• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Kemitraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Kemitraan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Good Governance

Menurut Rochman dalam Sedarmayanti (2009), good governance merupakan mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil (dengan syarat utama efisien) serta relatif merata. Menurut Sedarmayanti (2009) setiap pelaku good governance memiliki peran dan tugas masing-masing dalam mencapai tujuan hidup bernegara, yaitu :

a. Negara (state) berperan untuk menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, Negara berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan public, penyelenggaraan kekuasaan pemerintah, dan membangun lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional serta global.

b. Sektor swasta berperan untuk menciptakan pekerjaan dan pendapatan. Peran sektor swasta sangat penting dalam pola kepemerintahan dan pembangunan, karena perannya sebagai sumber peluang untuk meningkatkan kegiatan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan, investasi publik, pengembangan usaha dan pertumbuhan ekonomi.

(2)

c. masyarakat madani berperan dalam memfasilitasi interaksi sosial dan politik, menggerakkan kelompok masyarakat, berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik.

2.2 Konsep Pemberdayaan

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya menawarkan suatu proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat lokal. Maka masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif pelayanan saja (Suparjan dan Hempri Suyatna, 2003:24).

Sumodiningrat (1999:44) mengemukakan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Menurut Margono (2000:123) pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal, masyarakat harus dijadikan subyek bukan obyek. Sedangkan menurut Sulistiyani (2004:77)

(3)

pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Kutut Suwondo (2002:74) mengemukakan dalam pemberdayaan atau empowerment memiliki tujuan, yaitu : Pertama, meningkatkan kemampuan sumber daya masyarakat dalam penguatan kelembagaan, organisasi sosial ekonomi melalui sosialisasi, pembinaan, pelatihan keterampilan. Kedua, mewujudkan masyarakat dengan peran keswadayaan dari masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi masyarakat miskin dengan mengembangkan sistem perlindungan sosial dan dukungan bantuan sebagai upaya stimulant.

Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat mencakup :

1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan penduuk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.

(4)

4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

Inti dari pemberdayaan meliputi 3 hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment), terciptanya kemandirian (Winarni, 1998:75). Pemberdayaan masyarakat melalui BKM juga meliputi kegiatan penguatan kapasitas dari masyarakat itu sendiri. Penguatan kapasitas berfungsi sebagai pembangunan yang membangun sumber daya manusianya melalui pelatihan-pelatihan. Pelatihan-pelatihan tersebut diberikan oleh BKM seperti pelatihan keterampilan, dan pengelolaan keuangan.

Pemberdayaan merupakan proses pembangunan, dalam melaksanakan pembangunan melalui proses pemberdayaan yang memiliki tahapan-tahapan, antara lain (Sulistyani, 2004:8) :

1. Tahapan penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga mereka membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

(5)

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peranan di dalam pembangunan.

3. Tahapan peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Tahapan pemberdayaan tersebut meerupakan sebuah proses yang diawali oleh penyadaran pada potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat dikembangkan, dan pada tahapan selanjutnya merupakan proses di mana msyarakat belajar mengembangkan potensi yang dimiliki melalui usaha mereka sendiri, dan pada proses yang ketiga merupakan proses yang masyarakat telah menyadari dan mampu untuk mengembangkan potensi mereka sehingga mewujudkan masyarakat yang mandiri.

Dalam program pemberdayaan yang dijalankan, keseluruhan proses mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan tidak hanya dikontrol dan dimonopoli oleh pihak BKM, namun partisipasi masyarakat lebih diutamakan dalam program pemberdayaan.

Pemberdayaan merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1999). Dalam proses

(6)

belajar untuk mencapai kemandirian di dalam pemberdayan, Sulistiyani (2004) memberikan penjelasan mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam pemberdayaan.

a. tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar serta peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

b. tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dalam proses pembangunan.

c. tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

3.3 Kemitraan

Menurut Sulistiyani (2004), kemitraan secara etimologis berasal dari kata partnership yang berasal dari suku kata partner yang berarti kawan, sekutu atau mitra. Secara definisi, kemitraan adalah suatu bentu kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu sehingga memperoleh hasil yang lebih baik. Kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui model-model dalam penerapan

(7)

kemitraan itu sendiri. Menurut Sulistiyani (2004), model-model kemitraan terbagai atas sebagai berikut :

a. Pseudo partnership (kemitraan semu)

Merupakan persekutuan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya melalukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang lain. Bahkan ada satu pihak yang belum tentu memahami secara benar akan makna sebuah kerjasama yang dilakukan, dan untuk tujuan apa itu semua dilakukan serta disepakati. Ada sesuatu yang unik dari semacam kemitraan ini, bahwa kedua belah pihak atau lebih sama-sama merasa penting untuk melakukan kerjasama, akan tetapi pihak-pihak yang bermitra belum tentu mengerti dan memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa. (dikasih penjelasan??)

b. Mutualism partnership (kemitraan mutualistik)

Merupakan persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu saling memberikan manfaat lebih, sehingga akan mencapai tujuan secara optimal. Berawal dari pemahaman akan pentingnya melakukan kemitraan, dua organisasi atau kelompok atau lebih yang memiliki status sama atau berbeda melakukan kerjasama. Manfaat saling silang antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama dapat diperoleh sehingga memudahkan masing-masing

(8)

dalam mewujudkan visi dan misinya, dan sekaligus saling menunjang satu dengan yang lain.

c. Conjugation partnership (kemitraan melalui peleburan atau penggabungan)

Merupakan kemitraan yang dianalogikan sebagai paramecium. Dua paramecium melakukan konjungsi untuk mendapatkan energi dan kemudian terpisah satu sama lain dan selanjutnya dapat melakukan pembelahan diri. Bertolak dari analogi tersebut, maka suatu organisasi atau kelompok-kelompok, perorangan yang memiliki kelemahan di dalam melakukan usaha atau kegiatan dapat melakukan kemitraan dengan model ini.

Kemitraan melalui peleburan dan pengembangan merupakan sebuah persekutuan antara dua pihak atau lebih yang sama-sama memiliki kelemahan di dalam melakukan usaha atau mencapai tujuannya. Kedua pihak atau lebih dapat melakukan konjungsi dalam rangka meningkatkan kemampuan masing-masing.

Menurut setiawan (2004:33) misi utama dari kemitraan adalah membantu memecahkan permaslahan ketimpangan dalam kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, dan ketimpangan antar wilayah yang dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan fungsi dan tanggungjawab yang sesuai dengan kemampuan dan proporsi masing-masing terlibat.

(9)

Bentuk kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat

Dalam menghadapi tantangan-tantangan pelayanan public, pemerintah perlu mengetahui berbagai bentuk/pola kemitraan antar pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. menurut Mustopadidjaja (dalam Suharyanto, 2005 : 98-102) (suharyanto, hadryanus. 2005. Administrasi public, entrepreneurship, kemitraan, dan reinventing government. Yogyakarta : media wacana) bentuk kemitraan dapat diidentifikasikan dalam beberapa tingkat dan satuan yaitu : 1. kemitraan makro. Kemitraan ini merupakan kontribusi yang bersifat antar sektor pelayanan public. Kemitraan makro ini dapat dilihat dalam lingkup internasional dan nasional. Dalam lingkup internasional kemitraan diperlukan untuk menghadapi era globalisasi yang mengarah kepada sitem ekonomi yang membuka peluang bagi pemerintah Negara maupun untuk membuka kegiatan usaha di Negara lain.

2. kemitraan sektoral. Merupakan hubungan kerjasama para agen pembangunan dalam pelayanan public di masing-masing sektor. Pemerintah mempunyai peran untuk menyediakan dan pihak swasta diberi kesempatan untuk terlibat dalam pelayanan public, terutama di wilayah yang mempunyai intensitas kebutuhan dan tingkat pertumbuhan pelayanan public tinggi serta mempunyai kelayakan ekonomi (menguntungkan) bagi pihak swasta. Untuk

(10)

meningkatkan kemitraan sektoral, peranan yang perlu ditempuh oleh pemerintah adalah sebagai berikut :

a. meningkatkan pelayanan informasi, termasuk prioritas alokasi dana pemerintah dalam pelayanan public.

b. memberikan perhatian khusus bagi pengembangan sumber daya yang dikelola oleh masyarakat dalam skala menengah dan kecil, guna menopang atau memperkuat struktur ekonomi masyarakat.

c. mendorong kemitraan pembiayaan dalam menanggung beban biaya pembnagunan sarana dan prasarana pelayanan public, terutama di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

d. melakukan identifikasi kegiatan-kegiatan pelayanan public yang penting namun tidak dijangkau atau tidak dapat diserahkan kepada pihak swasta. Hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan memberikan pelayanan public seperti kegiatan lainnya.

3. kemitraan regional. Kemitraan ini ditujukan untuk menghadapi kesenjangan dan mewujudkan pemerataan pembangunan beserta pelayanan publiknya, dengan mendorong investasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah yang belum berkembang. Perhatian khususn

(11)

diberikan kepada wilayah yang secara geografis terpencil, minus, kritis, kantong kemiskinan, dan terbelakang.

Menurut setiawan (2002) (setiawan, bakti. 2002. Materi perkuliahan metode dan teknik perencanaan. Mpkd ugm (setiawan . 2004, kemitraan berbasis governance (studi pembngunan pasar kasombi bandung. Tesis map ugm))) terdapat empat bentuk kemitraan, yaitu :

1. contributory partnership (kemitraan melalui kontribus), yaitu suatu kesepakatan yang mana sebuah organisasi swasta atau public menyetujui memberikan sponsor atau dukungan, umumnya berupa dana, untuk beerapa kegiatan yang akan mempunyai sedikit atau sama sekali efek terhadap proses partisipasi. Sementara kontribusi dana selalu merupakan hal yang esensial bagi suksesnya kegiatan.

2. operational partnership (kemitraan operasional) merupakan jenis kemitraan dengan peserta atau mitra melakukan pembagian kerja, tidak hanya dalam pengambilan keputusan. Penekanannya untuk mencapai kesepatakan atas tujuan yang diinginkan bersama, kemudian bekerjasama untuk mencapainya. Kerjasama ini dapat begitu tinggi, pihak yang bermitra saling berbagi sumber daya namun bukan dana dalam jumlah besar.

(12)

Kekuasaan utama masih dipegang oleh peserta yang mempunyai sumber dana yaitu oleh lembaga pemerintahan.

3. consultative partnership, yaitu bentuk kemitraan di mana instansi yang bertugas mengelola sumber daya atau lingkungan secara aktif mencari masukan dari pereseorangan, kelompok serta organisasi lain di luar pemerintah. Mekanismenya melalui pembentukan komite, yang dirancang terutama untuk memberikan saran pada instansi public tentang isu atau kebijakan khusus. Kontrol jelas masih dipegang instansi public yang mempunyai kebebasan untuk memilih saran yang diberikan.

4. collaborative partnership, dalam kemitraan ini terjadi pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mencapai tujuan yang diterima oleh semua pihak, inforasi, dana dan tenaga saling dipertukarkan. Dalam kemitraan ini, masing-masing pihak yang bermitra mempunyai otonomi. Pemerintah memberikan beberapa kekuasaannya kepada organisasi non pemerintah.

Dalam pelaksanaan program plpbk, pemerintah memiliki peranan yang sangat menentukan dalam melakukan pembinaan, pelatihan dan pengawasan program plpbk terutama pada bkm sebagai motor penggerak keberhasilan

(13)

program. Begitu juga peran masyarakat yang cukup penting khususnya dalam melaksanakan program dalam memberikan partisipasinya.

Pemerintah pusat berperan dalam memberikan arahan kebijakan program serta memfasilitasi terealisasinya dan bantuan dari world bank kepada masyarakat serta melakukan pembinaan bagi keberlangsungan program melalui pembinaan secara berjenjang dari struktur pemerintah yang ada di bawahnya hingga ke tingkat kelurahan. Pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota berperan sebagai tim koordinasi pelaksana program (TKPP), dan penanggung jawab operasional kegiatan (pjok) berada pada tingkat kota. Di tingkat kecamatan, camat melakukan kontrol dan pengawasan secara umum pelaksanaan program serta ikut bertanggung jawab atas keberhasilan program plpbk yang berada di wilayahnya. Pejabat kelurahan berperan untuk memberikan pembinaan sekaligus mendorong bagi terwujudnya pemberdayaan masyarakat, memberikan fasilitas yang dibutuhkan bagi terwujudnya kondisi positif bagi pengembangan kegiatan bkm dan ksm/ panitia kemitraan yang ada dalam program, dan melakukan pengawasan kegiatan bkm dan ksm/ panitia kemitraan yang ada di wilayahnya, serta bertanggungjawab dalam program tersebut. Peran masyarkat dalam hal ini masyarakat lokal secara keseluruhan diharapkan bisa

(14)

berperan penuh untuk aktif dalam proses pemberdayaan, mendukung kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh bkm.

Pengertian kemitraan

Menurut Muh. Jafar Hafsah (2000), kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama ataupun keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Jafar hafsah, Muhammad. 2000. Kemitraan usaha : konsepsi dan strategi, Jakarta : pustaka sinar harapan.

Kemitraan adalah hubungan kerjasama yang terjadi antara civil society, pemerintah dan swasta dalam rangka mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada prinsip kepercayaan, kesetaraan dan kemandirian (sumarto, 2004 :18). (sumarto, H.S.J. 2004. Inovasi, partisipasi dan good governance. Yayasan obor Indonesia, jakarta) Jadi, kemitraan dapat dilakukan jika terdapat dua pihak atau lebih yang ingin bekerjasama, memiliki kesamaan visi dan misi, terjadi kesepakatan satu dengan yang lain dan tentunya memberikan dampak yang positif bagi masing-masing pihak.

(15)

Daftar Pustaka

Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan : Mewujudkan Pelayanan Prima dan Good Governance (Kepemerintahan yang Baik). Bandung : PT Refika Aditama.

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Yogyakarta : Gava Media.

Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta : Gramedia.

Suparjan dan Hempri Suyatno. 2003. Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan. Yogyakarta : Aditya Media.

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan benda uji yang representatif untuk pengujian adalah salah satu aspek terpenting dari pengambilan contoh dan prosedur uji. Benda uji yang dipilih

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

Bahagian Pembangunan, Jabatan Perdana Menteri Aras 2, Blok B8, Kompleks Jabatan Perdana Menteri Pusat Pentadbiran Kerajaan Persekutuan.

BAB II  SUMBER PENDANAAN  2.1 Pemerintah Pusat 2.2 Pemerintah Daerah. 2.3 Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Pada website tersebut pengguna dapat melihat informasi tentang folder-folder pada hirarki GDS, informasi tentang jumlah data yang dapat diakses serta informasi

[r]

Pada menjalankan kuasa-kuasa yang diberi oleh seksyen 168, Kanun Tanah Negara, notis adalah dengan ini diberi bahawa adalah dicadangkan hendaklah menggantikan surat-surat hakmilik

Menyimak topik materi yang akan datang dan menutup kegiatan pembelajaran dengan hamdalah dan salamA.