• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN DI KABUPATEN ACEH BARAT MENGGUNAKAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN DI KABUPATEN ACEH BARAT MENGGUNAKAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT TUGAS AKHIR"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN DI

KABUPATEN ACEH BARAT MENGGUNAKAN

SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Komputer

Oleh:

NUR ATIKAH SURI

1308107010021

JURUSAN INFORMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

JANUARI, 2018

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Estimasi Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten Aceh Barat Menggunakan Saluran Termal Citra Landsat”.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Jurusan Informatika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muhammad Subianto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala.

2. Bapak Dr. Nizamuddin, M.Info.Sc, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Muhammad Rusdi, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan dan arahan, nasehat serta kritik dan sarannya dalam proses penulisan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ardiansyah, BSEE, M.Sc; Bapak Ir. Sugianto, M.Sc, Ph.D; dan Bapak Dr. Muzailin, M.Sc selaku Dosen Penguji atas kesediaannya menguji serta memberikan kritik dan sarannya dalam proses penulisan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Kurnia Saputra, M.Sc selaku Koordinator TA Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala.

5. Ayahanda Muhammad Nur dan Ibunda Marlina tercinta yang senantiasa selalu mendo’akan dan memberikan dukungan kepada penulis.

6. Seluruh keluarga, paman, bunda, dan kakak-kakakku yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungannya.

7. Sahabat “Noise” (Iin, Asma, Ulfa, Lulu, Lisa dan Tania) yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama proses penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai.

(4)

iv

8. Partner TA, Nur Asma dan Fadila yang telah berjuang bersama-sama menyelesaikan Tugas Akhir ini dari seminar sampai sidang, yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya.

9. Sahabatku Sri Ulda Purnama, S.Pd yang turut membantu dan menemani penulis saat melakukan survey lapangan.

10. Seluruh dosen dan staff tata usaha Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala.

11. Teman-teman satu jurusan Informatika, khususnya angkatan 2013. Terima kasih atas semangat dan dukungan yang telah diberikan selama proses penyusunan Tugas Akhir ini.

Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, 23 Januari 2018

(5)
(6)

vi

ABSTRAK

Perubahan iklim seperti kemarau atau curah hujan yang tinggi dapat berdampak pada suhu permukaan lahan yang merupakan salah satu variabel klimatologis. Salah satu teknologi penginderaan jauh untuk mengestimasi suhu permukaan lahan adalah dengan menggunakan saluran termal dari citra satelit Landsat. Estimasi suhu permukaan lahan memerlukan nilai emisivitas permukaan atau Land Surface Emissivity (LSE) yang didapat menggunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Hasil kajian menunjukkan rata-rata suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2017 sebesar 25,10°C. Suhu permukaan ini lebih rendah 0,97°C dibandingkan pada tahun 2013 yang memiliki suhu rata-rata 26,07°C. Penyebaran suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013 dan 2017 memiliki pola penyebaran yang cenderung sama. Suhu permukaan antara 25 - 28°C masih mendominasi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Kata kunci : suhu permukaan lahan, Land Surface Emissivity (LSE), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

(7)

vii

ABSTRACT

Climate change such as drought or high rainfall can affect the land surface temperature which is one of the climatological variables. One of the remote sensing technologies to estimate land surface temperature is to use thermal bands from Landsat satellite image. Estimation of land surface temperature require an emissivity value or Land Surface Emissivity (LSE) obtained using the NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) method. The results of this study show that the average of land surface temperature in West Aceh Regency in 2017 is 25,10°C. This surface temperature is lower 0,97°C than in 2013 which the average temperature is 26,07°C. The distribution of land surface temperature in West Aceh Regency in 2013 and 2017 has the same tendency to spread. Surface temperature between 25 - 28°C still dominates most of West Aceh Regency. Keyword : land surface temperature, Land Surface Emissivity (LSE), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Surat Pernyataan ... v

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penginderaan Jauh ... 3

2.1.1. Sistem Penginderaan Jauh ... 3

2.2. Citra Landsat 8 ... 5

2.2.1. Band Thermal Infrared Sensor (TIRS) ... 5

2.3. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) ... 6

2.3.1. LSE (Land Surface Emissivity) ... 7

2.4. Suhu Permukaan Lahan (Land Surface Temperature) ... 8

2.5. Iklim ... 10

2.6. QuantumGIS (QGIS) ... 12

2.6.1. Semi-Automatic Classification Plugin (SCP) ... 12

2.7. Penelitian Terkait Suhu Permukaan Lahan ... 13

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 16

3.3. Metode Penelitian ... 19

3.4. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4.1. Studi Literatur ... 19

3.4.2. Pengumpulan Data ... 20

3.4.3. Pra-Pengolahan Data ... 20

3.4.4. Pengolahan Data ... 21

3.4.5. Kegiatan Lapangan ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pra-pengolahan Citra ... 23

4.2. Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat ... 23

(9)

ix

4.2.2. Suhu Permukaan Lahan Tahun 2017 ... 27

4.3. Perbandingan Pola Penyebaran Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 dan 2017 ... 30

4.4. Ketelitian Estimasi Suhu Permukaan Lahan Berdasarkan Hasil Ground Check ... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 36

5.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 41

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Curah hujan rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun

2013-2016 ... 11 Gambar 2.2. Suhu rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016 ... 11 Gambar 2.3. Kelembaban rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun

2013-2016 ... 11 Gambar 2.4. Semi-Automatic Classification Plugin (Tab Landsat) ... 13 Gambar 3.1. Lokasi kajian Kabupaten Aceh Barat ... 16 Gambar 3.2. Citra satelit Landsat 8 akuisisi 24 Agustus 2013 path-row

131-057 dan 30 Juni 2013 path-row: 130-057 ... 17 Gambar 3.3. Citra satelit Landsat 8 akuisisi 16 Juni 2017 path-row

131-057 dan 9 Juni 2017 path-row: 130-057 ... 18 Gambar 3.4. Diagram alir penelitian ... 22 Gambar 4.1. Suhu maksimum pada area lahan terbuka ... 25 Gambar 4.2. Peta Estimasi Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2013 ... 26 Gambar 4.3. Area lahan terbuka telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi ... 28 Gambar 4.4. Peta Estimasi Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2017 ... 29 Gambar 4.5. Hasil penelusuran Google Earth tahun 2013-2016 ... 31 Gambar 4.6. Grafik persentase luasan penyebaran suhu permukaan

lahan tahun 2013 dan 2017 ... 32 Gambar 4.7. Peta Ground Check Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Panjang Gelombang dan Resolusi Band Landsat 8 ... 5 Tabel 4.1. Klasifikasi Suhu Permukaan Lahan Tahun 2013 ... 24 Tabel 4.2. Klasifikasi Suhu Permukaan Lahan Tahun 2017 ... 27 Tabel 4.3. Hasil Ground Check Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Suhu rata-rata dan kelembaban udara per bulan

Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016 ... 41 Lampiran 2. Curah hujan rata-rata per bulan Kabupaten Aceh Barat

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan, dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Pada saat permukaan suatu benda menyerap radiasi, suhu permukaannya belum tentu sama. Hal ini tergantung pada sifat fisis objek pada permukaan tersebut. Sifat fisis objek tersebut diantaranya: emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas termal.

Suhu permukaan lahan (land surface temperature) dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan. Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang. Panjang gelombang yang paling sensitif terhadap suhu permukaan adalah inframerah termal. Saluran (band) termal dari suatu satelit berfungsi untuk mencari suhu permukaan dari suatu objek di permukaan lahan. Suhu permukaan lahan juga merupakan salah satu parameter keseimbangan energi dan variabel klimatologis yang utama. Besarnya suhu permukaan lahan tergantung pada kondisi parameter permukaan lainnya, seperti albedo, kelembaban permukaan dan tutupan lahan serta kondisi vegetasi.

Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan kepulauan Sumatera yang membentang dari barat ke timur. Menurut Bappeda Kabupaten Aceh Barat, secara geografis Kabupaten Aceh Barat terletak pada posisi 04°06’ - 04°47’ Lintang Utara dan 95°52’ - 96°30’’ Bujur Timur dengan luas wilayah sebesar 2.927,95 Km2. Perubahan iklim seperti terjadinya kemarau dan intensitas curah hujan yang tinggi, adanya pembukaan lahan gambut dengan cara dibakar yang seringkali menyebabkan kebakaran dan kabut asap di Kabupaten Aceh Barat serta banyaknya tumbuh-tumbuhan (vegetasi) yang digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, bangunan dan struktur lain sehingga menyebabkan permukaan tanah yang tergantikan tersebut akan lebih banyak menyerap panas matahari dan

(14)

2 memantulkannya, hal-hal inilah yang menjadi salah satu penyebab berubahnya suhu permukaan lahan (land surface temperature) menjadi tidak stabil.

