• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refarat Perdarahan Dalam Kehamilan FK UNAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refarat Perdarahan Dalam Kehamilan FK UNAYA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UBAIDILLAH

04171076

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH

BAGIAN/SMF ILMU

KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD Dr. R.M DJOELHAM BINJAI

2010

PERDARAHAN

DALAM KEHAMILAN

PEMBIMBING :

(2)

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT dan dengan rasa lega, pada akhirnya referat ini dapat selesai pada waktunya sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD. Dr. RM. Djoelham Binjai

Referat ini menyajikan perdarahan selama kehamilan yang sering kita jumpai di klinis. Di sini diuraikan secara singkat gambaran “Perdarahan Dalam

Kehamilan”.

Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing yaitu, Dr. H. Marwan I, Sp.OG atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai serta dalam penyusunan referat ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Harapan kami semoga refarat ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

Binjai, 20 Desember 2010 Penyusun

(3)

Hal

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II PEMBAHASAN... 3

1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA... 3

A. ABORTUS... 3

B. MOLAHIDATIDOSA... 22

C. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU... 31

2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTE PARTUM)... 39

A. PLASENTA PREVIA... 41

B. SOLUSIO PLASENTA... 54

C. INSERSIO VELAMENTOSA (VASA PREVIA)... 64

D. RUPTURA SINUS MARGINALIS... 66

E. PLASENTA SIRKUMVALATA... 67

BAB III KESIMPULAN... 69

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal. Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera, merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak. Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.

(5)

Terdapat klasifikasi perdarahan berdasarkan umur kehamilan: 1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA

a) Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.

b) Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik.

c) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM) a) Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI).

b) Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.

c) Insersio Velamentosa (vasa previa)

d) Ruptura Sinus Marginalis (Solusio Plasenta Ringan) e) Plasenta Sirkumvalata

(6)

BAB II PEMBAHASAN

1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA A. ABORTUS

Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus, misalnya faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko abortus semakin dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dan ayah. Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan terjadinya abortus berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih adalah 83,6 %.

Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus.

(7)

(1) Defenisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.

Sedang menurut WHO /FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak diketahui.

Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20 minggu.

(2) Etiologi

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:

Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom X.

Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alkohol.

(8)

Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.

Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, dan toxoplasmosis.

Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus.

(3) Patogenesis

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.

(9)

(4) Klasifikasi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan: a. Abortus Spontan

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

b. Abortus Provakatus (induced abortion)

Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

Abortus Kriminalis

Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

(10)

Berdasarkan gambaran klinis, abortus dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu:

a. Abortus Immimens (keguguran membakat)

Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks.

Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari intrauteri muncul selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. Menurut Taber (1994), umumnya kira-kira 50 % wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, persentase kecil lahir prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.

(11)

b. Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung)

Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat dan sering, serviks terbuka.

Gambar: Abortus Insipiens c. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat banyak sekali, sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.

(12)

Gambar: Abortus Inkompletus,

dimana pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran produk konsepsi yang keluar pada abortus inkompletus

d. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)

Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium uteri sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.

Gambar: Abortus Kompletus,

(13)

e. Missed Abortion

Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Setelah retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati, dapat terjadi kelainan pembekuan darah yang serius, khususnya bila kehamilan telah mencapai trimester kedua sebelum janin mati.

Gambar: Missed Abortion f. Abortus Habitualis (keguguran berulang)

Definisi abortus spontan yang berkali-kali (habitualis) telah dibuat berdasarkan berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi definisi yang paling mungkin diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih.

Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6 – 9,8 % dari abortus spontan.

(14)

Etiologi :

Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan hasilnya adalah pembuahan yang patologis.

Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi.

(5) Manifestasi Klinis

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

Pada pemeriksaan fisik ; keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, dengyut nadi normal atau capt dan kecil, suhu badan normal atau menurun. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.

Pada pemeriksaan ginekologi:

Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vagina.

Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak jaringan berbau busuk dari ostium.

