i
PERAN PERAW AT DALAM TATALAK SANA D IARE AK UT PADA AN AK DI RS DR. SO EDJO NO M AG ELANG
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana S2
Minat Keperawatan Anak Program Studi Magister Keperawatan
Diajukan oleh: Septi W ardani
12/337995/PKU/13087
K epada
PRO G RAM STUDI M AG ISTER K EPERAW ATAN FAK ULTAS K EDO K TERAN UNIVERSITAS G ADJAH M ADA
YO G YAK ARTA 2014
iv
K ATA PENG ANTAR
Alhamdulillaahi robbil alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat, kasih sayang dan kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian tesis ini yang berjudul “Peran Perawat dalam Tatalaksana Diare akut pada Anak di Rumah Sakit Dr.
Soedjono Magelang”. Dalam penyusunan laporan hasil tesis ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan dukungan dan ijin atas terlaksananya peneliti ini.
2. Kepala bagian, Ketua Program Studi, Kepala Peminatan Anak beserta seluruh staf pendidikan Program pascasarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan dukungan dan bantuan.
3. Prof. dr. S. Yati Soenarto, Sp.A(K)., Ph.D selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan, arahan, kritik dan saran dalam penyusunan laporan hasil tesis ini.
4. DR. Fitri Haryanti, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak waktu, bimbingan, masukan, arahan dan saran dalam penyusunan laporan hasil tesis ini.
v
5. Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., P.Si selaku Ketua Dewan Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, kritik dan saran dalam perbaikan laporan hasil tesis ini.
6. Dr. Dra. Sumarni, DW., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan, arahan, kritik dan saran dalam perbaikan laporan hasil tesis ini. 7. Kepala Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang beserta jajarannya yang telah
memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannya penelitian ini. 8. Kepala Ruang Flamboyan Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang dan
teman-teman perawat yang memberikan bantuan dan dukungan dalam proses penelitian ini.
9. Responden penelitian yang telah memberikan bantuan, dukungan dan kesediannya menjadi peserta penelitian.
Untuk selanjutnya penulis berharap semoga laporan hasil tesis ini akan memberikan manfaat kepada semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan hasil tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan laporan hasil tesis ini.
Yogyakarta, September 2014
vi
PERSEM BAH AN
Dalam kesempatan ini penulis mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan lancar. Dalam penyusunan tesis ini penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mempersembahkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan, Wakil Dekan, Kepala Program Studi dan semua rekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang, yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan pendidikan.
2. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moril, materiil dan spirituil selama penulis menempuh pendidikan.
3. Semua rekan satu angkatan Program Pendidikan Pascasarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada peminatan anak dan maternitas atas dukungan dan bantuannya.
Demikian persembahan yang dapat penulis berikan, semoga pendidikan yang telah penulis tempuh akan memberikan manfaat kepada semua pihak.
Yogyakarta, September 2014
vii DAFTAR ISI Halaman H alaman Judul i H alaman Persetujuan K ata Pengantar Persembahan ii iii v Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar G ambar Daftar Skema Daftar Lampiran Daftar Singkatan ix x xi xii Abstrak xiv
BAB I PENDAH ULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 10
C. Tujuan Penelitian 11
D. Manfaat Penelitian 11
E. Keaslian Penelitian 12
BAB II TINJAU AN PUSTAK A 14
A. Telaah Pustaka 14
B. Kerangka Teori 44
C. Kerangka Konsep 45
D. Pertanyaan Penelitian 46
BAB III M ETO DE PENELITIAN 47
A. Jenis dan Desain Penelitian 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian 48
C. Subjek Penelitian 48
D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 49
E. Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data 50
F.
G. Cara Analisis Data Keabsahan Data 52 53
H. Etika Penelitian 55
viii J. BAB IV A. B. C. BAB V A. B.
Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian
H ASIL DAN PEM BAH ASAN
Gambaran Umum Tempat Penelitian Hasil Penelitian
Pembahasan
K ESIM PULAN DAN SAR AN
Kesimpulan Saran 61 63 63 65 95 122 122 125 DAFTAR PUSTAK A LAM PIRA N 128
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan oralit lama dan baru ...18
Tabel 2. Penentuan derajad dehidrasi 19
Tabel 3. Diagnosa keperawatan intervensi dan implementasi 42
Tabel 4. Karakteristik responden perawat 66
x
DAFTAR G AM BAR
Gambar 1. Kerangka Teori 44 Gambar 2. Kerangka Konsep 45
Gambar 4. Jalannya Penelitian 60
xi
DAFTAR SK EM A
Skema 1. Peran perawat sebagai care giver 68
Skema 2. Peran perawat sebagai team member 75
Skema 3. Peran perawat sebagai pendidik 85
xii
DAFTAR LAM P IRAN
Lampiran 1. Lembar penjelasan untuk responden
Lampiran 2. Persetujuan keikutsertaan dalam penelitian Lampiran 3. Pedoman wawancara dengan responden Lampiran 4. Pedoman wawancara dengan orang tua Lampiran 5. Pedoman wawancara dengan kepala ruang Lampiran 6. Pedoman wawancara dengan dokter Lampiran 7. Panduan observasi partisipatif
Lampiran 8. Panduan pengumpulan bukti dokumentasi Lampiran 9. Jadwal Penelitian
Lampiran 10. Surat ijin penelitian fakultas Lampiran 11. Surat ijin penelitian komisi etik Lampiran 12. Surat ijin penelitian rumah sakit
xiii
DAFTAR SING K ATAN
AAD : Antibiotik Associaed Diare
ANA : American Nursing Association
ASI : Air Susu Ibu
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
BB : Berat Badan
COP : Care of Patient
ICN : The International Council of Nurse
IMCI : integrated management of childhood illness INOS : Inducible Nitric Oxide Synthase
IPSG : International Patient Safety Goals JCI : Joint Commission International
KLB : Kejadian Luar Biasa
LINTAS : lima Langkah Tuntaskan Diare
MDGs : Millennium Development Goals
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
P2 : Penanganan Penderita
PASI : Pendamping Air Susu Ibu
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesi Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga
xiv
SPO : Standar Prosedur Operasional
SAK : Standar Asuhan Keperawatan
UGD : Unit Gawat Darurat
UNICEF : The United Nations Children's Fund
WGO : World Gastroenterology Organization
xv INTISAR I
Latar belakang: Di Indonesia, penyebab utama tingginya kejadian diare pada
anak adalah karena belum tepatnya tatalaksana diare pada anak, baik di rumah ataupun di pelayanan. Perawat sebagai tenaga kesehatan dapat menjalankan perannya dalam tatalaksana diare akut pada anak. Permasalahan yang muncul di Indonesia adalah belum ada kejelasan mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Tujuan: tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi apa dan bagaimana peran
perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang.
M etode: metode yang digunakan adalah studi kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Subjek penelitian yaitu perawat yang terpapar dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan diare akut yang berjumlah lima responden. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dengan strategi
homogeneous sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara, dokumen, dan
observasi partisipatif, serta analisis yang digunkan adalah model Miles dan Huberman. Triangulasi sumber dilakukan dalam uji validitas dan penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan Juni 2014.
H asil: hasil penelitian didapatkan empat kategori, yaitu peran perawat sebagai
pemberi pelayanan, kolaborator, pendidik dan pelindung. Sebagai pemberi pelayanan, perawat melakukan pengkajian, pendokumentasian asuhan keperawatan dan evaluasi. Sebagai kolaborator, perawat melakukan kolaborasi dengan dokter dengan memberikan cairan intravena, pemberian ora lit, zink, antibiotik, antidiare tidak diberikan dan diberikan prebiotik, kemudian kolaborasi analis kesehatan dengan pemeriksaan darah dan feces. Sebagai pendidik, perawat melakukan edukasi dalam pemberian zink, makan dan nasehat. Perawat juga melakukan informed concent dalam pemberian antibiotik sebagai bentuk dari peran sebagai pelindung.
