• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke

2.1.1. Definisi Stroke

Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan cepat, adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular. (Arifputra dkk, 2014).

Stroke merupakan gangguan saraf yang menetap, yang diakibatkan oleh kerusakan pembuluh darah di otak yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. (Sutrisno, 2007)

National Institute of Neurological Disorder and Stroke menyatakan bahwa

stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba terganggu atau ketika pembuluh darah di otak pecah, penumpahan darah ke dalam ruang yang mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah tidak menerima oksigen dan nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau secara tiba-tiba terjadi perdarahan ke dalam atau sekitar otak (NINDS, 2015).

2.1.2. Etiologi Stroke

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stroke (Black & Hawks, 2009; Price & Wilson, 2005) adalah:

a. Trombosis

Trombosis merupakan proses pembentukan trombus dimulai dengan kerusakan dinding endotel pembuluh darah paling sering karena aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penumpukan lemak dan

(2)

menerus akan menyebabkan obstruksi yang dapat terbentuk di dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas dan dibawa melalui sistem arteri otak sebagai suatu embolus (Black & Hawks, 2009).

b. Emboli

Embolus yang terlepas akan ikut dalam sirkulasi dan terjadi sumbatan pada arteri serebral yang menyebabkan stroke embolik, lebih sering terjadi pada atrial fibrilasi kronik (Price & Wilson, 2005).

c. Hemoragik

Sebagian besar hemoragik intraserebral disebabkan oleh rupture karena arteriosklerosis dan pembuluh darah hipertensif. Hemoragik intraserebral lebih sering terjadi pada usia >50 tahun karena hipertensi. (Black & Hawks, 2009).

d. Penyebab lain

Stroke dapat disebabkan oleh hiperkoagulasi termasuk defisiensi protein C dan S serta gangguan pembekuan yang menyebabkan trombosis dan stroke iskemik. Penyebab tersering adalah penyakit degenerative arterial baik arteriosklerosis pada pembuluh darah besar maupun penyakit pembuluh darah kecil. Penyebab lain yang jarang terjadi diantaranya adalah penekanan pembuluh darah serebral karena tumor, bekuan darah yang besar, edema jaringan otak dan abses otak (Black & Hawks, 2009).

2.1.3. Klasifikasi Stroke

Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke iskemik (70-80%) dan stroke hemoragik (20-30%).

a) Stroke iskemik

Menurut definisi terbaru dari American Stroke Association, stroke iskemik adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh

(3)

infark/iskemia fokal pada otak, medulla spinalis atau retina yang dibuktikan secara obyektif dengan adanya gangguan vaskular pada pemeriksaan patologi, pencitraan atau pemeriksaan obyektif lain disertai adanya gejala klinis yang menetap lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan etiologi lain selain vaskular telah disingkirkan (ASA, 2013).

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat disebabkan trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudian menghilang lagi seketika saat emboli terlepas ke arah distal (American Heart Association, 2010; Black & Hawks, 2009).

b) Stroke hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral maupun subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana dindng pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk ke rongga subarachnoid sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak. (Anindhita dkk, 2014).

(4)

2.1.4. Faktor Resiko Stroke

Junaidi (2004) membagi faktor resiko stroke menjadi 2 golongan, yaitu : a) Faktor resiko yang dapat dikontrol

1. Tekanan darah tinggi (Hipertensi)

Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun stroke

hemoragik, tetapi kejadian stroke hemoragik akibat hipertensi lebih banyak

yaitu sekitar 80%.

2. Kencing manis (Diabetes mellitus)

Diabetes mellitus dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya

plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan metabolism glukosa sistemik. Peningkatan resiko stroke pada pasien diabetes diduga karena hiperinsulinemia.

3. Alkohol

Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas resiko stroke. 4. Merokok

Kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk menderita stroke lebih besar, karena dengan merokok dapat menyebabkan vasokonstriksi (menyempitnya pembuluh darah). Resiko meningkatnya stroke sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok.

5. Stress

Ada beberapa bentuk stress yang dapat menyebabkan seseorang terkena serangan stroke yaitu :

a. Stress psikis seperti mental atau emosional

b. Stress fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan. Jika tidak dikontrol dengan baik, maka akan menimbulkan keadaan bahaya pada tubuh, respon tubuh secara berlebihan dalam menghasilkan hormon-hormon yang membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan

(5)

6. Kegemukan (Obesitas)

Obesitas dapat memicu proses aterosklerosis yang dihubungkan dengan

hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus.

