• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ARSYAD ET AL.: VARIETAS KEDELAI UNTUK LAHAN KERING MASAM

Kesesuaian Varietas Kedelai di Lahan Kering Masam

Sumatera Selatan

Darman M. Arsyad, H. Kuswantoro, dan Purwantoro Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Adaptation of Soybean Varieties on Upland Acid

Soil in South Sumatera. Adaptive soybean cultivars to acid soil

are important for the expansion of soybean cultivation in upland acid soil of South Sumatra. Twelve advanced soybean breeding lines and two check varieties (Tanggamus and Wilis) were tested on upland acid soil in South Sumatera. The trials were conducted in Muara Enim, Banyuasin and Ogan Komering Ilir District during the late rainy season 2004, and in Muara Enim and Ogan Ilir District during the early rainy season 2004/05. A split plot design with three replications was used in each location. Plot size was 2.4 m x 4.5 m, plant spacing of 40 cm between rows and 15 cm within row, containing two plants per hill. The mainplots were fertilizer: A = Low inputs (22.5 kg N, 27 kg P2O5, dan 40 kg K2O per ha), and B =

Medium inputs (22.5 kg N, 36 kg P2O5, 53 kg K2O dan 0.56 t CaO per

ha). The fertilizers were broadcasted before planting. The subplots were 14 soybean breeding lines and varieties. Results showed that soybean yields were significantly affected by locations, breeding lines, and location x breeding line interaction. The fertilizer, fertilizer x breeding lines and location x fertilizer x breeding lines siginificantly affected soybean yield in late rainy season 2004. Plant height , number of pods and 100 seed weight were siginificantly affected by locations and fertilizers, while breeding lines affected plant height and 100 seed weight. Based on the smallest Pi value (the distance mean square between the cultivar’s response and the maximum response averaged over all locations), and the highest frequency of rank, three breeding lines, namely W3898-14-3 (Cv. Seulawah), K3911-66/D3578-3-2, dan D3578-3/ MLG 3072-15 were identified as having general adaptability with the yield potential of >2.5 t/ha and an average of 1.8 t/ha. Keywords: soybean, variety, acid upland

ABSTRAK. Pengembangan kedelai di lahan kering masam Sumatera

Selatan diperlukan ketersediaan varietas yang sesuai di samping teknik budi daya. Sebanyak 12 galur kedelai generasi lanjut dan dua varietas pembanding (Tanggamus dan Wilis) dievaluasi pada lahan kering masam di Kab. Muara Enim, Kab. Banyuasin dan Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada MT III (Mei-Agustus 2004) dan di Kab. Muara Enim dan Kab. Ogan Komering Ilir pada MT I (Desember 2004-Maret 2005). Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Ukuran petak percobaan 2,4 m x 4,5 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Petak utama adalah dua perlakuan pemupukan/pengapuran, yaitu: A = masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P2O5, dan 40 kg K2O per ha), dan

B = masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P2O5, 53 kg K2O dan 0,56 t CaO per ha). Anak petak terdiri atas 14 galur/varietas. Hasil kedelai nyata dipengaruhi oleh lokasi, galur, dan interaksi lokasi x galur. Pengaruh pupuk, interaksi pupuk x galur, dan lokasi x pupuk x galur terhadap hasil nyata pada MT III. Tinggi tanaman, jumlah polong, dan bobot 100 biji dipengaruhi oleh lokasi dan pupuk, sedangkan galur mempengaruhi tinggi tanaman dan bobot 100 biji. Berdasarkan nilai

Pi terkecil (jarak kuadrat tengah respon galur dan respon maksimum)

dan frekuensi peringkat tertinggi, telah diidentifikasi galur/varietas yang sesuai (beradaptasi) pada lahan kering masam Sumatera Selatan, yaitu W3898-14-3 (Var. Seulawah), K3911-66/D3578-3-2,

dan D3578-3/MLG 3072-15 dengan potensi hasil >2,5 t/ha dan rata-rata 1,8 t/ha.

Kata kunci: kedelai, varietas, lahan kering masam

U

ntuk meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri diperlukan upaya perluasan areal tanam, terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya. Potensi lahan kering, yang pada umumnya memiliki tingkat kesuburan yang relatif rendah, cukup luas terdapat di pulau-pulau tersebut. Ketersediaan varietas yang sesuai pada kondisi lahan yang kurang subur tersebut diperlukan untuk men-dukung upaya pengembangan komoditas kedelai.

