• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Kegiatan magang mencakup pengamatan dan praktek langsung kegiatan-kegiatan teknis di kebun. Kegiatan teknis yang telah dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan pembukaan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman PC maupun tanaman ratoon, pemanenan, dan pengolahan tebu. Berikut ini kegiatan teknis yang telah dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan urutan kegiatan.

Pembukaan lahan dan penanaman tebu

Pembukaan lahan adalah kegiatan pertama yang mengawali proses budidaya. Kegiatan penanaman selanjutnya dilakukan setelah proses pembukaan lahan. Beberapa kegiatan pembukaan lahan dan penanaman di wilayah PG Cepiring mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu

Peninjauan dan pengukuran lahan. Peninjauan lahan dan pengukuran merupakan kegiatan sebelum pembukaan lahan. Beberapa tujuan diantaranya adalah mengetahui jumlah luasan yang akan ditanam, pembuatan jalan tebang, pengaturan sistem irigasi, dan menentukan biaya sewa dengan petani berdasarkan luasan yang didapat pada saat pengukuran.

Pengukuran lahan dilakukan menggunakan sistem Global Positioning System (GPS). Kegiatan ini menggunakan alat GPS yang dapat menentukan koordinat suatu lokasi berdasarkan garis lintang dan bujurnya. Selain alat GPS,

Peninjauan dan pengukuran lahan

Pembuatan got

Pembuatan Juringan dan persiapan penanaman

(2)

dibutuhkan program komputer yang dapat menghitung luasan kebun berdasarkan koordinat yang didapatkan dari GPS. Program komputer tersebut juga dapat digunakan untuk menampilkan peta kebun yang diukur serta denahnya.

Pengukuran lahan menggunakan GPS yaitu pertama menentukan titik-titik koordinat dari setiap petakan yang akan diukur, terutama pada bagian tepi-tepi kebun. Selanjutnya adalah memasukkan data dari masing-masing titik koodinat tersebut ke dalam GPS. Kemudian data-data yang didapat dilahan tersebut dapat diolah dengan menggunakan software komputer Map Source dan ArcView. Dari pengolahan melalui program tersebut dapat diketahui luasan serta sketsa bentuk kebun yang diukur.

Pembuatan got. Got merupakan sistem pengaturan air di lahan tebu. Got diperlukan dalam upaya penambahan air ketika musim kemarau dan upaya drainase air ketika musim penghujan. Terdapat beberapa macam got, yaitu got keliling, got mujur, got malang, serta afur.

Got keliling adalah got yang mengelilingi petakan lahan. Jika kebun memiliki luasan yang besar, biasanya got keliling akan mengelilingi petakan seluas 1 ha, atau biasa disebut geblekan. Nama lain got keliling ini adalah got besar I atau grondang. Kedalaman got ini yaitu 70 cm dan lebarnya 60 cm. Got keliling berfungsi sebagai pemasukan (inlet) dari sumber air, serta penampung dari got yang lain pada pengeluaran (outlet).

Got mujur adalah got yang searah dengan barisan tanam tebu. Got mujur dibuat bersamaan dengan pembutan got keliling. Got ini terletak di dalam geblekan. Nama lain dari got mujur adalah got besar II atau Wengku. Kedalaman got ini yaitu 60 cm dan lebarnya 50 cm. Fungsi dari got mujur adalah menampung air dari got malang dan mengalirkannya ke saluran outlet got keliling.

Got malang adalah got yang tegak lurus dengan barisan tanam tebu. Got malang dibuat setelah pembuatan got keliling dan got mujur selesai. Jarak antara got malang sama dengan panjang juringan yaitu 8 m, karena PG Cepiring menggunakan pola bukaan lahan faktor 1200. Nama lain dari got malang adalah got kecil, karena merupakan got dengan ukuran yang paling kecil. Kedalaman got malang yaitu 50 cm dan lebar 50 cm.

(3)

Proses pembuatan got menggunakan alat bantu yang terdiri dari Eblek, Tonjo, Rucik, dan Mekris. Eblek adalah alat bantu yang terbentuk bilah bambu dengan panjang 3 m dengan papan segiempat berukuran 10 cm x 5 cm yang dipasang mendatar di bagian atasnya. Eblek berfungsi sebagai patokan dalam pembuatan got agar lurus dengan patokan di ujung yang lain. Proses pencetakan got dan pemasangan alat bantu tersebut dilakukan oleh mandor dengan arahan sinder kebun.

Tonjo adalah bilah bambu sepanjang 2 m yang dipasang diantara dua eblek dengan meluruskannya pada kedua eblek di kedua sisi. Di antara dua eblek utama, terdapat beberapa tonjo yang dipakai sebagai panduan untuk membuat got agar pembuatan got dapat lurus. Tonjo juga dipakai sebagai tanda dalam pembuatan juringan agar jumlah juringan di antara lidahan seragam dalam jumlah dan arahnya. Tonjo kelima yang dipasang biasanya ditandai menggunakan rumput yang disebut jumbul. Upaya ini bertujuan untuk mempermudah penghitungan jumlah juring atau lidahan yang akan dibuat.

Rucik adalah bilah bambu sebanjang 60 cm yang dipasang mendampingi eblek atau tonjo. Rucik berfungi untuk menunjukkan tanah yang akan didalamkan untuk pembuatan got.

Mekris adalah alat bantu yang berbentuk “+”, dan ditempatkan secara vertikal pada kayu lain setinggi 1.5 m. Mekris digunakan untuk menentukan got yang tegak lurus dengan got yang telah dibuat. Alat ini digunakan untuk pembuatan got keliling dan got mujur.

Pembuatan got dilakukan secara manual dengan menggunakan beberapa alat, yaitu cangkul, garpu dan golok. Prestasi kerja yang didapatkan untuk pekerjaan pembuatan got adalah 53,2 m/HOK. Sistem upah untuk pekerjaan pembuatan got adalah sistem borongan. Upah yang diterima untuk pekerjaan pembuatan got yaitu Rp 500,00/m.

(4)

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan

Pembuatan juringan dan persiapan penanaman. Juringan adalah jalur penanaman bibit tebu yang berupa bibit bagal. Juringan berbentuk seperti got dengan kedalaman 20 cm yang terdapat diantara got malang. Dengan pola pembukaan lahan reynoso dengan faktor 1200, panjang juringan adalah 8 m, selebar bak tanam atau disebut juga lidahan, yang dibatasi oleh got malang. Jumlah juringan yang umum dalam satu bak tanam adalah 60 buah.

Juringan dibuat dengan cara manual, menggunakan alat cangkul dan garpu. Kedalaman juringan yaitu 20 cm. Tanah yang telah dipecah dengan garpu tidak seluruhnya dinaikkan ke atas membentuk guludan. Pada juringan ditinggalkan tanah remah dengan ketebalan 10 cm. Tanah ini nantinya akan digunakan sebagai kasuran, yaitu tempat untuk menempatkkan bibit bagal tebu.

Sebelum penanaman, dilakukan pemberaan lahan. Setelah juringan selesai dibuat, lahan dibiarkan selama 7 hari. Hal ini bertujuan agar tanah teroksidasi dan tekstur tanah menjadi halus, sehingga tanah yang terdapat di dalam juringan siap untuk dibuat menjadi kasuran.