Oleh karena itu, berdasarkan kondisi inilah estimasi suhu permukaan lahan perlu dilakukan dan dikaji. Proses estimasi suhu permukaan lahan ini dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh. Penggunaan data penginderaan jauh dalam identifikasi suhu permukaan lahan memberikan kemudahan untuk menghasilkan identifikasi dengan wilayah yang luas, biaya relatif murah, dan waktu yang singkat. Salah satu teknologi penginderaan jauh adalah memanfaatkan citra dari satelit Landsat. Saluran 10 yang berada pada saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) pada Landsat 8 dapat dimanfaatkan untuk kajian tidak langsung mengenai suhu permukaan lahan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana estimasi suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat dengan memanfaatkan saluran termal citra Landsat?

2. Bagaimana hasil ketelitian dari estimasi suhu permukaan lahan menggunakan saluran termal citra Landsat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memetakan estimasi suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat.

2. Menganalisis ketelitian estimasi suhu permukaan lahan menggunakan saluran termal.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat dan hasil yang didapatkan dengan pemanfaatan saluran termal pada citra Landsat tersebut dapat dijadikan salah satu cara untuk mengestimasi suhu permukaan lahan.

(15)

3

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1994).

Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh umumnya dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat udara, drone, satelit, atau wahana lainnya. Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, di atmosfer, dan di antariksa. Pengumpulan data dari jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan energi yang digunakan. Energi yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi gelombang elektromagnetik. Data penginderaan jauh dapat berupa citra (imagery), grafik, atau data numerik (Fatimah, 2012).

Data penginderaan jauh dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diindera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data. Analisis data penginderaan jauh memerlukan rujukan seperti peta tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi, dan kondisi sumber daya daerah yang diindera. Informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data disebut sistem penginderaan jauh (Purwadhi, 2001).

2.1.1. Sistem Penginderaan Jauh

Sistem penginderaan jauh dapat bersifat aktif dan pasif, dibedakan berdasarkan gelombang elektromagnetik yang diterima. Penginderaan jauh yang bersifat pasif, yaitu sumber energi yang digunakan berasal dari matahari, radiasi elektromagnetik, emisi panas, dan sumber lain selain sensor (alat untuk merekam

(16)

4 data). Penginderaan jauh yang bersifat aktif, apabila sumber energi yang digunakan dihasilkan sendiri oleh perangkat penginderaan jauh, yaitu menggunakan pembangkit energi atau generator.

Spektrum elektromagnetik secara keseluruhan mencakup gelombang radio (terpanjang), gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma (terpendek). Cahaya tampak (visible light) adalah suatu bagian yang sangat kecil dari keseluruhan spektrum energi yang terpancar di alam semesta dengan panjang gelombang berkisar antara 0,4 – 0,7 μm. Tiap warna memiliki panjang gelombang yang berbeda. Warna merah memiliki panjang gelombang yang terpanjang dari cahaya tampak yaitu berkisar antara 0,6 – 0,7 μm. Warna hijau berada pada kisaran panjang gelombang 0,5 – 0,6 μm dan biru yang memiliki panjang gelombang terpendek berada pada kisaran 0,4 – 0,5 μm.

Sistem penginderaan jauh pasif menerima energi yang dipantulkan atau dipancarkan dari kenampakan yang ada di bumi. Distribusi spektral energi pantulan sinar matahari dan energi pancaran dari benda sifatnya tidak seragam. Tingkat energi matahari yang sampai di bumi bervariasi menurut waktu (jam dan musim), tempat (lokasi), kondisi cuaca, dan kondisi permukaan bumi (material, kemiringan, kekasaran permukaan).

Menurut Fatimah (2012), radiasi berkaitan dengan panas objek di bumi, sehingga disebut energi termal atau inframerah termal. Energi ini tidak dapat dilihat atau dipotret, tetapi dapat diindera dengan sensor non-fotografi yaitu sensor termal yang peka terhadap panjang gelombang inframerah termal (3 – 18 μm). Sensor tersebut dapat berupa radiometer atau scanner (thermal scanner). Sensor termal dapat dioperasikan dalam wahana pesawat atau satelit. Pengoperasian sensor termal yang paling baik adalah pada waktu dini hari karena pancaran panas benda pada waktu dini hari merupakan pancaran panas dari benda itu sendiri (tidak terpengaruh oleh pancaran panas sumber lain), sehingga kontras pancaran yang direkam sensor merupakan kontras termal yang benar-benar direkam dari objek.

(17)

5

2.2. Citra Landsat 8

Satelit Landsat 8 diluncurkan pada 11 Februari 2013. Satelit ini adalah satelit kedelapan dalam program Landsat dan merupakan yang ketujuh yang mencapai orbit dengan berhasil. Awalnya Landsat 8 disebut Landsat Data Continuity Mission (LDCM), yang merupakan kolaborasi antara NASA dan United States Geological Survey (USGS) (NASA, 2016).

Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) merupakan instrumen onboard dari satelit Landsat 8. Satelit ini mengumpulkan citra-citra dari bumi dengan siklus berulang 16 hari. Akuisisi satelit berada dalam 8 hari mengimbangi Landsat 7 (USGS, 2015). Citra Landsat 8 OLI/TIRS terdiri dari sembilan band spektral dengan resolusi spasial 30 meter untuk band 1 sampai 7 dan 9. Band 1 ultra blue berguna untuk studi pesisir dan aerosol. Band 9 berguna untuk deteksi awan sirus. Resolusi untuk band 8 (pankromatik) adalah 15 meter. Band termal 10 dan 11 berguna dalam memberikan suhu permukaan yang lebih akurat dan dikumpulkan pada jarak 100 meter. Perkiraan dari ukuran scene adalah 170 km utara-selatan dengan 183 km sebelah timur-barat (106 mil dengan 114 mil) (USGS, 2016).

Tabel 2.1. Panjang Gelombang dan Resolusi Band Landsat 8

Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infared Sensor (TIRS) Band Panjang Gelombang (mikrometer) Resolusi (meter)

Band 1 - Ultra Blue (coastal/aerosol) 0.43 - 0.45 30

Band 2 – Blue 0.45 - 0.51 30

Band 3 – Green 0.53 - 0.59 30

Band 4 – Red 0.64 - 0.67 30

Band 5 - Near Infrared (NIR) 0.85 - 0.88 30

Band 6 - Shortwave Infrared (SWIR) 1 1.57 - 1.65 30

Band 7 - Shortwave Infrared (SWIR) 2 2.11 - 2.29 30

Band 8 – Panchromatic 0.50 - 0.68 15

Band 9 – Cirrus 1.36 - 1.38 30

Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 10.60 - 11.19 100 * (30)

Band 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2 11.50- 12.51 100 * (30)

(Sumber: USGS, 2016)

2.2.1. Band Thermal Infrared Sensor (TIRS)

Thermal Infrared Sensor (TIRS) berisi dua band termal, yang mengukur suhu permukaan lahan pada resolusi 100 meter (produk yang disediakan disampel ulang (resampled) menjadi resolusi 30 meter). Pada band termal, piksel berwarna

(18)

6 gelap mewakili suhu dingin dan piksel berwarna terang mewakili suhu panas. Data band termal memberikan informasi penting mengenai penggunaan air irigasi di lahan gersang, serta unit panas di perkotaan (USGS, 2017).

Berdasarkan pemberitahuan penting dari USGS pada 6 Januari 2014 mengenai kalibrasi TIRS, bahwa band 11 memiliki ketidakpastian kalibrasi yang lebih besar sehingga disarankan agar pengguna tidak mengandalkan data band 11 dalam analisis kuantitatif data TIRS, seperti penggunaan teknik split window untuk koreksi atmosfer dan pengambilan nilai suhu permukaan. Disarankan agar band 10 digunakan bersamaan dengan atmospheric model untuk mengestimasi suhu kecerahan permukaan (brightness temperature). Pengolahan saat ini pada suhu kecerahan permukaan akurat sampai ~±1 K untuk target 15 – 35°C, misalnya untuk target vegetasi di musim tanam (NASA, 2016).