K esimpulan: Perawat sudah menjalankan perannya dalam tatalaksana diare akut
pada anak pada empat area, tetapi terdapat kelemahan dalam pelaksanaan peran perawat tersebut. Kelemahannya yaitu belum dilakukan pengkajian riwayat penyakit, pendokumentasian perawat belum dilakukan secara terintegrasi, dan penentuan dehidrasi berat belum dilakukan dengan benar. Selanjutnya masih diberikan cairan intravena pada semua anak dengan diare akut atas instruksi dokter, antibiotik dan prebiotik masih diberikan. Selain itu perawat belum memberikan edukasi mengenai lama pemberian dan manfaat zink dan belum melakukan dokumentasi dalam pemberian informed consent.
xvi
Abstract
Background: In Indonesia, the main cause of the high incidence of diarrhea in
children is not yet precisely because of the treatment of diarrhea in children, either at home or in care. Nurses as health workers can perform its role in the management of acute diarrhea in children. The problems that arise in Indonesia is no clarity about the role of nurses in the management of acute diarrhea in children. Purpose: the purpose of this study to explore whether and how the role of nurses in the management of acute diarrhea in children in hospital dr. Soedjono Magelang.
M ethods: The method used was a qualitative study with a case study approach.
Research subjects who are exposed to the nurse in the delivery of nursing care in children with acute diarrhea of five respondents. Samples were selected using purposive sampling method with homogeneous sampling strategy. Data were collected through interviews, documents, and participant observation, and analysis, we choose the model of Miles and Huberman. Triangulation is done in the validity and the research conducted from April to June 2014.
Results: The result showed four categories, namely the role of the nurse as the
service provider, collaborator, educator and protector. As caregivers, nurses perform assessments, documentation and evaluation of nursing care. As a collaborator, a nurse to collaborate with physicians to provide intravenous fluids, ORS, zinc, antibiotics, antidiarrheal not given and given a prebiotic, then collaborative healthcare analyst with blood tests and stool. As educators, nurses educate the administration of zinc, eating and advice. Nurses also conduct the informed concent in the administration of antibiotics as a form of role as protector.
Conclusion: The nurse has to perform its role in the management of acute
diarrhea in children in four areas, but there are weaknesses in the implementation of the nurse's role. The disadvantage is not done assessment of disease history, documenting the nurse has not done in an integrated manner, and severe dehydration determination has not been done properly. Further still given intravenous fluids in all children with acute diarrhea on the instructions of the doctor, antibiotics and prebiotics are still given. In addition, the nurse has not given duration of administration and education about the benefits of zinc and not made in the provision of informed consent documentation.
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Diare merupakan penyebab kematian nomer dua di dunia. Pada tahun 1990, terdapat 12 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare. Kejadian diare tersebut mengalami banyak penurunan pada tahun 2011, menjadi 6,9 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare. Meskipun sudah terjadi penurunan, namun diare masih menjadi penyebab kematian utama pada anak, yang ditunjukan dengan kejadian sebanyak 2 juta kematian pada anak pertahunnya yang disebabkan diare (WHO, 2013).
Kecenderungan yang harus diperhatikan adalah pencapaian target
Mille nnium Development Goals atau MDGs. Salah satu target MDGs
adalah menurunkan angka kematian pada anak, termasuk menurunkan angka kematian yang diakibatkan diare. Jika upaya dalam menangani masalah diare tidak dilakukan dengan cepat dan berkelanjutan, maka dimungkinkan sebanyak 760.000 anak akan meninggal oleh karena diare setiap tahunnya. Tetapi jika penanganan diare dilakukan dengan cepat dan tepat, maka jumlah kematian anak karena diare akan menurun setiap tahunnya (WHO, UNICEF, 2013).
Upaya untuk menurunkan angka kematian anak karena diare dengan melakukan tatalaksana secara tepat dan akurat. WHO mengembangkan kerangka kerja pelayanan kesehatan yang salah satunya dalam buku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, di dalamnya berisi panduan
tatalaksana anak sakit di rumah sakit oleh tenaga kesehatan termasuk perawat. Menurut WHO (2009), tatalaksana diare dapat dilakukan dengan lima langkah tuntaskan diare (lintas diare). Perawat sebagai tenaga kesehatan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan diare sesuai dengan perannya. Peran perawat tersebut adalah sebagai pemberi pelayanan yang mencakup pemberi rasa nyaman, pelindung, komunikator, mediator dan rehabilitator. Selain itu perawat berperan sebagai pendidik yang memberikan pemahaman kepada individu, keluarga ataupun masyarakat di semua lingkup pelayanan kesehatan. Peran perawat selanjutnya sebagai manajer, yaitu perawat mengelola kegiatan pelayanan kesehatan sesuai dengan tanggung jawabnya dan dapat mengambil keputusan dalam memecahkan masalah. Perawat juga dituntut untuk dapat berpikir kritis dalam pengambilan keputusan, sehingga permasalahan yang dihadapi dapat terpecahkan dengan baik. Perawat juga mempunyai peran sebagai pelindung, yaitu melindungi klien baik perlindungan terhadap terapi atau pelayanan kesehatan yang didapatkan atau membantu klien dalam pengambilan keputusan (Delaune, Ladner, 2011).
Dalam tatalaksana diare, perawat dapat melaksanakan perannya dalam beberapa hal, salah satunya adalah memberikan pendidikan kepada orang tua mengenai rehidrasi oral untuk mengatasi diare. Seperti penelitian di India yang dilakukan oleh Mazumder et al. (2010), dikemukakan bahwa pendidikan yang diberikan kepada orang tua atau pengasuh mengenai
pemberian zink dan oralit untuk anak diare, efektif dapat mengurangi diare pada anak.
Selain perawat dapat melaksanakan perannya dalam tatalaksana diare di rumah sakit, perawat juga dapat memberikan kontribusi di masyarakat untuk menangani diare pada anak. Di Etiopia dan Haiti, perawat mempunyai peran yang komprehensif dalam menurunkan angka diare. Di negara tersebut perawat melakukan strategi menurunkan kejadian diare dengan melaksanakan peran kepemimpinannya dalam perbaikan sanitasi. Hal tersebut sangat efektif dilakukan, karena sudah terbukti menurunkan angka kejadian diare (Wake dan Tolessa, 2011). Pengalaman negara lain yang telah berhasil menurunkan angka kejadian diare adalah Bangladesh, yaitu dengan intervensi yang dilakukan terhadap keluarga dengan pelatihan mencuci tangan, secara signifikan dapat mengurangi kejadian diare pada anak (Luby et al, 2011).
Pada penelitian sebelumnya tentang tatalaksana diare oleh Hoque et
al. (2012) di Bangladesh, didapatkan hasil bahwa kualitas perawatan pada
tatalaksana diare di rumah sakit pada 18 kabupaten adalah belum semua rumah sakit melakukan penilain dehidrasi dengan benar. Kemudian belum semua rumah sakit melakukan pemantauan rehidrasi berencana sesuai dengan tingkat dehidrasi, belum menerapkan pemberian antibiotik secara selektif dan belum memberikan anjuran kepada orang tua untuk melanjutkan makan selama diare. Dari hasil penelitian di Cina oleh Zhang
jalan, belum mendapatkan oralit dan juga zink, serta penggunaan antibiotik masih cukup tinggi pada anak diare.
