• Tidak ada hasil yang ditemukan

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 1 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

P U T U S A N

Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial pada tingkat kasasi memutus sebagai berikut dalam perkara antara:

SANI DWI PRASETIA, kewarganegaraan Indonesia, bertempat tinggal di Vancouver Blok UA 7/10 Kota Wisata, RT. 04 RW. 013, Limus Nunggal, Kecamatan Cileungsi, dalam hal ini memberi kuasa kepada R.M. TITO HANANTA KUSUMA, S.H., M.M., dan kawan, Para Advokat dan Konsultan Hukum pada “Law Office Tito Hananta Kusuma & Co, beralamat di Menara BCA, lantai 50 Grand Indonesia, Jalan M.H. Thamrin Nomor 1 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 13 September 2016, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat;

L a w a n

PT. COCA COLA DISTRIBUTION INDONESIA, yang berkedudukan di Pondok Indah, Office Tower 2, lantai 4, Jalan Sultan Iskandar Muda Kav 5 TA, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang diwakili oleh Deborah Intan Nova, Kewarganegaraan Indonesia, selaku Direktur, dalam hal ini memberi kuasa kepada Yosef Mado Witin, S.H., M.H., dan kawan-kawan, Para Advokat/Konsultan Hukum pada Kantor WITIN & PARTNERS Law Office, beralamat di Gedung Atlantica lantai 4, Ruang 405, jalan Kuningan Barat Nomor 7 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Oktober 2016, sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Pemohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat di depan persidangan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada pokoknya sebagai berikut:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(2)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 2 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

1. Bahwa Penggugat adalah perusahaan yang bergerak di/pada bidang distribusi minuman ringan;

2. Bahwa Penggugat telah mempekerjakan Tergugat sejak tanggal 1 Desember 2004. Sejak tanggal 1 Oktober 2014, Tergugat diangkat sebagai Regional marketing Manager hingga saat ini, dengan upah sebesar Rp48.842.124,00 (empat puluh delapan juta delapan ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh empat rupiah) perbulan;

3. Bahwa sebagai Regional Marketing Manager, Tergugat juga ditugaskan untuk menangani rekrutmen Coca-Cola official Distributor (”CCOD”) wilayah West Java Region, yang meliputi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat;

4. Bahwa posisi/jabatan Regional Marketing Manager adalah suatu posisi/ jabatan yang bertanggung jawab untuk membangun dan mengatur/ mengurus program dan aktivitas marketing/pemasaran untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan/Penggugat. Selain itu bertanggung jawab pula dalam peningkatan penjualan serta memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen, juga mempunyai wewenang untuk mengatur, mengawasi dan mengontrol penggunaan biaya-biaya atau budget dari departemen agar sesuai dengan rencana bisnis Penggugat, serta mempunyai kewenangan untuk mengatur pekerja-pekerja yang menjadi tanggungjawabnya;

5. Bahwa sebagai pekerja di PT. Coca-Cola Distribution Indonesia/Penggugat dalam menjalankan pekerjaannya Tergugat harus mematuhi ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama Tahun 2008-2010 )”PKB 2008-2010”), Perjanjian Kerja Bersama Tahun 2015-2017 (”PKB 2015-2017”), dan Pedoman Perilaku Bisnis (Code of Business Conduct);

6. Bahwa Pasal 68 ayat (4) PKB 2008-2010 mengatur bahwa ketentuan-ketentuan dalam PKB 2008-2010 tetap berlaku sampai dengan adanya Perjanjian Kerja Bersama baru yang disahkan. Pasal 68 ayat (4) PKB 2008-2010 dikutip sebagai berikut:

”Selama belum ada atau selesainya Perjanjian Kerja Bersama yang baru setelah masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama ini, maka ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan ini tetap berlaku sampai Perjanjian Kerja Bersama yang baru disahkan;

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 68 ayat (4) PKB 2008-2010, PKB 2008-2010 berlaku sampai dengan 5 Mei 2015 atau sampai dengan berlakunya PKB 2015-2017 pada tanggal 5 Mei 2015;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(3)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 3 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

7. Bahwa dikarenakan peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana akan diuraikan lebih lanjut dalam gugatan a quo telah terjadi pada saat masih berlakunya PKB 2008-2010, dan perselisihan PHK masih terjadi hingga saat ini, maka dasar hukum PHK akan merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam PKB 2008-2010 juncto PKB 2015-2017;

Alasan Pemutusan Hubungan Kerja Penggugat terhadap Tergugat dikarenakan Tergugat telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya, yang mana atas tindakan Tergugat menurut Perjanjian Kerja Bersama dikenakan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja;

8. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Tergugat ternyata telah melakukan tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang dan jabatannya, yang mana berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam PKB 2008-2010 juncto PKB 2015-2017, secara tegas mengatur bahwa tindakan-tindakan Tergugat yang diuraikan di bawah ini dapat dikenakan sanksi berupa PHK oleh Penggugat;

9. Bahwa adapun tindakan-tindakan Tergugat yang telah menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya, yang berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam PKB dapat dikenakan sanksi PHK oleh Penggugat adalah sebagai berikut: 9.1. Tergugat tanpa wewenang (tanpa persetujuan Perusahaan/

Penggugat) telah memerintahkan pengutipan/penarikan biaya dari pihak-pihak yang menggunakan jasa special event Penggugat; a. Bahwa pada saat Tergugat menjabat sebagai Regional Marketing

Manager, Tergugat memerintahkan pengutipan/penarikan biaya dari pihak-pihak yang menggunakan jasa team sepecial event Penggugat;

b. Berdasarkan pemeriksaan Penggugat, uang/dana yang terkumpul dari special event sebesar Rp35.587.000,00 (tiga puluh lima juta lima ratus delapan puluh tujuh ribu rupiah) yang berdasarkan perintah Tergugat ternyata tidak digunakan untuk kepentingan perusahaan/Penggugat;

c. Bahwa tindakan Tergugat tersebut di atas merupakan praktek pembayaran yang tidak benar, baik untuk memperoleh bisnis atau keuntungan pribadi. Hal mana termasuk prilaku bisnis yang dilarang oleh Penggugat sebagaimana yang diatur pada halaman 7 (tujuh) alinea 3 Code Of Business Conduct (Pedoman Perilaku Bisnis), yang dikutip sebagai berikut:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(4)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 4 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