Pembuatan juringan dilakukan secara manual dengan sistem pembayaran borongan. Tenaga kerja yang dipekerjaan adalah laki-laki. Prestasi kerja yang didapatkan tenaga kerja borongan yaitu 26 juringan/HOK. Besaran upah yang diterapkan adalah Rp 1 500,00 per juringan dengan panjang 8 m.

(5)

(a) (b)

Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang Telah Selesai (b)

Penanaman. Kegiatan penanaman merupakan tahapan yang membutuhkan persiapan dalam penyediaan bahan tanam, yaitu bibit. Bibit yang akan ditanam di kebun wilayah PG Cepiring berasal dari kebun bibit milik PG (KBD) maupun berasal dari pembelian bibit berasal dari kebun bibit P3GI

Kegiatan penyediaan bibit meliputi tebang bibit di KBD, angkut bibit, kletek bibit, dan pemotongan bibit. Penebangan dilakukan sampai tandas ke tanah serta memotong pucuk bibit. Setelah bibit ditebang, bibit diangkut ke truk dengan kapasitas muat berkisar 6-7 ton, kemudian langsung diangkut ke lahan tujuan. Pekerjaan kletek dan pemotongan bibit segera dilaksanakan maksimal satu hari setelah bibit tiba di lahan. Bibit dipotong dengan dua mata tunas setiap potongannya. Bidang potong bibit akan disesuaikan dengan letak mata bibit agar mempermudah dalam penanaman bibit. Bibit yang terpotong-potong dimasukkan kedalam karung untuk ditanam keesokan harinya. Prestasi kerja karyawan pada perkerjaan kletek dan potong bibit yaitu 0.568 ton/HOK dengan sistem pengupahan borongan.

(6)

Penanaman dilakukkan dengan metode single planting, yaitu bibit ditanam secara berbaris dengan jumlah 24 potongan bibit setiap juringan sepanjang 8 m. Setiap ujung juringan ditambahkan satu potongan bibit yang digunankan sebagai cadangan bibit untuk penyulaman, sehingga total kebutuhan potongan bibit pada satu juringan adalah 26 buah. Penanaman dilakukan dengan pembagian tugas yaitu petugas pengecer bibit, petugas penata bibit di juringan, dan petugas yang menutup bibit yang telah ditanam. Petugas pengecer bibit menghitung potongan bibit dan menempatkan di setiap juringan. Petugas penanam akan menata bibit di juringan dengan kedua mata tunas berada di samping potongan bibit. Bibit yang telah ditata kemudian dibenamkan ke tanah. Pekerjaan yang terakhir adalah menutup bibit menggunakan tanah remah atau gembur setebal 5 cm. Prestasi kerja karyawan penanaman yaitu 0.028 ha/HOK dengan sistem pengupahan borongan.

Sebelum kegiatan penanam dilakukan pemupukan pertama dengan dosis setengah dosis 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phonzka/ha. Pemupukan dilaksanakan bersamaan dengan penanaman, yaitu sebelum potongan bibit ditata untuk ditanam di juringan.

Gambar 5. Penanaman Tebu

Pemeliharaan tanaman tahun pertama

Tanaman PC (Plant Cane) adalah tanaman tahun pertama yang baru ditanam di lahan. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman

(7)

PC antara dimulai setelah penaman sampai pemanenan. Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman PC.

Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama

Pemupukan. Pemupukan yang dilakukan PG Cepiring menggunakan pupuk tunggal dan majemuk. Pupuk yang dipakai yaitu pupuk ZA dan NPK Phozka. PG Cepiring menggunakan dosis yang seragam pada semua kebun. Pemupukan berdasarkan analisis hara tanah dan daun belum dapat dilakukan karena laboratorium tanaman belum selesai dikembangkan. Dosis yang diterapkan yaitu 500 kg ZA/ha dan 500 kg Phonzka/ha. Kandungan pupuk ZA adalah 21%N, sedangkan NPK Phozha adalah 15% N, 15%, dan 15% K2O. Maka dosis setiap

unsur yang diterapkan adalah 165 kg N/ha, 75 kg P2O5/hadan 75 kg K2O/ha

Pemupukan dilaksanakan dua kali, yaitu pemupukan I dan pemupukan II. Pemupukan I dilaksanakan bersamaan dengan tanam bibit atau maksimal 1 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan untuk pemupukan I adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan pada 4 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan sama dengan pemupukan I, yaitu adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pada pemupukan kedua bisanya ditambahkan insektisida butir sistemik Furadan 3G sebagai upaya pengendalian hama dan penyakit.

Aplikasi pemupukan yaitu dengan mencampurkan terlebih dahulu pupuk ZA dan Phonzka sebanyak dosis untuk satu hektar lahan. Kemudian karyawan harian mengambil dari campuran pupuk kemudian menempatkan pupuk di sekitar batang tananam. Aplikasi pemupukan tidak disertai dengan penutupan pupuk.

Pemupukan Penyulaman Pemberian air

Pengendalian gulma Pencacahan gulud

Pembumbunan

(8)

Prestasi kerja yang didapat dari karyawan adalah 169,17 kg/HOK, dengan sistem pengupahan harian.

Penyulaman. Penyulaman adalah kegiatan menanam ulang bibit tebu yang tidak tumbuh setelah penanaman pertama kali. Kegiatan penyulaman pada tebu dapat menggunakan tiga macam bibit tebu, yaitu bibit bagal, bibit rayungan dan bibit awil. Secara umum, bibit awil lebih sering digunakan

Kegiatan penyulaman pada umumnya menggunakan KHL wanita. Sistem upah yang diterapkan pada pekerjaan penyulaman adalah pembayaran harian dengan upah Rp 15 000,- – Rp 20 000,- per hari. Rata-rata prestasi kerja yang didapatkan pekerja selama 1 hari yaitu 0.0376 ha/HOK.

Bibit awil adalah tunas tebu dari bibit bagal cadangan yang ditanam di kebun. Metode penyulaman menggunakan bibit ini membutuhkan tenaga pendongkel bibit cadangan, pemotong daun bibit cadangan, pembuat lubang tanam dan penanam bibit. Kegiatan menyulaman pada kebun rata-rata menanam bibit sulaman 1-5 bibit setiap juringan.

Penggunaan bibit rayungan yang berasal dari kebun bibit memiliki cara penanaman yang berbeda. Bibit yang didapatkan dari kebun bibit berupa batang tebu 2 ruas dengan satu tunas yang telah tumbuh. Penanaman dengan bibit tersebut ditanam dengan batang tebu vertikal.

Pemberian air. Tanaman tebu membutuhkan air untuk pertumbuhannya terutama pada fase tumbuhnya tunas dari bibit dan fase awal pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air yang tidak mencukupi dapat terjadi karena irigasi teknis yang tidak lancar pada tebu lahan sawah atau tidak ada hujan pada tebu lahan tegalan. Kekurangan air pada vase tersebut dapat diatasi dengan pemberian air secara khusus.

