• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refrat Rheumatoid Arthritis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refrat Rheumatoid Arthritis"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

 Rheumatoid arthritis

 Rheumatoid arthritis atau radang sendi merupakan suatu penyakit yang dapatatau radang sendi merupakan suatu penyakit yang dapat terjadi pada semua kelompok ras dan etnik di dunia ini merupakan suatu penyakit terjadi pada semua kelompok ras dan etnik di dunia ini merupakan suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh antara lain sendi pada tangan, kaki, autoimun yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh antara lain sendi pada tangan, kaki, leher, panggul, pergelangan kaki dan organ internal lainnya.

leher, panggul, pergelangan kaki dan organ internal lainnya. Rheumatoid arthritis Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun akibat reaksi antigen antibodi. Antibodi merupakan adalah penyakit autoimun akibat reaksi antigen antibodi. Antibodi merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap

mekanisme pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus, dan sel-sel asing lainnya yangbakteri, virus, dan sel-sel asing lainnya yang dilakukan oleh sel darah putih. Pada

dilakukan oleh sel darah putih. Pada rheumatoid arthritisrheumatoid arthritis, sel antibodi akan, sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan mulai menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan mulai menyerang sendi atau organ internal lainnya, sehingga terjadinya kerusakan dan menyerang sendi atau organ internal lainnya, sehingga terjadinya kerusakan dan  peradangan (inflamasi) pada sendi tersebut. Radang sendi ini sebenarnya terjadi pada  peradangan (inflamasi) pada sendi tersebut. Radang sendi ini sebenarnya terjadi pada

lapisan membran sinovial. Membran sinovial yang meradang akan mengeluarkan lapisan membran sinovial. Membran sinovial yang meradang akan mengeluarkan cairan yang banyak

cairan yang banyak mengandung sel makrofag limfosit T. Sel makrofag limfosit T inimengandung sel makrofag limfosit T. Sel makrofag limfosit T ini dapat merusak tulang dan mendesak cairan sinovial sehingga akan mengakibatkan dapat merusak tulang dan mendesak cairan sinovial sehingga akan mengakibatkan timbulnya rasa nyeri atau sakit pada persendian. Penyebab radang sendi sampai timbulnya rasa nyeri atau sakit pada persendian. Penyebab radang sendi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.

(2)

BAB II BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.

2.1 1 DeDefifininisisi

Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang  beberapa

 beberapa sendi sendi dan dan termasuk termasuk gangguan gangguan auto-imun auto-imun (hipersensitivitas (hipersensitivitas tipe tipe III).III). Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi  pada permukaan

 pada permukaan lapisan sendi, perikardium, dan lapisan sendi, perikardium, dan pleura), nodul rheumatoid, pleura), nodul rheumatoid, dandan vas

vaskulkulititis is bilbila a proproses ses ini ini terterus-mus-menerenerus us dapdapat at menmenyebyebabkaabkan n penpenghanghancurcuranan tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat  juga

 juga menyebar menyebar ke ke paru-paru, paru-paru, perikardium, pperikardium, pleura, leura, sklera, sklera, lesi nodulesi nodular, lar, jaringanjaringan su

subkbkututan an di di babawawah h kulkulitit. . MeMeskskipipun un pepenynyebaebab b rhrheueumamatoitoid d ararththrirititis s titidak dak  dik

diketaetahuihui, , namnamun un perperanan anan autauto-io-imunmunitaitas s sansangat gat penpentinting g terterjadjadinyinya a proprosesses inflamasi kronik.

inflamasi kronik. Per

Peradaadangngan an sisinonovivium um dadapat pat memenynyererang ang dadan n memerurusasak k tutulalang ng dadann

ka

kartrtililagago. o. Sel Sel raradandang g memelelepaspaskan kan enzenzim im yayang ng dadapat pat memencencernrna a tutulalang ng dandan

kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,

kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,

ya

yang ng memengnghashasililkakan n rarasa sa sasakikit t dadan n pepengungurarangngan an kekemamampmpuan uan berbergegerarak.k.

Predileksi

Predileksi peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut, bahu,peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut, bahu, leher, panggul.

leher, panggul.

2.2

2.2 EpEpideidemiomiologlogii

Ar

Artrtrititis is rereumumatatoioid d memerurupapakan kan pepenynyakiakit t yayang ng jajararang ng papada da lalakiki-l-lakiaki dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70 dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70

(3)

BAB II BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.

