TUGAS 3 OPERASI DAN MANAJEMEN PELABUHAN TUGAS 3 OPERASI DAN MANAJEMEN PELABUHAN
1.
1. Susun risalah mengenai semua komponen utama Terminal Peti KSusun risalah mengenai semua komponen utama Terminal Peti K emas.emas.
Terminal peti kemas ditunjang oleh beberapa fasilitas, baik fasilitas darat maupun fasilitas laut. Terminal peti kemas ditunjang oleh beberapa fasilitas, baik fasilitas darat maupun fasilitas laut. Fasilitas darat yang terdapat di terminal peti kemas adalah sebagai berikut.
Fasilitas darat yang terdapat di terminal peti kemas adalah sebagai berikut. a.
a. DermagaDermaga
Dermaga adalah fasilitas tempat kapal bersandar dan bertambat untuk melakukan kegiatan bongkar Dermaga adalah fasilitas tempat kapal bersandar dan bertambat untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Panjang dari dermaga tergantung pada tipe kargo dan kapal yang akan beroperasi di dermaga muat. Panjang dari dermaga tergantung pada tipe kargo dan kapal yang akan beroperasi di dermaga tersebut. Untuk kapal peti kemas ukuran medium (kapal peti kemas generasi kedua) dan kapal tersebut. Untuk kapal peti kemas ukuran medium (kapal peti kemas generasi kedua) dan kapal multi-purpose, dermaga sepanjang 200m akan cukup memenuhi kapasitas. Berdasarkan posisi terhadap purpose, dermaga sepanjang 200m akan cukup memenuhi kapasitas. Berdasarkan posisi terhadap garis pantai, dermaga memiliki beberapa tipe, antara lain :
garis pantai, dermaga memiliki beberapa tipe, antara lain :
TipeTipe wharf wharf Dermaga
Dermaga wharfwharf adalah tipe dermaga dimanaadalah tipe dermaga dimana layoutlayout dermaga sejajar dermaga sejajar dengan pantai dengan pantai dan bedan berhimpitrhimpit dengan garis pantai.
dengan garis pantai. WharfWharf biasa digunakan untuk pelabuhan barang potongan atau peti kemas yangbiasa digunakan untuk pelabuhan barang potongan atau peti kemas yang memerlukan halaman terbuka yang cukup luas untuk menjamin kelancaran angkutan barang. memerlukan halaman terbuka yang cukup luas untuk menjamin kelancaran angkutan barang. Perencanaan
Perencanaan wharfwharf harus memperhitungkan tambatan kapal, peralatan bongkar muat barang danharus memperhitungkan tambatan kapal, peralatan bongkar muat barang dan fasilitas transportasi darat. Karakteristik kapal yang akan berlabuh mempengaruhi panjang
fasilitas transportasi darat. Karakteristik kapal yang akan berlabuh mempengaruhi panjang wharfwharf dandan kedalaman yang diperlukan untuk merapatkan kapal.
kedalaman yang diperlukan untuk merapatkan kapal.
Gambar 2. 1 Dermaga Tipe Wharf Gambar 2. 1 Dermaga Tipe Wharf (sumber: Triatmodjo Bambang, 2009) (sumber: Triatmodjo Bambang, 2009)
TipeTipe pier pier Dermaga tipe
Dermaga tipe pier pier adalah dermaga yang berada di pantai dan posisinya tegak lurus dengan garisadalah dermaga yang berada di pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai. Tipe
pantai. Tipe pier pier serupa dengan dermaga tipe serupa dengan dermaga tipe wharfwharf , kedua tipe ini sama sama berada di , kedua tipe ini sama sama berada di garis pantai.garis pantai. Perbedaannya adalah dermaga
Perbedaannya adalah dermaga pier pier berbentuk seperti jari dan dapat untuk merapat kapal berbentuk seperti jari dan dapat untuk merapat kapal pada keduapada kedua sisinya, sehingga bisa digunakan bersandar kapal dalam jumlah yang lebih banyak untuk satu satuan sisinya, sehingga bisa digunakan bersandar kapal dalam jumlah yang lebih banyak untuk satu satuan panjang pantai. Perairan di antara dua
Gambar 2. 2 Dermaga tipe Pier
(sumber: Triatmodjo Bambang, 2009) Tipe jetty
Dermaga dengan tipe jetty memiliki ciri menjorok ke laut agar ujung dermaga berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Pada umumnya jetty digunakan untuk merapat kapal tanker, ka pal LNG, dan tongkang pengangkut batu bara. Untuk menahan benturan kapal saat merapat dipasang dolphin penahan benturan atau breasting dolphin di depan jetty. Sedangkan untuk mengikat kapal digunakan dolphin penambat atau mooring dolphin. Dolphin dolphin ini dihubungkan dengan catwalk yang berfungsi sebagai jalan petugas yang akan mengikatkan tali kapal ke dolphin.
