• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO. Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO. Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO

Hj. Rusmin Husaen

Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Dilihat dari tingkat komplektisitas kegiatannya, dapat dipahami bahwa tugas seorang penilik PNF merupakan tugas yang berat, karena selain sasaran kegiatannya luas dan tidak terbatas, tugas sebagai penilik juga senantiasa berkaitan dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang minim bahkan belum pernah tersentuh oleh pendidikan. Oleh karenanya dalam hal ini dituntut kinerja dan profesionalisme seorang penilik. Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang penilik yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu dimana dalam hal ini yang bersangkutan harus siap menjalankan tugasnya yakni mengawasi/mengontrol semua kegiatan PNF, memenuhi kewajiban dengan melaporkan setiap perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kerjanya kepada pihak atasan serta senantiasa memberikan binaan kepada warga masyarakat sehingga program PNF yang dibinanya mampu mencapai target yag telah ditetapkan.

Kata kunci: Tenaga kependidikan, nonformal, mutu, dan professional. I. PENDAHULUAN

Menurut Simamora (1997:500), kinerja adalah tingkat hasil kerja dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan. Atau dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja dari para pekerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan. Kinerja Penilik PNF dikatakan tinggi apabila telah mampu melaksanakan tugas kepenilikannya sesuai dengan aturan tugasnya. Oleh karena itu Penilik PNF dituntut mempunyai motivasi tinggi dalam melaksanakan tugas kepenilikannya agar kinerjanya tinggi juga.

Adanya program maka akan nampak dengan jelas bagaimana sebenarnya kinerja dari Penilik PNF. Untuk itu, ada beberapa indikator kinerja Penilik PNF yang paling utama, yaitu : cara yang ditempuh, usaha yang dilakukan dan hasil yang dicapai dalam merencanakan, melaksanakan/mengelola program, mengevaluasi keberhasilan program dan melaksanakan pelaporan. Dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa sub indikator, yaitu : (1) cara-cara yang ditempuh dalam perencanaan program, cara-cara yang ditempuh dalam pelaksanaan/pengelolaan program, cara-cara yang digunakan dalam evaluasi keberhasilan program dan cara-cara yang ditempuh dalam penyusunan dan panyampaian laporan, (2) usaha-usaha yang dilakukan dalam perencanaan, pelaksanaan/pengelolaan, evaluasi hasil dan pelaporan, (3) hasil yang dicapai dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.

(2)

Sesuai dengan Keputusan 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab II Pasal 4 disebutkan bahwa tugas pokok penilik adalah merencanakan, melaksanakan dan menilai, membimbing melaporkan kegiatan penilikan PNF. Dari tugas pokok tersebut dijabarkan dalam rincian kegiatan penilik. Rincian kegiatan tersebut dibagi habis kepada masing-masing jenjang jabatan penilik sesuai bidang kegiatan yang meliputi : bidang pembelajaran, pelatihan, bimbingan, sumber daya PLS dan pemanfaatannya, materi pembelajaran, pelatihan, bimbingan, metode dan media pembelajaran, pelatihan dan bimbingan.

Patut diakui bahwa hingga saat ini telah banyak program-program PNF yang telah dilaksanakan. Namun, meluasnya program-program layanan PNF ini belum diikuti oleh meningkatnya mutu dari out putnya. Belum optimalnya out put yang dihasilkan oleh pendidikan non formal ini dapat diindikasikan karena disebabkan oleh beberapa hal seperti : Partisipasi masyarakat yang belum optimal, dana pelaksanaannya yang minim, jangkauannya yang terlalu luas dan tidak diimbangi oleh jumlah pendidik maupun tenaga pendidiknya, bahkan salah satu faktor yang sangat penting adalah belum optimalnya kinerja penilik PNF dalam melaksanakan tugasnya.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Gorontalo program-program PNF belum dapat berjalan dengan lancar, padahal jika melihat karakterisistik masyarakatnya, banyak sekali program-program PNF yang dapat di laksanakan, akan tetapi hingga saat ini program-program yang eksis hanyalah program Paket A, B dan C serta program pendidikan anak usia dini. Sementara program-program lainnya banyak yang tidak berlanjut bahkan cenderung terbengkalai. Dari observasi yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan awal bahwa kondisi ini diakibatkan oleh belum optimalnya kinerja penilik-penilik PNF baik dalam hal memberikan pengawasan, memberikan pembinaan ataupun memberikan motivasi kepada masyarakat sehingga banyak program-program PNF yang tidak tuntas pelaksanaannya.