2.1 1 DeDefifininisisi

Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang  beberapa

 beberapa sendi sendi dan dan termasuk termasuk gangguan gangguan auto-imun auto-imun (hipersensitivitas (hipersensitivitas tipe tipe III).III). Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi  pada permukaan

 pada permukaan lapisan sendi, perikardium, dan lapisan sendi, perikardium, dan pleura), nodul rheumatoid, pleura), nodul rheumatoid, dandan vas

vaskulkulititis is bilbila a proproses ses ini ini terterus-mus-menerenerus us dapdapat at menmenyebyebabkaabkan n penpenghanghancurcuranan tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat  juga

 juga menyebar menyebar ke ke paru-paru, paru-paru, perikardium, pperikardium, pleura, leura, sklera, sklera, lesi nodulesi nodular, lar, jaringanjaringan su

subkbkututan an di di babawawah h kulkulitit. . MeMeskskipipun un pepenynyebaebab b rhrheueumamatoitoid d ararththrirititis s titidak dak  dik

diketaetahuihui, , namnamun un perperanan anan autauto-io-imunmunitaitas s sansangat gat penpentinting g terterjadjadinyinya a proprosesses inflamasi kronik.

inflamasi kronik. Per

Peradaadangngan an sisinonovivium um dadapat pat memenynyererang ang dadan n memerurusasak k tutulalang ng dadann

ka

kartrtililagago. o. Sel Sel raradandang g memelelepaspaskan kan enzenzim im yayang ng dadapat pat memencencernrna a tutulalang ng dandan

kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,

kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,

ya

yang ng memengnghashasililkakan n rarasa sa sasakikit t dadan n pepengungurarangngan an kekemamampmpuan uan berbergegerarak.k.

Predileksi

Predileksi peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut, bahu,peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut, bahu, leher, panggul.

leher, panggul.

2.2

2.2 EpEpideidemiomiologlogii

Ar

Artrtrititis is rereumumatatoioid d memerurupapakan kan pepenynyakiakit t yayang ng jajararang ng papada da lalakiki-l-lakiaki dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70 dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70

(4)

tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75 ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75 tahun.

tahun.

Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi (kisaran Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi (kisaran 0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. 0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Pr

Prevevalalenensi si pepenynyakakit it inini i memeniningngkakat t dedengngan an umumurur, , dadan n jejeninis s kekelalamimin,n,  perbedaannya

 perbedaannya dikurangi dikurangi pada pada kelompok kelompok usia usia tua. tua. Penyakit Penyakit ini ini menyerangmenyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset dari penyakit ini orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset dari penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan.

sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan.

2.3

2.3 FaFaktoktor r RiRisiksikoo

1)

1) TTraransnsfufusi dasi dararahh 2

2)) UUssiiaa 25-45 tahun25-45 tahun 3)

3) JeJeninis s kekelalamiminn perempuan : laki-laki = 2 : 1perempuan : laki-laki = 2 : 1 4)

4) FaFaktktor or gegenenetitik k  autoimunautoimun 5

5)) SSuukkuu  berkulit putih, penduduberkulit putih, penduduk asli Amerika (Yk asli Amerika (Yakima, Chippewa, akima, Chippewa, or or  Inuit)

Inuit) 6)

6) BeBerrat at babadadann obesitasobesitas 7)

7) KoKopi pi dadan rn rokokok ok 

2.

2.4 4 EtEtioiolologigi

Penyebab artriti

Penyebab artritis s reumatreumatoid oid masih belum masih belum diketdiketahui. Dikatakan bahwaahui. Dikatakan bahwa artritis reumatoid mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen artritis reumatoid mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi artritis infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi artritis reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas. adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas.

(5)

Be

Bebeberarapa pa kemkemungungkikinan nan ageagen n pepenynyebaebab b tetersrsebebut ut didianantatararanynya a tetermrmasasuk uk  mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubel

rubella, la, tetapi berdasartetapi berdasarkan kan buktibukti-bukti-bukti, , penyebab ini penyebab ini ataupuataupun n agen infeksiusagen infeksius yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada penderita yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada penderita artritis reumatoid.

artritis reumatoid. Wa

Walalaupupun un etetioiolologi gi dadari ri arartrtrititis is rereumumatatoioid d bebelulum m didikeketatahuihui, , nanamumunn na

nampmpakaknynya a mumultltififakaktotoririalal. . TeTerdrdapapat at kekererentntananan an gegenenetitik k yayang ng jejelalas, s, dadann  penelitian

 penelitian pada pada orang orang kembar kembar mengindikasikan mengindikasikan indeks indeks sekitar sekitar 15-20%.15-20%. Seb

Sebanyanyak ak 70% 70% dardari i paspasien ien artartrirrirtis tis reureumatmatoid oid ditditemuemukankan human human leucocleucocyteyte antigen

antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan age

agen n infinfekseksius ius dikdikataatakan kan memmemiliiliki ki perperanan anan penpentinting g padpada a etietioloologi, gi, namnamunun kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan.

kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan.

2.5

2.5 PaPatotofisfisioliologogii

Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada ind

indiviividu du renrentan tan setsetelaelah h resrespon pon imimun un terterhadahadap p antantigeigen n pempemicu icu yanyang g titidak dak  dik

diketaetahuihui. . Agen Agen pempemicuicunya nya adaladalah ah baktbakterieri, , mimikopkoplaslasma, ma, ataatau u virvirus us yanyangg me

menginginfnfekeksi si sesendi ndi atatau au mimiririp p sesendi ndi sesecacara ra anantitigegeninik. k. BiBiasasananya ya rerespsponon ant

antiboibody dy awal awal terterhadhadap ap mimikrokroorgorganianisme sme dipdiperaerantantarai rai oleoleh h IgGIgG. . WalWalaupnaupn re

respspon on inini i beberhrhasasil il memengnghahancncururkakan n mimikrkroooorgrgananisismeme, , inindidivividu du yyanangg mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau IgG, mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau IgG, terhadap antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh terhadap antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rheumatoid (

sendiri ini disebut faktor rheumatoid ( Rheumatoid factor/  Rheumatoid factor/ RF RF ). RF menetap di). RF menetap di kap

kapsul sul sensendi di sehsehingingga ga menmenyebyebabkaabkan n infinflamlamasi asi krokronis nis kerkerusausakan kan jarjaringinganan (Corwin, 2009).

(Corwin, 2009). An

Antitibobody dy RF RF berberkekembmbanang g dadan n memelalawawan n IgIgG G ununtutuk k memembmbententuk uk  kompleks imun. IgG sebagai antibody alami tidak cukup kemudian tubuh kompleks imun. IgG sebagai antibody alami tidak cukup kemudian tubuh

(6)

membentuk antibody (RF) yang melawan antibody itu sendiri (IgG) dan akibatnya terjadi transformasi IgG menjadi antigen atau protein luar yang harus dimusnahkan. Makrofag dan limfosit menghasilkan sebuah proses  pathogenesis dari respon imun untuk antigen yang tidak spesifik. Bentuk 

kompleks imun antigen-antibodi ini menyebabkan pengaktifan sistem complement dan pembebasan enzim lisosom dari leukosit. Kedua reaksi ini menyebabkan inflamasi.

Kompleks imun yang tersimpan didalam membrane synovial atau lapisan superficial kartilago, adalah pagositik yang terdiri atas  polimorphonuklear (PMN) leukosit, monosit, dan limfosit. Pagositik 

menonaktifkan kompleks imun dan menstimulasi produksi enzim additional (radikal oksigen, asam arasidonik) yang menyebabkan hyperemia, edema,  bengkak, dan menebalkan membrane synovial (Black & Hawks, ).

Hipertropi synovial menyebabkan aliran darah tersumbat dan lebih lanjut manstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus.  Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan  pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat akan

merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat deformitas (Corwin, 2009). Pannus menutupi kartilago dan kemudian masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan  pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara  permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

(7)
(8)
(9)

2.6 Gejala Klinik 

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang  bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

(10)

3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya  berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.

5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan  perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah  beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat  protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami  pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak 

ekstensi.

6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang  paling sering dari deformitas ini adalah bursa olecranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat lainnya. Adanya nodul-nodul-nodul-nodul ini  biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih  berat.

7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu: a. Stadium sinovitis

(11)

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.

 b. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan  bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.

c. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan  berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada  pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

Kerusakan fungsi pada sendi yang mengalami rheumatoid arthritis diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi berdasarkan klasifikasi Steinbroker yaitu;

• Stadium I : hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kerusakan pada sendi.

• Stadium II : terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang ringan disertai penyempitan pada ruang sendi.

• Stadium III : terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan penyempitan ruang sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk  sendi.

(12)

• Stadium IV : imobilisasi menyeluruh pada sendi karena menyatunya tulang-tulang dengan sendi.

Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari American Rheumatism Association tahun 1987

Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of Rheumatoid Arthritis

Kriteria Definisi

1. Keka

kuan pagi hari

Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi, lamanya setidaknya 1 jam

2. Artrit

is pada tiga atau lebih area sendi

Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan  peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14

kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri  proksimal interfalangs (PIP), metacarpofalangs (MCP),  pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan

sendi metatarsofalangs (MTP)

3. Artrit

is pada sendi tangan

Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan, sendi MCP atau sendi PIP

4. Artrit

is simetris

Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama  pada kedua bagian tubuh

5. Nodu

l-nodul reumatoid

Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau  permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular 

6. Seru

m faktor  reumatoid

Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor  reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya  positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal

7. Perub

ahan radiografik 

Perubahan radiografik tipikal pada artritis reumatoid pada radiografik tangan dan pergelangan tangan

(13)

 posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi terlokalisasi yang tegas pada tulang.

Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah  berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,

tidak dikeluarkan pada kriteria ini.

2.7 Dasar Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

1) Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis, tanyakan faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan penyakit.

2) Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi penyakit terdapat pada kelompok umur tertentu, misalnya penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak ditemukan pada usia lanjut.

3) Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak  diderita oleh wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1

4) Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasie dengan reumatik. Pasien sebaiknya diminta untuk menjelaskan lokasi nyeri serta penyebarannya. Pada pasien RA, nyeri yang paling berat terjadi dipagi hari, membaik disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.

5) Kaku sendi, merupakan rasa reperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakkan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.

(14)

6) Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami  bengkak sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan  posisi struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).

7) Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu  jaringan, organ atau sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap adalah apabila disabilitas menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.

8) Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan  peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas,  penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluh hal yang tidak spesifik, seperti merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan mental.

9) Gangguan tidur dan depresi, gangguan tidur dapat disebabkan oleh adanya nyeri kronik, terbentuknya reaksi reaktan, obat antiinflamasi nonsteroid.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:

• Inspeksi pada saat diam • Inspeksi pada saat gerak  • Palpasi

a) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara tungkai yang nyeri akan lebih lama diletakkan dilantai,

(15)

 biasanya diikuti oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya  berjalan antalgik.

 b) Sikap/fostur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendi tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi pleksi.

c) Deformitas, akan lebih terlihat pada saat bergerak 

d) Perubahan kulit, kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi pada sendi.

e) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di daerah sendi tersebut

f) Bengkak sendi, bisa disebabkan oleh cairan, jaringan lunak, atau tulang.

g) Nyeri raba

h) Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah.

i) Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang diserang.

 j) Atropi dan penurunan kekuatan otot k) Ketidakstabilan

l) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan normal, seperti bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam

m) Nodul, sering ditemukan pada berbagai atropi, umumnya ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit  belakang, sacrum)

n) Perubahan kuku, adanya jari tabuh, thimble pitting onycholysis atau serpihan darah

(16)

o) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang  pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.

 p) Rheumatoid arthritis mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya, yaitu:

1) Kulit: nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak   pasien dengan RA yang nilai RF nya normal, sering lebih dari

titik-titik tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat  bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit.

2) Jantung: morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang meningkat pada pasien dengan RA. Faktor risiko non tradisional tampaknya memainkan peran penting. Serangan jantung , disfungsi miokard, dan efusi perikardial tanpa gejala yang umum, dan gejala perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis, vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang diamati.

3) Paru: RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk, termasuk  efusi pleura , fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan obliterans bronchiolitis-pengorganisasian  pneumonia.

4) GI: keterlibatan usus, seperti dengan keterlibatan ginjal, merupakan komplikasi sekunder akibat efek obat-obatan,  peradangan, dan penyakit lainnya. Hati sering terkena pada pasien

dengan sindrom Felty (yaitu splenomegali, dan neutropenia).

5) Ginjal: Ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya akibat pengaruh, termasuk karena obat-obat (misalnya, obat anti-inflammatory peradangan (misalnya, amyloidosis ), dan  penyakit yang terkait (misalnya, sindrom Sjögren dengan kelainan

(17)

6) Vascular: lesi vasculitik dapat terjadi di organ mana saja namun yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir  sebagai purpura gamblang, borok kulit, atau infark digital.

7) Hematologi: Sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik, trombositosis, dan eosinofilia, meskipun yang terakhir ini jarang terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan sindrom Felty. 8) Neurologis: biasanya saraf jeratan, seperti pada saraf median di carpal, lesi vasculitik, multipleks mononeuritis, dan myelopathy leher rahim dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis. 9) Okular: keratoconjunctivitis sicca adalah umum pada orang dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjögren sekunder. Mata mungkin juga episkleritis , uveitis, dan scleritis nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.

Pada artritis reumatoid yang lanjut, tangan pasien dapat menunjukkan deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi distal interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal interfalangs (PIP). Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas boutonniere, yaitu deformitas  swan-neck , dimana juga terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah seutuhnya rusak, sangat mungkin untuk menggantinya dengan protesa silikon.

(18)

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

a.Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan kemajuan radiografi.

 b. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan sinovial.

c.Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis, leucopenia).

d. Analisis cairan sinovial

1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count > 2000/μL) hadir  dengan jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.

2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam cairan sinovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).

3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura,

 perikardial, dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan dengan kadar glukosa serum.

e.Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-RA33, anti-PKC, antibodi antinuclear).

f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar 60-80% pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang dari 40%  pasien dengan RA dini.

(19)

g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan RA, namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir negatif.

h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC): Penelitian terbaru dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas sama atau lebih baik daripada RF, dengan peningkatan frekuensi hasil positif di awal RA. Kehadiran kedua-anti antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk RA. Selain itu, anti-PKC antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis yang buruk.

2.7.4 Foto Polos

Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada  pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah

sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan

ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel.

Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan  periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi

sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa  jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek 

ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini  berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi  pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.

(20)

Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi metakarpofalangs

(21)

C : Swelling dan erosi pada sendi MTP 5. D : Nodul subkutaneus multipel pada tangan

2.7.5 CT-Scan

Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan MRI.

CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian dalam hal radiasi. CT  scan digunakan sebatas untuk  mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang belakang.

2.7.6 USG

Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai cairan

(22)

yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi. Hal ini sangat berguna  pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi karpometakarpal tidak 

tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.

Erosi (tanda panah) pada sendi metakarpofalangs pada penderita artritis reumatoid (A)  bidang longitudinal (B) bidang transverse. M, kaput metakarpal dan P, falangs.

