• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI ASAM FOSFAT PADA PROSES PERENDAMAN TULANG SAPI TERHADAP RENDEMEN,

KADAR ABU DAN VISKOSITAS GELATIN

[The Effect of Various Ortho Phosphoric Acid Concentration in Bovine Bone Soaking Process on the Yield, Ash Content and Viscosity of Gelatin]

H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi asam fosfat pada perendaman tulang sapi terhadap kualitas gelatin (rendemen, kadar abu dan viskositas). Perlakuan yang diterapkan adalah perendaman tulang sapi dengan konsentrasi (1,25%; 2,5%; 3,75%; 5% H3PO4) selama 48 jam. Perlakuan yang diterapkan sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Variabel yang diamati adalah rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,05) antara perendaman berbagai konsentrasi H3PO4 pada rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin. Rerata rendemen gelatin terendah dicapai pada T1 (6,97%) dan tertinggi pada T4 (7,90%), rerata kadar abu gelatin terendah dicapai pada T1 (0,34%) dan tertinggi pada T3 (0,82%), sedangkan rerata viskositas gelatin terendah dicapai pada T1 (17,23 mPoise) dan tertinggi pada T3 (21,20 mPoise).

Kata kunci : gelatin, asam fosfat, kualitas gelatin

ABSTRACT

The experiment was conducted to study the effect of various ortho phosphoric acid concentration in bovine bone soaking process on the quality grade of gelatin (yield, ash content and viscosity). The treatment was the soaking of bovine bone in the various concentration of H3PO4 [1,25% (T1); 2,5% (T2); 3,75%(T3); and 5%(T4)]for 48 hours. The applied treatments were proper to a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. Observed variables were yield, ash content and viscosity of gelatin. The results showed that there were significant effect (P<0.05) between various ortho phosphoric acid concentration on the yield, ash content and viscosity of gelatin. The lowest yield was obtained at T1 (6,97%) and the highest was at T4 (7.90%). The lowest ash content was obtained at T1 (0.34%) and the highest was at T3 (0.82%). The lowest viscosity was obtained at T1 (17.23 mPoise) and the highest at T3 (21.20 mPoise).

Keywords : gelatin, ortho phosphoric acid, gelatin quality

PENDAHULUAN

Populasi sapi poton g di Indon esia berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2003) pada tahun 2002 sebesar 1.044.363.000 ekor, sedangkan jumlah sapi yang dipotong mencapai jumlah 1.216.637 ekor. Menurut Ockerman dan Hansen (2000) rata-rata persentase tulang adalah sekitar

15% dari karkas bersih. Berat rata-rata karkas sapi bersih antara 160 – 190 kg, dengan demikian pada tahun 2002 untuk jumlah 1.216.637 ekor sapi yang dipotong akan tersedia sekitar 34,7 ribu ton. Jumlah tulang yang besar apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan gelatin, dengan asumsi rendemen sebesar 20% (Hinterwaldner, 1977) maka akan didapatkan gelatin sebesar 6,94

(2)

r ibu ton . Poten si besar ter sebut akan menguntungkan apabila kita dapat mengolah tulang menjadi gelatin untuk konsumsi industri dalam negeri maupun ekspor.

Man faat gelatin yan g san gat luas diantaranya pada industri pangan yaitu : permen, coklat, yogurt, es krim, minuman dan produk daging. Diluar industri pangan gelatin juga digunakan antara lain pada produk kosmetik, kapsul, bahan perekat (lem), pelapis kertas dan pembuatan film untuk fotografi. Sampai saat ini gelatin merupakan bahan impor bagi Indonesia yang berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika dengan jumlah 2000-3000 ton pertahun dengan nilai 7-10 juta US$ (Saleh et al., 2002).