Kedudukan Penilik adalah sebagai pelaksana teknis fungsional penilikan pendidikan luar sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau dinas lainnya yang bertanggung jawab di bidang pendidikan luar sekolah. Dengan mencermati kondisi dan harapan sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap program-program PNF yang telah berjalan saat ini dan perlu juga dilakukan penilaian prestasi kerja dari penilik-penilik PNF. Jika hal ini tidak dilakukan maka program-program PNF yang semula diadakan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat tidak akan bisa terwujud, malah sebaliknya hal ini hanya akan merugikan negara.

II. KAJIAN PUSTAKA

Hakikat Pendidikan Non Formal

Phillips H. Combs (dalam Joesef, 1986; 50 menyatakan bahwa ”Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar”. Definisi ini menjelaskan bahwa pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah

(3)

merupakan kegiatan yang dilaksanakan diluar sistem pendidikan formal yang memberikan layanan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan belajar.

Dalam pasal 26 ayat 3 disebtukan bahwa ”Program pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup (life skill), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik”. Jenis-jenis pendidikan tersebut diatas dapat diselenggarakan melalui satuan-satuan pendidikan non formal seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), majelis taklim dan satuan pendidikan sejenis.

Soelaiman Joesoef dalam bukunya ”Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah” membagi kelompok sasaran dari pendidikan luar sekolah kedalam dua sasaran pokok, yaitu :

1. Pendidikan Luar sekolah untuk pemuda

a. Sebab-sebab timbulnya pendidikan luar sekolah untuk pemuda ini antara lain adalah :

1) Banyaknya anak-anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih di negara berkembang.

2) Mereka memperoleh pendidikan tradisional

3) Mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola pergaulan 4) Mereka dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai

sangsi dari masyarakatnya

b. Kelompok-kelompok kegiatan pendidikan luar sekolah antara lain : 1) Klub Pemuda

2) Klub-klub pemuda tani 3) Kelompok pergaulan

2. Pendidikan Luar Sekolah Untuk Orang Dewasa. Pendidikan ini timbul karena: a) orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja

b) orang dewasa tertarik terhadap keahlian.

Untuk meperoleh pendidikan tersebut diatas dapat ditempuh melalui :1) Kursus-kursus pendek, 2) In service- training, dan 3) Surat menyurat. Lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (Joesoef, 1986: 59) disebutkan bahwa sasaran pendidikan luar sekolah dapat meliputi :

a. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa : 1) usia pra sekolah (0-6 tahun), 2) usia pendidikan dasar (7-12 tahun), 3) usia pendidikan menengah (13-18 tahun), dan 4) usia pendidikan tinggi (19-24 tahun).

b. Ditinjau dari jenis kelamin; yakni lebih ditujukan kepada kaum wanita, karena jumlahnya yang besar, wanita juga dinilai kurang partisipasinya dalam rangka produktivitas dan efisiensi kerja. Oleh karenanya pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) membantu para wanita ini melalui program-program PKK, program KB dan lain-lain seperti : program peningkatan gizi, perawatan bayi dan pengetahuan dan penjagaan lingkungan sehat.

c. Berdasarkan lingkungan sosial budaya sasaran pendidikan luar sekolah dapat berupa 1) masyarakat pedesaan, 2) masyarakat perkotaan, 3) masyarakat terpencil.

(4)

d. Berdasarkan kekhususan sasaran pelajaran antara lain: 1) peserta didik yang dapat digolongkan dalam kondisi terlantar seperti anak yatim piatu, 2) peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila, 3) peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra dan tuna rungu, 4) peserta didik yang karena berbagai sebab sosial tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan.

g. Berdasarkan segi pelembagaan program, yakni menyangkut keseluruhan proses pengintegrasian antara pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat, seperti : 1) program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK dan lain sebagainya, 2) koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaan program pembangunan, dan 3) tenaga pengarahan tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.

Sifat-sifat Pendidikan Non Formal

Masing-masing jalur pendidikan mempunyai sifat yang berbeda-beda walaupun pada dasarnya mempunyai satu tujuan yang sama yakni menciptakan masyarakat yang cerdas, terampil, bermutu dan berkualitas serta dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pendidikan non formal memiliki sifat-sifat antara lain :

a. Pendidikan non formal lebih ”fleksibel”.

