• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna atau pecandu Narkoba melalui pelayanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna atau pecandu Narkoba melalui pelayanan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

80

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian

Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor merupakan pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna atau pecandu Narkoba melalui pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dilakukan secara profesional dan dipimpin oleh Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN. Pada mulanya Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1974 oleh Ibu Tien Soeharto dengan nama Wisma Pamardi Siwi yang berfungsi untuk menampung tahanan perempuan dan

(2)

commit to user

81

anak-anak sebelum diperkarakan atau diajukan pada pengadilan, kemudian seiring dengan penyempurnaan kedudukan, tugas, dan fungsi pokok, berdasarkan Peraturan Kepala BNN No. 2 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Rehabilitasi BNN, pusat rehabilitasi rujukan nasional tersebut kini bernama Balai Besar Rehabilitasi BNN dengan tugas pokok melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, fasilitas pengajian dan pengembangan rehabilitasi, dan pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya disebut P4GN. Hingga kini, Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor terus mengembangkan diri sebagai pusat pelayanan rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba dengan didukung beberapa sarana antara lain Primary house yang meliputi Green house, House of hope, dan House of change, Re-entry house, CIC house, Guest house, masjid, gereja, vihara,

kolam ikan, gedung rehabilitasi medis, dan gedung utama.

Balai rehabilitasi yang terletak di Jalan Mayjen. H. R. Edi Sukma Km. 21, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini memiliki dasar hukum pendirian antara lain Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/03/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional Repblik Indonesia, Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan

(3)

commit to user

82

Rehabilitasi BNN, serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

a. Visi dan misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor 1) Visi

Menjadi pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/ atau pecandu Narkoba secara professional.

2) Misi

a) Melaksanakan pelayanan terpadu rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba

b) Memfasilitasi pengajian dan pengembangan rehabilitasi c) Melaksanakan program, wajib lapor pecandu

d) Memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap Narkoba

(4)

commit to user

83

Gambar 5.

Struktur Organisasi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

c. Karakteristik residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

a. Berusia 17 45 tahun ke atas, untuk kasus tertentu akan diputuskan oleh tim. b. Terbukti positif menggunakan Narkoba melalui hasil tes urin atau memiliki

riwayat penggunaan Narkoba dalam kurun waktu satu tahun terakhir. c. Bukan merupakan penderita gangguan jiwa berat.

d. Tidak memiliki cacat fisik dan atau penyakit kronis.

e. Calon residen yang berasal dari instansi pemerintah atau swasta wajib menyertakan surat pengantar resmi.

f. Calon residen yang berasal dari anggota kepolisian atau TNI wajib menyertakan surat pengantar dari kesatuan.

g. Calon residen bantaran wajib diantar oleh penyidik dengan surat pengantar resmi.

h. Calon residen yang berasal dari putusan pengadilan wajib diantar oleh petugas kejaksaan dengan mengantarkan surat putusan pengadilan.

i. Calon residen bersedia mengikuti seluruh tahapan rehabilitasi hingga selesai. j. Orang tua atau wali bersedia menghadiri pertemuan yang telah dijadwalkan, antara lain dialog keluarga, konseling keluarga, dan kunjungan keluarga sesuai dengan jadwal yang ditentukan petugas.

(5)

commit to user

84

Pada dasarnya Balai Besar Rehabilitasi BNN (2013) memiliki dua jenis rehabilitasi yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial berbasis Therapeutic Community (TC), kedua rehabilitasi tersebut diberikan pada residen dengan tahap:

1) Screening dan Initial Intake

Tahap ini dilakukan dengan: (1) pemeriksaan urin atau rambut; (2) wawancara; (3) pemeriksaan fisik; (4) pemberian terapi simptomatik; dan (5) rencana terapi. Tahap ini melibatkan keluarga sebagai primary support group atau pihak yang memberikan rekomendasi.

2) Rehabilitasi medis

Rehabilitasi medis dilakukan dengan dua sub tahap, yaitu detoksifikasi selama dua minggu dan entry (orientasi/induction) selama dua minggu. Detoksifikasi merupakan satu rangkaian intervensi yang bertujuan untuk menatalaksanakan kondisi akut dari intoksikasi maupun putus zat diikuti dengan pembersihan zat dari penyalahguna atau ketergantungan Narkoba. Melalui detoksifikasi, dampak terhadap fisik yang disebabkan penggunaan Narkoba dalam diri residen dapat di minimalisasi. Detoksifikasi kemudian dilanjutkan dengan tahap entry yang merupakan tahap orientasi yang berfokus pada penyesuaian diri melalui beberapa strategi spesifik, yaitu isolasi relatif, intervensi krisis, orientasi fokus, dan konseling.

3) Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN berbasis pada TC dan dilaksanakan dalam dua sub tahap, yaitu fase primary dan fase re-entry. Fase primary dilaksanakan selama empat bulan, pada tahap ini

(6)

commit to user

85

residen mulai dilibatkan dan diperkenalkan kepada komunitas sosial terstruktur yang memiliki hirarki dan jadwal harian serta menerima terapi kelompok dan konseling sebagai media pendukung perubahan perilaku. Selanjutnya pada fase re-entry, residen berada pada tahap adaptasi dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat luas di luar lingkungan residensial yang dipersiapkan melalui pola hidup sehat dan produktif berbasis konservasi alam. Fase re-entry dilaksanakan selama satu bulan.

Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dijalani oleh residen diperkuat melalui program pendampingan pasca rehabilitasi yang dilaksanakan Balai Besar Rehabilitasi BNN selama enam bulan dan meliputi lima tahap pelaksanaan, yaitu:

1) Tahap orientasi program

Tahap orientasi program dilaksanakan selama dua minggu dengan memberikan pengenalan dan pembekalan program serta membiasakan residen dengan kondisi lingkungan yang ada. Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri dan pemantapan disiplin diri sebagaimana sudah dibentuk sebelumnya dalam masa rehabilitasi.

2) Tahap pelatihan dan praktek

Pada tahap ini residen diberikan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat masing-masing dan dilanjutkan dengan praktek hingga memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Tahap pelatihan dan praktek dilakukan selama empat minggu.

(7)

commit to user

86

3) Tahap evaluasi hasil dan penyiapan praktek kerja lapangan

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan persiapan bagi residen untuk memasuki kehidupan yang sesungguhnya dengan berbekal keterampilan yang sudah dilatih sebelumnya. Evaluasi pada tahap ini juga digunakan sebagai rujukan untuk tahap selanjutnya. Evaluasi hasil dan penyiapan praktek kerja lapangan dilakukan selama dua minggu.

4) Rumah dampingan

Rumah dampingan merupakan rumah yang ditinggali minimal sepuluh orang residen yang telah mengikuti program pasca rehabilitasi dengan didampingi konselor, pekerja sosial, dan tenaga medis. Selama dua bulan berada di dalam rumah dampingan, residen akan menjalani tes urin dan rambut secara berkala untuk mendeteksi kemungkinan penggunaan Narkoba kembali.

5) Rumah mandiri

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari program pasca rehabilitasi. Pada tahap rumah mandiri, residen selama dua bulan tinggal secara mandiri tanpa didampingi konselor, pekerja sosial, maupun tenaga medis. Konselor, pekerja sosial, dan tenaga medis hanya hadir secara berkala untuk melakukan pemantauan, evaluasi, atau pemeriksaan urin dan rambut.

2. Persiapan Administrasi Penelitian

Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perizinan yang ditujukan pada pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian. Permohonan izin dimulai sejak peniliti mengadakan survei pra-penelitian dengan surat pengantar perihal

(8)

commit to user

87

survei pra-penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nomor 1022/UN27.06.7.1/PN/2013 yang ditujukan kepada Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Peneliti mendapatkan izin untuk melaksanakan survei pra-penelitian pada tanggal 2 Desember 2013 melalui surat persetujuan survei pra-penelitian dari Kabag Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dengan nomor B/267/XI/2013/Balai Besar. Survei pra-penelitian dilakukan dengan tujuan melakukan observasi dan wawancara awal guna mengetahui kondisi lapangan dan mengetahui kondisi residen sebagai calon subjek penelitian. Selain itu, survei pra-penelitian juga dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang perlu dipersiapkan peneliti sehubungan dengan pelaksanaan penelitian dan kebutuhan lainnya mengingat lokasi penelitian yang cukup jauh dari pusat kota.