”Karyawan dialarang terlibat dalam kegiatan fraud, penggelapan, kegiatan tidak beretika atau kegiatan lain yang bersifat melawan hukum, atau melakukan praktek pembayaran yang tidak benar, baik untuk memperoleh bisnis atau keuntungan pribadi”;

d. Bahwa tindakan Tergugat sebagaimana tersebut di atas jelas juga merupakan tindakan penyalahgunakan jabatan dengan tujuan untuk menerima dan mendapatkan keuntungan atau dari pihak lain tanpa melaporkan ke atasannya, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berurusan dengan Penggugat yang dapat merugikan Penggugat atau nama baik Penggugat, yang mana berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (5) huruf q PKB 2015-2017, dapat dikenakan sanksi PHK;

Pasal 57 ayat (5) PKB 2008-2010, dikutip sebagai berikut: ”Pelanggaran yang dapat diberikan Pemutusan Hubungan Kerja: o. Menyalahgunakan jabatan dengan menerima dan mendapatkan

keuntungan atau hadiah lain dari siapapun juga dengan nama dan dalih apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berurusan dengan Perusahaan yang dapat merugikan Perusahaan atau nama baik Perusahaan”;

Sedangkan kutipan Pasal 56 ayat (5) huruf q PKB 2015-2017 adalah sebagai berikut:

Pelanggaran dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja:

q. Menyalahgunakan jabatan dengan menerima dan mendapatkan keuntungan atau hadiah lain dari siapapun juga dengan nama dan dalih apapun tanpa melaporkan ke atasan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berurusan dengan Perusahaan yang dapat merugikan Perusahaan atau nama baik Perusahaan”;

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 jo. Pasal 56 ayat (5) huruf q PKB 2015-2017, sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Tergugat adalah PHK; 9.2. Tergugat telah mempekerjakan karyawan Penggugat pada saat jam

kerja, dan dengan menggunakan peralatan milik Penggugat, bukan untuk kepentingan Penggugat;

a. Bahwa dari periode 4 Februari 2010 sampai dengan 26 Februari 2015, Tergugat telah menginstruksikan Sdr. Muchsin, Sdr.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(5)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 5 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Haryanto, Sdr. Beni Heryasa untuk melakukan pekerjaan pengelasan (pembuatan canopy/tenda), pemasangan keramik dan paving block, yang dilakukan pada jam kerja dan bukan untuk kepentingan Penggugat;

b. Bahwa khusus untuk Sdr. Haryanto, Tergugat juga menginstruksikan kepadanya untuk mengambil barang-barang milik Tergugat berupa mesin-mesin mobil Tergugat dari bengkel yang ada di Ciganjur ke Sales Office (Kantor Penjualan) Pulo Gadung, yang mana dilakukan pada jam kerja;

c. Bahwa sesuai dengan kedudukan/jabatannya, Tergugat seharusnya mengetahui bahwa Sdr. Muchsin, Sdr. Haryanto dan Sdr. Beni Heryasa merupakan sumber daya yang bekerja sesuai dengan perintah kerja dari dan hanya untuk kepentingan Penggugat, serta atas pekerjaan yang dilakukan tersebut mendapatkan gaji/upah dari Penggugat;

d. Bahwa dalam melakukan pekerjaan sebagaimana diuraikan di atas, ternyata pula digunakan barang-barang/peralatan milik Penggugat, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Penggugat; e. Bahwa tindakan Tergugat sebagaimana tersebut di atas, jelas

merupakan tindakan penyalahgunaan jabatan dengan tujuan untuk menerima dan mendapatkan keuntungan atau hadiah dari siapapun juga dengan dalih apapun tanpa melaporkan ke atasan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berurusan dengan Penggugat yang dapat merugikan Penggugat atau nama baik Penggugat, yang mana berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (5) huruf q PKB 2015-2017 sebagaimana dikutip pada butir 9.1 di atas, dapat dikenakan sanksi PHK;

f. Bahwa lebih lanjut, tindakan Tergugat juga merupakan tindakan penyalahgunaan jabatan dan/atau wewenang yang ada padanya, yaitu telah menggunakan tenaga kerja perusahaan/Penggugat pada jam kerja bukan untuk kepentingan Perusahaan/Penggugat yang mana berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (2), ayat (3) dan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (5) huruf v PKB 2015-2017, Tergugat dapat di PHK oleh Penggugat; Pasal 58 ayat (2) dan (3) PKB 2008-2010 dikutip sebagai berikut:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(6)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 6 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

”2. Pekerja tidak dibenarkan menyalahgunakan kesempatan yang diberikan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat merugikan perusahaan atau nama baik Perusahaan (pertentangan dengan ketentuan pribadi)”;

3. Pelanggaran terhadap ketentuan seperti tersebut di atas akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku”; Dikarenakan ketentuan Pasal 58 ayat (2) PKB 2008-2010 termasuk pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi yang tidak langsung berurusan dengan Penggugat yang merugikan Penggugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 sebagaimana dikutip pada butir 9.1 di atas, Penggugat dapat memberikan sanksi PHK terhadap Tergugat; Sedangkan Pasal 56 ayat (5) huruf v PKB 2015-2017 dikutip sebagai berikut:

”5. Pelanggaran dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja: v. Menyalahgunakan fasilitas perusahaan atau membiarkan

orang lain menggunakan fasilitas perusahaan di luar prosedur yang telah ditetapkan sehingga dapat merugikan Perusahaan;