7. Transient ischemic attack (TIA)

TIA merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan sementara namun serangan ini dapat memacu stroke yang lebih parah pada waktu yang berikutnya.

b) Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1. Umur

Jika seseorang semakin tua maka kejadian stroke semakin tinggi. Setelah individu berumur 45 tahun maka resiko stroke iskemik meningkat dua kali lipat pada tiap dekade.

2. Ras / bangsa

Di Negara Indonesia, suku batak dan padang lebih sering menderita stroke daripada suku jawa.

3. Jenis kelamin

Angka kejadian penyakit stroke lebih banyak dialami wanita daripada laki-laki, yang diakibatkan perbedaan profil factor resiko vascular dan subtipe dari stroke. Hal itu disebabkan wanita memiliki kecacatan stroke yang lebih berat dibandingkan lawan jenisnya (Ghofir, 2009).

4. Riwayat keluarga

Keluarga (orangtua dan saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia muda, maka keluarga lainnya memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan serangan stroke.

(6)

Peneliti memasukkan teori faktor-faktor yang menyebabkan stroke mengingat bahwa strok dapat terjadi karena lebih dari satu faktor di atas merupakan penyebab kelumpuhan bagi individu pascastroke.

2.1.5. Patofisiologi Stroke

Gangguan aliran darah serebral dapat terjadi di dalam arteri karotis interna, system vertebrobasilar, dan di semua cabang-cabang yang membentuk sirkulus Willisi. Penurunan aliran darah serebral menyebabkan iskemia jaringan dan penghentian total aliran darah 15-20 detik yang menyebakan kehilangan kesadaran. Apabila aliran darah ke otak terputus selama 15 sampai 20 menit, maka perdarahan kolateral menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan infark atau kematian jaringan (Price & Wilson, 2005).

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas yang disebut sebagai stroke. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energy yang disebabkan oleh iskemik dan perdarahan. Dengan menghambat Na+/K+- ATPase, defisiensi energy menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl-di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan gutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+dan Ca2+. Kematian sel menyebabkan inflamasi yang juga merusak sel di tepi area iskemik (Silbernagl & Lang, 2007).

(7)

2.1.6. Manifestasi Klinis Stroke

Silbernagl & Lang (2007) menyebutkan manifestasi klinis stroke ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Berikut ini adalah tanda dan gejala stroke berdasarkan arteri yang terkena: a. Arteri Serebri Media

Oklusi pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral prasentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular akibat kerusakan area motorik penglihatan, hemianopsia (radiasi optikus), gangguan bicara motorik dan sensorik (area bicara Broca dan Wernicke dari hemisfer dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (lobus pasietalis) (Silbernagl & Lang, 2007).

b. Arteri Serebri Anterior

Oklusi arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus prasentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik (Silbernagl & Lang, 2007).

c. Arteri Serebri Posterior

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia

kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan

bilateral. Selain itu akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah) (Silbernagl & Lang, 2007)

(8)

d. Arteri Karotis atau Basilaris

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat menyebabkan hipokinesia (ganglia basalis),

hemiparesis (kapsula interna) dan hemianopsia (traktus optikus). Oklusi pada

cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Oklusi total arteri basilaris menyebabkan tetraparese, paralisis otot-otot mata serta koma. Oklusi pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata (Silbernagl & Lang, 2007).

Junaidi (2004) menyatakan bahwa stroke mengakibatkan individu mengalami keterbatasan dalam hidupnya. Gangguan fisik tersebut adalah :

a. Adanya serangan defisit neurologis atau kelumpuhan fokal, seperti

hemispares yaitu kelumpuhan pada sebelah badan yang kanan atau kiri saja.

b. Mati rasa sebelah badan , sering terasa kesemutan dan terkadang seperti terasa terbakar.

c. Mulut mencong, sehingga individu mengalami kesulitan untuk berbicara kata-kata yang diucapkan kurang dapat dipahami.

d. Sulit untuk makan dan menengguk minuman. Fungsi menelan yang

dikendalikan oleh saraf yang berasal dari kedua hemisfer otak mengalami penurunan.

e. Mengalami kekakuan ataupun kesulitan ketika berjalan yang diakibatkan oleh kelumpuhan.

f. Pendengaran yang kurang baik

g. Gerakan tidak terkoordnasi, kehilangan keseimbangan, sempoyongan, atau kehilangan koordinasi sebelah badan.