Terdapat keragaman genetik tanaman kedelai untuk sifat toleransi terhadap cekaman edafik seperti aluminium memberikan peluang bagi pengembangan varietas yang lebih toleran. Kemajuan yang berarti telah dilaporkan pada tanaman gandum, jagung, dan barley (Clark 1982). Keragaman genetik toleran lahan masam pada kedelai juga telah dilaporkan oleh Sartain dan Kamprath (1978), Lee (1989), Sumarno et al. (1989), dan Arsyad et al. (1996). Pada tahun 2001 telah dilepas tiga varietas kedelai adaptif lahan masam, yaitu Tanggamus, Sibayak, dan Nanti. Pada umumnya pengujian varietas-varietas tersebut lebih banyak dilakukan pada lahan kering masam di Lampung. Dalam upaya pengembang-an kedelai pada lahpengembang-an kering masam lainnya perlu pula dilakukan pengujian galur/varietas kedelai pada lahan kering masam Sumatera Selatan.

Program pembentukan varietas bertujuan untuk mendapatkan varietas yang memiliki daya hasil tinggi dan stabil (beradaptasi luas). Namun, karena sering terjadi interaksi genotipe x lingkungan maka sulit memilih varietas yang beradaptasi luas. Peringkat genotipe ber-ubah dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain. Dalam kondisi demikian, berbagai metode analisis telah dikembangkan untuk memilih genotipe yang diinginkan (Kang 1990). Lin dan Binns (1988) dalam Kang (1990) mengembangkan metode pemilihan genotipe dengan parameter Pi, yang diartikan sebagai jarak kuadrat tengah antara respon genotipe dengan respon mak-simum pada semua lingkungan pengujian. Semakin kecil nilai Pi genotipe maka semakin stabil dan lebih baik galur

(2)

tersebut. Nilai Pi menunjukkan superioritas dalam pengertian adaptasi luas (general adaptability).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi genotipe (galur/varietas) kedelai yang lebih adaptif (berdaya hasil tinggi dan relatif stabil) pada lahan kering masam Sumatera Selatan.

BAHAN DAN METODE

Bahan percobaan terdiri dari 12 galur kedelai generasi lanjut (W3578-16/TGX1448-5, W3578-16/TGX1448-9, W3578-16/TGX1448-10, K3911-66/D3578-3-2, D3578-3/ K3911-66-1, D3578-3/K3911-66-2, D3578-3/K3911-66-3, K3911-66/D3623-5-4, D3578-3/3072-11, D3578-3/3072-15, W3898-14-3, W3465-27-2) dan dua varietas pembanding (Tanggamus dan Wilis). Percobaan dilakukan pada lahan kering masam di Kabupaten Muara Enim, Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, masing-masing satu unit percobaan, pada bulan Mei-Agustus 2004 (MT III) dan Kabupaten Muara Enim dan Ogan Komering Ilir, masing-masing dua dan satu unit percobaan, pada bulan Desember 2004-Maret 2005 (MT I). Lokasi dan waktu percobaan disajikan pada Tabel 1. Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi penelitian adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Ukuran petak percobaan 2,4 m x 4,5 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Petak utama adalah dua perlakuan pemupukan/pengapuran yaitu: A = masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P2O5, dan 40 kg K2O/ha), dan B = masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P2O5, 53 kg K2O, dan 0,56 t CaO/ha), disebar merata sebelum tanam. Anak petak terdiri atas 14 galur/varietas. Perawatan benih (seed treatment) dengan Marshal dilakukan untuk mencegah serangan lalat bibit. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 3 dan 6 minggu setelah tanam. Pengendalian hama mengguna-kan insektisida Matador/Decis setiap 10-15 hari atau sesuai kebutuhan. Pengamatan dilakukan terhadap hasil dan sifat-sifat agronomis (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, dan bobot 100 biji).