2.3. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

NDVI adalah indeks vegetasi yang paling popular digunakan dan dapat menggambarkan kondisi tingkat kehijauan, kesehatan, dan kerapatan vegetasi. NDVI berbasis kepada perbedaan nilai pantulan band inframerah dengan band merah. Tumbuhan hijau akan menyerap gelombang pada spektrum merah untuk proses fotosintesis, dan memantulkan gelombang pada spektrum inframerah. Parameter indeks vegetasi sebaiknya memenuhi syarat (Jensen, 2000): (a) memaksimalkan sensitifitas dari parameter biofisik tanaman; (b) menormalkan pengaruh dari luar seperti: sudut matahari, sudut pandang sensor, atmosfer, dan waktu perekaman; (c) menormalkan pengaruh dari dalam seperti: variasi dari jenis kanopi dan tanah, kondisi topografi, jenis tanaman; (d) dapat dihubungkan dengan parameter biofisik yang dapat diukur sepeti biomassa atau leaf area index (LAI) yang dapat dijadikan alat validasi dan kontrol kualitas informasi. Nilai NDVI menggunakan nilai reflektansi dari band NIR (Near Infrared) dan band Red pada citra satelit untuk perhitungannya, dengan persamaan:

𝑁𝐷𝑉𝐼 =

𝑁𝐼𝑅−𝑅𝑒𝑑𝑁𝐼𝑅+𝑅𝑒𝑑

... (2.1) dimana NIR dan Red merupakan band 5 dan band 4 pada citra Landsat 8.

(19)

7

2.3.1. LSE (Land Surface Emissivity)

LSE merupakan faktor yang menghitung skala radiasi dari benda hitam (blackbody) untuk memprediksi radiasi yang dipancarkan dan efisiensi transmisi dari energi termal di sepanjang permukaan ke atmosfer. Dalam hal ini, nilai emisivitas (ε) harus diketahui untuk mengestimasi suhu permukaan lahan secara akurat dari pengukuran radiasi (Sobrino, 2008). Untuk mendapatkan LSE salah satu prosedur alernatifnya adalah dari NDVI. Pendekatan yang digunakan adalah NDVI Threshold Method. Metode ini mendapatkan nilai emisivitas dari NDVI berdasarkan kasus yang berbeda (Sobrino, 2004):

(a) NDVI < 0.2

Dalam kasus ini, pixel dianggap sebagai tanah kosong dan emisivitas diperoleh dari nilai reflektifitas dalam wilayah merah (red).

(b) NDVI > 0.5

Piksel dengan nilai NDVI lebih tinggi dari 0.5 dianggap sebagai vegetasi sepenuhnya, dan kemudian nilai konstan untuk emisivitas diasumsikan, biasanya 0.99.

(c) 0.2 ≤ NDVI ≤ 0.5

Dalam kasus ini, piksel tersusun atas campuran dari tanah kosong dan vegetasi, dan emisivitasnya dihitung berdasarkan emisivitas vegetasi, emisivitas tanah dan proporsi vegetasi yang diperoleh dari (Carlson & Ripley, 1997):

𝑃𝑣 = [

𝑁𝐷𝑉𝐼− 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑎𝑥− 𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛

]

2

... (2.2) Keterangan: Pv = Proporsi Vegetasi NDVI = Citra NDVI

NDVImin = Nilai NDVI minimum

NDVImax = Nilai NDVI maksimum

Untuk menerapkan metodologi ini, diperlukan nilai emisivitas tanah dan vegetasi. Dalam hal ini, biasanya dipilih nilai emisivitas untuk vegetasi sebesar 0.99. Pilihan nilai tertentu untuk tanah menimbulkan pertanyaan yang lebih kritis, karena variasi nilai emisivitas yang lebih tinggi untuk tanah dibandingkan dengan vegetasi. Solusi yang mungkin adalah menggunakan nilai rata-rata untuk

(20)

8 emisivitas tanah yang termasuk dalam ASTER spectral library dan difilter menurut fungsi filter band TM6. Mengingat ada total 49 spektrum tanah, diperoleh nilai rata-rata 0.973 (dengan standar deviasi 0.004). Menggunakan data ini (TM6 emisivitas tanah dan vegetasi masing-masing 0.97 dan 0.99), ekspresi akhir untuk LSE yaitu (Sobrino, 2004):

𝜀 = 0.004 𝑃𝑣 + 0.986

... (2.3)

dimana Pv merupakan proporsi vegetasi yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya.

2.4. Suhu Permukaan Lahan (Land Surface Temperature)

Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan, dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Pada saat permukaan suatu benda menyerap radiasi, suhu permukaannya belum tentu sama. Hal ini tergantung pada sifat fisis objek pada permukaan tersebut. Sifat fisis objek tersebut diantaranya: emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas termal. Suatu objek di permukaan yang memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis rendah, sedangkan konduktivitas termalnya tinggi akan menyebabkan suhu permukaannya meningkat (Desi, 2011). Hal sebaliknya terjadi pada suatu objek yang memiliki emisivitas dan kapasitas jenis yang tinggi sedangkan konduktivitas termalnya rendah akan menyebabkan lebih rendahnya suhu permukaan. Suhu permukaan akan mempengaruhi jumlah energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke udara.

Suhu permukaan lahan dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan. Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang. Panjang gelombang yang paling sensitif terhadap suhu permukaan adalah inframerah termal. Band termal dari suatu satelit berfungsi untuk mencari suhu permukaan objek di permukaan (Lillesand & Kiefer, 1999).

Emisivitas adalah rasio energi yang diradiasikan oleh material tertentu dengan energi yang diradiasikan oleh benda hitam (black body) pada temperatur yang

(21)

9 sama. Emisivitas bergantung pada faktor diantaranya suhu, sudut emisi, dan panjang gelombang radiasi. Emisivitas menggambarkan kemampuan suatu benda untuk meradiasikan energi yang diserapnya. Semakin kasar dan hitam permukaan suatu benda, maka nilai emisivitasnya mendekati satu. Nilai ε untuk vegetasi sebesar 0.96, untuk non vegetasi sebesar 0.92, dan badan air sebesar 0.98 (Weng, 2001).

Saluran (band) 10 dan 11 yang berada pada kanal Thermal Infrared Sensor (TIRS) pada Landsat 8 OLI/TIRS dapat dimanfaatkan untuk kajian tidak langsung mengenai suhu permukaan lahan. Pemanfaatan saluran ini dapat digunakan dalam rangka mengambil kebijakan terkait dengan mitigasi bencana kebakaran, maupun perencanaan dalam rehabilitasi lahan terutama untuk reboisasi hutan. Hal ini diperlukan karena dengan informasi suhu permukaan lahan akan dapat diketahui wilayah-wilayah mana yang perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan (Purwanto & Sudiro, 2015).

Suhu permukaan yang didapat dari citra satelit diolah dengan menggunakan beberapa tahapan. Menurut Landsat 8 User Handbook (2016), untuk mengkonversi Digital Number (DN) dari band termal (band 10) Landsat 8 menjadi Spectral Radiance (Lλ), digunakan persamaan berikut:

𝐿

𝜆

= 𝑀

𝐿

𝑄

𝑐𝑎𝑙

+ 𝐴

𝐿 ... (2.4) Keterangan:

= Spectral radiance (Watts/( m2 * srad * μm))

ML = Faktor pengali pada band spesifik (pada metadata)

AL = Faktor penambah pada band spesifik (pada metadata)

Qcal = Digital Number (DN)

Langkah selanjutnya adalah mengkonversi nilai Spectral Radiance (Lλ) ke

Brightness Temperature (TB) dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑇

𝐵

=

𝐾2 𝑙𝑛(𝐾1 𝐿𝜆+1)

... (2.5) Keterangan: TB = Brightness Temperature (K)

Lλ = Spectral radiance (Watts/( m2 * srad * μm))

K1 = Konstanta kalibrasi pada band termal (pada metadata)

(22)

10 Kemudian untuk mengkonversi Brightness Temperature (TB) ke suhu

permukaan (Ts) dengan menggunakan persamaan berikut (Widyasamratri, 2012):

𝑇

𝑠

=

𝑇𝐵

[1+𝜆 𝑇𝐵 ]𝑙𝑛(𝜀) ... (2.6)

Keterangan:

TS = Suhu Permukaan Lahan (K)

TB = Brightness Temperature (K)

λ = Panjang gelombang radiasi yang dipancarkan (λ = 10.8 μm)

∂ =

h * c/σ (1,4388 x 10-2

mK = 14388 μm K)

ε =

nilai emisivitas

2.5. Iklim

Iklim yang terdapat di suatu daerah misalnya daerah perkotaan dan pedesaan termasuk ke dalam iklim yang bersifat mikro. Iklim mikro merupakan kondisi radiasi matahari, radiasi permukaan bumi, angin, suhu udara, kelembaban, dan curah hujan. Unsur-unsur ini berbeda pada setiap tempat yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan karena adanya pengendali iklim, yaitu ketinggian tempat, latitude atau garis lintang, daerah tekanan dan arus laut serta permukaan tanah (Edi, 2013).

