• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tante, please... Saya benar-benar membutuhkan bantuan. Pemuda itu tampak memohon. Tapi... Ini menyangkut hidup mati seseorang, tante!

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tante, please... Saya benar-benar membutuhkan bantuan. Pemuda itu tampak memohon. Tapi... Ini menyangkut hidup mati seseorang, tante!"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Karenina mengangkat kopernya dengan tergesa-gesa. Bi Sumi yang menggendong Alea, putrinya yang baru berumur 9 bulan, juga mengikuti langkahnya dengan tergesa-gesa.

“Kita harus cepat, Bi. Acaranya sudah mau dimulai. Aku tak mau ketinggalan,” ujarnya. Bi Sumi hanya menyahut pendek.

Ketika sampai di lobby hotel, langkah Karenina terhenti ketika seorang pemuda tiba-tiba saja dan entah muncul darimana, menghampirinya.

“Tante, maaf mengganggu. Tapi ini keadaan darurat. Tolong pinjami saya hp, tante. Please.”

Karenina mengernyitkan dahinya. Ia menatap pemuda jangkung di hadapannya dengan bingung. Masih sangat muda. Jika Karenina tak salah mengira, umurnya sekitar 20-an tahun. Penampilannya sedikit acak-acakkan seperti orang yang baru bangun tidur. Ia bahkan masih mengenakan kaos oblong, celana pendek dan juga sandal jepit.

Dia tadi memanggilnya apa? Tante? Panggilan ini terdengar begitu sensitif di telinganya.

Apakah ia sudah kelihatan tua? Oke, dia memang sudah punya anak, tapi umurnya baru 29 tahun, setidaknya belum ada 30-an „kan? Jadi, masih terlalu dini untuk dipanggil tante.

“Maaf, tapi saya terburu-buru,” jawab Karenina kemudian. Bi Sumi ikut berhenti dan berdiri di belakangnya dan tampak sibuk menenangkan Alea yang mulai rewel.

(2)

“Tante, please... Saya benar-benar membutuhkan bantuan.” Pemuda itu tampak memohon.

“Tapi...”

“Ini menyangkut hidup mati seseorang, tante!” suara pemuda itu meninggi. Karenina melongo. Hah? Kenapa dia membentak? Apa pemuda ini tak waras? Karenina menggerutu dalam hati.

“Oke, oke,” dengan sedikit gugup, ia mengeluarkan hp dari dalam tasnya lalu menyodorkannya ke arah pemuda tersebut. dengan segera pemuda itu menyambarnya dengan raut muka pucat. Ia segera mengetikkan sesuatu pada phonsel tersebut.

“Bi, tolong bawa Alea ke kamar, nanti aku menyusul,” ucapnya pada bi Sumi. Perempuan paruh baya itu mengangguk lalu beranjak.

Karenina melirik arlojinya. 5 menit lagi acara diklat jurnalistik yang di adakan di aula hotel dimulai. Ia benar-benar tak ingin melewatkan acara tersebut barang semenit pun. Ini kesempatan emas baginya untuk menambah wawasan tentang tulis menulis.

Perempuan itu bersedekap dan mengetukkan jemari di lengan tangannya dengan tak sabar.

“Maaf, aku sedang terburu-buru. Bisakah kau lebih cepat sedikit?” ucapnya dengan nada protes.

Pemuda itu seakan tak menggubris. Beberapa kali ia terlihat melakukan panggilan tapi sepertinya tak ada jawaban. Wajahnya tampak gusar.

Karenina menarik nafas panjang.

Ini tak bisa dibiarkan! Pemuda asing ini tak boleh mengacaukan segalanya!

(3)

Akhirnya, dengan sangat terpaksa, langkah terakhir yang ia tempuh adalah menyambar hape dari tangan pemuda tersebut lalu segera melarikan diri. “Maaf, aku sedang terburu-buru, pinjam saja hape pada orang lain!” teriaknya. Ia masih sempat menoleh kembali ke arah pemuda tersebut tanpa menghentikan langkah kakinya.

Pemuda itu melongo. “Tante, aku sedang menunggu sms balasan!” ia berteriak.