Penelitian mengenai metode terbaik dalam proses pembuatan gelatin perlu dilakukan sehingga dapat menghasilkan gelatin dengan kualitas yang baik dan tingkat efisiensi tinggi. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai pembuatan gelatin men ggun akan var iabel ber bagai konsentrasi asam klorida (HCl) pada perendaman tulang sapi telah menyimpulkan bahwa metode terbaik adalah konsentrasi sebesar 5% HCl dengan hasil rendemen sebesar 8,32%. Adanya sifat volatil dari HCl yang cukup tinggi, HCl yang merupakan asam yang kuat dan harga yang relatif lebih mahal maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggantian zat asam yang digunakan dalam perendaman. Asam fosfat (H3PO4) dipilih sebagai pengganti HCl karena asam fosfat tidak memiliki sifat volatil dibandingkan dengan HCl sehingga diharapkan dapat mengurangi bahaya penggunan HCl pada proses perendaman. Selain itu asam fosfat (H3PO4) juga lebih mur ah dibandingkan dengan HCl sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi gelatin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi asam fosfat pada perendaman tulang sapi terhadap rendemen, kadar abu dan viskositas dari gelatin yang dihasilkan yang merupakan beberapa indikator untuk menunjukkan kualitas gelatin. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pr odusen gelatin domestik dalam pr oses pembuatan gelatin.

MATERI DAN METODE

Tulang sapi yang digunakan adalah bagian

pah a atau “femur” diper oleh dar i Rumah Pemotongan Hewan Penggaron Kota Semarang, berjumlah satu pasang. Sebelum dilakukan pembuatan gelatin dilakukan analisis proksimat terhadap tulang sapi, untuk mengetahui komposisi dari tulang sapi antara lain analisis kadar air, kadar abu dan kadar protein. Tulan g yang akan digunakan untuk pembuatan gelatin terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa daging yang masih menempel pada tulang dan dilakukan proses penghilangan lemak (“degreasing”) dengan cara memasak selama 3 jam pada suhu 800 C. Setelah itu dilakukan pengecilan ukuran berkisar 2 – 4 cm2. Tulang yang telah mengalami “degreasing” dan pengecilan ukuran kemudian direndam dalam larutan 5% HCl selama 10 hari. Setiap dua hari sekali dilakukan penggantian larutan 5% HCl untuk menghindari perubahan konsentrasi larutan HCl. Tulang yang telah direndam dalam larutan asam ini disebut ossein dan dipisahkan dengan cara pen yarin gan . Selan jutn ya dilakukan pencucian dengan air. Ossein yang dihasilkan dari proses demineralisasi direndam dalam larutan asam fosfat dengan konsentrasi 1,25%; 2,5%; 3,75%; dan 5% (empat perlakuan) selama 48 jam. Selama peren daman kadan g-kadang dilakukan pengadukan. Selanjutnya ossein dinetralkan dengan cara dicuci menggunakan air, dilanjutkan menggunakan larutan NaOH 0,1N dan terakhir dicuci kembali menggunakan air. Setelah itu os-sein siap diekstraksi dengan menempatkan osos-sein dalam gelas beker dan ditambahkan air. Kemudian dipanaskan secara bertahap menggunakan waterbath pada suhu 650 C; 750 C; dan 850 C masing-masing selama 4 jam. Larutan gelatin yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu dan dilakukan pendinginan dalam refrigerator dengan tujuan untuk memadatkan gelatin. Gelatin yang telah berbentuk padat (gel) selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 600 C, selama 24 jam. Diagram alir pembuatan gelatin dapat dilihat pada Ilustrasi 1.

Variabel yang diamati adalah rendemen (AOAC, 1970), kadar abu (Yudiono, 2003) dan viskositas (Yudiono, 2003). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam, jika terdapat pengaruh perlakuan yang nyata dilanjutkan dengan dengan uji jarak ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995).