Pemberian air di PG Cepiring dilakukan setelah penanaman bibit sampai umur tanaman 2 MST. Pemberian air juga dilakukan pada tebu sulaman ketika irigasi tidak mencukupi atau tidak ada hujan. Pemberian air yang dilakukan PG Cepiring menggunakan sistem penyiraman dan sistem pengairan melalui got (furrow irrigation). Pekerjaan ini dilakukan dengan menutup outlet dan mengairi

(9)

got-got hingga kapasitas lapang. Apabila air dari irigasi teknis tidak mencukupi dapat diupayakan untuk memompa air dari sumber air terdekat.

Pemberian air bibit sulaman biasanya dilakukan dengan cara penyiraman. Penyiraman bisanya menggunakan sumber air dari sumur yang sengaja dibuat di kebun untuk mempermudah pengambilan sumber air.

Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation

Pemberian air dikebun menggunakan pompa air ketika tidak terdapat air irigasi yang mengalir ke kebun. Sumber air diambil dari saluran irigasi yang terdekat dari kebun. Air akan dipompa dari saluran irigasi dan dialirkan ke dalam got kebun. Kegiatan ini biasanya dilanjutkan dengan penyiraman juringan-juringan yang telah ditanami bibit mengunakan air yang mengalir di got. Prestasi kerja pekerjaan penyiraman ini adalah 0.13 ha/HOK.

Pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan upaya untuk mengurangi populasi gulma yang sudah mengganggu pertumbuhan tanaman tebu. Terdapat dua macam pengendalian gulma yang diterapkan di kebun, yaitu pengendalian secara kimia dan secara manual.

Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan menggunakan herbisida. Bahan aktif herbisida yang digunakan adalah 2,4-D dan Ametryn. Kedua bahan aktif tersebut adalah jenis bahan aktif herbisida sintemik. Aplikasi herbisida pada lahan menggunakan campuran kedua bahan aktif tersebut. Konsentrasi herbisida yang diaplikasian berdasarkan pengamatan adalah 60 ml

(10)

herbisida yang mengandung bahan aktif 2,4-D 826 g/l dan 160 ml herbisida yang mengandung bahan aktif ametryn 500 g/l untuk 1 tangki semprot dengan volume 17 liter. Berdasarkan pengamatan, sekali penyemprotan rata-rata dapat menyemprot 83 juringan, atau kira-kira 0,00682 ha. Dengan aplikasi tersebut, volume semprot yang diterapkan adalah sebesar 245,66 l/ha. Dengan konsentrasi yang digunakan, dosis yang diaplikasikan adalah 711,186 g 2,4-D/ha dan 1 156 g ametryn/ha. KHL yang digunakan untuk penyemprotan herbisida ini disesuaikan dengan besarnya luasan kebun serta target penyelesaian pekerjaan aplikasi herbisida tersebut.

Upaya pengendalian gulma yang diterapkan selain cara kimia adalah cara manual. Pekerjan ini dikenal dengan nama pembubutan. Alat yang digunakan adalah sabit. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya adalah wanita.

Pencacahan gulud. Pencacahan guludan atau penggemburan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memecah tanah yang padat sehingga menjadi tanah yang halus dan remah sehingga nanti memudahkan untuk melakukan pembumbunan.

Pencacahan gulud dilakukan sebelum pekerjaan pembumbunan dimulai. Sistem upah yang diterapkan adalah sistem borongan. Rata-rata dalam 1 hari KHL mendapat 60 juringan atau 1 lidah, sehingga PK untuk pekerjaan cacah gulud adalah 0.05 ha/HOK. Efektivitas pekerjaan cacah gulud dipengaruhi oleh kekerasan tanah. Kondisi tanah yang keras akan sangat menyulitkan para KHL untuk melakukan pencacahan, sehingga PK yang didapatkan lebih rendah.

Pembumbunan. Pembumbunan adalah pekerjaan menambahkan tanah pada kedua sisi juringan sebagai upaya dalam memperbanyak anakan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Pembumbunan di PG Cepiring dilakukan sebanyak tiga kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 1.5 BST. Pembumbunan kedua dilakukan pada umur 3.5 BST. Pembumbunan ketiga dilakukan pada umur 6 BST. Sistem pembayaran yang diberlakukan adalah sistem borongan. Upah yang diterima pekerja sebesar Rp 600,- per laci. PK yang didapatkan oleh KHL sebesar 60 laci/HOK atau 0.05 ha/HOK.

(11)

Pemeliharaan got. Got adalah alat untuk pemberian irigasi sekaligus drainase pada lahan tebu. Keberadaan got sangat penting untuk pertumbuhan tebu karena mempempengaruhi keadaan perakaran tebu. Perakaran yang baik akan menyebabkan tebu tumbuh dengan baik serta proses kematangan tebu dapat berjalan dengan baik (Supriadi, 1992)

Pemeliharaan got antara lain pendalaman got dan pembersihan gulma yang ada di dalam got. Pekerjaan pemeliharaan got dilakukan secara manual dengan tenaga manusia menggunakan peralatan cangkul dan garpu. Sistem kerja yang digunakan adalah borongan, yaitu upah dihitung per meter got yang telah diperbaiki. Prestasi kerja karyawan harian lepas yang diamati pada pekerjaan pemeliharaan got adalah 27 m got/HOK.

Kletek. Kletek adalah pekerjaan membuang daun tebu yang telah mengering. Tujuan utama pekerjaan kletek agar tebu dalam keadaan bersih pada saat ditebang dan digiling di pabrik.

Kegiatan kletek pada umunnya dikerjakan oleh KHL wanita. Pada umumnya, pekerjaan kletek diberlakukan sistem pembayaran borongan. Standar yang diterapkan pekerjaan kletek selama 1 HOK dapat melakukan kletek pada 20 laci. Sehingga standar PK yang diperoleh KHL pada pekerjaan kletek adalah 0.0375 ha/HOK. Setelah diamati di lapang, PK yang didapatkan karyawan adalah sebesar 0.0167 ha/ HOK sedangkan PK yang didapatkan mahasiswa adalah 0.0113 ha/HOK. Prestasi kerja kletak sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan keadaan kebun. Kebun dengan populasi gulma yang tinggi juga dapat menurunkan prestasi kerja karena mempersulit pekerjaan. Pekerjaan kletek dilakukan apabila terdapat 7-9 daun kering. Pekerjaan kletek dilakukan dua kali, yaitu pada umur 5 bulan untuk kletek satu dan 10 bulan atau sebelum panen untuk kletek kedua.

(12)

(a) (b)

Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b)

Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit adalah upaya untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kematian pada tebu. Pengendalian hama di PG Cepiring dilakukan secara manual, kimia, dan kultur teknis. Hama utama yang terdapat di wilayah PG Cepiring antara lain penggerek batang, penggerek pucuk, kutu bulu putih dan tikus.

