2.1. TANAH EXPANSIF
Tanah expansif adalah tanah yang mengembang bila kadar airnya meningkat (terendam) dan sebaliknya akan menyusut bilamana kadar airnya menurun (dikeringkan). Pengembangan volume tanah ini disertai dengan tekanan pengembangan (swelling pressure) pada struktur diatasnya, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur tersebut. Sifat swelling ini disebaabkan oleh:
• Adanya kandungan yang tinggi dari mineral montmorillonite
• Defisiensi air (pengaruh iklim).
Pada mineral montmorillonite, ikatan van der Waals sangat lemah, sehingga molekul air mudah masuk dan mendesak partikel-partikel clay.
Kemungkinan adanya montmorillonite dalam tanah dapat diperkirakan dari hubungan antara Liquid Limit (LL) dan Plastisity Index (PI) seperti pada gambar2.1 dan hubungan antara PI dengan clay fraction pada gambar 2.2.
Gambar 2.1. hubungan antara Plasticity Index dengan Liquid Limit untuk memperkirakan kandungan montmorillonite (Chen, 1975)
Gambar 2.2. Hubungan antara Palsticity Index dengan clay fraction ( Chen, 1975))
Ciri-ciri umum dari tanah expansif adalah sebagai berikut:
• PI (Plasticity Index) sangat besar
• Clay Fraction (<2µ) sangat tinggi (20-30%), sehingga activity menjadi tinggi
• Highly overconsolidated
• Kadar air < PI + 2%
• Kadar air < 0,4 Liquid Limit
Identifikasi tanah expansif dilakukan atas contoh tanah disturbed atau lebih baik lagi atas contoh tanah undisturbed. Pengujian atas contoh tanah disturbed dilakukan hanya untuk mengidentifikasi mineral yang expansif saja, sedangkan pengujian atas tanah undisturbed dilakukan bilamana hendak diketahui secara lebih pasti mengenai swelling pressure maupun besar free swelling-nya.
Untuk mengidentifikasi mineral tanah secara pasti diperlukan test yang cukup rumit, yaitu dengan menggunakan electron_microscope/sinar X atau dengan DTA ( Differential Thermal Analysis).
2.1.1 Free Swell
Besarnya swelling selain dipengaruhi oleh kadar air awal juga dipengaruhi oleh berat keringnya (dry density) yang langsung berhubungan dengan kadar air.
Jadi apabila dry density-nya besar nilai free swell-nya juga besar, sebaliknya jika
kadar air awalnya tinggi maka free swell-nya mengecil. Dari index properties dapat diperkirakan besar kecilnya perubahan volume dari tanah expansif.
Hubungan antara index properties dan perubahan volume tanah dapat dilihat dari Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. Hubungan Index Properties tanah dengan perubahan volume ( Holtz & Gibbs, 1956)
Data from index tests Probable Degree Colloid content Plasticity Shrinkage Expansion, of
percent minus Index Limit percent total expansion 0.001 mm Vol. Change
>28 >35 <11 >30 Very High
20-13 25-41 7-12 20-30 High
13-23 15-28 10-16 Okt-30 Medium
>15 <18 >15 <10 Low
Gambar 2.3. Hubungan Index Properties tanah dengan kemungkinan perubahan volume untuk tanah expansif ( Holtz & Gibbs, 1956)
Potensi pengembangan tanah berdasarkan nilai indeks plastisitas dapat diprediksi dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Perbandingan hasil beberapa penelitian untuk prediksi potensi pengembangan (Chen, 1975)
Gambar 2.4 menunjukan adanya perbedaan swelling potensial yang cukup drastis dengan nilai indeks plastisitas yang sama. Hal ini terjadi karena kondisi sampel dan kadar air dari percobaan tiap penelitian tidak sama. Kriteria dari Holtz dan Gibbs (1959) didasarkan pada 38 sampel yang dibiarkan mengembang dari kondisi kering udara hingga kondisi jenuh. Kriteria dari Seed (1962) didasarkan pada tanah yang dikompaksi, sedangkan Chen (1988) menggunakan tanah asli (unditurbed sampel) dimana kondisi awal tanah memiliki kadar air alami. Definisi swelling potensial berdasarkan nilai PI dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Definisi Swelling Potensial dari beberapa penelitian
Peneliti (tahun penelitian) Definisi Swelling Potensial Holtz (1959)
Perubahan volume sample pada kondisi undisturbed dan saturated pada
