• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Teori mempunyai peranan yang besar dalam riset, karena teori mengandung tiga hal: pertama, teori adalah serangkaian proposisi antarkonsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Singarimbun, 2006).

Sementara Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004:6) menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah : 2.1.1 Public Relations (PR)

Public relations (PR) menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun non-komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak. Sebenarnya, PR terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya. Setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami PR, kecuali jika ia terisolasi dan tidak menjalin kontak dengan manusia lainnya.

Danandjaja (2011) mengungkapkan bahwa pengertian public relations mencakup kepada arti yang luas dan sulit untuk didefinisikan seperti halnya pendapat publik. Namun untuk memperoleh pemahaman akan public relations, secara singkat dapat diuraikan antara lain:

a. Public relations itu adalah pembedaan fungsi manajemen yang secara fungsional memiliki peran membantu organisasi dan publiknya untuk saling mempercayai dan saling menyesuaikan.

b. Public relations itu selalu mengabdi kepada kepentingan publik.

c. Public relations itu adalah falsafah sosial manajemen ketika mengambil suatu keputusan bagi suatu kebijaksanaan, agar tercipta opini publik yang sehat.

(2)

d. Dalam praktiknya public relations itu membantu terciptanya kerjasama, saling pengertian, dan saling menerima antara publik dan organisasi, dan pada tahap lanjut akan tercipta keuntungan bersama (mutual favourable).

e. Internal Communication dan External Public Relations atau External Communication.

f. Dilihat dari prosesnya, maka public relations mempunyai dua bentuk kegiatan yaitu Internal Public Relations atau internal relations.

Dengan demikian pengertian public relations itu sendiri bila dilihat dalam studi ilmu komunikasi, maka akan mempunyai arti public relations merupakan salah satu bentuk spesialisasi dari ilmu komunikasi yang bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian dan kerjasama antar publik dengan jalan komunikasi timbal-balik; untuk mencapai tujuan bersama atas dasar saling menguntungkan.

Cutlip dan Center (dalam Broom et al, 2006) mengemukakan definisi public relations sebagai suatu kegiatan komunikasi dan penafsiran, serta komunikasi-komunikasi dan gagasan-gagasan dari suatu lembaga kepada publiknya, serta pendapat dari publiknya itu kepada lembaga tadi, dalam usaha yang jujur untuk menumbuhkan kepentingan bersama sehingga dapat tercipta suatu persesuaian yang harmonis dari lembaga itu dengan masyarakatnya.

Definisi Cutlip dan Center diatas menggambarkan adanya ciri khas dari public relations, yaitu suatu kegiatan timbal balik antara lembaga dengan publiknya. Tidak saja melakukan kegiatan kepada publik yang ada di luar lembaga, tetapi juga pihak publiknya melakukan kegiatan terhadap lembaga itu, sehingga terjadilah suatu pengertian bersama dalam meraih kepentingan bersama. Dalam proses komunikasinya, public relations tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menerima.

2.1.1.2 Fungsi dan Tugas Public Relations

Emery (dalam Liliweri, 2011) menyebutkan fungsi public relations sebagai upaya yang terencana dan terorganisir dari sebuah perusahaan atau lembaga untuk menciptakan hubungan-hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai publiknya. Fungsi utama public relations adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga atau organisasi dengan publik, intern maupun ekstern dalam rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan iklim pendapat umum (opini publik) yang menguntungkan lembaga (organisasi).

(3)

Fungsi utama hubungan masyarakat menurut Bernays (2002) yaitu memberikan penerangan kepada masyarakat, melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung, dan berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga sesuai dengan sikap dengan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.

Ciri khusus fungsi utama hubungan masyarakat menurut Bernays (2002) yaitu menunjukkan kegiatan tertentu (activities), kegiatan yang jelas, adanya perbedaan khas dengan kegiatan lain (different), terdapat suatu kepentingan tertentu (important), adanya kepentingan bersama (common interest), terdapat komunikasi dua arah secara timbal balik (reciprocal two ways traffic communication).

Fungsi Public Relations Officer ketika menjalankan tugas dan operasionalnya, baik sebagai komunikator dan mediator, maupun organisator, menurut Effendy (dalam Ruslan, 2007) adalah sebagai berikut:

1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publik internal dan publik eksternal.

3. Menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publiknya dan menyalurkan opini publik kepada organisasi.

4. Melayani publik dan menasihati pimpinan organisasi demi kepentingan umum. 5. Operasionalisasi dan organisasi PR adalah bagaimana membina hubungan harmonis

antara organisasi dengan publiknya, untuk mencegah terjadinya rintangan prikologis, baik yang ditimbulkan dari pihak organisasi maupun dari pihak publiknya.

Umumnya, tugas public relations dalam perusahaan adalah sebagai berikut (Rumanti, 2002:39):

1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik, agar publik mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan, serta kegiatan yang dilakukan.

2. Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat. Disamping itu, menjalankan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat.

(4)

3. Memperbaiki citra organisasi. Bagi PR, menyadari citra yang baik tidak hanya terletak pada bentuk gedung, presentasi, publikasi, dan seterusnya. Tetapi, terletak pada:

a. Bagaimana organisasi bisa mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan, mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi.

b. Dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen yang kompleks.

4. Tanggung jawab sosial. PR merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Suatu organisasi mempunyai kewajiban dalam pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab. 5. Komunikasi. PR mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal

balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya.

Cutlip and Center (dalam Kusumastuti, 2004) menyatakan tugas PR perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Mendidik melalui kegiatan nonprofit suatu publik untuk menggunakan barang atau jasa instansinya.

2. Mengadakan usaha untuk mengatasi salah paham antara instansi dengan publik. 3. Meningkatkan penjualan barang atau jasa.

4. Meningkatkan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari.

5. Mendidik dan meningkatkan tuntutan serta kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

6. Mencegah pergeseran penggunaan barang atau jasa yang sejenis dari pesaing perusahaan oleh konsumen.

Inti tugas public relations adalah sinkronisasi antara informasi dari perusahaan dengan reaksi dan tanggapan publik, sehingga mencapai suasana akrab, saling mengerti, dan muncul suasana yang menyenangkan dalam interaksi perusahaan dengan publik. Persesuaian yang menciptakan hubungan harmonis dimana satu sama lain saling memberi dan menerima hal-hal yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Pada dasarnya, bentuk-bentuk kegiatan

(5)

public relations atau relasi yang dibangun, dijaga, dan dikembangkan melalui kegiatan public relations adalah relasi dengan para stakeholder organisasi.

Hubungan yang harmonis dalam membicarakan masalah bentuk kegiatan public relations mencakup kepada arti (Danandjaja, 2011:31):

a. Public Relations harus mampu menciptakan kerjaama diantara publik yang mempunyai kepentingan.

b. Public Relations harus dapat menumbuhkan saling pengertian diantara publik yang mempunyai kepentingan.

c. Public Relations harus dapat menciptakan tumbuhnya rasa kepuasan bersama diantara publik yang berkepentingan.

Oleh karenanya dalam praktiknya antara fungsi, tujuan dan bentuk kegiatan public relations saling berhubungan. Dengan demikian maka adapun bentuk kegiatan dari public relations terbagi atas dua hal (Danandjaja, 2011:31):

1. Internal Public Relations

Adalah bentuk kegiatan public relations yang menitikberatkan kegiatannya kepada bentuk hubungan dengan publik yang ada dalam instansi atau perusahaan tersebut. Publik dalam kegiatan internal public relations dapat dilihat dalam beberapa bentuk yang terbatas, seperti:

a. Hubungan dengan publik karyawan (employee relations)

Kegiatan internal yang menitikberatkan kepada hubungan antara pimpinan dengan karyawan yang mencakup beberapa bentuk kegiatan. Kegiatan tersebut seperti halnya penempatan dan pemindahan karyawan, penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat dan kondite karyawan, pemutusan hubungan kerja, dan pensiun jaminan sosial.

b. Hubungan manusiawi (human relations)

Kegiatan internal sebagai usaha untuk menciptakan hubungan yang bersifat manusiawi antara seorang manajer perusahaan dengan publik karyawan. Tujuan dan bentuk hubungan ini adalah untuk menumbuhkan kepercayaan diri karyawan terhadap masalah yang dihadapinya melalui cara bimbingan (public relations counseling).

(6)

c. Hubungan dengan publik buruh

Salah satu bentuk dari kegiatan internal yang diarahkan kepada usaha untuk memelihara hubungan antara manajer dengan publik buruh.

d. Hubungan dengan publik pemegang saham (stakeholder relations)

Bentuk kegiatan internal yang diarahkan bagi usaha untuk menciptakan saling pengertian kerjasama antara publik pemegang saham dengan manahemen yang dijalankan oleh perusahaan.

2. External Public Relations

Adalah salah satu bentuk kegiatan public relations yang ditujukan kepada publik yang berada diluar perusahaan atau instansi. Didalam praktiknya, external public relations ini bertujuan untuk mencari serta mendapatkan dukungan dari publik yang berada di luar perusahaan tersebut. Adapun bentuk kegiatannya antara lain:

a. Hubungan dengan pers (press relations)

Bentuk kegiatan eksternal yang ditujukan kepada pihak pers. Dalam praktiknya tujuan dari kegiatan press relations ini adalah untuk memberikan informasi mengenai sesuatu kegiatan yang dilakukan perusahaan melalui pers dimana pada tahap selanjutnya pers akan menyebarkan informasi tersebut melalui pemberitaannya kepada masyarakat luas.

b. Hubungan dengan pihak pemerintah (government relations)

