• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Escherichia coli

Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : E. coli (Todar, 2008).

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup

dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. Nama bakteri ini diambil dari nama seorang bakteriologis yang berasal dari Jerman yaitu Theodor Von Escherich, yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertamakali pada tahun 1885 (Andriani, 2005; Todar, 2008).

Escherichia coli adalah bakteri oportunis yang banyak ditemukan di dalam

usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers

diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh

(2)

Escherichia hermanii (Karsinah et al., 1994). Andriani (2005) menegaskan bahwa E. coli meskipun pada saluran pencernaan manusia sebagai mikroflora normal,

karena memiliki sifat oportunistik maka manusia yang memiliki sistem kekebalan yang rendah misalnya bayi, anak-anak, manula serta orang yang sedang sakit dapat menyebabkan penyakit yang serius.

Karsinah et al. (1994) menyatakan bahwa E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai di laboratorium Mikrobiologi. Pada media yang dipergunakan untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain E. coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. E. coli bersifat mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta.

Escherichia sekarang dianggap sebagai genus dengan hanya satu spesies

yang mempunyai beberapa ratus tipe antigenik. Tipe-tipe ini dicirikan menurut kombinasi yang berbeda-beda antara antigen O (antigen somatik di dalam dinding sel) dengan jumlah antigen O sebanyak 150 tipe, antigen K (antigen polisakarida kapsul) dengan jumlah antigen K sebanyak 90 tipe dan antigen H (antigen protein flagela) dengan jumlah antigen H sebanyak 50 tipe. Tambahan pula antigen K dibagi menjadi antigen L, A atau B. Galur-galur tertentu dari E. coli mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan (Karsinah et al., 1994; Kaper et al., 2004; Melliawati, 2009).

Nataro dan Kaper (1998) menyatakan bahwa berdasarkan mekanisme infeksi di dalam menimbulkan penyakit E. coli dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:

(3)

Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroaggregative E. coli (EaggEC) dan Enteroinvasive E. coli (EIEC).

2.2 Escherichia coli O157:H7

Escherichia coli O157:H7 pertama kali diisolasi di Amerika Serikat pada

tahun 1975 di daerah California dari seorang wanita yang menderita diare berdarah. Laporan pertama isolasi E. coli O157:H7 dari sapi yang berumur kurang dari tiga minggu yang menderita Colibacillosis di Argentina tahun 1977 (Fernandez, 2008). Sejak munculnya wabah diare berdarah yang pertamakali disebabkan oleh E. coli O157 pada tahun 1982, maka sejak itulah hewan ruminansia yang sehat terutama sapi diketahui sebagai reservoir bagi E. coli O157 (Andriani, 2005).

Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic E. coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia. Di

dalam saluran pencernaan manusia, E. coli O157:H7 dapat tumbuh dan berkembang untuk selanjutnya menghasilkan toksin. Toksin yang dihasilkan oleh

E. coli O157:H7 adalah verotoxin atau disebut sebagai shiga-like toxin (SLT)

(Kaper et al., 2004; Andriani, 2005).

Sebagai bakteri yang bersifat patogen, E. coli O157:H7 memiliki beberapa faktor virulen yang membantu bakteri menyerang induk semangnya pada saluran pencernaan manusia. Shiga like toxin (SLT) atau shiga toxin yaitu Stx1 dan Stx2 adalah salah satu faktor virulen dari E. coli O157: H7 yang utama (Kusnadi et al., 2003; Andriani, 2005).

(4)

Manusia yang terpapar oleh bakteri E. coli O157:H7 disebabkan oleh kontak langsung dengan hewan infektif atau akibat mengkonsumsi makanan seperti daging, buah, sayur, air yang telah terkontaminasi serta susu yang belum dipasteurisasi. Manure (kotoran sapi) merupakan sumber penularan E. coli O157:H7 terhadap manusia. Apabila lahan pertanian menggunakan manure sebagai pupuk organik, maka kemungkinan besar sayuran maupun buah-buahan yang ditanam pada lahan tersebut dapat menjadi sumber infeksi apabila dikonsumsi (Sartika et al., 2005). Andriani (2005) menyatakan bahwa penyebaran bakteri E. coli O157: H7 dari manusia ke manusia yang lain terjadi secara peroral. Pernah dilaporkan terjadi infeksi secara waterborne pada kolam renang yang terkontaminasi.

Escherichia coli O157:H7 menyebabkan hemorrhagic colitis. Gejalanya

meliputi kejang perut yang diikuti dengan diare (seringkali bercampur darah), mual, muntah, kadang-kadang demam yang ringan. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hemolytic uremic syndrome (HUS), infeksi saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak. Gejala tersebut biasanya muncul 3-4 hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi, dan bertahan hingga 10 hari (Suardana dan Swacita, 2009). Andriani (2005) menegaskan bahwa pada penderita HUS biasanya mengalami gejala yang khas yaitu acute renal failure, hemolytic anemia, thrombocytopenia, dan nephropathy akut. Bila infeksi berkembang sampai sistem syaraf maka pasien akan mengalami koma yang biasanya diikuti dengan kematian. Gejala yang muncul pada penderita

(5)

HUS sangat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan individu dan luasnya infeksi.