Penelitian di Indonesia tentang tatalaksana diare yang sudah dilakukan di 18 rumah sakit, untuk mengetahui gambaran perawatan pada anak di rumah sakit, diperoleh hasil bahwa kelemahan yang didapatkan dari skor diare adalah adanya rencana rehidrasi yang tidak jelas, diberikannya cairan intravena pada semua kasus diare sedangkan oralit tidak diberikan, dan masih diberikannya antibiotik dan antidiare untuk diare cair (Sidik et al, 2013). Dari hasil penelitian Widayanti (2011) di Puskesmas Sleman, untuk mengetahui rasionalitas tatalaksana diare didapatkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan belum optimal, yaitu masih didapatkan penggunaan antibiotik sebanyak 17,2%, pemberian oralit sebanyak 84,5% dan zink 84%.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), studi mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), diketahui bahwa penyebab utama kematian pada balita di Indonesia adalah diare, yaitu sebesar 16,7%. Penyebab utama kematian pada balita akibat diare tersebut karena tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah atau di pelayanan kesehatan. Hal tersebut ditunjukan dengan masih rendahnya pemberian oralit di masyarakat, yaitu sebesar 37% dan masih diberikannya obat-obatan pada anak diare sebanyak 31,30%. Selain itu pengetahuan petugas kesehatan tentang tatalaksana diare masih rendah, yang ditunjukan dari laporan hasil pemantauan cakupan dan kualitas tata laksana diare dari
tahun ke tahun oleh subdit pengendalian diare dan infeksi saluran pencernaan Kemenkes RI. Laporan tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2009 pengetahuan petugas tentang anamnesa penderita diare dengan benar sebanyak 43,7%, mengetahui penentuan derajad dehidrasi sebesar 29,9%, mengetahui tatalaksana diare tanpa dehidrasi sebanyak 33,3%, mengetahui tatalaksana diare dehidrasi sedang atau ringan sebesar 12,6% dan mengetahui tatalaksana diare dehidrasi berat sebanyak 14,9% (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Riskesdas (2013), terjadi penurunan angka kejadan diare di Jawa Tengah, pada riskesdas 2007 sebanyak 9,2% dan pada riskesdas 2013 sebanyak 3,3%. Sedangkan kejadian diare pada balita pada riskesdas 2013 sebanyak 6,5%. Besarnya angka kejadian diare dan insiden diare pada balita di Provinsi Jawa Tengah tersebut berada di bawah rata -rata prevalensi diare nasional, angka rata-rata nasional kejadian diare adalah 3,5%, dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%. Pada tahun 2012, cakupan kejadian diare di Provinsi Jawa Tengah masih cukup tinggi, yaitu sebesar 42,66%. (profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Selain hal tersebut, pemberian tatalaksana diare di jawa tengah masih belum optimal. Dari rekapitulasi laporan Penanganan Penderita (P2) diare propinsi tahun 2009, menunjukan bahwa cakupan pemberian oralit di jawa tengah masih rendah, yaitu sebanyak 65,2%. Kemudian pemberian antibiotik yang tidak rasional masih sangat tinggi, yaitu sebesar 96,7% (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Riskesdas (2013), cakupan pemberian oralit pada balita diare sebanyak 23,1% dan cakupan pemberian zink sebanyak 14,6%.
Di Magelang, angka kejadian diare sebesar 5,1%, dan angka tersebut berada di bawah rata-rata kejadian diare di jawa tengah, yaitu sebesar 9,2% (Riskesdas, 2007). Pada tahun 2011, angka kejadian diare di Magelang masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 66,1 %. Pada bulan April 2011 telah terjadi Kejadian Luar Biasa di lokasi pengungsian Ngemplak, Ngrajek, Kabupaten Magelang. Korban diare yang tercatat adalah sebanyak 64 orang. (Dinas Kesehatan Kota Magelang 2012).
Tingginya angka kejadian diare di Magela ng, salah satu kemungkinan penyebabnya dipengaruhi oleh faktor sanitasi. Hasil penelitian Mansyur (2013) menyampaikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare di Magelang adalah kurangnya kepemilikan sarana air bersih, kepemilikan jamban dan kurangnya kebiasaan cuci tangan. Menurut Riskesdas Provinsi Jawa Tengah (2007) tentang sanitasi rumah tangga di Magelang, penggunaan fasilitas Buang Air Besar (BAB) di Magelang yaitu sebanyak 54,2% menggunakan fasilitas sendiri, penggunaan secara bersama sebanyak 8,6%, penggunaan sarana BAB umum 12,3% dan rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas BAB sebanyak 25%. Selain itu, akses rumah tangga terhadap sanitasi masih kurang, yaitu sebanyak 50,8%. Kemudian persentase rumah tangga menurut jenis pembuangan air limbah, sebanyak 26,1% tidak ada tempat pembuangan air lim bah. Dari persentase rumah tangga terhadap jenis
penampungan sampah di dalam rumah, yaitu sebanyak 17,5% jenis penampungan terbuka dan sebesar 77,2% tidak ada penampungan sampah di dalam rumah. Kemudian untuk penampungan sampah di luar rumah, terdapat 48% jenis penampungannya terbuka dan tidak ada penampungan di luar rumah sebanyak 47,8%. Dari hal tersebut merupakan permasalahan nyata yang terjadi di Magelang, kaitannya dengan masih tingginya angka kejadian diare pada anak. Untuk itu penelitian ini penting untuk dilakukan di Magelang, untuk mengetahui peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak, sehingga diharapkan dari hasil penelitian dapat menunjang upaya dalam menurunkan angka kejadian diare di Magelang.
Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang merupakan salah satu rumah sakit yang berada di Kota Magelang. Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil diantara kota atau kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, tetapi angka kejadian diare masih cukup tinggi. Menurut data dari pelayanan medis Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang, didapatkan bahwa data kejadian diare pada anak masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 549 pasien dari bulan Januari sampai November 2013. Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang adalah Rumah Sakit TNI AD yang merupakan pusat pelayanan rujukan kesehatan Angkatan Darat di wilayah Kodam IV Diponegoro. Selain melayani pasien dinas TNI AD, rumah sakit juga melayani pasien umum, yang diantaranya adalah anak dengan diare akut.
Dari survei pendahuluan yang sudah dilakukan di bangsal anak RS dr. Soedjono Magelang mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut,
yang didapatkan dari wawancara dengan 2 orang perawat, bahwa sudah ada Standar Pelayanan Medis (SPM) untuk diare, tetapi perawat belum bisa menunjukan SPM tersebut. Disampaikan bahwa Standar Pelayanan Medis yang diterapkan yaitu dengan pemberian rehidrasi oral dengan oralit dan parenteral dengan cairan infus Kaen 3b, pemberian probiotik, tablet zink dan antibiotik pada diare yang memanjang (lebih dari 5 hari) dan panas, serta terapi medis lain sesuai dengan gejala penyerta, contohnya pemberian anti muntah jika pasien terdapat gejala muntah. Dari tatalaksana diare cair akut rumah sakit tersebut, perawat memberikan penanganan diare sesuai dengan SPM yang ada.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan perawat lain disampaikan bahwa perawat sudah melakukan pengkajian tingkat dehidrasi anak sebelum rehidrasi diberikan. Berhubungan dengan pemberian oralit dan zink, perawat menyampaikan bahwa sudah memberikan penjelasan mengenai dosis dan cara pemberiannya. Untuk pemberian oralit, diberikan dengan dosis 10cc/kg/BB pada setiap kali anak mencret, dan tablet zink diberikan dengan dosis 20 mg pada hampir semua umur. Untuk pemberian nutrisi, perawat sudah menganjurkan kepada orang tua untuk tetap memberikan ASI kepada anak. Dan untuk anak yang diberi susu formula, perawat menganjurkan untuk mengencerkan susu formula, atau mengganti dengan susu rendah laktosa. Kemudian belum ada pemberian nasehat kepada orang tua, mengenai kapan harus membawa anaknya kembali ke rumah sakit.
