• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLICY BRIEF REKOMENDASI. Partisipasi Masyarakat Sangat Menentukan Keberhasilan Promosi Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLICY BRIEF REKOMENDASI. Partisipasi Masyarakat Sangat Menentukan Keberhasilan Promosi Kesehatan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POLICY BRIEF

Oleh: Dwi Yunita Prismawati – Aktivis PATTIRO Semarang

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam promosi kese-hatan

menyebabkan upaya pencegahan penyakit tidak efektif.

Selama ini hanya sekelompok kecil masyarakat yang

dilibatkan, itupun secara instruktif, dan masih didominasi oleh

kaum perempuan.

Pemerintah telah mengupayakan ruang pelibatan warga melalui permenkes No. 75/2014 yang mengatur partisipasi masyarakat dalam upaya promotif preventif. Namun demi-kian, masih diperlukan peraturan pada tataran operasional.

Forum kesehatan kelurahan (FKK) adalah salah satu forum yang dibentuk dalam mendorong upaya promotif-preventif. Pattiro menemukan fakta di lapangan banyak FKK yang tidak berfungsi. Salah satu penyebab adalah karena ketiadaan peraturan teknis untuk pengelolaan forum.

Akibatnya anggota Forum gagal mengintrepetasikan peran mereka. Forum yang ada tidak terkelola dan tujuan utama mewujudkan kelurahan siaga tidak tercapai. Masyarakat te-tap pasif, sehingga upaya promosi kesehatan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Pelibatan masyarakat dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain perlu didorong untuk mendorong efektifitas program promotif preventif.

Menerbitkan Peraturan

Walikota tentang petunjuk

teknis pengelolaan forum

kesehatan kecamatan yang

memuat tujuan, fungsi,

pembiayaan, keanggotaan,

mekanisme dan

pembagian peran antar

stakeholder.

Memberikan peningkatan

kapasitas pemahaman dan

ketrampilan yang

mendukung kinerja forum.

Menganggarkan biaya

reguler forum melalui

APBD, dan mendorong

pembiayaan lain (CSR).

Melibatkan forum

kesehatan kota, kecamatan

dan kelurahan sebagai

peserta musrenbang sesuai

tingkatan, dan perencanaan

kesehatan lainnya.

REKOMENDASI

Partisipasi Masyarakat Sangat Menentukan

Keberhasilan Promosi Kesehatan

(2)

Promkes merupakan langkah strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. FKK mempunyai peran penting untuk mengoordinasi lintas instansi dan lembaga kemasyarakatan karena urusan promkes bukan hanya tugas Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Promkes penting untuk diperhatikan oleh Pemerintah Kota Semarang karena di tahun 2013 AKI cukup tinggi yakni 109,2 per 100.000 kelahiran hidup (meningkat jika dibandingkan tahun 2012), angka kesakitannya juga masih tinggi untuk beberapa penyakit diantaranya adalah ISPA, Jantung dan Hipertensi serta Faringitis. Sementara prioritas anggaran daerah untuk promkes hanya 6,6% dari total belanja langsung anggaran Dinas Kesehatan pada 2014. AKI Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2007 mencapai 228 per 100.00 kelahiran hidup. Alih-alih menurun, angka ini meningkat menjadi 359 pada tahun 2012.

Kasus lain adalah Incidence Rate (IR) DBD Kota Semarang dari Tahun 2006 sampai 2013 selalu jauh lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR DBD Nasional. Tahun 2013 IR DBD Kota Semarang dua kali lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah.

Sejak Oktober 2014 PATTIRO Semarang melakukan ujicoba pengelolaan Forum Kesehatan Kecamatan untuk mengetahui efektivitas koordinasi antara stakeholder dan pelibatan masyarakat dalam implementasi promkes di kecamatan.

Uji coba ini dilakukan dengan FGD rutin dengan ruang lingkup pembahasan peta masalah, potensi, dan menyusun rekomendasi sinergi upaya promosi kesehatan antar stakeholder di tingkat kecamatan.

