• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Hasil dan pembahasan menyajikan empat topik bahasan, yaitu: 1) Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah, 2) Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan, 3) Upaya Optimalisasi Tanah Sawah, dan 4) Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok.

3.1. Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

3.1.1. Komposisi Mineral

Mineral merupakan unsur utama penyusun tanah dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah. Berikut disajikan komposisi mineral pasir dan mineral liat yang terbentuk.

Komposisi Mineral Pasir

Hasil analisis komposisi mineral pasir pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa komposisi mineral pasir terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa gelas volkan, feldspar (labradorit), piroksin (hiperstin) dan opak dijumpai dalam jumlah dominan. Opak dominan pada pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3), kandungan opak berkurang seiring bertambahnya jarak ke daerah pengendapan (Gambar 4). Feldspar (labradorit) dan piroksin (hiperstin) dominan pada pedon-pedon di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) didominasi oleh gelas volkan dan feldspar (labradorit). Adanya feldspar tersebut menurut Subardja dan Buurman (1980) akan mempengaruhi produktivitas tanah sawah karena tanah mempunyai cadangan hara Ca dan K yang tinggi, sehingga kesuburan tanah tetap terjaga.

(2)

Tabel 3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti

Jenis dan komposisi mineral (%)

Pewakil Kedalaman (cm) Simbol Horizon Op Ku Lm Gv La Sa Ho Au Hi PV1 0-21 Apg 32 7 10 17 4 Sp 5 1 17 21-35 Bwg1 41 7 14 10 3 1 4 1 14 35-39 Bwg2 31 8 14 14 1 Sp 7 2 13 39-43 Bwg3 45 7 11 10 1 1 5 1 12 43-74 2Bw 43 6 14 15 Sp 1 3 Sp 4 74-100 2BC 53 8 9 16 Sp 1 4 1 3 PV2 0-10 Apg 58 7 7 5 5 2 2 1 6 10-25 Bwg 59 8 2 5 4 2 4 3 8 25-51 2Bw 73 3 9 3 2 1 1 1 5 51-80 2BC 52 1 42 2 Sp 1 Sp Sp Sp 80-100 2C 82 1 17 Sp Sp Sp Sp Sp Sp PV3 0-10 Apg1 39 7 2 5 14 1 5 4 20 10-20/23 Apg2 43 7 2 8 13 1 3 3 17 20/23-55 2Bg 71 8 6 1 4 1 2 Sp 6 55-90 2BC 35 4 18 1 15 1 7 3 13 >90 3C 17 3 20 2 30 Sp 5 3 16 PA1 0-15 Apg 7 6 7 9 33 Sp 1 5 21 15-30 Bg 39 2 11 3 18 1 1 2 16 30-52 2Bg 17 3 28 5 18 Sp 1 5 13 >52 3Cg 37 3 30 5 11 Sp 1 1 7 PA2 0-16 Apg 12 1 8 8 28 1 2 7 30 16-32 Bg1 18 1 2 6 36 - Sp 6 27 32-55 Bg2 15 1 4 6 28 - 2 4 35 55-79 2Cg 6 1 34 9 26 Sp 2 4 14 PA3 0-15 Apg 12 1 5 3 28 - Sp 4 42 15-35 Bg1 15 1 4 6 33 Sp - 3 37 35-50 Bg2 20 1 27 4 24 - - 2 14 50-72 2Cg 10 Sp 28 9 30 1 Sp 1 13 72-90 3Cg 11 sp 26 9 23 - Sp 5 16 PD1 0-20 Apg Sp 6 1 69 2 - 1 1 3 20-41 Bg Sp 5 4 60 18 Sp 1 1 4 41-60 2Cg 3 3 10 56 10 Sp 1 1 4 60-73 3Cg 4 3 28 35 10 Sp 1 3 1 73-100 4Cg 3 6 19 37 12 Sp Sp 1 7 PD2 0-20 Apg 7 12 6 19 20 1 6 2 13 20-48 Bg 10 8 34 6 14 Sp 1 2 4 48-100 2Cg 6 5 33 14 18 - 1 Sp 4 100-120 3Cg 1 2 54 14 11 Sp Sp Sp 1 PD3 0-15 Apg 6 10 6 23 25 1 3 2 12 15-40 Bg1 6 8 13 30 21 Sp 2 1 11 40-70 Bg2 5 6 36 20 14 Sp 2 Sp 4 70-100 2Cg 3 Sp 47 16 14 - Sp 2 4 100-120 3Cg 2 1 41 19 21 Sp 2 1 2

Keterangan: Op = Opak, Ku = Kuarsa (Kuarsa keruh + Kuarsa bening), Lm = Lapukan mineral, Gv = Gelas volkanik, La = Labradorit, Sa = Sanidin, Ho = Hornblende (Hornblende hijau+ Hornblende coklat), Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

(3)

Mohr dan van Baren (1960) mengemukakan opak dan hiperstin mempunyai specific gravity > 2.9, sedangkan feldspar (labradorit) mempunyai specific gravity < 2.9. Karena perbedaan specific gravity tersebut, kemungkinan opak sulit ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Sementara tingginya hiperstin pada pedon-pedon di Dataran Aluvial mengindikasikan hiperstin mempunyai specific gravity yang lebih rendah dari opak.

Kandungan labradorit lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Aluvial, sebaliknya gelas volkan lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin. Berdasarkan posisi pengendapan, Dataran Aluvial merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik, bahan-bahan yang belum sempat diendapkan terus terbawa air dan diendapkan ke tempat yang lebih jauh (Dataran Lakustrin). Specific gravity gelas volkan lebih rendah, sehingga lebih mudah ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Peneliti lain menyebutkan (Hunter, 1988) bahwa keberadaan gelas volkan di dalam tanah sebagian besar merupakan endapan angin (aeolian) ketika aktivitas gunung api (erupsi) terjadi. Gambar 4 menyajikan penyebaran opak dan hiperstin, sedangkan Gambar 5 menyajikan penyebaran gelas volkan dan feldspar.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 J u m la h ( % ) Opak Hiperstin

Gambar 4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti.

Adanya kesamaan komposisi mineral pasir pada pedon-pedon yang diteliti menunjukkan tanah sawah yang terbentuk di Dataran Aluvial dan Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik Gunung Talang. Penambahan bahan baru di atas bahan tanah yang sudah ada merupakan ciri utama tanah-tanah yang berkembang dari aluvium. Hal ini terbukti dari asosiasi mineral yang disajikan

...32.0

14.0 20.0

Jarak (Km) ...8.0

G. Talang

(4)

pada Tabel 4. Perhitungan asosiasi mineral yang dikemukakan Baak (1948 dalam Mohr dan van Baren, 1960) menunjukkan bahwa pedon-pedon mempunyai asosiasi mineral yang tidak sama di dalam penampangnya. Pedon PA1 mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin yang didominasi oleh hiperstin sampai kedalaman 30 cm, pada kedalaman 30-52 cm terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin-augit) dan pada kedalaman > 52 cm kembali hiperstin mendominasi asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan sampai kedalaman > 52 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan pada pedon PA1.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 J u m la h ( % ) Opak Hiperstin Gelas volkan Labradorit

Gambar 5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang diteliti.

Pada pedon PD2 terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin sampai kedalaman 48 cm, kemudian asosiasi mineral piroksin-amfibol (hornblende) sampai kedalaman 100 cm dan pada kedalaman > 100 cm kembali dijumpai asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman > 100 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik.

Penambahan bahan baru ternyata tidak saja terjadi pada pedon-pedon yang terbentuk di daerah dataran, akan tetapi juga di daerah volkanik. Pedon PV2 yang berada di lereng tengah volkanik bagian bawah mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 25 cm, pada kedalaman > 25 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol. Pada pedon PV3 terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 20/23 cm. Pada kedalaman 20/23-90 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol dan pada kedalaman > 90 cm kembali terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin yang didominasi oleh hiperstin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman 100 cm telah

...32.0

14.0 20.0

Jarak (Km) ...8.0

G. Talang

(5)

terjadi dua hingga tiga kali pengendapan bahan. Hasil penelitian Suryani dan Prasetyo (2002) di daerah volkanik Gunung Talamau, Sumatera Barat juga menemukan hal yang sama bahwa penambahan bahan baru dapat disebabkan oleh aktivitas gunung berapi berupa pengendapan bahan-bahan hasil erupsi di atas bahan atau tanah yang sudah ada.