Beberapa minggu sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan koordinasi kembali dengan pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dan mengajukan izin penelitian melalui surat pengantar izin penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nomor 3554/UN27.06.6.2/PN/2014 pada tanggal 10 Maret 2014 dan mendapatkan persetujuan dari pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor melalui surat persetujuan izin penelitian dengan nomor B/084/III/2014/BALAI BESAR pada tanggal 26 Maret 2014. Setelah itu, peneliti terus melakukan koordinasi dengan pihak Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor mengenai tanggal pelaksanaan dan pendamping penelitian.

3. Persiapan Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah Resilience Scale 14 (RS-14). RS-14 dirancang dan dikembangkan oleh Wagnild dan

(9)

commit to user

88

Young tahun 2009. Skala resiliensi yang disusun oleh Wagnild dan Young dinilai sebagai alat ukur resiliensi yang dapat digunakan pada berbagai jenis kelamin, kelompok etnis, dan kelompok usia dibandingkan dengan lima alat ukur resiliensi lainnya (Ahern, 2006). Pengukuran resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba dengan RS-14 dimaksudkan untuk mengungkap tingkat resiliensi yang dimiliki residen rehabilitasi Narkoba. RS-14 tersusun atas 14 aitem pernyataan yang seluruhnya merupakan aitem favorable dan mengindikasikan dua faktor, yaitu: (1) personal competence yang meliputi perseverance dan self reliance; dan (2) acceptance of self and life, yang meliputi meaningfulness, equanimity, dan coming home to yourself. RS-14 telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan telah mendapatkan persetujuan terjemahan dari Dr. Gail Wagnild. Berikut adalah tabel distribusi aitem RS-14:

Tabel 4.

Blueprint Resilience Scale 14 (RS-14)

Sub Faktor Komponen Nomor Aitem

Personal competence Perseverance 7, 8, 9

Self-reliance 5, 11, 12, 14

Acceptance of self and life Meaningfulness 1, 2, 6

Equanimity 3, 4

Existential aloneness 10, 13

4. Persiapan Eksperimen

Eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pelatihan kebermaknaan hidup sebagai perlakuan terhadap kelompok eksperimen. Pelatihan kebermaknaan hidup dilakukan oleh satu orang fasilitator yaitu peneliti didampingi oleh staf rehabilitasi sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet Fatrika, S.Psi. sebagai co-fasilitator, dan satu orang observer. Sebelumnya, peneliti mengadakan briefing penjelasan materi dan detail pelaksanaan pelatihan kepada co-fasilitator dan observer agar penelitian

(10)

commit to user

89

berjalan dengan lancar dan sesuai dengan rancangan penelitian. Selanjutnya, peneliti mengundang dan mengumpulkan subjek kelompok eksperimen untuk menghadiri pelatihan kebermaknaan hidup. Setelah itu, peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan selama pelatihan, meliputi:

a. Dua unit laptop dan satu unit LCD

Laptop dan LCD dalam penelitian ini digunakan untuk menayangkan presentasi materi pelatihan serta video pelatihan dan memutar musik yang mendukung jalannya pelatihan.

b. Satu unit sound system

Sound system dalam penelitian ini digunakan untuk memperjelas suara dari video dan musik yang diputar selama pelatihan.

c. Dua unit kamera

Kamera dalam penelitian ini digunakan untuk membuat dokumentasi dalam bentuk foto dan video sebagai sarana pendukung observasi.

d. Modul pelatihan

Modul pelatihan dalam penelitian ini terdiri dari modul pelatihan pertemuan hari pertama, pertemuan hari kedua, dan pertemuan hari ketiga. Masing-masing pertemuan memiliki sarana pendukung tersendiri. Modul pelatihan juga dilengkapi dengan angket observasi, panduan wawancara pra dan pasca-pelatihan, dan angket evaluasi program pelatihan. Modul pelatihan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran H.

(11)

commit to user

90

Materi presentasi pelatihan dibuat dengan tujuan untuk membantu peserta dalam memahami materi yang disampaikan oleh fasilitator. Materi presentasi pelatihan meliputi pemahaman diri, bertindak positif, pengakraban hubungan, pendalaman catur nilai, ibadah, dan kristalisasi.

f. Buku kerja pelatihan

Buku kerja pelatihan diberikan pada seluruh peserta pelatihan. Buku kerja ini dikerjakan selama pelatihan berlangsung sebagai salah satu sarana interaksi antara fasilitator dengan peserta pelatihan serta sebagai sarana untuk memahami latar belakang kehidupan yang dimiliki masing-masing peserta sehingga esensi pelatihan dapat lebih dihayati secara personal.

5. Pelaksanaan Uji Coba

a. Uji Coba Resilience Scale 14 (RS-14)

Resilience Scale 14 (RS-14) ini menggunakan model skala Thurstone dengan alternatif interval respon dari angka 1 hingga 7. Angka 1 untuk menyatakan sangat tidak setuju, angka 5 untuk menyatakan respon netral, dan angka 7 untuk menyatakan sangat setuju. Seluruh aitem dalam skala ini merupakan aitem favorable sehingga skor masing-masing aitem sesuai dengan nomor interval respon yang dipilih. Pengujian dilakukan dengan teknik uji coba terpakai kepada 21 residen rehabilitasi Narkoba yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 22 April 2014 pukul 10.00 10.40 WIB di Re-entry house, Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Prosedur penyebaran RS-14 dilakukan

(12)

commit to user

91

dengan memberikan lembar RS-14 pada residen, kemudian dilakukan pengisian bersama-sama. Peniliti dibantu oleh observer dan didampingi oleh staf rehabilitasi sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Vinna Caturinata, S.Psi., M.Psi., Psi. dalam penyebaran dan pengisian RS-14. Setelah RS-14 yang telah diisi dikumpulkan, selanjutnya akan dilakukan penghitungan skor dan analisa validitas serta reliabilitas terhadap hasil RS-14 yang telah diisi. Berikut adalah

b. Uji Coba Modul Pelatihan

Uji coba modul pelatihan dilakukan pada tujuh residen rehabilitasi Narkoba yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian. Uji coba modul pelatihan dilakukan pada tanggal 22 April 2014 pukul 13.00 14.10 di gedung serba guna Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor dan didampingi oleh staf rehabilitasi sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet Fatrika, S.Psi. Prosedur pelaksanaan uji coba modul pelatihan ini adalah dengan memberikan materi pelatihan dan memberikan pelatihan secara sekilas, kemudian meminta peserta uji coba modul pelatihan untuk mengisi lembar pemahaman materi modul pelatihan.

Tabel 5.

Nilai Uji Coba Pemahaman Materi Modul Pelatihan

Subjek Nilai 1 90 2 80 3 90 4 80 5 90 6 100 7 100 Rata-rata 90

(13)

commit to user

92

Pada tabel nilai uji coba pemahaman materi modul pelatihan menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh subjek adalah 100 sedangkan nilai terendah yang diperoleh subjek adalah 80. Rata-rata uji coba pemahaman materi modul pelatihan adalah 90, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek mampu memahami materi dalam modul pelatihan.

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan penghitungan skor pada aitem RS-14 yaitu sesuai dengan nilai interval respon yang dipilih, misalnya nilai interval respon yang dipilih adalah angka 1 maka aitem memiliki skor 1 dan apabila interval respon yang dipilih adalah angka 5 maka aitem memiliki skor 5. Setelah penghitungan skor RS-14 dilakukan, maka akan diperoleh nilai resiliensi setiap subjek untuk kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas skala dengan bantuan program SPSS for MS Windows version 16.0.

a. Hasil Uji Validitas

Pengujian validitas skala dalam penelitian ini meliputi content validity dan uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment. Content validity melalui professional judgment review oleh dosen pembimbing sebagai pihak yang berkompeten serta Dr. Gail Wagnild selaku penyusun RS-14, sehingga skala yang digunakan memiliki penampilan yang lebih meyakinkan, memiliki aitem yang dapat diterima, dan dinilai mampu mengungkap atribut yang hendak diukur.