1. Penggerek Batang (Chilo auricilius Dudg.)

Serangan penggerek batang yang dominan terjadi pada siklus hidup tebu yang sudah beruas. Serangan ini membentuk lubang pada ruas tebu. Serangan ini menyebabkan kerusakan ruas, pertumbuhan terhambat, batang mudah patah, dan dapat menyebabkan kematian batang bila menyerang titik tumbuh. Kerugian yang ditimbulkan adalah kehilangan produksi pada tebu-tebu yang mati dan penurunan bobot dan rendemen pada batang tebu yang terserang. Upaya yang dilakukan adalah upaya pencegahan dengan menggunakan bibit yang bebas dari penggerek dan menjaga kebersihan kebun.

2. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella F.)

Penggerek pucuk menyerang tanaman tebu pada titik tumbuh. Apabila serangan sudah mencapai titik tumbuh, pertumbuhan apikal tebu terhenti dan tumbuh tunas baru pada mata tunas di bagian sekitar pucuk tebu, sehingga pertumbuhan tebu menjadi tidak normal dan merusak rendemen tebu. Gejala

(13)

serangan hama ini yaitu terdapat deretan lubang berwarna coklat pada daun dan terlihat lorong gerek yang berwarna coklat pada tulang daun.

Kegiatan pengendalian dilakukan secara manual dengan cara memotong pucuk tebu dimulai dari pucuk tebu hingga ke bawah sedikit demi sedikit sepanjang 2 cm sampai mendapat larva penggerek pucuk. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik Furadan 3G. Dosis aplikasi yang diberikan adalah 25 kg/ha. Aplikasi furadan dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua pada 4 MST, dengan cara mencampurkannya dengan pupuk yang akan diaplikasikan.

3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna lanigera Zehnt.)

Kutu bulu putih adalah hama yang membentuk koloni di bawah permukaan daun dan menghisap sari makanan pada daun. Kutu ini juga mengeluarkan cairan (embun madu) yang jatuh pada permukaan daun di bawahnya, kemudian akan menjadi media pertumbuhan cendawan jelaga yang berwarna hitam. Serangan kutu bulu putih terdapat pada kebun tegalan, sedangkan serangan pada kebun tebu sawah tidak terjadi.

Upaya pengendalian hama ini adalah memotong daun yang terserang. Pengendalian secara kimia juga dilakukan yaitu dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif clorpirifos dengan penyemprotan hanya pada tanaman yang terserang.

4. Tikus sawah (Rattus argentivente Rob & Kloss)

Hama tikus dominan terdapat di lahan sawah namun terdapat pula pada lahan tegalan. Hama tikus menyerang tebu pada awal pertumbuhan bibit dengan memakan mata tunas bibit, sehingga bibit tebu tidak dapat tumbuh. Serangan tikus juga terdapat pada batang tebu yang telah beruas, khususnya tebu-tebu yang rebah.

Pengendalian tikus dilakukan melalui upaya preventif. Pengendalian dilakukan sejak pembukaan lahan, yaitu dengan memberikan premi kepada pekerja pembukaan lahan apabila berhasil membunuh tikus di lahan. Pengendalian tikus juga dilakukan secara kimia. Jenis racun yang digunakan adalah racun tikus berbahan aktif racumin. Racumin adalah bahan aktif jenis sistemik.

(14)

Terdapat beberapa kebun tebu di wilayah PG Cepiring yang terserang penyakit. Penyakit yang ditemukan antara lain penyakit luka api, dan karat daun. Pengendalian penyakit luka api dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman yang terserang. Hal ini untuk menghindari penyebaran penyakit ke batang tebu yang lain. Upaya pengendalian dilakukan pada masa awal pertumbuhan tanaman pertama atau tanaman keprasan karena gejala penyakit luka api sudah terlihat pada masa pertumbuhan awal.

Upaya pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan pencegahan. Beberapa upaya pencegahan adalah memilih bibit yang sehat, serta menjaga sanitasi kebun. Upaya pengendalian dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif awal.

Pemeliharaan tanaman keprasan

Tanaman keprasan adalah tanaman tahun kedua dan seterusnya. Tanaman ini disebut dengan Ratoon Cane (RC). Tanaman ini dimulai setelah tanaman PC telah ditebang sampai tebangan-tebangan selanjutnya. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman ratoon antara dimulai dari pemeliharaan kebun setelah tebangan sampai pemanenan. Secara umum kegiatan pemeliharaan tanaman keprasan sama dengan pemeliharaan tanaman tahun pertama (PC). Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman keprasan.

Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan Bersih kebun

Kepras

Potong akar

Kegiatan pemeliharaan lain seperti tebu tahun pertama (PC)

(15)

Bersih kebun. Bersih kebun adalah kegiatan membuang kotoran berupa daun tebu, pucuk tebu, gulma, atau batang tebu yang tertinggal setelah tebang. Kegiatan ini bertujuan mengupayakan sanitasi untuk mencegah berkembangnya hama dan penyakit. Bersih kebun dilakukan dengan cara manual. Kotoran kebun dikumpulkan kemudian dibakar.

Kepras. Kepras adalah kegiatan memotonng sisa batang tebu yang telah dipotong pada saat pemanenan. Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang inisiasi tunas baru sebagai bakal batang tebu RC. Pengeprasan dilakukan secara manual dengan memotong batang tertinggal tebu pada pangkal batangnya, sehingga tunas akan tumbuh dari mata tunas di bawah permukaan tanah agar tunas tumbuh normal dan kuat. Kegiatan pengeprasan dilakukan segera setelah tebang, yaitu maksimal 7 hari setelah tebang.

Potong akar. Potong akar adalah kegiata memotong perakaran pada rumpun tebu untuk merangsang munculnnya akar baru. Perakaran baru akan berguna dalam penyerapan unsur hara dan air yang efisien. Perakaran baru juga akan merangsang pertumbuhan tunas keprasan. Kegiatan potong akar juga akan menggemburkan tanah sehingga dapat memperbaiki aerasi di daerah perakaran tanaman agar akar dapat berrespirasi dengan baik. Kegiatan potong akar dilakukan secara manual menggunakan golok. Golok akan diayunkan di kedua sisi juringan untuk memotong perakaran tebu.

Pemanenan

Panen merupakan kegiatan mengambil batang tebu di lapang untuk diproses di pabik menjadi gula. Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dalam kegiatan budidaya tebu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi waktu pemanenan, yaitu keadaan tebu di lapang dan jadwal giling PG. Beberapa kegiatan panen antara lain taksasi produksi, pengukuran kemasakan tebu, tebang dan angkut.

(16)

Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu

Taksasi produksi. Taksasi produksi adalah upaya memperkirakan besarnya produksi yang akan dicapai pada saat panen. Taksasi produksi dibutuhkan untuk merencanakan kebutuhan bahan, alat, tenaga, serta lamanya hari giling serta menampung hasil produksi.

Kegiatan taksasi yang dilakukan PG Cepiring adalah taksasi Maret. Taksasi maret dilakukan mulai pertengahan bulan Maret. Hasil yang didapat akan digunakan untuk memperkirakan produksi yang akan didapat setiap kebun pada waktu panen. Variabel yang diamati dalam kegiatan taksasi maret adalah jumlah batang per juringan, tinggi batang, dan diameter batang. Tinggi batang diukur dari permukaan tanah sampai daun ketiga. Diameter batang yang diukur adalah diameter di ruas batang tengah. Rumus taksiran produksi adalah sebagai berikut.

Produksi= Jumlah batang x Tinggi batang x Bobot batang/m x Faktor kebun

Bobot batang/m ditentukan dari besarnya diameter batang dan varietas tebu. Nilai bobot batang/m didapatkan dari tabel konversi bobot tebu yang berasal dari penelitian PG Sragi (Lampiran 4). Faktor kebun adalah jumlah juringan

kebun per hektar. Besarnya fektor kebun pada umunya berkisar antara 1 100 – 1 200, hal ini dikarenakan pembukaan lahan sawah di PG Cepiring

menggunakan faktor pembukaan 1 200.

Pengamatan terhadap variabel taksasi dilakukan pada semua kemitraan pola A dan B. Setiap kebun diambil 5 lidah contoh yang dipilih secara visual dapat mewakili keseluruhan kebun tersebut. Setiap lidah diambil 3 juringan contoh, yaitu juringan contoh nomor 15, 30 dan 35.

Taksasi

Pengukuran Brix

Penebangan

(17)

Pengukuran brix. Pengukuran brix adalah salah satu upaya untuk mengetahui kadar sukrosa tebu pada kebun yang berguna untuk penentuan waktu tebang pada kebun tersebut. Pengukuran brix dilakukan dengan metode survey pada lahan yang ingin diketahui briksnya dengan mengambil beberapa tebu dan mengukur kadar brix nira dengan menggunakan hand refractometer.

Metode dalam pengukuran brix tebu antara lain:

1. Mengambil batang tebu contoh dengan metode pengambilan sampel secara diagonal.

2. Memotong tebu dengan menjadi tiga bagian.

3. Mengukur brix nira setiap bagian tebu dengan hand refractometer.

4. Merata-ratakan nilai brix setiap bagian tebu sebagai nilai brix batang tebu. 5. Merata-ratakan nilai brix batang tebu semua batang contoh sebagai nilai brix

kebun.

Jumlah sampel yang diambil dalam pengamatan brix adalah tiga batang tebu per kebun yang diamati. Batang tebu yang diambil adalah tebu yang tidak berada di pinggir got dan bukan batang tebu sogolan. Nilai rata-rata brix dari ketiga batang tebu akan menjadi nilai brix kebun yang digunakan sebagai pertimbangan dalam waktu penebangan. Standar PG Cepiring dalam penebangan adalah brix kebun telah mencapai nilai 24.

Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang

Penebangan. Penebangan adalah kegiatan mengambil batang tebu yang telah masak untuk diolah ke PG. Kegiatan dilakukan dengan cara penebangan batang

(18)

tebu dari pangkal batang, sehingga kegiatan ini sering disebut dengan istilah penebangan.

Tebangan tebu dilakukan setelah batang tebu memenuhi syarat untuk digiling di PG, yaitu umur mencukupi dan batang tebu telah masak. Tebu telah masak apabila nilai brix nira rata-rata dari ketiga bagian batang yang diukur minimal sebesar 24. Selain itu, selisih antara nilai brix batang bawah dan batang atas tidak melebihi 2 poin. Jika nilai brix batang bawah dan batang atas sama, maka batang tebu dapat dikatakan masak dan siap untuk ditebang.

Kegiatan penebangan biasanya didahului dengan kegiatan persiapan jalan tebang. Kegiatan yang dilakukan meliputi perbaikan jalan atau jembatan sehingga angutan tebu dapat masuk ke lokasi kebun.

Kegiatan tebangan dimulai dengan menebang tebu di wilayah yang dapat membuka akses untuk keseluruhan kebun. Pada awal kegiatan tebangan ini, bisaanya tidak diperlukan tenaga kerja yang banyak karena hanya sedikit angkutan yang dapat masuk ke wilayah kebun karena jalan tebang di dalam kebun sedang dikerjakan.

Gambar 12. Penebangan Tebu

Penebangan tebu dilakukan secara manual dengan sistem pengupahan borongan. Alat yang digunakan adalah golok. Penebangan dilakukan dari pangkal batang di atas permukaan tanah. Batang tebu yang telah ditebang dibersihkan dari daun kemudian memotong pucuk batang pada titik patah. Batang tebu yang telah bersih dikumpukan oleh setiap penebang. Kumpulan batang tebu yang terdiri dari 30-40 batang diikat menggunakan kulit batang tebu.

(19)

Angkut tebu. Ikatan-ikatan batang tebu yang berada dilapang akan diangkut ke PG menggunakan angkutan truk. Penebang akan menaikkan kumpulan batang tebu yang telah mereka tebang ke truk setelah dirasa cukup untuk memenuhi truk tersebut. Kapasitas truk pengangkut tebu antara 6-7 ton. Batang tebu yang telah dinaikkan ke truk dipotong sebagian agar tidak ada ruang kosong di dalam angkutan, sehingga batang yang diangkut lebih banyak. Setelah truk memenuhi kapasitasnya, truk langsung membawa angkutan tebu ke PG untuk segera diproses menjadi gula.

Sistem manajemen dan pengupahan antara tebang dan angkut digabungkan. Hal ini mencegah ketidaksingkronan antara tenaga penebang dang truk angkutan. Sistem manajemen tebang angkut yang diterapkan adalah setiap truk angkutan tebu harus mempunyai penebangnya sendiri dengan jumlah 7-10 orang. Pengupahan diterapkan secara borongan, yaitu dihitung setiap 100 kg tebu tertebang.

(a) (b)

Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas Muatan Truk Angkutan (b)

Pengolahan gula

PG Cepiring menerapkan pengolahan gula menggunakan dua macam bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi gula adalah raw sugar dan tebu. Raw sugar adalah gula setengah jadi yang berwarna kecoklatan dan memiliki struktur yang mirip dengan gula kristal putih. Pada masa di luar masa panen tebu, PG Cepiring tetap memproduksi gula menggunakan bahan baku raw sugar. Pada saat musim panen tebu, PG Cepiring menproduksi gula

(20)

menggunakan bahan baku tebu dengan tetap menggunakan raw sugar sebagai campurannya.

Proses pengolahan nira menjadi gula di PG Cepiring menggunakan proses karbonatasi. Sumber karbon yang digunakan adalah gas CO2 sebagai hasil sampingan pada boiler. Proses pengolahan tebu dan raw sugar berbeda pada tahap awal dan sama pada tahapan selanjutnya. Tahapan pengolahan raw sugar antara lain stasiun afinasi, stasiun purifikasi, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, dan stasiun packing. Tahapan proses pengolahan tebu meliputi stasiun gilinngan, stasiun purifikasi, stasiun evaporator, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, kemudian masuk ke stasiun afinasi dan mengalami proses selanjutnya bersama dengan nira raw sugar.

Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring

Stasiun gilingan. Proses yang terjadi pada stasiun gilingan adalah memeras tebu untuk mendapatkan nira tebu. Bahan baku yang memasuki stasiun ini hanya bahan baku tebu, sedangkan untuk bahan baku raw sugar tidak melalui stasiun ini. Terdapat dua cara yang dipakai untuk memasukkan batang tebu ke stasiun gilingan di PG Cepiring, yaitu menggunakan alat tappler dan alat crane. Tappler adalah alat yang memungkinkan batang tebu yang berada di truk langsung

Tebu Stasiun Gilingan Raw sugar Stasiun Purifikasi Stasiun Evaporator Stasiun Kristalisasi Stasiun Sentrifugal Stasiun Afinasi Stasiun Purifikasi Stasiun Kristalisasi Stasiun Sentrifugal

Stasiun Tahap Akhir

Gula Kristal Putih (icumsa<200) Molases

Raw sugar

(21)

ditempatkan ke meja tebu dengan cara mengangkat bagian depan truk menggunakan sistem hidrolik. Crane adalah alat untuk mengangkat tebu dari truk kemudian meletakkannya pada bak penampungan tebu yang kemudian bergerak menuju meja tebu menggunakan rel seperti kereta (lori). Setelah tebu berada di meja tebu kemudian masuk ke gilingan tebu yang terdiri dari empat gilingan. Pada proses ini nira akan dicampurkan dengan air imbibisi dari proses gilingan sebelumnya dan dilakukan penggilingan berulang untuk mengurangi kehilangan nira. Pada gilingan pertama akan dianalisis rendemen nira dari tebu yang digiling (Analisis Nira Perahan Pertama).

Stasiun afinasi. Stasiun afinasi adalah stasiun pelarutan raw sugar menjadi nira dengan penambahan gula dari tebu yang telah mengalami proses sentrifugal. Diluar musim giling, stasiun ini hanya melarutkan raw sugar. Pada stasiun ini, proses pengolahan nira dari tebu dan dari raw sugar bertemu. Hasil dari stasiun afinasi adalah nira yang berasal dari raw sugar dan tebu yang telah mengalami pengolahan.

Stasiun purifikasi. Proses yang terjadi pada stasiun purifikasi adalah membersihkan kotoran yang terbawa dalam nira serta menambahkan kapur (Ca(OH)2) dan/atau gas CO2. Tardapat dua macam stasiun purifikasi, yaitu stasiun

purifikasi khusus untuk nira tebu dan stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu.

Stasiun purifikasi khusus nira tebu hanya beroperasi ketika musim giling tebu. Nira tebu dari stasiun gilingan akan dibawa ke timbangan nira kemudian dipanaskan. Kemudian ditambahkan Ca(OH)2 pada nira. Nira kemudian

diendapkan. Nira akan terpisah menjadi nira bersih dan nira kotor yang akan mengendap. Nira kotor yang mengendap diteruskan untuk proses pengolahan menjadi blotong. Nira dari tebu akan diteruskan ke stasiun evaporator.

Stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu beroperasi pada musim giling tebu maupun di luar masa liling tebu saat giling raw sugar. Selain menambahkan Ca(OH)2, pada stasiun purifikasi ini ditambahkan gas

(22)

Stasiun evaporator. Stasiun evaporator adalah stasiun yang khusus mengolah nira yang berasal dari tebu. Proses yang terjadi dalam stasiun ini adalah penguapan nira tebu menjadi nira kental. Hasil nira kental tebu akan dialirkan ke stasiun kristalisasi.

Stasiun kristalisasi. Stasiun kristalisasi akan mengkristalkan nira kental melalui pan dengan suhu dan tekanan tinggi. Terdapat empat pan kristalisasi di PG Cepiring, yaitu W PAN, A PAN, B PAN, dan C PAN. Setiap pan akan menghasilkan gula yang dapat dikristalkan (magma) dengan kualitas yang berbeda dan mengkasilkan gula yang tak dapat dikristalkan (molasses) yang akan dimasukkan sebagai bahan ke pan berikutnya. Nira kental yang berasal dari stasiun purifikasi raw sugar akan diolah di W PAN. Nira kental tebu dari stasiun evaporator akan diolah di A PAN. Hasil pengolahan dari stasiun kristalisasi akan dikirim ke stasiun sentrifugal untuk proses selanjutnya.

Stasiun sentrifugasi. Stasiun sentrifugasi merupakan pengolahan nira masak dari pan kristalisasi untuk memisahkan kristal gula dari larutan induknya. Terdapat empat alat sentrifugal sesuai dengan pan kristalisasi, yaitu LGF W, LGF A, LGF B, dan LGF C. LGF W akan menampung nira masak dari W PAN dan menghasilkan gula kristal yaitu gula yang siap untuk pengepakan dan gula tak dapat dikristalkan (white moll) yang akan dialirkan ke A PAN untuk pemasakan selanjutnya. LGF A akan menampung nira masak A PAN dan menghasilkan gula a yaitu gula yang kurang memenuhi persyaratan yang akan dikirim ke stasiun afinasi untuk bahan campuran pengenceran raw sugar. LGF A akan memproduksi a-moll yang akan dialirkan ke B PAN. LGF B akan memproduksi gula b (b-magma) yang akan dialirkan ke A PAN dan menghasilkan b-moll yang dialirkan ke PAN C. LGF C akan memproduksi c-magma yang dialirkan ke PAN B dan menghasilkan c-moll yang akan akan ditampung di penampungan akhir sebagai tetes.

Stasiun tahap akhir. Gula yang dihasilkan LGF W akan dikeringkan dan didinginkan. Gula yang dihasilkan akan diamati kembali kualitasnya. Gula yang

(23)

tidak sesuai dengan standar kualitas dalam ukuran kristal dan warna akan dilebur kembali dan diproses ulang di stasiun afinasi. Gula yang berukuran normal dengan warna yang putih sesuai standar akan dimasukkan kedalam karung dengan ukuran 50 kg kemudian diangkut ke gudang penyimpanan gula.

Aspek Manajerial Pengelolaan kegiatan lapang

Kegiatan manajemen utama bagian tanaman adalah budidaya tanaman tebu di lapang. Sistem manajemen yang diterapkan dalam budiaya tebu di lapang adalah pembagian berdasarkan luasan dan kategori kebun tertentu. Pengawasan yang ketat untuk pola kemitraan B dilakukan pada aspek finansial yang menyangkut kredit petani, namun untuk aspek teknis budidaya kebun, pihak PG hanya mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang diajukan pembiayaanya dengan kredit.

Manajemen yang intensif dilakukan pada kebun dengan pola kemitraan A (KMA). Hal ini dikarenakan PG merupakan penaggung jawab budidaya secara teknis maupun pembiayaan pekerjaan tersebut dari segi finansial. Pembagian manajemen pada kebun KMA berdasarkan luasan areal. Terdapat seorang sinder kebun yang bertanggung jawab terhadap luasan besar, yang membawahi beberapa mandor yang bertanggung jawab atas luasan yg lebih kecil.