(15)

Vaginal toucher : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

(6) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a. Laboratorium Darah Lengkap

Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik. LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi. Tes Kehamilan

Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau kehamilan ektopik).

b. Ultrasonografi

USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5 minggu.

Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia kehamilan 5 – 6 minggu).

Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.

(16)

Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan (gestational sac GS) dan embrio yang normal.

Prognosis buruk bila dijumpai adanya :

Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak adanya kutub janin.

Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung kehamilan).

Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).

Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam cavum uteri.

Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.

Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada detik jantung janin.

Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa yolk sac atau embrio.

(17)

Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E) dan yolk sac (YS)

Blighted ovum

(18)

Kematian embrio pada kehamilan 8 minggu

Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang iregular dan Yolk sac yang mengempis

Uterus yang kosong ( U ) dengan masa adneksa (A) yang diduga adalah kehamilan ektopik. β hCG saat ini > 100 mIU

(19)

(7) Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan

(20)

antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

(8) Diagnosa Banding

95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda yaitu :

a. Kehamilan ektopik

b. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi

c. Polip endoservik d. Mola hidatidosa

e. (jarang) Karsinoma servik uteri f. Pedunculated submucous myoma

(9) Penatalaksanaan

a. Abortus Iminens

Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.

(21)

Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin.

Berikan obat-obat hormonal dan antispasmodika. Berikan obat penenang dan preparat hematinik. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C. b. Abortus Insipiens

Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam.

Pada kehamilan < 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.

Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual.

c. Abortus Inkomplit

Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah.

Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg IM.

Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran plasenta secara manual.

(22)

d. Abortus Komplit

Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.

Bila pasien anemia berikan hematinik. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral. e. Missed Abortion

Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.

Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi.

Pada kehamilan < 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.

f. Abortus Habitualis

Pengobatan pada kelainan endomentrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.

Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.

Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerclage).

(23)

(10)Kuretase

Cara kuretase:

a. Pasien dalam posisi litotomi.

b. Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg IV.

c. Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks. d. Kosongkan kandung kemih.

e. Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12. Angkat spekulum depan dan spekulum belakang dipegang oleh seorang asisten.

f. Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus.

g. Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kuret tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan seluruh kavum uteri dikerok.

h. Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda vital 15-30 menit pasca tindakan.

(24)

Bagan: pelaksanaan abortus

GAMBARAN KLINIS KEGUGURAN

Keguguran Mengancam: Perdarahan sedikit Nyeri perut Tak ada pembukaan serviks Keguguran Membakat: Perdarahan banyak Nyeri perut Ada pembukaan serviks Keguguran Tak Lengkap: Perdarahan Nyeri perut Ada pembukaan serviks Darah cair berbau dan kotor Konservatif: Istirahat Obat: vit B kompleks & sedative Pemulangan: bebas perdarahan, rasa nyeri hilang, PP tes + Periksa ulang 1 minggu lagi. Tindakan Defenitif: Persiapan infuse Tranfuse darah Antibiotika

Persiapan kuretage; narkosa Observasi: kesadaran, perdarahan, infeksi,

perforasi uterus, degenerasi genas

(25)

B. MOLA HIDATIDOSA

Penyakit trofoblastik gestasional (gestational trophoblastic disease) meliputi beberapa penyakit yang prosesnya muncul atau berkembang di plasenta, diantaranya: mola parsial dan komplet/lengkap, placental site trophoblastic tumors, koriokarsinoma, dan mola invasif.

Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional yang ganas (malignant gestational trophoblastic disease) dapat dicegah dengan pemeliharaan (preservation) fungsi reproduksi. Pada referat ini hanya dibahas tentang hydatidiform moles (complete and partial).

(1) Defenisi

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

(26)

(2) Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain:

a. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.

b. Imunoselektif dari trofoblast.

c. Keadaan sosio ekonomi yang rendah. d. Paritas tinggi.

e. Kekurangan protein

f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

(3) Patogenesis

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

(27)

Gambar: kanan, molahidatidosa komplit dan kiri molahidatidosa parsial Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

(28)

(4) Manifestasi Klinis

Aminore dan tanda – tanda kehamilan.

Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis.

Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan

Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto.

Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin

Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama. Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu

Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat.

(5) Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Quantitative beta-HCG

Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic growth) dan dugaan adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan. Kadar HCG pada kehamilan mola biasanya normal. Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell count with platelets)

(29)

Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai perkembangan (development) dari proses koagulopati.

Fungsi pembekuan (clotting function)

Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi akibat proses perkembangan koagulopati.

Tes fungsi hati (Liver function test) Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin Thyroxin

Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya euthyroid, namun kadar plasma thyroxin biasanya naik di atas nilai normal wanita dengan kehamilan normal. Di samping itu, gejala hyperthyroidism dapat terjadi.

Serum inhibin A dan activin A b. Pencitraan (Imaging Studies)

Ultrasonography (USG) merupakan baku emas (criterion standard) untuk mengidentifikasi kehamilan mola, baik lengkap maupun parsial.

Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm

pattern) yang mengindikasikan vili korionik hidrofik.

Sementara USG yang high-resolution mampu menunjukkan suatu massa intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small cysts).

Sekali diagnosis kehamilan mola (molar pregnancy) ditegakkan, maka suatu tindakan baseline chest radiograph seperti rontgen dada

(30)

haruslah dilakukan. Paru-paru merupakan tempat metastasis (penyebaran) primer untuk tumor trofoblas ganas (malignant trophoblastic tumor).

c. Penemuan Histologis (Histologic Findings)

Mola lengkap (complete mole)

Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas proliferasi trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation), hydropic villi, dan kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan, mola lengkap menunjukkan overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan (growth factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.

Mola parsial (partial mole)

Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin, vili hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH. (2005) gambaran khas mola hidatidosa parsial memiliki empat gambaran khas:

1) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi, dan hiperplasi trofoblas.

2) Scalloping yang berlebihan dari vili. 3) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol. 4) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.

(31)

(6) Diagnosa

a. Anamnesis

Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru.

b. Pemeriksaan fisik

Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negatif.

c. Pemeriksaan penunjang

(7) Diagnosa Banding

Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion dan gemeli.

(8) Komplikasi

a. Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop. b. Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi

saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.

c. Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative

(32)

HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.

d. Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC). e. Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory

insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.

(9) Penatalaksanaan

a. Perbaiki keadaan umum.

b. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.

c. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histeroktomi.

d. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga .

(33)

e. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.

f. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif.

(10)Prognosa

a. Kematian akibat perdarahan, infeksi, eklampsia, penyakit jantung atau krisis tiroid. Dinegara berkembang 2,2 % dan 5,7%.

b. Proses keganasan berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak 6 bulan pertama.

(34)

C. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.

Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat

(35)

Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.

(1) Defenisi

Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

(2) Insiden

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas.

(36)

(3) Etiologi

Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:

a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.

b. Riwayat operasi tuba.

c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang. d. Kehamilan ektopik sebelumnya.

e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.

f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.

g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.

h. Operasi plastik pada tuba. i. Abortus buatan.

(4) Patofisiologi

Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini:

a. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan

(37)

tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.

b. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.

c. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.

Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.

(5) Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.

Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.

(38)

(6) Diagnosis

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat:

a. Anamnesis dan Gejala Klinis

Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

b. Pemeriksaaan Fisik

Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.

Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.

Pemeriksaan ginekologis

Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).

Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.

(39)

d. Kuldosentesis

Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.

e. Laparatomi

Diagnosa pasti hanya bisa ditegakkan dengan laparatomi.

f. USG: berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.

(7) Diagnosa Banding

Hati-hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia kehamilan muda : mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada tanda akut abdomen – sebaliknya kehamilan ektopik terganggu belum tentu pula disertai gejala pendarahan.

(8) Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:

a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.

b. Infeksi. c. Sterilitas.

d. Pecahnya tuba falopii.

e. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

(40)

(9) Penanganan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.

(10)Prognosa

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.

(41)

Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.

(42)

2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTE PARTUM)

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.

Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar uterus .

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.

Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan.

Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut

(43)

data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.

Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri).

Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.

Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta previa.

Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.