Selanjutnya, aitem skala dalam penelitian ini diuji validitasnya menggunakan teknik korelasi product moment secara komputasi dengan bantuan program SPSS for MS Windows ver. 16.0. Hasil uji validitas ini akan menentukan

(14)

commit to user

93

aitem skala penelitian yang gugur dan valid. Hasil uji validitas 14 aitem skala dalam penelitian ini menunjukkan aitem skala memiliki indeks korelasi berkisar 0.448 0.785. Aitem dianggap valid dengan cara membandingkan indeks korelasi aitem dengan indeks korelasi tabel. Aitem dianggap valid apabila indeks korelasi aitem lebih besar daripada indeks korelasi tabel (rhitung > rtabel). Indeks korelasi tabel untuk

21 responden (df = n-2) pada taraf signifikansi 5% bernilai sebesar 0,432, jadi aitem dianggap valid apabila nilai indeks korelasi hitungnya lebih besar dari 0,432. Hasil uji validitas aitem skala pada penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh aitem memiliki nilai indeks korelasi hitung lebih besar dari 0,432, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh aitem skala dalam penelitian ini valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Hasil uji validitas aitem skala selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

b. Hasil Uji Reliabilitas

Setelah pengujian validitas pada RS-14, kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap aitem yang valid. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keterpercayaan atau konsistensi alat ukur, berhubungan dengan tingginya kecermatan dalam pengukuran (Azwar, 2012). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik analisa Alpha Cronbach secara komputasi dengan bantuan program SPSS for MS Office ver 16.0. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang angka dari 0.00 sampai dengan 1.00, apabila koefisien reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1.00, maka pengukuran dikatakan semakin reliabel.

(15)

commit to user

94

Penghitungan reliabilitas RS-14 diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar

0,898. Perhitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran D. Ghozali (2011) menyatakan bahwa apabila nilai uji koefisien reliabilitas di atas 0,6 maka aitem-aitem skala tersebut dapat dipercaya keterandalannya, sehingga dapat dinyatakan bahwa skala resiliensi tersebut adalah reliabel dan dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.

7. Penyusunan Alat Ukur

Tahap selanjutnya setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah mempersiapkan aitem-aitem yang valid. Distribusi skala yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.

Distribusi Resilience Scale 14 (RS-14) untuk Penelitian Aspek Resiliensi Jumlah

Aitem

Nomor

Aitem Valid Gugur Personal competence - Perseverance - Self reliance 3 4 7, 8, 9 5, 11, 12, 14 3 4 - - Acceptance of self and life

- Meaningfulness - Equanimity - Existential aloneness 3 2 2 1, 2, 6 3, 4 10, 13 3 2 2 - - - Jumlah 14

(16)

commit to user

95

Telah disampaikan sebelumnya bahwa seluruh aitem di dalam RS-14 ini dinyatakan valid atau tidak ada aitem yang gugur, sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan kategorisasi tingkat resiliensi yang disusun oleh Wagnild dan Young (2009), yaitu:

: tingkat resiliensi sangat rendah Skor 61 70 : tingkat resiliensi rendah Skor 71 80 : tingkat resiliensi rata-rata Skor 81 90 : tingkat resiliensi tinggi Skor > 90 : tingkat resiliensi sangat tinggi

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Pelaksanaan Pengambilan Data Pretest

Data pretest yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang sudah didapatkan dalam uji coba RS-14, karena berdasarkan uji validitas tidak ada aitem yang gugur, maka nilai yang diperoleh pada uji coba RS-14 merupakan nilai yang akan digunakan dalam pretest.

2. Penentuan Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor yang berjumlah 14 orang. Sejak pelaksanaan survei pra-penelitian, peneliti sudah dijelaskan mengenai salah satu peraturan pelaksanaan penelitian, yaitu peneliti hanya dapat mengambil data residen sejumlah yang dibutuhkan, karena dalam penelitian ini peneliti perlu melibatkan setidaknya 21 residen yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian, maka peneliti hanya memiliki akses untuk mengambil data dari 21 residen. Seluruh subjek dalam penelitian ini merupakan residen

(17)

commit to user

96

yang menghuni Re-entry house yang merupakan tahapan terakhir dalam program Therapeutic Community di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor sebelum akhirnya residen dikembalikan kepada keluarga atau menjalani program pasca rehabilitasi. Pada tahap ini, residen diberikan kebebasan untuk beraktivitas dan berinteraksi, namun masih berada dalam lingkungan Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

Subjek penelitian sejumlah 14 orang residen dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak. Berikut adalah pembagian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol:

Tabel 7.

Subjek Kelompok Eksperimen berdasarkan Tingkat Resiliensi Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi

1 68 Rendah 2 54 Rendah 3 30 Sangat Rendah 4 69 Rendah 5 71 Rata-Rata 6 47 Sangat Rendah 7 56 Sangat Rendah Tabel 8.

Subjek Kelompok Kontrol berdasarkan Tingkat Resiliensi Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi

A 58 Sangat Rendah B 73 Rata-Rata C 76 Rata-Rata D 77 Rata-Rata E 74 Rata-Rata F 69 Rendah G 73 Rata-Rata

Setelah membagi subjek menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, peneliti menjelaskan teknis dan pelaksanaan penelitian lebih rinci dan membagikan

(18)

commit to user

97

surat persetujuan setelah penjelasan kepada kelompok eksperimen untuk ditanda tangani.

3. Pelaksanaan Eksperimen

Pelaksanaan eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Pelatihan kebermaknaan hidup dalam penelitian ini diberikan selama tiga kali pertemuan menggunakan pendekatan experiential learning dengan metode ceramah dan diskusi, studi kasus, role play, simulasi dan permainan, dan latihan. Awalnya peserta dalam pelatihan ini adalah tujuh orang residen, namun pada pelaksanaan pertemuan pertama, subjek 7 tidak dapat hadir karena telah memiliki agenda yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga peneliti melakukan drop out terhadap subjek 7. Selanjutnya pada pertengahan pelaksanaan pertemuan ketiga, subjek 6 mendapat panggilan dari konselornya karena subjek tersebut mendapat kunjungan keluarga, sehingga peneliti juga melakukan drop out terhadap subjek 6. Sehubungan dengan dilakukannya drop out pada dua subjek di kelompok eksperimen, maka peneliti juga melakukan drop out pada dua subjek di kelompok kontrol untuk menyetarakan jumlah subjek antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berikut adalah pembagian subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah drop out berdasarkan tingkat resiliensi:

Tabel 9.

Subjek Kelompok Eksperimen Setelah Drop Out Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi

1 68 Rendah

2 54 Rendah

3 30 Sangat Rendah

4 69 Rendah

(19)

commit to user

98

Tabel 10.

Subjek Kelompok Kontrol Setelah Drop Out Subjek Skor Resiliensi Tingkat Resiliensi

A 58 Sangat Rendah

B 73 Rata-Rata

C 76 Rata-Rata

D 77 Rata-Rata

E 74 Rata-Rata

Berikut adalah data deskriptif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol: Tabel 11.

Data Deskriptif Kelompok Eksperimen

Subjek Inisial Usia Pendidikan

1 DS 17 tahun SMP 2 AS 28 tahun S1 3 FY 31 tahun SMA 4 IH 21 tahun SMA 5 BU 24 tahun SMA Tabel 12.

Data Deskriptif Kelompok Kontrol Subjek Inisial Usia Pendidikan

A HS 31 tahun SMA

B ZH 34 tahun SMA

C MU 24 tahun SMA

D SB 38 tahun SMA

E SA 26 tahun S1

Seluruh pertemuan pada pelatihan ini dilaksanakan di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Fasilitator dalam pelatihan ini adalah peneliti sendiri, didampingi oleh staf rehabilitasi sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, Slamet Fatrika, S.Psi. sebagai co-fasilitator. Modul dan jadwal pelaksanaan pelatihan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran G.