Sinder kebun. Sinder kebun merupakan seorang manajer kebun yang bertanggung jawab pada luasan kebun tertentu. Sinder kebun PG Cepiring difokuskan untuk memanajemen kabun pola kemitraan A. Tugas seorang sinder adalah menerapkan prinsip dasar manajemen pada kebunnya dengan tujuan dapat menghasilkan tebu dengan kualitas, kuantitas dan waktu panen yang ditetapkan oleh PG. Beberapa prinsip dasar manajemen yang diterapkan seorang sinder, yaitu perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Prinsip manajemen perencanaan yang dilakukan oleh sinder meliputi perencanaan perluasan areal serta perencanaan tindak budidaya yang akan diterapkan. Untuk perluasan areal, seorang sinder memiliki tanggung jawab untuk mencari lahan areal kemitraan baru dengan petani. Dalam tugas perluasan areal

(24)

ini, seorang sinder melakukan pendekatan dan penyuluhan secara informal maupun secara formal. Perencanaan yang penting dilakukan mencakup perencanaan teknis budidaya maupun kebutuhan finansialnya sebelum dibukanya suatu kebun.

Prinsip pengaturan yang dilaksanakan oleh Sinder Kebun meliputi pengaturan tahapan kegiatan budidaya di lapang, serta pengaturan biaya yang diperlukan. Dalam melaksanakan fungsi ini, sinder kebun akan dibantu mandor sebagai bawahannya. Seorang sinder akan memeriksa rencana kegiatan dan pengajuan biaya pekerjaan tersebut dari mandor. Setelah menyetujuinya, pekerjaan terbut dilaksanakan oleh mandor kebun.

Sistem pengawasan dilaksanakan dengan pengecekan lapang secara rutin oleh sinder. Dalam pengawasan lahan ini diamati pekerjaan yang ada di kebun serta keadaan umum kebun. Pengawasan lahan ini akan menjadi hal yang dapat mengontrol pelakasanaan pekerjaan oleh mandor baik secara teknisnya maupun finansial.

Mandor kebun. Mandor kebun merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang yang bertanggung jawab atas budidaya tebu mulai dari penanaman sampai pemanenan pada luasan kebun tertentu. Seorang mandor kebun mempunyai seorang penyelia, yaitu sinder kebun. Dalam menjalankan tugas budidaya kebun, mandor akan memimpin pekerja harian lepas serta mengarahkan pekerjaan dan bertindak sebagai pengawas. Mandor kebun akan berkoordinasi dengan sinder kebun dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pelaksanaan suatu pekerjaan, mandor akan mengajukan rencana teknis dan finansial pelaksanaan pekerjaan yang telah direncanakan oleh Sinder Kebun. Pengajuan rencana tersebut akan dikoreksi oleh Sinder Kebun. Apabila pekerjaan disetujui oleh Sinder Kebun, maka pengajuan pekerjaan tersebut akan diteruskan ke bagian administrasi untuk pencairan dana kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.

Selama proses administrasi untuk pencairan dana, mandor kebun akan melaksanakan pekerjaan yang telah diajukan. Pekerjaan dimulai dari pencarian karyawan harian lepas (KHL) dan negosisasi besarnya upah dan sistem pengupahan untuk pekerjaan tersebut. Pekerjaan akan dilaksanakan dengan

(25)

pengarahan dan pengawasan oleh mandor. Setelah pencairan dana, mandor bertugas sebagai pengelola keuangan untuk diberikan kepada KHL.

Aspek Khusus

Aspek khusus yang dipelajari adalah modifikasi teknik budidaya, pertumbuhan, produksi, dan analisis usaha tebu di lahan salin. Pengamatan dilakukan di kebun Pidodo dengan luasan 24.801 ha yang terdiri dari tiga blok, yaitu Pidodo A dengan luasan 10.000 ha, Pidodo B dengan luasan 14.264 ha, dan Pidodo C dengan luasan 0.537 ha. Kebun Pidodo terletak di pesisir pantai utara Jawa dengan jarak sekitar 1 km dari bibir pantai. Kebun Pidodo terletak di muara Sungai Bodri yang sering mengalami banjir pasang air laut dan meluap ke kebun dengan membawa kandungan air laut. Kebun pidodo terletak di kecamatan Patebon dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 1 500 – 3 500 mm/tahun dan termasuk ke daerah dengan iklim basah (humid). Ciri salinitas yang tinggi pada kebun Pidodo juga dilihat dari terbentuknya efflorescense atau kerak garam yang terjadi pada musim kering.

Kondisi salinitas kebun

Pengamatan salinitas pada kebun dilakukan melalui analisis daya hantar listrik tanah dan konsentrasi garam. Analisis tanah dilakukan pada saat tebu berumur 35 MSK dengan kondisi tidak terdapat hujan selama 14 hari. Selain melakukan analisis tanah kebun Pidodo, dilakukan analisis tanah kebun Gondang sebagai pembanding untuk lahan tidak tercekam salinitas. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK Kebun Daya Hantar Listrik

(dS/m)

Salinitas (mg/l)

Pidodo 0.168 79

(26)

Teknis budidaya tebu di lahan salin

Teknis budidaya tebu yang diterapkan di lahan tercekam salinitas secara umum sama dengan kebun lain yang tidak terkendala salinitas. Semua teknis budidaya diterapkan sesuai dengan standar perusahaan, mulai dari pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman hingga tebang dan angkut. Teknis budidaya yang berbeda di lahan salin adalah sistem tata air melalui got kebun.

Sistem tata air yang berbeda diterapkan pada kebun yang terkendala salinitas yang tinggi. Kebun dengan kendala salinitas biasanya terdapat di daerah pesisir pantai utara. Kebun ini kadang mengalami banjir air laut pasang (rob) yang membawa air laut masuk ke kebun sehingga meningkatkan kadar garam tanah. Upaya yang dilakukan oleh PG Cepiring adalah pembuatan got besar dengan ukuran lebar 2 m dengan kedalaman 3 m, sementara untuk kebun pada umunya got berukuran 50 cm pada lebar dan kedalaman 60 cm (Tabel 8). Panjang juringan tetap 8 m sehingga jumlah got tetap sama dengan lahan sawah irigasi, namun lebar dan dalamnya got jauh lebih besar.

Tabel 8. Ukuran Got di Lahan Salin dan Nonsalin

Got

Kebun Pidodo (salin)

Kebun Gondang (nonsalin)

Lebar Dalam Lebar Dalam

………..……… cm ……….………

Got Keliling 200 300 60 70

Got Malang 200 300 50 60

Got Mujur 200 300 50 50

Pembuatan got pada lahan tercekam salinitas dirancang untuk mengurangi efek salinitas dengan pencucian garam melalui irigasi dan drainase. Ukuran got yang besar dapat menampung dan mengalirkan air yang lebih banyak serta meningkatkan drainase. Got akan mengalirkan air ke kebun untuk mencuci garam yang terkandung di tanah secara berangsur-angsur. Air yang mengalir biasanya akan tertampung di got dan menggenang selama beberapa waktu. Air yang dimasukkan untuk mencuci garam tersebut akan ditampung kembali oleh got untuk dapat dibuang keluar kebun melalui drainase yang baik.

(27)

Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air.

(a) (b) Got Mujur (lebar 2m, dalam 3m) Juringan Got keliling (lebar 2m, dalam 3m) (c) Got Mujur (lebar 50cm, dalam 60cm) Juringan Got Keliling (lebar 60cm, dalam 70cm) (d) (e) (f)

Gambar 15. Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang

Melintang Got Lahan Salin (c), Penampang Melintang Got Lahan Nonsalin (d), Got Lahan Salin Tampak Atas (e), dan Got Lahan Nonsalin Tampak Atas (f).