Tabel 4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti

Jenis dan komposisi mineral (%) Pewakil Kedalaman (cm) Horizon Simbol

Op Zi Hh Hc Au Hi Asosiasi mineral PV2 0-10 Apg 82 2 9 14 10 65 Pi 10-25 Bwg 78 Sp 6 7 15 72 Pi 25-51 2Bw 85 2 11 18 11 58 Pi-Am 51-80 2BC 95 5 6 27 19 43 Pi-Am 80-100 2C 96 1 22 22 8 47 Pi-Am PV3 0-10 Apg1 40 Sp 15 6 15 64 Pi 10-20/23 Apg2 42 1 9 10 16 64 Pi 20/23-55 2Bg 64 Sp 13 21 6 60 Pi-Am 55-90 2BC 58 Sp 18 28 6 48 Pi-Am >90 3C 38 - 13 6 13 68 Pi PA1 0-15 Apg 29 Sp 4 2 15 79 Pi 15-30 Bg 36 Sp 4 4 18 74 Pi 30-52 2Bg 49 Sp 8 7 23 62 Pi (Hi-Au) >52 3Cg 69 2 5 6 14 73 Pi PD2 0-20 Apg 25 Sp 16 2 13 69 Pi 20-48 Bg 42 Sp 15 1 13 69 Pi 48-100 2Cg 32 1 23 1 17 58 Pi-Am 100-120 3Cg 33 Sp 9 1 23 66 Pi

Keterangan: Op = Opak, Zi = Zirkon, Hh = Hornblende hijau, Hc = Hornblende coklat, Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

Komposisi Mineral Liat

Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau hasil pembentukan baru (neoformation) di dalam tanah (Allen dan Hajek, 1989). Eswaran (1979); Delvaux et al. (1989) mengemukakan bahwa pelapukan bahan volkanik di daerah tropis menghasilkan alofan, haloisit, smektit, kaolinit, goetit dan gibsit. Di antara mineral liat tersebut alofan dan haloisit merupakan fraksi liat dominan. Menurut Wada (1989), haloisit terbentuk dari alofan, namun banyak peneliti mengungkapkan haloisit terbentuk langsung dari abu volkanik (Parfitt et al., 1983; Parfitt et al., 1984; Singleton et al., 1989).

(6)

Pada pedon-pedon di daerah volkanik Gunung Talang, X-Ray Difractometer mendeteksi mineral haloisit (haloisit hidrat dan metahaloisit), smektit dan kaolinit. Haloisit terbentuk pada pedon PV1 dan PV2, sedangkan smektit dan kaolinit dijumpai pada tanah lapisan atas pedon PV3.

Gambar 6 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di daerah volkanik.

Pada Gambar 6 terlihat pedon PV1 dan PV2 mempunyai komposisi mineral liat sama, yaitu haloisit hidrat dan metahaloisit masing-masing dalam jumlah sedang. Haloisit hidrat ditunjukkan oleh puncak difraksi 10.07-10.14Å dan 4.44-4.46Å pada perlakuan Mg2+ serta 11.57Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol. Metahaloisit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.36-7.46Å dan 3.56-3.62Å pada perlakuan Mg2+. Menurut Dixon (1989); Allen dan Hajek (1989) adanya mineral liat haloisit merupakan indikasi bahwa tanah masih tergolong muda. Beberapa studi meyakini bahwa haloisit merupakan bentuk awal dari sistem pelapukan aktivitas larutan silika tinggi sebelum akhirnya ditransformasi ke bentuk yang lebih stabil (McIntosh, 1979; Singleton et al., 1989). Selain haloisit, juga terdapat gibsit dalam jumlah sedikit yang ditunjukkan oleh puncak difraksi 4.83-4.86Å dan goetit pada pedon PV2 dalam jumlah sangat sedikit (4.18Å).

10.7Å 7.46Å 4.86Å 4.46Å 4.06Å 3.62Å 5 10 15 20 25 30[°2θ] 10.14Å 7.36Å 4.83Å 4.44Å 4.18Å 4.03Å 3.56Å 11.57Å 5 10 15 20 25 30[°2θ] 5 10 15 20 25 30[°2θ] Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C 15.50Å 10.01Å 7.20Å 5.31Å 4.46Å 4.06Å 3.59Å 18.03Å 13.37Å 10.01Å Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C PV1 PV2 PV3

(7)

Berbeda dengan pedon PV1 dan PV2, pada lapisan atas pedon PV3 X-Ray Difractometer mendeteksi mineral smektit dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Smektit terdeteksi pada puncak 15.50Å pada perlakuan Mg2+, 18.03Å perlakuan Mg2+ Glycerol, 13.37Å perlakuan K+ dan 10.01Å perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.20Å, 4.46Å dan 3.59Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan K+. Sementara illit ditunjukkan oleh puncak difraksi pada 10.01Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan K+550°C. Selain mineral liat, pada pedon-pedon PV dijumpai kristobalit dalam jumlah sedikit hingga sedang pada puncak difraksi 4.03-4.06Å.

Pada lapisan bawah pedon PV3 (Lampiran 1) dijumpai mineral haloisit hidrat dan metahaloisit dalam jumlah sedang, demikian juga dengan kristobalit. Komposisi mineral liat lapisan bawah pedon PV3 tersebut sama dengan komposisi mineral liat lapisan atas pedon PV1 dan PV2. Adanya smektit pada lapisan atas pedon PV3 menunjukkan bahwa pada pedon tersebut telah terjadi akumulasi basa-basa. Akumulasi basa-basa, terutama Ca dan Mg pada lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Berdasarkan pengamatan lapang, pedon PV3 berada pada lereng bawah volkanik, sehingga akumulasi basa-basa dari lereng atas dan lereng tengah volkanik sangat dimungkinkan.

Komposisi mineral liat pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial disajikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat mineral liat kaolinit mendominasi pedon PA1. Selain kaolinit, X-Ray Difractometer mengidentifikasi mineral liat smektit dalam jumlah sedikit, sebaliknya dengan pedon PA2 mineral liat smektit dijumpai dalam jumlah banyak. Selain smektit terdapat metahaloisit dan haloisit hidrat masing-masing dalam jumlah sedang dan sedikit. Pada pedon PA3 teridentifikasi adanya mineral liat smektit dan metahaloisit dalam jumlah yang sama (sedang) dan mineral liat haloisit hidrat dalam jumlah sedikit. Selain mineral liat, dijumpai feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

Pada pedon-pedon PA, mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.16-7.26Å, 4.42-4.45Å dan 3.553.58Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan K+. Smektit terlihat pada puncak difraksi 15.50-17.04Å pada perlakuan Mg2+, 17.22-18.03Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol, 12.71-13.60Å pada

(8)

perlakuan K+ dan 10.07-10.21Å pada perlakuan K+550°C. Haloisit hidrat terdeteksi pada puncak difraksi 10.01Å dan metahaloisit pada 7.22Å, 4.42Å 3.56Å dengan perlakuan Mg2+. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak 4.04Å dan 3.20Å dengan perlakuan Mg2+.

Masih pada Gambar 7, ketiga pedon PA tersebut memperlihatkan komposisi mineral liat berbeda, meski pedon-pedon tersebut mempunyai komposisi dan jumlah mineral pasir penyusun relatif sama (Tabel 3). Adanya perbedaan komposisi mineral liat tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan posisi pedon-pedon tersebut di Dataran Aluvial. Pedon PA1 dan PA3 berada pada bentuk wilayah yang agak cembung, namun pedon PA1 lebih dekat ke sungai. Sementara pedon PA2 berada di antara pedon PA1 dan PA3 pada bentuk wilayah yang lebih cekung.

Gambar 7 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial.

Berbeda dengan Dataran Aluvial, di Dataran Lakustrin (Gambar 8) pedon-pedon mempunyai komposisi mineral liat yang sama. Pada X-Ray Difractogram tampak komposisi mineral liat yang lebih seragam. Mineral smektit dijumpai dalam jumlah banyak dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Pada fraksi liatnya terdapat feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

17.04Å 5 10 15 20 25 30[°2θ] Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C 5 10 15 20 25 30[°2θ] 5 10 15 20 25 30[°2θ] 7.16Å 4.45Å 4.04Å 3.58Å 3.20Å 17.22Å 13.22Å 10.21Å 15.50Å 10.01Å 7.26Å 4.42Å 4.04Å 3.55Å 3.20Å 18.03Å 12.71Å 10.07Å Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C 15.50Å 10.01Å 7.22Å 4.42Å 4.04Å 3.56Å3.20Å 13.03Å 17.42Å 10.07Å Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C

(9)

Mineral liat smektit ditunjukkan oleh puncak difraksi 15.02-15.66Å pada perlakuan Mg2+, 17.62-18.63Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol, 12.71-13.03Å pada perlakuan K+ dan 10.01-10.32Å pada perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak 7.16-7.22Å dan 3.56-3.60Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol, K+ dan hilang pada perlakuan K+550°C. Illit terdeteksi pada 10.01-10.27Å dan 5.02Å pada semua perlakuan. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak 4.03-4.06Å dan 3.20Å.

Gambar 8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin.

Jika pedon-pedon di daerah dataran dibandingkan, mineral liat smektit lebih banyak terbentuk pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin. Menurut Borchardt (1989) keberadaan smektit di dalam tanah terjadi melalui tiga cara. Pertama, pembentukan dari larutan, kedua melalui transformasi mika, dan ketiga melalui pengendapan smektit. Lebih lanjut Borchardt (1989) menjelaskan bahwa pembentukan dari larutan merupakan sumber utama smektit di dalam tanah. Adanya mineral liat smektit pada tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok kemungkinan terbentuk dari larutan. Hal ini didukung oleh data mineral pasir (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa jumlah mineral penyusun relatif sama,

5 10 15 20 25 30[°2θ] 5 10 15 20 25 30[°2θ] 4.03Å 3.60Å Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C 15.50Å 17.62Å 10.01Å 7.16Å 3.20Å 12.71Å 1027Å 15.66Å 18.63Å 10.27Å7.19Å 4.06Å 3.57Å 3.21Å 12.71Å 10.32Å Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C Mg2+ Mg2+ Glycerol K+ K+ 550°C 15.82Å 10.01Å 7.22Å 5.02Å 4.06Å 3.56Å 3.20Å 18.03Å 13.03Å 10.01Å 5 10 15 20 25 30 [°2θ] PD1 PD2 PD3

(10)

tetapi mineral liat yang terbentuk berbeda (pedon-pedon PA), sebaliknya mineral liat sama tetapi jumlah mineral penyusun sedikit berbeda (pedon-pedon PD dan PV3). Pelapukan mineral-mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca2+ dan Mg2+, pada pH tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Pada kondisi pH tinggi tersebut, menurut van Wambeke (1992) kaolinit dan haloisit tidak mungkin terbentuk. Dixon (1989) menyatakan bahwa kaolinit dan haloisit merupakan hasil pelapukan pada lingkungan masam. Hal ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit juga merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik.