LATAR BELAKANG

6.7% 8.0% 6.6% 12.7% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 2012 2013 2014 2015 Diagram-1

Anggaran Promosi Kesehatan dibandingkan belanja langsung kesehatan Kota Semarang (2012-2015)

(3)

BEBERAPA TEMUAN

JUMLAH SDM PROMKES TIDAK MEMADAI

Jumlah tenaga promosi kesehatan di Puskesmas masih belum memadai. Dalam satu Puskesmas hanya ada satu tenaga promosi kesehatan. Sementara wilayah kerja Puskesmas adalah 2-8 kelurahan, artinya seorang tenaga promkes Puskesmas rata-rata harus “mengurus” lebih dari 1.000 orang. (tabel 2)

Kondisi ini di Kota Semarang sudah dicoba diatasi dengan merekrut tenaga penyuluh (surveilanse ) kontrak yang ditempatkan di tingkat kelurahan, dimana setiap kelurahan satu orang. Namun hal ini belum menyelesaikan permasalahan.

Tabel-2. Tenaga Promkes Kota Semarang 2013

SASARAN PROMKES BELUM RESPONSIF GENDER

Bias kaum perempuan. Sosialisasi dan kegiatan promkes yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan tidak melibatkan kaum laki-laki karena masih adanya anggapan bahwa urusan kesehatan adalah urusan domestik perempuan serta kaum perempuan masih dinilai sebagai kaum yang rentan. Kader kesehatan 100% kaum perempuan yang bekerja melalui struktur PKK dari tingkat Kota sampai kelurahan. Akibatnya sasaran promkes cenderung kepada tokoh perempuan dan tidak menyentuh kaum laki-laki, yang juga memiliki peran penting terkait persoalan kesehatan di masyarakat.

Misalnya, informasi tentang kehamilan masih belum dianggap perlu untuk disampaikan kepada kaum laki-laki atau suami serta kepada warga di sekitar ibu hamil. Sampai saat ini informasi tersebut masih disampaikan kepada ibu hamil saja. Padahal permasalahan keselamatan dan kesehatan ibu hamil menjadi tanggung jawab bersama keluarga dan masyarakat.

Kebutuhan masyarakat mengenai pengetahuan kesehatan berbeda dengan program dan agenda dinas Kesehatan dan Puskesmas. Sehingga sosialisasi dan upaya promkes hanya menjadi program rutinitas dinas Kesehatan dan Puskesmas tanpa memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Hal ini diperparah dengan media promkes yang tidak tersampaikan ke masyarakat. Berbagai alat peraga dan media sosialisasi tidak termanfaatkan dengan baik dan cenderung diletakkan di Puskesmas, sehingga hanya masyarakat yang mengunjungi Puskesmas saja yang dapat mengakses.

No Tenaga Kondisi tahun

2013 Target Indonesia Sehat 1 Gizi 7 : 100.000 22 : 100.000 2 Kesehatan Masyarakat 6 : 100.000 40 : 100.000 3 Sanitasi 3,1 : 100.000 40 : 100.000

(4)

MENGAPA FORUM KESEHATAN TIDAK BERJALAN EFEKTIF?

Peserta yang homogen menyebabkan fungsi sinergi tak berjalan. Forum Kesehatan Kecamatan dan Kelurahan (FKK) belum melibatkan

stakeholders lain yang penting, seperti UPTD Dinas Pendidikan, PSDA, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit dan lembaga masyarakatan. Hal ini menyebabkan persoalan-persoalan kesehatan lingkungan tidak dapat teratasi dengan baik dan potensi-potensi yang dimiliki stakeholders

tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk optimasi Program Promkes. Misalnya, risiko kesehatan masyarakat yang disebabkan banjir dan rob semakin meningkat karena FKK tidak mampu mengkoordinasikan Dinas PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air) dengan lembaga masyarakat untuk menjaga drainase dari sampah yang kerap menjadi sumber penyakit.

Implementasi promosi kesehatan untuk anak sekolah tidak terkoordinasi dengan UPTD Pendidikan. Padahal UPTD Pendidikan telah memiliki Program Bulan Imunisasi Anak Sekolah( BIAS) yang dapat diperluas fungsinya selain kegiatan imunisasi, misalnya pengenalan kesehatan reproduksi.

Forum terbentuk tapi tidak tahu cara mengelola. Setiap tahun kelurahan menerbitkan SK penunjukkan FKK , dengan harapan mendorong kinerja FKK. Namun kegiatan FKK hanya berupa rapat rapat formal dengan puskesmas, tidak ada diskusi interaktif. Pasca pertemuan dengan puskesmas tidak ada evaluasi rutin atas kinerja FKK. Di wilayah uji coba ditemukan pertemuan FKK selama ini hanya dilakukan satu kali dalam setahun untuk memenuhi formalitas.