(9)

Menurut Doenges (1999) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi :

a. CT-scan akan memperlihatkan adanya cedera, hematoma, dan iskemik infark. b. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik

seperti perdarahan, obstruksi, dan rupture arteri.

c. Fungsi lumbal akan menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakranial.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) akan menunjukkan adanya infark

e. Elektroencefalogram (EEG) akan mengidentifikasi masalah didasarkan pada

gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. f. Sinar-X tengkorak akan menggambarkan klasifikasi parsial dinding

aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita stroke sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari yang akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Untuk melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke, Modified Rankin Scale sebagai skala kecacatan yang dapat digunakan (Zeltzer, 2008).

a. Kecacatan derajat 0

Tidak ada gangguan fungsi b. Kecacatan derajat 1

Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau ganguan minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari c. Kecacatan derajat 2

Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

(10)

d. Kecacatan derajat 3

Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan tongkat.

e. Kecacatan derajat 4

Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, dan lain-lain.

f. Kecacatan derajat 5

Pasien terpaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air kecil dan besar tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan perhatian.

2.2. Depresi

2.2.1. Definisi Depresi

Depresi merupakan salah satu dari gangguan suasana perasaan yaitu hilangnya kontrol penderita terhadap mood atau afek disertai perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, dan bicara. Manifestasi klinis utama yang ditemukan pada penderita depresi yaitu afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, mudah lelah, dan penurunan aktivitas yang nyata. Dapat pula ditemukan gejala tambahan lain, seperti gangguan pemusatan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, ide mengenai rasa bersalah dan rasa tidak berguna bagi lingkungan, pesimis menghadapi masa depan, ide melukai diri sendiri atau bunuh diri, gangguan tidur, berkurangnya nafsu makan dan nafsu seksual. (Rosani, 2014)

Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi psikokmotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan vegetatif seperti

(11)

2.2.2. Klasifikasi depresi

Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III, 1993) dalam Trisnapati (2011) yang menyebutkan gejala depresi menjadi gejala utama dan gejala lainnya seperti dibawah ini:

Gejala utama terdiri dari :

1) perasaan tertekan sepanjang hari 2) kehilangan minat dan semangat

3) mudah lelah dan menurunnya aktivitas Gejala tambahan terdiri dari :

1) konsentrasi dan perhatian berkurang 2) harga diri dan rasa percaya diri berkurang 3) perasaan bersalah dan tidak berguna 4) pesimistik

5) tidur terganggu

6) nafsu makan berkurang

7) gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau pikiran untuk bunuh diri Berpedoman pada PPDGJ-III (1993) dalam Trisnapati (2011), dijelaskan bahwa depresi diklasifikasikan menjadi:

1) Episode depresi ringan

Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah minimal 2 gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya. Lama periode depresi sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan aktivitas sosial (penderita masih dapat berfungsi secara sosial).

(12)

2) Episode depresi sedang

Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama ditambah 3 atau 4 dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum 2 minggu. Terdapat kesulitan melakukan pekerjaan, aktivitas sosial, maupun urusan rumah tangga.

3) Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Harus ditemukan semua manifestasi klinis utama depresi, ditambah dengan minimal 4 gejala lainnya dengan intensitas berat (kecuali timbul agitasi atau retardasi psikomotor). Lama episode depresi minimum selama 2 minggu. Pasien tidak dapat menjalankan pekerjaan maupun aktivitas sosial.

2.3. Masalah Psikologis Pasien Stroke

Shimberg (1998) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi psikologis penderita. Hal-hal yang dirasakan oleh penderita stroke yaitu :

a. Kemarahan

Kebanyakan penderita stroke sulit untuk mengekspresikan amarahnya sehingga mereka tidak mau patuh dan melawan perawat, dokter, dan ahli terapinya. Penderita juga sering memiliki amarah yang meledak-ledak.

b. Isolasi

Penderita kelumpuhan akibat stroke dapat mengakibatkan individu melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, karena perasaan mereka sering terluka akibat tidak diperdulikan oleh orang lain. Sering kali teman-teman mereka meninggalkan mereka sendirian karena tidak tahu bagaimana harus bereaksi dengan penderita kelumpuhan tersebut.

c. Kelabilan emosi

Penderita sroke memiliki reaksi-reaksi emosional yang membingungkan. Terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa alasan yang jelas.

(13)

d. Kecemasan yang berlebihan

Sebagian penderita mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika keluar rumah yang terjadi karena merasa malu ketika bertemu dengan orang lain sekalipun dengan teman lamanya. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan pada kemampuan bicara dan kelumpuhannya.

e. Depresi

Depresi adalah perasaan marah yang berlangsung di dalam batin yang bereaksi terhadao semua kehilangannya dan merasa putus asa.