(3)

Tulang (bersih dari daging)

Degreasing (3 jam, suhu 800C)

Pengujian kadar air, abu dan protein tulang

Pengecilan ukuran (2 - 4 cm) Demineralisasi (HCl 5% selama 10 hari) Lemak Pencucian (dengan H2O) Proses Asam (1,25%; 2,5%; 3,75%; 5% H3PO4 selama 48 jam ) Penetralan (H2O; NaOH 0,1 N; H2O) Ekstraksi Bertahap (suhu 650C, 750C dan 850C selama 4 jam) Ca3(PO4)2 Larutan Gelatin Penyaringan Pendinginan (dalam refrigerator) Pengeringan (suhu 600C selama 24 jam)

Gelatin Kering

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran

Rendemen Pengukuran Kadar Abu

Pengukuran Viskositas

Analisis Data

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Tulang

Data hasil pengukuran analisis proksimat pada tulang “femur” sapi disajikan pada Tabel 1. Komposisi tulang selain tergantung pada spesies dan umur sapi, juga tergantung pada tipe tulang yang digunakan. Tulang “femur” sapi termasuk tulang yang kompak. Jenis tulang ini dipilih dengan alasan pada tulang yang kompak komposisinya relatif stabil dan mudah dipisahkan dari jaringan yang ada di sekitarnya sehingga baik digunakan sebagai sumber kolagen (Johns, 1977). Tulang “fe-mur” diperoleh dari rumah pemotongan hewan, karena menurut Hinterwaldner (1977), tulang jenis ini termasuk dalam “slaughterhouse bone” merupakan tulang yang diperoleh dari tempat pemotongan hewan, lebih sedikit kontaminasinya dan cocok untuk produksi gelatin.

Tahap demineralisasi dilakukan dengan penambah an 5% HCl berdasarkan metode Hinterwaldner (1977), sebab kerusakan minimal kolagen terjadi bila tulang didemineralisasi menggunakan 5% HCl. Untuk menghindari perubahan larutan 5% HCl, setiap hari larutan HCl diganti. Demineralisasi dilakukan dalam waktu 10 hari berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Setyorini (1994), peningkatan waktu pelarutan tidak mempengaruhi jumlah garam yang terlarut, sehingga waktu yang dipilih adalah 10 hari. Jumlah mineral yang tersisa dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia gelatin yang dihasilkan.

Untuk menghasilkan gelatin tipe A, setelah proses demineralisasi dengan larutan 5% HCl dilakukan perendaman dalam larutan asam anorganik. Penggunaan asam fosfat berdasarkan Imeson (1992), yaitu proses asam dilakukan dengan perendaman bahan baku larutan asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat.

Rendemen Gelatin

Rendemen merupakan salah satu nilai

penting dalam pembuatan gelatin. Semakin besar rendemen yang dihasilkan maka semakin efisien perlakuan yan g diter apkan den gan tidak mengesampingkan sifat-sifat lain. Rendemen merupakan perbandingan berat kering gelatin yang dihasilkan dengan berat tulang sebagai bahan baku. Data hasil pengukuran rendemen gelatin hasil penelitian disajikan pada Tabel 1.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap rendemen gelatin yang dihasilkan (P<0,05). Hasil uji lanjut menggunakan Uji Jarak Ganda Duncan seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara konsentrasi H3PO4 yang digunakan den gan rendemen gelatin yang dihasilkan. Uji Jarak Ganda Duncan menunjukkan bahwa T1 berbeda nyata (P<0,05) dengan T4, tetapi tidak berbeda nyata dengan T2 dan T3; T2 berbeda nyata (P<0,05) dengan T4, tetapi tidak berbeda nyata dengan T1 dan T3; T4 berbeda nyata (P<0,05) dengan T1 dan T2, tetapi tidak berbeda nyata dengan T3. Pengaruh konsentrasi H3PO4 yang jelas pada konsentrasi lebih dari 3,75% H3PO4 dan tertinggi pada konsentrasi 5% H3PO4.

Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan, penggunaaan konsentrasi kurang dari 3,75% H3PO4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap rendemen gelatin yang dihasilkan. Ken aikan r en demen gelatin ter jadi pada pengunaan konsentrasi diatas 3,75% H3PO4. Kenaikan rendemen gelatin pada proses asam terjadi karena proses pembukaan struktur kolagen yang mengakibatkan struktur kolagen menjadi semakin mengembang dan terbuka, seiring dengan kenaikan konsentrasi H3PO4 yang digunakan. Tingkat pembukaan struktur kolagen yang semakin tinggi menyebabkan jumlah kolagen yang terekstrak semakin banyak. Saleh et al (2002) menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen gelatin yang didapatkan dipengaruhi oleh lamanya proses perendaman dan konsentrasi larutan asam perendaman.

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Tulang Sapi

Kandungan (%) Komponen

Tulang Sampel Referensi *)

Air 12,31 14 – 44

Abu 53,25 16 – 33

Protein 11,30 1 – 27

*)

(5)

Ber dasar kan h asil an alisis tulan g didapatkan kadar protein sebesar 11,30%. Kadar protein tulang yang digunakan memiliki peranan penting terhadap tinggi rendahnya rendemen yang dihasilkan serta kualitas sifat fisik dan kimia gela-tin yang diinginkan. Menurut Ockerman dan Hansen (2000), komposisi dan kondisi tulang sebagai bahan baku sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari proses produksi gelatin.

Pada proses asam, kolagen yang merupakan prekursor pembentuk gelatin akan mengalami pembengkakan tetapi tidak mengalami denaturasi. Men ur ut Ben n ion (1980), pelar ut asam menyebabkan kolagen mengemban g dan menyebar, yang sering dikonversikan menjadi gela-tin. Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Menurut Ward dan Court (1977), proses asam mampu mengubah serat kolagen yang memiliki struktur tripel heliks menjadi rantai tunggal. Proses konversi kolagen menjadi gelatin terjadi saat kolagen yang telah membengkak mengalami proses ekstraksi. Kolagen yang telah membengkak akan dapat larut dalam air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kolagen yang telah mengalami perendaman asam atau basa dapat larut dalam air, dan gelatin terbentuk saat kolagen dipanaskan. Stuktur tripel heliks dari kolagen tersebut akan terpengaruh oleh panas, dan ketika didinginkan hidrogel tersebut akan memperoleh kembali pasangan tripel helik secara acak.

Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan rendemen gelatin dari T1 sampai T4 dipengaruhi oleh konsentrasi H3PO4, pengaruh yang tampak nyata terdapat pada perendaman diatas kosentrasi 3,75% H3PO4 dan tertinggi pada konsentrasi 5% H3PO4. Pada perendaman 1,25%; 2,5%; 3,75% dan 5% H3PO4 menghasilkan rerata rendemen sebesar 6,97%; 7,18%; 7,59%, dan 7,90%.

Kadar Abu Gelatin

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi H3PO4

dengan kadar abu gelatin yang dihasilkan. T1 berbeda nyata (P<0,05) dengan T3 dan T4, tetapi tidak berbeda nyata dengan T2; T2 berbeda nyata (P<0,05) dengan T3, tetapi tidak berbeda nyata dengan T1 dan T4; T3 berbeda nyata (P<0,05) dengan T1 dan T2, tetapi tidak berbeda nyata dengan T4; T4 berbeda nyata (P<0,05) dengan T1, tetapi tidak berbeda nyata dengan T2 dan T3. Dari T1 sampai T3 terjadi kenaikan kadar abu secara nyata, tetapi dari T3 ke T4 terjadi penurunan kadar abu secara tidak nyata.

Per lakuan perendaman H3PO4 yan g digunakan pada T1 sampai T3 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kadar abu sesuai dengan kenaikan konsentrasi yang diberikan. Perendaman 1,25% H3PO4 menghasilkan kadar abu sebesar 0,34%, mengalami kenaikan pada perendaman 2,5% H 3-PO4 menjadi 0,52%. Demikian pula pada perendaman 3,75% H3PO4 terjadi kenaikan tertinggi menjadi 0,82%, dan perendaman 5% H3PO4 mengalami penurunan menjadi 0,71%.

Kenaikan kadar abu gelatin yan g dihasilkan, berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi H3PO4. Hal ini disebabkan makin tinggi konsetrasi H3PO4 makin banyak PO43- (garam fosfat) yang terikat pada molekul kolagen selama proses asam, dan ikut terekstrak bersama kolagen saat proses ekstraksi. Kandungan abu yang terdapat pada gelatin yang dihasilkan berasal dari garam-garam mineral yang terkandung pada tulang sapi yang digunakan. Menurut Ockerman dan Hansen (2000), kadar abu sangat ditentukan oleh bah an baku yang digun akan dan metode pembuatan gelatin.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata hasil kadar abu gelatin berkisar 0,34% sampai dengan 0,82%. Kadar abu menunjukkan banyaknya min-eral yang terikat dalam suatu bahan. Kadar abu yang diperoleh dari semua perlakuan memenuhi standar mutu gelatin berdasarkan SNI 06. 3735. 1995, yaitu maksimum 3,25%, dan sesuai dengan kadar abu gelatin komersial Amerika yaitu sebesar

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rendemen Gelatin

Perlakuan Rerata Rendemen (%)

T1 6,97 a

T2 7,18 a

T3 7,59

ab

T4 7,90 b

(6)

0,3 – 2% (GMIA, 2001).

Viskositas Gelatin

Tabel 4 menun jukkan bahwa pada perendaman dengan konsentrasi 1,25%; 2,5%; 3.75%; dan 5% H3PO4 menghasilkan viskositas gelatin sebesar 17,23 mPoise; 18,38 mPoise; 21,20 mPoise; dan 18,93 mPoise.

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara konsentrasi H3PO4 dengan viskositas gelatin yang dihasilkan. Dari T1 sampai T3 terjadi kenaikan viskositas gela-tin (P<0,05), tetapi dari T3 ke T4 terjadi penurunan viskositas gelatin (P<0,05). Uji Jarak Ganda Duncan menunjukkan bahwa T1 berbeda nyata (P<0,05) dengan T3 dan T4, tetapi tidak berbeda nyata denganT2; T2 berbeda nyata (P<0,05) dengan T3, tetapi tidak berbeda nyata dengan T1 dan T4; T3 berbeda nyata (P<0,05) dengan T1, T2 dan T4; T4 berbeda nyata dengan T1 dan T3, tetapi tidak bereda nyata dengan T2.

Perlakuan yang diberikan pada T1 sampai T3 menunjukkan kenaikan viskositas yang nyata. Penggunaan asam H3PO4 pada proses asam memberikan pengaruh terhadap perubahan struktur kolagen menjadi menyebar atau membengkak, sehingga viskositas yang dihasilkan mengalami perubahan. Semakin tinggi konsentrasi H3PO4 yang digunakan, rantai asam amino strukturnya semakin terbuka menyebabkan rantai tersebut semakin pen dek dan ter jadi pen ur un an viskositas. Penggunaan H3PO4 menyebabkan struktur tripel heliks kolagen berubah menjadi struktur rantai tunggal. Berubahnya struktur rantai kolagen menyebabkan penurunan berat molekul gelatin.

Menurut Stainsby (1977), viskositas berhubungan dengan berat molekul rata-rata gelatin (mendekati linear). Sedangkan berat molekul rata-rata gelatin berhubungan langsung dengan panjang rantai asam aminonya.

Tabel 4 menun jukkan bahwa r erata viskositas gelatin yang dihasilkan berkisar antara 17,23 sampai dengan 21,20 mPoise. Viskositas yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan standar gelatin komersial Amerika yaitu berkisar antara 15 sampai 75 mPoise (GMIA, 2001).

KESIMPULAN

Konsentrasi H3PO4 berpengaruh terhadap rendemen, kadar abu dan viskositas gelatin yang dihasilkan. Rerata rendemen gelatin tertinggi sebesar 7,90% diperoleh dari perendaman 5% H3PO4, rerata kadar abu terendah sebesar 0,34% diperoleh pada perendaman 1,25% H3PO4 dan rerata viskositas terbaik sebesar 21,20 mPoise diperoleh dari perendaman 3,75% H3PO4. Dengan membandingkan hasil analisa secara keseluruhan maka perlakuan yang terbaik adalah perendaman H3PO4 5% karena menghasilkan rendemen sebesar 7,90%; kadar abu 0,71% dan viskositas 18,93 mPoise.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1970. Official Method of Analysis of The Association of Analytical Chemist. AOAC, Washington, DC.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Abu Gelatin

Perlakuan Rerata Kadar Abu (%)

T1 0,34 a T2 0,52 ab T3 0,82 c T4 0,71bc

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).