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (2), ayat (3) dan Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (5) huruf v PKB 2015-2017, sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Tergugat adalah PHK;

9.3. Pada saat menjabat sebagai General Manager West Jakarta, Tergugat telah melakukan permintaan penggantian uang (reimbursement) kepada Penggugat untuk biaya entertainment tersebut tidak sesuai dengan yang dilaporkan oleh Tergugat;

a. Bahwa berdasarkan permintaan reimbursement tertanggal 25 September 2014, Tergugat mengajukan tagihan penggantian biaya rapat kepada Penggugat sebesar Rp3.233.100,00 (tiga juta dua ratus tiga puluh tiga ribu seratus rupiah), yang menurut Tergugat digunakan untuk rapat Tim Jakarta West;

b. Bahwa expense claim ternyata tidak didasarkan pada kegiatan rapat Tim Jakarta West yang benar-benar terjadi, sebab ternyata pihak/personel yang namanya tercantum dalam expense claim

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(7)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 7 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

tersebut menerangkan bahwa mereka tidak hadir dan tidak mengetahui adanya rapat pada tanggal tersebut;

c. Bahwa tindakan Tergugat yang dengan sengaja mengajukan expense claim kepada Perusahaan/Penggugat untuk meminta penggantian atas biaya yang seolah-olah telah digunakan untuk kepentingan Perusahaan/Penggugat, padahal ternyata nama dan kegiatan serta biaya dalam expense claim adalah tidak pernah terjadi, atau dengan kata lain bahwa Tergugat telah memanipulasi data sehingga menimbulkan kerugian bagi Perusahaan/ Penggugat;

d. Bahwa tindakan Tergugat tersebut, jelas membuktikan bahwa Tergugat telah berbuat curang dengan tujuan merugikan Perusahaan/ Penggugat dan untuk keuntungan dirinya sendiri; e. Berdasarkan hal tersebut di atas, terbukti bahwa Tergugat telah

menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang ada padanya dengan sengaja untuk menerima dan mendapat keuntungan sebagaimana diatur pada Pasal 57 ayat (5) huruf o PKB, Pasal 58 ayat (2) dan ayat (3) 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (5) huruf q PKB 2015-2017 sebagaimana telah diuraikan di atas, serta dengan sengaja telah membuat data dengan tidak sebenarnya, sehingga melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (5) huruf e PKB 2015-2017, yang dapat dikenakan sanksi PHK: Pasal 56 ayat (5) huruf e PKB 2015-2017 dikutip sebagai berikut: ”5. Pelanggaran dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja:

e. Memberikan keterangan palsu dan atau memanipulasi data sehingga merugikan perusahaan;

f. Bahwa selain melanggar ketentuan dalam PKB sebagaimana diuraikan di atas, tindakan Tergugat jelas bertentangan dengan prinsip permintaan penggantian biaya (Reimbursement Principle) sebagaimana diatur dalam Kebijakan Perusahaan mengenai Business Entertainment, yaitu ”The Company applies a no gain and no loss principle with regards to expense reimbursements againt acceptable recieipts”;

10. Bahwa Pasal 63 ayat (5) PKB 2008-2010 juncto Pasal 60 ayat (7) PKB 2015-2017 menegaskan kembali bahwa atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 57 ayat (5) PKB 2008-2010 juncto Pasal 56 ayat (6) PKB 2015-2017 dikenakan sanksi berupa PHK;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(8)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 8 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Tindakan Tergugat juga telah melanggar Pedoman Perilaku Bisnis (code of conduct);

11. Bahwa tindakan-tindakan Tergugat sebagaimana diuraikan di atas, selain melanggar ketentuan yang berlaku dalam PKB juga melanggar Pedoman Perilaku Bisnis (code of business conduct) yang merupakan pedoman perilaku yang mengatur mengenai standar-standar untuk memastikan bahwa semua orang yang bekerja di Perusahaan melakukan pekerjaan dengan cara yang benar;

12. Bahwa dalam Pedoman Perilaku Bisnis (code of business conduct) diharapkan agar semua orang yang bekerja di Perusahaan antara lain harus mematuhi hal-hal sebagai berikut (lihat halaman 6 Pedoman Perilaku Bisnis): - Mematuhi pedoman perilaku, kebijakan, prosedur perusahaan, Perjanjian

Kerja Bersama dan Undang-Undang; - Bertindak jujur;

- Bertindak untuk kepentingan Perusahaan;

- Menghargai dan menggunakan asset Perusahaan secara tepat. Adapun pada halaman 13 Pedoman Perilaku Bisnis, disebutkan bahwa yang dimaksud dalam aset-aset Perusahaan adalah peralatan, bahan, fasilitas, informasi, uang perusahaan dan waktu dari karyawan dan kontraktor; 13. Bahwa Tergugat sebagai karyawan Penggugat wajib memathui Pedoman

Perilaku Bisnis yang berlaku di Perusahaan/Penggugat, bahkan seharusnya menjadi contoh bagi karyawan lainnya. Namun demikian sebagaimana diuraikan di atas terbukti bahwa Tergugat telah melanggar dam tidak memberikan contoh yang baik dan benar dalam melakukan tindakan sebagai pekerja Perusahaan/Penggugat;

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat telah melalui tahap Bipartit dan Tripartit, dan dalam perundingan Bipartit, Tergugat hanya mempermasalahkan mengenai kompensasi PHK saja, atau dengan kata lain Tergugat telah setuju atas PHK yang terjadi atas dirinya; 14. Bahwa pada tanggal 8 Mei 2015 Penggugat telah memberikan Surat Bebas

Tugas/Skorsing kepada Tergugat melalui surat Nomor 104/HR/NO/V/2015 tertanggal 8 Mei 2015, Hal: Surat Bebas Tugas/Skorsing, yang berlaku efektif pertanggal 8 Mei 2015;

15. Bahwa atas perselisihan hubungan industrial yang terjadi, telah dilakukan 3 (tiga) kali perundingan bipartit, yaitu pada tanggal 13 Mei 2015, 19 Mei 2015, dan 22 Mei 2015. namun demikian sampai dengan perundingan bipartit berakhir, tidak ada titik temu antara Penggugat dan Tergugat;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(9)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 9 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

16. Bahwa dalam Perundingan Bipartit ke-2 pada tanggal 19 Mei 2015, dan Bipartit ke-3 pada tanggal 22 Mei 2015, Perusahaan/Penggugat pada intinya tetap pada pendiriannya untuk melakukan PHK terhadap Pekerja/Tergugat terhitung tanggal 19 Mei 2015, sedangkan Tergugat menolak tuduhan pelanggaran yang dikenakan atas dirinya dan minta penyelesaian masalah dengan uang kompensasi PHK sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau meminta kompensasi yang lebih baik dari 1 x PMTK;

17. Bahwa dengan adanya permintaan Tergugat atas uang kompensasi PHK sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau melebihi 1 x PMTK, maka terbukti bahwa Tergugat setuju dan menerima PHK yang disampaikan oleh Penggugat, namun demikian Tergugat hanya mempermasalahkan besarnya kompensasi PHK;

18. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelas bahwa pelanggaran yang diuraikan dalam pasal 57 ayat (5) huruf o dan u juncto Pasal 56 ayat (5) huruf e, q, v dan w PKB 2015-2017 termasuk pelanggaran/kesalahan berat dengan sanksi PHK. Hal ini dikarenakan terhadap pelanggaran-pelanggaran ketentuan tersebut tidak dikenakan sanksi berupa pemberian surat peringatan, namun langsung dikenakan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja;

19. Bahwa dengan demikian, atas PHK yang dilakukan oleh Penggugat terhadap Tergugat, Penggugat hanya berkewajiban membayarkan Uang Penggantian Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

20. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka melalui surat Nomor 119/HRD-NO/V/2015, tertanggal 19 Mei 2015, Penggugat telah memberitahukan PHK terhadap Tergugat;

21. Bahwa Penggugat telah mencatatkan perselisihan hubungan industrial pada Suku Dinas Tenaga Kerja dan Walikota Jakarta Selatan melalui Surat Nomor 90-HR/NO/V/2015 tertanggal 27 Mei 2015, Hal: Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial Tentang Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Sdr. Sani Dwi Prasetia;

22. Bahwa Mediator pada Suku Dinas Tenaga Kerja dan Walikota Jakarta Selatan telah mengeluarkan Anjuran melalui Surat Nomor 3007/-1.835.3. tertanggal 3 September 2015, Hal: Anjuran (Anjuran). Penggugat melalui surat Nomor 130/NO-HRD/IX/2015, tertanggal 16 September 2015, Perihal: Tanggapan Atas Anjuran Mediasi, menyatakan menolak Anjuran tersebut; Uitvoerbaar bij voorraad.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(10)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 10 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

23. Bahwa dikarenakan gugatan yang diajukan Penggugat berdasarkan bukti-bukti dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka Penggugat mohon agar putusan perkara a quo dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum (uitvoerbaar bij voorraad);

Permohonan Provisi:

24. Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas terbukti secara sah bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tergugat dapat dijadikan alasan bagi Penggugat untuk memutuskan hubungan kerja terhadap Tergugat dikarenakan adanya kesalahan berat dari Tergugat. Dengan demikian berakhirnya hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat harus dinyatakan terhitung sejak tanggal 13 Mei 2015, dan oleh karenanya sudah seharusnya Tergugat tidak berhak untuk menerima uang gaji selama proses perselisihan PHK ini (upah selama proses), seluruh tunjangan/fasilitas program Car Ownership Program (COP) dan kesehatan yang selama ini diterima oleh Tergugat dari dan dibiayai oleh Penggugat;

25. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka Penggugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo memberikan putusan provisi yang pada pokoknya memutuskan bahwa Perusahaan/Penggugat tidak berkewajiban untuk membayarkan uang gaji selama proses perselisihan PHK ini (upah selama proses), tunjangan/fasilitas Program Car Ownership Program (COP) dan kesehatan yang selama ini diterima oleh Tergugat dari dan dibiayai oleh Penggugat;

26. Bahwa selain itu, Penggugat juga mohon agar Tergugat untuk mengembalikan barang-barang milik Perusahaan/Penggugat yang ada pada diri Tergugat, yaitu 1 (satu) unit laptop Lenovo-Thinkpad T440 dan Kartu Medical IM CARE;

Permohonan (Petitum);

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Para Penggugat mohon agar Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan sebagai berikut:

Dalam Provisi:

1. Menerima permohonan provisi Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menetapkan bahwa Perusahaan/Penggugat tidak berkewajiban untuk membayarkan upah selama proses, terhitung sejak tanggal gugatan perkara a quo;

3. Menetapkan bahwa Perusahaan/Penggugat tidak berkewajiban membayarkan uang gaji selama proses Perselisihan PHK ini (upah selama

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(11)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 11 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

proses), tunjangan/fasilitas program Car Ownership Program (COP) dan kesehatan yang selama ini diterima oleh Tergugat dari dan dibiayai oleh Penggugat, terhitung sejak tanggal Gugatan perkara a quo;

Dalam Pokok Perkara:

1. Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat telah berakhir terhitung sejak tanggal 13 Mei 2015 dikarenakan Tergugat telah melakukan tindakan yang termasuk dalam kategori pelanggaran atau kesalahan berat dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja;

3. Menyatakan bahwa Penggugat tidak berkewajiban membayarkan uang pesangon sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan tidak berkewajiban untuk membayar uang Penghargaan Masa Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun hanya berkewajiban untuk membayarkan Uang Penggantian Hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

4. Memerintahkan Tergugat untuk mengembalikan seluruh asset dan barang Perusahaan/Penggugat yang masih ada di Tergugat, yaitu 1 (satu) unit laptop Lenovo-Thinkpad T440 dan kartu Medical IM CARE;

5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu sekalipun terdapat upaya hukum (uit voerbaar bij voorraad) dari Tergugat;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;

Atau: apabila Majelis Hakim berpendapat lain agar memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);

Bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan Eksepsi, yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. GUGATAN PENGGUGAT ADALAH GUGATAN YANG KABUR (OBSCUUR LIBEL).

Bahwa Penggugat telah mendalilkan dalam gugatannya dengan menyatakan bahwa jabatan Tergugat sebagai Regional Marketing Manager (RMM), akan tetapi dalam Surat Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja Nomor 119/HRD-NO/V/2015 tertanggal 19 Mei 2015 yang dikeluarkan oleh PT. COCA COLA DISTRIBUTION INDONESIA (PT. CCDI) menyatakan jabatan Tergugat sebagai CCOD Recruitment Manager, ini menunjukkan ketidak konsistenan Penggugat sehingga dalil-dalil Penggugat terhadap diri

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(12)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 12 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Tergugat adalah dalil gugatan yang kabur (obscuur libel), tidak jelas dan error in persona;

Bahwa gugatan yang diajukan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan gugatan Penggugat tidak cermat dan oleh karenanya, gugatan kabur tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima;

II. KOMPETENSI ABSOLUT.

1. Bahwa dalam gugatan yang didalilkan oleh Penggugat pada intinya menyampaikan sebagai berikut:

Perihal: tuduhan penyalahgunaan wewenang oleh Tergugat antara lain: a. “Tuduhan” Penarikan dana pada special event Penggugat yang

dilakukan Tergugat tanpa wewenang sehingga terjadi praktek Pembayaran yang tidak benar” (point 9.1 Gugatan);

b. “Tuduhan” Tergugat mempekerjakan karyawan Penggugat saat jam kerja dengan menggunakan peralatan Penggugat (point 9.2 Gugatan); c. “Tuduhan” Tergugat meminta uang reimbursement kepada Penggugat untuk entertainment dengan cara memanipulasi expense claim (point 9.3 Gugatan);

Bahwa terhadap dalil gugatan Penggugat tersebut merupakan tuduhan perbuatan pidana dimana ranah tersebut merupakan ranah kewenangan absolute dari peradilan umum, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa serta mengadili pokok gugatan yang diajukan oleh Penggugat;

2. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tahun 2009. Berdasarkan putusan MK tersebut Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005 (“SE Menakertrans”). SE Menakertrans ini menegaskan bahwa jika Pengusaha hendak melakukan PHK karena Pekerja melakukan kesalahan berat, harus ada putusan Hakim Pidana yang berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu;

3. Bahwa sangatlah tidak tepat materi gugatan Penggugat yang memaparkan uraian yang bukan merupakan ranah wewenang dari Pengadilan Hubungan Industrial, namun justru memohon untuk diperiksa dan diputus pada Pengadilan Hubungan Industrial;

Bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan gugatan Rekonvensi, yang pada pokoknya sebagai berikut:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(13)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 13 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Mohon apa yang telah Tergugat sampaikan pada Eksepsi dan Jawaban Pokok Perkara di atas dianggap sebagai satu Kesatuan yang merupakan bagian dari dalil Rekonvensi yang Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi sampaikan. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Tergugat Rekonvensi menyatakan dengan tegas menolak dalil-dalil yang disampaikan oleh Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi;

1. Bahwa benar Penggugat Rekonvensi bekerja pada Tergugat Rekonvensi sejak tanggal 1 Desember 2004 hingga Tergugat Rekonvensi menerbitkan surat PHK kepada Penggugat Rekonvensi pada tanggal 19 Mei 2015 dengan jabatan terakhir Penggugat Rekonvensi dengan upah sebesar Rp48.842.124,00 (empat puluh delapan juta delapan ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh empat rupiah) per bulan;

2. Bahwa pada bulan 19 Mei 2015 Tergugat Rekonvensi telah menerbitkan surat PHK kepada Penggugat Rekonvensi dengan alasan-alasan sebagai berikut:

a. “Tuduhan” Penarikan dana pada special event Penggugat yang dilakukan Tergugat tanpa wewenang sehingga terjadi praktek Pembayaran yang tidak benar” (point 9.1 Gugatan);

b. “Tuduhan” Tergugat mempekerjakan karyawan Penggugat saat jam kerja dengan menggunakan peralatan Penggugat (point 9.2 Gugatan);

c. “Tuduhan” Tergugat meminta uang reimbursement kepada Penggugat untuk entertainment dengan cara memanipulasi expense claim (point 9.3 Gugatan);

3. Bahwa dalam proses penerbitan surat PHK tersebut Tergugat Rekonvensi tidak memberikan Surat Peringatan Pertama, Kedua dan Ketiga kepada Penggugat Rekonvensi, sehingga karena perbuatan Tergugat Rekonvensi tersebut, Penggugat Rekonvensi kehilangan haknya untuk mengklarifikasi tuduhan-tuduhan dari pihak Tergugat Rekonvensi selaku perusahaan; 4. Bahwa segala tuduhan yang didasarkan oleh Tergugat Rekonvensi tidak

dapat dijadikan dasar suatu proses Pemutusan Hubungan Kerja, Tergugat Rekonvensi dengan sengaja menghilangkan hak-hak Penggugat Rekonvensi dengan cara membuat tuduhan-tuduhan kejahatan tersebut dan langsung melakjukan PHK kepada Penggugat Rekonvensi;

5. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tahun 2009. Berdasarkan putusan MK tersebut Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(14)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 14 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

(“SE Menakertrans”). SE Menakertrans ini menegaskan bahwa jika Pengusaha hendak melakukan PHK karena Pekerja melakukan kesalahan berat, harus ada putusan Hakim Pidana yang berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu;