2.4. Depresi Pasca Stroke

2.4.1.Mekanisme Terjadinya Depresi Pasca Stroke

Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitkan dengan stroke. Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti stroke, maka individu dan keluarganya akan mengalami goncangan dan ketakutan, hal ini disebabkan sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya (Yuliami, 2006).

Frekuensi depresi yang tinggi telah secara konsisten dilaporkan pada pasien dengan berbagai gangguan neurologis seperti lesi pada otak seperti luka trauma otak dan stroke; dan penyakit neurodegeneratif seperti demensia dan parkinson disease (Starkstein dan Robinson, 1993).

Dharmady (2009) menjelaskan teori terjadinya depresi pada pasien stroke yaitu:

1. Depresi merupakan reaksi psikologis sebagai konsekuensi klinis akibat stroke 2. Depresi timbul sebagai akibat lesi pada daerah otak tertentu yang

menyebabkan terjadinya perubahan neurotransmitter.

Penelitian Mitchell (2004) dalam Yuliami (2006) terhadap pasien yang telah mengalami stroke didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian depresi yang bermakna antara lesi korteks dan subkorteks, tetapi prevalensi depresi lebih tinggi pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan. Pasien dengan

(14)

lesi korteks frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi akan lebih berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.

Perkembangan depresi berat berhubungan dengan kerusakan lobus frontalis. Strakstein (1991) mengidentifikasi beberapa faktor yang memiliki peran secara konsisten terhadap hubungan depresi dengan kerusakan lobus frontalis, yaitu :

1. Sisi lesi frontal sebelah kiri menyebabkan depresi berat. Sebaliknya, lesi frontal kanan cenderung menghasilkan semacam apatis/ketidakpedulian atau bahkan keceriaan.

2. Semakin dekat lesi ke kutub semakin menyebabkan depresi yang lebih berat 3. Depresi telah dikaitkan dengan lesi ke daerah opercular frontal dan sektor

prefrontal dorsolateral. Sebaliknya, depresi setelah lesi prefrontal ventromedial sangat jarang terjadi.

2.4.2. Prevalensi Depresi Pasca Stroke

Menurut Kotilla et al. (1998) dalam Yuliami (2006), dari seluruh penderita yang mengalami depresi, 20% diantaranya mengalami depresi berat. Sebagian besar sekitar 40% penderita akan mengalami depresi dalam 1-2 bulan pertama setelah stroke dan sekitar 10 – 20% penderita baru mengalami depresi beberapa waktu kemudian antara 2 bulan sampai 2 tahun setelah stroke.

2.4.3. Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD)

Hamilton Rating Scale For Depression (HRSD) merupakan salah satu dari

berbagai instrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HRSD dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang berbeda (Riwanti, 2006).

(15)

Pengukuran tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale

For Depression (Hamilton, 1960) terdiri dari 17 pertanyaan dengan interpretasi

bahwa nilai HRSD orang normal adalah 0-7 dan seseorang mengalami depresi jika memiliki nilai HRSD >7 dengan klasifikasi nilai 8-13 depresi ringan, 14-18 depresi sedang, 19-22 depresi berat, dan ≥ 23 depresi sangat berat.

Penilaian yang dilakukan pada HRSD adalah sebagai berikut :

a. Perasaan sedih (sedih, putus asa, tidak berdaya, dan tidak berguna)

Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekpresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis; dan pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan. Perasaan sedih diberi skor 0 – 4.

b. Perasaan bersalah

Menyalahkan diri sendiri dan merasa telah mengecewakan orang lain; ada ide-ide bersalah atau renungan tentang perbuatan salah atau berdosa pada masa lalu; sakit yang diderita sebagai hukuman, waham bersalah; ada mendengar suara-suara tuduhan atau kutukan dan/atau mengalami halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. Perasaan bersalah diberi skor 0 – 4.

c. Bunuh diri

Merasa hidup tidak berharga, mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain tentang kemungkinan tersebut; ada ide-ide atau gerak-gerak tentang bunuh diri; upaya bunuh diri. Bunuh diri diberi skor 0 – 4.

d. Gangguan pola tidur awal (early insomnia)

Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya lebih dari setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur. Gangguan pola tidur awal diberi skor 0 – 2.

(16)

e. Gangguan pola tidur pertengahan (middle insomnia)

Ada keluhan gelisah dan terganggu sepanjang malam; bangun pada malam hari – setiap keluar dari tempat tidur (kecuali buang air kecil). Gangguan pola tidur pertengahan diberi skor 0 – 2.

f. Gangguan pola tidur akhir (late insomnia)

Bangun terlalu pagi tetapi dapat tidur kembali; tidak dapat tidur kembali jika sudah keluar dari tempat tidur. Gangguan pola tidur akhir diberi skor 0 – 2.

g. Kerja dan aktivitas

Pikiran dan perasaan tentang ketidakmampuan, keletihan atau kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan, kerja atau hobi; hilangnya minat terhadap pekerjaan atau hobi atau kegiatan lainnya, baik dilaporkan secara langsung oleh pasien atau secara tidak langsung melalui kelesuan/tidak bergairah, keraguan dan kebimbangan (merasa harus mendorong diri untuk bekerja atau melakukan kegiatan); berkurangnya waktu aktual yang dihabiskan dalam melakukan kegiatan atau menurunnya produktivitas dan di rumah sakit pasien tidak menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam sehari dalam melakukan kegiatan diluar tugas-tugas bangsal; berhenti bekerja karena sakitnya sekarang dan di rumah sakit pasien tidak melakukan kegiatan apapun kecuali tugas-tugas bangsal atau bila pasien gagal melaksanakan tugas-tugas bangsal tanpa dibantu. Kerja dan aktivitas diberi skor 0 – 4.

h. Retardasi (Lambat dalam berpikir dan berbicara, gangguan kemampuan untuk berkonsentrasi dan penurunan aktivitas motorik)

Sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara; sulit diwawancarai; stupor lengkap (diam sama sekali). Retardasi diberi skor 0 – 4.

(17)

i. Kegelisahan (agitasi)

Memainkan jari-jari tangan, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir. Kegelisahan diberi skor 0 – 4. j. Ansietas (kecemasan) psikis

Keresahan, ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. Ansietas psikis diberi skor 0 – 4.

k. Ansietas somatik (fisiologis yang bersamaan dengan kecemasan)

Gejala pada saluran pencernaan seperti mulut kering, buang angin, gangguan pencernaan, diare, keram, dan bersendawa; gejala jantung dan pembuluh darah yaitu berdebar-debar dan sakit kepala; gejala pernafasan yaitu sesak dan mendesah; perubahan frekuensi urin; dan berkeringat. Ansietas somatik diberi skor 0 – 4.

l. Gejala somatik pencernaan

Hilang nafsu maka tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk gejala saluran pencernaan. Gejala somatic pencernaan diberi skor 0 – 4.

m. Gejala somatik umum

Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung, sakit kepala, nyeri otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan; jelas pada setiap gejala. Gejala somatik umum diberi skor 0 – 2.

n. Gejala genital

Hilangnya gairah seksual (libido) dan gangguan menstruasi. Gejala genital diberi skor 0 – 2.

(18)

o. Hipokondriasis (keluhan somatik dan fisik yang berpindah-pindah) Keterpakuan mengenai kesehatan sendiri; terlalu terpaku dengan kesehatan; sering mengeluh dan membutuhkan pertolongan orang lain; dan delusi. Hipokondriasis diberi skor 0 – 4.

p. Kehilangan berat badan (A dan B)

A yaitu bila hanya dari anamnesis (wawancara), berat badan

berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang, jelas penurunan berat badan, tidak dinilai. B yaitu di bawah pengawasan dokter bangsal mingguan bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg

seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak dinilai. Kehilangan berat badan diberi skor 0 – 3.

q. Pemahaman diri (insight)

Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab makanan, iklim, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain; menyangkal bahwa tidak sedang sakit. Pemahaman diri diberi skor 0 – 2.

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi pada penelitian ini, bentuk spesimen yang tidak seragam menjadi penyebab kesimpangsiuran data, seperti pengujian tarik pada spesimen mula-mula tanpa las dengan

CP Mata kuliah (CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPL yang dibebankan pada mata kuliah, dan bersifat spesifik terhadap bahan kajian atau materi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses dan dampak informasi dari iklan bersambung Pond’s Flawless White versi 7 Days to Love hanya sampai pada dimensi afeksi.. Iklan bersambung

training 100 %, yaitu data uji coba menggunakan algoritma C4.5 Uji coba bertujuan membandingkan performa algoritma C4.5 dengan algoritma AHP- TOPSIS sebagai

Jurnal ini bertujuan untuk mengupas secara detail pola-pola patronase yang diterapkan dibaik kasus kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kampar hingga mampu memunculkan

Hasil penelitian menunjukan bahwa peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian dalam penegakan hukum tindak pidana penyalahgunaan visa di Provinsi Kepulauan Bangka

Hal tersebut terjadi dikarenakan dengan semakin besar nilai variance threshold yang digunakan maka pada saat justifikasi dengan fuzzy IR dilakukan toleransi yang

perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan