• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI SKRIPSI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT

DI RSUD WONOGIRI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Edi Waloyo

ST.14018

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

(2)

ii

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ns. Atiek Nurhayati M.Kep., selaku Kepala Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Responden yang telah berpartisipasi dan bersedia untuk diadikan subjek penelitian.

7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

v

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta, Desember 2015 Penulis

(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... xii ABSTRACT ... xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Tinjauan Teori ... 6

2.1.1. Pengetahuan ... 6

2.1.2. Resusitasi Jantung Paru (RJP) ... 11

(7)

vii 2.1.4. Perawat ... 24 2.2.Keaslian Penelitian ... 28 2.3.Kerangka Teori ... 30 2.4.Kerangka Konsep ... 31 2.5.Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

3.2.Populasi dan Sampel ... 33

3.3.Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

3.4.Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 34

3.5.Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 35

3.6.Alur Penelitian ... 39

3.7.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.8.Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 43

3.9.Etika Penelitian ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1.Analisis Univariat ... 47

4.2.Analisis Bivariat ... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 52

5.1.Karakteristik Responden ... 52

5.2.Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru di RSUD Wonogiri ... 54

(8)

viii

5.4.Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung

Paru dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri ... 56

BAB VI PENUTUP ... 59

6.1.Simpulan ... 59

6.2.Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kategorisasi Self Efficacy ... 23

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ... 29

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 35

Tabel 3.2 Kategorisasi Self Efficacy ... 37

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru ... 38

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pertanyaan Self Efficacy Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru ... 39

Tabel 3.5 Kekuatan Koefisien Korelasi ... 45

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 47

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan... 48

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 49

Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Perawat ... 49

Tabel 4.6 Self Efficacy Perawat ... 50

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pemeriksaan Kesadaran Korban ... 12

Gambar 2.2 Posisi Penolong Pijat Jantung ... 14

Gambar 2.3 Head-tilt, chin-lift Maneuver ... 16

Gambar 2.4 Jaw-thrust Maneuver ... 16

Gambar 2.5 Look, Listen, and Feel ... 17

Gambar 2.6 Ventilasi Buatan Mulut ke Mulut ... 18

Gambar 2.7 Recovery Position ... 20

Gambar 2.8 Kerangka Teori ... 30

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 4 Surat Ijin Validitas

Lampiran 5 Permohonan Studi Pendahuluan

Lampiran 6 Lembar Konsultasi

Lampiran 7 Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 8 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 9 Kuesioner

Lampiran 10 Data Penelitian Lampiran 11 Hasil Penelitian Lampiran 12 Jadwal Penelitian

(12)

xii

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Edi Waloyo

Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Dengan Self Efficacy Perawat

di RSUD Wonogiri

Abstrak

Cardiac arrest atau henti jantung merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti akibatnya kerja jantung untuk memompa darah tidak berfungsi yang kemudian menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh tidak terpenuhi. Apabila hal tersebut terjadi lebih dari 4 menit maka dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital tubuh hanya dalam waktu 10 menit (AHA, 2010).

Rancangan penelitian descriptif corelational dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling Proporsionate Random Sampling. Sampel penelitian sebanyak 72 perawat. Variabel yang diamati pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. Penelitian menggunakan uji statistik Rank Spearman.

Terdapat hubungan yang rendah dan positif antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri dengan nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,260 (p= 0,027 < 0,05) (signifikansi 5%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dapat meningkatkan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

Rekomendasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat di RSUD Wonogiri untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis dibutuhkan self efficacy yang tinggi, maka dari itu pengetahuan dan kepercayaan diri tentang resusitasi didapat melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja.

Kata Kunci : Pengetahuan, Resusitasi Jantung Paru, Self Efficacy, Perawat Daftar pustaka : 48 (2003-2013)

(13)

xiii

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016

Edi Waloyo

The Correlation between Knowledge on Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Self-Efficacy of Nurses in Wonogiri Regional Public Hospital

Abstract

Cardiac arrestis a condition of sudden stop in heart function which triggers the heart to stop pumping blood, and then this leads to the insatiable oxygen intake needed by vital organs. When this condition lasts for more than 4 minutes, it leads to death of brain cells and all vital organs within 10 minutes (AHA, 2010). This is a correlational descriptive research with cross sectional approach. Proportionate random sampling technique was applied. The samples were 72 nurses. The variables observed comprise knowledge on cardiopulmonary resuscitation and self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital. This research employed Rank Spearman statistical test.