6. Bahwa uraian kesalahan yang terdapat pada surat PHK yang diterbitkan oleh Tergugat Rekonvensi sangat tidak mendasar dan menyalahi aturan PHK, apabila Tergugat Rekonvensi bermaksud melakukan PHK, Penggugat Rekonvensi hanya dapat dikenakan PHK tanpa adanya kesalahan;

7. Bahwa Penggugat Rekonvensi Menerima jika PHK yang dilakukan kepada Penggugat Rekonvensi dilakukan berdasarkan Azas Keadilan, dengan demikian hak-hak Penggugat Rekonvensi sebagai pekerja tetap harus dipenuhi berdasarkan UU Ketenagakerjaan;

8. Bahwa dikarenakan dasar PHK yang diterbitkan oleh Tergugat Rekonvensi dengan alasan yang tidak tepat menurut hukum sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tahun 2009. Berdasarkan putusan MK tersebut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005;

9. Bahwa dengan demikian atas Surat PHK yang diterbitkan oleh Tergugat Rekonvensi haruslah PHK tanpa adanya kesalahan Penggugat Rekonvensi dan adalah patut dan layak jika Penggugat Rekonvensi mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”;

Bahwa berdasarkan perhitungan dari Mediator Hubungan Industrial dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Selatan yang tercantum dalam suratnya Nomor 3007/-1.835.3 tertanggal 3 September 2015 yang akan diajukan dalam pembuktian, diketahui bahwa Kompensasi Pengakhiran Hubungan Kerja kepada Penggugat Rekonvensi/ Tergugat Konvensi adalah:

- Pesangon : 9 x 2 x Rp48.842.124,- = Rp 879.158.232,-- Penghargaan Masa Kerja : 4 x Rp48.842.124,- = Rp 195.368.496,-- Penggantian Perumahan,

Pengobatan dan

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(15)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 15 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Perawatan : 15% x Rp1.074.526.728,-= Rp 161.179.009,-- Upah Mei s/d Agustus 2015: 4 x Rp48.842.124,-= Rp 195.368.496,-- THR Keagamaan Tahun 201 = Rp

48.842.124,-Jumlah

Rp1.479.916.357,-Yaitu tersebut sejumlah: satu milyar empat ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus enam belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh rupiah;

Bahwa dikarenakan PHK yang hendak dilakukan Penggugat Konvensi adalah PHK yang tanpa alasan dan sewenang-wenang dan merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat Rekonvensi/ Tergugat Konvensi, maka adalah adil, patut dan layak jika kami memohon kompensasi pengakhiran hubungan kerja kepada Penggugat Rekonvensi/ Tergugat Konvensi adalah: 2,5 (dua setengah) x Rp = Rp1.479.916.357,- = Rp3.699.790.892,5;

Yaitu: tiga milyar enam ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh ribu delapan ratus sembilan puluh dua koma lima sen rupiah; Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat Rekonvensi mohon agar Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menerima gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Surat PHK yang dilakukan oleh Tergugat Rekonvensi adalah tanpa kesalahan dari Penggugat Rekonvensi;

3. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar total uang pesangon, penghargaan dan hak-hak lainnya berdasarkan perhitungan yang diuraikan dalam dalil gugatan Rekonvensi yaitu sebesar: Rp3.699.790.892,5 tiga milyar enam ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh ribu delapan ratus sembilan puluh dua koma lima sen rupiah);

4. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara;

5. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan surat rekomendasi bekerja dengan catatan baik kepada Penggugat Rekonvensi;

Atau:

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);

Bahwa, terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 64/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Jkt.Pst., tanggal 30 Agustus 2016 yang amarnya sebagai berikut: Dalam Konvensi:

Dalam Eksepsi:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(16)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 16 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

- Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya; Dalam Provisi:

- Menolak Tuntutan Provisi Penggugat; Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Surat Pemutusan Hubungan Kerja Nomor 119/HRD-NO/V/2015 tertanggal 12 Mei 2015, tentang Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Tergugat terhitung sejak tanggal 13 Mei 2015, yang dikeluarkan oleh Penggugat batal demi hukum;

3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan;

4. Menghukum Penggugat berkewajiban untuk membayar kepada Tergugat kompensasi atas pemutusan hubungan kerja (PHK) berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan tunjangan THR tahun 2015, yang seluruhnya sebesar Rp779.031.877,00 (tujuh ratus tujuh puluh sembilan juta tiga puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh tujuh rupiah);

5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya; Dalam Rekonvensi:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi untuk sebagian;

2. Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk memberikan surat rekomendasi bekerja kepada Penggugat Rekonvensi;

3. Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi selain dan selebihnya;

Dalam Konvensi dan Rekonvensi:

- Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang seluruhnya sebesar Rp256.000,00 (dua ratus lima puluh enam ribu rupiah);

Menimbang, bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut telah diucapkan dengan hadirnya Tergugat pada tanggal 30 Agustus 2016, terhadap putusan tersebut, Tergugat melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 13 September 2016 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 14 September 2016, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 125/SrtKAS/PHI/ 2016/PN.JKT.PST. juncto Nomor 64/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang diterima

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(17)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 17 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 28 September 2016;

Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Penggugat pada tanggal 4 Oktober 2016, kemudian Penggugat mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 14 Oktober 2016;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat dalam memori kasasinya adalah:

Bahwa Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum yang berlaku;

1. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sangat kontradiktif, ini tercermin dalam pertimbangan hukumnya yang menyatakan bahwa: “Tergugat terbukti telah melakukan pelanggaran jabatan” akan tetapi di satu sisi Majelis Hakim memberikan pertimbangan bahwa:

a. Penggugat (Termohon Kasasi) berkewajiban untuk memberikan Surat Rekomendasi (keterangan) bekerja dengan catatan baik kepada Tergugat (Termohon Kasasi);

b. Penggugat tidak dapat membuktikan terkait Tuntutan Penggugat angka (4), dimana akhirnya petitum tersebut dibatalkan;

dan ini dipertegas di dalam amar putusannya dimana Majelis Hakim Mengabulkan gugatan Rekonvensi Tergugat (Pemohon Kasasi) untuk sebagian pada point 2 (dua) amar putusan serta Majelis Hakim dalam amar putusannya point 2 (dua) menyatakan Surat Pemutusan Hubungan Kerja yang dikeluarkan oleh Penggugat (Termohon Kasasi) batal demi hukum, dimana kita ketahui bersama bahwa dasar tuduhan diterbitkannya suara PHK tersebut karena Tergugat (Pemohon Kasasi) dianggap melakukan pelanggaran berat dalam jabatannya;

