• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA KERAK PADA EVAPORASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA KERAK PADA EVAPORASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA

KERAK PADA EVAPORASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR

Zainus Salimin dan Gunandjar

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN, Kawasan Puspiptek, Serpong

ABSTRAK

PENGGUNAAN EDTA SEBAGAI PENCEGAH TIMBULNYA KERAK PADA EVAPORASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR. Limbah radioaktif cair fasilitas nuklir Serpong mengandung kesadahan tetap CaSO4

dan MgSO4 rasio 2:1, bila dievaporasi akan menimbulkan kerak yang merupakan tahanan transfer panas

evaporator. Dalam operasi rutin, kerak tersebut dihilangkan melalui perendaman serkuit evaporator dengan asam nitrat 10 % selama 2,5 hari (60 jam), atau melalui pembersihan dengan sikat saat perawatan alat. Langkah preventif pencegahan pembentukan kerak dapat dilakukan melalui penggunaan inhibitor kimia EDTA (Ethylene diamine tetra-acetic acid), ion-ion kalsium dan magnesium bereaksi membentuk senyawa kompleks dengan EDTA sehingga kerak tidak terjadi lagi. Sebanyak 500 ml limbah cair simulasi berkesadahan 2,5 % atau kadar kation (Ca dan Mg) 6.595 ppm ditambah 28,30 g EDTA dididihkan pada pH bervariasi 7, 9, 11, dan 13 untuk reaksi pembentukan kompleks. Setelah 1; 1,5 ; 2; 2,5; dan 3 jam dari saat larutan mendidih, larutan dilewatkan kolom resin untuk pengikatan sisa kation bebas. Larutan tersebut selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan magnesiumnya yang merupakan kadar kation yang terkomplekkan oleh EDTA. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada pH 9 memberikan kadar kation yang terkomplekskan maksimum pada 6160 ppm atau memberikan kation terkomplekkan 93,33 %.

Kata kunci : Pengolahan limbah radioaktif, evaporasi, penggunaan EDTA, kerak.

ABSTRACT

UTILIZATION OF EDTA AS SCALE INHIBITOR ON EVAPORATION OF LIQUID RADIOACTIVE WASTE. The evaporation of liquid waste from Serpong Nuclear facilities containing permanent hardness of

CaSO4 and MgSO4 on the ratio 1:2 will generate the scale formation constituting the heat resistance of

evaporator . On the routine operation, the scale are removed by chemical reaction with immersion of evaporator circuits using nitric acid 10 % during 2.5 days (60 hours) from Friday afternoon to Monday morning or by brushing it on the maintenance period. The preventive action for scale inhibition can be performed by utilization of chemical inhibitor EDTA, the ions of calcium and magnesium reacts with EDTA to form complex compound so the scale formation can be avoided. The quantity of 500 ml simulation of liquid waste containing 2.5 % hardness compound or cation (calcium and magnesium ions) concentration of 6595 ppm was added by 28.30 g EDTA and heat up to boil on the pH variation of 7, 9, 11, and 13 for formation reaction of complex. After the time of initial boiling condition which was variated for 1; 1.5 ; 2 ; 2.5; and 3 hours, the solution was flowed to pass the resin column for free cations catching. That solution be analyzed for determination of calcium and magnesium content complexed by EDTA. The result indicates that on pH 9 gives the maximum of cation complexed by EDTA on the value of 6160 ppm or the percent cation complexed 93.33 %.

Key words : Radioactive waste treatment, scale inhibitor, evaporation, utilization of EDTA.

PENDAHULUAN

vaporasi adalah proses pemekatan larutan dengan menguapkan pelarutnya, sehingga diperoleh larutan pekat (konsentrat) dan destilat (embunan uapnya). Pada umumnya suatu larutan terdiri dari zat yang mudah menguap dan yang tidak mudah menguap, sehingga dengan kata lain evaporasi adalah untuk menghilangkan zat yang mudah menguap untuk mendapatkan larutan yang lebih pekat. Evaporator skala industri yang biasa digunakan adalah evaporator dengan uap air

sebagai pemanas dan medium pemanas berbentuk pipa (tubular heating surface), evaporator tersebut mempunyai transfer panas yang efektif dan ekonomis. Penggunaan evaporator untuk pengolahan limbah radioaktif cair mempunyai keuntungan proses karena bahan radioaktif biasanya merupakan material yang tidak mudah menguap, sehingga zat radioaktif tersebut mudah dipisahkan dari larutannya dalam bentuk konsentrat.