Sama seperti di daerah lainnya di Indonesia, Kabupaten Aceh Barat memiliki iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berada pada bulan Mei - Oktober dan musim penghujan berada pada bulan November - April. Curah hujan rata-rata selama 4 tahun terakhir (2013-2016) sebesar 328,51 mm dengan suhu rata-rata sekitar 26,6°C (BPS Aceh Barat, 2017).

Adapun rata-rata curah hujan, suhu, dan kelembaban bulanan dalam 4 tahun terakhir (2013-2016) di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Gambar 2.1, Gambar 2.2, dan Gambar 2.3.

(23)

11 Gambar 2.1. Curah hujan rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016

Gambar 2.2. Suhu rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016

Gambar 2.3. Kelembaban rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Cura h huja n (m m ) Bulan 2013 2014 2015 2016 24 25 26 27 28 29 30

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Suhu C) Bulan 2013 2014 2015 2016 75 80 85 90 95 100

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

K elem ba ba n (%) Bulan 2013 2014 2015 2016

(24)

12

2.6. QuantumGIS (QGIS)

QGIS adalah suatu aplikasi open source Sistem Informasi Geografis (GIS) yang ramah pengguna dan berlisensi di bawah GNU General Public License. QGIS adalah proyek resmi dari Open Source Geospatial Foundation (OSGeo). Aplikasi ini dapat digunakan di Linux, Unix, Mac OSX, Windows dan Android dan mendukung berbagai format vektor, raster, serta berbagai fungsionalitas lainnya. QGIS menyediakan sejumlah kapabilitas yang menyediakan berbagai fungsi dan plugin yang berguna untuk memvisualisasikan, mengelola, mengedit, menganalisis data, dan menyusun peta yang dapat dicetak (QGIS, 2017).

2.6.1. Semi-Automatic Classification Plugin (SCP)

Dikembangkan oleh Luca Congedo, Semi-Automatic Classification Plugin (SCP) adalah plugin open source gratis untuk QGIS yang memungkinkan untuk klasifikasi semi-otomatis (juga dikenal sebagai klasifikasi terbimbing) dari citra penginderaan jauh. Plugin ini menyediakan beberapa tools untuk mengunduh citra secara gratis, preprossesing, postprosessing, dan perhitungan raster. Tujuan keseluruhan dari SCP adalah untuk menyediakan satu set tools yang terjalin untuk pengolahan raster agar membuat alur kerja secara otomatis dan memudahkan klasifikasi tutupan lahan, yang dapat juga dilakukan oleh orang-orang yang bidang utamanya bukan penginderaan jauh (Congedo, 2016).

Versi pertama dari SCP ditulis oleh Luca Congedo pada tahun 2012 untuk ACC Dar Project dalam rangka menciptakan alat untuk klasifikasi tutupan lahan dengan cara yang terjangkau dan otomatis. Versi selanjutnya dari SCP dikembangkan sebagai komitmen pribadi untuk bidang penginderaan jauh dan perangkat lunak open source.

(25)

13 Gambar 2.4. Semi-Automatic Classification Plugin (Tab Landsat)

(Sumber: Congedo, 2016)

Tab ini memungkinkan konversi citra Landsat 1, 2, dan 3 MSS serta Landsat 4, 5, 7 dan 8 dari DN (Digital Number) ke reflektan Top of Atmosfer (TOA), kecerahan permukaan (brightness temperature), atau penerapan dari koreksi atmosfer sederhana menggunakan metode DOS1 (Dark Object Subtraction 1) yang merupakan salah satu teknik image-based (Congedo, 2016).

2.7. Penelitian Terkait Suhu Permukaan Lahan

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Triyanti (2008), penelitiannya yang berjudul "Pola Suhu Permukaan Kota Semarang Tahun 2001 dan 2006" menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dengan variabel berupa kerapatan vegetasi dan tutupan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata suhu permukaan di Kota Semarang pada tahun 2006 lebih tinggi yaitu sekitar 22,76°C dibandingkan pada tahun 2001 yang hanya sekitar 19,39°C. Pola spasial suhu permukaan terpanas pada tahun

(26)

14 2001 maupun 2006 menunjukkan pola spasial yang sama sesuai dengan perkembangan daerah urban di bagian timur Kota Semarang.

2. Fatimah (2012), penelitiannya yang berjudul "Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan Kota Surabaya Tahun 1994, 2000, dan 2011" menggunakan citra Landsat 5 TM dan citra Landsat 7 ETM+ dengan variabel berupa tutupan lahan, kerapatan vegetasi, dan kerapatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan berkorelasi negatif dengan vegetasi, semakin tinggi suhu permukaan maka semakin rendah kerapatan vegetasinya. Adapun korelasi suhu permukaan dengan kerapatan bangunan menunjukkan nilai positif, semakin tinggi suhu permukaan maka semakin tinggi kerapatan bangunannya. Arah perubahan suhu permukaan daratan pada periode 1994 -2000 semakin meluas mengikuti arah perkembangan wilayah terbangun. Pada periode 2000-2011, wilayah UHI semakin meluas ke arah barat sampai timur Kota Surabaya.

3. Widyasamratri, et. al (2012), penelitiannya yang berjudul “A Comparison Air Temperature And Land Surface Temperature To Detect An Urbanization Effect In Jakarta, Indonesia” mengenai penerapan citra Landsat untuk estimasi suhu permukaan lahan (Ts) dan suhu udara (Ta) dan melihat hubungan antara suhu permukaan lahan dan suhu udara di Jakarta, Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara suhu permukaan lahan citra Landsat dengan pengukuran secara langsung (ground-based measurements) (dimana R2= 0,733) yang berarti nilai ini dapat diandalkan untuk memvalidasi dan mewakili suhu permukaan lahan secara aktual. Kisaran dari koefisien determinasi (R2) antara suhu udara dan suhu permukaan lahan dengan ground-based measurements adalah 0,64. Oleh karena itu LST (Land Surface Temperature) dapat digunakan sebagai indikator suhu udara (air temperature). Meskipun suhu udara yang diestimasi dari citra satelit lebih tinggi daripada pengukuran langsung, penggunaan data satelit penginderaan jauh dapat membantu mengatasi masalah spasial dari estimasi suhu udara terutama di daerah dengan kepadatan rendah dengan menggunakan estimasi suhu permukaan lahan berbasis satelit serta hubungan LST dan suhu udara terhadap pengukuran secara langsung.

(27)

15 4. Purwanto dan Sudiro (2015), penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan Saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) Landsat 8 Untuk Estimasi Temperatur Permukaan Lahan” menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan variabel berupa kerapatan vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan lahan di daerah Kecamatan Silat Hilir berdasarkan hasil klasifikasi berkisar antara 21 - 35°C.

(28)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Barat, secara spasial lokasi kajian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pengolahan citra penelitian ini dilakukan di GIS and Remote Sensing Development Center, Universitas Syiah Kuala.

Gambar 3.1. Lokasi kajian Kabupaten Aceh Barat

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. PC (Personal Computer), Scanner dan Printer.

b. Perangkat lunak: QGIS, ArcGIS, dan perangkat lunak pendukung lainnya. c. GPS (Global Positioning System) dan Termometer Digital (Non-contact

Thermometer Infrared).

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Citra Landsat 8 (2013) akuisisi: 24 Agustus 2013 path row: 131-057 dan 30 Juni 2013 path row: 130-057 (Gambar 3.2).

b. Citra Landsat 8 (2017) akuisisi: 16 Juni 2017 path row: 131-057 dan 9 Juni 2017 path row: 130-057 (Gambar 3.3).