2. Bahwa pada halaman 36 putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam dasar pertimbangannya menyatakan sebagai berikut:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(18)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 18 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

“Menimbang bahwa dari pokok-pokok Perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat di atas Majelis Hakim akan mempertimbangkan 2 (dua) hal pokok yaitu:

1. Apakah PHK terhadap Penggugat pada tanggal 13 Mei 2015 telah sesuai atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dengan segala akibat hukumnya;

2. Apakah permohonan Penggugat mengenai uang pesangon bahwa Penggugat tidak berkewajiban untuk membayar uang pesangon sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), namun hanya berkewajiban membayar uang penggantian hak kepada Tergugat sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003”;

(kutipan dasar pertimbangan Putusan PHI pada halaman 36);

3. Bahwa apabila, Majelis Hakim Tingkat Pertama konsisten akan dasar pertimbangannya sebagaimana di atas yang telah diuraikan, maka Majelis Hakim akan focus pada memeriksa prosedur pemutusan hubungan kerja, dimana dalam hal ini Pemohon diputus hubungan kerja (PHK) tanpa adanya surat Peringatan pertama, kedua dan Ketiga, melainkan langsung dilakukan PHK;

Berdasarkan bukti-bukti yang telah diperiksa dalam tingkat pertama Termohon/Penggugat tidak menguraikan dalam gugatan PHK dan tidak mengeluarkan bukti surat Peringatan pertama, kedua, Ketiga dalam proses PHK Pemohon, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 161 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi:

“Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat Peringatan pertama, kedua, dan Ketiga secara berturut-turut;

Bahwa Majelis Hakim Tingkat Pertama tidak mempertimbangkan saksi-saksi dari Pemohon Kasasi d/h Tergugat, hal tersebut secara nyata merupakan kekeliruan Majelis Hakim dalam memberikan dasar pertimbangan putusan; 4. Bahwa Majelis Hakim Tingkat Pertama pada halaman 12 putusan yang pada

intinya menyatakan:

“Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat semestinya Tergugat terlebih dahulu melaporkan hasil rapat yang dilakukan Tergugat ……”;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(19)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 19 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Bahwa dasar pertimbangan tersebut tidak berdasarkan hukum dan acuan yang benar, karena tidak ada bukti yang diajukan oleh Penggugat dalam persidangan mengenai ketentuan/aturan mengenai keharusan melapor terkait expense claim, dan expense claim dalam kenyataannya sudah disetujui secara system yang terintegrasi oleh atasan Pemohon Kasasi (Regional Director) yang resmi dalam Struktur Organisasi;

5. Bahwa terkait dengan dasar pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 43 yang pada intinya menguraikan “Tergugat terbukti melakukan pelanggaran jabatan ….”;

Bahwa dasar pertimbangan tersebut diambil alih Majelis Hakim tingkat pertama hanya berdasarkan keterangan verbal saksi-saksi (note: semua saksi merupakan pegawai yang menerima gaji dari Penggugat) yang diajukan oleh Termohon/Penggugat; tanpa mempertimbangkan kesaksian yang diberikan oleh Pemohon Kasasi;

Dan dasar pertimbangan tersebut tanpa didasarkan oleh bukti pelanggaran yang diberikan dari institusi yang berwenang, baru dapat digunakan sebagai alasan untuk mengakhiri hubungan kerja pihak pekerja sebagaimana yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI. Perkara 012/PUU-I/2003 Atas Hak Uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketatanegaraan terhadap Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Materiil UU Nomor 13 Tahun 2003;

6. Bahwa kekeliruan Majelis Hakim dalam membuat Kesimpulan bahwa adanya pelanggaran jabatan oleh Pemohon/Tergugat, dapat dilihat secara nyata pada halaman 39 s.d. 42 putusan, dimana dalam halaman tersebut hanya disebut saksi dari pihak Termohon/Penggugat, saksi bantahan Pemohon/ Tergugat hanya disebut satu orang pada halaman 41 yaitu Aslin Efendi yang tidak mengetahui banyak tentang fakta permasalahan;

Majelis Hakim tidak mempertimbangkan saksi-saksi bantahan dari Pemohon Kasasi/Tergugat yaitu:

- saksi Adi Nugroho;

- saksi Iskandar Zurkarnaen; - saksi Andhy Priono; - saksi Ady Suprapto;

Dalam menyatakan Pemohon Kasasi/Tergugat melakukan pelanggaran jabatan, sehingga pembuktian yang dilakukan tidak berimbang;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(20)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 20 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

7. Bahwa terkait bantahan pelanggaran jabatan yang dilakukan oleh Pemohon/ Tergugat dengan saksi-saksi yang tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam putusan pada intinya menerangkan sebagai berikut:

Saksi Adi Nugroho;

Pada intinya menerangkan bahwa: uang sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu) bukanlah uang pungutan, melainkan uang biaya pengiriman dan pelaksanaan event-event Coca cola, saksi mengetahui uang sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) diputuskan melalui pertemuan meeting di Pulogadung dan dihadiri oleh para manager terkait di coca cola; Dasar pembentukan pihak Ketiga special event yang dipegang oleh saksi Adi Nugroho adalah karena PT. Coca cola Distribution Indonesia (Penggugat) melakukan efisiensi sehingga Pekerjaan kegiatan event diserahkan kepada pihak Ketiga;

Saksi Iskandar Zulkarnaen.