(2)

Pemekatan larutan dengan evaporasi menggunakan tubular heating surface evaporator merupakan cara yang efektif untuk dekontaminasi limbah radioaktif cair , zat radioaktif terpekatkan dalam konsentrat memberikan faktor dekontaminasi (FD) antara 104-105 untuk Cs-137 (FD= aktivitas limbah awal dibagi dengan aktivitas destilat). Panas yang diberikan oleh uap pemanas ke larutan melalui medium pemanas tergantung pada harga koefisien transfer panas yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat salting, scalling,

fouling, dan korosi. Salting ialah timbulnya

deposit endapan garam pada dinding transfer panas, yang akan bertambah dengan naiknya temperatur. Scalling ialah terjadinya deposit kerak pada dinding transfer panas, kerak tersebut adalah suatu senyawa yang tidak larut dalam larutan pada suhu pendidihan. Kerak terjadi karena dalam larutan mengandung kesadahan tetap CaSO4, MgSO4, senyawa karbonat dan senyawa silikat[1].

Fouling ialah terjadinya deposit atau endapan

senyawa yang berasal dari bahan masuk atau karena uap yang terkondensasi. Adanya salting,

scalling dan fouling menyebabkan penebalan

dinding transfer panas, sehingga tahanan transfer panas naik, maka harga koefisien transfer panas turun. Hal ini menyebabkan kenaikan kebutuhan uap pemanas untuk kepasitas evaporasi yang tetap, yang selanjutnya dapat menimbulkan resiko pecahnya evaporator karena beda temperatur antara bagian shell dan bagian tube (temperature strains) yang melebihi nilai standar. Temperature strains yang diperbolehkan adalah 50 °F, hal ini berhubungan dengan pemuaian logam yang dipakai. Bila pemuaian logam di bagian shell tidak sama dengan pemuaian pada bagian tube akan menyebabkan kehancuran tube-bundle yang berarti evaporator pecah.

Sistem evaporasi di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, IPLR BATAN, Serpong mengolah limbah radioaktif cair dengan aktivitas maksimum 2x10-2 Ci/m3 menjadi konsentrat aktivitas 1 Ci/m3 dan air destilat. Limbah yang diolah mempunyai kandungan unsur radioaktif utama Cs-137 dan Co-60, dan umumnya ber-pH sekitar 7, tidak mengandung garam kimia mudah mengendap kecuali kesadahan tetap. Evaporatornya jenis Thermosiphon Circulating

Thermal Evaporator yang mempunyai kapasitas

operasi 0,75 m3/jam dengan faktor reduksi volume minimum 50:1 tergantung kandungan garam awal dalam limbah cair yang lewat bagian shell [1,2]. Panas pengembunan uap air pemanas di bagian shell ditransfer melalui ketebalan dinding tube sehingga limbah cair mendidih. Mengingat air yang digunakan di kawasan fasilitas nuklir Serpong adalah air PUSPIPTEK yang mengandung

kesadahan tetap CaSO4 dan MgSO4 dengan rasio 2:1, limbah cair umpan evaporator IPLR mempunyai kandungan kesadahan tetap CaSO4 dan MgSO4 dengan perbandingan (rasio) 2:1 pula. Tahanan transfer panas kerak merupakan tahanan transfer panas yang utama pada evaporator IPLR-BATAN.

Penghilangan kerak yang telah terbentuk dalam evaporator IPLR dilakukan melalui perendaman sirkuit pemekatannya dengan asam nitrat 10% selama 2½ hari dari Jum’at siang s/d Senin pagi, dilanjutkan pencucian dengan air. Cara ini dilakukan pada evaporator yang terpasang, sehabis operasi evaporasi limbah cair dimana nilai

fouling-factor sudah signifikan mengganggu

transfer panas. Cara kedua penghilangan kerak melalui pembersihan dinding dalam tube secara mekanik dengan sikat serabut besi/kawat saat kegiatan perawatan dimana evaporator dibongkar [1,2].