Karenina tak menggubris.

“Sorrriiiii....!” Ia terus berlari menuju pintu darurat, tanpa mempedulikan pemuda tersebut.

Pemuda itu hanya bisa mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

***

Karenina berhasil mengikuti acara 2 menit sebelum acara di mulai. Di tengah-tengah acara, tiba-tiba hp-nya berbunyi. Sebuah pesan bertambah di kotak masuk. Nomor yang tak di kenal.

Jangan mencariku lagi. Aku pergi. Maaf.

Sejenak Karenina tercenung bingung. Tapi, ia kemudian ingat dengan pemuda yang meminjam hp-nya di lobby tadi.

Ia mengecek pesan di kotak keluar. Beberapa pesan terkirim ke nomor yang sama, nomor asing yang baru saja berkirim sms.

(4)

Kamu ada di mana? Balas sms-ku. Angkat telponku!

Jangan membuatku cemas!

Aku mencintaimu, jangan pergi begitu saja.

Karenina manyun. Hah, masalah percintaan anak muda rupanya?

“Dasar bocah, aku tak tahu harus bagaimana menyampaikan pesan ini padamu. Tapi kalau kelak kita bertemu, aku pasti akan menyampaikannya padamu. Tapi jika tidak, maaf ya.”

Karenina menggumam pelan tanpa membalas sms tersebut.

***

Karenina mencium tangan putrinya yang mulai merangkak tersebut dengan lembut. “Kasihan anak mama, kangen ya? Maaf ya sayang acara liburan ini harus sedikit terganggu karena mama harus ikut pelatihan,” ucapnya sambil terus mencium pipi puterinya tersebut. Bocah 9 bulan itu tertawa riang di gendongan ibunya seolah tak merasa terganggu dengan kesibukan perempuan tersebut. Bocah itu juga seakan tak keberatan karena sejak datang berlibur sekitar 4 hari yang lalu, ia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan bi Sumi daripada dengan ibunya.

(5)

“Hari ini mama tak ada jadwal apapun, jadi kita jalan-jalan ke pantai, yuk,” ujarnya. Karenina

mengayun-ayun balita tersebut dengan gembira. “Bi, aku ingin mengajak Alea jalan-jalan ke pantai,” ucapnya pada bi Sumi yang tengah sibuk merapikan baju-baju Alea.

“Perlu di temani, bu?” ia berhenti sejenak untuk menatap ke arah Karenina.

“Tidak, hanya sebentar saja kok,” jawab Karenina. Perempuan itu beranjak. Jarak pantai dengan hotel tempat ia menginap memang tidak terlau jauh, jadi ia merasa tak perlu di temani oleh bi Sumi.

Karenina tengah asyik bermain pasir dengan Alea ketika tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok pemuda tampan tengah duduk tercenung tak jauh darinya. Karenina sempat ragu, namun setelah mengamatinya selama sekian menit, ia yakin bahwa itu adalah pemuda yang sama yang pernah meminjam hape-nya di lobby hotel, beberapa hari yang lalu. Karenina bangkit, meraih Alea sembari membersihkan pasir yang menempel di bajunya, lalu bergerak mendekati pemuda yang masih duduk tercenung tersebut.

“Halo, kau masih ingat padaku?” ucapnya lembut. Alea yang berada dalam gendongannya tampak berceloteh riang seakan ingin ikut menyapa.

Pemuda itu mendongak, menatap Karenina dengan mata menyipit. Terlihat bingung.

“Beberapa hari yang lalu kau meminjam hape-ku di lobby hotel.” Karenina berusaha untuk mengingatkan

(6)

kembali. Sekian detik kemudian, sebuah senyum menawan mulai merekah di bibir pemuda tersebut. Ia berdiri lalu membersihkan pasir di celananya dan juga telapak tangannya.

Karenina terkesiap, ia tak menyangka ternyata pemuda itu begitu tinggi. Tubuhnya menjulang sekitar 185 cm. Lebih tinggi 10 cm dari suaminya. Oke, ini memang bukan pertemuannya yang pertama kali. Tapi, jujur ia tidak begitu memperhatikan ketika beberapa hari yang lalu bertemu dengannya di lobby hotel.

“Oh, tante? Aduh, maaf banget ya waktu itu aku mengganggu. Aku merasa panik karena ternyata hape-ku ketinggalan di kamar hotel sementara aku harus cepat-cepat menemukan__” Pemuda itu menghentikan kata-katanya. “Ah, sudahlah. Tak perlu di bahas lagi,” lanjutnya kemudian.

Karenina tersenyum canggung.

“It‟s ok. Tapi aku juga minta maaf karena aku tidak bisa membantumu. Aku benar-benar terburu-buru waktu itu. Mm, tapi aku ingin menyampaikan pesan.” Karenina merogoh-rogoh kantong celanya.

“Pesan?” Pemuda itu mengangkat alis. Karenina mengangguk. Tapi sesaat kemudian terdengar ia mengeluh. Hp-nya ada di kamar hotel!

“Maaf, aku tidak bermaksud mempermainkanmu. Tapi, aku lupa membawa hape-ku.”

Pemuda itu kembali tersenyum.

“Tidak apa-apa, tante,” jawabnya. Ia menatap Karenina dengan tatapan menunggu, penasaran.

(7)

“Pesan apa yang ingin tante sampaikan?” Akhirnya ia bertanya.

“Dia bilang dia ingin pergi. Dan ia berharap agar kau tak mencarinya lagi. Itu sms yang aku terima. Kau boleh tidak percaya kalau kau tidak ingin mempercayainya. Tapi, itu yang sebenarnya. Maaf membuatmu kecewa.”

Pemuda itu tersenyum kecut.

“Tak apa-apa, tante. Terima kasih sudah menyampaikan pesan tersebut,” jawabnya. Sesaat perhatiannya beralih pada Alea yang ada di gendongan Karenina. “Ini anak tante?” Ia seperti mengalihkan pembicaraan. Karenina mengangguk. “Umur berapa?”

“Sekitar 9 bulan.”

Pemuda itu membungkuk dan tersenyum ke arah Alea.

“Halo, sayang. Kenalan sama Om yuk. Ih, lucu banget. Cantik lagi, kayak ibunya,” ujarnya sambil memain-mainkan jemari kecil Alea tanpa melihat ke arah Karenina. Alea terus tertawa riang seolah senang dengan kehadiran pemuda tersebut.

Sementara pemuda tersebut seakan tak menyadari bahwa kata-katanya sempat membuat pipi Karenina merona walau hanya sekian detik. Sesaat sebelum pergi, pemuda itu memperkenalkan dirinya.

“Aku Richard Alexander, tante. Kalo kita ketemu lagi, panggil saja Lex, atau Alex, atau Richard. Tante___”

“Karenina.”

(8)

Nah, kalimat yang ini tidak membuat pipi Karenina merona lagi karena pemuda bernama Richard Alexander itu mengucapkannya pada Alea.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

yang sama dengan pemetikannya (X2)... DAFTAR LAbfPIARAN

Namun pada akhirnya desain yang dibuat adalah desain yang terkhir dimana untuk melewati tangga dapat dilakukan akan tetapi step tangga yang dilewati juga tidak

(Donnelly et al., 2003 dalam Silaban, 2009). Hasil yang hampir sama juga ditemukan bahwa auditor dengan locus of control eksternal memiliki intensi yang lebih tinggi

[r]

Setelah dilakukan wawancara terhadap beberapa anak ternyata salah satu faktor penyebab hasil belajar mereka rendah salah satunya dikarenakan pola asuh orang tua

Gambaran mengenai kondisi transportasi khususnya berjalan kaki di kawasan Pendidikan Yogyakarta sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi dasar perlunya dilakukan

- Dari India - teknologi India menghasilkan gula daripada tebu, 60 koleksi ilmu astronomi India telah diterjemah ke bahasa Cina ahli astronomi India pernah berkhidmat di China

Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap parameter warna crumb, rasa, kelembutan, dan moistness berdasarkan tingkat kesukaan terhadap sampel- sampel tersebut..