Pendidikan non formal bersifat fleksibel dalam arti bahwa dalam pelaksanaan program-programnya pendidikan non formal tidak menuntut adanya syarat credential yang keras bagi peserta didiknya. Selain itu, dibandingkan dengan pendidikan formal yang terikat dengan jam pembelajarannya, maka dalam pendidikan non formal penyelenggaraannya disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki oleh para peserta didik, dan tidak terikat oleh target seperti halnya dalam pendidikan formal dengan jenjang-jenjang pendidikannya.

Ditinjau dari segi tujuan, pendidikan non formal memiliki tujuan yang luas, akan tetapi bisa juga lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan warga belajarnya. Disamping itu, tenaga pengajar/ pendidik pada pendidikan non formal tidak terikat oleh persyaratan yang ketat misalnya dalam hal penerapan kurikulum dalam proses pembelajaran.

b. Pendidikan non formal dianggap lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang pelajaran tertentu.

Pendidikan non formal dikatakan efektif karena program-program pendidikan non formal senantiasa spesifik yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan warga belajarnya dan tidak menetapkan syarat-syarat tertentu secara ketat baik terhadap tenaga pendidik, metode bahkan terhadap fasilitas-fasilitas lainnya, selain itu tempat pelaksanaan/ penyelenggaraannya dapat dilaksanakan dimana saja.

c. Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat melatih tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Berbeda dengan pelaksanaan pendidikan pada lembaga formal yang terikat dengan jangka waktu tertentu yang relatif lama, penyelenggaraan pendidikan non formal cenderung lebih singkat akan tetapi memiliki tujuan yang jelas dan terarah.

(5)

d. Pendidikan non formal sangat ”instrumental” artinya pendidikan ini bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan out put yang berkualitas dalam waktu yang relatif singkat. Kesimpulannya bahwa walaupun penyelenggaraan pembelajaran pada pendidikan non formal cenderung lebih singkat akan tetapi out put yang dihasilkan bisa sejajar dengan lulusan-lulusan pendidikan formal, bahkan out put dari pendidikan non formal memiliki nilai plus karena mereka dibekali dengan berbagai keterampilan sehingga mereka memiliki kesiapan untuk terjun ke dunia kerja.

Kinerja Penilik PNF

Kinerja dapat diartikan sebagai kualitas kerja. Kualitas kerja ini lebih mengacu pada: 1) melakukan, menjalankan, melaksanakan, 2) memenuhi atau menjalankan kewajiban, 3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, 4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai prestasi kerja (performance).

Definisi lain mengenai kinerja juga dikemukakan oleh Mangkunegara (dalam Wikipedia, 2008) bahwa “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sementara Hasibuan (dalam Wikipedia, 2008) menyatakan bahwa ”Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu” (http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja, 02 April 2008).

Dalam proses pencapaiannya, kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001:82) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu : 1) kemampuan mereka, 2) motivasi, 3) dukungan yang diterima, 4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) hubungan mereka dengan organisasi (http://id.wikipedia.org/wiki/kinerja , 02 April 2008).

Depdiknas (2006; 3) menyatakan bahwa penilik merupakan salah satu tenaga kependidikan pendidik non formal yang bertugas untuk memantau dan memberikan bimbingan serta pembinaan mutu proses dan hasil pendidikan non formal terjamin sesuai dengan harapan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 40 bahwa pengawasan pendidikan non formal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan. Artinya, seseorang yang menduduki jabatan penilik harus melakukan pengawasan terhadap pendidikan non formal, sebagaimana pendidikan formal yang dikendalikan oleh seorang pengawas sebagai pengendali mutu.

Peran dan Standar Kompetensi Penilik PNF

Peran penilik dalam pendidikan non formal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan non formal. Ibrahim Lubis (Depdiknas, 2006; 37) menyatakan bahwa ”Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan

(6)

atau dengan hasil yang dikehendaki”. Artinya, bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian hasil dari apa yang telah direncanakan. Melalui pengawasan dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap kegiatan-kegiatan yang belum sempat terlaksana maupun tujuan-tujuan yang belum tercapai.