Analisis data meliputi analisis ragam gabungan dan per lokasi. Analisis stabilitas hasil mengikuti metode Lin dan Binns (1988) dalam Kang (1990) dengan menduga

parameter Pi yang merupakan jarak kuadrat tengah antara respon galur/varietas dengan respon maksimum pada semua lingkungan:

Pi =(xij – Mj)2/2n

di mana xij adalah hasil galur/varietas ke-i pada ling-kungan (lokasi) ke-j, Mj adalah respon maksimum galur/ varietas pada lingkungan ke-j, dan n adalah jumlah lingkungan. Semakin kecil nilai Pi galur semakin stabil dan lebih baik galur tersebut. Di samping itu, juga dilakukan analisis frekuensi peringkat hasil galur/varietas yang diuji. Galur/varietas yang diinginkan adalah yang memiliki frekuensi peringkat tertinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis ragam gabungan percobaan pada MT III me-nunjukkan bahwa hasil dipengaruhi oleh lokasi, pupuk, galur, dan interaksi lokasi x galur, pupuk x galur dan lokasi x pupuk x galur (Tabel 2). Pada percobaan MT I, hasil dipengaruhi oleh lokasi, galur, dan interaksi lokasi x galur, tetapi tidak dipengaruhi oleh pupuk. Pengaruh interaksi lokasi x galur nampaknya lebih penting di-bandingkan dengan pengaruh interaksi pupuk x galur. Pengaruh pupuk yang pada umumnya tidak nyata terhadap hasil pada masing-masing lokasi kemungkinan disebabkan oleh terjadinya cekaman kekeringan pada percobaan MT III. Pada percobaan MT I, pengaruh pupuk tidak nyata terhadap hasil pada masing-masing lokasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh takaran pupuk yang masih kurang atau cukupnya curah hujan selama percobaan sehingga mampu mengkompensasi pertumbuhan tanaman pada takaran pupuk rendah. Pfeiffer et al. (1995) melaporkan bahwa hasil dan tinggi tanaman dipengaruhi oleh lokasi, galur, dan interaksi galur x lokasi. Akhter dan Sneller (1996) mengemukakan bahwa hasil dan tinggi tanaman galur-galur tipe indeterminate dipengaruhi oleh interaksi genotipe x waktu tanam x tahun. Miller (1989) menyata-kan pula bahwa pengaruh interaksi genetik x lingkungan terjadi karena kompleksnya kondisi lingkungan yang meliputi suhu, air, jenis/kesuburan tanah, gangguan hama penyakit tanaman, dan teknik budi daya yang digunakan.

j=1 n

Tabel 1. Lokasi dan waktu percobaan kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan.

Percobaan Lokasi (Desa) Kecamatan Kabupaten Waktu

1 KP SMK Gelumbang Gelumbang Muara Enim Mei-Agust. 2004 2 KP SPP Banyuasin Banyuasin Banyuasin Mei-Agust. 2004 3 KP Kayu Agung Kayu Agung Ogan Komering Ilir Mei-Agust. 2004 4 KP SMK Gelumbang Gelumbang Muara Enim Des. 2004-Maret 2005 5 KP ATP (BPPT) Serdang Muara Enim Des. 2004-Maret 2005 6 Lahan petani, Indralaya Indralaya Ogan Ilir Des. 2004-Maret 2005

(3)

dipengaruhi oleh lokasi dan pupuk (Tabel 3). Galur dan interaksi pupuk x galur berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan bobot 100 biji. Jumlah polong tidak di-pengaruhi oleh galur dan interaksi lokasi x galur, pupuk x galur, dan lokasi x pupuk. Bobot 100 biji dipengaruhi oleh galur dan interaksi lokasi x galur, dan pupuk x galur. Perbedaan hasil antargalur nampaknya berhubungan, terutama dengan tinggi tanaman dan bobot 100 biji. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hasil biji kedelai berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, jumlah polong, dan jumlah cabang/tanaman (Kuswantoro dan Arsyad 2002, Kuswantoro 2004).

Hasil percobaan pada MT I relatif lebih baik di-bandingkan dengan percobaan MT III (Tabel 4). Hal ini nampaknya disebabkan oleh cukupnya curah hujan Secara sederhana interaksi genetik x lingkungan

dapat dibedakan ke dalam: (a) perbedaan respon antara dua/lebih genotipe berubah (berbeda) dari suatu ling-kungan ke lingling-kungan yang lain, dan fenomena ini tidak mengubah peringkat genotipe dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain; dan (b) perbedaan respon dua/ lebih genotipe dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, diikuti oleh perubahan peringkat genotipe tersebut. Pada kondisi pertama, hal ini tidak berpengaruh ter-hadap program pemuliaan, tetapi pada kondisi kedua sangat berpengaruh karena fenomena ini akan meng-eliminir peluang untuk mendapatkan genotipe yang unggul pada semua lingkungan.