(44)

Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).

Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

A. PLASENTA PREVIA

(1) Defenisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI).

Plasenta previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae

= di depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah plasenta

implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).

(45)

(2) Etiologi

Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia pasien, multiparitas dan riwayat seksio sesar sebelumnya; sehingga etiologi plasenta previa diperkirakan adalah :

a. Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya jaringan parut.

b. Ukuran plasenta besar.

c. Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa). d. Jaringan parut.

(3) Faktor Resiko

a. Riwayat plasenta previa (4-8%).

b. Kehamilan pertama setelah sectio caesar.

c. Multiparitas (5% kejadian pada grandemultipara). d. Usia ibu “tua”.

e. Kehamilan kembar. f. Riwayat kuretase abortus. g. Merokok.

Perdarahan pada plasenta previa terjadi oleh karena :

a. Separasi mekanis plasenta dari tempat implantasinya saat pembentukan SBR atau saat terjadi dilatasi dan pendataran servik. b. Plasentitis.

(46)

(4) Patofisiologi

Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 10 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta menipis, umumnya terjadi pada trismester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.

(5) Klasifikasi Klinis

a. Plasenta previa totalis :

Seluruh ostium uteri intermum tertutup oleh plasenta.

(47)

b. Plasenta previa parsialis/lateralis

Sebagian ostium uteri intemum tertutup oleh plasenta.

Gambar plasenta previa lateralis c. Plasenta previa marginalis

Pinggir bawah plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri internum

(48)

d. Plasenta previa letak rendah

Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.

Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Gambar: berbagai jenis plasenta previa

Gambar: A. Implantasi plasenta normal. B. Plasenta letak rendah C. Plasenta previa partialis D.Plasenta Previa totalis

(49)

(6) Gejala Klinis

a. Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang (painless, causeless, recurrent bleeding), darahnya berwarna merah segar.

b. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.

c. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak.

d. Janin biasanya masih baik.

(7) Diagnosis

a. Anamnesis

Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.

b. Pemeriksaan luar

Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.

(50)

c. Pemeriksaan In Spekulo

Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.

d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung

Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

e. Pemeriksaan Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.

f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif

Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.

(51)

P = Plasenta ; F : Fetus

USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis

P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ; Cx = Cervix

(8) Diagnosa Banding

a. Solusio Plasenta b. Plasenta Sirkumvalata

(52)

(9) Terapi

a. Terapi Ekspektatif (mempertahankan kehamilan)

Kriteria :

- Umur kehamilan kurang dari 37 minggu - Perdarahan sedikit

- Belum ada tanda-tanda persalinan

- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.

Rencana Penanganan : 1. Istirahat baring mutlak. 2. Infus D 5% dan elektrolit.

3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia. 4. Periksa Hb, HCT, .COT, golongan darah

5. Pemeriksaan USG.

6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.

7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.

b. Terapi Aktif (mengakhiri kehamilan)

Kriteria:

- umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram. - Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.

(53)

- Ada tanda-tanda persalinan.

- Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%. Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.

Indikasi Seksio Sesarea :

1. Plasenta previa totalis.

2. Plasenta previa pada primigravida.

3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang. 4. Anak berharga dan fetal distres.

5. Plasenta previa lateralis jika:

- Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak - Sebagian besar OUI ditutupi plasenta

- Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

c. Partus Per Vaginam

Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur.

1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.

(54)

3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.

(10)Komplikasi a. Maternal - Perdarahan - Syok - Kematian b. Fetal

Prematuritas akibat plasenta previa adalah penyebab dari 60% kematian pada masa perinatal

Kematian terjadi akibat: - Asfiksia intrauterin

- Perdarahan janin akibat manipulasi obstetrik

- Jumlah darah berhubungan langsung antara rentang waktu antara kerusakan kotiledon dan penjepitan tali pusat.

(55)

(11)Prognosa

a. Maternal

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.

Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan b. Fetal

Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira 10%

Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta perdarahan yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat sangat diturunkan melalui perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal.