Gambar 2. 3 Dermaga Tipe Jetty (sumber: Triatmodjo Bambang, 2009) b. Apron
Apron terminal peti kemas cenderung lebih besar dibanding dengan apron untuk terminal lain, yag biasanya berukuran dari 15m sampai 50m. Pada apron ini ditempatkan peralatan bongkar muat peti kemas seperti gantry crane, rel
–
rel kereta api, dan jalan truk trailer, serta pengoperasian peralatan bongkar muat peti kemas lainnya. Fasilitas–
fasilitas tersebut memberikan beban yang sangat besar pada dermaga dan harus diperhitungkan dengan teliti di dalam perencanaan. Dimensi dari berbagai bagian daru apron untuk dermaga yang menggunakan crane dapat dituliskan sebagai berikut. Jarak antara garis dermaga dengan rel crane harus tidak boleh kurang dari 2,5m.
Jarak antar rel crane bervariasi dari 10m (untuk general cargo) hingga 35m (container crane).
Area lalu lintas atau jalan di belakang rel crane dan batas antara apron deng lapangan penumpukan dapat bervariasi antara 5 hingga 15m, tergantung dari operasional dan sistem penanganan peti kemas.
c. Lapangan Penumpukan (Container Yard)
Container yard adalah lapangan untuk mengumpulkan, menyimpan dan menumpuk peti kemas. Lapangan penumpukan dapat dibagi menjadi dua, yaitu primary yard dan secondary yard. Primary yard adalah area penyimpanan yang dekat dengan apron dan kargo yang keluar masuk pelabuhan. Sedangkan secondary yard berfungsi untuk menyimpan peti kemas kosong, peralatan peti kemas, dan lain lain. Peti kemas yang berisi muatan diserahkan ke penerima barang dan peti kemas kosong diambil oleh pengirim barang. Pada terminal peti kemas yang besar, container yard dibagi menjadi beberapa bagian yaitu container yard untuk peti kemas export, import, peti kemas dengan pendingin, dan lain lain.
Lapangan penumpukan untuk terminal peti kemas harus memiliki lebar minimal 300m dari apron. Lebih baik lagi jika lapangan penumpukan memiliki lebar 400m untuk terminal multi-purpose, dan 700m untuk terminal peti kemas modern. Luas lapangan penumpukan umumnya meliputi 50-70% dari luas pelabuhan.
Permukaann lapangan penumpukan harus diberi perkerasan untuk bisa mendukung peralatan pengangkat atau pengangkut dan beban peti kemas. Beban peti kemas tertumpu pada keempat sudutnya. Beban tersebut cukup besar, terutama bila peti kemas ditumpuk. Penumpukan dapat dilakukan hingga tiga atau empat tingkat. Adanya penumpukan ini dapat mengurangi luas lapangan penumpukan yang diperlukan, namun berakibat pada bertambahnya waktu penanganan muatan karena peti kemas paling atas harus dipindahkan saat peti kemas di bawahnya akan dikirim lebih dehulu. Container yard harus memiliki gang gang memanjang dan melintang untuk beroperasinya peralatan penangan peti kemas.
Tinggi penumpukan akan mempengaruhi kapasitas dari total area penumpukan dan aksesibilitas dari masing masing peti kemas. Dengan adanya kebutuhan akan penyimpanan dan tempat yang tersedia terbatas, akan muncul kecenderungan untuk menerapkan penumpukan yang tinggi untuk memaksimalkan kapasitas penyimpanan. Namun dengan meningkatkan tinggi penumpukan peti kemas, maka aksesibilitas dari masing masing peti kemas akan berkurang karena peti kemas akan ditimbun lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk memindahkan peti kemas atau digging time, yang akan mengurangi efisiensi terminal secara keseluruhan, maupun penambahan kebutuhan akan alat alat penanganan peti kemas. Oleh karena itu, tinggi penumpukan perlu dibatasi.
Waktu pemindahan peti kemas atau digging time untuk peti kemas ekspor dapat dikurangi dengan perencanaan yang cermat dalam penempatan penumpukan peti kemas. Namun, sulit untuk mengurangi digging time untuk pemindahan peti kemas impor, karena truk yang mengangkut peti kemas dapat datang pada waktu yang acak, sehingga sulit untuk menyusun letak peti kemas dengan baik.
d. Alat Bongkar Muat di Dermaga
Untuk melakukan bongkar muat di dermaga, digunakan ship to shore crane atau container crane (CC) yang ditempatkan secara permanen di dermaga dan berfungsi sebagai alat utama dalam bongkar muat peti kemas dari dermaga ke kapal maupun sebaliknya. Kecepatan bongkar muat ditentukan oleh spesifikasi CC, jumlah unit dan panjang lintasan/ jalur kegiatan bongkar muat peti kemas pada terminal. CC ini awal mulanya dikenalkan pada pertengahan TAHUN 1950 -an, tetapi baru dioperasikan untuk bongkar muat petikemas pada tahun 1959 oleh Paceco.
Tipe STS crane dibedakan menjadi sebagai berikut.
Panamax Size
Mempunyai jarak jangkauan outreach yaitu jarak dari rel sisi laut sampai dengan lebar kapal sebesar sekitar 30 meter (10 row).
Post Panamax Size
Mempunyai jarak jangkauan outreach yaitu jarak rel sisi laut sampai dengan lebar kapal sebesar sekitar 40 meter (16 row).
Super Post Panamax
Mempunyai jarak jangkauan outreach yaitu jarak rel sisi laut sampai dengan lebar kapal sebesar sekitar 45 hingga 56 meter (16 hingga 20 row).
Pengembangan dari STS menunjukkan peningkatan kebutuhan pada pelabuhan laut dengan majunya teknologi dan perkembangan ukuran kapal dengan daya angkut peti kemas yang semakin besar pula, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran kapal memiliki andil yang memicu perkembangan generasi crane mendatang yang diperkirakan semakin besar, pengoperasian yang lebih cepat, dan lebih handal.
e. Sistem Kendaraan Transport Horisontal dan Alat Atur Penumpukan
Sistem penanganan peti kemas yang paling umum digunakan untuk membawa dan menumpuk peti kemas pada lapangan penumpukan adalah sebagai berikut.
Sistem truk forklift (sebagai kendaraan transport horizontal) dan reach-stacker (sebagai alat penumpukan)
Sistem straddle-carrier (sebagai kendaraan transport horizontal dan alat penumpukan sekaligus) Sistem rubber tyre gantry (RTG) atau rail-mounted gantry (RMG) (sebagai alat penumpukan) Gabungan dari sistem sistem di atas
Dengan sistem di atas maka dapat diidentifikasi kendaraan transport horisontal dan alat atur peti kemas di lapangan penumpukan.
Sistem Truk Forklift dan Reach-stacker
Pada sistem ini, STS gantry crane menempatkan peti kemas pada sistem traktor terminal. Sistem truk tersebut membawa peti kemas ke lapangan penumpukan, dan ditumpuk oleh sistem forklift atau reach-stacker . Truk forklift dengan top loader telah banyak digunakan dalam penanganan peti kemas. Kini, kebanyakan operator telah menggunakan sistem reach-stacker karena memiliki produktifitas yang lebih tinggi dan kecepatan penumpukan yang lebih tinggi. Sistem yang menggunakan kedua sistem ini dapat menjadi sistem yang paling ekonomis dan sangat direkomendasikan untuk terminal peti kemas skala kecil yang menangani 60.000-80.000 TEU/tahun, dan ukuran area yang tidak terbatas. Sedangkan penggunaan sistem reach-stacker merupakan sistem yang paling ekonomis untuk penanganan peti kemas di terminal dengan 200.000-300.000 TEU/tahun. Sistem reach-stacker dapat menumpuk peti kemas 4 hingga 6 tumpuk. Namun umumnya penumpukan peti kemas hanya sampai 2 hingga 4 tumpuk untuk menghindari pembongkaran tumpukan yang terlalu banyak.
Dalam penggunaan sistem forklift dan reach-stacker berlaku hal hal sebagai berikut.
o Untuk satu STS gantry crane diperlukan tiga sampai lima traktor terminal dan dua reach-stacker.
Jumlah spesifik traktor tergantung dari jarak antara dermaga dengan lapangan penumpukan.
o Untuk penyimpanan dengan kapasitas rendah dengan 500 TEU/jam, disarankan penumpukan peti
kemas mencapai 4 tumpuk.
o Produktivitas STS crane medium, dan tidak ada waktu menunggu di bawah STS crane. o Tingkat pekerja yang diperlukan tinggi, namun biaya operasional rendah.
Gambar 2. 5 Proses Penumpukan Peti Kemas dengan Sistem Reach-Stacker
(sumber: Thorensen, C. A., 2014)
Gambar 2. 6 Terminal Tractor
Gambar 2. 7 Forklift (sumber: http://forklifts.hyundai.eu/frontend/files/products/pictures/source/2_additional_1_30l-7a.jpg) Gambar 2. 8 Reach-Stacker (sumber: http://www.konecranes.co.id/sites/default/files/konecranes_reachstacker_smv4535-tb5_web.jpg) Sistem Straddle-carrier
Pada sistem ini, STS gantry crane menempatkan peti kemas ke atas apron, kemudian straddle-carrier memindahkan petik kemas ke area penumpukan sekaligus menumpuk masing masing peti kemas. Sistem straddle-carrier merupakan sistem yang independen yang dapat melakukan seluruh operasional penanganan peti kemas dari STS crane hingga penumpukan peti kemas.
Sistem straddle-carrier cocok untuk pelabuhan yang memiliki luas terminal yang kecil. Penggunaan sistem ini juga mudah dilakukan jika terjadi perubahan layout terminal. Untuk sistem ini, umumnya tidak diperlukan perkerasan khusus pada lantai terminal karena berat peti kemas didistribusikan ke banyak roda sehingga tekanan yang diterima oleh permukaan perkerasan tidak sebesar tekanan yang diberikan oleh reach-stacker.
Manfaat utama dari penggunaan straddle-carrier dibandingkan dengan sistem reach-stacker adalah pengurangan biaya pekerja, ketersediaan lebih banyak tempat pada area yang sama, dan akses langsung ke peti kemas. Manfaat manfaat ini dapat meningkatkan produktfitas penanganan peti kemas. Umumnya straddle-carrier dapat menumpuk peti kemas hingga dua sampai tiga tumpuk. Sistem ini merupakan sistem penanganan peti kemas yang paling cepat untuk menangani 100.000 hingga 300.000 TEU/tahun.
Pada sistem straddle-carrier, berlaku hal hal sebagai berikut.
Untuk satu STS crane, diperlukan tiga sampai lima straddle-carrier tergantung jarak antara dermaga dan lapangan penumpukan.
Umumnya, satu straddle-carrier memiliki kapasitas 10 gerakan/ jam.
Kecepatan penumpukan medium, dengan 500-750 TEU/ ha dengan penumpukan peti kemas hingga 3 tumpuk.
Produktifitas STS crane tinggi, dengan adanya area tunggu di bawag STS crane. biaya operasional tinggi.
Sistem straddle-carrier sangat dinamis dan dapat dengan mudah melakukan relokasi dalam terminal. Kontrol terhadap peti kemas tinggi karena truk tidak diperbolehkan melakukan bongkar muat di area
Gambar 2. 9 Proses Penumpukan Peti Kemas dengan Sistem Straddle Carrier
(sumber: Thorensen C. A., 2014)
Gambar 2. 10 Straddle Carrier
(sumber: http://img.directindustry.com/images_di/photo-g/16156-2683717.jpg)
Sistem Rubber Tyre Gantry (RTG) dan Rail Mounted Gantry (RMG)
Pada sistem ini STS gantry crane menempatkan peti kemas pada traktor terminal atau sistem shuttle-carrier, yang akan memindahlan peti kemas ke area penumpukan. Di area penumpukan, sistem RTG
atau RMG yang akan menumpuk peti kemas. Umumnya, dengan sistem ini peti kemas ditumpuk di dalam suatu blok dengan lebar 5 hingga 9 peti kemas, dan tinggi 4 hingga 6 peti kemas. Kapasitas rata rata penangan peti kemas untuk satu RTG bervariasi antara 15 hingga 25 peti kemas per jam.
Rubber Tyre Gantry Crane (RTG) merupakan alat yang sangat penting dan telah banyak digunakan di banyak terminal peti kemas di dunia. Beberapa perusahaan yang membuat RTG mengembangkan desainnya untuk meminimalisir perawatan alat dan biaya kapital infrastruktur.
Perbedaan dari RTG tradisional dengan 8 roda dan RTG generasi terbaru dengan 16 roda adalah sistem bogie dari RTG. Harga yang lebih tinggi pada mesin untuk RTG 16 roda merupakan kompensasi dari mekanisme pemutaran roda yang terpisah. Ketika bergerak di antara tumpukan peti kemas, RTG 16 roda memiliki kecepatan hingga tiga kali lipat dari RTG 8 roda saat pemutaran roda karena roda dipasang berdampingan, hal ini dapat menghemat waktu dan penggunaan roda. Jika dibandingkan, RTG 8 roda memiliki tekanan roda yang lebih rendah, sehingga koefisien gesek dari ban lebih tinggi, oleh karena itu diperlukan tenaga tambahan untuk meningkatkan kinerja operasional.
Dari keterangan di atas diketahui bahwa penghematan yang cukup signifikan dengan mengurangi beban roda dapat dicapai dengan penggunaan RTG 16 roda. Dengan opsi ini, kebutuhan untuk membangun perkerasan yang lebih mahal dapat dieliminasi. RTG 16 roda dapat bekerja secara optimal walaupun dengan perkerasan sederhana. Hal ini juga akan menunjang kedinamisan dari layout terminal peti kemas. Perbedaan biaya kapital dari RTG 8 roda dengan RTG 16 roda memang cukup tinggi, namun RTG 16 roda memiliki keandalan yang lebih tinggi dan biaya perawatan yang lebih murah.
Sistem RTG dapat menggunakan shuttle carriers maupun traktor terminal sebagai alat bantu dalam penangan peti kemas. Perbedaan dari kedua alat batu ini dapat dilihat berdasarkan parameter parameter tertentu sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Perbandingan Penggunaan Shuttle Carrier dan Traktor Terminal Sistem RTG
Parameter RTG dan Shuttle Carriers RTG dan Traktor Terminal Keperluan per Satu STS Crane 2 RTG dan 2 hingga 3 shuttle
carrier
2 RTG dan 3 hingga 5 traktor terminal
Kecepatan Penumpukan Baik, dengan kapasitas 800
TEU/ha, dengan
Tinggi, dengan kapasitas 800 TEU/ha dengan
penumpukan empat tumpuk peti kemas
penumpukan empat peti kemas
Produktifitas STS Crane Tinggi Medium
Kebutuhan Terhadap Area Tunggu di bawah STS Crane
Ya Tidak
Biaya Pekerja Rendah Tinggi
Biaya Kapital Tinggi Medium
Biaya Operasional Medium Medium
Kontrol terhadap Peti Kemas Rendah, hal ini karena truk diperbolehkan masuk ke lapangan penumpukan, namun kontrol bisa ditingkatkan dengan penambahan shuttle carrier (yang berarti penambahan biaya operasional)
Rendah, hal ini karena truk diperbolehkan masuk ke lapangan penumpukan
Gambar 2. 11 Proses Penumpukan Peti Kemas dengan Traktor dan RTG (sumber: Thorensen C. A., 2014)
Gambar 2. 12 Proses Penumpukan Peti Kemas dengan Shuttle Carrier dan RTG (sumber: Thorensen C. A., 2014)
Gambar 2. 13 Shuttle Carrier
(sumber:
https://www.kalmarglobal.com/contentassets/69bca33c4a5d42b899fdd639165afad4/photo-2-kalmar-shuttle-carrier-at-london-gateway.jpg)
Gambar 2. 14 Rubber Tyred Gantry
(sumber: http://www.alfis.lv/files/lh-alfis/Rubber-Tyred-Gantry-Cranes-_12502-0_W615H615_0.jpg)
Crane Penumpukan Otomatis
Sejalan dengan penggunaan peti kemas yang semakin berkembang, operator menghadapi tantangan baru dalam meningkatkan produktifitas dari terminal. Isu lingkungan pun juga semakin menjadi penting, oleh karena itu penanganan peti kemas tidak hanya harus mencapai kinerja yang tinggi tapi juga harus ramah lingkungan.