(29)

96°27'30"E 96°27'30"E 96°15'0"E 96°15'0"E 96°2'30"E 96°2'30"E 95°50'0"E 95°50'0"E 4° 40 '3 0" N 4° 40 '3 0" N 4° 30 '0 "N 4° 30 '0 "N 4° 19 '3 0" N 4° 19 '3 0" N 4° 9' 0" N 4° 9' 0" N Peta Indeks 17 = Lokasi Kajian Nagan Raya

1. Citra Satelit Landsat 8: USGS, 2013. 2. Peta Dasar : BAPPEDA Aceh Barat, 2013. 3. Pengolahan citra, 2017. Sumber: Aceh Jaya Aceh Tengah Pidie

E

0 3 6 12 18Km 1:500.000 Skala : Legenda :

Nur Atikah Suri

Dr. Nizamuddin, M.Info,Sc Muhammad Rusdi, Ph.D

Pembimbing:

Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala

97°20'0"E 97°20'0"E 96°16'0"E 96°16'0"E 95°12'0"E 95°12'0"E 4° 56 '0 "N 4° 56 '0 "N 3° 52 '0 "N 3° 52 '0 "N

Gambar 3.2. Citra Satelit Landsat 8 akuisisi 24 Agustus 2013 path-row: 131-057 dan 30 Juni 2013 path-row: 130-057

CITRA LANDSAT 8 TAHUN 2013 WILAYAH KABUPATEN

ACEH BARAT

(30)

96°27'30"E 96°27'30"E 96°15'0"E 96°15'0"E 96°2'30"E 96°2'30"E 95°50'0"E 95°50'0"E 4° 40 '3 0" N 4° 40 '3 0" N 4° 30 '0 "N 4° 30 '0 "N 4° 19 '3 0" N 4° 19 '3 0" N 4° 9' 0" N 4° 9' 0" N Peta Indeks 18 = Lokasi Kajian Nagan Raya

1. Citra Satelit Landsat 8: USGS, 2017. 2. Peta Dasar : BAPPEDA Aceh Barat, 2013. 3. Pengolahan citra, 2017. Sumber: Aceh Jaya Aceh Tengah Pidie

E

0 3 6 12 18Km 1:500.000 Skala : Legenda :

Nur Atikah Suri

Dr. Nizamuddin, M.Info,Sc Muhammad Rusdi, Ph.D

Pembimbing:

Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala

97°20'0"E 97°20'0"E 96°16'0"E 96°16'0"E 95°12'0"E 95°12'0"E 4° 56 '0 "N 4° 56 '0 "N 3° 52 '0 "N 3° 52 '0 "N

Gambar 3.3. Citra Satelit Landsat 8 akuisisi 16 Juni 2017 path row: 131-057 dan 9 Juni 2017 path row: 130-057

CITRA LANDSAT 8 TAHUN 2017 WILAYAH KABUPATEN

ACEH BARAT

(31)

19

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Metode penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran benar mengenai subjek yang diteliti. Kebanyakan pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan (trend) tanpa mengkaitkan dengan keadaan populasi dimana data tersebut diambil (Dharminto, 2007). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti suatu objek dengan perhitungan sistematik atau statistik yang sesuai dengan objek tersebut dengan tujuan untuk menguji suatu hipotesis yang telah ditetapkan.

Analisa spasial menggunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). NDVI adalah indeks vegetasi yang paling popular digunakan dan dapat menggambarkan kondisi tingkat kehijauan, kesehatan, dan kerapatan vegetasi. NDVI berbasis kepada perbedaan nilai pantulan band inframerah dekat dengan band merah. Metode NDVI merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan nilai emisivitas permukaan atau LSE (Land Surface Emissivity). LSE diperlukan agar dapat mengestimasi suhu permukaan lahan secara akurat.

3.4. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: Studi Literatur, Pengumpulan Data, Pra-Pengolahan Data, Pengolahan Data dan Kegiatan Lapangan.

3.4.1. Studi Literatur

Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relevan dengan permasalahan yang terdapat pada penelitian yang akan dilakukan. Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan teori suhu permukaan lahan, pemanfaatan saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS), serta cara pengolahan data menggunakan perangkat lunak QGIS. Tujuannya adalah untuk memperkuat permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian.

(32)

20

3.4.2. Pengumpulan Data

Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data spasial yang berupa citra satelit Landsat 8 tahun 2013 yang diakuisisi pada 24 Agustus 2013 path row: 131-057 dan 30 Juni 2013 path row: 130-057; dan citra Landsat 8 tahun 2017 yang diakuisisi pada 16 Juni 2017 path row: 131-057 dan 9 Juni 2017 path row: 130-057 (USGS, 2017), serta peta batas wilayah administrasi Kabupaten Aceh Barat.

3.4.3. Pra-Pengolahan Data

Pada tahap pra-pengolahan data meliputi koreksi radiometrik pada citra dan pemilihan area studi (cropping).

a) Koreksi radiometrik

Koreksi radiometrik bertujuan memperbaiki kualitas citra akibat dari kesalahan pantulan permukaan atau kelengkungan bumi dan faktor lain, seperti arah sinar matahari, kondisi cuaca, kondisi atmosfer dan faktor lainnya serta sangat bermanfaat untuk menganalisis data multitemporal dan multisensor yang digunakan untuk interpretasi dan mendeteksi perubahan secara kontinyu (Kustiyo, 2014). Koreksi radiometrik pada pengolahan citra ini menggunakan SCP (Semi-Automatic Classification Plugin) pada QGIS yang secara otomatis mengkonversi DN (Digital Number) menjadi radian lalu ke reflektan, kecuali band termal yang dikonversi ke brightness temperature (Congedo, 2016).

b) Pemilihan Area Studi (Cropping)

Pemilihan area studi dilakukan dengan memotong citra menggunakan acuan berupa batas daerah administrasi dari daerah penelitian. Pemotongan citra ini bertujuan untuk memfokuskan liputan citra pada daerah penelitian saja, sehingga proses interpretasi visual dan analisis data menjadi lebih mudah dilakukan.

(33)

21

3.4.4. Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan sudah diperoleh, maka tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan data. Band 4 (Red) dan band 5 (NIR) diperlukan untuk menghitung nilai NDVI. Dari nilai NDVI ini akan dihitung proporsi vegetasi dan LSE. Sedangkan pada band termal proses perhitungan berupa konversi dari Digital Number (DN) ke nilai Spectral Radiance kemudian dikonversi ke Brightness Temperature telah dilakukan secara otomatis saat proses koreksi radiometrik menggunakan SCP. Selanjutnya untuk mengestimasi suhu permukaan lahan dilakukan perhitungan terhadap band termal menggunakan nilai LSE yang didapat pada perhitungan NDVI.

3.4.5. Kegiatan Lapangan

Kegiatan lapangan berupa survei langsung (ground check) pada lokasi penelitian bertujuan untuk mendapatkan data berupa suhu real permukaan yang kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk menganalisis ketelitian dari hasil estimasi suhu permukaan lahan. Kegiatan lapangan yang dilakukan berupa pengambilan titik koordinat menggunakan GPS dan pengukuran suhu permukaan secara langsung menggunakan termometer.

Tahapan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada diagram alir yang disajikan pada Gambar 3.4.

(34)

22 Gambar 3.4. Diagram alir penelitian

(35)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pra-pengolahan Citra

Proses estimasi suhu permukaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra satelit Landsat 8. Tahapan awal dari proses pengolahan citra adalah melakukan koreksi radiometrik menggunakan SCP (Semi-Automatic Classification Plugin) pada QGIS yang secara otomatis mengkonversi DN (Digital Number) menjadi radian lalu ke reflektan, kecuali band termal yang dikonversi ke brightness temperature. Agar memudahkan dalam proses pengolahan citra selanjutnya, dilakukan pemotongan citra (cropping) menjadi area cakupan penelitian. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan data shapefile batas administrasi Kabupaten Aceh Barat yang diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat.

4.2. Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat

Suhu permukaan lahan merupakan suhu rata-rata permukaan dari suatu objek dan juga sebagai variabel klimatologis. Terjadinya peningkatan atau penurunan suhu permukaan lahan di suatu daerah dapat disebabkan oleh berkurangnya vegetasi karena pembukaan lahan, yang fenomena ini di Kabupaten Aceh Barat sering sekali dilakukan dengan cara dibakar, sehingga dapat berpengaruh dengan perubahan cuaca yang menyebabkan suhu menjadi meningkat.

Berdasarkan sebaran suhu permukaan yang dihasilkan dari pengolahan citra Landsat 8 tahun 2013 dan 2017 dapat dibuat 6 kelas suhu permukaan lahan Kabupaten Aceh Barat dengan menggunakan rumus statistik berikut yang digunakan oleh Triyanti (2008) dalam penelitiannya mengenai suhu permukaan. Pembuatan interval kelas suhu permukaan ini berguna untuk mengklasifikasikan wilayah-wilayah suhu permukaan lahan yang ada di Kabupaten Aceh Barat.