Bahwa saksi menerangkan uang hasil penjualan special event sekitar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) tersebut diterima dan dilaporkan terperinci pemakaiannya oleh Iskandar Zulkarnaen secara resmi dan ada tanda terima yang ditandatangani oleh seluruh Manager Coca cola; Pungutan uang sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) diputuskan melalui pertemuan meeting di Pulogadung dengan semua manager coca cola, dan dinyatakan bahwa tidak ada sepeserpun dana/uang yang diberikan dipakai untuk kepentingan pribadi Pemohon Kasasi/Tergugat; Menurut saksi Iskandar Zulkarnaen, dasar pembentukan pihak Ketiga special event yang dipegang oleh saksi Iskandar Zulkarnaen adalah karena PT. Coca Cola Distribution Indonesia (Penggugat) melakukan efisiensi dan akan menutup Kantor Distribusi mereka sehingga Pekerjaan kegiatan event diserahkan kepada pihak Ketiga;

BAHWA APABILA MAJELIS HAKIM MEMPERTIMBANGKAN SAKSI-SAKSI BANTAHAN DARI PIHAK PEMOHON/TERGUGAT, MAKA SANGAT JELAS PHK YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON KASASI/PENGGUGAT TANPA ADANYA KESALAHAN DARI PIHAK PEMOHON KASASI/ PENGGUGAT;

8. Bahwa Majelis Hakim telah keliru dalam memberikan putusan perhitungan pesangon kepada Tergugat (Pemohon Kasasi). Perhitungan pesangon yang diberikan kepada Tergugat (Pemohon Kasasi) tidak sesuai berdasarkan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan bertentangan dengan anjuran Disnaker;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(21)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 21 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

Kekeliruan putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memberikan perhitungan pesangon terlihat jelas pada pertimbangan hukumnya yang tertuang pada halaman 43 dan 44 yang menyatakan:

a. Pada alinea ke-3 halaman 43 menyatakan: “Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat terbukti melakukan pelanggaran jabatan sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, maka Tergugat berhak atas kompensasi PHK yang wajib dibayar oleh Penggugat kepada Tergugat berupa uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 56 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No, 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

b. Pada alinea ke-4 halaman 43 menyatakan: “Menimbang, bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 37/PUU-XI/2011 tertanggal 11 September 2011 Penggugat berkewajiban membayar upah dan hak-hak Tergugat Setiap bulannya selama proses PHK dari bulan Mei 2015 s/d. putusan ini diucapkan, namun demikian oleh karena Tergugat terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran disiplin kerja berupa pelanggaran jabatan, dan Tergugat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pekerja selama proses PHK, maka sesuai ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan: “upah tidak dibayar apabila pekerja/ buruh tidak melakukan Pekerjaan”, maka adalah adil dan beralasan hukum karenanya Tergugat tidak berhak atas upah selama proses PHK;

c. Pada alinea ke-2 pada halaman 44 menyatakan: “Menimbang, bahwa mengingat masa kerja Tergugat telah mencapai 11 (sebelas) tahun lebih tapi kurang dari 12 (dua belas) tahun maka Penggugat berkewajiban untuk membayar uang kompensasi PHK kepada Tergugat sebagai berikut:

- Uang Pesangon : 9xRp48.842.124,- = Rp 439.579,116,-- Uang Penghargaan Masa Kerja: 4xRp48.842.124,439.579,116,-- = Rp 195.368.496,439.579,116,-- 195.368.496,-- Uang Penggantian Hak :15xRp634.947.612,-=Rp

95.242.141,-- Uang THR tahun 2015 : = Rp

48.842.124,-Jumlah total =

Rp779.031.877,-Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

(22)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 22 dari 28 hal.Put. Nomor 532 K/Pdt.Sus-PHI/2017

(Tujuh ratus tujuh puluh sembilan juta tiga puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh tujuh rupiah);

d. Pada alinea ke-3 halaman 44 menyatakan: “menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum di atas maka petitum Penggugat angka (3) yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Penggugat tidak berkewajiban untuk membayar uang pesangon kepada Tergugat sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), namun hanya berkewajiban membayar uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, beralasan hukum dikabulkan untuk sebagian;

Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di atas sangat salah dan tidak cermat sehingga berimplikasi pada putusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan, kepastian hukum sehingga beralasan hukum untuk dibatalkan;

9. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah dalam menerapkan hukum, dimana pertimbangan tersebut di atas tidak sesuai dengan Pasal 164 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi:

“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja/buruh karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2)”;

Bahwa perhitungan pesangon yang diputuskan oleh Majelis Hakim di atas didasarkan pada Pasal 161 ayat (1) juncto ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:

Ayat (1) “dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja yang bersangkutan diberikan surat Peringatan pertama, kedua dan Ketiga”;

Ayat (3) “pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS HUKUM TERHADAP POLUSI UDARA SEBAGAI TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN

Menurut Deere et al., (1967, dalam Hoek, 1995) kualitas massa batuan dapat dinilai dari harga RQD, yaitu suatu pedoman secara kuantitatif berdasarkan pada perolehan inti yang

Dalam pilihan jawaban di atas, hal yang bukan merupakan langkah-langkah menyunting teks eksposisi adalah menyusun teks baru dari teks eksposisi yang sudah dibaca karena

Eksperimen dilakukan dengan melakukan percobaan pada berbagai pilihan layout terhadap arah pencahayaan buatan dalam ruang dan bagaimana perubahan arah pencahayaan

Tinggi tumit yang terbaik untuk pegawai wanita dengan berat badan 45-50 kg jika mereka lebih banyak beraktivitas pada bidang datar maka tinggi tumit yang digunakan adalah tt = 3 cm,

A Lorentz telah menurunkan persamaan transformasi dengan menganggap bahwa kecepatan cahaya tetap sama di semua kerangka acuan inersial dan koordinat waktu (t) juga

perangkat lunak modular dengan antarmuka yang terdefinisi dengan baik. •