Dari wawancara yang dilakukan dengan Ibu pada dua pasien, disampaikan bahwa anak sudah mendapatkan oralit dan zink, tetapi Ibu belum mengetahui mengenai dosis zink yang harus diberikan, dan bagaimana pemberian zink jika anaknya muntah. Sekitar lima jam setelah anak dirawat di ruang perawatan, anak belum mendapatkan oralit dan zink. Selain itu, Ibu belum mengetahui kapan harus membawa anaknya untuk kembali ke rumah sakit.
Dari hal tersebut di atas memperlihatkan adanya satu kasus yaitu peran perawat dalam tatalaksana diare akut di Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang yang belum terlihat dengan jelas. Adanya ketidakjelasan peran perawat tersebut, maka perlu dilakukan eksplorasi mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak. Pentingnya dilakukan penelitian mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut karena perawat memegang peranan penting dalam perawatan pasien. Menurut Delaune, ladner (2011), sebagai pemberi pelayanan, perawat memberikan pelayanan terhadap kebutuhan pasien selama 24 jam dan melakukan pemantauan terhadap kemajuan kondisi pasien setiap waktu. Oleh karena itu, untuk mencapai kondisi yang baik pada pasien, maka perawat harus mampu melaksanakan perannya secara maksimal dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa permasalahan terkait tatalaksana diare, diantaranya adalah : 1) Belum ada bukti Standar Pelaya nan Medis (SPM) untuk diare, 2) Antibiotik masih diberikan pada anak diare akut dan perawat belum menjalankan peran sebagai pelindung, untuk melindungi pasien dari pemberian terapi, 3) Perawat belum menjalankan peran sebagai pelindung terhadap terapi yang didapatkan pasien, ditunjukan dengan masih diberikannya anti muntah pada diare akut, 4) Pemberian tablet zink belum sesuai dengan dosis sesuai umur, 5) Perawat belum memberikan nasehat untuk orang tua mengenai kapan harus membawa anak kembali ke petugas, 6) Orang tua belum mengetahui dosis pemberian zink dan cara pemberian jika anak muntah, hal itu menunjukan bahwa perawat belum melaksanakan peran pendidik, 7) Selama kurang lebih lima jam anak dirawat di rumah sait, belum mendapat oralit dan zink, 8) Orang tua belum mengetahui kapan harus membawa anaknya kembali ke rumah sakit.
Rumusan masalah yang didapatkan adalah: apa peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak dan bagaimana perawat melakukan perannya dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi apa dan bagaimana peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit dr. Soedjono Magelang.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi pasien dan orang tua
Dengan dilakukannya penelitian mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut di rumah sakit, maka akan diketahui apakah perawat sudah menjalankan perannya dengan benar. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan perawat dapat melaksanakan perannya dengan optimal, sehingga pasien dan orang tua mendapatkan tatalaksana diare akut secara tepat.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Dengan diketahuinya peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak, dapat memberikan evaluasi bagi rumah sakit khusu snya perawat tentang tatalaksana diare akut yang sudah dilakukan, sehingga diharapkan perawat dapat melaksanakan perannya dengan tepat dan optimal.
3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Memberikan gambaran mengenai bagaimana peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit. Kemudian dari hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pelasanaan peran perawat dalam tatalaksnaa diare akut dan menjadi acuan melakukan penelitian selanjutnya mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa tentang evaluasi tatalaksana diare sudah pernah dilakukan di Indonesia, yaitu oleh Sidik et al. (2013), dengan judul
Assessment of the quality of hospital c are for children in Indone sia.
Desain penelitian yang digunakan adalah Stratified two-stage random
sampling di 6 provinsi pada 18 Rumah Sakit di Indonesia, untuk menilai
kualitas perawatan pada anak, termasuk penilaian tatalaksana diare. Hasil yang didapatkan dari penilaian terhadap tatalaksana diare yaitu terdapat kelemahan pada skor diare, berupa adanya rencana rehidrasi yang tidak jelas, oralit tidak diberikan tetapi cairan intravena diberikan pada semua kasus diare, dan masih diberikannya antibiotik dan antidiare untuk diare cair.
Penelitian lainnya oleh Zhang et al. (2011) dalam publikasi jurnal dengan judul Care-seeking and quality of care for outpatient sick children
in rural Hebei, China: a c ross-sectional study. Penelitian dilakukan di
Cina dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil penelitian yang didapatkan berkaitan dengan tatalaksana diare adalah dari 114 anak yang
menderita diare, tidak ada satupun mendapatkan oralit dan zink serta masih diberikan antibiotik.
Penilitian serupa lainnya yaitu di Bangladesh oleh Hoque et al. (2012), dengan judul An assessment of the quality of care for children in eighteen
randomly se lected district and subdistric t hospitals in Bangladesh. Metode
menggunakan alat dan standar penilaian rumah sakit yang di adaptasi dari WHO. Penilaian dilakukan pada 18 kabupaten di Bangladesh yang dipilih secara acak. Hasil yang didapatkan dari kualitas perawatan pada tatalaksana diare adalah belum semua rumah sakit melakukan penilain dehidrasi dengan benar, belum semua rumah sakit melakukan pemantauan rehidrasi berencana sesuai dengan tingkat dehidrasi, belum semua menerapkan pemberian antibiotik secara selektif dan anjuran untuk melanjutkan makan selama diare belum dilakukan oleh semua rumah sakit. Penelitian yang akan dilakukan adalah tentang evaluasi peran perawat dalam tatalaksana diare akut di Rumah Sakit. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di rumah sakit. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada perawat yang bekerja di bangsal perawatan anak. Kemudian tempat dilakukannya penelitian sekarang adalah di Jawa Tengah, di RS dr. Soedjono Magelang, yang berbeda dengan tempat penelitian sebelumnya.
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Diare a. Definisi.
WHO (2005) mendefinisikan bahwa diare yaitu BAB cair di luar kebiasaan, dengan frekuensi tiga kali dalam sehari. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) dari biasanya atau BAB lebih dari tiga kali dalam sehari, cair dan dengan tidak atau disertai darah dan atau lendir dalam tinja (Suratamaja, 2010).
Suraatmaja (2010) menyebutkan diare akut adalah penyakit yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat, secara mendadak timbul diare. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (Depkes, 2011). Sedangkan Juffrie (2012) mendifinisikan diare akut sebagai buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari pada bayi atau anak, dengan disertai berubahnya konsistensi feces menjadi cair, dengan atau tanpa lendir darah dan berlangsung kurang dari satu minggu.
b. Etiologi.
WHO (2008) menyebutkan, terdapat tiga agen penyebab diare akut, yaitu bakteri, virus dan parasit.
1) Bakteri
Di negara berkembang, penyebab diare paling banyak adalah karena bakteri dan parasit. Beberapa agen bakteri yang dapat menyebabkan diare antara lain Vibrio cholerae O1, vibrio
cholerae O139, V Parahaemolyticus, E Coli, plesiomonas, aeromonas, bacre roides fragils, compy lobacter jejuni, sigella species, salmone la, dan clostridium Defficile.
2) Virus
Virus merupakan penyebab terjadinya diare yang utama di negara industri. Beberapa agen virus sebagai penyebab diare seperti rotavirus, norovirus, adenovirus, astrovirus, sitomegalovirus dan coronavirus.
3) Parasit
Dari agen parasit, yang paling banyak menyebabkan diare akut pada anak adalah Giardia intestinalis, Cryptosporidium
parvum, Entam oeba histoly tica, dan Cyclospora cayetanensis.
c. Faktor risiko diare.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya diare atau penularan enteropatogen. Faktor-faktor tersebut yaitu tidak diberikannya ASI ekslusif pada bayi, tidak tersedianya air bersih, adanya pencemaran air oleh tinja, kurangnya jamban, kurangnya kebersihan lingkungan dan penyiapan atau penyimapanan makan yang tidak higienis (Juffrie, 2012).