Keragaan agronomis seperti tinggi tanaman, jumlah polong, dan bobot 100 biji pada percobaan MT III

Tabel 2. Analisis ragam gabungan hasil biji galur-galur kedelai di lahan kering Sumatera Selatan, MT III 2004 dan MT I 2004/05.

Kuadrat Tengah Sumber keragaman Derajat

bebas MT III MT I Lokasi (L) 2 ** ** R(L) 6 Pupuk (P) 1 ** tn L x P 2 tn Galat 6 Galur (G) 13 ** ** L x G 26 ** * P x G 13 * tn L x P x G 26 ** tn Galat 156

Tabel 4. Hasil galur/varietas kedelai di lahan kering Sumatera Selatan, MT III 2004 dan MT I 2004/2005. Hasil (t/ha)1) Galur L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 W3578-16/TGX1448-5 1,04 0,95 1,28 1,35 1,09 1,27 1,64 1,61 1,22 1,45 2,25 2,50 W3578-16/TGX1448-9 1,41 1,70 1,53 1,29 1,03 1,50 1,61 1,17 1,47 1,51 2,24 2,16 W3578-16/TGX1448-10 1,14 1,59 1,17 1,70 1,33 1,38 1,44 1,28 1,33 1,45 1,72 1,92 K3911-66/D3578-3-2 1,44 1,54 1,56 1,93 0,93 1,37 1,40 1,27 1,40 1,61 2,48 2,48 D3578-3/K3911-66-1 1,30 1,36 2,00 1,42 0,85 1,40 1,45 1,17 1,44 1,22 1,85 1,94 D3578-3/K3911-66-2 1,31 1,52 1,17 0,82 0,90 1,25 1,53 1,44 1,62 1,37 1,91 1,53 D3578-3/K3911-66-3 1,51 1,24 0,91 1,61 0,89 1,63 1,64 1,27 1,57 1,71 1,96 1,86 K3911-66/D3623-5-4 1,09 1,02 0,82 1,56 1,10 1,40 1,44 1,47 1,73 1,67 2,58 2,52 D3578-3/3072-11 1,12 0,88 1,20 1,15 0,93 1,25 1,37 1,50 1,83 1,81 2,38 2,16 D3578-3/3072-15 1,22 1,06 1,41 1,74 1,18 1,35 1,64 1,68 1,33 1,71 2,69 2,60 W3898-14-3 1,75 1,55 1,56 2,03 1,23 1,32 2,09 1,92 1,71 1,61 2,53 2,14 W3465-27-2 1,42 1,74 1,74 1,85 1,03 1,40 1,54 1,62 1,56 1,28 2,06 1,83 Tanggamus 1,21 1,56 1,46 1,47 1,12 1,63 1,40 1,32 1,30 1,64 2,53 2,21 Wilis 0,57 1,53 0,80 0,99 0,92 1,31 1,85 1,47 1,20 1,73 2,45 1,94 Rata-rata 1,25 1,37 1,33 1,50 1,04 1,39 1,57 1,44 1,55 1,48 2,16 2,30

1)L1 = KP SMK Muara Enim, masukan rendah (MT III), L7 = KP SMK Muara Enim, masukan rendah (MT I)

L2 = KP SMK Muara Enim, masukan sedang (MT III), L8 = KP SMK Muara Enim, masukan sedang (MT I) L3 = KP SPP Banyuasin, masukan rendah (MT III), L9 = KP ATP Muara Enim, masukan rendah (MT I) L4 = KP SPP Banyuasin, masukan sedang (MT III), L10 = KP ATP Muara Enim, masukan sedang (MT I) L5 = KP Kayu Agung Ogan Komering Ilir, masukan rendah (MT III), L11 = Indralaya, Ogan Ilir, masukan rendah (MT I) L6 = KP Kayu Agung Ogan Komering Ilir, masukan sedang (MT III), L12 = Indralaya, Ogan Ilir, masukan sedang (MT I)

Tabel 3. Analisis ragam beberapa sifat agronomis galur-galur kedelai di lahan kering Sumatera Selatan, MT III 2004.