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑇 = 𝑇𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝑇𝑚𝑖𝑛

6

... (4.1) Keterangan:

T : Suhu Permukaan (°C)

Tmax : Nilai suhu permukaan maksimum (°C) Tmin : Nilai suhu permukaan minimum (°C)

(36)

24 Sehingga dihasilkan kelas suhu permukaan lahan sebagai berikut:

 Kelas 1 : < 16°C  Kelas 2 : 17 - 20°C  Kelas 3 : 21 - 24°C  Kelas 4 : 25 - 28°C  Kelas 5 : 29 - 32°C  Kelas 6 : > 33°C

4.2.1. Suhu Permukaan Lahan Tahun 2013

Suhu permukaan lahan tahun 2013 didapatkan dari pengolahan citra satelit Landsat 8 tanggal 24 Agustus 2013 dan 30 Juni 2013. Klasifikasi suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Klasifikasi Suhu Permukaan Lahan Tahun 2013

Kelas Suhu Permukaan (°C) Luas (Ha) Persentase (%)

1 < 16 85,75 0,03 2 17 - 20 2.284,98 0,83 3 21 - 24 66.853,95 24,17 4 25 - 28 179.091,63 64,75 5 29 - 32 24.161,57 8,74 6 > 33 4.106,58 1,48 Total 276.584,46 100,00

Pada tahun 2013 wilayah suhu permukaan lahan 25 – 28°C memiliki luas terbesar yaitu sekitar 179.091,63 Ha yang tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Aceh Barat dan mencakup 64,75% dari wilayah keseluruhan Kabupaten Aceh Barat. Suhu permukaan lahan dengan luas terbesar kedua adalah wilayah dengan suhu permukaan antara 21 – 24°C sebesar 24,17% yang terkonsentrasi di bagian utara Kabupaten Aceh Barat yaitu Kecamatan Sungai Mas dan Kecamatan Pantai Ceuremen dengan luas 66.853,95 Ha.

Wilayah suhu permukaan lahan 29 – 32°C mencakup 8,74% tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Meureubo, Kecamatan Samatiga, Kecamatan Arongan Lambalek, Kecamatan Woyla, Kecamatan Woyla Barat, Kecamatan Woyla Timur, dan Kecamatan Bubon dengan luas 24.161,57 Ha. Wilayah suhu permukaan >33°C hanya mencakup

(37)

25 1,48% dengan luas 4.106,58Ha berada di Kecamatan Johan Pahlawan yaitu pusat kota Meulaboh yang merupakan ibukota Kabupaten Aceh Barat serta terdapat juga di Kecamatan Samatiga, Kecamatan Woyla, dan Kecamatan Arongan Lambalek. Pada citra Landsat dengan kombinasi band RGB 7-5-3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa rona warna merah muda menunjukkan adanya area lahan terbuka, sehingga berkurangnya vegetasi didaerah ini menyebabkan suhu permukaan lahan menjadi lebih panas dan mencapai suhu maksimum yaitu 38,13°C.

Hasil Estimasi Suhu Permukaan RGB 7-5-3 Gambar 4.1. Suhu maksimum pada area lahan terbuka

Suhu permukaan terendah yaitu <16°C dan 17 – 20°C mencakup luasan yang sedikit dan terkonsentrasi di bagian timur Kabupaten Aceh Barat disebabkan karena adanya tutupan awan sehingga nilai suhu yang terekam pada sensor Landsat mencapai nilai suhu minimum sebesar 14,43°C.

Suhu permukaan lahan rata-rata pada tahun 2013 yaitu 26,07°C konsisten dengan suhu rata-rata dan kelembapan udara di Kabupaten Aceh Barat dimana suhu rata-rata sekitar 26,6°C dan kelembapan udara sekitar 88,5% (Lampiran 1).

Peta estimasi suhu permukaan lahan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(38)

96°27'30"E 96°27'30"E 96°15'0"E 96°15'0"E 96°2'30"E 96°2'30"E 95°50'0"E 95°50'0"E 4° 40 '3 0" N 4° 40 '3 0" N 4° 30 '0 "N 4° 30 '0 "N 4° 19 '3 0" N 4° 19 '3 0" N 4° 9' 0" N 4° 9' 0" N Peta Indeks 26

ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2013

= Lokasi Kajian

Nagan Raya

1. Citra Satelit Landsat 8: USGS, 2013. 2. Peta Dasar : BAPPEDA Aceh Barat, 2013. 3. Analisis dan Survei tahun 2017.

Sumber: Aceh Jaya Aceh Tengah Pidie

E

0 3 6 12 18Km 1:500.000 Skala : Legenda : Suhu (°C)

Nur Atikah Suri

Dr. Nizamuddin, M.Info,Sc Muhammad Rusdi, Ph.D

Pembimbing:

Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala

97°20'0"E 97°20'0"E 96°16'0"E 96°16'0"E 95°12'0"E 95°12'0"E 4° 56 '0 "N 4° 56 '0 "N 3° 52 '0 "N 3° 52 '0 "N

Gambar 4.2. Peta Estimasi Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

< 16 17 - 20 21 - 24 25 - 28 29 - 32 > 33

(39)

27

4.2.2. Suhu Permukaan Lahan Tahun 2017

Suhu permukaan lahan tahun 2017 didapatkan dari pengolahan citra satelit Landsat 8 tanggal 16 Juni 2017 dan 9 Juni 2017. Klasifikasi suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Klasifikasi Suhu Permukaan Lahan Tahun 2017

Kelas Suhu Permukaan (°C) Luas (Ha) Persentase (%)

1 < 16 93,59 0,03 2 17 - 20 4.116,42 1,49 3 21 - 24 94.968,67 34,34 4 25 - 28 169.378,78 61,24 5 29 - 32 7.762,29 2,81 6 > 33 264,71 0,10 Total 276.584,46 100,00

Pada tahun 2017 suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat masih didominasi oleh wilayah dengan suhu permukaan antara 25 – 28°C dengan luas 169.378,78 Ha yang tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Aceh Barat dan mencakup 61,24% dari wilayah keseluruhan Kabupaten Aceh Barat. Sebagian besar tutupan lahannya berupa lahan pertanian dan perkebunan sawit. Suhu permukaan lahan dengan luas terbesar kedua adalah wilayah dengan suhu permukaan antara 21 – 24°C sebesar 34,34% yang terkonsentrasi di bagian utara Kabupaten Aceh Barat yaitu Kecamatan Sungai Mas dan Kecamatan Pantai Ceuremen dengan luas 94.968,67 Ha. Tutupan lahannya sebagian besar berupa hutan dan berada di daerah dataran tinggi.

Wilayah suhu permukaan lahan 29 – 32°C mencakup 2,81% terdapat di bagian barat Kabupaten Aceh Barat yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Meureubo, Kecamatan Samatiga, Kecamatan Arongan Lambalek, Kecamatan Woyla, Kecamatan Woyla Barat, dan Kecamatan Bubon dengan luas 7.762,29 Ha. Tutupan lahan yang termasuk wilayah suhu permukaan ini sebagian besarnya berupa pemukiman dan lahan terbuka. Wilayah suhu permukaan >33°C hanya mencakup 0.10% saja dengan luas 264,71 Ha berada di pusat kota Meulaboh dengan tutupan lahannya sebagian besar berupa lahan terbangun yang dimanfaatkan untuk area perkantoran dan pertokoan serta terdapat juga beberapa titik di Kecamatan Samatiga, Kecamatan Woyla, dan Kecamatan Arongan Lambalek. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.3, kombinasi band 7-5-3

(40)

28 pada citra Landsat menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan didaerah ini dimana sebagian besar area lahan terbuka pada tahun 2013 telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi. Berkurangnya area lahan terbuka menyebabkan suhu maksimum yang dicapai hanya sebesar 34,05°C yakni lebih rendah sekitar 4,08°C dari suhu maksimum pada tahun 2013.

Hasil Estimasi Suhu Permukaan RGB 7-5-3

Gambar 4.3. Area lahan terbuka telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi Suhu permukaan terendah yaitu <16°C dan 17 – 20°C mencakup luasan yang sedikit terdapat di bagian selatan, timur, dan utara Kabupaten Aceh Barat disebabkan karena adanya tutupan awan sehingga nilai suhu yang terekam pada sensor Landsat mencapai nilai suhu minimum sebesar 13,76°C.

Peta estimasi suhu permukaan lahan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(41)

96°27'30"E 96°27'30"E 96°15'0"E 96°15'0"E 96°2'30"E 96°2'30"E 95°50'0"E 95°50'0"E 4° 40 '3 0" N 4° 40 '3 0" N 4° 30 '0 "N 4° 30 '0 "N 4° 19 '3 0" N 4° 19 '3 0" N 4° 9' 0" N 4° 9' 0" N Peta Indeks 29

ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN KABUPATEN ACEH BARAT

TAHUN 2017

= Lokasi Kajian

Nagan Raya

1. Citra Satelit Landsat 8: USGS, 2017. 2. Peta Dasar : BAPPEDA Aceh Barat, 2013. 3. Analisis dan Survei tahun 2017.

Sumber: Aceh Jaya Aceh Tengah Pidie

E

0 3 6 12 18Km 1:500.000 Skala : Legenda : Suhu (°C)

Nur Atikah Suri

Dr. Nizamuddin, M.Info,Sc Muhammad Rusdi, Ph.D

Pembimbing:

Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala

97°20'0"E 97°20'0"E 96°16'0"E 96°16'0"E 95°12'0"E 95°12'0"E 4° 56 '0 "N 4° 56 '0 "N 3° 52 '0 "N 3° 52 '0 "N < 16 17 - 20 21 - 24 25 - 28 29 - 32 > 33

(42)

30

4.3. Perbandingan Pola Penyebaran Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 dan 2017

Data citra Landsat yang digunakan masing-masing diakuisisi pada bulan Juni dan Agustus yang termasuk dalam periode iklim muson timur (Mei – Oktober) yang merupakan periode berkurangnya curah hujan sehingga mengalami kemarau. Citra Landsat yang diakuisi pada bulan-bulan kemarau lebih mudah untuk dianalisis karena tutupan awannya (cloud cover) biasanya kurang dari 10%.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa antara tahun 2013 dan 2017 telah terjadi perubahan suhu permukaan. Perubahan suhu yang terjadi antara kedua tahun ini tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2013 rata-rata suhu permukaan lahan sebesar 26,07°C dengan suhu minimum 14,43°C dan suhu maksimum 38,13°C, sedangkan pada tahun 2017 rata-rata suhu permukaan lahan sebesar 25,10°C dengan suhu minimum 13,76°C dan suhu maksimum 34,05°C.

Wilayah suhu dibawah 25°C mengalami peningkatan pada tahun 2017, sebaliknya untuk wilayah suhu diatas 25°C mengalami penurunan luas. Peningkatan dan penurunan luas penyebaran suhu masing-masing sekitar 10%. Seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.3, terjadinya penurunan luas wilayah suhu diatas 25°C disebabkan banyak lahan terbuka telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi. Banyaknya lahan terbuka membuat tanah lebih banyak menyerap panas matahari dan memantulkannya kembali sehingga nilai suhu permukaannya menjadi lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya yang bervegetasi, maka dengan tumbuhnya kembali vegetasi membuat tanah menjadi lebih sedikit menyerap panas matahari dan nilai suhu permukaannya pun cenderung lebih rendah daripada wilayah yang tidak bervegetasi.

Hasil visual dari penelusuran Google Earth yang dapat dilihat pada Gambar 4.5 menunjukkan area lahan terbuka pada tahun 2013 sebagian besar dipersiapkan untuk lahan perkebunan sawit. Luas lahan terbuka diperkirakan kurang lebih ada sekitar 9.377,95 Ha. Banyak dari lahan terbuka ini pada tahun 2017 telah ditanami oleh pohon sawit dan vegetasi lainnya.

(43)

31

Tahun 2013

Tahun 2017

Gambar 4.5. Hasil penelusuran Google Earth tahun 2013 dan 2017

Adapun grafik perubahan luasan penyebaran suhu permukaan lahan dapat dilihat pada Gambar 4.6.

(44)

32 Gambar 4.6. Grafik persentase luasan penyebaran suhu permukaan lahan tahun

2013 dan 2017.

Pola penyebaran suhu dari tahun 2013 sampai 2017 memiliki pola penyebaran yang cenderung sama. Daerah yang memiliki vegetasi berupa hutan masih berada di bagian utara Kabupaten Aceh Barat dan tetap memiliki suhu yang lebih rendah yaitu antara 21 - 24°C. Suhu permukaan antara 25 - 28°C masih mendominasi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Barat dengan pola yang memanjang dari bagian barat sampai utara Kabupaten Aceh Barat, yaitu dari daerah pesisir pantai sampai daerah dengan tutupan lahan yang sebagian besarnya adalah area persawahan dan perkebunan sawit.

4.4. Ketelitian Estimasi Suhu Permukaan Lahan Berdasarkan Hasil Ground

Check

Untuk menganalisis ketelitian dari estimasi suhu permukaan lahan dilakukan ground check. Suhu permukaan lahan diukur secara langsung menggunakan termometer. Pengambilan titik ground check dan pengukuran suhu di lapangan dilakukan pada tanggal 13 – 20 Agustus 2017 dengan jumlah 12 titik yang mewakili jenis tutupan lahan yang berbeda-beda di 7 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat. Peta lokasi ground check suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Gambar 4.7, sedangkan hasil pengukuran suhu permukaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

0 10 20 30 40 50 60 70 <16 17-20 21-24 25-28 29-32 >33 P er sent a se (%)

Suhu Permukaan Lahan (°C)

2013 2017

(45)

! . ! . ! . ! . ! . ! . !. ! . ! . ! . ! . ! . 9 8 7 65 4 3 2 1 12 11 10 96°27'30"E 96°27'30"E 96°15'0"E 96°15'0"E 96°2'30"E 96°2'30"E 95°50'0"E 95°50'0"E 4° 40 '3 0" N 4° 40 '3 0" N 4° 30 '0 "N 4° 30 '0 "N 4° 19 '3 0" N 4° 19 '3 0" N 4° 9' 0" N 4° 9' 0" N Peta Indeks 33

TITIK GROUND CHECK SUHU PERMUKAAN LAHAN

KABUPATEN ACEH BARAT

= Lokasi Kajian

Nagan Raya

1. Peta Dasar : BAPPEDA Aceh Barat, 2013. 2. Analisis dan Survei tahun 2017.

Sumber: Aceh Jaya Aceh Tengah Pidie

E

0 3 6 12 18Km 1:500.000 Skala : Legenda :

Nur Atikah Suri

Dr. Nizamuddin, M.Info,Sc Muhammad Rusdi, Ph.D

Pembimbing:

Jurusan Informatika Universitas Syiah Kuala

97°20'0"E 97°20'0"E 96°16'0"E 96°16'0"E 95°12'0"E 95°12'0"E 4° 56 '0 "N 4° 56 '0 "N 3° 52 '0 "N 3° 52 '0 "N Arongan Lambalek Bubon Johan Pahlawan Kaway XVI Meurebo Pante Ceureumen Panton Reu Samatiga Sungaimas Woyla Woyla Barat Woyla Timur

Gambar 4.7. Peta Ground Check Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten Aceh Barat

Titik Ground Check Kecamatan

(46)

34 Tabel 4.3. Hasil Ground Check Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten Aceh Barat

Titik Ground Check Kenampakan pada citra Landsat 8 Kenampakan di lapangan Suhu Permukaan (°C) Hasil Estimasi Suhu Permukaan Kelas Suhu (°C) 1 26,5 25 - 28 2 26,3 25 - 28 3 27,6 25 - 28 4 30,8 25 - 28 5 33,7 29 - 32 6 27,9 25 - 28 7 27,6 25 - 28

(47)

35 8 28,2 25 - 28 9 27,2 25 - 28 10 27,4 25 - 28 11 27,5 25 - 28 12 29,1 25 - 28

Berdasarkan hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada Tabel 4.3, nilai suhu permukaan lahan sesuai dengan estimasi menggunakan citra Landsat tahun 2017 dimana nilai suhu permukaan lahan pada hasil pengolahan citra didominasi oleh suhu 25 - 28°C. Pengukuran suhu di lapangan pada daerah yang memilki banyak vegetasi seperti areal hutan, perkebunan sawit, dan persawahan serta daerah pesisir pantai memiliki nilai suhu permukaan antara 26 - 28°C sedangkan area yang berupa lahan terbangun seperti daerah pemukiman dan jalan raya serta lahan terbuka memiliki nilai suhu permukaan antara 29 - 33°C.

Nilai suhu permukaan lahan yang didapat pada hasil pengukuran di lapangan cenderung memiliki pola yang sama dengan hasil estimasi menggunakan citra Landsat, sehingga dapat disimpulkan bahwa estimasi suhu permukaan lahan menggunakan citra Landsat memiliki ketelitian estimasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

(48)

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Suhu permukaan lahan tahun 2013 dan 2017 didominasi oleh wilayah suhu 25 - 28°C. Luas wilayah suhu ini pada tahun 2013 sebesar 179.091,63 Ha yang mencakup 64,75% dari wilayah keseluruhan Kabupaten Aceh Barat, sedangkan luas pada tahun 2017 menurun menjadi 169.378,78 Ha dan mencakup 61,24%. Suhu permukaan lahan dengan luas terbesar kedua adalah wilayah suhu 21 - 24°C yang mana pada tahun 2013 mencakup 24,17% dengan luas 66.853,95 Ha, sebaliknya pada tahun 2017 luas wilayah ini meningkat menjadi 34,34% dengan luas sebesar 94.968,67 Ha.

2. Pola penyebaran suhu permukaan lahan tahun 2013 dan 2017 memiliki pola penyebaran yang cenderung sama. Suhu permukaan antara 25 - 28°C masih mendominasi sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Barat dengan pola yang memanjang dari bagian barat sampai utara Kabupaten Aceh Barat. 3. Hasil pengukuran suhu permukaan secara langsung di lapangan menggunakan

termometer mendapatkan nilai yang tidak jauh berbeda dan memiliki pola yang cenderung sama dengan hasil estimasi suhu permukaan lahan menggunakan citra Landsat, sehingga data hasil pengolahan citra memiliki ketelitian estimasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

4. Rata-rata suhu permukaan lahan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2017 lebih rendah yaitu sebesar 25,10°C dibandingkan tahun 2013 sebesar 26,07°C. Nilai suhu permukaan lahan ini konsisten dengan data suhu rata-rata dan kelembaban udara Kabupaten Aceh Barat menurut BMKG, dimana suhu rata-rata sekitar 26,6°C dan kelembaban udara sekitar 88,5%.

(49)

37

5.2. Saran

Untuk pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah melakukan penelitian menggunakan citra yang diakuisisi pada bulan/musim yang berbeda (musim kemarau dan musim penghujan) dan menggunakan lokasi kajian yang memiliki perbedaan suhu yang ekstrem seperti daerah persisiran dan daerah dataran tinggi.

(50)

38

DAFTAR PUSTAKA

BPS Aceh Barat. 2017. Kabupaten Aceh Barat Dalam Angka 2017. http://acehbaratkab.bps.go.id/publication.html. Diakses 15 Desember 2017 Carlson, T. N., & Ripley, D. A. 1997. On the relation between NDVI, fractional vegetation cover, and leaf area index. Remote Sensing of Environment, 241-252.

Congedo, Luca. 2016. Semi-Automatic Classification Plugin Documentation. DOI: http://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2.29474.02242/1. Diakses 20 Maret 2017.

Dharminto. 2007. Metodelogi Penelitian dan Penelitian Sampel. http:// eprints.undip.ac.id/5613/1/METODE_PENELITIAN_-_dharminto.pdf. Diakses 15 Mei 2017.

Desi. 2011. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Menduga Suhu Permukaan dan Udara di Lahan Gambut dan Mineral dengan Menggunakan Metode Neraca Energi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Edi, Salwa. 2013. Pengaruh Struktur Vegetasi Terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Tangerang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fatimah, R. N. 2012. Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan Kota Surabaya Tahun 1994, 2000, dan 2011. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok.

Jensen, J. 2000. Remote Sensing of The Environment an Earth Resource Perspective. Prentice Hall, New Jersey.

Kustiyo, Dewanti, R., & Lolitasari, I. 2014. Pengembangan Metoda Koreksi Radiometrik Citra SPOT 4 Multi-Spektral dan Multi-Temporal Untuk Mosaik Citra. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 (hal. 80). Jakarta: Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN.

Landsat 8 (L8) Data Users Handbook. 2016. Department of the Interior U.S. Geological Survey.

Lillesand, T. M., & Kiefer, R. W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation 3rd Edition.Wiley & Sons, New York.

Lillesand, T. M., & Kiefer, R. W. 1999. Remote Sensing and Image Interpretation. Wiley & Sons, New York.

(51)

39 NASA. 2016. Landsat Data Continuity Mission.

https://landsat.gsfc.nasa.gov/landsat-data-continuity-mission/. Diakses tanggal 20 Maret 2017.

NASA. 2016. Landsat 8 Bands. https://landsat.gsfc.nasa.gov/landsat-8/landsat-8-bands/. Diakses tanggal 10 Mei 2017.

Pemkab Aceh Barat. 2014. Letak Geografis Kabupaten Aceh Barat. http://acehbaratkab.go.id/profil/geografis. Diakses 30 Maret 2017.

Purwadhi, S. F. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Grasindo, Jakarta.

Purwanto, A., & Sudiro, A. 2015. Pemanfaatan Saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) Landsat 8 untuk Estimasi Temperatur Permukaan Lahan. Jurnal Edukasi, 125-126.

QGIS - The Leading Open Source Desktop GIS. 2017.

http://www.qgis.org/en/site/about/index.html. Diakses tanggal 30 Mei 2017.

Sobrino, J. A., et al. 2004. Land Surface Temperature Retrieval from LANDSAT TM 5. Remote Sensing of Environment, 436.

Sobrino, J. A., et al. 2008. Land Surface Emissivity Retrieval From Different VNIR and TIR Sensors. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 316.

Triyanti. 2008. Pola Suhu Permukaan Kota Semarang Tahun 2001 dan 2006. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok.

USGS. 2015. Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) and TIRS (Thermal Infrared Sensor). https://lta.cr.usgs.gov/L8. Diakses 20 Maret 2017.

USGS. 2016. What are the band designations for the Landsat satellites?. https://landsat.usgs.gov/what-are-band-designations-landsat-satellites. Diakses 20 Maret 2017.

USGS. 2017. EarthExplorer. https://earthexplorer.usgs.gov/. Diakses 17 Maret 2017.

USGS. 2017. How are the Thermal Infrared Sensor (TIRS) thermal bands aboard Landsat 8 used?. https://landsat.usgs.gov/how-are-thermal-infrared-sensor-tirs-thermal-bands-aboard-landsat-8-used. Diakses 20 Oktober 2017.

(52)

40 Weng, Q. 2001. A remote sensing – GIS Evaluation of Urban Expansion and its Impact on Surface Temperature in The Zhujiang Delta, China. Journal of Remote Sensing.

Widyasamratri, et al. 2012. A Comparison Air Temperature and Land Surface Temperature to Detect An Urbanization Effect In Jakarta, Indonesia. University of Yamanashi, Jepang.

Gambar

Tabel 2.1. Panjang Gelombang dan Resolusi Band Landsat 8
Gambar 2.2. Suhu rata-rata Kabupaten Aceh Barat tahun 2013-2016
Gambar 3.1. Lokasi kajian Kabupaten Aceh Barat
Gambar 3.2. Citra Satelit Landsat 8 akuisisi 24 Agustus 2013 path-row: 131-057 dan 30 Juni 2013 path-row: 130-057
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pembuatan telur puyuh asin dengan berbagi metode, telur yang diasinkan dengan larutan garam jenuh mempunyai kadar garam yang paling tinggi, maka dari itu

Energia Valkuainen Kivennäiset ja vitamiinit RV 100-110 g/kg ka ü   Vasikoiden elinvoimaisuus ü   Ternimaidon laatu ü   Lisää vieroituspainoa ü  

Temuan audit internal terkait dengan ketidakpatuhan Temuan audit internal terkait dengan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh pekerja atas pedoman, kebijakan dan yang

Putri, Vanya Amalia. Ideology Construction on the Presidential Election News 2014 of Kompas Newspaper. Study Program of English, Department of Languages and Literatures,

Dari hasil analisis yang dilakukan, ditemukan adanya berbagai kata-kata yang mengalami perubahan bunyi yang terdapat dalam soneta Shakespeare ke bahasa Inggris

Steinberg, Wittmann, Redish (1996) menyebutkan bahwa tutorial adalah seperangkat bahan pembelajaran yang dimaksudkan untuk melengkapi buku pegangan standar. Bahan

Penentuan ukuran partikel dan percobaan pembagian serbuk dapat dikerjakan dengan pengayakan; yaitu melewati serbuk dengan goncangan mekanis menembus suatu susunan ayakan

PENAWARAN MATA KULIAH SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2012/2013 JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI. PROGRAM KUALIFIKASI S1 (LULUSAN D2)