(A) Gambaran normal bagian longitudinal dari sendi metakarpofalangs. (B) Sendi metakarpofalangs pada pasien artritis reumatoid. FP, bantalan lemak; M dan MC,kaput metakarpal; P, falangs; S, sinovitis.

Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi

(23)

konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude color doppler  (ACD)  Imaging , juga menyediakan informasi klinis yang  berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging  telah diaplikasikan untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada peradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan ciri  patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid.

2.7.7 MRI

 Magnetic Resonance Imaging  (MRI) menyediakan gambaran yang  baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid.

koronal T1-weighted pada sendi metakarpofalangs 2-4, memperlihatkan erosi radial yang luas  pada kaput metakarpal 2 dan 3.

Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen utama  pada artritis reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas yang nyata untuk   perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa MRI merupakan  penolong untuk mendiagnosis awal penyakit artritis reumatoid. MRI juga

(24)

memberikan gambaran yang berbeda pada abnormalitas dari artritis reumatoid, sebagai contoh, erosi tulang, edema tulang, sinovitis, dan tenosinovitis.

2.8 Diagnosis Banding

2.8.1 Gout Arthritis

Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat  primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung dari  pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu.

Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stres emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi  jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.

(25)

Pembengkakan dan erosi pada sendi PIP-5

2.8.2 Osteoarthritis

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini  bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang  baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis umumnya  berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau menanggung beban.  Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak  digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi, biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang terjadi lebih lama.

(26)

Penyempitan celah sendi medial yang asimetrik 

Tabel 2: Perbandingan artritis reumatoid dengan diagnosa banding  berdasarkan temuan radiologi

(27)

Gambaran Radiologi

Artritis

Reumatoid Gout Osteoartritis

Soft tissue swelling  Periartrikular,

simetris Esentrik, tophi

Intermitten, tidak  sejelas yang lain

Subluksasi Ya Tidak biasa Kadang-kadang

Mineralisasi Menurun di

 periartrikular  Baik Baik  

Kalsifikasi Tidak   Kadang-kadang

 pada tophi Tidak  Celah sendi Menyempit Baik hingga

menyempit Menyempit Erosi Tidak    Punched out  dengan garis sklerotik  Ya, pada intraartikular 

Produksi tulang Tidak   Menjalar ke tepi

korteks Ya

Simetri Bilateral,

simetri Asimetri Bilateral, simetri

Lokasi Proksimal ke distal

Kaki,

 pergelangan kaki, tangan dan siku

Distal ke proksimal Karakteristik yang membedakan Poliartrikular  Pembentukan kristal Seagull appearance  pada sendi interfalangeal 2.9 Penatalaksanaan

Tujuan terapi rheumatoid arthritis, yaitu :

1. Menghilangkan gejala peradangan/inflamasi yang aktif baik  lokal maupun sistemik.

(28)

2. Mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan.

3. Mencegah terjadinya deformitas atau kelainan bentuk sendi dan menjaga fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.

4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang mengalami AR agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Adapun penatalaksanaan dari artritis reumatoid adalah sebagai berikut: 1. Obat-obatan

a.  Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)

 NSAID antara lain, aspirin, ibuprofen, ketoprofen dan diklofenac  juga obat selektif baru nabumeton dan meloxicam yang sangat berguna untuk mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat ini menghambat sintetase  prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin,  prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat standar yang

sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin.

Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan artritis reumatoid. Produksi dari prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan ini memberikan efek analgesik, anti-inflamasi, dan anti-piretik.

Golongan NSAIDs tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi tulang rawan (kartilago) dan tulang sendi akibat proses kerusakan dari AR. Penggunaan jangka panjang dianjurkan dengan penambahan suatu  penghambat asam lambung (omeprazol, lansaprazol, pantoprazol) guna

mencegah terjadinya tukak lambung. Salisilat 

Kelompok obat ini merupakan cikal bakal berkembangnya OAINS. Salisilat menimbulkan efek analgesia, anti inflamasi, dan anti piretik dengan

(29)

menekan produksi prostaglandin dan tromboksan dengan menghambat siklooksigenase (Cox-1 dan Cox-2). Oleh karena itu salisilat dan turunannya disebut juga dengan OAINS konvensional, karena tak selektif terhadap salah satu tipe siklooksigenase.

OAINS, asam asetil salisilat, lebih dikenal sebagai antiplatelet pada dosis rendah ketimbang sebagai pengobatan gejala arthritis. Namun turunannya, yaitu diflunisal biasa digunakan untuk meredakan gejala arthritis. Efek analgesia diflunisal muncul 1 jam setelah pemberian dan efek maksimal dicapai setelah 2-3 jam. Namun, kelompok salisilat ini berbahaya terhadap saluran cerna.

 Arylalkanoic Acid 

Kelompok ini yang kerap dikenal dalam pengobatan arthritis di antaranya adalah indometasin dan diklofenak. Keduanya diindikasikan mengatasi gejala arthritis dan gout ( ankylosing spondylitis, rheumatoid  arthritis, arthritic gout, osteoarthritis, juvenile arthritis, dan pseudogout ).