There is a low and positive correlation between cardiopulmonary resuscitation and self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital with the Spearman’s rank correlation value of 0.260 (p= 0.027 < 0.05) and significance = 5%. It indicates that higher knowledge on cardiopulmonary resuscitation is more potential to improve the self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital.

The research result is expected to be one of considerations for nurses in Wonogiri Regional Public Hospital that self-efficacy is required to perform resuscitation in critical situation, and hence, knowledge and self-confidence on resuscitation are obtained through education, training or experience during working.

Keywords : knowledge, cardiopulmonary resuscitation, self-efficacy, nurses Bibliography : 48 (2003-2013)

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu, yakni penyebab 39% dari seluruh kematian di dunia (Depkes RI, 2012), dimana 60% diantaranya adalah penyakit jantung iskemik (WHO, 2011). Cardiac arrest atau henti jantung merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti akibatnya kerja jantung untuk memompa darah tidak berfungsi yang kemudian menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh tidak terpenuhi. Apabila hal tersebut terjadi lebih dari 4 menit maka dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital tubuh hanya dalam waktu 10 menit (AHA, 2010).

Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk

mencegah kematian. Resusitasi merupakan segala usaha untuk

mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula (Sudarwanto, 2002) dalam (Cristian, 2013). Berhasil atau tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat dan tepatnya tindakan dan teknik pelaksanaan. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara

(15)

2

lain bila henti jantung (cardiac arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi. Permasalahan yang sering dihadapi oleh perawat adalah cara menangani kegawatan pulmonal serta kegawatan kardiovaskuler lewat resusitasi jantung paru dengan tindakan dan teknik pelaksanaan yang tepat (Soerianata, 1998) dalam (Cristian, 2013).

Pengetahuan perawat tentang resusitasi merupakan modal yang sangat penting untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis. Pengetahuan ini menentukan keberhasilan tindakan resusitasi. Pengetahuan tentang resusitasi didapat melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja.

Teori kognitif sosial (Social cognitive theory) oleh Bandura menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan dan kepercayaan diri individu untuk mampu mengkoordinasi dan melakukan sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu tindakan atau pekerjaan terhadap peristiwa dan lingkungan mereka sendiri (Feist & Feist, 2008). Pikiran individu terhadap self efficacy menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.

Individu dengan self efficacy yang tinggi, akan mendorongnya untuk giat dan gigih melakukan upayanya. Sebaliknya individu dengan self efficacy yang rendah, akan diliputi perasaan keragu-raguan akan kemampuannya. Jika individu tersebut dihadapkan pada kesulitan, maka akan memperlambat dan

(16)

melonggarkan upayanya, bahkan dapat menyerah (Pajares, 2002) dalam (Sartika, 2012).

Berdasarkan data di RSUD Wonogiri terdapat kunjungan pasien gawat darurat dengan gangguan sistem kardiovaskuler sebesar 624 pasien pada tahun 2013 dan 656 pasien pada tahun 2014 dengan persentasi sebesar 37% dari total kunjungan pasien di RSUD Wonogiri (Data Rekam Medik RSUD Wonogiri, 2014).

Dengan adanya peningkatan kasus gawat darurat setiap tahunnya termasuk kegawatdaruratan sistem kardiovaskuler dan tuntutan masyarakat akan mutu layanan maka pelayanan gawat darurat oleh perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatan dalam penanganan kegawat daruratan ini sangat penting untuk ditingkatkan dimana tujuan utama pada pertolongan emergency adalah untuk memberikan asuhan yang akan menguntungkan pasien tersebut sebelum mereka menerima perawatan definitif.

Dari uraian tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut penelitian saat ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri?“.

(17)

4

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik responden.

2. Mendiskripsikan pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru di RSUD Wonogiri.

3. Mendiskripsikan self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru di RSUD Wonogiri.

4. Menganalisa hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

1.4Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak rumah sakit guna merencanakan dan menyelenggarakan suatu pelatihan yang tepat bagi perawat di jajarannya, yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan meningkatkan penanganan pada pasien gawat darurat pada khususnya.

(18)

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pustaka dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat.

3. Bagi Peneliti Lain

Memberikan bahan kajian dan acuan bagi peneliti berikutnya dalam melaksanakan penelitian sejenis yang lebih kompleks.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat.