Bentuk kegiatan eksternal yang ditujukan kepada kegiatan menyelenggarakan hubunan dengan pihak pemerintahan. Dalam praktiknya menurut Bertram R. Canfield dan Frazier Moore dalam buku mereka “Public Relations, Principles Keys and Problem” menjelaskan adapun penyelenggaraan dari kegiatan eksternal public relations itu mencakup kepada hubungan dengan lembaga eksekutif dan hubungan dengan lembaga legislatif.

c. Hubungan dengan publik pelanggan (customer relations)

Bentuk kegiatan eksternal yang diarahkan kepada menciptakan hubunan kepada pemakai jasa atau publik konsumen. Tujuan kegiatan ini ialah untuk promosi produk, memperluas langganan, memperoleh data untuk survei, dan lain sebagainya.

d. Hubungan dengan masyarakat (community relations)

bentuk kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan hubungan dengan masyarakat luas dengan mempergunakan bentuk-bentuk komunikasi seperti

(7)

periklanan, publisitas, pekan raya, retorika atau public speaking, pameran, dan lain sebagainya.

e. Hubungan dengan pihak pengedar (supplier relations)

Kegiatan external public relations yang ditujukan kepada menyelenggarakan hubungan dengan pihak pengecer.

f. Hubungan dengan pihak pendidikan (educational relations)

Kegiatan yang ditujukan kepada hubungan publik sekolah. Publik dalam pengertian ini ialah publik sekolah dasar, publik sekolah lanjutan pertama, dan publik sekolah lanjutan atas. Tujuan external public relations ini untuk memberi bantuan secara khusus kepada pengembangan bidang pendidikan seperti memberi sumbangan untuk menunjang biaya pendidikan.

2.1.1.3 Tujuan Public Relations

Public relations (PR) merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi ataupun perusahaan. Karena itu, tujuan dari PR sebagai bagian struktural organisasi tidak terlepas dari tujuan organisasi itu sendiri. Inilah yang oleh Oxley (dalam Iriantara, 2004) disebut sebagai salah satu prinsip public relations, yang menyatakan „Tujuan public relations jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif oraganisasi secara keseluruhan”. Oxley menyatakan tujuan public relations itu sendiri adalah mengupayakan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya.

Menurut Dozier dan Broom (dalam Ruslan, 2002) peranan PR dalam suatu organisasi terdiri dari empat kategori, yaitu:

1. Expert presciber: berperan karena pengalaman, kemampuan, dan keterampilan memecahkan persoalan.

2. Communication facilitator: berperan mendengar, menjelaskan kembali keinginan, kebijakan, dan harapan organisasi.

3. Problem solving process facilitator: memfasilitasi kegiatan dalam proses pemecahan masalah.

4. Communication technician: menyediakan pelayanan teknis komunikasi.

Liliweri (2011) menyimpulkan bahwa PR berfungsi menumbuhkan hubungan baik antara segenap komponen pada suatu organisasi dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi, dan partisipasi. Semuanya bertujuan untuk menumbuhkan dan

(8)

mengembangkan pengertian dan kemauan baik publiknya serta memperoleh opini publik yang menguntungkan atau untuk menciptakan kerja sama berdasarkan hubungan yang baik dengan publik. Prestise atau citra yang baik, misalnya akan memberi manfaat yang sangat besar bagi organisasi, bahkan citra dan reputasi ini sering disebut sebagai aset terbesar perusahaan. Karena itu, reputasi mendapat perhatian yang sangat besar, dan manajemen reputasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan PR yang penting. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan citra dan reputasi organisasi atau perusahaan dapat dilakukan salah satunya dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangkaian kegiatan public relations.

2.1.1.4 Komunikasi dan Public Relations

Berkomunikasi yang baik dan efektif akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Komunikasi dua arah yang efektif harus dipandang sebagai satu-satunya alat manajemen PR yang dimanfaatkan dalam mengembangkan organisasi. Bagi PR, umpan balik lewat opini publik yang diciptakan akan membawa perbaikan, perubahan, dan perkembangan sebagai efeknya. Cara yang paling bernilai dan bermanfaat adalah adanya sikap terbuka untuk menerima umpan balik melalui pemantauan pihak-pihak yang terkait.

Burhan Bungin (dalam Morissan, 2008) mengungkapkan bahwa paling tidak ada empat hal utama yang membuat PR diakui sebagai bagian dari disiplin ilmu komunikasi, yaitu:

1. Kapasitasnya dalam mengelola informasi di luar media berdasarkan pertimbangan kepentingan yang paling memungkinkan sehingga informasi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

2. Kapasitasnya dalam mengelola informasi melalui media massa, sehingga informasi dapat disebarluaskan kepada segmen-segmen masyarakat yang diinginkan.

3. Kapasitas dalam melakukan pencitraan terhadap seluruh aktivitas komunikasi untuk membangun reputasi manajemen yang diinginkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang menjadi substansi keberadaan PR itu sendiri.

4. Pengelolaan semua aspek komunikasi itu juga memberi kapasitas kepada PR untuk bernegosiasi dengan pihak-pihak tertentu.

Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila PR sebagai komunikator melakukan pemeriksaan atau menganalisis kondisi komponen-komponen dalam proses komunikasi.

(9)

Komponen tersebut antara lain ialah komunikator, pesan, media, sasaran, gangguan-gangguan, umpan balik, hingga efek yang kemungkinan terjadi. Misalnya, siapa orang yang menjadi sasaran sebuah program? Pesan apa yang sesuai dengan kebutuhan sasaran tersebut? Atau efek apa yang diinginkan terjadi? Upaya memeriksa komponen-komponen tersebut harus didasari data-data empiris dan terpercaya (Kriyantono, 2012:3)

Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, Wilbur Schramm (dalam Effendy, 2002) menampilkan apa yang ia sebut “the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Bagi PR, dalam melaksanakan fungsi dan kegiatannya berpusat pada komunikasi. Komunikasi memiliki peran yang besar dalam public relations, diantaranya (Rumanti, 2002: 86):

1. Komunikasi dalam PR merupakan titik sentral.

2. Dalam setiap proses komunikasi, hubungan kemanusiaan merupakan proses yang menyangkut kepribadian, sikap, dan tingkah laku yang terjadi pada orang-orang yang terlibat.

3. PR dalam fungsinya melaksanakan komunikasi persuasif dua arah disemua bidang kegiatan dengan maksud memberi motivasi kerja, bertanggung jawab, dan produktif. 4. Atas dasar pengertian tersebut, terlihat bahwa komunikasi timbal balik dalam PR merupakan proses integrasi antarmanusia, bukan hanya hubungan antarmanusia (human relations) saja.

(10)

Menurut James E. Grunig (dalam Ruslan, 2003), dalam perkembangan public relations dalam konsep dan praktik dalam proses komunikasi terdapat empat model (four typical ways of conceptual and practicing communication), yaitu:

1. Model Publicit or Press Agentry. Model komunikasi ini merupakan model komunikasi satu arah. dalam model ini Komunikator hanya memberikan informasi dan tidak terlalu mengkhawatirkan feedback yang datang dari publik. Model ini memiliki ciri khas yaitu bersifat persuasif untuk mempengaruhi publik seperti yang direncanakan komunikator sehingga publik merasa tertarik dengan informasi yang diberikan.

2. Model Public Information. Model ini masih merupakan model komunikasi satu arah, namun model ini tidak menggunakan sifat persuasif atau promosi melainkan hanya memberikan informasi. model ini mewakili praktik public relations di pemerintahan, organisasi nirlaba, lembaga pendidikan dan beberapa korporasi. ciri khas model ini adalah penggunaan media (koran,brosur,majalah) yang memberikan informasi mengenai perusahaan dan berisi lebih banyak kebenaran. model ini tidak menggunakan riset terlebih dahulu.

3. Model Two Way Asymmetrical. Model ini menggunakan komunikasi dua arah namun masih tidak seimbang. Model ini melakukan riset ilmu sosial terlebih dahulu untuk mengetahui efektivitas pesan yang akan disampaikan serta melakukan perencanaan sehingga mendapat dukungan dari publik. pihak komunikator tidak menggunakan banyak sumber daya untuk mengetahui reaksi publik.

4. Model Two Way Symmetrical. Model ini menggunakan komunikasi dua arah dan lebih seimbang. model ini menggunakan penyesuaian dan penyelesaian masalah yang terjadi sehingga organisasi maupun publik mendapatkan pengertian dan pemahaman yang sama. model ini lebih baik karena saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

Program CSR PT Inalum (Persero) “Bedah Rumah” menggunakan model komunikasi public relations yaitu model two way asymmetrical. Pada model komunikasi ini, PR melakukan kampanye melalui komunikasi dua arah, dan penyampaian pesan-pesan berdasarkan hasil riset serta strategi komunikasi persuasif publik secara alamiah (scientific persuasive). Unsur kebenaran informasi diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka sesuai harapan perusahaan. Dalam model ini, masalah „feedback‟ dan „feedforward‟ dari pihak publik diperhatikan, serta berkaitan dengan

(11)

informasi mengenai khalayak diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi, maka kekuatan membangun hubungan (relationship) dan pengambilan inisiatif selalu didominasi oleh si pengirim (sources). Komunikasi dalam PR yang selalu merupakan komunikasi timbal balik demi kepentingan semua pihak (Ruslan, 2003: 104).

Gambar 2.1 Komunikasi Public Relations Sumber: (Ruslan, 2003: 104)

2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, Corporate Social Responsibility ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. Dari sisi etimologis, CSR kerap diterjemahkan sebagai “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, ada juga yang menyebut dengan kewarganegaraan korporat (corporate citizenship), ada yang menamakannya juga corporate community relationship, atau juga yang menyebutnya organisasi berkelanjutan. Selain itu, juga ada yang menyebutnya tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam publikasinya Making Good Business Sense dalam Wibisono (2007) mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.

Menurut Chambers et.al. (dalam Iriantara, 2004) tanggung jawab sosial perusahaan adalah melakukan tindakan sosial (termasuk lingkungan hidup) lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan perundang-undangan. Secara singkat, CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan yang bersifat sukarela. CSR adalah konsep yang mendorong organisasi untuk memiliki tanggung jawab sosial secara seimbang kepada

(12)

pelanggan, karyawan, masyarakat, lingkungan, dan seluruh stakeholder. Sedangkan program charity dan community development merupakan bagian dari pelaksanaan CSR.

Ada dua cara melihat pertumbuhan CSR (Butterick, 2013:96):

a. Bahwa CSR merupakan sebuah perkembangan positif di mana perusahaan benar-benar terlibat dalam hubungan yang aktif dan berarti, serta merupakan suatu contoh komunikasi simetris dimana perusahaan dapat terlihat dalam komunikasi dengan para pemangku kepentingan, mendengarkan dan mengubah tindakan mereka sebagai hasil dari interaksi yang terjadi.

b. Bahwa CSR tidak lebih dari suatu aktivitas PR yang terinspirasi. Contoh taktik PR yang lain untuk menghadirkan sesuatu yang bisa diterima oleh dunia luar. Namun begitu, secara umum praktik PR dapat dibagi ke dalam dua jenis kegiatan yang terpisah, yakni sosial dan lingkungan.

Setidaknya, ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya (Wibisono, 2007: 71):

1. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat.

2. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan keuntungan dari masyarakat, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.

3. Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial.

Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor (Wibisono, 2007: 71):

1. Terkait dengan komitmen pimpinannya. Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan diharap akan memperdulikan aktivitas sosial. 2. Menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan besar dan mapan lebih

mempunyai potensi memberi kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan.

(13)

3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin amburadul regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.

Prince of Wales International Business Forum dalam Wibisono (2007) mengusung lima pilar dalam lingkup penerapan CSR. Pertama, upaya perusahaan untuk menggalang dukungan SDM, baik internal (karyawan) maupun eksternal (masyarakat sekitar). Caranya adalah dengan melakukan pengembangan dan memberikan kesejahteraan kepada mereka. Istilahnya, building human capital. Kedua, memberdayakan ekonomi komunitas. Istilahnya, strengthening economies. Ketiga, menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik. Istilahnya, assessing social cohesion. Keempat, mengimplementasikan tata kelola yang baik. Istilahnya, encouraging good corporate governance. Kelima, memperhatikan kelestarian lingkungan. Istilahnya, protecting the environment.

Menurut Wibisono (2007: 119) pelaksanaan program CSR dapat dikelola berdasarkan pola sebagai berikut:

a. Program sentralisasi, yaitu perusahaan sebagai pelaksana atau penyelenggara utama kegiatan.

b. Program disentralisasi, yaitu kegiatan dilaksanakan di luar area perusahaan. Perusahaan berperan sebagai pendukung kegiatan tersebut baik dalam bentuk bantuan dana, material maupun sponsorship.

c. Program kombinasi, yaitu pola yang dapat dilakukan terutama untuk program-program pemberdayaan masyarakat, dimana inisiatif, pendanaan maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengan beneficiary.

Menurut Wibisono (dalam Kriyantono, 2008) terdapat empat tahapan CSR, yaitu: 1. Tahap Perencanaan

Terdiri dari tiga langkah utama, yaitu:

a. Awareness Building, merupakan langkah utama membangun kesadaran pentingnya CSR dan komeitmen manajeman, upaya ini dapat berupa seminar, lokakarya, dan lain-lain.

(14)

b. CSR Assessement, merupakan upaya memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasikan aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif.

c. CSR Manual Building, dapat melalui bencmarking yaitu menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.

2. Tahap Implementasi

Terdapat beberapa poin yang penting diperhatikan, yaitu pengorganisasian (organizing) sumber daya, penyusunan (staffing), pengarahan (direction), pengawasan atau koreksi (controlling), pelaksanaan sesuai rencana, dan penilaian (evaluation) tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.

3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

4. Pelaporan

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Perusahaan yang menjalankan program Corporate Social Responsibility dengan sepenuh hati akan memperoleh sejumlah manfaat sebagai berikut (Wibisono, 2007: 78):

1. Bagi Perusahaan. Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital). Ketiga, perusahaam dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan

(15)

keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen resiko (risk management).

2. Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek CSR akan mengharagai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut.

3. Bagi lingkungan, praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya.

4. Bagi negara, praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan.

2.1.2.1 Program “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero)

Program “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero) merupakan bentuk kegiatan CSR dan PKBL dalam bidang sosial khusunya kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya merenovasi rumah Veteran TNI dan masyarakat kurang mampu saja, PT Inalum (Persero) juga memberikan sumbangsih berupa cindera mata untuk penerima bantuan bedah rumah. Selama pembangunan renovasi rumah para Veteran TNI dan masyarakat kurang mampu, PT Inalum (Persero) melaksanakan programnya secara kontinuitas. Perusahaan melakukan peninjauan terhadap proses pembangunan renovasi dan melakukan wawancara khususnya kepada Veteran TNI yang belakangan ini merasa kurang diperhatikan.

Program “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero) melalui beberapa proses. Berikut adalah proses pelaksanaan Program “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero):

1. Permohonan dari Desa atau masyarakat masuk ke PT Inalum (Persero) dalam bentuk proposal. Namun terkadang PT Inalum (Persero) juga meminta rekomendasi penerima bedah rumah dari Pemerintah Desa atau Dinas Sosial setempat.

2. Calon yang diajukan dari Pemerintah Desa atau Dinas Sosial dilakukan survey oleh tim dari PT Inalum (Persero). Dalam report survey ditentukan calon tersebut layak atau tidak menerima bantuan bedah rumah. Kemudian tim dari PT Inalum (Persero)

(16)

menetapkan daftar nama-nama yang layak menerima bantuan bedah rumah untuk tahun anggaran tersebut.

3. Internal CSR atau PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) meminta persetujuan kepada atasan atau manajemen PT Inalum (Persero) untuk pelaksanaan bedah rumah.

4. Pembedahan dilaksanakan dengan cara membuat perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Desa dan menggunakan tenaga lokal setempat yang terdapat pada Desa tersebut untuk pembangunan bedah rumah.

5. Tim dari PT Inalum (Persero) memantau pekerjaan fisik. 6. Serah terima terhadap penerima bantuan bedah rumah.

2.1.3 Citra Perusahaan

Bill Canton (dalam Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004) mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi. Jadi citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi.

Menciptakan citra yang positif terhadap perusahaan merupakan tujuan utama bagi seorang public relations. Citra merupakan suatu penilaian yang sifatnya abstrak yang hanya bisa dirasakan oleh perusahaan dan pihak-pihak yang terkait. Citra yang ideal merupakan impresi yang benar, yang sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya.

Banyak sekali perusahaan atau organisasi yang sangat memahami perlunya memberi perhatian yang cukup untuk membangun suatu citra yang menguntungkan bagi suatu perusahaan tidak hanya melepaskan diri terhadap terbentuknya suatu kesan publik yang negatif. Dengan perkataan lain, citra perusahaan adalah fragile commodity (komoditas yang rapuh atau mudah pecah). Namun, kebanyakan perusahaan juga meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang.

PT Inalum (Persero) telah melaksanakan berbagai program CSR sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap lingkungan sekitar. Namun disamping itu masih terdapat pula masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Seperti contohnya masyarakat lingkungan sekitar PT

(17)

Inalum (Persero) yang berada di Kabupaten Batubara, yang memberikan protes berupa demonstrasi terhadap perusahaan terkait rendahnya putra-putri daerah yang lulus ujian masuk karyawan karena kompetensinya kurang dengan pelamar dari Kota Medan dan daerah Indonesia lainnya.

Menyikapi perihal protes masyarakat tersebut, PT Inalum (Persero) melakukan pendampingan atau pelatihan guna meningkatkan kompetensi masyarakat seperti putra-putri daerah. Tentunya masyarakat tersebut harus melewati seleksi terlebih dahulu sebelum mengikuti pelatihan. Kemudian perusahaan juga melakukan audiensi atau ramah tamah seperti pertemuan di Kantor PT Inalum (Persero) dengan beberapa masyarakat perwakilan yang melakukan demonstrasi, dan dilanjutkan dengan audiensi.

Bagi PT Inalum (Persero) menjalankan berbagai Program Kemitraan dan Bina lingkungan (PKBL) dan CSR sangatlah penting. Begitu juga dengan menjaga citra perusahaannya agar selalu positif. Baik di kehidupan bermasyarakat, maupun di lingkungan persaingan bisnis. Perusahaan yang memiliki citra positif, baik terhadap lingkungan maupun masyarakat, akan memiliki hubungan bisnis yang baik pula.

Jefkins (dalam Ruslan, 2008) menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan. Jalaluddin Rakhmat (dalam Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004) menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut realitas. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang.

Menurut Frank Jefkins (dalam Ruslan, 2008) ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat, dan dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai berikut:

1. Citra Cermin (mirror image)

Merupakan citra yang dianut oleh orang dalam atau anggota-anggota organisasi mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra ini timbul karena kurangnya informasi, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi mengenai pendapat pihak luar, jadi hanya berupa ilusi. Citra bayangan cenderungan pada persepsi positif. Contohnya sebuah perusahaan yang sudah dikenal publik terlibat masalah. Untuk menanggapi masalah tersebut

(18)

pimpinan direktur perusahaan langsung bertemu dengan publik untuk konfirmasi terhadap masalah yang sedang dihadapi perusahaan.

2. Citra kini (current image)

Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan atau organisasi atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Berdasarkan pengalaman dan informasi yang kurang baik penerimaannya, sehingga dalam posisi tersebut pihak humas akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk (prejudice), dan hingga muncul kesalahpahaman (missunderstanding) yang menyebabkan citra kini ditanggapi secara tidak adil atau bahkan memperoleh kesan negatif. Contohnya citra yang sudah tertanam di masyarakat tentang sebuah perusahaan, akan terus tertanam dibenak eksternal perusahaan yaitu publik atau masyarakat.

3. Citra yang diinginkan (wish image)

Citra yang diinginkan adalah apa yang diinginkan dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga atau perusahaan maupun produk yang ditampilkan untuk lebih dikenal (good awareness), menyenangkan, dan diterima dengan kesan yang selalu positif yang diberikan oleh publiknya (take and give). Contohnya sebuah perusahaan yang masih ditentang keberadaannya biasanya mengadakan program CSR untuk membentuk citra positif.

4. Citra perusahaan (corporate image)

Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya. Mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang pemasaran,hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial. Dalam hal ini PR berupaya atau bahkan ikut bertanggungjawab untuk mempertahankan citra perusahaan, agar mampu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi (liquid) untuk berkompetisi di pasar bursa saham. Contohnya pada perusahaan yang baru terbentuk, perusahaan tersebut akan membuat image yang baik dengan cara promosi yang sedemikian rupa baik.

5. Citra serbaneka (multiple image)

Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan sebelumnya. Citra yang beraneka ragam (banyak) yang hampir sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. Image yang bermacam-macam dari publik terhadap perusahaan akibat penyampaian, sikap, maupun tingkah laku yang

(19)

berbeda dari setiap individu (karyawan) yang mewakili perusahaan tersebut dengan tujuan perusahaan. PR akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas perusahaan, atribut logo, brand’s name, seragam, front liner, sosok gedung, dekorasi lobby kantor, dan penampilan para profesionalnya. Semua diidentikkan ke dalam suatu citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. Misalnya sebuah perusahaan sejak awal berdiri memproduksi produk yang segmentasinya adalah anak muda. Sehingga citra yang terbentuk menjadi citra majemuk.

6. Citra penampilan (performance image)

Lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja penampilan diri para profesional pada perusahaan tersebut. Misalnya dalam memberikan berbagai bentuk kualitas pelayanannya, menyambut telepon, tamu, pelanggan serta publiknya, harus serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. Contohnya seorang Manager PR sebuah perusahaan minyak dan gas mengangkat telepon dari seorang reporter sebuah majalah bulanan. Manager PR tersebut menjawab telepon dengan menyebutkan identitas diri sebelum memulai topik pembicaraan. Hal tersebut merupakan tindakan yang bersahabat dan beretika.

Citra perusahaan dapat dilihat, antara lain dari riwayat perusahaan, keberhasilan di bidang keuangan, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, dan tanggung jawab sosialnya. Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terangkum dalam kegiatan Corporate Social Responsibility, seperti yang dilakukan oleh PT Inalum (Persero) dengan menyelenggarakan program Corporate Social Responsibility “Bedah Rumah”. Program CSR yang dilaksanakan dengan baik dan berhasil akan berdampak positif terhadap citra perusahaan maupun produknya.

Citra seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Solomon (dalam Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004), menyatakan semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan.

(20)

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoene (dalam Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004), dalam laporan penelitian tentang tingkah laku konsumen sebagai berikut:

Stimulus Respon

Rangsang Perilaku

Gambar 2.2 Model Pembentukan Citra Pengalaman mengenai Stimulus Sumber: Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004

Public relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi, kognisi, motivasi, sikap. Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Empat komponen persepsi, kognisi, motivasi, sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang. Walter Lipman menyebut ini sebagai “picture in our head” (Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004).

a. Persepsi

Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang tersebut. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. b. Kognisi

Yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu

Kognisi

(21)

harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang.

c. Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sedangkan sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan.

d. Sikap

Sikap mengandung aspek evaluative, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap juga dapat diperteguh atau diubah. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu.

Berikut ini adalah bagan dari orientasi public relations, yakni image building (membangun citra), dapat dilihat sebagai model komunikasi dalam public relations (Soemirat, Soleh dan Ardianto 2004).

Gambar 2.3 Orientasi Public Relations Sumber: Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004

(22)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat krtitis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2005: 40). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel atau komponen.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas merupakan segala faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut variabel terikat. Tanpa variabel ini maka variabel berubah, sehingga akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain sama sekali tidak muncul (Nawawi, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tahap implementasi program CSR “Bedah Rumah”.

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat merupakan sejumlah gejala ataupun faktor maupun unsur yang ada ataupun muncul, dipengaruhi, atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 2005). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah citra PT Inalum (Persero).

Variabel Bebas (X) Tahap Implementasi Program CSR “Bedah

Variabel Terikat (Y) Citra PT Inalum (Persero)

(23)

2.3 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dibuat operasionalisasi variabel yang berfungsi membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Tahap Implementasi Program CSR “Bedah Rumah”

Tahap implementasi Program CSR “Bedah Rumah” sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan:

a. Organizing b. Staffing c. Direction d. Controlling e. Pelaksanaan f. Evaluation Variabel Terikat (Y)

Citra PT Inalum (Persero)

Pembentukan citra: a. Persepsi b. Kognisi c. Motivasi d. Sikap 2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Maka variabel yang terdapat dalam penelitian ini perlu didefinisikan sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (Program CSR “Bedah Rumah”)

Tahap implementasi Program CSR “Bedah Rumah” sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan:

a. Organizing, yaitu pengorganisasian suatu langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

(24)

b. Staffing, yaitu penyusunan, penarikan, pengembangan sumber daya manusia untuk mencapai suatu tujuan.

c. Direction, yaitu pengarahan sumber daya manusia untuk bekerja sama, memberi bimbingan, agar program dapat berjalan sesuai perencanaan.

d. Controlling, yaitu pengawasan atau koreksi atas suatu kinerja agar tujuan tercapai dengan benar.

e. Pelaksanaan, yaitu pelaksanaan program yang direncanakan sebelumnya. f. Evaluation, yaitu penilaian atas tujuan yang telah tercapai.

2. Variabel Terikat (Citra PT Inalum (Persero)) Pembentukan citra, yaitu:

a. Persepsi, yakni hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan.

b. Kognisi, yakni suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.

c. Motivasi, yaitu keadaan diri yang mendorong keinginan demi mencapai sebuah tujuan.

d. Sikap, yakni kecendrungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.

2.5 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini tidak hanya berguna untuk memberi gambaran mengenai responden penelitian, tapi juga penting untuk melakukan analisis selanjutnya. Berikut adalah karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Jenis Kelamin, merupakan jenis kelamin responden penelitian. b. Usia, yaitu usia responden saat mengisi kuesioner penelitian. c. Pekerjaan, yaitu pekerjaan tetap responden penelitian.

d. Pendidikan Terakhir, merupakan pendidikan terakhir yang ditempuh responden sebelum melanjutkan untuk melakukan pekerjaan yang tetap.

e. Wilayah Tempat Tinggal, merupakan tempat tinggal responden yang menjadi target Program CSR “Bedah Rumah” PT Inalum (Persero).

f. Rata-rata Pendapatan per Bulan, merupakan pendapatan yang didapatkan oleh responden selama satu bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

(25)

2.6 Hipotesis

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi, hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Bungin, 2001: 90).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat hubungan antara program CSR “Bedah Rumah” dengan citra PT

Inalum (Persero).

Ha : Terdapat hubungan antara program CSR “Bedah Rumah” dengan citra PT Inalum

Gambar

Gambar 2.2 Model Pembentukan Citra Pengalaman mengenai Stimulus  Sumber: Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004
Gambar 2.3 Orientasi Public Relations  Sumber: Soemirat, Soleh dan Ardianto, 2004
Tabel 2.1 Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang sudah dilakukan dapat terlihat bahwa melalui nilai koefisien regresi (β 2 ) dan hasil pengujian uji t,

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengembangkan media pembelajaran komik pembuatan busana secara industri bagi siswa kelas XI SMK Negeri 1 Sewon; 2)

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh debitur dalam melakukan mediasi perbankan yaitu debitur melakukan pertemuan dengan pihak bank untuk meminta penjelasan untuk

Pada pengujian aktivitas antidiabetes, senyawa murni β-sitosterol propionate menunjukkan aktivitas menurunkan gula yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kasar

terapi pada pasien hipertensi di poliklinik penyakit dalam RSU dr Moewardi Surakarta', Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.. Pathophysiology: Concepts

Terjadi perubahan warna yang signifikan pada spesimen resin komposit nanohibrid antara sebelum dan setelah perendaman selama 5 hari dalam minuman kopi luwak. Bagi pasien

2&. <a!icula pada gambar inni tergolong dalam ganggang 5... Kingdom #rotista yang begitu beragam9 memiliki persamaan antar anggotanya yaitu 5... a. melakukan respirasai

Sa bisperas pa naman ng araw ng kanyang pag-alis sa bahay niyang iyon isa lamang pinakamaliit sa mga brilyanteng iyon ay sapat nang pantubos kay Huli at makapagbigay ng kapanatagan