Pada pedon-pedon PD dan PV3, selain pembentukan melalui larutan, adanya illit bersama smektit merupakan bagian dari proses transformasi illit – smektit, prosesnya sebagai berikut:

-K+ kation dapat tukar terhidrasi

Illit (mika) vermikulit + smektit + K+

(tidak stabil)

Dalam proses depotassication ini, Dataran Lakustrin dan lereng bawah volkanik menyediakan lingkungan yang sesuai untuk transformasi illit-smektit. Menurut Borchardt (1989); Fanning et al. (1989) pembentukan smektit dari illit terjadi karena lingkungan rendah K+ dan Al3+, namun Ca2+ dan Mg2+ tinggi dalam larutan tanah, pH tanah tinggi dan drainase terhambat, serta adanya kondisi basah dan kering. Hal yang sama dilaporkan Kaaya et al. (2010) dari Dataran Wami-Makata di Distrik Morogoro, Tanzania bahwa mika hidrous (illit) dan kaolinit diangkut dari lereng atas dan tengah volkanik, kemudian diendapkan di daerah lebih rendah, selanjutnya illit mengalami transformasi menjadi smektit. X-Ray Difractogram pedon-pedon yang diteliti selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. 3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Sawah

Sifat-sifat tanah dibedakan atas sifat morfologi, fisika dan kimia. Berikut disajikan sifat-sifat tanah yang terbentuk beserta klasifikasinya menurut Soil Survey Staff (2010) di Sentra Produksi Beras Solok.

(11)

Sifat Morfologi

Hasil pengamatan sifat morfologi di lapang menunjukkan bahwa pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) berwarna lebih kelabu (kelabu hingga kelabu kebiruan), terutama pada kedalaman > 50 cm dibandingkan dengan pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3) berwarna kecoklatan (Gambar 9). Selain itu pada kedalaman tersebut (> 50 cm) dijumpai lapisan pasir yang berselang-seling dengan lapisan debu.

Gambar 9 Kenampakan pedon yang berkembang di daerah volkanik PV1), Dataran Aluvial (PA3) dan Dataran Lakustrin (PD1).

Warna kelabu pada kedalaman > 50 cm mengindikasikan bahwa tanah-tanah sawah yang terbentuk di Dataran Lakustrin telah jenuh dalam waktu yang sangat lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat. Adanya sisa-sisa binatang danau (kerang danau) dalam penampang menambah bukti bahwa bahan yang ditranslokasikan dari hulu (daerah volkanik) oleh Batang Sumani diendapkan ke dasar Danau Singkarak, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau.

Dominasi mineral liat smektit pada tanah-tanah di Dataran Lakustrin, dalam kondisi lembab tanah menjadi teguh, serta keras dan retak-retak bila kering. Berbeda dengan tanah-tanah yang terbentuk di Dataran Aluvial, warna kelabu pada kedalaman > 50 cm disebabkan muka air tanah yang dangkal (< 100 cm), sehingga tanah-tanah pada lapisan bawah selalu jenuh air. Pada permukaan tanah, dalam kondisi kering juga dijumpai retakan-retakan, namun tidak selebar dan

(12)

sedalam retakan yang dijumpai pada tanah sawah di Dataran Lakustrin. Hal ini kemungkinann karena mineral smektit tidak dominan pada tanah sawah di Dataran Aluvial.

Pada pedon-pedon di daerah volkanik, pengaruh penggenangan akibat penyawahan hanya terlihat sampai kedalaman 50 cm, ditunjukkan oleh kroma yang lebih rendah dibandingkan lapisan bawah (> 50 cm), disamping karatan Fe dan nodul Mn sebagai bukti adanya proses reduksi-oksidasi. Menurut Arabia (2008) nodul Mn dan Fe merupakan ciri hidromorfik dan proses oksidasi-reduksi dominan pada tanah volkanik yang disawahkan. Lebih lengkapnya sifat morfologi tanah dari pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Lampiran 2.

Sifat Fisika dan Kimia Tanah

Sifat fisika dan kimia pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 5 dan sifat fisika dan kimia contoh tanah komposit lapisan olah (0-20 cm) disajikan pada Lampiran 3. Berikut diuraikan masing-masing sifat fisika dan kimia tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok.

Tekstur

Pada Tabel 5 terlihat bahwa kelas tekstur tergolong halus hingga agak halus, kecuali kedalaman > 50 cm yang tergolong agak kasar pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial dan Lakustrin. Meski demikian, hasil analisis statistik lapisan olah (0-20 cm) yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (taraf 5%) pada rata-rata kandungan debu dan liatnya. Tanah-tanah sawah di Dataran Aluvial (endapan sungai) mempunyai rata-rata kandungan debu lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanah sawah di daerah volkanik (bahan induk volkanik) dan Dataran Lakustrin (endapan danau). Sebaliknya dengan kandungan liat, tanah sawah dari endapan danau dan bahan induk volkanik mempunyai rata-rata kandungan liat lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai.

(13)

Pasir Debu Liat C N P2O5 K2O P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc KB Pedon pewakil Batas horizon Simbol horizon (%) H2O KCl (%) C/N (mg/kg) (me/100 g) (%) PV1 0-21 Apg 17 37 46 5.7 4.8 2.72 0.23 12 210 330 45 12.43 3.31 0.45 0.55 16.74 16.97 16.50 99 21-35 Bwg1 31 37 32 6.4 5.1 1.78 0.13 14 240 400 33 13.64 3.81 0.55 0.45 16.45 19.25 40.98 96 35-39 Bwg2 28 47 25 6.5 5.4 1.06 0.09 12 90 500 15 14.94 3.68 0.70 0.47 19.79 20.39 66.94 97 39-43 Bwg3 41 38 21 6.5 5.4 0.71 0.07 10 120 820 17 16.13 4.08 1.17 0.69 22.07 19.60 81.68 >100 43-74 2Bw 37 37 26 6.4 5.5 0.71 0.07 10 190 650 34 16.42 4.11 0.98 0.83 22.34 20.79 70.55 >100 74-100 2BC 32 43 25 6.5 5.6 0.37 0.03 12 60 730 24 14.07 3.19 1.16 0.96 19.38 18.40 68.50 >100 PV2 0-10 Apg 6 20 74 4.7 4.0 3.08 0.23 13 610 70 7.4 6.92 1.75 0.12 0.38 8.17 15.98 7.24 57 10-25 Bwg 7 26 67 5.4 4.8 1.87 0.15 12 460 20 10.8 8.28 1.56 0.04 0.42 10.30 10.57 6.15 97 25-51 2Bw 19 32 49 6.1 5.5 0.39 0.03 13 250 60 8 8.13 1.22 0.11 0.38 9.84 9.83 17.32 >100 51-80 2BC 12 28 60 6.0 5.1 0.35 0.03 12 170 140 27 7.05 1.97 0.26 0.61 9.89 9.79 14.31 >100 80-100 2C 22 27 51 6.4 5.6 0.22 0.02 11 140 200 10 7.65 2.48 0.40 0.79 11.29 10.66 19.41 >100 PV3 0-10 Apg1 8 34 58 5.6 4.6 2.35 0.21 11 120 90 18 13.68 5.78 0.12 0.48 20.06 18.61 18.12 >100 10-20/23 Apg2 7 32 61 6.6 5.6 1.21 0.09 13 100 40 22 16.51 6.93 0.07 0.59 24.10 18.04 22.73 >100 20/23-55 2Bg 13 27 60 6.7 5.7 0.29 0.02 15 130 50 10 24.30 13.72 0.09 1.10 39.21 29.44 47.40 >100 55-90 2BC 17 24 59 6.7 5.6 0.12 0.01 12 60 30 15 17.54 11.75 0.04 1.02 30.35 22.66 37.71 >100 90-120 3C 30 21 49 6.8 5.4 0.09 0.01 9 40 40 13 16.31 13.50 0.08 1.11 31.00 20.54 41.29 >100 PA1 0-15 Apg 7 46 47 5.6 4.7 2.67 0.21 13 4470 60 92 12.95 4.87 0.07 0.70 18.59 15.61 13.63 >100 15-30 Bg 3 48 49 6.6 5.5 0.80 0.07 11 2820 60 22 13.19 5.17 0.07 0.85 19.28 16.01 27.04 >100 30-52 2Bg 17 45 38 6.6 5.3 0.54 0.04 14 1570 70 90 15.17 5.93 0.07 1.14 22.31 17.52 41.21 >100 52-90 3Cg 16 45 39 6.5 5.1 0.31 0.03 10 2330 100 157 13.50 5.75 0.07 1.29 20.61 16.73 40.16 >100 PA2 0-16 Apg 16 41 43 5.3 4.3 3.34 0.23 15 1170 50 17.6 9.82 4.25 0.07 0.52 14.68 16.24 10.99 90 16-32 Bg1 20 35 45 6.4 5.4 1.34 0.11 12 130 30 17 13.84 6.97 0.04 0.58 21.43 14.82 22.67 >100 32-55 Bg2 15 35 50 6.7 5.6 0.88 0.07 13 90 70 13 12.57 7.55 0.05 0.59 20.76 18.83 31.59 >100 55-79 2Cg 20 34 46 6.3 4.9 0.21 0.02 11 140 150 13 12.00 7.36 0.22 1.03 20.61 16.85 35.06 >100