(19)

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan (Knowledge) merupakan domain yang sangat penting untuk dikuasai, karena dengan mengetahui sesuatu kita dapat melaksanakan dan menjadikan pedoman untuk tindakan selanjutnya (Sastroasmoro, 2008). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan sesesorang (Wawan & Dewi, 2011).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

(20)

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

(21)

8

yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

(22)

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

e. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut

(23)

10

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya

mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan. g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan.

(24)

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan.

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar < 56% dari seluruh pertanyaan.

2.1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP) 1. Pengertian

Resusitasi Jantung-Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru (Krisanty, 2009). Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal (Nettina, 2006).

Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru dan mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian CPR hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak (1-8 tahun), dan dewasa (8 tahun/lebih), hanya dengan sedikit variasi (Thygerson, 2006). Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien (Krisanty, 2009).

(25)

12

2. Tindakan

a. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis

Berteriak di dekat kuping pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).

Gambar 2.1

Pemeriksaan Kesadaran Korban

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation,2010)

b. Sirkulasi (Circulation Support)

Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat

(26)

jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009).

Untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, lakukan penekanan yang keras dan cepat. Kecepatan yang digunakan adalah paling sedikit 100x/menit dengan kedalaman 2 inci atau 5 cm dan harus dibiarkan dada recoil secara sempurna setelah kompresi dada untuk menghasilkan

pengisian jantung secara lengkap sebelum kompresi

berikutnya. Penolong juga harus meminimalkan interupsi terhadap kompresi dada untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan permenitnya (Pusponegoro et al, 2012).

(27)

14

Gambar 2.2

Posisi Penolong Pijat Jantung

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010)

Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007). Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut (Alkatiri, 2007):

1) Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali).

2) Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis.

(28)

4) Keadaan menjadi tidak aman.

c. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)

Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004).

Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway): 1) Tindakan kepala tengadah (head tilt)

Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief, 2009).

2) Tindakan dagu diangkat (chin lift)

Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004).

(29)

16

Gambar 2.3

Head-tilt, chin-lift Maneuver

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation,2010)

3) Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)

Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher (Latief, 2009).

Gambar 2.4 Jaw-thrust Maneuver

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation,2010)

d. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing

(30)

support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007).

Breathing support terdiri dari 2 tahap: 1) Penilaian Pernapasan

Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus di pipi penolong (Mansjoer, 2009).

Gambar 2.5 Look, Listen, and Feel

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation,2010)

2) Memberikan bantuan napas

Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut

(31)

18

ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief, 2009).

a) Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya.

Gambar 2.6

Ventilasi Buatan Mulut ke Mulut

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010)

b) Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial.

(32)

c) Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut-ke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi. Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief, 2009).

e. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:

1) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.

2) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien.

3) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.

(33)

20

Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010).

Gambar 2.7 Recovery Position

(Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation,2010)

3. Indikasi Bantuan Hidup Dasar

Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri, 2007). Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut (Alkatiri, 2007).

(34)

2.1.3 Self Efficacy 1. Pengertian

Self efficacy merupakan keyakinan individu bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mengadakan kontrol terhadap pekerjaan mereka, terhadap peristiwa lingkungan mereka sendiri (Feist & Feist, 2008). Definisi lain self efficacy adalah sebagai

keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk

mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan (Pajares & Urdan, 2006). Self efficacy berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel kepribadian lainnya, khususnya ekspektasi terhadap hasil (expectancy outcomes) untuk dapat menghasilkan perilaku tertentu. Selain berbeda dengan expectancy outcomes, selft efficacy juga berbeda dengan konsep lain (Pajares & Urdan, 2006).

2. Fungsi Self Efficacy

Bandura menyatakan bahwa self efficacy akan

berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk dapat menghasilkan empat variabel yang paling dapat diprediksi yaitu: a) bila self efficacy yang dimilki seorang individu tinggi dan lingkungan responsif, maka hasil yang dapat diperkirakan adalah kesuksesan, b) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu rendah dan lingkungan responsif, maka individu

(35)

22

tersebut dapat menjadi depresi saat mereka mengamati orang lain, yang berhasil menyelesaikan tugas yang menurutnya sulit, c) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu tinggi dan situasi lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut biasanya akan berusaha keras mengubah lingkungan, d) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut akan merasa apati, mudah menyerah dan merasa tidak berdaya (Feist & Feist, 2008).