Penjelasan pelaksanaan pada tiap pertemuan pelatihan kebermaknaan hidup sebagai berikut:

(20)

commit to user

99

a. Pertemuan hari pertama

Pertemuan hari pertama pelatihan kebermaknaan hidup dilaksanakan pada tanggal 22 April 2014 dan berlangsung selama 100 menit, yaitu mulai dari pukul 15.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.40 WIB, bertempat di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Peserta yang hadir dalam pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari pertama ini sebanyak enam orang. Pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari pertama dibagi menjadi dua sesi yang menggunakan metode ceramah dan diskusi, pemutaran video, simulasi, latihan, dan permainan. Berikut penjelasan pelaksanaan pertemuan hari pertama untuk tiap sesi:

1) Sesi 1A: Perkenalan, ice breaking, dan pemahaman diri

Sesi 1A dibagi menjadi beberapa bagian meliputi perkenalan dan ice breaking serta pemahaman diri. Sebelum memasuki bagian perkenalan, terlebih dahulu fasilitator membuka pertemuan dengan salam dan doa. Pada bagian perkenalan, fasilitator memperkenalkan diri dan memperkenalkan co-fasilitator dan observer yang terlibat. Setelah itu, fasilitator mengajak satu per satu peserta untuk berkenalan. Selanjutnya fasilitator menjelaskan rangkaian sesi dalam pertemuan hari pertama dan membuat beberapa kontrak dengan peserta demi tercapainya tujuan dalam pemberian pelatihan. Seiring dengan hari yang beranjak sore, fasilitator melanjutkan perkenalan dengan ice breaking untuk membangkitkan suasana dan mengondisikan peserta ke dalam pelatihan serta untuk membangun hubungan yang lebih akrab antara fasilitator dengan peserta.

Bagian berikutnya dari sesi 1A adalah pemahaman diri. Bagian ini dilakukan dengan melalui metode ceramah menggunakan bahan presentasi

(21)

commit to user

100

dengan format MS Office Power Point 2007 yang disajikan pada layar LCD. Setelah materi pemahaman diri diberikan, peserta diajak untuk lebih memahami dirinya sendiri dengan mengerjakan tugas lembar masa gemilang, catatan kendala, dan tokoh tersayang. Pengerjaan tugas diawali dengan pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator dan dijawab bersama-sama secara tertulis pada buku kerja, dalam hal ini subjek 6 harus sering dibantu secara pribadi oleh co-fasilitator karena kesulitan untuk membayangkan keadaan dirinya sehingga kurang mampu memberikan jawaban secepat peserta lainnya. Pada pertengahan penulisan jawaban, fasilitator mengajak peserta untuk lebih menggali jawaban yang dituliskan. Sesi 1A diakhiri dengan perkenalan ulang peserta pada fasilitator, hal ini untuk mengajak peserta secara langsung mempraktekan materi pemahaman diri yang telah diberikan.

2) Sesi 1B: Bertindak positif

Sesi 1B dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi serta pemutaran video. Sesi ini dibuka dengan renungan mengenai pentingnya mengembangkan pikiran positif sebagai awal pembentuk tindakan positif. Setelah menyimak pengantar dari fasilitator, peserta diberi tayangan video mengenai hubungan seorang anak laki-laki dengan ayahnya. Sang anak yang diusir ayahnya karena terlalu sering hidup berfoya-foya mengalami kecelakaan kerja hingga lumpuh. Di suatu sisi sang ayah yang masih kecewa dengan perbuatan anaknya di masa lalu tidak tega melihat anaknya yang begitu tidak berdaya, Ia pun menggendong anaknya tersebut untuk latihan berjalan seperti saat anaknya masih kecil. Sang anak yang pada awalnya menolak karena merasa kesakitan berubah pikiran

(22)

commit to user

101

setelah melihat tekad kuat sang ayah yang ingin membantunya untuk pulih. Semua kemauan dan usaha untuk memulai kehidupan yang positif terbayar dengan pulihnya sang anak tepat pada saat makan malam keluarga saat tahun baru.

Setelah penayangan video, fasilitator mengajak peserta untuk bersama-sama merenungkan esensi atau pesan yang dapat diambil dari video tersebut. Sebagian peserta mampu menjelaskan esensi video secara baik dengan versinya masing-masing karena inti cerita dalam video tersebut dirasa hampir sama dengan pengalaman pribadi peserta sebelum direhabilitasi. Selanjutnya fasilitator mengaitkan materi pengantar berpikir positif sebagai modal utama dalam bertindak positif dengan esensi video dan mengevaluasi pemahaman peserta mengenai materi ini melalui lembar kerja rancangan aksi. Fasilitator meminta peserta untuk merenungkan dan menuliskan rancangan aksinya masing-masing usai menjalani program rehabilitasi untuk mencapai kehidupan yang lebih positif. Sesi 1B diakhiri dengan pemutaran video mengenai kisah sukses mantan pecandu Narkoba, Fauzan Rachmansyah pemilik usaha

bukan suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan.

Penutupan pertemuan hari pertama dilakukan oleh fasilitator dengan menutup sementara rangkaian pelatihan dan mengingatkan peserta untuk hadir dalam pertemuan hari kedua yang akan dilaksanakan keesokan harinya di tempat yang sama pada pukul 10.00 WIB. Pertemuan hari pertama diakhiri dengan doa. b. Pertemuan hari kedua

(23)

commit to user

102

Pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari kedua dilaksanakan pada tanggal 23 April 2014 bertempat di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Pada awalnya, pertemuan hari kedua ini direncanakan untuk dimulai pada pukul 10.00 WIB, namun karena pada waktu tersebut peserta masih mengikuti kegiatan rutin morning meeting, maka pertemuan hari kedua dimulai sedikit terlambat pada pukul 10.25 WIB. Pertemuan hari kedua berlangsung selama 90 menit dan berakhir pada pukul 11.55 WIB. Peserta yang hadir pada saat pertemuan hari kedua ini sebanyak enam orang. Pertemuan hari kedua dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pengakraban hubungan, ice breaking dan sesi pendalaman catur nilai sumber makna hidup yang dibuka dengan salam dan doa. Kedua sesi dalam pertemuan hari kedua ini disampaikan dengan metode ceramah dan studi kasus, simulasi, permainan, dan studi kasus. Berikut adalah penjelasan pelaksanaan pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari kedua untuk tiap sesi:

1) Sesi 2A: Pengakraban hubungan

Sesi 2A dimulai dengan doa dan salam pembuka, kemudian fasilitator mengulas kembali materi yang disampaikan pada pertemuan hari pertama sebagai pengantar menuju materi mengenai kenali lingkungan sekitar. Materi kenali lingkungan sekitar disampaikan secara interaktif, fasilitator mengajak peserta untuk membayangkan keadaan rumah yang sudah sekitar tujuh bulan mereka tinggalkan, membayangkan orang-orang yang berada di dalam rumah, serta membayangkan lingkungan di sekitar rumah mereka masing-masing. Fasilitator kemudian meminta peserta untuk menggambarkan lingkungan rumah yang baru saja mereka bayangkan tersebut ke dalam lembar buku kerja.

(24)

commit to user

103

Beberapa peserta meminta izin pada fasilitator untuk hanya menggambar ruangan tertentu, karena ruangan tersebut dirasa yang paling berkesan, fasilitator mengizinkan. Beberapa peserta membutuhkan waktu yang cukup lama karena ingin menggambar lingkungan rumahnya secara detail.

Pemahaman materi kenali lingkungan sekitar diperdalam melalui latihan

terima kasih diucapkan apabila menerima pertolongan dari orang lain, kata maaf disampaikan apabila berbuat salah kepada orang lain baik secara sengaja maupun tidak disengaja, sedangkan kata aku sayang padamu disampaikan secara tulus pada orang lain untuk menunjukkan penerimaan atas kehadiran orang tersebut. Fasilitator mengajak peserta untuk menghayati gambar yang telah dibuat masing-masing dan membayangkan kepada siapa kata terima kasih, maaf, dan aku sayang padamu akan diucapkan pada orang-orang yang berada di lingkungan sekitar yang telah mereka gambar. Sebagian peserta merasa kesulitan untuk mengucapkan terima kasih, karena merasa menjalani segala cobaan yang dialaminya sendirian. Fasilitator dan co-fasilitator membantu peserta untuk menghayati kata terima kasih untuk hal-hal yang lebih kecil dan menerangkan kepada peserta bahwa program rehabilitasi yang sedang dijalani pada saat itu pun pasti tidak terlepas dari usaha orang di sekitar yang ingin membuat peserta pulih.