(14)

Pasir Debu Liat C N P2O5 K2O P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTKs KTKc KB Pedon pewakil Batas horizon Simbol horizon (%) H2O KCl (%) C/N (mg/kg) (me/100 g) (%) PA3 0-15 Apg 21 43 36 4.8 4.0 3.54 0.27 13 220 60 9.0 8.78 3.35 0.07 0.49 12.69 13.30 3.04 95 15-35 Bg1 21 37 42 6.8 5.9 1.08 0.09 12 70 20 9 13.08 5.14 0.04 0.68 18.94 17.20 32.09 >100 35-50 Bg2 21 44 35 6.7 5.5 0.32 0.03 11 170 30 16 9.33 5.74 0.07 1.06 16.20 15.79 41.96 >100 50-72 2Cg 76 10 14 5.8 4.5 0.17 0.02 9 1910 170 129 8.56 5.39 0.28 0.56 14.79 13.71 93.74 >100 72-90 3Cg 10 43 47 5.9 4.5 0.29 0.02 15 520 110 48 10.46 5.78 0.18 0.77 17.19 17.13 34.32 >100 PD1 0-20 Apg 18 34 48 5.5 4,8 4.09 0.30 14 1880 50 299 22.97 3.94 0.11 0.45 27.47 34.62 42.75 79 20-41 Bg 27 29 44 6.8 5.6 1.58 0.11 14 90 40 23 24.14 4.03 0.04 0.70 28.91 32.99 62.60 88 41-60 2Cg 44 29 27 5.7 4.8 2.14 0.17 13 220 150 19 18.46 5.13 0.11 0.43 24.13 30.96 87.34 78 60-73 3Cg 57 23 20 6.4 5.3 0.49 0.04 12 410 330 43 19.59 5.57 0.35 0.30 25.81 29.63 139.70 87 73-100 4Cg 24 38 38 6.7 5.4 0.84 0.07 12 220 390 14 24.34 7.66 0.54 0.44 32.98 34.19 82.35 96 PD2 0-20 Apg 25 29 36 6.0 5.1 2.29 0.17 13 3220 60 72 23.71 6.29 0.11 0.57 30.68 33.53 71.21 92 20-48 Bg 32 30 38 6.3 5.0 0.25 0.02 13 160 190 13 25.57 8.48 0.15 0.73 34.93 34.87 89.49 >100 48-100 2Cg 59 21 20 6.5 5.2 0.20 0.02 10 280 370 13 23.96 8.59 0.40 0.51 33.46 21.18 102.45 >100 100-120 3Cg 62 19 19 7.0 5.6 0.14 0.01 14 480 450 16 23.02 8.68 0.47 0.49 32.66 20.22 103.88 >100 PD3 0-15 Apg 22 34 44 5.9 5.0 2.66 0.19 14 1450 50 244 18.53 4.44 0.07 0.36 23.40 24.00 33.70 98 15-40 Bg1 18 31 51 6.0 5.1 2.05 0.17 12 1040 80 187 18.81 5.73 0.15 0.44 25.13 22.82 30.89 >100 40-70 Bg2 20 30 50 6.6 5.3 0.52 0.04 13 80 290 26 20.62 9.48 0.26 0.50 30.66 20.91 38.23 >100 70-100 2Cg 67 14 19 7.5 6.1 0.18 0.02 9 410 490 46 44.52 10.49 0.57 0.62 56.20 17.70 89.89 >100 100-120 3Cg 12 77 11 7.8 6.3 0.14 0.01 14 380 550 22 24.39 12.23 0.72 0.62 37.96 11.06 96.16 >100 Keterangan: KTKs=Kapasitas Tukar Kation tanah, KTKc=Kapasitas Tukar Kation liat. Pedon PV berada di daerah volkanik, PA di Dataran Aluvial dan PD di Dataran Lakustrin.

(15)

Tingginya kandungan debu pada tanah sawah di Dataran Aluvial diduga disebabkan energi selektif air, dimana bahan-bahan yang lebih kasar akan diendapkan terlebih dahulu, sedangkan bahan-bahan yang halus diendapkan pada tempat yang lebih jauh. Dataran Aluvial yang terbentuk akibat aktivitas sungai merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik dari Gunung Talang, sedangkan Danau Singkarak yang berperan aktif dalam pembentukan Dataran Lakustrin merupakan daerah pengendapan berikutnya (terakhir).

Tabel 6 Rata-rata kandungan debu dan liat lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata kandungan debu (%) Bahan induk Rata-rata kandungan liat (%)

Endapan sungai 37.32 a Endapan danau 48.73 a

Bahan induk volkanik 34.46 b Bahan induk volkanik 47.35 ab

Endapan danau 32.36 b Endapan sungai 41.68 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

pH H2O dan KCl

pH H2O berkisar antara 4.7-7.8 (Tabel 5). pH H2O tanah sawah dari

endapan danau lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik maupun endapan sungai. Hasil analisis statistik lapisan olah (0-20 cm) bahwa pH H2O tanah sawah dari endapan danau berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah

sawah dari endapan sungai dan bahan induk volkanik. Demikian juga dengan rata-rata pH KCl, tapi rata-rata-rata-rata pH KCl tanah sawah dari endapan sungai lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Hasil analisis statitistik pH H2O dan KCl lapisan olah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata pH H2O dan pH KCl lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata

pH H2O

Bahan induk Rata-rata

pH KCl

Endapan danau 5.90 a Endapan danau 5.15 a

Endapan sungai 5.66 b Endapan sungai 4.96 b

Bahan induk volkanik 5.51 b Bahan induk volkanik 4.68 c

(16)

Tingginya pH H2O pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan

danau disebabkan tingginya ion OH- yang dihasilkan saat pelapukan mineral-mineral primer di daerah volkanik yang tercuci dan mengendap bersama-sama dengan bahan lainnya di daerah yang lebih datar. Pada tanah sawah dari endapan danau, ion OH- kemungkinan juga dihasilkan pada pelapukan kerang-kerang danau, hal ini terlihat lebih tingginya pH H2O pada tanah sawah dari endapan

danau dibandingkan tanah sawah dari endapan sungai yang tidak memiliki sisa-sisa binatang danau di dalam penampang tanahnya.

pH KCl (kecuali lapisan atas pedon PV2, PA2 dan PA3) berkisar antara 4.5-6.3 (Tabel 5). Menurut Rasmussen et al. (2007), ini mengindikasikan jumlah Al3+ dan H+ yang dapat dipertukarkan sedikit. Delta pH [pH = pH(KCl) – pH(H2O)] berkisar antara -0.7 sampai -1.5 menunjukkan semua permukaan koloid

didominasi oleh muatan negatif (Tan, 1992). Berdasarkan analisis, muatan negatif tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari bahan induk volkanik, selanjutnya tanah sawah dari endapan sungai. Tingginya muatan negatif pada tanah sawah dari endapan danau menunjukkan bahwa kemampuan mengikat dan mempertukarkan kation pada tanah tersebut lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik maupun endapan sungai.

Kemampuan mengikat dan mempertukarkan kation sangat tergantung pada tipe mineral liat. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa tanah sawah yang terbentuk dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit. Menurut Allen dan Hajek (1989) smektit mempunyai muatan negatif yang menyebabkan mineral liat mempunyai kapasitas tukar kation tinggi. Sementara tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh haloisit dan tanah sawah dari endapan sungai mempunyai mineral liat campuran smektit, haloisit dan kaolinit. Haloisit dan kaolinit mempunyai kapasitas tukar kation yang lebih rendah dari smektit.

C organik dan N total

Kandungan C organik dan N total lebih tinggi pada lapisan atas (Tabel 5). Usahatani padi sawah di Sentra Produksi Beras Solok dilakukan 2-3 kali setahun. Sementara penggunaan pupuk kimia untuk memacu peningkatan hasil sangat

(17)

jarang diikuti oleh bahan organik karena jerami padi sebagai sumber bahan organik yang murah dan mudah didapat sering dibakar bahkan dibuang ke luar areal persawahan guna mempercepat proses penyiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Hasil penelitian Sudarsono (1991) menunjukkan ternyata pembakaran jerami tidak menurunkan kadar C organik tanah, namun membenamkannya dapat meningkatkan kadar C organik, N total dan nisbah C/N. Tingginya kandungan C organik tersebut dijelaskan Sudarsono (1996) disebabkan C organik berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya.

Hasil analisis contoh tanah di laboratorium menunjukkan kandungan C organik lapisan olah tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkisar antara 1.08-5.17%. Dari nilai tersebut, 90% di antaranya mempunyai C organik > 2%. Menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) kandungan C organik demikian mengindikasikan sebagian besar tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok masih dalam kondisi baik. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan N total yang berkisar antara 0.09-0.60% dan lebih dari 90% mempunyai N total > 0.20%. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Neue (1985) dan Smith et al. (1987) tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok mempunyai N total yang optimum (0.20-0.25%) untuk pertumbuhan tanaman, bahkan di beberapa tanah melebihi batas optimum. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (taraf 5%) antara rata-rata kandungan C organik tanah sawah dari bahan induk volkanik dengan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau, demikian juga dengan rata-rata N total.

P2O5 Potensial dan P2O5 tersedia

Kandungan P2O5 terekstrak HCl 25% (P2O5 potensial) dan P2O5 terekstrak

Olsen dan Bray I (P2O5 tersedia) juga lebih tinggi pada tanah lapisan atas,

terutama pada tanah-tanah sawah yang terbentuk dari endapan danau (Tabel 5). Selain tindakan pengelolaan yang diberikan petani, tingginya kandungan kedua bentuk P ini diduga berasal dari daerah volkanik yang mengendap bersama-sama dengan bahan-bahan endapan lainnya.

(18)

Hasil analisis contoh tanah lapisan olah menunjukkan bahwa kandungan P2O5 potensial berkisar antara 17.20-1.709.00 mg/kg. P2O5 tersedia antara

3.55-299.00 mg/kg. Kedua bentuk P tersebut tergolong sangat rendah hingga sangat tinggi (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Hasil analisis statistik yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan P2O5 potensial dan P2O5

tersedia pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi (masing-masing 1.226.72 mg/kg dan 149.33 mg/kg) dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai (masing-masing 557.54 mg/kg dan 42.96 mg/kg) dan bahan induk volkanik (masing-masing 468.35 mg/kg dan 32.42 mg/kg).

Tabel 8 Rata-rata P2O5 potensial dan P2O5 tersedia lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata P2O5 potensial (mg/kg) Bahan induk Rata-rata P2O5 tersedia (mg/kg)

Endapan danau 1.226.72 a Endapan danau 149.33 a

Endapan sungai 557.54 b Endapan sungai 42.96 b

Bahan induk volkanik 468.35 b Bahan induk volkanik 32.42 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Pengekstrak HCl 25% mampu melarutkan semua bentuk P tanah baik yang cepat, sedang, maupun yang lambat tersedia. Sementara pengekstrak Olsen dan Bray I hanya mampu melarutkan bentuk P tanah yang cepat dan sedang tersedia. Ca-P, Fe-P, dan Al-P merupakan bentuk P yang cepat tersedia, sedangkan organik-P dan residu-P merupakan bentuk P yang sedang hingga lambat tersedia.

Nursyamsi dan Setyorini (2009) melakukan penelitian tentang fraksionasi P pada tiga jenis tanah, yaitu Inceptisols, Vertisols dan Alfisols. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 23-28% dari bentuk P yang cepat tersedia bagi tanaman (bentuk Ca-P, Fe-P, dan Al-P), sisanya merupakan bentuk yang sedang hingga lambat tersedia karena diterjerap oleh koloid liat dan organik (organik-P dan residu-P). Menurut Widjaja-Adhi dan Sudjadi (1987), bentuk P tersebut merupakan P cadangan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan bentuk-bentuk P cepat tersedia di dalam tanah.

(19)

K2O Potensial dan Kdd

Sama halnya dengan P2O5 potensial, umumnya K2O tereksrak HCl 25%

(K2O potensial) lebih tinggi pada tanah sawah dari endapan danau. Tingginya

kandungan K2O ini diduga berasal dari daerah volkanik yang mengendap

bersama-sama dengan bahan lainnya. Selain itu, kehadiran mika hidrous (illit) ikut menambah kandungan K2O potensial tanah tersebut. Menurut Fanning (1989)

transformasi hidrous mika (illit) menjadi smektit akan melepaskan K+ yang berada pada pinggiran mika yang terekspose.

K2O potensial cukup tinggi lainnya dijumpai pada tanah sawah dari bahan

induk volkanik. Tingginya K2O potensial ini diduga berasal dari pelapukan

mineral sanidin yang juga lebih tinggi pada tanah sawah tersebut (Tabel 3). Pelapukan sanidin akan membebaskan K+ ke dalam larutan tanah (Huang, 1989). Selanjutnya bentuk K tersebut akan berada dalam reaksi kesetimbangan dengan Kdd dan Ktdd (Brady dan Weil (1999), bila konsentrasi K dalam larutan tanah

meningkat, maka K segera dijerap oleh tanah menjadi bentuk tidak tersedia (biasanya sementara).

Hasil analisis contoh tanah komposit lapisan olah menunjukkan bahwa K2O potensial berkisar antara 20.00-465.00 mg/kg dan Kdd antara 0.04-0.94

me/100 g. Kedua bentuk K tersebut tergolong sangat rendah hingga tinggi (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Hasil analisis statistik terhadap kedua bentuk K tersebut disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata K2O potensial dan Kdd lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata K2O potensial (mg/kg) Bahan induk Rata-rata Kdd (me/100 g)

Endapan danau 220.41 a Bahan induk volkanik 0.36 a

Bahan induk volkanik 189.83 ab Endapan danau 0.31 a

Endapan sungai 143.86 b Endapan sungai 0.29 a

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Pada Tabel 9 terlihat bahwa rata-rata K2O potensial tanah sawah dari

endapan danau lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai. Namun tidak terdapat perbedaan yang nyata (taraf 5%) terhadap Kdd yang dihasilkan oleh tanah sawah dengan K2O potensial tinggi (tanah sawah

(20)

dari endapan danau) dengan tanah sawah dengan K2O potensial rendah (tanah

sawah dari endapan sungai). Hal ini diduga tingginya Ca dan Mg yang menempati kompleks jerapan tanah sawah dari endapan danau. Sesuai dengan pendapat Ritchey (1979) yang menjelaskan bahwa Ca2+ dan Mg2+ mempunyai kemampuan bersaing secara efektif dengan K dalam kompleks jerapan, sehingga sangat sedikit kompleks jerapan yang dapat ditempati oleh K, akibatnya K terekstrak NH4OAc

(Kdd) rendah.

Basa-basa Tanah

Hasil analisis kejenuhan Ca dan Mg yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata kejenuhan Ca lebih tinggi (75.47%), kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai (67.27%). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kejenuhan Ca sebesar 57.11%. Semua kejenuhan Ca tersebut berbeda nyata (taraf 5%) satu sama lain. Terhadap kejenuhan Mg, rata-rata kejenuhan Mg tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai sebesar 21.81% dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau (17.39%) dan tanah sawah dari bahan induk volkanik (17.31%).

McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) menyatakan bahwa kejenuhan Ca, Mg dan K yang dikehendaki tanaman adalah 65, 10 dan 5%. Berdasarkan kriteria tersebut, rata-rata kejenuhan Ca pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau melebihi batas yang ditetapkan, bahkan rata-rata kejenuhan Mg pada semua bahan induk. Pengaruhnya terhadap kejenuhan K, tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan ketersediaan K rendah. Hasil analisis menunjukkan kejenuhan K < 5% di semua bahan induk. Meski demikian, rata-rata kejenuhan K tertinggi dijumpai pada tanah dari bahan induk volkanik yang berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau. Tanah sawah dari endapan sungai mempunyai kejenuhan K tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau maupun bahan induk volkanik. Berdasarkan analisis tersebut, selain kadarnya di dalam tanah (K2O potensial),

(21)

Tabel 10 Rata-rata Kejenuhan Ca, Mg dan K lapisan olah (0-20 cm) Bahan induk Rata-rata kej. Ca (%) Bahan induk Rata-rata kej. Mg (%) Bahan induk Rata-rata kej. K (%) Endapan danau 75.47 a Endapan sungai 21.81 a B.induk volkanik 2.12 a Endapan sungai 67.27 b Endapan danau 17.39 b Endapan sungai 1.88 ab B.induk volkanik 57.11 c B.induk volkanik 17.31 b Endapan danau 1.41 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Tingginya kejenuhan Ca dan Mg pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau sangat dimungkinkan karena tanah-tanah tersebut berkembang dari endapan bahan volkanik maupun hasil pelapukannya. Ca yang berasal dari pelapukan feldspar (labradorit) melepaskan basa tersebut ke dalam larutan tanah, di daerah berlereng mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar, dimana tanah-tanah tersebut berkembang. Dahlgren et al. (1993) mengemukakan bahwa labradorit adalah mineral terbanyak dalam kelompok plagioklas feldspar dengan kadar Ca dan Na seimbang, yaitu Ab50An50, dimana

Ab adalah mineral plagioklas feldspar dengan kadar Na 100%, yaitu albit (NaSi3AlO8) dan An adalah mineral plagioklas feldspar dengan kadar Ca 100%,

yaitu anortit (CaSi2Al2O8). Menurut Huang (1989) plagioklas feldspar yang

dijumpai di kerak bumi mencapai 290 g/kg atau 29% dan umumnya terdapat pada batuan dengan kadar silika relatif rendah serta batuan beku luar dengan reaksi intermedier hingga alkali, yaitu dari golongan andesit-basalt.

Sementara Mg kemungkinan berasal dari pelapukan mineral-mineral feromagnesia. Hiperstin dan augit adalah kelompok mineral piroksin dengan struktur Si-tetrahedral inosilikat rantai tunggal (single chain inosilicate) sedangkan hornblende adalah kelompok amfibol inosilikat rantai ganda ( double-chain inosilicate). Piroksin dan amfibol merupakan mineral feromagnesia. Tingkat stabilitas hiperstin lebih rendah dari hornblende, sehingga dalam proses hancuran iklim hiperstin akan terurai lebih dulu dan melepaskan kation-kation basa yang dikandungnya (Huang, 1989).

(22)

Bila diteliti lebih jauh pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio Ca/K dan Mg/K di masing-masing bahan induk menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan sungai dan bahan induk volkanik. Rata-rata rasio Ca/K pada tanah sawah dari endapan danau sebesar 85.46, tanah sawah dari endapan sungai sebesar 56.87, sedangkan tanah sawah dari bahan induk volkanik sebesar 39.83. Rata-rata rasio Ca/K tersebut 3-7 kali lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 13 (65/5).

Rata-rata rasio Mg/K tertinggi terdapat pada tanah sawah dari endapan sungai sebesar 19.27, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan danau sebesar 18.89. Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Mg/K terendah sebesar 11.86 dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan kedua bahan induk sebelumnya. Jika rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan kriteria yang dikemukakan McLean (1977 dalam Kasno et al., 2005) sebesar 2 (10/5), rasio tersebut 6-10 kali lebih tinggi. Hasil analisis statistik disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata rasio Ca/K dan Mg/K lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata

rasioCa/K Bahan induk

Rata-rata rasio Mg/K

Endapan danau 85.46 a Endapan sungai 19.27 a

Endapan sungai 56.87 b Endapan danau 18.89 a

Bahan induk volkanik 39.83 b Bahan induk volkanik 11.86 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Selain Ca dan Mg, Na merupakan basa yang cukup tinggi dijumpai pada pedon-pedon yang berkembang dari endapan. Pada tanah sawah dari endapan sungai rata-rata kandungan Nadd mencapai 0.47 me/100 g dan pada tanah sawah

dari endapan danau rata-rata kandungan Nadd 0.44 me/100 g. Tanah sawah dari

bahan induk volkanik mempunyai rata-rata kandungan Nadd 0.30 me/100 g.

Tingginya kandungan basa-basa Ca, Mg dan Na pada tanah-tanah sawah dari endapan menyebabkan kejenuhan basa (KB) pada tanah tersebut juga tinggi. Berdasarkan analisis, sekitar 70-80% nilai KB disumbangkan oleh Ca. Basa Mg menyumbang sebesar 18-24% dan sisanya sekitar 2-6% disumbangkan oleh Na dan K. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa KB pada tanah sawah dari

(23)

endapan sungai dan endapan danau berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Dalam hal ini KB tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau lebih tinggi, sebaliknya dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Pencucian yang terjadi menyebabkan basa-basa berkurang akibatnya KB menjadi rendah. Hasil analisis KB disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Rata-rata KB lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata KB(%)

Endapan danau 96.14 a

Endapan sungai 93.89 a

Bahan induk volkanik 78.34 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

KTK Liat dan KTK Tanah

Tabel 13 menyajikan hasil analisis statistik contoh tanah komposit lapisan olah terhadap kapasitas tukar kation (KTK), baik KTK liat maupun KTK tanah. Pada tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata KTK liat tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan rata-rata KTK liat tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai. Tanah sawah dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit. Menurut Allen dan Hajek (1989) smektit mempunyai muatan negatif yang menyebabkan mineral liat ini mempunyai KTK lebih tinggi.

Tabel 13 Rata-rata KTK liat dan KTK tanah lapisan olah (0-20 cm)

Bahan induk Rata-rata KTK liat (me/100 g liat) Bahan induk Rata-rata KTK tanah (me/100 g tanah)

Endapan danau 30.60 a Endapan danau 21.28 a

Bahan induk volkanik 14.24 b Bahan induk volkanik 16.16 b

Endapan sungai 13.53 b Endapan sungai 14.23 b

Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Berbeda dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik yang didominasi oleh mineral liat haloisit, baik metahaloisit maupun haloisit hidrat. Sedangkan pada tanah sawah dari endapan sungai dijumpai campuran mineral liat kaolinit, smektit dan haloisit dalam jumlah yang bervariasi tergantung posisinya. Hal yang sama juga terlihat pada KTK tanahnya. Tanah sawah dari endapan danau

(24)

mempunyai KTK tanah lebih tinggi dan berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai. Hasil analisis sidik ragam sifat-sifat tanah yang dianalisis disajikan pada Lampiran 4.

Klasifikasi Tanah

Berdasarkan proses pembentukan landform Dataran Lakustrin, dapat diketahui bahwa bahan yang diendapkan pada pedon PD1, PD2 dan PD3 telah jenuh air dalam waktu lama, sehingga tanah mengalami reduksi kuat yang dicirikan oleh warna kelabu hingga kelabu kebiruan. Pedon-pedon di lokasi ini, pada tingkat Great Grup diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Selain tereduksi, pedon-pedon memperlihatkan adanya penambahan bahan baru yang terlihat jelas pada perubahan tekstur di lapang. Hal yang sama terlihat pada asosiasi mineralnya (Tabel 4). Analisis tekstur serta karbon organik di laboratorium juga memperlihatkan hal yang sama (Tabel 5). Adanya stratifikasi tekstur dan karbon organik tersebut, maka pada tingkat Sub Group tanah diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts. Pada pedon lain dimana stratifikasi karbon organik tidak terlihat jelas, maka tanah diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts.

Di Dataran Aluvial, muka air tanah yang dangkal (< 100 cm) telah menyebabkan tanah-tanah di lapisan bawah mengalami jenuh air dalam waktu lama, sehingga berwarna lebih kelabu. Pada tingkat Great Grup pedon PA1, PA2 dan PA3 diklasifikasikan sebagai Endoaquepts. Adanya penambahan bahan baru yang terlihat pada asosiasi mineral, perubahan tekstur dan karbon organik, maka pada tingkat Sub Grup tanah diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endoaquepts dan pada pedon lain dimana penambahan bahan baru tidak terlihat jelas pada perubahan karbon organiknya, maka tanah diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts.

Di daerah volkanik, pengaruh penggenangan akibat penyawahan hanya terlihat sampai kedalaman 50 cm, hal ini ditunjukkan oleh kroma yang lebih rendah pada lapisan atas dibandingkan lapisan bawah (> 50 cm), disamping itu terdapat karatan Fe dan nodul Mn sebagai bukti adanya proses reduksi-oksidasi, sehingga pada tingkat Great Grup tanah diklasifikasikan sebagai Epiaquepts. Adanya penambahan bahan baru terlihat pada asosiasi mineral (Tabel 4), namun

(25)

tidak terlihat jelas pada perubahan kandungan karbon organik maupun teksturnya (Tabel 5), pada tingkat Sub Group tanah diklasifikasikan sebagai Typic Epiaquepts.

3.2. Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan

Sentra Produksi Beras Solok merupakan sawah beririgasi teknis dengan luas 18.556 ha (Balai Penelitian Tanah, 2006). Sawah-sawah tersebut berada pada ketinggian 365-1.250 m d.p.l. yang menempati lereng tengah volkanik Gunung Talang, Dataran Aluvial Batang Sumani hingga Dataran Lakustrin Danau Singkarak dengan bentuk wilayah berbukit hingga datar sampai agak cekung. Di daerah-daerah berlereng, terutama daerah volkanik sawah-sawah diteras dengan lebar + 5-10 m, sehingga mempunyai lereng mikro datar. Dengan kondisi lereng demikian pengolahan tanah dapat dilakukan secara mekanisasi, sama halnya dengan daerah dataran. Meski demikian pada kondisi-kondisi tertentu tenaga manusia tetap diperlukan.

Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.603-3.008 mm (Tabel 14). Curah hujan terendah tercatat di stasiun Lembang Jaya dan tertinggi di stasiun Sukarami. Menurut Oldeman et al. (1978) Sentra Produksi Beras Solok tergolong ke dalam zona B1 dan A yang dicirikan oleh bulan basah (curah hujan > 200 mm/bulan) masing-masing 7-8 dan 10 bulan berturut-turut dan tanpa bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan). Suhu udara rata tahunan 27.4 °C dengan rata-rata minimum 23.3 °C dan rata-rata-rata-rata maksimum 31.4 °C. Analisis neraca air menunjukkan bahwa surplus air (curah hujan > evapotranspirasi potensial, ETo100) terjadi selama 12 bulan, sehingga masa tanam (Length of Growing

Period) dapat dilakukan sepanjang tahun. Kecukupan air dari curah hujan dan air irigasi menjadikan sawah dapat dilakukan 3 kali setahun.

Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan yang diusahakan petani-petani Sentra Produksi Beras Solok. Selain Cisokan terdapat varietas padi sawah unggulan lainnya, seperti Anak Daro dan Caredek. Ketiga varietas padi sawah tersebut dijuluki sebagai “Bareh Solok”. Setiap varietas memerlukan persyaratan tumbuh masing-masing. Berdasarkan umur, Cisokan tergolong varietas padi sawah berumur pendek (3-4 bulan), sedangkan Anak Daro dan

(26)

Caredek tergolong varietas berumur panjang (5-6 bulan). Perbedaan umur tanam menyebabkan teknologi pengelolaan lahan berbeda.

Tabel 14 Karakteristik curah hujan Sentra Produksi Beras Solok

Curah hujan bulanan (mm) Stasiun

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Jumlah (mm) BB BK ZA S. Bakar 271 223 242 277 220 130 172 201 219 215 352 331 2 853 10 0 A Bukit Sundi 242 227 263 237 254 142 162 166 185 166 391 332 2 767 7 0 B1 Lb. Jaya 273 224 227 263 262 139 127 182 184 196 273 253 2 603 7 0 B1 G. Talang 257 243 230 207 272 133 161 181 186 215 322 301 2 706 8 0 B1 Sukarami 242 215 249 205 300 186 190 226 218 228 387 364 3 008 10 0 A

Keterangan: BB = bulan basah (curah hujan>200 mm/bulan), BK = bulan kering (curah hujan<100/bulan), ZA = Zona groklimat (Oldeman

et al., 1978).

Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan yang diusahakan petani-petani Sentra Produksi Beras Solok. Selain Cisokan terdapat varietas padi sawah unggulan lainnya, seperti Anak Daro dan Caredek. Ketiga varietas padi sawah tersebut dijuluki sebagai “Bareh Solok”. Setiap varietas memerlukan persyaratan tumbuh masing-masing. Berdasarkan umur, Cisokan tergolong varietas padi sawah berumur pendek (3-4 bulan), sedangkan Anak Daro dan Caredek tergolong varietas berumur panjang (5-6 bulan). Perbedaan umur tanam menyebabkan teknologi pengelolaan lahan berbeda.

Berdasarkan pengamatan lapang dan analisis data iklim menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan tumbuh telah dikelola sedemikian rupa, sehingga menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi sawah. Berdasarkan hal tersebut, maka kajian ditekankan pada karakteristik media tumbuh (tanah) untuk mengetahui tindakan pengelolaan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan.

Pada Sub Bab sebelumnya telah dibahas karakteristik tanah sawah di masing-masing bahan induk. Terlihat bahwa masing-masing bahan induk menghasilkan tanah dengan karakteristik berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Buol et al. (1980) bahwa masing-masing tanah memiliki ciri dan karakteristik tergantung bahan induk pembentuknya. Selanjutnya terhadap karakteristik tanah yang terbentuk diuji pengaruhnya terhadap produksi Cisokan untuk mengetahui karakteristik-karakteristik tanah penentu atau karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk.

(27)

3.2.1. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Volkanik

Regresi linear karakteristik-karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik disajikan pada Tabel 15. Analisis menghasilkan tujuh karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi Cisokan ditunjukkan oleh koefisien regresi, R2 > 0.75. Karakteristik-karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat (R2=0.80), P2O5 potensial

(R2=0.83), K2O potensial (R2=0.75), P2O5 tersedia (R2=0.84), rasio Ca/K

(R2=0.76), rasio Mg/K (R2=0.78) dan KB (R2=0.78). Trend hubungan ketujuh karakteristik tanah tersebut dengan produksi disajikan pada Gambar 10.

Tabel 15 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik

Karakteristik tanah Satuan Persamaan regresi R2

pH tanah - Y = 7448.67x2 – 77963.91x + 207581.95 0.36 Kandungan Liat % Y= 158.86x – 1278.96 0.80* C organik % Y = 6031.75x – 10870.82 0.61 N total % Y = 7619.28x + 2662.79 0.65 P2O5 potensial mg/kg Y = 3.75x + 4297.97 0.83* K2O potensial mg/kg Y = 4.81x + 3748.04 0.75* P2O5 tersedia mg/kg Y = 36.75x + 4130.06 0.84* Kdd me/100 g Y = 2390.90x + 3679.45 0.68 Rasio Ca/K - Y = -47.99x + 6319.18 0.76* Rasio Mg/K - Y = -175.54x + 6021.03 0.78*

KTK liat me/100 g liat Y = 137.56x + 1552.32 0.53

KB % Y = -5.99x2 + 905.00x – 25133.32 0.79*

Keterangan: * adalah karakteristik-karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi.

Analisis regresi stepwise terhadap ketujuh karakteristik tanah terpilih menghasilkan tiga karakteristik tanah yang menentukan produksi Cisokan. Ketiga karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat, P2O5 tersedia dan rasio Ca/K.

Persamaan penduga produksi yang dihasilkan ketiga karakteristik tanah tersebut adalah sebagai berikut:

Produksi = 4729 + 9.92 liat – 23.3 Ca/K + 26.2 P2O5 tersedia

(28)

y = 158,86x - 1278,96 R2 = 0,80 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Kandungan liat (%) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 3,75x + 4297,97 R2 = 0,83 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 150 300 450 600 750 900 1.050 1.200 1.350 1.500 P2O5 potensial (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 4,81x + 3748,04 R2 = 0,75 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 200 400 600 800 1.000 1.200 K2O potensial (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 36,75x + 4130,05 R2 = 0,84 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P2O5 tersedia (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = -47,99x + 6319,10 R2 = 0,76 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 10 20 30 40 50 60 70 Rasio Ca/K P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = -175,54x + 6021,03 R2 = 0,78 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Ras io Mg/K P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = -6,06x2 + 905,38x - 24992,91 R2 = 0,75 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 20 30 40 50 60 70 80 90 100 KB (%) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18

Gambar 10 Trend hubungan

karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. a) kandungan liat, b) P2O5 potensial, c) K2O potensial, d)

P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio

Mg/K dan g) KB.

Dari persamaan terbaik yang dihasilkan tersebut, setelah divalidasi dengan produksi Cisokan hasil pengelolaan petani saat ini (TPL existing), ketiga karakteristik tanah tersebut mampu menduga produksi Cisokan rata-rata 81.02%, sisanya 18.98% diduga oleh karakteristik tanah lain yang tidak

c) d)

a) b)

e) f)

(29)

dimasukkan sebagai peubah dalam persamaan regresi. Hasil validasi disajikan pada Lampiran 5.

3.2.2. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Sungai

Pada tanah sawah dari endapan sungai, regresi linear dari karakteristik-karakteristik tanah vs produksi Cisokan disajikan pada Tabel 16. Diantara karakteristik-karakteristik tanah tersebut terdapat tujuh karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi Cisokan. Karakteristik-karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat (R2=0.85), N total (R2=0.94), K2O potensial

(R2=0.78), P2O5 tersedia (R2=0.77), rasio Ca/K (R2=0.88), rasio Mg/K (R2=0.82)

dan KTK liat (R2=0.78). Regresi linear ketujuh karakteristik tanah tersebut disajikan pada Gambar 11.

Tabel 16 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai

Karakteristik tanah Satuan Persamaan regresi R2

pH tanah - Y = 4513.10x2– 47532.86x + 129414.89 0.48 Kandungan liat % Y = 250.56x – 5647.80 0.85* C organik % Y = 987.13x + 3640.25 0.62 N total % Y = 31242.09x – 3351.60 0.94* P2O5 potensial mg/kg Y = 52.84x + 2812.82 0.53 K2O potensial mg/kg Y = 18.67x + 3.412.90 0.78 * P2O5 tersedia mg/kg Y = 34.49x + 3576.38 0.77* Rasio Ca/K - Y = -15.69x + 5995.46 0.88* Rasio Mg/K - Y = -44.24x + 6424.44 0.82* Kdd me/100 g Y = 11892.74x + 3669.29 0.61

KTK liat me/100 g liat Y = 379.12x – 1622.58 0.78*

KB % Y = -7.82x2 + 1421.01x – 57195.45 0.61

Keterangan: * adalah karakteristik-karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi.

Analisis regresi stepwise menghasilkan empat karakteristik tanah yang mengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai. Karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan

(30)

y = 250,56x - 5647,80 R2 = 0,85 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Kandungan liat (%) P r o d u k s i Ci s o k a n ( k g /h a ) n=21 y = 31242,09x - 3351,60 R2 = 0,94 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 N total (%) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=21 y = 18,67x + 3412,90 R2 = 0,78 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 25 50 75 100 125150175 200225 250275 300 K2O potensial (mg/kg) P r o d u k s i Ci s o k a n ( k g /h a ) n=21 y = 34,49x + 3576,38 R2 = 0,77 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 25 50 75 100 125 150 175 200 P2O5 tersedia (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=21 y = -14,44x + 5837,25 R2 = 0,75 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 25 50 75 100 125 150 Rasio Ca/K P r o d u k s i Ci s o k a n ( k g /h a ) n=21 y = -44,24x + 6424,44 R2 = 0,82 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 10 20 30 40 50 60 70 Rasio Mg/K P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=21 y = 379,12x - 1622,58 R2 = 0,78 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 10 15 20 25 30 35 40

KTK liat (me/100 g liat)

P r o d u k s i Ci s o k a n ( k g /h a ) n=21

Gambar 11 Trend hubungan

karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai. a) kandungan liat, b) N total, c) K2O potensial, d) P2O5

tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio Mg/K, dan g) KTK liat.

Produksi = - 2483 + 11402 Ntotal + 7.79 P2O5tersedia + 76.5 KTK liat+ 64.7 Liat Keterangan : Produksi dinyatakan dalam ton/ha GKG, kandungan liat dan N total dalam

%, P2O5 tersedia dalam mg/kg dan KTK liat dalam me/100 g liat. a)

c) d)

e) f)

g)

(31)

Persamaan terbaik yang dihasil oleh keempat karakteristik tanah tersebut, setelah divalidasi dengan produksi hasil pengelolaan petani saat ini (existing) menunjukkan bahwa karakteristik tanah tersebut mampu menduga produksi Cisokan rata-rata 84.23%, sisanya 15.77% diduga oleh karakteristik tanah lain yang tidak dimasukkan sebagai peubah dalam persamaan regresi karena sumbangannya yang kecil. Hasil validasi persamaan penduga produksi Cisokan terbaik terhadap produksi Cisokan yang dihasilkan oleh petani saat ini disajikan pada Lampiran 5.

