7 2.1 Ikan Mas
2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas
Ikan mas merupakan ikan yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru sehingga menjadikan ikan mas banyak tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Ikan mas banyak memiliki sebutan. Bahasa Inggris disebut common carp. Di Pulau Jawa, ikan mas dikenal dengan masmasan atau lauk mas. Sementara di Sumatra, ikan mas dikenal dengan sebutan ikan rayo atau ikan mameh.
Klasifikasi ikan mas berdasarkan ilmu taksonomi dikelompokan sebagai berikut (Khairuman dan Amri 2011) :
Filum : Chordata Kelas : Osteichthyes Ordo : Cypriniformes Family : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus carpio
Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Terdapat delapan strain ikan mas yang dikenal di Indonesia. Beberapa strain ikan mas unggulan adalah ikan mas majalaya, punten, sinyonya, merah, taiwan, kumpay, karper, kaca, dan kancra domas. Strain ikan mas yang paling
unggul dan banyak diminati masyarakat adalah majalaya, sinyonya, taiwan dan jenis hibrida (Tim Lentera 2002).
2.1.2 Habitat dan Morfologi Ikan Mas
Habitat yang disukai ikan mas adalah perairan dengan kedalaman 1 meter yang mengalir pelan, dan subur yang ditandai melimpahnya pakan alami, misalnya rotifer, rotatoria, udang-udang renik dan lain-lain. Sebaliknya larva ikan mas menyukai perairan dangkal, tenang dan terbuka. Sedangkan benih ikan mas yang berukuran cukup besar lebih menyukai perairan yang agak dalam, mengalir dan terbuka. Di negara tropis ikan mas berpijah pada musim hujan. Waktu pemijahan biasanya bertepatan dengan turunnya hujan. Kesiapan proses pemijahan induk dapat terganggu jika media hidupnya tercemar, kandungan oksigen terlarut menurun dan kondisi kesehatan induk menurun (Djarijah 2011)
Ikan mas memiliki ciri morfologi dengan bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak (compressed), mulut terletak dibagian tengah ujung kepala (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil). Dibagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Diujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teet) yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham. Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan kedalam tipe sisik sikloid (lingkaran). Sirip punggungnya (dorsal) memanjang dengan bagian belakang berjari keras dan bagian akhir (sirip ketiga dan keempat) bergerigi. Letak sirip punggung bersebrangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip duburnya (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari keras dan bagian akhirnya bergerigi. Garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada di pertengahan permukaan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman dan Amri 2011).
2.2 Bakteri Aeromonas hydrophila 2.2.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila
Awalnya Aeromonas hydrophila dikenal dengan nama Bacilus hydrophilus fuscus, pertama kali diisolasi dari kelenjar pertahanan katak
yang mengalami pendarahan septicemia. Kluiver dan Van Niel pada tahun 1936 mengelompokkan genus Aeromonas. Tahun 1984, Popoff memasukan genus Aeromonas ke dalam famili Vibrionaceae. Aeromonas hydrophila diisolasi dari manusia dan binatang sampai dengan tahun 1950. Bakteri ini memiliki nama sinonim A. formicans danA. liquefaciens (Sismeiro et al. 1998).
Klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila berdasarkan ilmu taksonomi sebagai berikut (Holt et. al. 1994) :
Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudanonadeles Family : Vibrionaceae Genus : Aeromonas
Spesies : Aeromonas hydrophila
Gambar 2. Aeromonas hydrophila
(Sumber : http://www.trbimg.com/img-4fb27f3e/turbine/la-na-nn-flesh-eating-bacteria-20120515-001/600)
2.2.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri ini adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1–4,4 x 0,4–1 mikron, bersifat gram negatif, tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel yang keluar dari satu
kutubnya, hidup di lingkungan bersuhu 15–300C dan pH 5,5–9 (Afrianto dan Liviawaty 1992). Bakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan aerob maupun anaerob dan dapat mencerna material-material seperti gelatin dan hemoglobin. Aeromonas hydrophila resisten terhadap chlorine serta suhu yang dingin (Krieg dan Holt 1984).
Aeromonas hydrophila menginfeksi semua jenis ikan air tawar. Infeksi biasanya berkaitan dengan kondisi stres akibat kepadatan, malnutrisi, infeksi parasit, kualitas air yang buruk dan fluktuasi suhu air yang ekstrim. Serangan bersifat akut. Jika kualitas lingkungan air terus menurun, kematian yang ditimbulkan bisa mencapai 100% (Bachtiar 2010).