Kuadrat Tengah Sumber Derajat

keragaman bebas Tinggi Jumlah Bobot tanaman polong 100 biji

Lokasi (L) 2 ** ** ** R(L) 6 Pupuk (P) 1 * * ** L x P 2 tn tn tn Galat 6 Galur (G) 13 ** tn ** L x G 26 tn tn ** P x G 13 * tn ** L x P x G 26 tn * tn Galat 156 15,04 42,68 9,63

(4)

pada MT I, sedangkan pada MT III terjadi cekaman ke-keringan, di samping adanya perbedaan kesuburan tanah lokasi percobaan (Tabel 5). Tingkat kesuburan tanah lokasi percobaan nampak bervariasi, berurutan dari yang tergolong baik adalah Ogan Ilir, diikuti oleh Muara Enim, Ogan Komering Ilir dan Banyuasin. Tingkat

hasil yang diperoleh berhubungan pula dengan tingkat kesuburan tanah, di mana rata-rata hasil tertinggi diper-oleh di Ogan Ilir (2,2 t/ha), diikuti diper-oleh Muara Enim (1,5 t/ ha), Banyuasin (1,4 t/ha), dan Ogan Komering Ilir (1,2 t/ ha). Keragaan hasil dan beberapa sifat agronomis galur-galur yang diuji di Ogan Ilir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaan hasil dan sifat-sifat agronomis galur-galur kedelai di lahan kering Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, MT I 2004/05 Hasil (t/ha) TT CAB POL BB JTP Hasil (g/tan.) Galur A B A B A B A B A B A B A B W3578-16/TGX1448-5 2,25 2,50 79 77 6,0 6,5 227 200 9,5 9,7 89 88 30 34 W3578-16/TGX1448-9 2,24 2,16 66 73 6,8 6,2 200 185 10,4 10,5 81 103 33 25 W3578-16/TGX1448-10 1,72 1,92 69 68 5,5 8,0 140 232 9,0 9,1 55 52 37 44 K3911-66/D3578-3-2 2,48 2,48 63 63 7,2 7,5 200 180 9,8 9,8 103 105 29 28 D3578-3/K3911-66-1 1,85 1,94 69 73 5,5 5,5 165 166 10,2 10,6 93 74 24 31 D3578-3/K3911-66-2 1,91 1,53 68 60 7,3 7,0 181 186 10,2 9,4 65 49 35 37 D3578-3/K3911-66-3 1,96 1,86 67 68 6,2 5,5 177 174 10,0 10,2 73 68 32 33 K3911-66/D3623-5-4 2,58 2,52 73 73 4,8 5,2 146 198 9,5 9,3 129 105 24 29 D3578-3/3072-11 2,38 2,16 70 70 5,0 6,0 196 191 10,2 10,4 77 104 37 25 D3578-3/3072-15 2,69 2,60 71 73 5,3 6,2 183 176 9,0 9,2 115 105 28 30 W3898-14-3 2,53 2,14 86 74 5,0 6,7 180 168 10,4 10,1 106 92 29 28 W3465-27-2 2,06 1,83 77 77 7,3 6,3 200 210 9,5 9,6 78 57 32 38 Tanggamus 2,53 2,21 65 64 5,0 6,8 173 185 10,7 10,6 102 84 30 31 Wilis 2,45 1,94 62 61 5,0 4,7 120 117 13,1 13,0 124 86 24 27 Rata-rata 2,16 2,30 70 70 5,8 6,3 178 183 10,0 10,2 92 84 30 31 TT = Tinggi tanaman (cm), CAB = Jumlah cabang/tanaman, POL = Jumlah polong/tanaman, BB = Bobot 100 biji (g),

JTP = Jumlah tanaman panen per-plot (10,8 m2).

A = masukan rendah (22,5 kg N, 27 kg P2O5, dan 40 kg K2O/ha).

B = masukan sedang (22,5 kg N, 36 kg P2O5, 53 kg K2O, dan 0,56 t CaO/ha). Tabel 5. Data analisis tanah lokasi percobaan di lahan kering Sumatera Selatan.

Analisis tanah KP SMK KP SPP KP Kayu KP ATP Indralaya, Muara Enima) Banyuasinb) Agung, OKIb) Muara Enima) Ogan Ilir a)

Tekstur Pasir (%) - 34,23 65,25 - Debu (%) - 40,95 18,93 - Liat (%) - 24,82 15,82 - -pH (H2O) (1:1) 5,5 4,83 5,11 5,9 6,4 (KCl) (1:1) 3,9 3,77 3,87 3,9 5,0 Zat organik N (%) 0,27 0,15 0,28 0,29 0,19 C (%) 5,61 1,59 3,11 4,81 4,03 C/N ratio - - 11,11 - -P (ug/g)-Bray 1,16 13,5 129,45 18,3 558 Susunan kation Ca (me/100 g) 1,56 0,38 1,10 2,75 6,55 Mg (me/100 g ) 0,95 0,15 0,38 1,67 2,41 K (me/100 g) 0,13 0,19 0,26 0,34 0,37 Na (me/100 g) - 0,44 0,33 - -KTK (me/100 g) 28,8 16,88 12,60 25,2 25,2

Jumlah kation (me/100 g) - - - -

-Kej. Basa (%) - - - -

-Al-tukar (me/100 g) 1,63 2,18 1,84 1,75 0

H-tukar (me/100 g) 0,14 0,54 1,36 0,25 0

Fe (ppm) 19,8 - - 44,7 40,5

Mn (ppm) 0,66 - - 1,77 3,43

(5)

Tabel 7. Kisaran, rata-rata hasil dan parameter stabilitas (Pi) galur-galur kedelai di lahan kering Sumatera Selatan.

Hasil (t/ha) Galur Pi Kisaran Rata-rata W3578-16/TGX1448-5 0,95-2,50 1,47 0,1508 W3578-16/TGX1448-9 1,03-2,24 1,55 0,1061 W3578-16/TGX1448-10 1,14-1,92 1,45 0,1754 K3911-66/D3578-3-2 0,93-2,48 1,62 0,0734 D3578-3/K3911-66-1 0,85-1,94 1,45 0,1614 D3578-3/K3911-66-2 0,82-1,91 1,36 0,2356 D3578-3/K3911-66-3 0,89-1,96 1,48 0,1624 K3911-66/D3623-5-4 1,02-2,59 1,53 0,1395 D3578-3/3072-11 0,88-2,38 1,47 0,1630 D3578-3/3072-15 1,06-2,69 1,63 0,0749 W3898-14-3 1,23-2,53 1,79 0,0420 W3465-27-2 1,03-2,06 1,59 0,0970 Tanggamus 1,12-2,53 1,57 0,0977 Wilis 0,57-2,45 1,40 0,2297

Kesuburan tanah tergolong baik dengan pH (H2O) 6,4,

kandungan bahan organik yang tinggi (4,03%), Aldd tidak terdeteksi, warna tanah hitam, struktur gembur, dan curah hujan cukup selama pertumbuhan tanaman. Semua lokasi percobaan belum pernah ditanami kedelai sebelumnya. Secara umum nampak bahwa lahan kering Sumatera Selatan cukup potensial bagi pengembangan kedelai.

Pengaruh interaksi galur/varietas x lokasi yang nyata menyebabkan terjadinya perubahan peringkat galur/ varietas dari suatu lokasi ke lokasi yang lain dan hal ini akan menyulitkan dalam mengidentifikasi varietas yang beradaptasi luas. Varietas yang beradaptasi luas lebih diinginkan dibandingkan dengan varietas beradaptasi

sempit (spesifik). Dengan menggunakan metode analisis stabilitas yang dikemukakan oleh Lin dan Binns (1988) telah diidentifikasi varietas/galur yang lebih sesuai (beradaptasi lebih luas), yaitu W3898-14-3, K3911-66/ D3578-3-2, dan D3578-3/MLG 3072-15 dengan nilai parameter Pi paling rendah (Tabel 7). Semakin rendah atau kecil nilai Pi suatu varietas/galur, semakin baik atau stabil varietas/galur tersebut. Arsyad et al. (2004) me-laporkan bahwa galur K3911-66/D3578-3-2 mampu memberi hasil 2,4-2,6 t/ha dengan masukan rendah dan dengan masukan sedang menghasilkan 2,9-3,1 t/ha pada lahan kering di Kabupaten Lampung Selatan pada MH 2003. Galur K3911-66/D3578-3-2 menunjukkan adaptasi yang baik pada lahan kering di Lampung dan Sumatera Selatan.