2. Tatalaksana Diare.
Sesuai dengan subdit pengendalian diare dan infeksi saluran pencernaan Kemenkes RI (2011), menyebutkan bahwa dalam pengendalian diare di Indonesia, pemerintah memberikan kebijakan melalui lintas program dan lintas sektor terkait menurunkan angka kesakitan dan kematian oleh karena diare. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah tersebut dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare yaitu:
a. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga.
b. Melaksanakan surveilans epidemiologi & Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB).
c. Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare.
d. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang meliputi aspek manejerial dan teknis medis.
e. Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program.
f. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare.
g. Melaksanakan evaluasi sabagai dasar perencanaan selanjutnya. Selain hal di atas, pemerintah melakukan strategi dalam pengendalian penyakit diare, yang dilaksanakan dengan:
a. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare). b. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang
tepat dan benar.
c. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare. d. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif. e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Menurut Depkes RI (2010), dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare pada anak, pemerintah melakukan tatalaksana diare dengan lintas diare, yaitu dengan :
a. Memberikan oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang, dapat diberikan oralit. Jika tidak tersedia oralit dapat diberikan cairan rumah tangga seperti air matang, tajin atau kuah sayur. Oralit adalah cairan khusus yang dikembangkan untuk rehidrasi oral. Oralit baru yang dikembangkan lebih efektif daripada oralit standar karena oralit baru mengandung osmolaritas rendah, dengan mengurangi konsentrasi sodium dan glukosa, sehingga dapat mengurangi muntah, mengurangi diare, dan dapat mengurangi kebutuhan cairan infus. Perbedaan oralit lama dengan oralit baru adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Perbedaan oralit lama dan baru
Oralit lama Oralit baru
NaCl : 3.5 g NaCl : 2.6 g
NaHCO3 : 2.5% Na Citrate : 2.9 g
KCL : 1.5% KCL : 1.5 g
Glucose : 20 g Glucose : 13.5 g
Osmolar 331 mmol/L 245 mmol/L
(sumber: Depkes, 2011)
Perbedaan oralit lama dengan baru terdapat pada osmoralitas. Oralit baru osmolaritas lebih rendah yaitu 245 mmol/L, sedangkan oralit lama 331 mmol/L. Oralit baru lebih direkomendasikan dan lebih baik dari pada oralit lama karena sudah banyak bukti yang menunjukan keunggulan dari oralit baru. Menurut Walker et al. (2009), dalam publikasi artikel dengan judul Zinc and low
osmolarity oral rehydration salts for diarrhoe a: a renewed call to action, disampaikan bahwa dengan pemberian oralit osmolaritas
rendah dapat mengurangi durasi diare, menurunkan angka kematian diare, dan diperkirakan lebih dari tiga perempat dari semua kematian akibat diare dapat dicegah dengan cakupan penuh dan pemanfaatan oralit. Oralit baru terbukti mengurangi volume tinja hingga 25%, mengurangi mual muntah hingga 30% dan mengurangi secara bermakna pemberian cairan intravena (Depkes RI, 2011).
Pemberian oralit disesuaikan dengan derajad dehidrasi anak. Derajad dehidrasi pada anak diare dapat ditentukan berdasarkan tanda klinis dalam tabel berikut.
Tabel 2. Penentuan derajad dehidrasi Tanda
klinis Diare tanpa dehidrasi Diare dehidrasi ringan atau sedang
Diare dehidrasi berat Keadaan
umum Baik Gelisah, rewel Lesu, lunglai, tidak sadar
Mata Normal Cekung Cekung
Rasa
haus Minum biasa Haus, minumbanyak ingin Tidak atau malas bisa minum
Turgor
kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat (sumber: Depkes, 2011)
Cara pembuatan dan pemberian oralit dapat diajarkan kepada orang tua. Menurut Kemenkes (2011), cara pembuatan oralit yaitu: 1) mencuci tangan dengan menggunakan sabun kemudian dengan air bilas sampai bersih., 2) menyiapkan satu gelas atau 200 cc air matang., 3) memasukan satu bungkus oralit ke dalam air matang tersebut. 4) mengaduk cairan oralit sampai dengan larut. Selain cuci tangan begitu penting dalam pembuatan larutan oralit, cuci tangan penting dilakukan sebelum menyiapka n dan memberi makan pada anak serta setelah membersihkan anus pada anak setelah BAB. Seperti penelitian yang dilakuakan oleh Luby et al. (2010) tentang efek cuci tangan terhadap kejadian diare berikutnya dengan judul The Effect of Handwashing at Recommende d Times
with W ater Alone and With Soap on Child Diarrhea in Rural Banglade sh: An Obse rvational Study. Hasil penelitian tersebut
menyiapkan makan akan mencegah diare pada anak karena kontaminasi dari berbagai bakteri pada tangan menurun setelah cuci tangan.
Menurut WHO (2009), dalam tatalaksana diare akut berkaitan dengan pemberian cairan tambahan dibagi menjadi 3 rencana terapi, yaitu rencana terapi A, rencana terapi B dan rencana terapi C. Masing-masing rencana terapi tersebut dibagi menjadi lintas diare, yaitu pemberian cairan rehidrasi, pemberian zink, lanjutkan pemberian ASI dan makan, antibiotik diberikan pada diare dengan ada darah dalam tinja dan pemberian nasehat. Hal yang membedakan dalam tatalaksana diare pada rencana terapi A, B dan C adalah Pada pemberian cairan rehidrasi, yang disesuaikan dengan tingkat dehidrasi anak. Pemberian cairan rehidrasi sesuai dengan tingkat dehidrasi anak adalah sebagai berikut:
a. Rencana terapi A pada rehidrasi diare tanpa dehidrasi
Pada rencana terapi A untuk diare tanpa dehidrasi adalah dengan memberikan oralit, dengan dosis sebagai berikut : 1) Anak usia kurang dari 1 tahun diberikan oralit sebanyak ¼
sampai ½ gelas setiap kali mencret.
2) Anak usia 1 sampai dengan 4 tahun diberikan oralit sebanyak ½ sampai 1 gelas setiap kali mencret.
3) Anak usia di atas 5 Tahun pemberian oralit sebanyak 1 sampai 1½ gelas setiap kali mencret.
Dari hal di atas ajarkan kepada Ibu tentang dosis dan cara pembuatan larutan oralit, dan berikan Ibu 6 bungkus oralit atau 200 ml untuk dilanjutkan di rumah. Rencana selanjutnya jelaskan kepada Ibu supaya meminumkan oralit dari mangkuk atau gelas sedikit demi sedikit tetapi sering. Jika anak muntah, jelaskan kepada Ibu untuk menunggu 10 menit, kemudian dilanjutkan kembali secara lambat. Pemberian cairan dilanjutkan sampai diare berhenti.
b. Rencana terapi B pada pemberian rehidrasi dengan dehidrasi ringan atau sedang
Pada dehidrasi ringan atau sedang diberikan rehidrasi dengan oralit. Untuk dosis pemberiannya adalah sebanyak 75 ml per kilogram Berat Badan (BB) dalam 3 jam pertama, setelah itu dilanjutkan pemberian oralit dengan dosis sama seperti pemberian pada diare tanpa dehidrasi. Kemudian ajarkan kepada Ibu cara pemberian oralit, yaitu berikan oralit pada anak yang berumur di bawah 2 tahun sebanyak 1 sendok teh setiap 1-2 menit. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian dilanjutkan pemberian oralit dengan lebih lambat. Pada anak yang lebih besar gunakan cangkir dalam memberikan oralit dengan sering.