Langkah preventif untuk mencegah pembentukan kerak dapat dilakukan dengan penggunaan chelating-agent atau

sequestering-agent sebagai inhibitor kimia melalui pembentukan

senyawa kompleks logam Ca dan Mg sehingga kristal kerak tidak terjadi. Pencegahan timbulnya kerak merupakan langkah yang lebih baik dilakukan daripada penghilangan kerak yang sudah terlanjur terbentuk, oleh karena itu perlu diteliti penggunaan EDTA sebagai inhibitor terbentuknya kerak pada evaporasi limbah radioaktif.

TEORI

Mekanisme Pembentukan Kerak

Pembentukan kerak dan deposit endapan lain adalah proses kristalisasi yang kompleks. Kecepatan pembentukan lapisan awal kerak dan kecepatan pertumbuhan yang berikutnya ditentukan melalui interaksi dari beberapa kecepatan proses : nukleasi, difusi, reaksi kimia, dan kesesuaian pola geometris molekul-molekul dan atom-atom kristal kerak, dan lain-lain. Sebagian terbesar, walaupun tidak semua, unsur pokok pembentukan kerak mineral adalah kebalikan dapat larut, yaitu kelarutannya cenderung turun terhadap kenaikan suhu. Oleh karena itu, bila larutan lewat jenuh bersinggungan dengan permukaan transfer panas, mineral tersebut mengendap menjadi padatan karena daya larut setimbangnya menurun. Pada saat larutan menjadi lewat jenuh dan nukleasi terjadi, kondisi ini sangat cocok dan ideal untuk pertumbuhan kristal partikel kerak. Senyawa-senyawa yang dibawa air seperti

(3)

kalsium sulfat, magnesium sulfat, barium sulfat, magnesium karbonat, kalsium karbonat, silikat, dan lain-lain dapat mengendap dan membentuk kerak sebagai akibat dari beda tekanan, perubahan temperatur, perubahan pH, dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam peralatan-peralatan proses, penukar panas, evaporator, boiler, cooling tower, dan lain-lain[3,4,5].

York dan Schorle[6,7] menjelaskan bahwa kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas dimana kerak terbentuk memerlukan 3 (tiga) faktor simultan yaitu konsentrasi lewat jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak yang memadai. Di dalam proses evaporasi, kondisi jenuh

(saturation) dan supersaturation dicapai secara

simultan melalui pemekatan larutan dan penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu menjadi suhu penguapan. Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh, dan kemudian sewaktu larutan melewati supersaturation maka terjadilah pertumbuhan kristal, ukuran kristal bertambah besar dan selanjutnya melalui gaya gravitasi kristal jatuh dan terpisah dari larutan. Mekanisme tersebut memerlukan waktu kontak antara larutan dan permukaan transfer yang memadai. Skema mekanisme pembentukan kerak yang dilengkapi parameter-parameter penting yang mengontrol setiap tahapan ditunjukkan pada Gambar 1.

Pencegahan Kerak Dan Deposit Endapan Melalui Inhibitor Kimia

Penggunaan aditif kimia tertentu dapat berpengaruh besar pada penghambatan pertumbuhan kristal dalam media pelarut air. Mekanisme yang pasti dari aditif tersebut dalam menghambat pertumbuhan kristal belum dipahami sempurna walaupun banyak penelitian dilakukan dalam bidang tersebut. Pencegahan kerak secara kimia tersebut berhubungan dengan efek aditif pada proses nukleasi, presipitasi, dan pelekatan bahan mineral. Bahan yang dipakai sebagai inhibitor kerak bermacam-macam, sebagian besar dari zat tersebut berfungsi melalui mekanisme permukaan, kecuali inhibitor chelating dan

sequestering. Jumlah bahan kimia yang diperlukan

sebagai inhibitor kerak sebanding dengan luas permukaan dari deposit endapan yang akan terjadi. Luas permukaan deposit endapan adalah fungsi beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu, pH, dan lain-lain [8,9].

Gambar 1. Skema umum mekanisme pembentukan

deposit kerak air [6,7].

Mekanisme pencegahan kerak meliputi chelating, sequestration, complexation, antiprecipitation, protective colloid, threshold treatment, dispersan, deflocculant, antinucleation, dan lain-lain. Chelation adalah pembentukan senyawa kompleks dari ion logam dengan menggunakan molekul organik atau anorganik, senyawa kompleks tersebut dapat terlarut atau tak terlarut. Sequestration didefinisikan sebagai pembentukan senyawa kompleks terlarut dari suatu logam. Sequestring agent yang biasa dipakai antara lain nitrilotriacetic acid (NTA), ethylene diamnine tetraacetic (EDTA), hydrotyethyl ethylene diamine triacetic acid (HEDTA), dan lain-lain. Bila sequestring agent ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam maka senyawa kompleks akan terbentuk, pembentukan kerak tidak terjadi karena ion logam telah terkomplekkan. Senyawa kompleks tersebut mempunyai nilai stabilitas tertentu, yang dinyatakan dalam konstante stabilitas kation yang terkomplekkan. Bila ada dua atau lebih ion logam dalam larutan sebagaimana yang terjadi pada air alam, terdapat reaksi kompetisi terhadap sequestring agent. Reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dan sequestring agent merupakan reaksi setimbang, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, temperatur, jenis dan konsentrasi padatan terlarut, dan lain-lain. Banyak kation dapat dikomplekkan pada suatu kondisi tetap.

Sequestring agent jenis EDTA atau NTA

saat ini banyak digunakan khususnya dalam pengolahan air boiler. EDTA dan NTA membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan banyak kation pengganggu pembentuk kerak dan deposit endapan seperti Ca+2, Mg+2, Fe+3, Fe+2, Cu+2, dan lain-lain. Bila dalam larutan terdapat beberapa kation dan konsentrasi molar dari

(4)

sequestring agent melebihi nilai total konsentrasi molar ion-ion logam, bahan tersebut akan membentuk kompleks dengan ion logam yang memiliki afinitas yang lebih kuat. Afinitas ion-ion logam terhadap sequestring agent EDTA mempunyai nilai yang berbeda dan besarnya sesuai dengan urutan sebagai berikut [8]:

Na+< Ba+2< Mg+2< Ca+2< Fe+2< Cu+2< Fe+3 Jadi EDTA akan membentuk senyawa kompleks lebih besar dengan ion kalsium dari pada dengan ion magnesium, juga lebih besar dengan Fe+2 dari pada dengan ion kalsium. Reaksi pembentukan kompleks ion logam dengan EDTA mengikuti persamaan sebagai berikut:

4 M+ + H4EDTA ↔ M4-EDTA + 4 H+

Untuk pengkomplekan setiap satu ppm ion magnesium dibutuhkan EDTA sebanyak 12 ppm, dan untuk pengkomplekan setiap 1 ppm ion kalsium diperlukan EDTA sebanyak 7,4 ppm, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi EDTA dan garam

natriumnya yang dibutuhkan untuk mengkomplekan 1 ppm ion kalsium, ion magnesium, dan ion barium [8].

Jumlah (ppm) yang dibutuhkan untuk mengkomplekan 1 ppm logam alkali tanah Bahan pengomplek Kelarutan g/100 ml H2O– 79 °F pH larutan air Mg+2 Ca+2 Ba+2 EDTA 0,02 2,3 12 7,4 2,1 Disodium etilen diamin tetra-asetat dihidrat 11,1 5 15,4 9,5 2,7 Trisodium etilen diamin tetra-asetat mono hidrat 57 8,4 15,6 9,6 2,8 Tetrasodium etilen diamin tetra-asetat dihidrat 103,9 10,3 16,9 10,4 3

TATA KERJA

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan mempunyai kemurnian pro-analysis dari E. Merck, yaitu serbuk MgSO4,CaSO4, NaOH, HCl, dan EDTA.

Metode

Ditimbang 8,333 g CaSO4; 4,167 g MgSO4; dan 28,3 g EDTA. Ketiga bahan tersebut dicampur dan dimasukkan kedalam labu leher tiga, kemudian ditambah akuades hingga volume campuran menjadi 500 mL (sehingga tersedia limbah cair simulasi). Kondisi pH pertama kali diatur pada nilai 7 melalui penambahan larutan NaOH pada labu leher 3. Larutan kemudian dipanaskan hingga suhu 100 °C dengan menggunakan pemanas listrik. Selama pendidihan berlangsung terjadi penguapan larutan sehingga untuk menjaga volume dalam labu leher tiga tetap, dilakukan penambahan larutan yang sama pada laju seperti laju penguapan. Setelah waktu 1; 1½; 2; 2½; dan 3 jam dari saat larutan mendidih, masing-masing larutan dilewatkan kolom resin untuk pengikatan sisa kation bebas (yang tidak terkomplekan). Larutan tersebut selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan magnesiumnya dengan “Atomic Absorption

Spectrophotometer” ( AAS) yang merupakan

kadar kation yang terkomplekan oleh EDTA. Melalui pekerjaan yang sama pH divariasikan pada nilai 9, 11 dan 13.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah cair simulasi yang berkesadahan 2,5% dengan rasio CaSO4 dan MgSO4 2:1 mengandung ion kalsium 4.902 ppm dan ion magnesium 1.693 ppm. Dari Tabel 1, kebutuhan EDTA untuk mengkomplekan ion kalsium berharga 7,4 kali banyaknya ppm dari ion kalsium atau sama dengan 36.273 ppm EDTA. Dari Tabel 1 juga, kebutuhan EDTA untuk mengkomplekkan ion magnesium berharga 12 kali banyaknya ppm dari ion magnesium atau sama dengan 20.321 ppm EDTA. Jadi kebutuhan EDTA keseluruhan adalah 56.594 ppm. Kebutuhan EDTA untuk percobaan pengomplekan ion kalsium dan magnesium dalam 500 mL larutan adalah 28,30 g.

Dari hasil percobaan pengomplekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 yaitu hubungan waktu evaporasi terhadap jumlah (ppm) ion kalsium dan magnesium yang terkomplekkan terlihat bahwa semakin lama waktu evaporasi jumlah ion yang terkomplekkan semakin naik, sampai nilai optimum dimana jumlah ion yang terkomplekan paling besar. Hal tersebut dikarenakan semakin lama waktunya, kesempatan reaksi pengkomplekkan semakin banyak, jumlah ion kalsium dan magnesium yang banyak dalam larutan segera bereaksi dengan EDTA yang berlebih. Pengaruh pH menunjukkan bahwa semakin besar nilai pH, semakin banyak jumlah

(5)

kation yang terkomplekkan. Dalam percobaan ini diperoleh bahwa pH 9 merupakan hasil yang terbaik, memberikan nilai optimum kadar kation terkomplekkan sebesar 6160 ppm atau sebesar 93,33 % dari kadar awal.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 1 2 3 pH 7 pH 9 pH 11 pH 13

Gambar 2. Hubungan waktu evaporasi terhadap

jumlah (ppm) ion kalsium dan magnesium yang terkomplekkan Hal tersebut dikarenakan semakin besar nilai pH maka semakin banyak ion OH- dalam larutan yang membuat kemudahan ionisasi dari logam Ca dan logam Mg yang memberikan kesempatan reaksi meningkat, namun setelah pH berharga lebih besar dari 9 maka terjadi kelebihan ion Ca+2 dan Mg+2 dalam larutan. Ion Ca+2 bebas akan mengganggu ion Mg+2 yang sudah terkomplekan sehingga lepas kembali dari senyawa kompleks, terjadilah kompetisi kembali ion logam yang akan terkomplekkan. Dengan demikian bila pH yang semakin besar (lebih dari 9) maka ion logam yang terkomplekkan semakin kecil.

Dari sisi operasional pengolahan limbah radioaktif cair secara evaporasi, kondisi pH 7 atau netral adalah yang dipilih karena tidak menimbulkan aspek korosivitas bahan, dari percobaan memberikan kadar kation terkomplekkan 5500 ppm atau sebesar 83,40 % dari kadar awal.

KESIMPULAN

1. Limbah radioaktif cair fasilitas nuklir Serpong mengandung kesadahan tetap CaSO4 dan MgSO4 rasio 2:1, bila dievaporasi akan menimbulkan kerak yang merupakan tahanan transfer panas evaporator. Dalam operasi rutin, kerak tersebut dihilangkan melalui perendaman serkuit evaporator dengan asam nitrat 10 % selama 2,5 hari (60 jam), atau melalui pembersihan dengan sikat saat perawatan alat.

2. Langkah preventif pencegahan pembentukan kerak dapat dilakukan melalui penggunaan inhibitor kimia EDTA (Ethylene diamine tetra-acetic acid), ion-ion kalsium dan magnesium bereaksi membentuk senyawa kompleks dengan EDTA sehingga kerak tidak terjadi lagi. 3. Kondisi optimum proses pengomplekan untuk

pencegahan terjadi kerak terhadap 500 mL limbah cair dengan kesadahan 2,5% atau kadar kation (Ca+2 dan Mg+2) 6.595 ppm ditambah 28,30 g EDTA terjadi pada pH 9, waktu setelah saat larutan mendidih selama 2 jam dan kadar kation yang terkomplekkan dengan EDTA sebesar 6160 ppm atau sebesar 93,33%.

4. Dari sisi operasional pengolahan limbah radioaktif cair secara evaporasi, kondisi pH 7 atau netral adalah yang dipilih karena tidak menimbulkan aspek korosivitas bahan, dari percobaan memberikan kadar kation terkomplekkan 5500 ppm atau sebesar 83,40 % dari kadar awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. SALIMIN, Z., “Identifikasi Tahanan Transfer Panas Deposit Kerak Pada Evaporator Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, P3TM-BATAN, Yogyakarta, 25-26 Juli 2000. 2. SALIMIN, Z., “Propblem Solving of

evaporator Operation on The Treatment of Radioactive Liquid Waste in Serpong Nuclear Facilities”, Presented Paper at Symposium on Waste Managemen and Environmental Restoration at Tucson, Arizona, USA, February 27-March 2, 2000.

3. THACKERY, P.A., “The Cost of Fouling in Heat Exchange Plant”, Effluent and Water Treatment Journal, Vol. 20, 1980.

4. HASSON, DAVID and ZAHAWI,

“Mechanism of Calcium Sulfate Scale Deposition on Heat Transfer Surfaces”, I and EC Fundamental, Vol. 9, No. I, 1970.

5. SPIEGLER, K.S., “Salt Water Purification”, John Wiley and Sons, Inc., New York, 1962. 6. HASSON, DAVID, AVRIEL and WILLIAM,

“Mechanism of CaCO3 Scale Deposition on Heat Transfer Surfaces”, I and EC Fundamental, Vol. 7, No. I, 1968.

Kation Terkomplekkan (ppm)

(6)

7. OTHMER, K.” Encyclopedia of Chemical Technology, Crystallization”, Vol. 6, John Wiley and Sons, New York, 1965.

8. ELLIOT, M.N., “The Present State of Scale Control in Sea Water Evaporator”, Desalination Vol. 6, No. 87, 1969.

9. SEELS, “Industrial Water Pretreatment”, Chemical Engineering, February 26, 1973.

Gambar

Gambar 1. Skema umum mekanisme pembentukan  deposit kerak air [6,7].
Tabel 1.  Konsentrasi  EDTA  dan   garam   natriumnya  yang  dibutuhkan  untuk                mengkomplekan 1 ppm ion kalsium,  ion magnesium, dan ion barium [8]
Gambar 2.  Hubungan waktu evaporasi terhadap  jumlah  (ppm) ion kalsium  dan  magnesium yang terkomplekkan  Hal tersebut dikarenakan semakin besar  nilai pH maka semakin banyak ion OH -  dalam  larutan yang membuat kemudahan ionisasi dari  logam Ca dan log

Referensi

Dokumen terkait

Menurut ASTM D6433 (2007) dalam perhitungan nilai kondisi jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI), jenis-jenis kerusakan pada perkerasan kaku

Niño 10-12 años, ve más de dos horas la TV y dialoga con los padres respecto a lo que ve: “ Te enseñan a conocer las cosas que te pueden pasar si te marchas a una de estas cosas

Pada temperatur yang sama, penambahan konsentrasi partikel nano mampu meningkatkan nilai konduktivitas termal fluida nano sekitar 2% - 5% untuk setiap kenaikan fraksi

Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian untuk mengetahui autonomous spreading malware yang ada di jaringan ITS dengan menggunakan Honeypot Dionaea

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi Prestasi Program Pengalaman Lapangan, Minat Menjadi Guru dan Keluarga terhadap Kesiapan Menjadi Guru pada

Adapun bentuk evaluasi yang digunakan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode latihan adalah dimana guru memberikan tes berupa tes lisan membaca teks

Keputusan antara memilih menabung di lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional para pedagang dipasar pekalongan ini dipengaruhi oleh prilaku masyarakat

Data perencanaan yang digunakan dalam penilitian adalah data kajian eksperimental dari penilitian yang sudah ada yaitu “kajian eksperimental pengaruh dinding bata