Di samping parameter Pi sebagai kriteria pemilihan galur/varietas, frekuensi peringkat yang lebih tinggi juga dapat digunakan untuk memilih varietas/galur yang diinginkan. Semakin tinggi frekuensi suatu galur muncul sebagai peringkat tinggi (1, 2 atau 3) semakin luas adaptasi galur tersebut. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh galur W3898-14-3, D3578-3/MLG 3072-15, W3465-27-2 dan K3911-66/D3578-3-2 dengan frekuensi peringkat 1, 2 atau 3 yang lebih tinggi (Tabel 8). Galur W3898-14-3 berasal dari persilangan varietas Wilis x No. 3898 (lokal Bali) dan telah dilepas dengan nama Seulawah. No. 3898 berumur dalam, batang kokoh, polong lebat, daun hijau tua, warna biji kuning kehijauan. Galur D3578-3/MLG 3072-15 berasal dari persilangan galur D3578-3 x MLG 3072. MLG 3072 tergolong toleran kekeringan, biji kecil dan berwarna kuning kehijauan. Galur W3465-27-2 berasal dari persilangan Wilis x No. 3465 dan telah dilepas dengan nama Ratai. No. 3465 adalah koleksi plasma nutfah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Tabel 8. Peringkat hasil galur/varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan.

Peringkat hasil Frekuensi peringkat Galur L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 Rata- 1 2 3 Jum-rata lah W3578-16/TGX1448-5 13 13 8 10 6 12 3 4 13 10 8 3 8,6 - - 2 2 W3578-16/TGX1448-9 5 2 5 11 7 3 6 13 7 9 9 6 6,9 - 1 1 2 W3578-16/TGX1448-10 11 3 10 5 1 7 10 10 10 11 14 11 8,6 1 - 1 2 K3911-66/D3578-3-2 3 6 4 2 9 8 2 11 9 7 5 4 5,8 - 2 1 3 D3578-3/K3911-66-1 7 9 1 9 14 4 9 14 8 14 13 9 9,3 1 - - 1 D3578-3/K3911-66-2 6 8 11 14 12 13 8 8 4 12 12 14 10,2 - - - -D3578-3/K3911-66-3 2 10 12 6 13 1 4 12 5 4 11 12 7,7 1 1 - 2 K3911-66/D3623-5-4 12 12 13 7 5 5 11 6 2 5 3 2 6,9 - 2 1 2 D3578-3/3072-11 11 14 9 12 10 14 14 5 1 1 7 7 8,8 2 - - 2 D3578-3/3072-15 8 11 7 4 3 9 5 2 11 3 1 1 5,4 2 1 2 5 W3898-14-3 1 5 3 1 2 10 1 1 3 8 2 8 3,8 4 2 2 8 W3465-27-2 4 1 2 3 8 6 7 3 6 13 10 13 6,3 1 1 2 4 Tanggamus 9 4 6 8 4 2 13 9 12 6 4 5 6,8 - 1 - 1 Wilis 14 7 14 13 11 11 2 7 14 2 6 10 9,3 - 2 - 2

(6)

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor yang memiliki sifat toleran lahan masam. Galur K3911-66/D3578-3-2 berasal dari per-silangan varietas Tanggamus x galur D3578-3. Adaptasi yang baik galur/ varietas tersebut pada lahan kering Sumatera Selatan berkaitan dengan latar belakang genetik galur/varietas tersebut. Hasil analisis berdasarkan frekuensi peringkat nampak sejalan dengan hasil pendugaan parameter Pi.

KESIMPULAN

1. Hasil kedelai nyata dipengaruhi oleh lokasi, galur, dan interaksi lokasi x galur. Pengaruh pupuk, interaksi pupuk x galur, dan lokasi x pupuk x galur terhadap hasil hanya nyata pada MT III. Tinggi tanaman, jumlah polong dan bobot 100 biji pada MT III dipengaruhi oleh lokasi dan pupuk, sedangkan galur mempengaruhi tinggi tanaman dan bobot 100 biji.

2. Berdasarkan parameter Pi terkecil (jarak kuadrat tengah respon galur dan respon maksimum) dan frekuensi peringkat tertinggi telah diidentifikasi galur-galur yang lebih sesuai pada lahan kering masam Sumatera Selatan, yaitu W3898-14-3 (varietas Seulawah), K3911-66/D3578-3-2, dan D3578-3/MLG 3072-15 dengan potensi hasil >2,5 t/ha dan rata-rata 1,8 t/ha.

DAFTAR PUSTAKA

Akhter, M. and C. H. Sneller. 1996. Genotype x planting date interaction and selection of early maturing soybean genotypes. Crop Sci. 36:883-889.

Arsyad, D.M., A. Tanjung, I.Nasution, dan Asadi. 1996. Pembentukan varietas unggul kedelai toleran lahan kering masam: I. Keragaman genetik dan pemilihan tetua. p.87-92. Dalam: Sumarno et al. (eds): Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. PERIPI Jawa Timur.

Arsyad, D.M., H. Kuswantoro, A. Nur, dan Purwantoro. 2004. Analisis interaksi genotipe x lingkungan galur-galur kedelai toleran lahan kering masam. Laporan Teknis Balitkabi 2003. 28p.

Clark, R.B. 1982. Plant response to mineral element toxicity and deficiency, p. 71-142. In M.N. Christiansen dan C.F. Lewis (eds). Breeding plants for less favorable environment. John Wiley & Sons N.Y.

Kang, M. S. 1990. Understanding and utilization of genotype by environment interaction in plant breeding, p. 52-68. In M.S. Kang (ed.). Genotype by environment interaction and plant breeding. Louisiana State Univ. Agr. Center. 392p.

Kuswantoro, H. 2004. Analisis genetik toleransi kedelai terhadap tanah masam. Ringkasan disertasi, Univ. Brawijaya, Malang. 37p.

Kuswantoro, H. dan D. M. Arsyad. 2002. Hubungan antarsifat kuantitatif kedelai pada lahan kering masam. p.311-317. Dalam: I.K. Tastra et al. (eds.). Peningkatan produktivitas, kualitas, dan efisiensi sistem produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian menuju ketahanan pangan dan agribisnis. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Lee, H.S. 1989. Effect of soil acidity on growth, yield and it’s varietal difference in soybean, p: 1030-1035. In A.J. Pascale (ed). Proceeding on World Soybean Research Conference IV. Buenos Aires, Argentina.

Miller, J. E. 1989. Implications of genotype-environment interaction, p. 2303-2319. In A.J. Pascale (ed). Proceeding on World Soybean Research Conference IV. Buenos Aires.

Pfeiffer, T.W., L.J. Grabau, and J.H. Orf. 1995. Early maturing soybean production system: Genotype x environment interaction between regions of adaptation. Crop Sci. 35:108-112.

Sartain, J.B. and E.J. Kamprath. 1978. Aluminum tolerance of soybean cultivar based n root elongation in soil culture compared with growth in acid soil. Agron. J. 70(1):17-20. Sumarno, T. Sutarman, and Soegito. 1989. Grain legumes breeding

for wetland and for acid soil adaptation. Cent. Res.Inst. For Food Crops. 63 p.

Gambar

Tabel 1. Lokasi dan waktu percobaan kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan.
Tabel 4.  Hasil galur/varietas kedelai di lahan kering Sumatera Selatan, MT III 2004 dan MT I 2004/2005.
Tabel 5. Data analisis tanah lokasi percobaan di lahan kering Sumatera Selatan.
Tabel 8. Peringkat hasil galur/varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik 2.2 diatas, faktor penyebab perceraian di Kota Semarang yakni sebesar 52% kasus perceraian didominasi oleh faktor tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga..

Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di

Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan materi yang diperoleh.. Siswa melakukan investigasi dengan arahan guru

(Moh.Faisal Salam, 2007:4) Sedangkan pengertian pekerja harian lepas adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat

Pemodelan Porter 5 Forces dikembangkan pertama kali oleh Michael Porter. Porter 5 Force adalah tool yang digunakan untuk menganalisis bagaimana lingkungan yang kompetitif

Dari hasil perhitungan koefisien korelasi dari 3 (tiga) variabel yang telah ditentukan yakni komunikasi interpersonal atasan bawahan, persepsi terhadap gaya

Pengaruh CH dan EM terhadap perubahan warna kalus pada media pembentukan embrio somatik manggis klon Leuwiliang dari eksplan batang muda.. in vitro ,