Anggota FKK di wilayah uji coba menyatakan belum pernah mendapatkan peningkatan kapasitas untuk mengelola forum-forum secara partisipatif baik dari sisi pengetahuan umum maupun metode. Sebenarnya FKK merupakan salah satu ruang partisipasi yang sudah disediakan, namun tidak berjalan dengan baik karena belum ada petunjuk teknis operasionalnya, ditambah lagi pola pelibatan masyarakat yang masih instruktif dari pemerintah.

Forum Kesehatan Kecamatan kalau mau bekerja ya

menunggu perintah dari puskesmas. Kalau saat ini

mandeg tidak jalan karena bingung mau ngapain...”

--Kader kesehatan di wilayah uji coba

Selama ini setahun untuk FKK dari Puskesmas hanya

ada satu kegiatan yang isinya sosialisasi kelurahan

siaga.“

(5)

Forum untuk mengatasi kekurangan tenaga promkes. Dinas kesehatan dan Puskesmas menyatakan tentang minimnya jumlah tenaga promkes. Permasalahan ini akan teratasi dengan efektivitas pelaksanaan forum kesehatan kecamatan karena upaya promosi kesehatan akan dilaksanakan oleh lintas instansi.

Bapermas KB dan PP mempunyai kewajiban untuk membentuk forum Promosi Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIKR R) di tiap kelurahan. Pembentukan PIKR R ditujukan sebagai antisipasi awal pencegahan hiv aids, seks bebas di kalangan remaja. Berdasarkan temuan di 2 wilayah uji coba belum terbentuk PIKR R di tingkat kelurahan karena ketidakmampuan UPTB Bapermas untuk mengkoordinasikan karangtaruna dan organisasi remaja lainnya di wilayah setempat.

Belum ada dukungan anggaran secara reguler untuk Forum. Saat ini anggaran operasional FKK tiap kelurahan kurang dari satu juta rupiah, dengan porsi alokasi untuk makan minum rapat dan pengganti biaya transport bagi peserta. Biaya operasional tersebut selama ni hanya digunakan untuk satu kali pertemuan FKK, padahal menurut tenaga promkes puskesmas idealnya pertemuan forum minimal 3 bulan satu kali. Hal ini nampak timpang dengan alokasi anggaran belanja langsung Dinas Kesehatan yang semakin meningkat .

FORUM BELUM BERFUNGSI SEBAGAI JEMBATAN

Anggota FKK selama ini adalah perwakilan masyarakat yang beraktivitas wilayah tempat tinggal. Berdasarakan temuan tidak ada mekanisme yang mengatur untuk menyelenggarakan pertemuan koordinasi di tingkat kecamatan dan dihadiri oleh pelaku kebijakan tingkat Kota. Forum belum berhasil menjadi jembatan bagi warga untuk menyampaikan persoalan mereka kepada pemangku kebijakan di tingkat Kota.

Sumber: Buku APBD Kota Semarang 2012-2015 IDR 4,436 IDR 9,239 IDR 7,679 IDR 12,080 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 2012 2013 2014 2015 Diagram-3

Anggaran Belanja Langsung Kesehatan Kota Semarang (2012-2015)

Anggaran belanja langsung kesehatan kota semarang meningkat signifikan dalam empat tahun terakhir mengindikasikan kemampuan mereka untuk membiayai Penyelenggaraan Forum Kesehatan Kecamatan.

(6)

Keberadaan Forum Multi Stakeholder ini menjawab kebutuhan partisipasi masyarakat yang tertuang dalam Perbermendagri dan Menteri Kesehatan 34/2005 dan 1138/Menkes/PB/VIII/2005. Efektivitas forum ini merupakan salah satu indikator utama dalam penilaian Kota Sehat tingkat nasional tahun 2015.

Walikota sudah menerbitkan surat edaran yang mengatur tentang pembentukan forum kecamatan sehat, namun surat tersebut belum memuat petunjuk teknis operasional forum.

Memperluas stakeholder Forum Kesehatan Kota, Forum Kesehatan Kecamatan, dan Forum Kesehatan Kelurahan. Stakeholder di tingkat Kota yang perlu dilibatkan dalam forum kesehatan kota antara lain SKPD terkait sesuai tatanan Kota Sehat, LPMK Kota, Koordinator PIKR R Kota, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, NGO, Media, BUMN , perusahaan swasta, Ikatan Bidan Indonesia, dan pemangku kepentingan lain tingkat Kota .