pembebanan 6.9 Kpa
Seed (1962)
Perubahan volume dari remolded sample pada optimum moisture content
dan kepadatan maksimum (standard AASHTO)
Snenthen (1979)
Perubahan volume pada sample undisturbed yang diuji memakai oedometer test pada kondisi natural moisture content dan kepadatan pada
saat saturated di bawah pembebanan sebesar overburden pressure di
lapangan
Chen (1988) mengemukakan metode single index untuk mengidentifikasi derajat ekspansi dari suatu jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Hubungan antara Plastis Index dan Swelling Potensial Swelling potensial Plasticity Index
Low Medium
High Very high
0-15 10-35 20-55
>35
Raman (1967) mengemukakan derajat expansif sebagai fungsi dari indeks plastisitas dan shrinkage index (SI) seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Derajat Ekspansi berdasarkan Plasticity Index dan Shrinkage Index
PI (%) SI (%) Degree of Expansion
<12 12-23 23-32
>32
<15 15-30 30-40
>40
Low Medium
High Very high
2.1.2 Swelling Pressure
Pada tanah expansif, akibat bertambahnya kadar air, maka tanah cenderung untuk mengembang. Untuk mencegah agar tidak terjadi pengembangan maka suatu tekanan tertentu harus diberikan, tekanan yang diberikan akan menentukan besarnya pengembangan yang akan terjadi. Besarnya tekanan yang diberikan agar tanah tidak mengalami pengembangan (∆V = 0) disebut dengan swelling pressure yang akan mengakibatkan terjadinya gaya keatas (uplift).
Beberapa factor yang mungkin mempengaruhi swelling pressure, menurut Chen (1975) dapat dilihat pada table 2.5.
Tabel 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi swelling pressure
Faktor Keterangan
Surcharge Pressure
Jika ada beban yang cukup drastic diatas tanah expansif, maka pertambahan volume dapat dikurangi.
Surcharge pressure menyatakan tekanan akibat pembebanan yang diterima tanah. Jadi beban yang ada
hanya dapat mengurangi besarnya swell yang terjadi.
Kadar Air Semakin besar kadar air maka semakin kecil swell yang terjadi, demikian juga sebaliknya.
γdry awal
Tanah dengan Wc awal sama, tapi γdry awal yang bertambah akan menghasilkan swelling pressure yang
besar pula. Apabila γdry awal semakin kecil maka swelling pressurenya akan kecil juga.
2.1.3 Teknik Modifikasi Tanah
Ada 4 cara teknik perbaikan tanah yang umum dipakai, yaitu : a. Modifikasi secara mekanis (Mechanic Modification)
Merupakan cara yang paling umum dilakukan di lapangan, pada umumnya menunjuk pada pemadatan tanah oleh gaya luar. Kepadatan tanah akan menjadi bertambah besar akibat dari penerapan gaya mekanis dari luar dengan jangka waktu pendek (short term), yang meliputi pemadatan lapisan
permukaan dengan cara statis, penggetaran atau dengan impact roller dan plate vibrators ; dan pemadatan dalam dengan dengan heavy tamping pada permukaan atau penggetaran pada kedalaman.
b. Modifikasi Secara Hidrolis (Hydraulic Modification)
Teknik modifikasi ini biasa dipakai untuk mempercepat proses konsolidasi suatu tanah seperti dengan cara penambahan vertical drain. Kadar air pori yang ada dalam tanah dipaksa keluar dari tanah melalui saluran-saluran atau sumur-sumur drain yang telah dibuat. Pada tanah berbutir kasar, keadaan ini diperoleh dengan menurunkan muka air tanah oleh pemompaan dari lubang- lubang hasil pengeboran (bore holes) atau parit-parit; pada tanah berbutir halus diperoleh dari aplikasi gaya-gaya luar (preloading) dalam jangka waktu lama (long term) atau diperlukan gaya elektris (electrokinetic stabilization).
c. Modifikasi Secara Fisik dan Kimia (Physical and Chemical Modification) Adalah suatu proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan tambahan/aditif yang dapat dicampur langsung dengan lapisan permukaan.
Aditif-aditif ini meliputi tanah natural (yang kualitasnya lebih baik dari tanah asli), material butiran (granular material), sisa-sisa produksi (waste material), semen, kapur, bitumen dan Kalsium Klorida serta bahan-bahan kimia lainnya.
Ketika zat aditif tersebut dimasukkan lewat lubang bor dengan diberi tekanan ke dalam rongga/pori (void) dalam tanah atau diantara tanah dan struktur, proses ini disebut grouting. Adapun tujuan dari pencampuran bahan aditif ini dengan tanah adalah:
• Meningkatkan kekuatan tanah tersebut
• Memperkecil terjadinya penurunan
• Mengontrol volume tanah (pengontrolan terhadap kembang susut tanah)
• Memperkecil permeabilitas
• Meningkatkan durabilitas tanah
d. Modifikasi dengan Penambahan Rangka/Tulangan (Modification by Inclusions and Confinement)
Perkuatan dengan fiber (serat), strip (bilah), bars (batangan), meshes (jalinan) dan fabrics (lembaran, misal geotekstil) memberi ketahanan terhadap kekuatan tarik pada tanah konstruksi. Penulangan di tempat (in situ
reinforcement) bisa didapatkan dengan pemberian paku dan angker. Struktur penahan tanah yang stabil juga bisa dihasilkan dengan menambahkan beton, baja atau karung-karung pasir.
Pada umumnya teknik modifikasi tanah yang dilakukan yaitu menggabungkan beberapa atau bahkan semua teknik baik secara mekanis, hidrolis, fisik dan kimia dan penambahan rangka/tulangan. Dalam penelitian ini kami membandingkan antara penambahan kapur dan penambahan Argo Jati.
2.2. KAPUR
2.2.1 Jenis-Jenis Kapur
Jenis-jenis kapur yang ada di alam ini pada umumnya dapat digolongkan menurut rumus kimiawinya menjadi beberapa macam, antara lain:
1. CaO (High Calcium Quick Lime)
Kapur jenis ini didapat dari bati kapur yang dibakar, dimana reaksinya merupakan proses bolak-balik sebagai:
CaCO3 + 4300 kalori ↔ CaO + CO2
Bila tanah yang distabilkan selama pembangunan mempunyai kadar air yang > dari kadar air optimium, maka CaO ini sangat baik untuk digunakan sebagai bahan stabilisasi (Arkezdi Stabilization Earth Road).
2. Ca(OH)2 (Hydrated High Calcium Lime/Slaked Lime) Kapur ini didapat dari:
CaO + H2O ↔ Ca(OH)2 + 15.3 kalori
Kapur jenis ini sangat cocok digunakan pada tanah yang memiliki kadar air mendekati Wc optimum.
3. CaO + MgO (Dolometic Lime)
Kapur ini dihasilkan dari batu kapur yang mengandung banyak Mg dengan reaksi sebagai berikut:
CaO + MgCO3 + 4300 kalori → CaO + MgO + 2CO2
4. Ca(OH)2 + MgO (Monohydrate Dolomite Lime)
Kapur ini merupakan hasil dari reaksi kimia berikut ini:
CaO + MgO + H2O → Ca(OH)2 + MgO
5. Ca(OH)2 + Mg(OH)2
Kapur ini dihasilkan dari reaksi kimia berikut ini:
CaO + MgO + H2O → Ca(OH)2 + Mg(OH)2
Proses ini dilakukan dengan penambahan tekanan.
Sedangkan kapur yang dijual di pasaran pada umumnya tidak semurni dengan apa yang didefinisikan dengan teori diatas, akan tetapi lebih banyak mengandung unsur-unsur lain seperti: SiO2, FeO3, Al2O3, dan sebagainya,.
Oleh karena itu di beberapa negara mempunyai standar kapur yang boleh digunakan untuk stabilisasi tanah.
AASHTO antara lain memberikan batasan sebagai berikut:
¾ Type I : High Calcium Hydrated Lime dengan kadar Ng maksimum 4%
dari berat total dan kadar kimia sesuai dengan AASHTO M.216-68 (1974)
¾ Type II : Magnesium atau Dolomite Lime dengan kadar Mg tidak boleh lebih dari 36% dari berat total dan komposisi kimia sesuai dengan AASHTO C.25-5
¾
Kedua tipe ini dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 2.6 Tabel kapur tipe I (AASHTO, 1978 : 507) Grade
A B C
Min, Hydrate Alkalinity, Percent by weight
Ca(OH)2 90 85 73
Max, Unhydrated lime content, percent by weight
CaO 7 8 9
Max, Free water content percent by weight H2O 3 3 2
Tabel 2.7 Tabel kapur tipe II (AASHTO, 1978 : 508) Grade
A B C
Calcium and magnesium oxide content of ignition
residu magnesium percent 98 96 94
Carbon dioxide (as received basis) magnesium
percent 3 8 8
Unhdrated calcium oxide (as received basis)
maximum percent 7 8 9
Free water content maximum percent 3 3 2
Dengan catatan apabila dipakai lime Grade B atau C harus didasarkan tambahan penggunaan kapur sebagai berikut:
Tipe Grade A Grade B
I 6% 20%
II 2% 5%
Menurut SK SNI S-01-1994-03, yang dimaksud dengan kapur hidup (quick lime) adalah hasil pembakaran batu kapur pada suhu + 900°C dengan komposisi sebagian besar Kalsium Karbonat (CaCO3). Sedangkan yang dimaksud dengan kapur padam (slaked lime/hydrated lime) adalah hasil pemadaman kapur hidup dengan air sehingga membentuk hidrat (Ca(OH)2).
2.2.2 Reaksi yang Terjadi Antara Kapur dan Tanah Lempung
Apabila tanah lempung dicampur dengan kapur hidup, maka akan terjadi beberapa macam perubahan pada sifat tanah, hal ini disebabkan akibat reaksi- reaksi kimia yang terjadi antara kapur dengan tanah lempung. Reaksi kimia yang terjadi antara kapur hidup dengan tanah lempung antara lain:
1. Reaksi yang Terjadi Seketika/Reaksi Cepat Reaksi cepat ini meliputi dua macam reaksi yaitu:
a. Pertukaran kation (kation exchange)
Penambahan kapur pada tanah mengakibatkan terjadinya Ca2+ yang berlebihan yang mengakibatkan depression system double layer dari partikel tanah liat. Kemudian diikuti dengan reaksi berikutnya yaitu Flokulasi.
b. Flokulasi (Flocculation)
Flokulasi ini terjadi karena timbulnya gaya tarik antara partikel tanah yang lebih besar daripada gaya tolaknya (T.W Lamble dan Robert Whitman, Soil Mechanic).
Dengan terjadinya gaya tarik ini maka akan terjadi pula agglomerasi yaitu pembentukan agregat yang lebih besar. Butiran-butiran kasar ini dengan sendirinya akan menurunkan plastisitas tanah.
2. Reaksi yang Terjadi dengan Pengaruh Waktu/Reaksi Lambat Ada dua jenis reaksi lambat, yaitu:
a. Reaksi Pozzolanic (Pozzolanic Reaction)
Reaksi ini adalah reaksi yang terjadi antara ion Ca dari Ca(OH)2
dengan silikat atau aluminat yang terdapat di dalam tanah senihgga akan membentuk “cementing agent”, kalsium silikat dan kalsium aluminat. Cementing Agent tersebut merupakan suatu massa yang keras dan kaku.
Sumber silikat dan aluminat adalah tanah liat itu sendiri dimana dengan penambahan kapur pada tanah maka PH tanah akan naik.
Dengan PH yang tinggi maka kelarutan silikat dan aluminat bertambah, sehingga cementing agent dengan mudah terbentuk (Kezdi, Stabilization Earth Road).
Kecepatan reaksi pozzolanic ini tidak hanya bergantung pada waktu, tetapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan-bahan tercampur dan temperatur. Makin tinggi temperatur maka makin bertambah kelarutan silikat dioksida, sedangkan kecepatan reaksi keseluruhan dipengaruhi oleh efektivitas konsentrasi silikat daripada konsentrasi kalsium dioksida. Akibat reaksi ini, maka kekuatan tanah akan meningkat secara perlahan-lahan sesuai dengan reaksi tersebut.
b. Reaksi Karbonisasi (Carbonization)
Reaksi karbonisasi adalah proses pembentukan kalsium karbonat, proses reaksinya dapat dilihat dari reaksi berikut ini:
CaO + CO2 ↔ CaCO3 + kalori
Reaksi ini tidak diinginkan pada stabilisasi dengan kapur, karena dengan adanya reaksi ini CaO akan bereaksi dengan CO2 dari udara berubah menjadi kalsium karbonat (CaCO3). Akibatnya tidak akan terjadi reaksi pozzolanic yang optimal. Cara pencegahannya yaitu dengan melindungi kapur selama pengiriman terhadap udara serta mempersingkat waktu pencampuran.
2.2.3 Perubahan Fisik Tanah Akibat Penambahan Kapur
Beberapa perubahan yang dapat terjadi akibat penambahan kapur pada tanah antara lain:
1) Indeks Plastisitas menurun tajam
2) Pada umumnya Plastic Limit naik dan Liquid Limit turun 3) Kohesive berkurang
4) Pengembangan dan penyusutan berkurang
5) Butiran tanah menjadi lebih besar sehingga mudah diolah 6) Unconfined Compresive Strength meningkat
7) Daya dukung tanah (Load Bearing) meningkat
8) Di daerah yang kadar air tanahnya lebih tinggi daripada kadar air optimum, kapur berguna untuk mengeringkan tanah (dengan CaO) sehingga tanah tersebut dapat menjadi lebih kuat.
2.3. ARGO JATI METHOD
Argo jati adalah metode stabilisasi tanah lunak dengan bahan dasar kapur berkualitas tinggi, apabila tanah dicampur dengan Argo Jati pada kadar campuran tertentu maka akan terjadi perbaikan sifat-sifat fisis tanah antara lain:
• Gradasi butiran tanah membaik
• Daya dukung akan meningkat, dan akan terus meningkat dari waktu ke waktu
• Tingkat kepadatannya tinggi
• Kompresibilitasnya akan turun
• Kadar air akan turun
• Tingkat keplastisannya akan turun
Hal ini dimungkinkan karena bahan Argo Jati di dalam tanah lunak akan menghasilkan beberapa reaksi kimia dasar, yaitu:
• Reaksi bersifat eksotermis, mengeluarkan panas, sehingga kadar air turun, akibatnya daya dukung meningkat dan kompresibilitas turun.
• Terjadi pertukaran ion dengan ion calcium yang mengakibatkan butiran tanah merekat sesamanya, akibatnya indeks plastisitas tanah turun dan gradasi butiran membaik.
• Terjadi ikatan hidrasi antara mineral dasar Argo Jati dengan gugus silikat dan aluminet dari tanah lunak, akibatnya daya dukungnya secara kimiawi meningkat.
Metode ini dapat diaplikasikan secara luas untuk memperbaiki mutu tanah dengan kadar air di lapangan yang reltif tinggi, terutama untuk tanah lempung berbutir halus ( fine clay) dan penerapannya tidak menimbulkan polusi dan tidak berdebu.
2.3.1 Keuntungan dari Argo Jati Method
1. Meningkatkan bearing capacity dengan cepat 2. Konsolidasi selesai tanpa surcharge
3. Anti Swelling pressure dan memproteksi permeability 4. Mengurangi penurunan akibat konsolidasi
5. Anti sliding dan anti seismic
2.3.2 Produk-produk dari Argo Jati Method 1. Argo Jati AO-type
Sizing : lump Ǿ 5-30 mm
Density : 1.5 – 1.6 tonne / m3
Calcium Oxide : CaO min 91%
Activity : 4 N HCL in 10 minutes test min 300 ml
Shape : soft burn and porous
Surface area min 12.000 cm2 per one gram 2. Argo Jati AP-type
Sizing : Powder 100 mesh (or 150 micron)
Density : 0.9 – 1.3 tonne / m3
Composition :
CaO 82-95 % MgO max 2 %
SiO2 2 – 4 % Fe2O3 max 2 %
Al2O3 max 3 % SO3 2-4 %
Ig loss max 3 % 3. Argo Jati BO-type
Sizing : powder 100 mesh (or 150 micron)
Density : 0.6 – 0.75 tonne / m3
Hydrated calcium oxide : Ca(OH)2 min 92.5 %
Wet slaked lime : Wc 7-14 %
4. Argo Jati BP-type
Sizing : powder 100 mesh (or 150 micron)
Density : 0.8 – 1.1 tonne / m3
Composition :
CaO 60-85 % SiO2 1 – 5 %
Al2O3 2 – 5 % SO3 0 – 5 %
Ig loss max 3 %
2.3.3. Lingkup Penggunaan Argo Jati Method
Tanah Lunak yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan teknik sebagai bahan konstruksi, melalui metode Argo Jati dapat diolah dengan dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi untuk dapat dipergunakan sebagai :
1. Konstruksi tanah dasar (subgrade)
2. Bahan tanah timbunan (embankment material)
3. Pengolahan bahan limbah konstruksi (seperti Lumpur endapan dan sebagainya.
Tanah yang telah distabilisasi dengan Argo Jati dapat juga ditingkatkan kekuatannya dengan mencampur kembali tanah tersebut dengan semen OPC (Ordinary Portland Cement) sehingga secara teknis dapat dimanfaatkan sebagai :
1. Lapisan pondasi bawah (subbase course) 2. Lapisan pondasi atas (base course)
Disamping Kekuatannya meningkat tajam, juga relatif lebih tahan air dan lebih kedap air.
Dengan demikian, metode Argo Jati ini dapat diterapkan pada pembangunan konstruksi JALAN, BANDAR UDARA, KERETA API, LAPANGAN PARKIR, PENGENDALIAN BANJIR ( SUNGAI, KANAL),dsb.