Demand yang tinggi untuk solusi penanganan peti kemas yang inovatif kemuadian menuju pada crane penumpukan otomatis atau Automated Stacking Crane (ASC). Walaupun ASC memiliki biaya kapital yang lebih tinggi dari RTG maupun sistem crane rel, ASC menyediakan kecepatan penumpukan yang tinggi, kinerja penanganan yang sangat baik, dan penggunaan wilayah yang optimum. Penggunaan ASC yang tidak memerlukan pengemudi juga memperkecil biaya pekerja dan biaya operasional, meningkatkan produktifitas, dan meningkatkan tingkat keselamatan kerjadibandingkan dengan sistem penanganan peti kemas lainnya.
Wide-span Gantry Crane (WSGC)
WSGC memiliki lebar hingga 80m dengan kantilever hingga 40m. WSGC umumnya digunakan di terminal yang berada pada kanal di daerah yang cukup jauh dari laut untuk bongkar muat kapal tongkang dan kapal kapal kecil. WSGC juga dapat digunakan di terminal peti kemas untuk aktifitas bongkar muat dan penanganan peti kemas saat berpindah moda dari sistem rel ke sistem roda. WSGC dapat digunakan pada terminal peti kemas manual dan semi otomatis.
Gambar 2. 15 Wide Span Gantry Crane
(sumber:
http://www.dmec-engineering.com/page8502.html;jsessionid=FC0A470FC9D687E9D213865E57AA9E68.nodea_files/A ppl_Lightbox_WSG_3.jpg)
f. Container Freight Station (CFS)
Container freight station adalah gudang yang disediakan untuk barang barang yang diangkut secara LCL. Di CFS pada pelanuhan pemuatan, barang barang dari beberapa pengirim dimasukkan menjadi satu dalam peti kemas. Di pelabuhan tujuan atau pembongkaran, peti kemas yang bermuatan LCL diangkut ke CFS dan kemudian muatan tersebut dikeluarkan dan ditimbun dalam gudang perusahaan pelayaran yang bersangkutan dan peti kemas ditempatkan di container ard untuk peti kemas kosong untuk sewaktu waktu digunakan kembali.
g. Menara Pengawas
Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan di semua tempat dan mengatur serta mengarahkan semua kegiatan di terminal.
h. Bengkel pemeliharaan
Mekanisme kegiatan bongkar muat muatan di terminal peti kemas menyebabkan dibutuhkannya perawatan dan reparasi peralatan yang digunakan dan juga memperbaiki peti kemas kosong yang akan digunkan kembali. Kegiatan ini dilakukan di bengkel perawatan.
i. Fasilitas Lain
Di dalam terminal peti kemas diperlukan juga beberapa fasilitas pendukung lain seperti bangunan perkantoran, tempat parkir, sumber tenaga listrik, sumber air bersih, dan lain lain.
3. Tulis definisi terminal dan pelabuhan menurut regulasi Indonesia
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
Kedua definisi merupakan definisi yang dipaparkan pada regulasi PP 61 Tahun 2009.
4. Tulis definisi terminal dan pelabuhan menurut text book yang dipilih. Bandingkan dengan jawaban soal no 3.
Port
means an area within which ships are loaded with and/or discharged of cargo and
includes the usual places where ships wait for their turn or are ordered or obliged to wait for
their turn no matter the distance from that area.
Pelabuhan
adalah sebuah area tempat kapal berlabuh dengan dan/atau melakukan bongkar
muat dan tempat dimana kapal menunggu atau memesan atau membantu untuk menunggu
giliran bongkar muat dengan jarak yang jauh atau dekat dengan area tersebut.
Penulis
: PROFESSOR PATRICK M. ALDERTON M.Phil., Extra Master, Dip.Maths, M.C.I.T.
Tahun
: 2008
Judul buku
: Port Management and Operations
Edisi
: ke-3
Penerbit
: Informa
Kota penerbit : London
Halaman yang memuat entitas yang dikutip: 29
Terminal