Depdiknas (2006; 37) menyatakan bahwa ”Standar adalah kriteria/ norma yang harus dimiliki penilik, sedangkan kompetensi adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh penilik”. Jadi standar kompetensi adalah kriteria atau norma dan kemampuan yang harus dimiliki oleh penilik. Terkait dengan standar kompetensi, dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa ”Seorang peniliki harus memiliki 4 kemampuan yakni : pertama, kompetensi pedagogik dan andragogi, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, serta kompetensi sosial”. Keempat kompetensi ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kompetensi Pedagogik dan Andragogi

Kompetensi ini berkaitan dengan pemahaman pedagogik dan andragogi. Dalam hal ini penilik dituntut untuk terus belajar dan memahami ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan anak-anak maupun orang tua. Dengan adanya pemahaman terhadap pedagogik dan andrgogi, seorang penilik akan mampu membina dan membimbing masyarakat agar penyelenggaraan pendidikan non formal akan berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

2. Kompetensi Profesional

Kompetensi ini berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok penilik yaitu : merencanakan, memantau, menilai dan membimbing. Dalam hal ini seorang penilik harus tahu dan mampu membuat perencanaan kepenilikan sebelum melaksanakan tugasnya sehingga apa yang dilakukan di lapangan akan tersusun dan terjadwal.

3. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan yang dimiliki oleh penilik dalam melaksanakan tugasnya yakni yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, seperti ramah, jujur, bertanggung jawab, dan loyal pada tugas.

Sebagai penjamin mutu pendidikan, penilik harus memegang teguh kejujuran walaupun dalam pelaksanaan tugasnya ia menghadapi berbagai kesulitan. Selain itu, penilik harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan mutu pendidikan, juga loyalitas terhadap tugas sangat diperlukan.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan penilik untuk berkomunikasi dan bersosialisasi terhadap sasaran binaan dan lingkungan sosialnya. Setiap masyarakat pasti berbeda-beda dalam hal karakter, watak, sikap dan usia. Oleh karenanya seorang penilik harus memiliki kemampuan untuk menghadapi kondisi seperti ini.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan fenomenologis dengan jenis penelitian kualitatif. Dalam hal ini peneliti menetapkan beberapa sumber data, antara lain :

(7)

1. Sumber utama yaitu penilik PNF yang bertugas pada 4 (empat) Kecamatan di wilayah Kabupaten Gorontalo yang berjumlah 5 (lima) orang Penilik PNF, Organisasi Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Gorontalo.

2. Sumber teoritik, sejumlah literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji.

3. Sumber informasi adalah Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan, Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Gorontalo.

IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Pembahasan Hasil Penelitian

1. Perencanaan

Perencanaan sangat diperlukan agar suatu program/kegiatan bisa dilaksanakan dengan benar. Perencanaan sangat penting dilakukan karena: 1) dalam perencanaan dapat digariskan tujuan organisasi sehingga geraknya dapat diarahkan, 2) dengan perencanaan semua aktivitas dapat diarahkan ketujuan yang telah ditetapkan, dan 3) dapat diperoleh tindakan yang tepat terkoordinasi dari berbagai unit kerja” (Depdiknas, 2007: 32).

Penilik PNF sebagai salah satu tenaga fungsional dilapangan harus mampu membuat perencanaan terhadap seluruh kegiatan-kegiatan yang akan diprogramkan bagi masyarakat. Perencanaan disusun berdasarkan kriteria kebutuhan yang ada di masyarakat, sehingga pelaksanaannya akan berjalan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dengan demikian kegiatan yang akan diprogramkan kepada masyarakat akan selalu berbeda dari periode satu ke periode lainnya.

Memperhatikan data responden terkait dengan indikator perencanaan yang perlu dilakukan oleh Penilik PNF, diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada umumnya Penilik PNF pada empat kecamatan sebagai lokasi penelitian ini belum sepenuhnya mampu menyusun suatu rancangan kegiatan PNF untuk masyarakat. Sebahagian besar dari mereka hanya berperan sebagai pengembang program yang telah ada, kondisi ini mengakibatkan banyaknya kegiatan-kegiatan PNF yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Pengorganisasian/Pelaksanaan

Pengorganisasian berkaitan dengan upaya melibatkan komponen masyarakat, melakukan pembagian kerja, serta mengelompokkan jenis-jenis kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok-kelompok sasaran, sehingga pelaksanaannya bisa sesuai dengan susunan kegiatan perencaaan. Siagian (Sudjana, 106) mendefinisikan pengorganisasian sebagai proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suasana organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain pengorganisasian merupakan usaha untuk mengintegrasikan sumber daya manusia dan sumber daya non manusia sehingga terbentuk satu kesatuan yang dapat melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.

Dalam pengorganisasian dituntut kemampuan Penilik dalam melakukan sosialisasi tentang kegiatan-kegiatan PNF sehingga masyarakat dapat mengetahui

(8)

maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut. Berdasarkan jawaban-jawaban responden terkait dengan kegiatan pengorganisasian dan pelaksanaan menunjukkan bahwa selama ini para Penilik PNF telah mampu melakukan pengorganisasian terhadap kegiatan PNF, demikian pula dengan tanggung jawab. Dari analisis jawaban responden dapat diketahui bahwa selama ini mereka (Penilik) telah melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Namun dalam kegiatan sosialisasi masih harus diakui bahwa mereka belum dapat melaksanakannya secara optimal, padahal sosialisasi diperlukan dalam rangka membangun pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap program-program yang akan dilaksanakan.

3. Pengawasan

Pengawasan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Melalui pengawasan dapat diketahui apakah suatu kegiatan berjalan baik atau tidak. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa lancar tidaknya kegiatan-kegiatan PNF di masyarakat, sangat tergantung dari lancar tidaknya pengawasan yang dilakukan oleh Penilik PNF.Oleh karenanya seorang Penilik PNF harus mampu melakukan pengawasan secara intensif terhadap kegiatan-kegiatan PNF yang telah diprogramkan untuk masyarakat. Selain itu, Penilik PNF harus mampu mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan PNF. Kegiatan-kegiatan pendampingan terhadap masyarakat dapat diwujudkan melalui pembinaan-pembinaan kepada kelompok-kelompok masyarakat sehingga memahami makna dari program yang mereka laksanakan. Selain pembinaan, masyarakat juga memerlukan pembimbingan agar mereka selalu melaksanakan kegiatan secara terarah dan terstruktur sesuai dengan susunan perencanaan yang telah dibuat.

Berdasarkan data dari jawaban responden, diketahui bahwa sebagian Penilik PNF belum mampu melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan PNF di masyarakat. Meluasnya sasaran kegiatan-kegiatan PNF hingga ke pelosok-pelosok desa membuat beberapa Penilik merasa tidak mampu untuk menjangkau wilayah-wilayah tersebut, sehingga kegiatan mereka cenderung tidak terawasi oleh Penilik. Selain mengalami kesulitan dalam hal pengawasan, para Penilik tersebut juga mengalami hambatan dalam hal membina dan membimbing masyarakat. Salah satu kendala Penilik dipengaruhi oleh beragamnya karakteristik masyarakat sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menguasai mereka (khalayak sasaran).

4. Evaluasi

Evaluasi diperlukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan suatu program/kegiatan yang telah dilaksanakan. Dari hasil evaluasi selanjutnya dapat dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran suatu program, baik faktor yang sifatnya menunjang ataupun yang menghambat pelaksanaan kegiatan dimaksud. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk perbaikan bagi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan selanjutnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Mugiadi (Sudjana, 2006:256) bahwa evaluasi/penilaian adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek, dimana informasi tersebut berguna dalam pengambilan keputusan seperti : penyempurnaan kegiatan

(9)

selanjutnya, penghentian suatu kegiatan, atau penyebarluasan gagasan yang mendasari suatu kegiatan.

Analisis Implementasi Inovasi Bidang PNF

(1) Dimensi Kinerja Penilik PNF dalam Pelaksanaan Tupoksinya

Terdapat 7 (tujuh) peranan agen pembaharu yang hal ini dapat pula dilakukan oleh Penilik PNF dalam memperkenalkan inovasi bidang PNF terkait dengan pelaksanan tugas pokok dan fungsinya.

(1) Mengembangkan Kebutuhan untuk Perubahan

Seorang pembaharu pada mulanya diharuskan membantu kliennya supaya menyadari akan kebutuhan untuk merubah tingkah lakunya. Agar dapat memulai proses perubahan, maka agen pembaharu perlu menunjukkan alternatif-alternatif baru bagi masalah yang ada, menjelaskan pentingnya masalah dan dapat meyakinkan klien bahwa mereka mampu menghadapi masalah-masalah tersebut.

