6 Area revegetasi Lantai pada Maret 2017 dilihat dari titik pantau;
tampak gradasi hasil penanaman tahun 2014 dan tahun 2016 serta area eks tambang kapur yang belum di rehabilitasi
(Mangifera indica), Belinjo (Gnetum gnemon), Rambutan (Nephelium lappaceum), Jambu air (Syzygium aqueum) dan Kesambi (Schleichera oleosa).
Untuk tingkat pertumbuhan tihang, jenis dominan adalah Kesambi (45 tegakan) dan Kenitu (34 tegakan) sedangkan untuk kategori pancang juga didominasi oleh Kenitu (80 tegakan).
Gambar 3.7 Area pengamatan Hutan Pabrik pada Maret 2017; tampak lebih
‘bersih’ dan ‘teratur’ dibandingkan pada tahun 2016 sebagai akibat dari perawatan dan pembersihan secara berkala
Area HPA merupakan salah satu lokasi dengan jumlah jenis semaian, herba dan penutup tanah tertinggi (23 jenis, kerapatan total 26439 tegakan/ha) dan
didominasi oleh rerumputan (Poaceae) seperti Zoysia matrella,
Chlorisbarbata, Digitaria spp., Brachiaria distachya, Cynodon dactylon,
Dactyloctenium aegypticum dan Axonopus compressus serta beberapa herba
seperti Kucingan (Acalypha indica), Buyung-buyung (Vernonia cinerea),
Meniran (Phyllanthus niruri) dan semaian Nyamplung (Calophyllum
inophyllum).
Dibandingkan dengan periode tahun 2016, pada periode Maret 2017 secara visual tampak bahwa area HPA relatif lebih ‘bersih’ dan terbuka. Sebagai lokasi pengamatan yang berada di dalam kawasan pabrik, secara periodik dilakukan pembersihan semak-semak maupun herba liar di lokasi tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi nilai keanekaragaman flora (terutama pancang dan semaian) sekaligus nilai keanekaragaman fauna yang berhabitat di lokasi tersebut; sebagaimana akan dibahas lebih lanjut pada sub-bab berikutnya.
D. GLORY HALL (GLO)
Pengamatan flora darat di area Glory Hall (GLO) baru dilakukan pada periode Maret 2017 sehingga belum dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Jenis tanaman pada GLO didominasi oleh tegakan Jati yang termasuk dalam kategori tihang dengan kerapatan mencapai 4100
tegakan/ha. Juga dijumpai pohon Jati, Flamboyan (Delonix regia) dan
Trembesi namun dengan kerapatan yang rendah (12.5-50 tegakan/ha). Selain
Jati, tegakan tihang yang dapat dijumpai adalah Mahoni (Swietenia
mahagoni, 100 tegakan/ha).
Oleh karena didominasi oleh tegakan-tegakan berukuran besar yang tumbuh dengan cukup rapat, maka tidak banyak jenis tumbuhan bawah yang dapat dijumpai di area GLO, misalnya adalah pancang dan semaian dari Asam