Aeromanas hydrophila menyebabkan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah. Bakteri ini menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti lele dumbo (Clarius gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), gurami (Osphronemus gouramy) dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso dan Triyanto 1993)
2.2.3 Gejala Klinis Serangan Aeromonas hydrophila
Aeromanas hydrophila dikenal juga sebagai bakteri oportunis karena biasanya menimbulkan masalah pada ikan yang sedang mengalami stres. Penularan bakteri ini berlangsung melalui air, kontak badan, kontak dengan peralatan yang telah tercemar atau karena pemindahan ikan yang terserang Aeromonas hydrophila dari satu tempat ke tempat lain. Ikan yang terserang bakteri ini biasanya akan memperlihatkan gejala berupa (Cahyono 2011) :
Warna tubuh berubah menjadi agak gelap,
Kulit kasar, timbul pendarahan dan selanjutnya menjadi borok,
Kemampuan berenang menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insang rusak dan sulit bernafas,
Sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal maupun limpa. Perut sering terlihat agak kembung,
Seluruh sirip rusak dan berwarna keputihan, Mata rusak dan agak menonjol.
Menurut Herwig (1979), Aeromonas hydrophila adalah penyebab penyakit ikan yang dikenal dengan Haemorrhagic septicemia, motile aeromonas septicaemia, ulcer disease atau red sore, red pest, dan infectious dropsy.
Gejala klinis infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yaitu :
1. Abdominal dropsy, dicirikan dengan menumpuknya/terakumulasinya cairan pada ruang viscera,
2. Ulcerative (ulkus), dicirikan lesio pada kulit dan otot,
3. Bacterial haemoragic septicaemia, yang dicirikan oleh adanya perdarahan pada otot, juga biasa disebut red disease, red pest dan infectious dropsy.
2.3 Nangka
2.3.1 Ekologi dan Klasifikasi Nangka
Nangka diyakini berasal dari India, yaitu di wilayah Ghats bagian barat. Saat ini nangka telah menyebar luas di berbagai daerah tropik, terutama di Asia Tenggara. Dalam bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai jackfruit. Pohon nangka umumnya berukuran sedang sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 m. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat. Seluruh bagian tumbuhan apabila dilukai akan mengeluarkan getah putih pekat.
Nangka dapat tumbuh baik di iklim tropis. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun dimana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan (Sudarma 2012).
Klasifikasi tumbuhan nangka, sebagai berikut (Rukmana 2008) : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Morales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus
Gambar 4. Daun Nangka (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Indonesia memiliki banyak sebutan untuk tanaman nangka seperti Panah (Aceh), pinasa, sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau enaduh (Dayak), binaso, lamara atau malasa (Lampung), naa (Nias), kuloh (Timor), dan nangka (Sunda dan Madura) (Rukmana 2008).
2.3.2 Morfologi Nangka
Nangka berdaun tunggal, tersebar, bertangkai 1–4 cm, helai daun agak tebal, kaku, bertepi rata, bulat telur sampai memanjang dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek meruncing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas berupa cincin, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda.
Tumbuhan nangka berumah satu, perbungaan muncul pada ketiak daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gelendong, 1–3 × 3–8 cm berwarna hijau tua dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam di pohon sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong dan berwarna hijau tua (Rukmana 2008).
Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak. Setiap biji dibalut oleh daging buah (endokarp) dan dami (eksokarp) yang
mengandung gelatin. Buah nangka merupakan buah majemuk yakni berbunga banyak dan tersusun tegak lurus pada tangkai buah, membentuk bangunan besar yang kompak, dan bentuknya bulat hingga bulat lonjong. Kulit buah berwarna hijau hingga kuning kemerahan. Daging buah tipis hingga tebal. Setelah matang, daging buah berwarna kuning merah, lunak, manis dan aroma spesifik. Pohon nangka berakar tunggang dengan akar samping yang kuat dan dalam (Sunarjono 2010).
2.3.3 Jenis Nangka
Jenis kultivar tanaman nangka di Indonesia lebih dari 30 kultivar dan di Pulau Jawa terdapat lebih dari 20 kultivar. Sehingga dilakukan pengelompokan nangka berdasarkan kesamaannya. Beberapa macam pengelompokan tanaman nangka (Sudarma 2012) :
Berdasarkan ukuran pohon dan buah nangka terbagi dua golongan yaitu: Nangka buah besar : tinggi mencapai 20–30 m, diameter batang mencapai
80 cm dan umur mulai berbuah sekitar 5–10 tahun.
Nangka buah kecil : tinggi mencapai 6–9 m, diameter batang mencapai 15–25 cm dan umur mulai berbuah sekitar 18–24 bulan.
Berdasarkan kondisi daging buah nangka dapat dibedakan menjadi :
Nangka bubur dengan daging buah tipis, lunak agak berserat dan membubur, beraroma keras mudah lepas dari buah, rasanya asam manis, dan berbau harum tajam.
Nangka salak dengan daging buah tebal, keras, mengeripik, agak kering, rasa manis agak pahit, dan tidak terlalu harum/aromanya kurang keras
Nangka cempedak dengan daging buah tipis dan beraroma harum spesifik.
2.3.4 Manfaat Nangka
Tanaman nangka tergolong serba guna. Buahnya yang muda dapat disayur dan buah yang telah matang enak dimakan serta dapat dijadikan berbagai macam olahan makanan. Beberapa daerah di Indonesia, penduduknya tidak hanya memanfaatkan buah nangka sebagai bahan pangan saja, tetapi juga sebagai obat
tradisional untuk mengatasi demam, disentri atau malaria. Kulit batangnya yang berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali serta memiliki fungsi sebagai antikanker, anti virus, antiinflamasi, diuretil dan antihipertensi (Ersam T. 2001). Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, menambal perahu dan lain-lain. Daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba maupun sapi. Daun tanaman ini juga direkomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi yaitu menurunkan kadar gula darah (Chandrika dkk. 2006). Selain itu daun nangka juga berkhasiat melancarkan air susu dan sebagai obat koreng (Hutapea 1993). Menurut Prakash dkk (2009), daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit.
2.3.5 Kandungan Senyawa Daun Nangka
Daun nangka saat ini selain digunakan sebagai pakan ternak juga telah digunakan sebagai obat tradisional. Daun nangka mengandung flavonoid, saponin dan tannin. Flavonoid dan saponin merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang cara kerjanya dengan merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel (Robonson 1995).
Senyawa flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid tersebut terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, diuretik dan antihipertensi (Ersam 2001). Mekanisme kerja senyawa flavonoid dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan 1986). Selain itu, flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan dan membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka, bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat bekerja dan sistem limpa lebih cepat diaktifkan (Angka 2004b).
Saponin merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan tumbuhan berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, meningkatkan kekebalan tubuh. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler bakteri akan keluar (Robinson 1995). Saponin sering digunakan untuk disinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai antimikroba telah diuji. Namun saponin apabila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menjadi racun kuat untuk ikan dan amfibi dan saponin sulit untuk diidentifikasi (Sugoro dkk. 2004). Tanin merupakan senyawa fenol yang larut dalam air dan tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang memiliki daya antiseptik (Pelczar dan Chan 1986). Penggunaan tanin sangat efektif untuk mencegah serangan bakteri di dareah tropis dan subtropis. Efek antibakteri tanin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah 2004).
2.4 Kualitas Air
Air merupakan media yang paling utama bagi kehidupan ikan. Air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitas dalam budidaya ikan sangat menentukan keberhasilan budidaya tersebut. Bila kondisi air tidak memenuhi syarat dapat menjadi sumber penyakit yang paling berbahaya sehingga mengakibatkan kematian bagi ikan air tawar (Effendie 2003).
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting yaitu sebagai faktor pengontrol yang dapat mempengaruhi aktivitas fisiologis dan kimiawi organisme perairan. Suhu optimal di dalam air bergantung pada spesies dan berbagai parameter seperti pertumbuhan, perkembangan, konversi pakan, dan ketahanan penyakit (Handajani dan Samsundari 2005). Suhu air optimal untuk pertumbuhaannya ikan mas adalah 22–280C (Tim Lentera 2002).
Nilai pH menunjukan konsentrasi ion H+ dalam perairan . Semakin rendah pH, perairan semakin asam, air yang bersifat asam tidak sesuai untuk pemeliharaan ikan. Derajat keasaman (pH) yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,7–8,2 (Tim Lentera 2002).
Kandungan oksigen terlarut (DO) yang baik untuk kehidupan ikan mas ialah pada 3–5 mg/L (Tim Lentera 2002). Jika kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan tidak optimal, ikan mas akan membuka mulutnya dan selalu berada di permukaan air, bahkan bila air tidak segera diganti dapat menimbulkan kematian.
Amonia yang terkandung dalam suatu perairan berasal dari kotoran ikan. Amonia tingkat keseimbangannya sangat dipengaruhi oleh pH air, suhu dan salinitas. Kadar amonia akan meningkat pada pH dan suhu tinggi serta kadar garam dan kesadahan rendah. Kadar amonia tinggi dalam air secara langsung dapat mematikan organisme perairan yakni melalui pengaruhnya terhadap permeabilitas sel, mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen dalam jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen. Kisaran amonia yang dapat ditolerir oleh ikan mas adalah kurang dari 1 mg/L (Boyd 1982).