(2) Menetapkan Hubungan Pertukaran Informasi

Bila kebutuhan untuk berubah telah ditimbulkan, seorang agen pembaharu harus mengembangkan hubungan dengan kliennya itu. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungannya dengan para klien dengan menciptakan kredibilitas dalam kompetensinya keadaan dapat dipercaya dan merasa empati dengan kebutuhan dan masalah para klien.

(3) Mendiagnosa Masalah-Masalah Mereka

Agen pembaharu harus bertanggung jawab untuk menganalisis situasi problem kliennya untuk menentukan mengapa alternatif-alternatif yang ada tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Setelah ada kesimpulan berdasarkan diagnosa serupa, agen pembaharu harus melihat situasi secara empati dari perspektif lain, dan bukan dari perspektifnya sendiri.

(4) Menciptakan Niat untuk Berubah pada Sasaran

Setelah agen pembaharu menyelidiki berbagai jalan untuk bertindak yang mungkin ditempuh kliennya guna mencapai tujuan-tujuannya, agen pembaharu berusaha untuk memotivasi minat terhadap inovasi. Tetapi agen pembaharu harus berpusat pada klien, bukan berpusat pada inovasi, dan memusatkan diri pada masalah-masalah klien.

(5) Mewujudkan Niat ke dalam Tindakan

Agen pembaharu berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku para kliennya sesuai dengan rekomendasi yang berdasarkan pada kebutuhan klien. Pengaruh jaringan kerja interpersonal melalui teman-teman dekat merupakan hal yang terpenting pada tingkat persuasi dan tingkat keputusan dalam proses inovasi.

(6) Menentukan Adopsi dan Mencegah Berhentinya Adopsi

Agen pembaharu dapat secara efektif memantapkan tingkah laku baru dengan memberikan pesan berupa penguatan kepada klien-klien yang telah mengadopsi, jadi “memantapkan” tingkah laku baru. Bantuan ini harus sering diberikan bila klien itu telah berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan inovasi.

(7) Mencari suatu Hubungan Terminal

Tujuan akhir bagi seorang agen pembaharu adalah mengembangkan tingkah laku yang membaharui diri sendiri dipihak sistem klien. Agen pembaharu harus

(10)

berusaha untuk menempatkan dirinya diluar kegiatan ini dengan jalan mengembangkan kemampuan klien-kliennya untuk menjadi agen pembaharu sendiri. Dengan perkataan lain, agen pembaharu harus berusaha untuk merubah para klien dari posisi tergantung pada agen pembaharu menjadi bisa berdiri sendiri.

(2) Dimensi Pengembangan Inovasi Bidang PNF

Dari temuan penelitian ternyata Penilik PNF telah dan sedang berupaya melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang bila dikaji dari asfek inovasi menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan tupoksinya dimensi inovasi tetap terintegrasi secara baik dan melembaga. Dari dimensi inovasi pendidikan kaitannya dengan pengembangan PNF agar tetap mantap dari segi pengelolaan dan kelembagaan maka formula yang dikemukakan oleh Everet M. Rogers merupakan suatu faktor yang penting dan menentukan. Terdapat 5 (lima) faktor atau sifat yang harus terdapat dalam setiap kegiatan inovasi agar inovasi itu mudah dan cepat didifusikan, didesiminasikan dan bahkan di adopsi, yaitu :

Pertama, Keuntungan Relatif (Relative Advantage), yaitu sejauhmana suatu gagasan dapat memberi keuntungan dan kepuasan bagi mereka yang menerima dan menerapkannya. Keuntungan relatif ini dapat berbentuk keuntungan yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis.

Kedua, Kesepadanan atau kecocokan (Compabiliy), yaitu sejauhmana gagasan pembaharuan itu memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang menjadi sasaran untuk dikenai pembaharuan, dan sejauhmana ide baru itu dapat memenuhi kebutuhan mereka serta sejauhmana tingkat keterhubungan gagasan baru dengan inovasi sebelumnya.

Ketiga, Tingkat Kerumitan atau Kompleksitas (Complexity), yaitu sejauhmana tingkat kesulitan yang terdapat dalam suatu gagasan pembaharuan.Biasanya semakin sulit tingkat kemampuan yang diperlukan atau dituntut oleh suatu gagasan baru, maka akan semakin rumit pula gagasan tersebut dapat diterapkan dan semakin lambat pula untuk disebarkan.

Keempat, Dapat diuji coba (Triability), yaitu sejauhmana gagasan pembaharuan itu dapat dan mudah diujicobakan dalam skala kecil. Gagasan pembaharuan yang sudah diuji coba dalam skala kecil terlebih dahulu dalam arti tidak banyak mengandung resiko, maka akan semakin mudah untuk diterapkan serta disebarkan dan diadopsi oleh pihak sasaran yang dikenai adopsi.

Kelima, Dapat diamati hasilnya (Observability), yaitu sampai sejauhmana hasil-hasil dari penerapan gagasan baru itu dapat diamati hasilnya oleh masyarakat. Semakin mudah diamati hasilnya dari suatu penerapan ide baru maka akan semakin mudah dan cepat inovasi tersebut dapat disebarkan pada sasaran yang lebih luas.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa program dan kegiatan PNF dapat dilakukan berbagai strategi inovasinya bila para Penilik PNF mempunyai komitmen, konsisten dan kontinu dalam mengembangkan kinerja dengan tetap mengacu pada upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat sebagai khalayak sasaran PNF. Keberhasilan dan kecepatan adopsi suatu inovasi disamping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas juga ditentukan pula oleh proses

(11)

dan tipe keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial yang ada, saluran komunikasi, dan gencarnya promosi inovasi.

V. PENUTUP

Kinerja Penilik PNF dalam pelaksanaan tupoksinya di Kabupaten Gorontalo khususnya pada empat Kecamatan sebagai sasaran penelitian dengan menggunakan empat indikator ternyata pada umumnya menunjukkan capaian kualitas belum optimal. Hal ini terlihat pula dari asfek ketercapaian program dan kegiatan kepenilikan pada dimensi operasional tupoksi sebahagian besar pada kategori yang belum sepenuhnya optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis. 2004. Jurnal Ilmiah Pendidikan Non Formal dan Kepemudaan. Jakarta. Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat PTKPNF. 2006. Perubahan Keputusan Menpan Nomor 15/KEP.M/PAN/3/2002 Tentang Jabatan Fungsional Penilik Dan Angka Kreditnya.

Direktorat PTKPNF. 2008. Profil Direktorat PTKPNF. http:///jugaguru.com Everett M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. New York. The Free Press. Ikatan Penilik Indonesia (IPI), 2009. Buku Penilik Pendidikan Nonformal dan

Informal. Gorontalo: IPI Provinsi Gorontalo.

Joesoef, Soelaiman. 1986. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Surabaya. Bumi Aksara.

Media Informasi Penilik Indonesia. 2007. Mari Kita Wujudkan Penilik Sebagai Quality Assurance. http:///penilikpls.bolgspot.com

Moleong, Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rosda Karya. Sudjana. 2004. Pendidikan Non Formal. Bandung. Falah Production.

Tuloli, H. Jassin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif dan Aplikasinya. Gorontalo. Udin Saefudin Saud. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Udin Saefudin Saud, Ayi Suherman. 2006. Inovasi Pendidikan (Bahan Belajar Mandiri). Bandung : UPI Press.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Vriens, Dirk . 2004. Information and Communication Technology for Competitive Intellegence. University of Nijmegen The Netherlands.

Wahyudin Dinn. D. Supriadi. Ishak Abdulhak. 2003. Pengantar Pendidikan. Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu diperlukan pengembangan pengajaran yang dapat membangun keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar melalui alternatif metode pembelajaran, yakni metode

Peneliti akan meneliti yang berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan akhlak pemuda dan kendala apa saja yang mempengaruhi pembinaan akhlak pemuda di lembaga pemasyarakatan kelas

Dalam penelitian ini, tema-tema dari cerita yang akan dimainkan dapat disesuaikan dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung di TK yaitu tema Makanan dan Minuman,

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif

Simulasi distribusi air dengan Epanet 2.0 digunakan untuk mengetahui dan membandingkan hasil dari sistem distribusi air bersih yang sudah direncanakan dengan perhitungan

Dari Kegiatan konstruksi maupun pertambangan dapat mengakibatkan gangguan akibat kerja pada operator alat berat yaitu low back pain akibat getaran seluruh tubuh

 Ekspansi ini diharapkan dapat mendukung target penjualan CSAP pada tahun 2018 yang diharapkan naik 14% menjadi Rp11 triliun dibandingkan dengan tahun lalu.. Penjualan dari

Turbin yang bergerak karena uap dipergunakan baling baling kapal dan sisa amoniak yang dari turbin menggunakan air dingin dari kedalaman laut yang suhunya C,