(28)

Kondisi tebu di lanah salin

Kondisi tebu diamati pada fase vegetatif akhir sampai dengan fase generatif, ditandai dengan munculnya bunga pada tebu (Tabel 9). Pengamatan dilakukan pada blok dengan varietas BL (Bululawang) keprasan pertama (RC 1). Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu, dimulai 27 MSK (minggu setelah keprasan) sampai 38 MSK. Pengamatan juga dilakukan pada tebu yang tidak tercekam salinitas sebagai pembanding, yaitu kebun Gondang. Kebun Gondang merupakan kebun tidak tercekam salinitas dengan varietas dan umur yang sama dengan kebun Pidodo. Variabel pengamatan tebu yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas, bobot batang, jumlah batang per meter, jumlah sogolan per meter , dan brix nira tebu.

Tabel 9. Tinggi Tanaman Tebu, Jumlah Ruas, Diameter, dan Bobot Batang pada 27 MSK sampai 41 MSK

Pengamatan Kebun Umur Tebu (MSK)

27 31 `35 39

Tinggi tanaman (cm)

Pidodo

(Salin) 192.90a 219.55a 233.60a 240.60a

Gondang

(Nonsalin) 283.15b 305.85b 319.00b 334.10b

Jumlah ruas (ruas)

Pidodo

(Salin) 17.20a 19.25a 21.50a 22.70a

Gondang

(Nonsalin) 19.35a 22.65a 24.80a 26.80a

Diameter batang (cm)

Pidodo

(Salin) 2.24a 2.32a 2.38a 2.39a

Gondang

(Nonsalin) 2.57a 2.66a 2.69a 2.71a

Bobot batang (kg)

Pidodo

(Salin) 0.79a 0.94a 1.03a 1.06a

Gondang

(Nonsalin) 1.33b 1.49b 1.58b 1.67b

Keterangan : Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf

yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %

Pengamatan jumlah batang tebu permeter juringan diamati pada 27 MSK, sedangkan jumlah sogolan per meter juringan diamati pada 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 10.

(29)

Tabel 10. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan per Meter Kebun Jumlah batang per meter Jumlah Sogolan per meter

Pidodo (Salin) 11.08a 2.63a

Gondang (Nonsalin) 10.04a 2.18a

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %

Pengamatan brix nira dilakukan dua kali, yaitu pada umur tebu 27 MSK dan pada umur 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK

Kebun Umur (MSK)

27 41

Pidodo (Salin) 14.87a 24.13a

Gondang (Nonsalin) 15.60a 24.13a

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %

Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin

Pertumbuhan tebu di lahan salin diamati pada fase vegetatif akhir sampai fase generatif dengan ditandai tebu berbunga. Pengamatan pertumbuhan dilakukan pada veriabel tinggi batang, jumlah ruas, diameter batang, dan bobot batang (Tabel 12). Nilai pertumbuhan dari masing-masing variabel adalah selisih nilai variabel pada pengamatan 41 MSK dan 27 MSK.

Pembungaan tebu yang diamati pada kedua kebun menunjukkan sifat pembungaan tebu sporadis. Tebu di lahan salin Pidodo mulai berbunga secara sporadis pada 33 MSK, sedangkan tebu di lahan nonsalin Gondang mulai berbunga secara sporadis pada 37 MSK.

(30)

Tabel 12. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27 MSK sampai 41 MSK

Peubah Kebun Pidodo

(Salin)

Kebun Gondang (Nonsalin)

Tinggi tanaman (cm) 47.70a 50.96a

Diameter batang (cm) 0.15a 0.14a

Jumlah ruas 5.50a 7.45a

Bobot batang (kg) 0.27a 0.34a

Jumlah batang per meter juringan

(batang/ m juring) 11.08a 10.04a

Keterangan : Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %

Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin

Produksi tebu di lahan salin diamati sejak masa tanam pertama di kebun pengamatan bersadarkan data sekunder (Tabel 13). Produksi untuk masa tanam 2010/2011 didapatkan berdasarkan taksasi maret. Sebagai pembanding, dilakukan pengamatan yang sama pada kebun nonsalin.

Tabel 13. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin Selama Tiga Musim Tanam

Kebun Kategori Tanaman Rata-rata

Produktivitas PC RC 1 RC 2 ……….………. ton/ha ……..……….. Pidodo (Salin) 45.02 57.36 70.03 57.47a Gondang (Nonsalin) 84.54 104.35 107.22 98.54b

Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5 %

Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani kebun salin (Tabel 14). Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada kebun Pidodo (salin) dan kebun Gondang (nonsalin).

(31)

Tabel 14. Keuntungan Usaha Tani Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin Masa Tanam 2010/2011

Kategori

tanaman Rincian usaha tani

Kebun

Pidodo (Salin) Gondang (Nonsalin) ……….. Rp …..……… PC Biaya 21 359 982.43 40 782 615.66 Pendapatan 27 072 059.23 43 553 880.19 Keuntungan 5 712 076.80 2 771 264.53 RCI Biaya 19 299 706.84 32 843 869.35 Pendapatan 26 915 799.14 46 704 218.40 Keuntungan 7 616 092.30 13 860 349.05 RCII Biaya 19 962 214.46 30 630 539.30 Pendapatan 30 626 976.09 34 815 673.26 Keuntungan 10 664 761.63 4 185 133.96 Rata-rata Biaya 20 207 301.25 34 752 341.44 Pendapatan 28 204 944.82 41 691 257.28 Keuntungan 7 997 643.58 6 938 915.85

Gambar

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan
Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata
Gambar 5. Penanaman Tebu
Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis yang dilakukan, ada tiga temuan dalam analisis ini yaitu (1) kategori gramatikal dari leksikon alam dalam beblabadan adalah verba seperti mabawang

Tetapi, bidang kontak sesar biasanya tidak rata sehingga pada waktu terjadi kontak, blok-blok tektonik yang bertemu pada suatu saat akan mengalami mekanisme saling menahan

Tabel 6.19 adalah perbandingan dari hasil model optimasi dari program Matlab dan skenario 4 QM yang memiliki prioritas sama di antara semua fungsi tujuan ( goal ).. Hal

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor-faktor seperti gender dan kepribadian mempengaruhi perencanaan keuangan pribadi

(1) Kegiatan bongkar muat barang di dalam kota yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 dan atau dengan menggunakan jalan sebagai

Makalah Penulisan dan Seminar Ilmiah dengan judul &#34;Kajian Pengaruh Cara Perlakuan pada Selada Air terhadap Kandungan Mikroorganisme'', yang diajukan oleh Ozora

Strukturmikro untuk sampel yang diambil dari sepada motor dengan merek Suzuki seperti Gambar.2.5.Berdasarkan pengujian sebelumnya terlihat struktur ini bisa

Pada tahap ini peneliti merencanakan pembelajaran dengan menggunakan metode demontrasi, yaitu siswa dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 9 orang,