Sesi 2A dilanjutkan dengan bagian berbagi kisah hidup. Pada bagian ini, peserta diminta untuk menceritakan kisah hidup yang dialaminya selama menjalani program rehabilitasi mulai dari residen yang ditemui saat tahap

(25)

commit to user

104

primary hingga re-entry, kemudian pengalaman bersama staf Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, dan kisah mengenai pengalaman peserta dengan peserta lain dalam pelatihan. Para peserta sangat bersemangat untuk menceritakan kisah hidupnya selama menjalani program rehabilitasi, mereka juga saling bertanya mengenai kisah hidup satu sama lain, dalam hal ini fasilitator dan co-fasilitator berperan sebagai moderator agar sesi tetap berjalan dengan kondusif.

Setelah sesi diskusi selesai, fasilitator melanjutkan sesi dengan ice breaking. Pada awalnya, ice breaking dilakukan secara individual, namun setelah peserta lancar dalam melakukan gerakan, fasilitator meminta peserta untuk melakukan ice breaking secara berpasangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga intensi peserta pada pelatihan dan membina hubungan yang lebih akrab antar peserta.

2) Sesi 2B: Pendalaman catur nilai

Sesi 2B dilakukan dengan metode ceramah dan studi kasus. Sesi ini diawali dengan penjelasan materi ragam catur nilai dengan media MS Office Power Point 2007. Materi ragam catur nilai menjelaskan tentang nilai-nilai kehidupan yang dimiliki masing-masing manusia. Pemahaman lebih lanjut mengenai materi ragam catur nilai dibawakan melalui metode studi kasus. Fasilitator

mantan residen Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor yang kini sudah memiliki kehidupan mapan dan mampu mengajak orang-orang di sekitarnya yang kertergantungan Narkoba untuk mengikuti program rehabilitasi. Setelah

(26)

commit to user

105

menyampaikan cerita, fasilitator mengajak peserta untuk berdiskusi mengenai nilai-nilai yang dapat diambil sesuai dengan materi sebelumnya serta kemungkinan tentang adanya pencapaian yang lebih besar yang mungkin dapat diraih tokoh dalam cerita sesuai dengan catur nilai yang dimiliki.

Pertemuan hari kedua diakhiri dengan umpan balik dari peserta serta rangkuman seluruh materi pertemuan hari kedua yang disampaikan oleh fasilitator. Selanjutnya fasilitator menutup sementara pelatihan dan mengingatkan peserta untuk menghadiri pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga. Pertemuan hari kedua ditutup dengan doa.

c. Pertemuan hari ketiga

Pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga dilaksanakan pada tanggal 25 April 2014 bertempat di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor. Pertemuan terakhir dalam rangkaian pelatihan kebermaknaan hidup ini berlangsung selama 85 menit, dimulai dari pukul 13.30 WIB hingga pukul 14.55 WIB. Pertemuan hari ketiga ini dibagi menjadi dua sesi menggunakan metode ceramah dan diskusi, simulasi, dan latihan dan dihadiri oleh enam orang peserta yang diawali dengan salam dan doa. Berikut adalah penjelasan pelaksanaan pelatihan kebermaknaan hidup pertemuan hari ketiga untuk tiap sesi:

1) Sesi 3A: Ibadah

Sesi pertemuan hari ketiga diawali dengan pengulangan kembali materi yang telah diberikan pada pertemuan hari pertama dan pertemuan hari kedua oleh fasilitator. Selanjutnya, fasilitator memberikan materi tentang ibadah dengan media Microsoft Office Power Point 2007. Di tengah penyampaian

(27)

commit to user

106

materi, konselor dari subjek 6 menghampiri yang bersangkutan di ruang kelas dan meminta izin pada fasilitator untuk membawa subjek 6 keluar karena mendapatkan kunjungan keluarga. Fasilitator mengizinkan subjek 6 untuk meninggalkan pelatihan dan melanjutkan sesi dengan lima peserta yang lainnya. Pemahaman mengenai materi tentang ibadah diperdalam melalui simulasi Fasilitator menayangkan lirik

menghayati tiap bait lagu bersama-sama. Di tengah suasana menghayati,

co-fasilitator fasilitator mengajak peserta untuk

menyanyikannya bersama-sama. Usai bernyanyi bersama, fasilitator menanyakan pada perasaan peserta setelah beberapa kali menyanyikan lagu tersebut dengan penuh penghayatan dan bagian lirik yang paling mengena bagi dirinya.

2) Sesi 3B: Kristalisasi dan penutupan

Sesi 3B dilakukan dengan metode latihan. Co-fasilitator membagikan kertas HVS yang di pojok kanan bawahnya terdapat gambar seseorang yang sedang duduk terpojok dan spidol berwarna pada peserta. Sebelum fasilitator sempat untuk mengajak peserta merenungkan gambar tersebut, beberapa peserta sudah menyampaikan bahwa kondisi tersebut sangat mirip dengan kondisinya sehari-hari sebelum mengikuti program rehabilitasi. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan sebanyak mungkin kemalangan atau kendala yang dialami, kemudian mencoret-coret daftar yang sudah dibuat hingga tulisan dalam daftar tersebut tidak dapat terlihat lagi. Selanjutnya, fasilitator meminta peserta untuk

(28)

commit to user

107

merobek-robek kertas tersebut sekecil mungkin hingga tidak mungkin dapat disusun kembali. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol bahwa peserta dalam pelatihan ini telah melepaskan kemalangan dan kendala yang selama ini mereka alami serta siap untuk memulai kehidupan baru.

Sesi 3B dilanjutkan dengan pemberian renungan oleh fasilitator. Peserta diminta untuk menutup mata sambil mengahayati perenungan diri yang diberikan oleh fasilitator dan co-fasilitator memutar musik perenungan diri. Setelah perenungan diri selesai diberikan, peserta diperbolehkan untuk membuka mata dan fasilitator menanyakan tanggapan peserta.

Pertemuan hari ketiga diakhiri dengan penutupan oleh fasilitator dan ucapan terima kasih kepada peserta atas partisipasi aktif peserta selama mengikuti pelatihan. Penutupan pertemuan pelatihan dilanjutkan dengan penyampaian kesan-kesan peserta selama mengikuti pelatihan serta pengisian angket evaluasi program pelatihan bagi peserta.

4. Pelaksanaan Pengambilan Data Posttest

Pengambilan data posttest baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilaksanakan pada tanggal 25 April 2014 yaitu di hari terakhir pertemuan pelatihan dilaksanakan. Pengambilan data posttest dilakukan pada pukul 16.00 WIB di dua tempat berbeda. Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen dilaksanakan di ruang kelas Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor, sedangkan

(29)

commit to user

108

pengambilan data posttest kelompok kontrol dilaksanakan di Re-entry house Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

Prosedur pengambilan data posttest baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan dengan pengisian Resilience Scale 14 (RS-14) oleh subjek secara mandiri dengan pengawasan peneliti dibantu oleh satu orang rekan mahasiswa. Selanjutnya peneliti memperoleh seluruh Resilience Scale 14 (RS-14) untuk penelitian yang telah diisi oleh kelompok eksperimen dan kontrol. Distribusi skor posttest lebih jelas terdapat pada lampiran F.

C. Hasil Penelitian 1. Analisa Data Kuantitatif

a. Hasil Pretest dan Posttest

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat resiliensi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diukur sebelum diberikan perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup (pretest) dan setelah diberikan perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup (posttest). Deskripsi hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 13.

Tabel 13.

Deskripsi hasil penelitian

Kelompok Subjek Pengukuran Pretest Posttest Skor RS-14 Tingkat Resiliensi Skor RS-14 Tingkat Resiliensi Eksperimen 1 68 Rendah 83 Tinggi

2 54 Sangat Rendah 91 Sangat Tinggi

3 30 Sangat Rendah 87 Tinggi

4 69 Rendah 86 Tinggi

(30)

commit to user

109

Kontrol

A 56 Sangat Rendah 14 Sangat Rendah B 73 Rata-rata 65 Rendah C 76 Rata-rata 74 Rata-rata D 77 Rata-rata 74 Rata-rata E 73 Rata-rata 68 Rendah

Perbedaan rata-rata skor resiliensi juga dapat dilihat dalam gambar 6

Gambar 6.

Rata-rata Skor Resiliensi Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Diagram tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor resiliensi pada kelompok eksperimen setelah perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selanjutnya dicari gain score dari hasil pretest dan posttest baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol untuk kemudian dilakukan uji hipotesis dengan bantuan program SPSS for MS Windows version 16.0.

Tabel 14.