3.2.3. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Danau

Pada tanah sawah dari endapan danau, regresi linear dari karakteristik-karakteristik tanah vs produksi Cisokan disajikan pada Tabel 17. Diantara karakteristik-karakteristik tanah tersebut terdapat tujuh karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi Cisokan. Karakteristik-karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat (R2=0.75), N total (R2=0.92), K2O potensial

(R2=0.75), P2O5 tersedia (R2=0.78), rasio Ca/K (R2=0.77), rasio Mg/K (R2=0.80)

dan KTK liat (R2=0.88). Trend hubungan ketujuh karakteristik tanah tersebut dengan produksi Cisokan pada tanah-tanah sawah dari endapan danau disajikan pada Gambar 12.

Analisis regresi stepwise terhadap ketujuh karakteristik tanah tersebut menghasilkan empat karakteristk tanah pengontrol produksi Cisokan. Karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan

rasio Mg/K. Persamaan terbaik yang dihasilkan keempat karakteristik tanah tersebut adalah:

Produksi = 2700 + 4439 Ntotal – 8.04 Mg/K + 2.10 P2O5tersedia + 10.9 KTK liat Keterangan: Produksi dinyatakan dalam ton/ha GKG, N total dalam %, P2O5 tersedia

dalam mg/kg dan KTK liat dalam me/100 g liat.

Setelah divalidasi dengan produksi Cisokan hasil pengelolaan petani saat ini (existing), ternyata keempat karakteristik tanah tersebut mampu menduga produksi Cisokan sebesar 81.74%, sisanya 18.26% diduga oleh karakteristik tanah

(32)

lain yang tidak dimasukkan sebagai peubah dalam persamaan regresi tersebut. Hasil validasi disajikan pada Lampiran 5.

y = 50,79x + 2338,04 R2 = 0,75 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kandungan liat (%) P r o d u k s i Ci s o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 9382,27x + 1644,47 R2 = 0,92 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 N total (%) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 7,93x + 3797,41 R2 = 0,75 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 50 100 150 200 250 300 K2O potensial (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 11,53x + 2696,83 R2 = 0,78 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 50 100 150 200 250 300 P2O5 tersedia (mg/kg) P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = -13,04x + 6098,70 R2 = 0,77 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 50 100 150 200 250 300 Rasio Ca/K P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = -38,84x + 5929,86 R2 = 0,80 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Rasio Mg/K P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18 y = 56,14x + 2361,84 R2 = 0,88 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 10 20 30 40 50 60 70

KTK liat (me/100 g liat)

P r o d u k s i C is o k a n ( k g /h a ) n=18

Gambar 12 Trend hubungan

karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan danau. a) kandungan liat, b) N total, c) K2O potensial, d) P2O5

tersedia, e) rasio Ca/K, f) Rasio Mg/K dan g) KTK liat.

a) b)

c) d)

e) f)

(33)

Tabel 17 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan danau

Karakteristik

tanah Satuan Persamaan regresi R

2 pH tanah Y = 4848.93x2 – 55353.91x + 160624.27 0.51 Kandungan liat % Y = 50.79x + 2338.04 0.75* C organik % Y = 641.97x + 2618.42 0.43 N total % Y = 9382.27x + 1644.47 0.92* P2O5 potensial mg/kg Y = 34.26x – 783.94 0.60 K2O potensial mg/kg Y = 79.33x + 3797.41 0.75 * P2O5 tersedia mg/kg Y = 11.53x + 2696.83 0.78* Kdd me/100 g Y = 4734.33x + 3903.67 0.62 Rasio Ca/K - Y = -13.04x + 6098.70 0.77* Rasio Mg/K - Y = -38.84x + 5929.86 0.80*

KTK liat me/100 g liat Y = 56.14x + 2361.84 0.88*

KB % Y = -6.29x2 + 1216.68x – 53377.37 0.67

Keterangan: * adalah karakteristik-karakteristik tanah yang mempunyai hubungan erat dengan produksi.

Berdasarkan hasil analisis di atas, terdapat enam karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Keenam karakteristik tanah tersebut adalah kandungan liat, N total, P2O5 tersedia, rasio

Ca/K, rasio Mg/K dan KTK liat yang menyebar di tiga bahan induk. Pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, produksi Cisokan dikontrol oleh kandungan liat, P2O5 tersedia dan rasio Ca/K, pada tanah sawah dari endapan sungai oleh

kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan KTK liat, sedangkan pada tanah sawah

dari endapan danau oleh N total, P2O5 tersedia dan rasio Mg/K dan KTK liat.

Selanjutnya berdasarkan karakteristik tanah pengontrol produksi tersebut ditentukan tindakan pengelolaan lahan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan.

3.3. Upaya Optimalisasi Tanah Sawah

Identifikasi karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan pada Sub Bab 3.2 menghasilkan enam karakteristik tanah yang menentukan produksi Cisokan di daerah penelitian, yaitu kandungan liat, P2O5 tersedia dan rasio Ca/K pada tanah

sawah dari bahan induk volkanik, kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan KTK

liat pada tanah sawah dari endapan sungai, dan N total, P2O5 tersedia dan rasio

(34)

Dari enam karakteristik tanah yang menentukan produksi Cisokan, empat di antaranya dapat dikelola. Keempat karakteristik tanah tersebut adalah N total, P2O5 tersedia, rasio Ca/K dan Mg/K. Keempat karakteristik tanah tersebut

bermuara pada kemampuan tanah menyediakan hara N, P dan K bagi tanaman padi sawah. Unsur-unsur hara tersebut merupakan unsur hara makro yang paling banyak diambil tanaman. Koefisien positif yang dihasilkan N total dan P2O5

tersedia dengan produksi Cisokan pada persamaan penduga produksi terbaiknya mengindikasikan peningkatan kandungannya dapat meningkatkan produksi Cisokan. Terhadap rasio Ca/K dan Mg/K yang mempunyai korelasi negatif dengan produksi, menurunkan nilai koefisien negatif dengan meningkatkan kandungan K dapat meningkatkan produksi Cisokan. Oleh karena itu upaya optimalisasi tanah sawah di Sentra Produksi Beras Solok diarahkan pada peningkatan kandungan ketiga unsur hara tersebut.

Upaya optimalisasi tanah sawah untuk mengoptimalkan produksi Cisokan meliputi penyusunan dan pengujian rekomendasi serta penentuan rekomendasi pengelolaan lahan optimal di masing-masing bahan induk. Hasil upaya optimalisasi tanah sawah adalah sebagai berikut:

3.3.1. Penyusunan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian lapang, produksi Cisokan tertinggi di Sentra Produksi Beras Solok mencapai 7.08 ton/ha GKG. Produksi ini lebih tinggi dari produksi Cisokan yang dikemukakan dalam Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi (Balitpa, 2004) sekitar 4.5-5.0 ton/ha (Lampiran 6). Untuk itu produksi tertinggi dijadikan sebagai target hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

Mengacu pada Tabel 2, bahwa rata-rata kandungan hara N dalam gabah dan jerami masing-masing 1.38%, hara P dan K dalam gabah masing-masing 0.29 dan 0.13 g/100 g, sedangkan dalam jerami masing-masing 0.30 dan 2.49 g/100 g. Dengan asumsi kadar air gabah 14% dan jerami 35%, maka untuk menghasilkan 7.08 ton/ha diperlukan: 147.53 kg N yang terdiri atas 84.03 kg N pada gabah dan 63.51 kg N pada jerami. Artinya setiap ton gabah memerlukan sebanyak 21.08 kg N. Penelitian Widowati et al. (2011) menemukan hal yang sama bahwa rata-rata N yang diserap tanaman untuk setiap tonnya adalah 15-25 kg. Hara P diperlukan

Gambar

Gambar 4  Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti.
Tabel 4  Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti  Jenis dan komposisi mineral (%)  Pewakil  Kedalaman  (cm)  Simbol  Horizon  Op  Zi  Hh  Hc  Au  Hi  Asosiasi mineral  PV2  0-10  Apg  82  2  9  14  10  65  Pi  10-25  Bwg  78  Sp  6  7
Gambar 6  X-Ray Difractogram  lapisan atas pedon-pedon yang berkembang  di daerah volkanik
Gambar 7  X-Ray Difractogram  lapisan atas pedon-pedon yang berkembang  di Dataran Aluvial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pada tabel 4.3. 8 siswa menjawab salah tapi tidak konsisten, data ini tidak dianalisa. 8 siswa menjawab salah dan konsisten, ini berarti mengalami

sebagai berikut: (1)Pertunjukannya membosankan karena dalang menceritakan gambar dengan kata- kata yang monoton; (2) Kurangnya ragam lakon; (3) Cerita Panji merupakan cerita

Pihak bank melakukan eksekusi jaminan kredit sesuai dengan apa yang tercantum dalam Sertifikat Hak Tanggungan yaitu memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Penumpang internasional yang berangkat dari Provinsi Aceh melalui bandar udara Sultan Iskandar Muda pada bulan September 2012 sebanyak 3.635 orang, mengalami

Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada Gambar 13A terlihat bahwa pada populasi kotak berlalat buah paling rendah yaitu 0,25% pada buah apel, jeruk, dan pir terlihat

Analisis kewacanaan adalah usaha penafsiran sifat dan cara penghasilan unit pengenalan (juga dinamakan teks) dari segi intertekstualiti dan kandungan perenggan. Analisis

Desain antarmuka ketiga adalah desain antarmuka judul Rumus. Desain ini digunakan untuk menampilkan judul rumus. Desain Antarmuka Judul Rumus Desain antarmuka contoh