(56)

Bagan: Penanganan plasenta previa

Periksa Dalam di Atas Meja Operasi

Penanganan Plasenta Previa

Syok Tidak Syok

1. Konservatif 2. Rawat

3. Kortikosteroid untuk pematangan paru-paru janin

4. Bila perdarahan ulang banyak dilakukan PDMO

Plasenta Previa

Belum Aterm Aterm

Rujuk ke Rumah Sakit

Infus Cairan 1. Infus cairan

2. O2 (kalau ada)

Plasenta Letak Rendah

Partus per vaginam Seksio Sesarea

(57)

B. SOLUSIO PLASENTA

(1) Defenisi

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.

Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter. Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

(58)

Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :

a. Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%

(59)

Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.

Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat. Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap dibalik selaput ketuban (relativelly concealed). 30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.

(2) Etiologi

Sampai saat ini etiologi belum diketahui dengan jelas, keadaan tertentu dapat menyertai seperti umur ibu yang tua, multiparitas, penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, trauma, pre-eklamsia, tali pusat pendek, tekanan pada vena kava inferior dan defisiensi asam folik.

(3) Patofisiologi

Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium.

Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.

(60)

Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.

Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage).

Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage):

1. Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh.

2. Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih menempel dengan baik pada dinding uterus.

3. Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban.

4. Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar.

5. Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan uterus couvellair.

(61)

(4) Klasifikasi

Menurut derajat lepasnya plasenta:

a. Solusio Plasenta Parsialis

Bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari perlekatannya.

b. Solusio Plasenta Totalis

Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari perlekatannya.

c. Prolapsus Plasenta

Plasenta turun ke bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

Menurut klinisnya solusio plasenta terbagi atas:

a. Solusio Plasenta Ringan

Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginam berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.

b. Solusio Plasenta Sedang

Plasenta telah lepas lebih dari seperempat. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginam. Dinding uterus teraba tegang.

c. Solusio Plasenta Berat

Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan. Penderita shock.

(62)

(5) Gejala Klinis

a. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, wama darah merah kehitaman.

b. Uterus tegang seperti papan (uterus enbois, wooden uterus). c. Palpasi janin sulit.

d. Auskultasi djj(denyut jantung janin) sering negatif. e. KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar. f. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik). g. Pasien kelihatan pucar, sejak, gelisah dan kesakitan.

Catatan: : Pada gejala solusio plasenta ringan dengan gejala tidak menonjol, harus hati-hati, karena anak bisa mati.

(6) Diagnosis

a. Gejala klinis

b. Periksa dalam (VT) : ketuban menonjol walaupun tidak ada his c. Pemeriksaan USG

d. Plasenta kelihatan cekung atau lebih tipis di tempat adanya hematom (diagnosa setelah plasenta lahir).

(7) Diagnosis Banding

a. Plasenta praevia b. Vasa Previa

(63)

(8) Komplikasi

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a. kelainan pembekuan darah b. oliguria

c. gawat janin d. kematian e. perdarahan.

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire.

(9) Penatalaksanaan

Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.

(64)

Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin.

Penatalaksanaannya meliputi : a. Pemberian transfusi darah. b. Pemecahan ketuban (amniotomi) c. Pemberian infus oksitosin

d. Kalau perlu dilakukan seksio sesar.

Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi minimal 1000 cc sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.

Seksio sesar dilakukan bila :

a. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.

b. Perdarahan banyak.

c. Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm. d. Panggul sempit.

e. Letak lintang. f. Pre eklampsia berat. g. Pelvik score kurang 5.

(65)

(10)Prognosis Ibu

Baik, kalau persalinan sudah selesai dalam batas waktu 6 jam sejak saat mulai terjadinya keadaan patologik solusio plasenta dan pasien segera mendapat transfusi darah segar.

Anak

Pada solusio plasenta berat, 100% janin mengalami kematian; pada solusio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas, umur kehamilan dan cepatnya pertolongan.

(66)

Bagan: Penatalaksanaan Solusio Plasenta.