Gain Score Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok Subjek Gain Score

Eksperimen 1 15 2 37 3 57 4 17 5 21 Kontrol A -42 B -8 0 20 40 60 80 100 Pretest Posttest Eksperimen Kontrol

(31)

commit to user

110

C -2

D -3

E -5

Gain score resiliensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan adanya selisih skor pretest dan posttest. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan positif pada kelompok eksperimen dan perubahan positif terbesar dialami oleh subjek 3 dengan gain score sebesar 57, sedangkan perubahan juga terjadi pada kelompok kontrol berupa perubahan negatif dengan gain score terbesar yaitu -42 dialami oleh subjek A.

b. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui jenis statistik yang akan digunakan untuk uji hipotesis dalam penelitian ini.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran nilai mengikuti distribusi kurva normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov melalui program komputasi SPSS for MS Windows version 16.0. Taraf signifikansi yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah 5% (0.05). Uji normalitas dari data yang diperoleh dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol baik pretest maupun posttest ditunjukkan pada tabel 15.

Tabel 15.

Hasil Uji Normalitas Tingkat Resiliensi

KEpre KEpost KKpre KKpost

N 5 5 5 5

(32)

commit to user

111

parametersa Std. deviation 1.72 3.70 8.57 2.54 Kolmogorov- Smirnov Z 0.696 0.461 0.877 0.879 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.718 0.983 0.425 0.422

Berdasarkan tabel 15, dapat dilihat bahwa nilai Kolmogorov Smirnov Z pretest kelompok eksperimen sebesar 0.696, posttest kelompok eksperimen sebesar 0.461, pretest kelompok kontrol sebesar 0.877, dan posttest kelompok kontrol sebesar 0.879. Seluruh nilai Kolmogorov Smirnov Z baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol lebih dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas atau uji kesamaan ragam digunakan untuk mengetahui homogen tidaknya suatu data pada kedua kelompok sampel. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program komputasi SPSS for MS Windows

version 16.0 melalui teknik uji F ( ). Uji homogenitas dalam

penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (0.05). Hasil uji homogenitas data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16.

Hasil Uji Homogenitas Tingkat Resiliensi

Variances

F Sig.

Pretest 0.791 0.400

Posttest 4.602 0.064

(33)

commit to user

112

Berdasarkan tabel 16, dapat dilihat bahwa nilai F pretest, posttest, dan gain score masing-masing adalah 0.791, 4.602, dan 0.126. Seluruh nilai F pada data penelitian ini lebih dari 0.05, hal ini menunjukkan bahwa varian pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diasumsikan sama.

Uji asumsi berupa uji normalitas dan homogenitas pada data penelitian ini menunjukkan bahwa data penelitian memiliki distribusi normal dan varian sama (homogen), dengan demikian uji hipotesis dapat dilakukan dengan teknik statistik parametrik, namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan statistik non parametrik mengingat jumlah subjek yang sedikit, yaitu 10 orang.

c. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik nonparametrik, yaitu uji 2 sampel Mann-Whitney. Uji 2 sampel Mann-Whitney merupakan salah satu uji nonparametrik yang sangat kuat (powerful) dan merupakan alternatif dari uji parametrik t test (Ghozali, 2011). Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat resiliensi antara dua sampel independen, yaitu sampel yang mendapatkan perlakuan (kelompok eksperimen) dan sampel yang tidak mendapatkan perlakuan (kelompok kontrol). Uji 2 sampel independen Mann Whitney dikenakan pada data yang didapatkan sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil pengujian pengaruh pelatihan kebermaknaan hidup terhadap peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17.

Hasil Uji 2 Sampel Independen Mann Whitney pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Skor

(34)

commit to user

113

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 0.008

Berdasarkan dari uji statistik nonparametrik menggunakan uji 2 sampel independen Mann Whitney, diperoleh nilai z sebesar -2.611 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0.009 (uji dua sisi). Oleh karena nilai uji signifikansi (p) lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan skor resiliensi antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan. Hal ini berarti bahwa pelatihan kebermaknaan hidup memiliki pengaruh terhadap peningkatan resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen, dilakukan analisa dengan uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antara two correlated samples. Hasil pengujian signifikansi peningkatan resiliensi pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18.

Hasil Uji Wilcoxon pada Kelompok Eksperimen Pretest-Posttest

Negative Ranks 0.00

Positive Ranks 3.00

Z -2.023

(35)

commit to user

114

Berdasarkan data hasil uji Wilcoxon pada tabel di atas, diketahui bahwa uji Wilcoxon mendasarkan pada ranking positif 3.00 dengan menghasilkan nilai hitung z sebesar -2.023 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0.043 (uji dua sisi). Oleh karena nilai uji signifikansi (p) lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara skor tingkat resiliensi sebelum pelatihan (pretest) dan sesudah pelatihan (posttest). Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan kebermaknaan hidup efektif untuk meningkatkan resiliensi pada residen rehabilitasi Narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

d. Hasil Analisa Evaluasi Program Pelatihan dan Pemahaman Materi Pelatihan 1) Hasil analisa program pelatihan

Hasil analisa program pelatihan merupakan evaluasi terhadap keseluruhan program pelatihan dari awal berjalannya pelatihan hingga penutupan yang terdiri dari beberapa indikator antara lain, yaitu: materi pelatihan; penguasaan fasilitator; penggunaan media; dan pencapaian tujuan sasaran. Hasil analisa program pelatihan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 19. Pada tabel 19, distribusi kriteria diringkas menjadi lima indikator yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang untuk memudahkan peneliti dalam membuat ringkasan evaluasi.

Tabel 19.

Hasil Analisa Evaluasi Program Pelatihan

No. Indikator Evaluasi

Distribusi Kriteria Evaluasi (dalam %) Sangat

Baik Baik Cukup Kurang

Sangat Kurang

1. Materi pelatihan pertemuan pertama

(36)

commit to user

115

2. Materi pelatihan pertemuan kedua

40% 60% 3. Materi pelatihan pertemuan

ketiga

40% 60% 4. Kejelasan materi yang

disampaikan fasilitator

60% 40% 5. Daya tarik materi yang

disampaikan fasilitator 40% 60% 6. Penguasaan fasilitator dalam menyampaikan materi 80% 20%

7. Penggunaan media sebagai alat bantu

20% 80% 8. Kegunaan materi bagi

peserta

100% 9. Fasilitas pendukung

(buku kerja)

20% 80% 10. Sarana dan prasarana 40% 60% 11. Kenyamanan proses

pelatihan

40% 60% 12. Pencapaian tujuan sasaran 60% 40%

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek cukup memahami materi pelatihan, hal ini ditunjukkan melalui distribusi tanggapan subjek mengenai materi pelatihan pertemuan hari pertama dengan kriteria sangat baik sebanyak 60% , kriteria baik sebanyak 20%, dan kriteria cukup sebanyak 20%. Materi pertemuan hari kedua dan ketiga juga dinilai baik oleh subjek dengan kriteria sangat baik sebanyak 40% dan kriteria baik sebanyak 60%. Sebanyak 60% subjek memberikan tanggapan mengenai kejelasan materi yang disampaikan fasilitator dan pencapaian tujuan sasaran pelatihan dengan kriteria sangat baik, sedangkan 40% sisanya memberikan tanggapan dengan kriteria baik. Subjek yang memberikan tanggapan dengan kriteria sangat baik sebanyak 40% dan kriteria baik sebanyak 60% untuk indikator daya tarik materi yang disampaikan fasilitator, sarana dan prasarana, serta kenyamaan proses pelatihan. Sebanyak

(37)

commit to user

116

80% subjek memberikan tanggapan untuk penguasaan fasilitator dalam menyampaikan materi dengan kriteria sangat baik, sedangkan 20% sisanya memberikan tanggapan dengan kriteria cukup. Subjek yang memberikan tanggapan dengan kriteria sangat baik sebanyak 20% dan kriteria baik sebanyak 80% untuk kategori penggunaan media sebagai alat bantu dan fasilitas pendukung pelatihan berupa buku kerja. Seluruh subjek memberikan tanggapan dengan kriteria sangat baik untuk kegunaan materi bagi peserta.