3. Dimensi Self Efficacy

Bandura menyatakan bahwa ada 3 (tiga) dimensi self efficacy. Dimensidimensi tersebut yaitu magnitude, strength dan generally (Pajares & Urdan, 2006).

a. Magnitude merupakan dimensi self efficacy yang mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya. Individu dengan magnitude self efficacy yang tinggi, akan mampu menyelesaikan tugas yang sulit. Sedangkan individu dengan magnitude self efficacy yang rendah akan menilai dirinya hanya mampu melaksanakan perilaku yang mudah dan sederhana generally (Pajares & Urdan, 2006).

b. Strength self efficacy yang tinggi akan tetap bertahan menghadapi hambatan dan masalah. Sedangkan individu

(36)

dengan strength self efficacy yang rendah akan lebih mudah frustasi ketika menghadapi hambatan atau masalah dalam menyelesaikan tugasnya generally (Pajares & Urdan, 2006). c. Generally merupakan dimensi self efficacy yang mengacu pada

tingkat kesempurnaan self efficacy dalam situasi tertentu. Beberapa individu mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi. Namun ada juga individu yang percaya bahwa mereka hanya mampu menghasilkan beberapa perilaku tertentu dalam keadaan tertentu saja generally (Pajares & Urdan, 2006). 4. Kategorisasi Self Efficacy

Kategorisasi self efficacy dibagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Pinasti W, 2011):

Tabel 2.1

Kategorisasi Self Efficacy

Kategori Rumus Tinggi X>M+1SD Sedang M-1SD≤X≤M+1SD Rendah X<M-1SD (Pinasti W, 2011) Ketrangan:

X : Skor total masing-masing individu M : Mean dari self efficacy

(37)

24

2.1.4 Perawat 1. Pengertian

Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007)

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2008).

2. Peran dan Fungsi Perawat

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari:

(38)

a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Peran sebagai advokat

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. c. Peran edukator

(39)

26

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,

merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Peran kolaborator

Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f. Peran konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

(40)

g. Peran pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Fungsi perawat di dalam melakukan pengkajian pada individu yang sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mengendalikan kepribadian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan dan evaluasi (Gillies, 1989 dalam Hidayat, 2007).

Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk: melaksakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud adalah: Intervensi keperawatan. observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud perawat berkewajiban harus: menghormati hak pasien, merujuk kasus yang

(41)

28

tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia sesuai dangan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memberikan informasi, meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan, melakukan catatan perawatan dengan baik. Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi (Depkes RI, 2003).

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan seseorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2010).

2.2Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas tentang resusitasi jantung paru dan self efficacy perawat adalah:

(42)

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Sartika Dewi (2012) Self Efficacy Perawat Dalam Penggunaan Sistem Informasi Keperawatan di RSIA Bunda Jakarta: Studi Fenomenologi Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada sepuluh perawat yang memiliki kepercayaan diri menggunakan SIMKEP dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Waktu munculnya kepercayaan diri menggunakan SIMKEP, bentuk

kendala dari rekan kerja, hal-hal yang

dilakukan dalam

menghadapi kendala serta harapan tentang

reward dapat meningkatkan self efficacy perawat dalam menggunakan SIMKEP. 2. Cristian L, dkk (2013) Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas dan Tindakan Resusitasi Jantung Paru pada Pasien

yang Mengalami

Kegawatan

Pernafasan di

Ruang ICU dan

UGD RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan dianalisis menggunakan komputer program Microsoft excel dan SPSS. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat. Pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas 18 orang (60%) memiliki pengetahuan yang baik dan 12 orang (40%) memiliki

pengetahuan yang

kurang. Pengetahuan

perawat tentang

tindakan resusitasi jantung paru, 15 orang

(50%) memiliki

pengetahuan yang

baik dan 15 orang

(50%) memiliki pengetahuan kurang baik. 3. Fathoni A, dkk (2014) Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang

Basic Life Support

(BLS) dengan Perilaku Perawat dalam Pelaksanaan Primary Survey di RSUD dr. Soediran mangun Sumarso Kabupaten Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif correlational. Tingkat pengetahuan perawat 75% dikategorikan baik dan 25% dikategorikan cukup. Perilaku perawat dalam pelaksanaan primary survey 80% dikategorikan terampil dan 20% dikategorikan kurang

(43)

30

Wonogiri. terampil. Tidak ada

hubungan antara

tingkat pengetahuan perawat tentang Basic Life Support (BLS) dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan Primary Survey (p=0,053>0,05). 2.3Kerangka Teori Keterangan: : Tidak diteliti : Diteliti Sumber: Wolff (2010)

Gambar 2.8 Kerangka Teori Pengetahuan Tentang

Resusitasi Jantung Paru Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. Pendidikan 2. Pelatihan

3. Pengalaman

Self Efficacy Perawat

Dimensi self

efficacy: 1. Magnitude 2. Strength 3. Generally

Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP): 1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan

Medis

2. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support) 3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing

Support)

4. Sirkulasi (Circulation Support) 5. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

(44)

2.4Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

2.5Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 = Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

Ha = Ada hubungan antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

Pengetahuan Tentang

(45)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu lebih menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012).

Rancangan penelitian menggunakan rancangan descriptif corelational yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen) (Nursalam, 2013).

(46)

3.2Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di RSUD Wonogiri, dengan jumlah populasi 263 perawat.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah, tapi tidak semuanya, elemen dari populasi akan membentuk sampel (Sekaran, 2006).

Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2007: 78) yaitu:

2 1 Ne N n + = Dimana: N : Besarnya populasi n : Besarnya sampel

e : Nilai presisi 0,1 (presisi ini diambil 10% karena melihat dari jumlah populasi yang besar)

) 1 , 0 ( 63 2 1 263 2 + = n 63 , 3 263 = n

(47)

34 4 , 72 = n = 72

Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 perawat.

3.2.3 Teknik Sampling

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Proporsionate Random Sampling, adalah tehnik penentuan sampel bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2012). Dengan kriteria penelitian sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Pendidikan minimal D-III Keperawatan. b. Masa kerja minimal 1 tahun.

c. Bersedia menjadi responden. 2. Kriteria ekslusi

Perawat yang tidak hadir karena izin, sakit dan sedang cuti (hamil dan melahirkan).

3.3Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Wonogiri pada bulan Agustus sampai dengan September 2015.

3.4Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan

(48)

variabel terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan jenis data.

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Uraian Definisi

Operasional

Alat Ukur

Cara

Ukur Skor Skala

Variabel Independen Pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru Pemahaman perawat tentang resusitasi jantung paru. Kuesioner Hasil kuesioner tentang resusitasi jantung paru. 1. Baik: >15 2. Cukup: 11-15. 3. Kurang: <11 Ordinal Variabel Dependen Self efficacy perawat Usaha dan keyakinan perawat dalam menghadapi tantangan. Kuesioner Hasil kuesioner tentang Self efficacy perawat. 1. Tinggi (X>M+1SD) 2. Sedang (M-1SD≤X≤M+1SD) 3. Rendah (X<M-1SD) Ordinal Ketrangan:

X : Skor total masing-masing individu M : Mean dari self efficacy

SD : Standar deviasi self efficacy

3.5Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Penelitian

1. Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru

Pengumpulan data untuk variabel pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner terhadap perawat.

(49)

36

Kriteria tingkat pengetahuan menggunakan rumus (Arikunto, 2010): % 100 x N n P= Keterangan: P : Prosentase

n : Jumlah responden yang sesuai dengan kriteria baik/cukup/kurang

N : Jumlah responden

Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan.

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan.

c. Kurang: Bila subyek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh pertanyaan

2. Self Efficacy Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru

Pengumpulan data untuk variabel self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner

(50)

terhadap perawat dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4=“Sangat Yakin” (SY), 3=“Yakin” (Y), 2=“Tidak Yakin” (TY) dan 1=“Sangat Tidak Yakin” (STY).