Indometasin merupakan turunan indol metilat dengan efek lebih kuat dibanding aspirin. Kekuatan ini tak lain berasal dari 2 mekanisme tambahan di samping menghambat pembentukan prostaglandin. Modus kerja tambahan ini mencakup inhibisi motilitas leukosit polimorfonuklear, seperti halnya kolkisin dan melepaskan fosforilasi oksidatif pada mitokondria kartilago, seperti layaknya salisilat. Akhirnya kedua mekanisme ini memperkuat efek analgesia dan antiinflamasi indometasin.

Meski cukup superior, namun sebagai OAINS nonselektif, indometasin tak lepas dari efek samping yang cukup serius. Di antaranya adalah komplikasi pada saluran cerna dan gangguan mental ringan yang

(30)

reversibel. Oleh karena itu, obat ini tidak boleh diberikan untuk mengatasi nyeri ringan dan sederhana. Indometasin sebaiknya diberikan sesuai indikasi klinisnya.

Mengingat efek samping tersebut, maka indometasin tidak boleh diberikan untuk pasien dengan tukak GI aktif. Penggunaan indometasin harus dibatasi dan dilakukan secara hati-hati pada pasien dengan kolitis bertukak, epilepsi, parkinson, dan gangguan mental. Belum ada data tentang efektivitas dan keamanan indometasin pada anak, jadi sebaiknya indometasin tidak  diberikan pada anak usia 14 tahun ke bawah. Indometasin juga tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena bisa dengan mudah melewati plasenta.

Serupa dengan indometasin, diklofenak tampaknya juga merupakan OAINS yang superior dan unik. Selain menghambat siklooksigenase, ada evidence bahwa diklofenak juga mengintervensi jalur lipooksigenase sehingga mengurangi pembentukan leukotrien. Leukotrien merupakan  pro-inflammatory autacoid . Tak hanya itu, diklofenak disinyalir juga menghambat fosfolipase A2. Mekanisme tambahan ini diduga menjadi sumber kekuatan

diklofenak. Jadi wajar saja bila obat ini juga dikenal sebagai OAINS yang superior.

Kerja diklofenak yang menginhibisi siklooksigenase, ternyata juga menurunkan prostaglandin di epitel lambung. Akibatnya epitel jadi lebih sensitif mengalami korosif oleh asam lambung. Ini pulalah yang menjadi efek  samping utama diklofenak. Tapi bagusnya, diklofenak memiliki kecenderungan (sekitar 10 kali) menghambat COX-2 dibandingkan dengan COX-1. Itu sebabnya keluhan GI akibat penggunaan diklofenak lebih rendah ketimbang indometasin dan aspirin. Alhasil diklofenak dikenal sebagai OAINS yang bisa ditoleransi dengan baik. Dari 20% pasien yang mengalami

(31)

efek samping pada penggunaan diklofenak jangka panjang, hanya 2% yang akhirnya menghentikan pengobatan.

2-Arylpropionic acid (profen)

Profen merupakan salah satu kelompok OAINS yang sangat banyak  digunakan. Ibuprofen dan ketoprofen, misalnya, digunakan secara luas hampir  disebagian besar negara di dunia. Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan terkadang 400 mg) dan ketoprofen 12,5 mg dapat diperoleh tanpa resep atau over the counter (OTC) untuk mengatasi sakit kepala, nyeri haid, demam, dan nyeri ringan lainnya. Dosis lebih tinggi digunakan untuk mengatasi nyeri sedang seperti gejala arthritis.

Keputusan untuk melempar ibuprofen dan ketoprofen ke pasar OTC tak lain karena obat ini relatif aman pada dosis rendah. Di antara semua OAINS nonselektif, ibuprofen menunjukkan efek samping pada GI paling rendah. Tapi untuk dosis di atas preparat OTC, penggunaannya harus tetap diawasi atau diresepkan (maksimum 3200 mg per hari). Pasalnya, pemberian ibuprofen dosis tinggi dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard.

Berbeda dengan kedua anggota profen yang telah disebut di atas,  penggunaa naproxen dan ketorolak malah harus diawasi secara ketat. Seperti OAINS lain, kedua obat ini bisa menimbulkan gangguan pada GI. Bahkan ketorolak bisa menyebabkan retensi cairan dan edema. Karenanya,  penggunaan ketorolak hanya diperbolehkan untuk jangka waktu pendek 

(maksimal tiga hari). Ketorolak tak diindikasikan untuk mengatasi gejala arthritis.

(32)

Sedangkan naproxen biasa diindikasikan untuk mengatasi gejala arthritis. Agar bisa memberikan efek memadai, naproxen membutuhkan dosis yang lebih tinggi ketimbang OAINS lain (dosis minimal 200 mg), dengan loading dose 550 mg. Meski demikian, naproxen terikat baik dengan albumin sehingga waktu paruhnya lebih panjang, yakni 12 jam per dosis.