Tabel 4. Hasil Pengukuran Viskositas Gelatin

Perlakuan Rerata Viskositas (mPoise)

T1 17,23 a

T2 18,38 ab

T3 21,20

c

T4 18,93 b

(7)

2002. Badan Pusat Statistik, Jakarta. GMIA. 2001. Raw Material and Production of

Ed-ible Gelatins. (http //: www.gelatin.gmia.com/ gelatin/application/edible_gelatin/ diakses 22 November 2004)

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi II. UI Press, Jakarta (Diterjemahkan oleh E. Sjamsuddin dan J. S. Baharsjah).

Hinterwaldner, R. 1977. Raw material. In : A. G. Ward dan A. Courts (Eds.). The Science and Tech-nology of Gelatin. Academic Press, New York.

Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. Blackie Academic and Profesional, London.

Johns, P. 1977. The Structure and compositions of collagen containing tissues. In : A. G. Wards and A. Courts (Eds.). The Science and Tech-nology of Gelatin. Academic Press, Lon-don.

Ockerman, H.W., and C. L. Hansen. 2000. By-prod-uct Processing Utilization. CRC Presss. Rose, P. I. 1992. Inedible gelatin and glue. In :

A.M. Pearson and T. R. Dutson (Eds.). In-edible Meat By-Product. Advances in Meat

Research. Elsevier Applied Science, Lon-don.

Saleh, A. R., D. Setiawan, E. Rosihin, R. Wahyudin, S. Rahayu dan Abidin. 2002. Gelatin. Tekno Pangan dan Agroindustri. 1 (9) : 133-135. Setyorini, D. 1994. Kajian Proses Deminerlisasi dan

Liming dalam Ekstraksi Gelatin dari Kolagen Tulang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor (Skripsi Sarjana Pertanian).

Stainsby, G. 1977. The physical chemistry of gela-tin in solution. In : A. G. Wards and A. Courts (Eds.). The Science and Technol-ogy of Gelatin. Academic Press, London. Standar Nasional Indonesia. 06. 3735. 1995. Mutu

dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Yudiono, H. 2003. Karakteristik Fisikokimia Gelatin Hasil Perendaman Tulang Sapi dalam Campuran Ca(OH)2-CaCl2. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor (Skripsi Sarjana Sains)

Ward, A. G. dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, London.

Gambar

Ilustrasi 1.  Diagram Alir  Penelitian Gelatin Tulang Sapi  (Modifikasi dari  Rose, 1992)
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Tulang Sapi
Tabel  3  menunjukkan  bahwa  terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi H 3 PO 4

Referensi

Dokumen terkait

Selama 12 bulan terakhir, kayu yang diangkut dari blok tebangan ke luar areal (dari TPK Hutan Desa Dotte/KM 05 ke TPK Antara Botlol, dari TPK Hutan Desa Messa ke TPK

Pada gambar 3 dapat dilihat nilai kandungan sukrosa yang dilakukan aplikasiasam askorbat selama 4 bulan mengalami penurunan, sehingga pulih dari KAS hal ini

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan good corporate governance terhadap kinerja

Perbedaan jumlah BAL total dalam retentat dan permeat ditunjukkan dengan kisaran rejeksi antara 99,97 – 99,99 % atau dengan kata lain efisiensi proses pemekatan

Penelitian menggunakan desain eksperimental laboratorium in vitro yang dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak metanol Elephantopus scabr Linn yang

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe student team-achievement division lebih tinggi dari hasil belajar peserta didik pada materi operasi hitung bilangan bulat

Pengecualian terhadap batas usia, diberikan kepada orang yang masih dibawah umur atau belum dewasa berwenang melakukan perbuatan hukum tertentu yang diatur dalam undang-undang,

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG PADA PROYEK PEMBANGUNAN.. JEMBATAN