Kategorisasi self efficacy dibagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Pinasti W, 2011):

Tabel 3.2

Kategorisasi Self Efficacy

Kategori Rumus Tinggi X>M+1SD Sedang M-1SD≤X≤M+1SD Rendah X<M-1SD (Pinasti W, 2011) Ketrangan:

X : Skor total masing-masing individu M : Mean dari self efficacy

SD : Standar deviasi self efficacy

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada variabel independen menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari 2 macam yaitu pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru dan self efficacy. Pertanyaan pengetahuan responden tentang resusitasi jantung paru terdiri dari 20 pertanyaan tertutup dengan jawaban benar atau salah. Pertanyaan pengetahuan meliputi tahu dan

(51)

38

memahami. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pertanyaan tentang pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru

No Kategori Jumlah Item Nomor dalam Kuesioner

1. Tahu 6 item 1, 2, 8, 18, 19, 20

2. Memahami 9 item 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 17

Skoring dilakukan berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0. Pada pernyataan yang bersifat positif (benar), bila responden memberikan jawaban positif maka diberi skor 1 dan bila memberi jawaban negatif diberi skor 0. Sebaliknya pada pertanyaan yang bersifat negatif, bila responden memberi jawaban positif maka diberi skor 0 dan bila memberi jawaban negatif maka diberi skor 1.

Pengumpulan data pada variabel self efficacy perawat

dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru

menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4=“Sangat Yakin” (SY), 3=“Yakin” (Y), 2=“Tidak Yakin” (TY) dan 1=“Sangat Tidak Yakin” (STY). Pernyataan self efficacy terdiri dari 20 pertanyaan tertutup melalui tiga dimensi, yaitu level, strength dan generality. Gambaran

(52)

kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pernyataan tentang self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Pernyataan Self Efficacy Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung No Kategori Jumlah

Item Nomor dalam Kuesioner 1. Level 10 2, 5, 8, 11, 12, 14, 16, 19, 20

2. Strength 5 3, 9, 10, 13, 17

3. Generality 5 1, 6, 7, 15, 18

3.6Alur Penelitian

3.6.1 Tahap Persiapan:

1. Konsultasi dengan pembimbing guna menyusun proposal dan instrumen penelitian.

2. Pengajuan ijin pelaksanaan penelitian kepada Direktur RSUD Wonogiri.

3. Pengajuan ijin pelaksanaan penelitian untuk uji instrumen kepada Direktur RSUD Wonogiri.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan:

Setelah mandapatkan ijin dari Direktur RSUD Wonogiri langkah penelitian selanjutnya adalah:

1. Melakukan sosialisasi kegiatan penelitian yang akan dilakukan kepada Supervisor Keperawatan, Kepala Ruang, Wakil Kepala Ruang. Sosialisasi yang dilakukan berupa penjelasan tentang tujuan kegiatan penelitian, kurun waktu penelitian yang akan digunakan (sesuai izin yang diberikan oleh bagian Diklat RSUD

(53)

40

Wonogiri), dan kegiatan pelaksanaan penelitian secara umum. Sosialisasi ini dilakukan dengan cara mendatangi ruangan tersebut. 2. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus s/d September

2015.

3.6.3 Tahap Penyusunan Laporan

Setelah seluruh data terkumpul oleh peneliti, kemudian data diolah dalam bentuk penyajian kategorik dan dianalisis menggunakan bantuan SPSS dan dilakukan penyusunan bab IV dan V yang berisi hasil dan pembahasan dan selanjutnya dilakukan seminar skripsi.

3.7Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di rumah sakit dengan tipe yang kurang lebih sama, yaitu di RSUD Sukoharjodengan menyebar 30 kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

3.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi, 2010). Uji validitas dilakukan terhadap masing-masing butir pertanyaan untuk

(54)

mengetahuai apakah masing-masing butir pertanyaan mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi tes secara keseluruhan. Dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat validitas instrumen digunakan rumus product moment, yaitu:

rXY =

∑ ∑

− − − ) ) ( . ( ) ( . ( ) )( ( . 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Dimana:

rxy = Angka indeks korelasi r product moment

N = Jumlah responden

XY = jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y ∑X = Jumlah seluruh skor X

∑Y = Jumlah seluruh skor Y

Kriteria, jika rxy > rtabel pada taraf signifikan 5% maka item (butir soal) dikatakan valid begitu sebaliknya, jika rxy < rtabel maka butir soal gugur atau tidak valid (Suharsimi, 2010).

Hasil pengujian validitas diketahui bahwa item pertanyaan tentang tingkat pengetahuan perawat no. 4, item pernyataan tentang self efficacy perawat no. 7 dan 12 dinyatakan tidak valid, hal ini karena nilai rhitung < rtabel. Selanjutnya butir pertanyaan dan pernyataan yang tidak valid tidak diikutsertakan pada penelitian berikutnya, sedangkan sisanya butir pertanyaan dan pernyataan dinyatakan valid (nilai rhitung >

(55)

42

3.7.2 Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi, 2010). Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Berdasarkan taraf signifikan 5%, jika diperoleh nilai Cronbach's alpha lebih besar 0,60 (Ghozali, 2009) maka kuesioner dinyatakan reliabel.

Untuk uji realibilitas angket dengan menggunakan rumus:

        −     − =

2 2 11 1 1 t b K K r σ σ Dimana: r11 : Reliabilitas K : Banyaknya item

2 b

σ : Jumlah validitas butir

2

t

σ : Validitas total

Instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach's alpha > 0,60.

Hasil pengujian reliabilitas pada variabel tingkat pengetahuan perawat dan self efficacy perawat diperoleh nilai Cronbach’s Alph > 0,60 sehingga seluruh uji instrumen yang terdiri dari validitas dan

(56)

reliabilitas memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam pengambilan keputusan penelitian.

3.8Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul pada tahap pengumpulan data perlu diolah terlebih dahulu. Tujuan dari pengolahan data tersebut adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul. Adapun pengolahan data dalam penelitian ini meliputi (Hidayat, 2007):

1. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian dalam lembar kuesioner sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja.

3. Tabulating

Tabulating adalah langkah untuk memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel kriteria.

(57)

44

3.8.2 Analisa Data

Dalam menganalisis data, data yang telah diolah dengan menggunakan bantuan komputerisasi kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan sehingga pada akhirnya analisis data tersebut memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisa data dalam penelitian ini melalui prosedur bertahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan proporsi prosentase karakteristik responden, pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru dan self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru.

2. Analisa Bivariat

Dalam penelitian ini analisa bivariat menggunakan Rank Spearman karena penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antar variabel dengan skala data ordinal. Menurut Sugiyono (2007), Rank Spearman sumber data untuk kedua variabel yang akan dikonversikan dapat berasal dari data yang tidak sama dan jenis datanya adalah ordinal, serta data kedua variabel tidak harus membentuk distribusi normal. Rumus Rank Spearman adalah sebagai berikut:

(58)

(

2 1

)

6 1 − − =

n n bi P Keterangan:

P : Koefisien korelasi Rank Spearman bi : Selisih tiap pasang urutan

n : Jumlah sampel

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program software SPSS V.20 dengan tingkat kesalahan 5%. Kriteria pengambilan kesimpulan berdasarkan tingkat signifikan (nilai p) adalah:

a. Jika nilai p>0,05 maka hipotesis penelitian ditolak. b. Jika nilai p≤0,05 maka hipotesis penelitian diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2008).

Tabel 3.5 Kekuatan Koefisien Korelasi Interval Koefisien Kekuatan Hubungan

0,80 – 1,000 Sangat kuat 0,60 – 0,799 Kuat 0,40 – 0,599 Sedang 0,20 – 0,399 Rendah 0,00 – 0,199 Sangat rendah Sumber: (Dahlan, 2008)

(59)

46

3.9Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2007) etika dalam penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu: 3.9.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed consent)

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Responden telah menyatakan bersedia diteliti, mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) tersebut.

3.9.2 Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya dalam lembar pengumpulan data, namun cukup diberi kode pada masing-masing lembar tersebut. 3.9.3 Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok tertentu saja yang akan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUD Wonogiri pada bulan Agustus sampai dengan September 2015. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsionate random sampling. Sampel penelitian berjumlah 72 perawat dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

4.1Analisis Univariat

4.1.1 Karaktersitik Responden

1. Umur

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Perawat Frekuensi Persentase

> 30 Tahun 33 45,8%

26 – 30 Tahun 21 29,2%

20 – 25 Tahun 18 25,0%

Jumlah 72 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan umur responden dapat diketahui bahwa umur 20 - 25 tahun sebanyak 18 responden atau 25,0%, umur 26 - 30 tahun sebanyak 21 responden atau 29,2% dan umur > 30 tahun sebanyak 33 responden atau 45,8%. Maka dapat disimpulkan bahwa umur responden penelitian sebagian besar > 30 tahun yaitu sebanyak 33 responden atau 45,8%.

(61)

48

2. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 28 38,9%

Perempuan 44 61,1%

Jumlah 72 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan jenis kelamin responden dapat diketahui bahwa laki-laki sebanyak 28 responden atau 38,9% dan perempuan sebanyak 44 responden atau 61,1%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian sebagian besar perempuan.

3. Pendidikan

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase

S1 21 29,2%

D3 51 70,8%

Jumlah 72 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan pendidikan responden dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir D3 sebanyak 51 responden atau 70,8% dan S1 sebanyak 21 responden atau 29,2%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian sebagian besar dengan pendidikan terakhir D3, yaitu sebanyak 51 responden atau 70,8%.

(62)

4. Pengalaman Kerja

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Frekuensi Persentase

> 3 Tahun 47 65,3%

2 – 3 Tahun 9 12,5%

1 – 2 Tahun 9 12,5%

< 1 Tahun 7 9,7%

Jumlah 72 100,0%

Hasil distribusi berdasarkan pengalaman kerja responden dapat diketahui bahwa dengan pengalaman kerja < 1 tahun sebanyak 7 responden atau 9,7%, pengalaman kerja antara 1 - 2 tahun sebanyak 9 responden atau 12,5%, pengalaman kerja antara 2 - 3 tahun sebanyak 9 responden atau 12,5% dan dengan pengalaman kerja > 3 tahun sebanyak 47 responden atau 65,3%. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden penelitian dengan pengalaman kerja > 3 tahun, yaitu sebanyak 47 responden atau 65,3%.

4.1.2 Pengetahuan Perawat

Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Perawat

Pengetahuan Perawat Frekuensi Persentase

Baik 32 44,5%

Cukup 35 48,6%

Kurang 5 6,9%

Jumlah 72 100%

Hasil perhitungan berdasarkan tingkat pengetahuan responden dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan pada kategori kurang sebanyak 5 responden atau 6,9%, cukup sebanyak 35 responden atau 48,6% dan baik sebanyak 32 responden atau 44,5%. Maka dapat

(63)

50

disimpulkan sebagian besar responden penelitian dengan tingkat pengetahuan tentang resusitasi jantung paru pada kategori cukup, yaitu sebanyak 35 responden atau 48,6%.

4.1.3 Self Efficacy Perawat

Tabel 4.6 Self Efficacy Perawat

Self Efficacy Perawat Frekuensi Persentase

Baik 12 16,7%

Cukup 54 75,0%

Kurang 6 8,3%

Jumlah 72 100%

Hasil perhitungan berdasarkan self efficacy perawat dapat diketahui bahwa pada kategori kurang sebanyak 6 responden atau 8,3%, kategori cukup sebanyak 54 responden atau 75,0% dan kategori baik sebanyak 12 responden atau 16,7%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar self efficacy perawat dengan kategori cukup, yaitu sebanyak 54 responden atau 75,0%.

4.2Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru dengan Self Efficacy Perawat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi, yaitu variabel bebas pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dan variabel terikat adalah self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. Pada penelitian ini digunakan uji statistik Rank Spearman karena penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antar variabel dengan

Gambar

Gambar 2.4  Jaw-thrust Maneuver
Gambar 2.5  Look, Listen, and Feel
Gambar 2.7  Recovery Position
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian  No  Nama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melakukan rancang bangun gerobak angkut roda tiga dengan kapasitas beban angkat maksimal 150 kg , harus diperhatikan bentuk atau model pengangkut beban yang

Secara umum perencanaan struktur dimulai dengan menghitung besarnya pembebanan yang terjadi pada bangunan tiap lantai dan pengaruhnya terhadap gempa yang bekerja serta akibat

(untuk memindahkan saldo rekening penjualan netto ke rekening rugi-laba) Jika perusahaan memiliki rekening pendapatan yang lain, misalnya pendapatan sewa, pendapatan

Aplikasi ekstrak rebusan daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda dapat menekan pertumbuhan Colleto- trichum gloeosporioides penyebab penya- kit antraknosa pada

Hα = Terdapat perbedaan yang signifikan antara pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva pada perokok kretek dan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan. Hasil

Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap novel Layla - Majnun karya Sholeh Gisymar dengan menggunakan pendekatan objektif dapat diketahui psikologis tokoh Qays

KARANGANYAR-Penyidik Polres Karanganyar memastikan akan ada tersangka dalam kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan tiga orang meninggal saat pendidikan dasar (diksar)

, Job Involvement, dan Job Satisfaction terhadap Kinerja Perawat yang Bekerja di Rumah Sakit Bhakti Timah Kota Pangkal pinang”. 1.2