Coxib

Awalnya, COX-2 selective inhibitors atau coxib dikembangkan untuk  menghindari efek samping pada saluran cerna yang umum dijumpai pada  penggunaan OAINS nonselektif. Tapi seperti yang telah dijelaskan di atas, ternyata beberapa coxib ditemukan berisiko terhadap kardiovaskular. Meski demikian, beberapa konsensus tetap menggunakan obat golongan ini dengan mempertimbangkan risk and benefit -nya.

Potensi coxib dibedakan berdasarkan selektifitasnya. Coxib yang lebih  baru (valdecoxib, etoricoxib, lumiracoxib) menghambat COX-2 lebih selektif 

dari celecoxib atau rofecoxib. Bagaimana relevansi klinis dari peningkatan selektivitas ini masih belum jelas.

Celecoxib dan valdecoxib sama-sama memiliki suatu ikatan sulfonamida, yakni suatu metabolit aktif dari prodrug parecoxib. Uji klinis memperlihatkan bahwa kedua obat ini efektif mengatasi OA dan RA. Pada uji  juga terlihat, insiden ulser gastrik dan duodenum secara endoskopi pada  pasien yang menggunakan obat ini lebih rendah secara bermakna ketimbang  pasien yang menerima OAINS nonselektif. Namun valdecoxib tak 

seberuntung celecoxib. Pada 2005 silam, valdecoxib ditarik secara sukarela dari beberapa market utama terkait dengan efek reaksi kulit yang serius. Menurut FDA, setidaknya 7 pasien dengan atau tanpa riwayat alergi sulfonamide meninggal.

(33)

Sementara rofecoxib dan etoricoxib sama-sama memiliki suatu gugus sulfon. Tapi rofecoxib mesti ditarik dari peredaran lantaran terkait dengan risiko kardiovaskularnya. Etoricoxib, generasi lebih baru, kini tengah menjalani uji klinis fase III/IV. Sejak penarikan rofecoxib, FDA lebih hati-hati dan meminta data tambahan tentang efikasi dan keamanan etoricoxib sebelum di-approval .

Menurut hasil uji yang telah berjalan, etoricoxib memiliki efikasi yang sama dengan diklofenak 50 mg tiga kali sehari atau naproksen 50 mg dua kali sehari untuk OA atau RA, dan sebanding atau unggul terhadap naproksen 1000 mg per hari untuk pasien RA. Etoricoxib memiliki tingkat lesi lambung dan duodenum yang dilihat dengan endoskopik lebih rendah ketimbang ibuprofen, dan memiliki risiko yang lebih kecil mengalami gangguan saluran cerna serius (perforasi, ulser, dan pendarahan (PUB)) daripada OAINS nonselektif. Etoricoxib relatif memliki waktu paruh yang panjang, sekitar 22  jam.

Di antara semua coxib yang telah dikembangkan, lumiracoxib tampaknya  paling selektif untuk inhibisi COX-2 (rasio COX-2/COX-1 500). Secara struktural, lumiracoxib merupakan analog lemah dari asam fenilasetat dan  berefek sama dengan diklofenak. Lumiracoxib memiliki yang paruh yang

sangat singkat (3–6 jam). Uji klinis memperlihatkan lumiracoxib 100–400 mg  per hari efektif pada pasien OA dan RA, dengan risiko komplikasi saluran

cerna yang lebih rendah secara signifikan ketimbang OAINS nonselektif.

 b.  Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)

Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D- penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini

(34)

memberikan beberapa karakteristik.

Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-obatan yang telah disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S   Food and Drugs  Administration untuk dipakai sebagai obat artritis reumatoid. Tujuan  pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau memperlambat kemajuan  penyakit.

Sulfasalazine (Azulfidine) adalah obat oral yang digunakan dalam  perawatan penyakit peradangan usus besar yang ringan sampai beratnya sedang, seperti ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Azulfidine digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan obat-obat anti  peradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik. Efek-efek sampingan

yang umum termasuk ruam (rash) dan gangguan lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari senyawa-senyawa sulfa dan salicylate, maka harus dihindari oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi sulfa yang diketahui.

Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang menyebabkan sirosis. Semua pasien-pasien yang mengkonsumsi methotrexate memerlukan tes-tes darah secara teratur untuk memonitor jumlah-jumlah darah dan tes-tes darah fungsi hati.

Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang lalu.Gold thioglucose (Solganal) dan gold thiomalate (Myochrysine) diberikan dengan suntikan, awalnya pada suatu dasar mingguan untuk berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Emas oral, auranofin (Ridaura), diperkenalkan pada tahun sembilan

(35)

 belas delapan puluhan (1980s). Efek-efek sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk ruam kulit (skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal dengan kebocoran protein dalam urin, dan kerusakan sumsum tulang dengan anemia dan jumlah sel putih yang rendah. Pasien-pasien yang menerima  perawatan emas dimonitor secara teratur dengan tes-tes darah dan urin. Emas

oral dapat menyebabkan diare.

D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat pada pasien- pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk rheumatoid arthritis yang  progresif. Efek samping adalah serupa dengan yang dari emas, yaitu demam, kedinginan, luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam dalam mulut, ruam kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang, gangguan lambung, dan mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini memerlukan tes-tes darah dan urin yang rutin. D- penicillamine jarang dapat menyebabkan gejala-gejala dari penyakit-penyakit

autoimun lain.

Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan imun digunakan untuk  merawat rheumatoid arthritis. Obat-obat penekan imun termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall) seperti yang digambarkan diatas, azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun (lain daripada methotrexate) umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan penyakit yang sangat agresif atau mereka yang dengan komplikasi-komplikasi peradangan rheumatoid yang serius, seperti peradangan pembuluh darah (vasculitis). Pengecualian adalah methotrexate, yang tidak seringkali dikaitkan dengan efek-efek sampingan yang serius dan dapat secara hati-hati dimonitor dengan pengujian darah.

(36)

Methotrexate telah menjadi suatu obat baris kedua yang disukai sebagai akibatnya.

Obat-obat penekan imun dapat menekan fungsi sumsum tulang dan menyebabkan anemia, suatu jumlah sel putih yang rendah, dan jumlah-jumlah  platelet yang rendah. Suatu jumlah putih yang rendah dapat meningkatkan

risiko infeksi-infeksi, dimana suatu jumlah platelet yang rendah dapat meningkatkan risiko perdarahan. Methotrexate jarang dapat menjurus pada sirosis hati dan reaksi-reaksi alergi pada paru. Cyclosporin dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hipertensi (tekanan darah tinggi). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun digunakan dalam dosis-dosis rendah, biasanya dalam kombinasi dengan agen-agen anti peradangan.

2. Terapi glukokortikoid

Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi simptomatik pada penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.

3. Operasi

Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga sinovium  baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi bila telah putus.

Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita artritis reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplastia dan  penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang  paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari  prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas.

(37)

Tindakan operasi yang lain, yaitu sinovektomi terbuka dan radikal, sehingga mempunyai resiko antara lain pendarahan, penggunaan anastesi, infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi membutuhkan waktu hingga 2 minggu rawat inap di rumah sakit. Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.

(38)

2.10 Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti

inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor   penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya  berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan

(39)

2.11 Prognosis

Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya memiliki nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih  banyak terjadi pada tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif dibanding pria.

Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-7 tahun dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas pada  pasien dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan infeksi dan  perdarahan gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan kematian dini mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan penyakit, penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status sosio-ekonomi dan  pendidikan.

(40)

BAB III KESIMPULAN

1) Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang  beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III). Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial), tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.

2) Faktor risiko rheumatoid arthritis yaitu transfusi darah, usia, jenis kelamin (perempuan : laki-laki = 2: 1), faktor genetik, suku, rokok dan kopi.

3) Gejala umum yang terjadi adalah pada sendi terjadi pembengkakan, warna kemerahan, terasa hangat, bila ditekan terasa lunak dan disertai rasa sakit. 4) Dasar diagnosis rheumatoid arthritis antara lain anamnesis,  pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, foto polos, USG, CT-Scan, MRI.

5) Diagnosis banding rheumatoid arthritis yaitu gout arthritis dan osteoarthritis

6) Penatalaksaannya yaitu dengan NSAIDs, DMARD, Glukokortikoid, dan operasi.

Gambar

Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of Rheumatoid Arthritis
Tabel 2: Perbandingan artritis reumatoid dengan diagnosa banding  berdasarkan temuan radiologi

Referensi

Dokumen terkait

SUEZ telah bekerja sama dengan pihak berwenang lokal dalam menyediakan solusi berkelanjutan untuk air minum dan air limbah sejak 1955. 1953 1955 1957 1963

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh. Pimpinan dan Anggota Komisi V yang saya hormati dan muliakan,.. Pak Sekjen, Pak Irjen dan Pak Kepala Badan SDM Kementerian

Forum for East Asia – Latin America Cooperation (FEALAC) dibentuk pada tahun 2001 atas prakarsa dari PM Singapura Goh Chok Tong yang dilatarbelakangi oleh peningkatan perhatian

Terdapat kondisi-kondisi tertentu dalam lingkunan perusahaan yang menguntungkan bagi strategi perusahaan yang terkonsentrasi. Pertama , di mana

DAFTAR PESERTA PROGRESS TEST II PERIODE OKTOBER - NOVEMBER 2013 SEMESTER GANJIL

Dan juga fakta yang tidak diketahui bahwa resiko penyakit batu empedu berhubungan dengan obesitas seperti peningkatan aktivitas reduktase HMG-CoA dapat

Desain kontrol vibrasi semi aktif reaksi fixed point dengan m adalah massa Plant, k p adalah konstanta pegas, c adalah koefisien dashpot, S adalah sensor gerak, x adalah

◦ Beberapa jenis parameter yang berkaitan dengan karakteristik DAS dapat diekstraksi me- lalui pengolehan dan analisis data satelit penginderaan jauh, seperti penutup lahan, bentuk