Dalam forum kesehatan kecamatan yang perlu dilibatkan antara lain Camat, SKPD yang memiliki tim teknis tingkat kecamatan sesuai tatan-an ytatan-ang dipilih, PKK, bidtatan-an swasta, kader kesehattatan-an, SKD, LPMK, NGO, Rumah sakit, perguruan tinggi di wilayah kecamatan dan pemangku kepentingan tingkat kecamatan lainnya.

Di tingkat kelurahan Forum kesehatan perlu untuk melibatkan Lurah, kader kesehatan, PKK, dan pemangku kepentingan lainnnya di tingkat kelurahan.

Reorientasi pengelolaan forum , mulai dari pengetahuan, metode sampai ketrampilan. Untuk menguatkan forum yang sudah terbentuk maka diperlukan peningkatan kapasitas bagi anggota meliputi pemahaman akan tujuan, fungsi , dan peran masing-masing anggota forum. Selain itu peningkatan ketrampilan komunikasi, loby, dan fasilitator juga tidak kalah penting bagi anggota forum. Kegiatan – kegiatan di atas akan menjadi tanggung jawab dari pemerintah disesuaikan dengan tupoksi masing-masing SKPD.

Memberikan dukungan anggaran pengelolaan forum. Forum kesehatan yang sudah terbentuk harus didukung oleh penganggaran yang memadai bagi operasional forum. Dukungan anggaran bisa diperoleh dari APBD maupun sumber pembiayaan lain yang sah seperti dana CSR. Pelibatan pihak swasta sangat strategis untuk menambah sumber daya anggaran maupun sebagai bentuk kepedulian swasta kepada masyarakat selaku konsumen.

Mengintegrasikan forum ke dalam proses perencanaan dan penganggaran tahunan. Hasil hasil forum kesehatan mulai dari level kelurahan sampai tingkat Kota perlu disampaikan dalam proses-proses perencanaan pembangunan untuk mendorong implementasinya. Salah satu tahapan yang dimaksud adalah melalui forum musrenbang. Harapannya rekomendasi yang dihasilkan selain didorong melalui institusi anggota forum, juga diupayakan melalui forum musrenbang.

(7)

CATATAN PENUTUP

Selama ini pelibatan masyarakat yang terbatas pada kaum perempuan dan bersifat instruktif tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada capaian promkes. Masalah lainnya adalah tidak sinergisnya para stakeholder dalam upaya promkes karena tidak ada ruang koordinasi. Dari uji coba FMS yang dilakukan pattiro di Kecamatan Candisari dan Semarang Timur menunjukkan bahwa pelibatan multistakeholder kecamatan dapat menjadi upaya strategis peningkatan capaian promkes. FMS berfungsi sebagai sarana mempertemukan multistakeholder untuk merumuskan rekomendasi atas permasalahan kesehatan sesuai kondisi kewilayahan.

Pemerintah Kota Semarang bisa menerapkan pola yang sama dengan FMS untuk forum kesehatan kecamatan, dengan menerbitkan perwal yang mengatur juklak juknis pengelolaan forum. Dengan adanya petunjuk operasional , diharapkan forum bisa menjadi solusi permasalahan promkes ke depan.

REEFERENSI

1. Pattiro Semarang (2015).

Laporan kegiatan Program Promoting

Puskesmas (Community Health Center) Service Improvement

Policy through a Multi-stakeholder Forum 2014-2015

.

2. Pemerintah Kota Semarang (2013).

Buku Profil Kesehatan Kota

Semarang tahun 2012.

3. Pemerintah Kota Semarang (2014).

Buku Profil Kesehatan Kota

Semarang tahun tahun 2013

4. Pemerintah Kota Semarang.

Dokumen APBD Kota Semarang

tahun 2015

.

5. Pemerintah Kota Semarang.

Dokumen APBD Kota Semarang

tahun 2014

.

6. Pemerintah Kota Semarang.

Dokumen APBD Kota Semarang

tahun 201

3.

7. Pemerintah Kota Semarang.

Dokumen APBD Kota Semarang

tahun 201

2.

(8)

Additional Information

Forum Kesehatan Kelurahan (FKK) merupakan sebuah forum yang dibentuk sebagai salah satu realisasi dari program Kelurahan Siaga, yaitu sebagai upaya mewujudkan masyarakat kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah, serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat secara mandiri sehingga derajat kesehatannya meningkat. Fungsi FKK adalah untuk melaksanakan pengawasan berbasis masyarakat, mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), serta merespon kondisi kegawatdaruratan kesehatan seperti kegawatdaruratan dalam proses persalinan dan penanggulangan bencana.

Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Kota ini terletak di Pantai Utara Pulau Jawa dan berada di antara Kota Jakarta dan Surabaya. Luas Kota Semarang adalah 373.7 kilometer dan memiliki 16 kecamatan serta 117 kelurahan. Pada Maret 2015, penduduk Kota Semarang mencapai 1.7 juta jiwa. Ini membuat Kota Semarang sebagai kota terpadat keenam di Indonesia. Penduduk Kota Semarang sangat beragam yaitu terdiri suku Jawa, Cina, Arab dan lainnya. Secara topografi, Kota Semarang terdiri dari perbukitan, dataran rendah dan pantai. Di wilayah dataran rendahnya sering terjadi banjir pada saat musim hujan, begitu pula dengan wilayah pesisirnya yang sering terendam banjir akibat pasang surut air laut, sedangkan wilayah perbukitannya sering mengalami kekeringan ketika musim kemarau tiba.

• Di bawah ini adalah data dari angka kematian ibu di Kota Semarang dan berbagai kota serta kabupaten di Provinsi Jawa Tengah.

(9)

PATTIRO—PUSAT TELAAH INFORMASI REGIONAL

PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) yang didirikan pada 17 April 1999 adalah sebuah lembaga riset dan advokasi yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Dengan berfokus pada tiga sektor yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik, perbaikan pengelolaan keuangan publik, dan reformasi kebijakan publik, kegiatan-kegiatan PATTIRO didedikasikan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan meningkatkan partisipasi publik di Indonesia.

Kegiatan-kegiatan PATTIRO antara lain adalah melakukan penelitan dan menyelenggarakan lokakarya serta pelatihan melalui asistensi teknis, pembentukan komunitas dan publikasi, serta mengembangkan inovasi-inovasi untuk memperbaiki kualitas pengelolaan pelayanan publik di seluruh Indonesia. Melalui jaringan PATTIRO Raya yang tersebar di 15 wilayah, PATTIRO bekerja di 17 provinsi dan lebih dari 70 kabupaten/kota di Indonesia.

Pada tahun 2014-2015 PATTIRO menjalankan program untuk mendorong reformasi birokrasi, akuntabilitas pelayanan pendidikan, dan pelibatan masyarakat untuk perbaikan kualitas pelayanan kesehatan.

Terkait hal tersebut, PATTIRO sedang bekerja sama dengan Prorep untuk mendorong perbaikan kualitas pelayanan kesehatan melalui uji coba forum multi stakeholder untuk peningkatan upaya promosi kesehatan di Kota Semarang dan Kabupaten Semarang.

PATTIRO POLICY BRIEF SERIES

Civil Society Participation Determines the Success of Health

Promotion Efforts

© 2015, PATTIRO Office

Jalan Mawar, Komplek Kejaksaan Agung Blok G35, Pasar Minggu Jakarta Selatan, 12520 - Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Tema Bakat ini merupakan salah satu bakat yang sering terdapat pada peran berikut : Hakim, Quantity Surveyor, Petugas Commisioning atau peran yang bisa memiliki kekuatan

Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu pengungkapan CSR dan empat variabel bebas (independen) yaitu kepemilikan publik, ukuran dewan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemandirian belajar (self regulated learning) terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah struktur aljabar

menyiapkan bahan rumusan kebijakan operasional, penyusunan kebijakan forum koordinasi serta perumusan kajian di bidang perlindungan perempuan meliputi: pencegahan dan penanganan

Sinta Diah Saputri, NIM : 1512104576 Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidik, Universit Widya

Pembuatan sistem informasi pemesanan studio musik pada Bintang Kreasi Mandiri dibuat untuk menangani masalah yang ada pada perusahaan tersebut dimana penanganan data

Selanjutnya berdasarkan nilai Exp(B) variabel faktor usia kehamilan memliki nilai Exp(b) paling besar yaitu 4064,791 dibandingkan dengan faktor ibu yang lainnya, sehingga

Di bawah jembatan tersebut ada kanal yang terhubung dari pelabuhan pantai Karangantu hingga ke wilayah Kota Banten Lama, tempat bersemayamnya para sultan dan para pejabat