Penanganan Solusio Plasenta

Janin Mati Janin Hidup

Atasi Syok

Rujuk ke rumah sakit 1. Infus cairan 2. O2 (bila ada) Infus Cairan Tidak Syok Syok Janin Hidup Bila kemajuan partus tidak memuaskan dan perdarahan banyak, lakukan seksio sesarea 1. Pecahkan Ketuban 2. Infus Oksitosin 3. Partum pervaginam dalam 6 jam Seksio Sesarea Janin Mati Pembukaan > 6 cm 1. Pecahkan ketuban 2. Infus Oksitoksin Pembukaan <6 cm Seksio Sesarea Seksio Sesare a

(67)

C. INSERSIO VELAMENTOSAA (VASA PREVIA)

(1) Defenisi

Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah umblikus berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta.

Pada persalinan, pembuluh-pembuluh darah tali pusat ini dapat turun ke bawah melalui pembukaan serviks. Hal ini dapat diraba pada pemeriksaan dalam, disebut vasa previa, yang dalam persalinan dapat menyebabkan perdarahan antepartum. Bila terjadi perdarahan banyak, maka kehamilan harus segera diakhiri.

(2) Etiologi

Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.

(68)

(3) Patofisiologi

Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan di daerah oestium uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.

(4) Tanda dan Gejala

Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk bsa juga menyebabkan bayi tersebut meninggal.

Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.

(5) Penatalaksanaan

(69)

D. RUPTURA SINUS MARGINALIS (1) Defenisi

Ruptura sinus marginalis (solusio plasenta ringan) adalah terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.

(2) Gambaran Klinik

Terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus menerus adak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus- menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus.

Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

(3) Penanganan

Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.

(70)

Apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tegang, kiranya penderita dapat dirawat konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.

Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan ultrasonografik daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindari lagi. Apabila janin hidup, dilakukan seksio sesarea; apabila janin mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

E. PLASENTA SIRKUMVALATA (1) Defenisi

Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh kesamping dibawah desidua.

(2) Etiologi

Diduga bahwa corionfrondosum terlalu kecil dan untuk mncukupi kebutuhan, villi menyerbu kedalam desidua di luar permukaan frondosum, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi.

(71)

(3) Insiden

Insidensinya lebih kurang 2-18 %.

(4) Patofisiologi

Menurut beberapa ahli plasenta sirkumvalata sering menyebabkan abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, di sebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir telanjang tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi.

(5) Diagnosis

Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan setelah plasenta lahir tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea.

(72)

BAB III KESIMPULAN

Terdapat klasifikasi perdarahan berdasarkan umur kehamilan:

PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA

1. Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.

2. Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik.

3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.

PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM)

1. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI).

2. Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.

Gambar

Gambar : kuretase
Gambar plasenta previa lateralis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan Pengembangan Aplikasi Multimedia Pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran menggunakan Multimedia

- Analisis timbunan tanpa menggunakan drainase vertikal untuk model soft soil diketahui nilai tekanan air pori ekses diperoleh berturut-turut setelah adanya lapisan pertama

Di samping itu, menarik kewenangan untuk memberikan persetujuan substansi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kabupaten, menjadi kewenangan menteri yang

- untuk pipa air bersih biru muda - untuk pipa kebakaran merah menyala - untuk pipa air buangan toilet abu-abu - pipa vent abu-abu muda/putih. Warna-warna tersebut

Tujuan yang hendak dicapai dalam pengamatan ini adalah : 1. Untuk mengetahui siapa saja target pasar Dagadu Djokdja. Untuk mengetahui strategi promosi yang diterapkan pada

Penggunaan ilmu-ilmu bantu dalam penulisan sejarah Islam di dunia Melayu-Nusantara secara umum dan sejarah Islam di dunia Melayu- Nusantara khususnya, tidak bisa dipungkiri, telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala sekolah dalam pembinaan prestasi kerja guru dilaksanakan dengan menyesuaikan kondisi maupun keadaan guru agar pretasi

Hasil analisis menemukan sebagian besar responden mengerti tentang shio; semua responden mengatakan perempuan shio macan unsur api galak; semua responden