Selain itu, subjek juga memberikan evaluasi program pelatihan dalam bentuk komentar, saran, dan kritik sebagai berikut:

a) Peserta merasa waktu pelaksanaan pertemuan pelatihan terlalu singkat, hal ini berkaitan dengan kemampuan daya tangkap peserta yang menurun akibat penyalahgunaan Narkoba.

b) Peserta senang dapat mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup dan merasa bahwa pelatihan ini dapat mendukung pemulihan yang sedang mereka jalani.

c) Peserta berharap pelatihan kebermaknaan hidup dapat dilakukan secara rutin dan merata bagi seluruh residen di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor.

d) Peserta bersemangat untuk menceritakan semua materi yang sudah diperoleh dalam pelatihan kebermaknaan hidup kepada brothers lainnya di Re-entry house, termasuk mengajarkan ice breaking yang diberikan oleh fasilitator.

(38)

commit to user

117

Analisa pemahaman materi pelatihan disusun berdasarkan nilai yang diberikan kepada seluruh subjek berdasarkan evaluasi pemahaman materi pelatihan. Nilai evaluasi pemahaman materi pelatihan dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20.

Nilai Pemahaman Materi Pelatihan

Subjek Nilai 1 100 2 100 3 90 4 100 5 80 Rata-rata 94

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai evaluasi pemahaman pelatihan adalah 94, hal ini menunjukkan bahwa subjek dapat memahami materi pelatihan yang diberikan fasilitator dengan baik. Hal ini memungkinkan terjadi karena seluruh subjek memiliki keseriusan yang baik saat penjelasan materi, selain itu subjek selalu aktif pada saat pelatihan berlangsung, baik pada saat studi kasus maupun saat pengulangan materi, seluruh subjek juga aktif bertanya ketika ada hal yang kurang dimengerti atau meminta penjelasan ulang untuk meyakinkan suatu hal. Selain itu pemahaman materi pelatihan yang baik juga didukung karena adanya latihan, simulasi, dan permainan.

2. Analisa Data Kualitatif

Analisa data kualitatif dilakukan untuk melihat proses-proses yang dialami subjek selama dan setelah melakukan pelatihan kebermaknaan hidup. Selain itu, analisa data kualitatif juga bertujuan untuk mengetahui gambaran proses perubahan yang dialami subjek selama dan setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup. Analisa

(39)

commit to user

118

kualitatif dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan skor tingkat resiliensi, diskusi yang dilakukan selama pelatihan, serta observasi dan wawancara yang telah dilakukan.

a. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 1

Gambar 7.

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 1 Sebelum dan Sesudah Pelatihan Grafik pada gambar 7 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh subjek 1 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor tingkat resiliensi subjek 1 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup adalah 68 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup menjadi 83.

Peningkatan resiliensi subjek 1 disebabkan oleh meningkatnya kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek 1. Sebagai peserta pelatihan termuda dengan usia 17 tahun, awalnya subjek 1 merasa bahwa pelatihan kebermaknaan hidup ini kurang cocok untuknya karena merasa belum memiliki kisah hidup yang beragam, sehingga subjek 1 selalu kesulitan untuk menghayati kisah hidupnya atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Pemahaman subjek 1 mengenai kebermaknaan hidup meningkat seiring dengan diskusi dan latihan yang dijalani selama pelatihan. Subjek 1 mulai berusaha untuk memahami

0 20 40 60 80 100 Pretest Posttest Subyek 1

(40)

commit to user

119

makna hidupnya secara mandiri sedikit demi sedikit menggunakan metode penemuan makna hidup yang dijelaskan dalam pelatihan, diantaranya subjek 1 mulai mampu memahami dan mengelola sisi positif yang dimilikinya dan mulai menyaring pikiran-pikiran negatifnya mengenai kehidupan yang akan dijalaninya sebagai mantan penyalahguna Narkoba saat sudah kembali ke komunitas.

Subjek 1 terlihat sedikit pasif selama jalannya pelatihan dan terkesan tidak memperhatikan, namun ketika fasilitator sedang mengulangi materi sebelumnya atau memberikan pertanyaan, subjek 1 selalu menjadi peserta pertama yang memberikan jawaban secara cepat dan tepat. Subjek 1 menyatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, dirinya merasa pantas untuk memiliki masa depan yang baik, sama seperti orang yang tidak pernah terjerat penyalahgunaan Narkoba. Subjek 1 yang sebelum pelatihan menyatakan pada peneliti ingin bekerja sebagai penjaga warung internet seusai menjalani rehabilitasi berubah pikiran dan terinspirasi untuk menjadi pengusaha seperti salah satu kisah yang ditayangkan pada saat pelatihan mengenai mantan pecandu Narkoba, Fauzan Rachmansyah yang kini menjadi pengusaha sukses. Hal tersebut menumbuhkan semangat pada diri subjek 1 untuk mengikuti program pasca rehabilitasi yang awalnya sama sekali tidak diinginkannya. Subjek 1 berharap akan mendapatkan ketrampilan baru selama menjalani program pasca rehabilitasi yang akan dijadikannya modal untuk meraih masa depan yang lebih baik. Subjek 1 juga memantapkan diri untuk selalu menerapkan metode kebermaknaan hidup sebagai pendukung pemulihan yang sedang dijalaninya. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil interviu subjek 1 berupa pertanyaan berikut:

(41)

commit to user

120

gue cuma main-main doang kalo jam segini. Eh ternyata seminarnya beda kaya yang biasanya dikasih, awalnya pas baca materi kaya bakalan susah gitu, banyak mikir, tapi habis isi-isi pertanyaan di buku, diskusi sama brother yang lain rasanya jadi seru dan manfaatnya kerasa. Sebelumnya gue pikir hidup gue ga ada serunya, negatif melulu, tapi abis diingetin lagi ternyata ada juga yang bagus-bagus dan bisa

b. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 2

Gambar 8.

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 2 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 8 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh subjek 2 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor tingkat resiliensi subjek 2 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup adalah 54 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup menjadi 91.

Peningkatan resiliensi pada Subjek 2 disebabkan oleh meningkatnya kebermaknaan hidup yang dimiliki Subjek 2. Selama pelatihan berlangsung, Subjek 2 merupakan peserta paling aktif dan sering menjadi pemicu peserta lainnya untuk menjadi aktif. Subjek 2 selalu bersemangat dalam mengikuti tiap sesi dan aktif

0 20 40 60 80 100 Pretest Posttest Subyek 2

(42)

commit to user

121

bertanya. Program rehabilitasi yang dijalani oleh Subjek 2 merupakan program rehabilitasi yang kedua kalinya. Sebelumnya Subjek 2 pernah mengikuti program rehabilitasi di BNN Bogor pada tahun 2012, namun pemulihannya hanya bertahan selama dua minggu, setelah itu Subjek 2 kembali bergabung dengan komunitasnya yang lama dan kembali menyalahgunakan Narkoba. Pada masa-masa mendekati kepulangan seperti yang dialami Subjek 2 pada saat pelatihan, bayangan-bayangan mengenai stigma negatif yang akan diberikan masyarakat semakin kuat, hal ini diperburuk dengan kondisinya yang sudah pernah menjalani program rehabilitasi namun gagal. Di sisi lain, Subjek 2 sama sekali tidak ingin berkumpul kembali dengan komunitasnya yang lama. Hal-hal tersebutlah yang sering dijadikan Subjek 2 sebagai bahan pertanyaan pada tiap sesi pelatihan.

Setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, Subjek 2 merasa bahwa ketakutannya berangsur hilang dan berubah menjadi keyakinan. Subjek 2 semakin yakin bahwa menjadi diri sendiri dengan segala tindakan positif yang dimiliki pasca mengikuti program rehabilitasi mampu mengubah stigma negatif masyarakat terhadap dirinya. Materi nilai-nilai kebermaknaan hidup yang disampaikan oleh fasilitator juga membawa Subjek 2 pada pandangan dan wawasan yang lebih luas, bahwa hidup tidak mungkin senantiasa buruk, setiap manusia memiliki kesempatan untuk berubah dan mengubah hidup menjadi lebih baik.

Subjek 2 mengaku selalu senang mendengarkan kisah inspiratif mengenai mantan pecandu Narkoba yang mampu memiliki kehidupan baik. Subjek 2 menyatakan bahwa dirinya sangat terinspirasi d

(43)

commit to user

122

memiliki keluarga yang selalu mendukungnya untuk dapat pulih. Rasa syukur dan terima kasih subjek 2 terhadap keluarga yang selalu mendukungnya dan kesempatan yang diberikan Tuhan kepadanya untuk menjadi umat yang lebih baik melalui program rehabilitasi yang kedua dan pelatihan kebermaknaan hidup yang didapat ingin diwujudkannya dengan melanjutkan sekolah S2 dengan harapan dirinya mampu lebih bermanfaat bagi masyarakat dengan ilmu yang dimilikinya. Hal tersebut disampaikan subjek 2 dalam pernyataan yang dikemukakan dalam interviu sebagai berikut:

saya sebenarnya langsung minat, sis dan berharap bisa terpilih jadi peserta, eh ternyata terpilih. Waktu pelatihan yang terakhir tadi saya jadi semakin sadar kalau ini memang sudah Tuhan atur, wawasan saya jadi terbuka, kita jadi manusia nggak boleh hanya pasrah Tuhan mau kasih apa buat jalan hidup kita, tapi kita juga harus berani menentukan dan mau usaha. Habis rehab ini saya mantep mau lanjut sekolah notaris, sis. Saya pikir buat nerapin cara-cara nemuin makna hidup kayanya kita harus selalu jadi manusia aktif, semoga nanti saya selalu bisa nerapin

cara-c. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 3

Gambar 9. 0 20 40 60 80 100 Pretest Posttest Subyek 3

(44)

commit to user

123

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 3 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Grafik pada gambar 9 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh subjek 3 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor tingkat resiliensi subjek 3 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup adalah 30 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup menjadi 87.

Peningkatan resiliensi pada Subjek 3 disebabkan oleh meningkatnya kebermaknaan hidup yang dimiliki Subjek 3. Subjek 3 merupakan subjek dengan selisih skor paling besar diantara subjek kelompok eksperimen lainnya. Selama pelatihan berlangsung, subjek 3 tidak banyak memberikan komentar pada saat diskusi, subjek 3 cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna kasus-kasus yang diberikan oleh fasilitator. Sering kali, subjek 3 termenung lama saat membaca pertanyaan-pertanyaan pada buku kerja sebelum akhirnya menjawab pertanyaan tersebut dengan detail.

Subjek 3 merupakan satu-satunya subjek dalam kelompok eksperimen yang memiliki HIV di dalam tubuhnya. Sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA), bayangan kematian selalu muncul dalam pikiran subjek. Subjek 3 mengaku sangat bersyukur dapat mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup. Pelatihan kebermaknaan hidup dirasa sebagai angin sejuk di tengah keletihannya sebagai penyalahguna Narkoba selama 15 tahun. Awalnya, subjek merasa hidupnya sama sekali tidak berarti, karena mungkin saja berhenti sewaktu-waktu ketika dirinya berhenti mengonsumsi antiretroviral (obat yang digunakan dalam terapi ODHA). Subjek 3 mengaku pelatihan kebermaknaan hidup telah memberinya pandangan yang lebih

(45)

commit to user

124

luas mengenai hidup. Anggapan subjek mengenai kehidupan tinggal dijalani saja berubah setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, subjek memiliki pandangan yang lebih terbuka terhadap kehidupan, subjek memandang bahwa hidup adalah sesuatu yang harus diusahakan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai. Nilai yang paling berkesan bagi Subjek 3 adalah nilai pengharapan. Subjek 3 mengaku bahwa keluarganya kini tidak berharap apa-apa lagi dari dirinya, namun dengan pemahaman mengenai nilai pengharapan tersebut subjek 3 yakin bahwa dirinya masih berpotensi untuk mencapai hal-hal yang lebih baik dan berguna. Subjek 3 mengaku terinspirasi untuk bergabung dalam kegiatan sukarela guna mencegah penyalahgunaan Narkoba atau mencegah penyebaran HIV/AIDS.

Subjek merasa pelatihan kebermaknaan hidup ini sangat cocok diberikan bagi residen yang akan selesai menjalani program rehabilitasi sebagai bekal awetnya pemulihan yang dijalani. Selain itu, subjek 3 menilai materi pelatihan kebermaknaan hidup yang diberikan sesuai dengan 12 step program dalam Therapeutic Community yang dipelajari oleh masing-masing residen saat tahap primary.

d. Analisa Data Kualitatif pada Subjek 4

Gambar 10.

Skor Tingkat Resiliensi pada Subjek 4 Sebelum dan Sesudah Pelatihan

0 20 40 60 80 100 Pretest Posttest Subyek 4

(46)

commit to user

125

Grafik pada gambar 10 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh subjek 4 setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebermaknaan hidup. Skor tingkat resiliensi subjek 4 sebelum pemberian perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup adalah 69 dan meningkat setelah diberi perlakuan pelatihan kebermaknaan hidup menjadi 86.

Peningkatan resiliensi pada subjek 4 disebabkan oleh meningkatnya kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek 4. Selama proses pelatihan, subjek 4 selalu membahas seputar orang tuanya. Subjek 4 merasa sangat bersalah pada orang tuanya karena telah merasa telah mencoreng nama baik keluarga. Sebagai mantan santri, subjek merasa dirinya sangat kotor karena terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba. Subjek mengaku merasa sangat sedih ketika melihat residen yang baru datang dan diantarkan oleh keluarga, subjek selalu teringat kembali saat dirinya pertama kali datang ke Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor untuk mengikuti program rehabilitasi. Setelah mengikuti pelatihan kebermaknaan hidup, subjek semakin sadar dan yakin bahwa dirinya yang sekarang berbeda dengan dirinya yang dulu. Subjek menceritakan pada peneliti bahwa saat selesai pelatihan pertemuan kedua, subjek sengaja mengunjungi temannya yang sedang dirawat di CIC house, dari situ subjek melakukan mirroring, membandingkan keadaan temannya dengan keadaannya sekarang. Subjek merasa bahwa dirinya sudah terbukti berubah menjadi lebih positif dan melalui materi yang diterima dalam pelatihan kebermaknaan hidup, subjek berusaha untuk mengelola kepercayaannya terhadap dirinya sendiri agar dapat membantunya untuk bangkit dari pengalaman buruk.

Gambar

Diagram  tersebut  menunjukkan  bahwa  terjadi  peningkatan  skor  resiliensi  pada  kelompok  eksperimen  setelah  perlakuan  pelatihan  kebermaknaan  hidup  dibandingkan  dengan  kelompok  kontrol
Tabel  di  atas  menunjukkan  bahwa  subjek  cukup  memahami  materi  pelatihan,  hal  ini  ditunjukkan  melalui  distribusi  tanggapan  subjek  mengenai  materi  pelatihan  pertemuan  hari  pertama  dengan  kriteria  sangat  baik  sebanyak  60%  ,  kriter
Gambar 9. 020406080100Pretest Posttest Subyek 3
Grafik pada gambar 9 menunjukkan peningkatan resiliensi yang dialami oleh  subjek  3  setelah  diberi  perlakuan  berupa  pelatihan  kebermaknaan  hidup
+4

Referensi

Dokumen terkait

Planning Manager harus mempunyai sertifikat keahlian Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan yang masih berlaku ( Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan ) adalah ahli yang memiliki

Ketiga subjek merencanakan pemecahan masalah menggunakan konsep yang sama untuk menyelesaikan masalah terkait posisi, namun subjek berkemampuan matematika sedang

Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu, untuk mengetahui eksistensi grup musik Gurindam Lamo dalam melestarikan seni tradisi tari balanse madam dan musik gamad di Kota

Sequence diagram menjelaskan secara detil urutan proses yang dilakukan dalam sistem untuk mencapai tujuan dari use case: interaksi yang terjadi antar class, operasi apa

Indikator cuba memberitahu kepada kita bahawa momentum mula beralih dan walaupun harga telah membuat puncak yang lebih tinggi (atau lebih rendah rendah),

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemakaian styrofoam terhadap kuat tekan dan berat pada batako.Untuk mendapatkan hasil penelitian

Keuntungan sosial pertanian jagung lebih kecil dari keuntungan privat, menunjukkan bahwa tidak terdapat transfer dari petani jagung kepada masyarakat. Usahatani jagung sudah

Nilai yang positif pada koefisien korelasi menunjukkan hubungan positif antara self esteem dengan optimisme pada siswa-siswi di SMA Negeri 17 Medan, artinya