Jika Ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai, maka ajarkan kepada Ibu cara menyiapkan larutan oralit di
rumah, untuk menyelesaikan 3 jam pertama pengobatan, ajarkan kepada Ibu berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di rumah, berikan kepada Ibu persediaan oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6 bungkus oralit. Kemudian jelaskan kepada Ibu aturan perawatan di rumah, yaitu dengan beri cairan tambahan, lanjutkan pemberian makan, beri tablet zink 10 hari dan jelaskan kepada Ibu kapan harus kembali ke rumah sakit (WHO, 2009).
c. Rancana terapi C pada pemberian rehidrasi dengan diare dehidrasi berat
1) Beri anak cairan intravena secepatnya
Menurut WHO (2009) dalam pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pada anak diare dengan dehidrasi berat dapat diberikan cairan intravena sebanyak 100 m l/ kgBB. Pada bayi di bawah usia 12 bulan, pemberian pertama cairan intravena adalah 30 ml/kg BB selama 1 jam, dan selanjutnya 70 ml/kg BB selama 5 jam. Sedangkan pada anak usia 12 bulan sampai dengan 5 tahun diberikan cairan sebanyak 30 ml/kg BB dalam 30 menit pertama, untuk selanjutnya 70 ml/kgBB selama 2,5 jam.
2) Periksa kembali anak
Setelah diberikan cairan intravena, anak dilakukan pemerikasaan kembali setiap 15 sampai 30 menit. Jika status hidrasi anak belum menunjukan perbaikan, berikan tetesan intravena dengan lebih cepat.
3) Berikan oralit
Selain pemberian cairan intravena, jika anak sudah mau minum, segera berikan oralit pada anak dengan dosis 5 ml/kg/jam. Pada bayi, setelah 3 sampai 4 jam dan pada anak, setelah 1 sampai 2 jam, berikan tablet zink sesuai dosis.
4) Periksa kembali anak
Setelah 6 jam pada bayi atau setelah 3 jam pada anak,
lakukan pemeriksaan kembali pada anak dan
klasifikasikan kembali tingkat dehidrasi anak. Untuk selanjutnya pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan penanganan. (WHO, 2009).
b. Pemberian Zink
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menyusun kebijakan bersama dalam pengobatan diare, yaitu dengan pemberian oralit dan zink. Hal itu didasarkan pada penelitian yang sudah dilakukan selama 20 tahun yang menunjukan bahwa pengobatan diare dengan
oralit disertai zink efektif dan terbukti menurunkan angka kematian pada anak sampai dengan 40%.
Zink merupakan mikronutrien ya ng sangat penting bagi tubuh. Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Dengan pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang dan dapat mempercepat penyembuhan diare (Depkes, 2011).
Dalam kondisi diare, terjadi peningkatan eksresi enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), yang akan berakibat hipereksresi epitel usus. Dengan pemberian zink, akan menghambat peningkatan enzim INOS tersebut dan akan mendukung epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan selam a terjadi diare (Kemenkes, 2011). Dosis pemberian zink untuk anak di bawah usia 6 bulan adalah 10 mg atau ½ tablet dalam sehari. Untuk anak usia di atas 6 bulan dosis zink yang diberikan adalah 20 mg atau 1 tablet sehari dan diberikan selama 10 hari (Juffrie, 2012).
WHO merekomendasikan pemberian suplemen zink untuk anak-anak dengan diare. Karena dengan pemberian suplemen 20 mg per hari sampai diare berhenti dapat mengurangi durasi dan tingkat keparahan diare pada anak-anak di negara berkembang. Kemudian dengan pemberian zink dilanjutkan sampai 10 hari dapat mengurangi kejadian diare selama 2-3 bulan. Hal itu akan membantu dalam mengurangi kematian anak akibat diare (WGO,
2008). Menurut Lazzerini dan Ronfani (2008) dalam systematic
reviews dengan judul Oral zinc for treating diarrhoea in children in the developing world, disampaikan bahwa suplementasi zink
dapat mengurangi durasi dan keparahan diare pada anak-anak yang menderita diare.
Hasil systematic review lain terkait pemberian suplemen zink adalah oleh Patel (2010) dalam publikasi jurnal yang berjudul
Therapeutic V alue of Zinc Supplementation in Acute and Persistent Diarrhea: A Sy stem atic Review, disebutkan bahwa dengan
memberikan suplemen zink pada anak-anak dengan diare terbukti mengurangi durasi diare sebesar 19,7%. Menurut WHO (2009), orang tua harus diberi penjelasan mengenai pemberian zink, termasuk dosis dan caranya. Hasil penelitian mengenai efektifitas zink dikemukakan oleh Mazumder et al. (2010) dengan judul
Effectiveness of zinc supplementation plus oral re hydration salts for diarrhoea in infants aged less than 6 m onths in Haryana state, India. Hasil yang didapatkan adalah dengan melakukan pendidikan
terhadap pengasuh mengenai pemberian zink pada anak diare, terbukti dapat mengurangi kejadian diare. Dengan pemberian zink dapat mengurangi kejadian diare karena zink mempunyai kemampuan mengembalikan kekebalan pada anak dengan
deficiency zink. Mekanismenya, dari kekurangan zink dalam tubuh,
peningkatan apoptosis dan mengurangi fungsi limfosit tersebut. Dengan kekurangan membran sel dan zink, akan mengganggu mukosa usus, mengurangi enzim dan meningkatkan permeabilitas dan sekresi air. Dengan penambahan suplemen zink selama diare, maka dapat membantu mengatasi permasalahan dalam usus tersebut, sehingga dapat mengurangi keparahan dan durasi diare.
Suplemen zink diberikan pada anak selama 10 hari berturut-turut dengan dosis 10 mg atau ½ tablet per hari pada anak di bawah usai 6 bulan. Pada anak usia di atas 6 bulan diberikan zink 20 mg atau 1 tablet perhari. Cara pemberian zink adalah dengan melarutkan zink dalam satu sendok air matang atau ASI, dan untuk anak yang lebih besar, zink dapat dikunyah (Depkes, 2010).
c. ASI dan makanan tetap diteruskan
Selama diare, pemberian ASI dan juga makanan tetap diberikan, dengan tujuan untuk memberikan gizi pada anak agar tetap tumbuh dan mencegah berkurangnya berat badan, serta sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Pada anak yan masih mendapat ASI, ASI tetap diberikan dengan lebih sering. Pada anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Pada bayi usia lebih dari 6 bulan yang telah mendapat makanan pendamping ASI, harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan dengan sedikit demi sedikit dan sering (Kemenkes, 2011).
ASI sangat penting diberikan pada anak diare, karena selain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak, ASI juga sangat bermanfaat untuk pencernaan. Menurut Duijts, et al. (2010) dalam publikasi artikel berjudul Breastfeeding Duration and Exclusivity
Decrease Infant Infections, disebutkan bahwa pada bayi yang
mendapatkan ASI ekslusif beresiko lebih rendah terkena gangguan pencernaan sebesar 59%.
Hasil penelitian lain oleh Duijts (2010) di Netherland dalam publikasi jurnal dengan judul Prolonged and Exclusive
Breastfeeding Reduces the Risk of Infectious D iseases in infancy,
disebutkan bahwa bayi yang diberikan ASI sampai berusia 4 bulan memiliki resiko lebih rendah terjadinya diare sampai usia 6 bulan. Hal tersebut dikarenakan ASI memberikan efek perlindungan yang berlangsung lama pada tubuh anak. Dengan diberikan ASI, akan mendukung pertumbuhan epidermal yang membantu menginduksi pematangan epitel usus, imunoglobulin A dan olisakarida. ASI juga mengandung laktoferin yang merupakan antimikroba penghambat masuknya bakteri dari luar dan mengatasi gangguan membaran usus, sehingga sangat bermanfaat untuk mencegah diare pada anak. d. Pemberian antibiotik dengan indikasi dan antidiare tidak diberikan
Antibiotik tidak perlu diberikan pada anak diare akut, kecuali dengan indikasi, seperti diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan
flora usus dan clostridium difficile, sehingga akan menyebabkan diare sulit sembuh dan akan memperpanjang lamanya diare. Dengan pemberian antibiotik tanpa indikasi, kuman akan resisten terhadap antibiotik secara lebih cepat dan akan menambah biaya pengobatan (Juffrie, 2011).
Clostridium defficile adalah floranormal dalam saluran pencernaan yang merupakan mikroorganisme oportunistik, gram positif, anaerob obligat dan sebagai salah satu penyebab diare karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Aldeyab et al. (2012) melakukan penelitian untuk mengevaluasi dampak dari penurunan penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi
clostridium deffic ile dalam publikasi jurnal yang berjudul An evaluation of the im pact of antibiotic stewardship on reducing the use of high-risk antibiotics and its effect on the incide nce of Clostridium difficile infection in hospital settings. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukan bahwa dengan penurunan penggunaan antibiotik, secara signifikan menurunkan kejadian infeksi oleh clostridium defficile.
Menurut Rocha et al. (2012), dalam publiksi jurnal dengan
judul Acute diarrhea in hospitalized children of the municipality of
Juiz de Fora, MG, Brazil: prevalence and risk fac tors assoc iated with disease severity menyampaikan, bahwa salah satu faktor risiko
yang berhubungan dengan tingkat keparahan diare akut pada anak adalah karena penggunaan antibiotik selama pengobatan.
Menurut Depkes (2011), antidiare tidak perlu diberikan pada anak dengan diare. Tidak boleh diberikannya antidiare karena ketika anak mengalami diare, tubuh akan bereaksi meningkatkan peristaltik usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Jika antidiare diberikan maka akan menghambat gerakan peristaltik, sehingga kotoran atau racun yang seharusnya dikeluarkan akan terhambat keluar. Antidiare juga dapat menimbulkan komplikasi seperti prolapsus pada usus.
e. Nasehat
Nasehat harus diberikan kepada Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan anak. Nasehat yang diberikan yaitu mengenai cara pemberian cairan dan obat di rumah dan nasehat tentang kapan orang tua harus membawa anaknya kembali ke Rumah Sakit atau petugas kesehatan.
Menurut Kemenkes (2011), orang tua harus segera membawa anak ke pelayanan kesehatan jika ditemukan gejala sebagai berikut: a) Diare lebih sering, b) Muntah berulang, c) Sangat haus, d) Makan atau minum sedikit, e) Timbul demam, f) Tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.
3. Peran dan fungsi perawat
a. Perawat dan standar praktik keperawatan
Menurut Taylor (2011), perawat adalah seseorang yang mampu memelihara, membina, melindungi dan siap memberikan perawatan kepada orang yang sakit, orang yang terluka dan lanjut usia. Sedangkan menurut The International Council of Nurse (ICN) (2002), perawat didefinisikan sebagai proses pemberian perawatan yang meliputi perawatan otonom, kolaborasi, pemberian perawatan kepada klien dari segala usia, keluarga, kelom pok dan masyarakat. Pemberian perawatan tersebut termasuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan orang sakit, cacat dan perawatan pasien terminal (Taylor, 2011).
Selain definisi di atas, perawat sebagai suatu disiplin profesional, mempunyai penjelasan yang lebih luas untuk mendefinisikan perawat, yaitu sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai peran dan keterampilan dalam tindakan keperawatan. Perawat menggunakan pengetahuan yang ada dan baru dalam memecahkan suatu permasalahan secara kreatif dan memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam kondisi yang selalu berubah (Taylor, 2011).
Menurut Kepmenkes RI no 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktek perawat, perawat adalah seseorang yang telah menempuh pendidikan perawat baik di dalam maupun luar
negeri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Perawat dalam menjalankan praktek keperawatan, harus selalu meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui pendidikan dan pelatihan. Perawat juga harus melakukan peran dan fungsinya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan harapan profesi dan masyarakat.
Menurut Taylor (2011), secara umum perawat mempunyai 4 tujuan praktik keperawatan, yaitu: 1) untuk mempromosikan kesehatan, 2) mencegah penyakit, 3) memulihkan kesehatan 4) untuk memfasilitasi dalam mengatasi cacat atau kematian. Proses keperawatan adalah pedoman utama dalam melakukan praktik keperawatan. Perawat melaksanakan perannya melalui proses keperawatan, yang terintegrasi dalam seni dan ilmu pengetahuan keperawatan. Menurut American Nursing Association (ANA) dalam Taylor (2011), standar dan praktik keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Pengkajian
Dalam pengkajian, perawat mengumpulkan data yang komprehensif berkaitan dengan situasi atau kesehatan pasien. 2) Diagnosis
Dalam diagnosis, perawat menganalisis penilaian data untuk menentukan masalah atau diagnosa keperawatan.
3) Identifikasi hasil
Perawat melakukan identifikasi mengenai hasil yang diharapkan, untuk selanjutnya dilakukan intervensi atau rencana tindakan terhadap masalah pasien.
4) Perencanaan
Perawat mengembangkan rencana yang mengatur strategi dan alternatif untuk mencapai hasil yang diharapkan.
5) Implementasi
Perawat mengimplementasikan rencana tindakan yang telah diidentifikasi, mengkoordinasikan pemberian perawatan, melakukan strategi untuk meningkatkan kesehatan dan lingkungan yang aman.
6) Evaluasi
Dalam evaluasi, perawat mengevaluasi kemajuan dan pencapaian hasil dari tindakan yang sudah dilakukan.
b. Peran perawat dalam pelayanan kesehatan
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem dan dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari dalam ataupun dari luar (Kozier, 2008).
Menurut Delaune dan Ladner (2011), perawat mempunyai beberapa peran, antara lain sebagai berikut.
1) Pemberi pelayanan
Peran perawat dalam memberikan pelayanan kepada anak adalah bahwa perawat memberikan asuhan kepada anak dan keluarga, dengan menyediakan dan memberikan dukungan, dengan mendorong kemampuan anak dan orang tua serta meningkatkan kenyaman anak. Selain itu, perawat memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh, dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Menurut Taylor (2011), peran sebagai pemberi asuhan merupakan peran utama perawat. Perawat menyediakan perawatan untuk pasien yang menggabungkan seni dan ilmu keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, emosional, intelektual, sosial budaya, dan spiritual. Sebagai pemberi asuhan, perawat mengintegrasikan peran komunikator, pendidik, konselor, pemimpin, peneliti, advokat, dan kolaborator untuk mempromosikan kesehatan melalui kegiatan pencegahan penyakit, memulihkan kesehatan, dan memfasilitasi , mengatasi kecacatan atau kematian.
2) Sebagi pendidik
Dalam melakukan perannya sebagai pendidik, perawat menyediakan informasi yang dibutuhkan anak dan keluarga, berfungsi sebagai konselor dan memberdayakan keluarga
dengan perawatan berpusat pada keluarga untuk perawatan diri dengan mendorong kepatuhan terhadap terapi yang diberikan. 3) Pelindung
Dalam melaksanakan peran sebagai pelindung, perawat memberikan perlindungan kepada anak dan keluarga, memberikan penjelasan sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh klien dan keluarga dan mendukung keluarga dalam pengambilan keputusan. Melindungi didefinisikan sebagai suatu proses dalam membina hubungan yang baik antara perawat dan klien, dengan meliha t klien sebagai manusia yang holistik dan unik. Dalam menjalankan peran perawat dalam memberikan perlindungan, perawat memberikan hak-hak pasien seperti informed concent, memberikan hak kepada pasien untuk menolak pengobatan dan perawat juga berperan untuk membantu pasien dalam menentukan kebijakan yang bermanfaat untuk pasien (Jansen & Stauffacher, 2010).
4) Sebagai Manajer
Sebagai manager, perawat membuat keputusan, melakukan koordinasi dalam kegiatan pelayanan, menganggarkan sum ber daya untuk pelayanan kepada pasien, melakukan evaluasi terhadap proses perawatan, termasuk evaluasi secara personil kepada perawat lain. Selain itu sebagai manager, perawat
berfungsi sebagi pemimpin dan mengambil inisiatif dalam pelayanan kepada klien.
5) Ahli
Peran perawat sebagai ahli adalah melakukan penelitian, melakukan pengajaran di sekolah-sekolah keperawatan, turut serta dalam pengembangan teori, berkontribusi pada literatur profesional dan memberikan kesaksian di pengadilan jika diperlukan.
6) Koordinator
Sebagai koordinator, perawat melaksakan perannya dengan memantau kemajuan klien melalui sistem perawatan kesehatan. Selain itu perawat melakukan koordinasi untuk menjamin kelangsungan kesehatan klien.
7) Kolaborator
Sebagai kolaborator, perawat melakukan perannya dengan melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain, mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi, dan mempunyai keterampilan dalam melakukan tindakan darurat untuk membantu pasien.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran perawat
Pelaksanaan peran perawat berkaitan dengan kinerja perawat. Bahwa kinerja didefinisikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, penampilan kerja atau hasil kerja. Menurut Mangkunegara
(2008), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting dalam pelaksanaan tatalaksana diare akut. Hal itu terkait karena keberadaan perawat yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu antara 40-60% dan perawat yang selalu berada di samping pasien dan bertugas selama 24 jam (Potter dan Perry, 2005).
Apabila perawat dapat melaksanakan perannya secara baik dalam tatalaksana diare akut dan tercapai tujuan dari tatalasana tersebut, maka dikatakan seorang perawat mempunyai kinerja yang baik. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Pabundu (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain:
1) Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi kinerja adalah kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi dan sifat-sifat seseorang. Sifat-sifat seseorang meliputi sikap, Sifat-sifat kepribadian, Sifat-sifat fisik, motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, dan latar belakang budaya.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja adalah lingkungan yang meliputi peraturan kerja, keinginan pasien, kebijakan, kepemimpinan, tindakan rekan kerja, jenis pelatihan, gaji dan lingkungan sosial.
Menurut Mangkunegara (2008) ada 2 faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1) Faktor kemampuan (ability)
Faktor kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality, yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan. Dalam faktor ability, dengan memiliki pendidikan yang memadai dan terampil, maka seseorang akan dapat mencapai kinerja secara maksimal.
2) Faktor motivasi
Motivasi adalah sikap sesorang terhadap situasi kerja di organisasinya. Situasi kerja yang dimaksud adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja. Seseorang yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya, maka akan menunjukan motivasi kerja yang tinggi. Jika sesorang bersikap negatif terhadap situasi kerja, maka akan menunjukan motivasi kerja yang rendah.
Gormley et al. (2010) melakukan review tentang faktor – faktor yang mempengaruhi peran perawat dengan judul publikasi Factors affecting nurse practitione r role imple mentation in Canadian
practice settings: an integrative review. Dari review tersebut
disampaikan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi peran perawat. Faktor pertama adalah keterlibatan, yaitu adanya peran aktif dari stakeholder dalam pelaksanaan peran perawat, yang kedua penerimaan adalah pengakuan dan kesediaan untuk bekerja dengan praktisi lain dan ketiga adalah niat.
Penelitian oleh Hafizurrachman et al. (2011) dalam publikasi jurnal berjudul Beberapa Faktor yang Memengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan di Rumah Sakit Um um Daerah. Hasil disampaikan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja perawat adalah sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan dan kemampuan perawat. Dari faktor-faktor tersebut, yang paling besar mempengaruhi kinerja perawat adalah faktor kemampuan perawat, yaitu sebesar 83,6%.
d. Fungsi perawat
Menurut Kozier (2008), perawat mempunyai tiga fungsi keperawatan, yaitu mandiri, ketergantungan dan kolaboratif. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap semua hal yang dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan. Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat juga berlandaskan pada prinsip ilm iah, kemanusiaan dan berilmu pengetahuan serta mempunyai
keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan. Fungsi perawat tersebut dijelaskan seperti di bawah ini.
1) Fungsi keperawatan mandiri (independen)
Tindakan keperawatan mandiri atau independen adalah tindakan yang dilakukan atas inisiatif perawat sendiri dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya. Dalam keperawatan mandiri, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, yaitu membantu memecahkan masalah yang dihadapi secara mandiri atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain, dan akuntabilitas atau bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang dilakukan.
2) Fungsi keperawatan ketergantungan (dependen)
Tindakan keperawatan ketergantungan adalah semua tindakan yang dilakukan atas instruksi dokter atau di bawah pengawasan dokter dalam melakukan tindakan rutin yang spesifik.
3) Fungsi keperawatan kolaboratif (interdependen)
Tindakan keperawatan kolaboratif atau interdependen adalah semua tindakan yang dilaksanakan atas kerja sama dengan tim kesehatan lain. Dalam melaksanakan praktik keperawatan kolaboratif secara efektif, perawat harus mempunyai kemampuan klinis, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan tanggung jawab dalam setiap tindakan.
4. Peran perawat dalam tatalaksana diare akut
Pada anak dengan diare akut, perawat memberikan asuhan
keperawatan melalui proses keperawatan, yang didalamnya termasuk tatalaksana diare akut pada anak. Menurut Delaune dan Ladner (2011), proses keperawatan adalah langkah-langkah atau tindakan yang dilakukan perawat, dengan tujuan memberikan perawatan pada klien yang bersifat individual, holistik, efektif dan efisien. Langkah-langkah tersebut meliputi pengkajian, perum usan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Dalam tatalaksana diare akut pada anak, perawat dapat memberikan kontribusi dengan melaksanakan perannya pada lintas diare, yang masuk di dalam proses keperawatan tersebut, yaitu dengan pemberian oralit, zink, lanjutkan makan atau ASI, antibiotik selektif dan antidiare tidak diberikan, serta pemberian nasehat.
Menurut Hockenberry dan W ilson (2011), manajemen utama pada
diare akut, anatara lain: 1) pengkajian ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, 2) rehidrasi, 3) pemeliharaan terapi cairan, 4) pemberian diet yang adekuat. Asuhan keperawatan pada anak dengan diare diberikan mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi. Secara rinci, proses pemberian asuhan keperawatan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pengkajian
Menurut Wong (2009), pengkajian yang dilakukan pada anak dengan diare adalah:
1) Keadaan umum dan perilaku bayi atau anak 2) Pengkajian dehidrasi
Pengkajian dehidrasi meliputi berkurangnya haluaran urine, menurunnya berat badan, memberan mukosa kering, turgor kulit, ubun-ubun cekung, kulit pucat, dingin dan kering. Pengkajian adanya dehidrasi berat, seperti gejala meningkatnya nadi, respirasi, menurunnya tekanan darah, waktu pengisian ulang kapiler memajang (lebih dari 2 detik). 3) Riwayat penyakit.
Pada pengkajian riwayat penya kit, tanyakan kepada pengasuh mengenai pengenalan makanan baru, kontak dengan agen yang menular, berwisata ke daerah dengan suseptibilitas tinggi. Selain itu tanyakan mengenai kontak dengan makanan yang terkontaminasi.
b. Diagnosa keperawatan, tujuan dan rencana tindakan
Menurut Hockenberry dan W ilson (2011), pada diare akut, perumusan diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi adalah seperti pada tabel berikut ini.