Ruminansia khususnya sapi dan domba adalah reservoir mayor untuk E.

coli O157:H7. Bison dan rusa bisa terinfeksi. E. coli O157:H7 terkadang bisa

ditemukan pada mamalia lain seperti babi, kelinci, kuda, anjing dan rakun. Pada unggas seperti ayam, kalkun, angsa, merpati, burung camar, burung gagak, dan beberapa unggas liar. E. coli O157:H7 tidak berhubungan dengan penyakit hewan pada infeksi alami. Infeksi eksperimental pada pedet (anak sapi) tidak menimbulkan penyakit pada anak sapi yang berumur lebih dari satu minggu. Pada

neonatal calves (anak sapi berumur kurang dari dua hari) menunjukkan diare

berdarah atau diare mukoid, beberapa mengalami kematian setelah dilakukan infeksi eksperimental. Anjing yang secara eksperimental diinokulasikan E. coli O157:H7 menunjukkan gejala diare akut yang bersifat sementara, penurunan nafsu makan dan muntah-muntah namun sembuh secara spontan tanpa komplikasi dalam 1-2 hari (The Center for Food Security and Public Health, 2009).

2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penyebaran Agen

Menurut Rahayu (2010) penyebaran penyakit pada ternak termasuk infeksi

E. coli O157 merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan merupakan hasil

interaksi tiga faktor, yaitu hospes (ternak), agen penyakit (patogen) dan lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit. Interaksi ketiga faktor yang normal dan seimbang akan menghasilkan

(6)

ternak yang sehat. Keseimbangan ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara akan sakit dan menunjukkan tampilan (performance) yang tidak memuaskan. Terdapat beberapa kondisi yang mampu menciptakan perubahan keseimbangan ketiga faktor tersebut. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah (1) perubahan-perubahan yang terjadi pada ternak, misalnya penurunan kondisi tubuh yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: kualitas dan kuantitas zat-zat gizi dalam pakan yang kurang. Di lain pihak terjadi peningkatan tantangan terhadap ternak oleh mikroorganisme yang hidup dan berkembang di sekeliling ternak akibat sistem biosekuritas yang tidak konsisten, kegagalan program vaksinasi dan pengobatan (2) terjadi perubahan hanya pada aspek lingkungan, sedangkan kondisi hewan ternak dan mikroorganisme tidak berubah. Perubahan lingkungan ini mungkin disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang ekstrim, ketinggian tempat, kesalahan manajemen, seperti: kepadatan kandang yang tinggi, intensitas cahaya yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kondisi-kondisi lingkungan demikian akan berdampak negatif bagi ternak yang berakibat terhadap munculnya suatu penyakit termasuk infeksi E. coli O157:H7.

(7)

2.4 Geografis Kecamatan Mengwi dan Kuta Selatan

Kondisi alam Kecamatan Mengwi dua tahun terakhir tidak mengalami perubahan signifikan. Dimana memiliki luas wilayah sekitar 82 km2, dengan ketinggian 0-348 meter dari permukaan laut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG Wilayah III Denpasar), curah hujan di Kecamatan Mengwi rata-rata sekitar 293,71 mm dan suhu rata-rata yaitu 27,59oC. Kecamatan Mengwi tercatat memiliki jumlah total ternak sapi sebanyak 7.417 ekor yang tersebar di 20 desa/kelurahan (BPS Kab. Badung, 2013b).

Gambar 1. Peta Kecamatan Mengwi. (Sumber: Google Map, 2014).

Berbeda dengan kondisi alam di Kecamatan Mengwi, Kecamatan Kuta Selatan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perbukitan batu kapur yang

(8)

dikeliling pantai dengan luas mencapai 101,13 km2. Kuta Selatan berapa pada ketinggian sekitar 0-200 meter dari permukaan laut. Suhu rata-rata Kecamatan Kuta Selatan berkisar 27,35oC dan kelembaban sekitar 80,37%. Di Kecamatan Kuta Selatan terdapat 10.958 ekor sapi (BPS Kab. Badung, 2013a).

Gambar 2. Peta Kecamatan Kuta Selatan. (Sumber: Google Map, 2014).

Gambar

Gambar 1. Peta Kecamatan Mengwi.
Gambar 2. Peta Kecamatan Kuta Selatan.

Referensi

Dokumen terkait

(2000), probiotik diartikan sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi oleh inang (ternak, ikan maupun manusia) akan memberikan pengaruh yang menguntungkan baginya

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk baban-beban pada lantai yang berasal dari

Menurut Fardiaz (1988), berdasarkan perubahan yang terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme, maka produk fermentasi dapat dikelompokkan sebagai

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya

Apabila tanah lempung dicampur dengan kapur hidup, maka akan terjadi beberapa macam perubahan pada sifat tanah, hal ini disebabkan akibat reaksi- reaksi kimia yang terjadi antara

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

Eksudat (protein > 3 gr/dL) terjadi biasanya akibat peningkatan permeabilitas kapiler (infeksi, empiema, keganasan, darah, kelainan jaringan

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari