• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROSES PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BENZO(a)PIREN DALAM DAGING IKAN BAKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PROSES PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BENZO(a)PIREN DALAM DAGING IKAN BAKAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH PROSES PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA

BENZO(a)PIREN DALAM DAGING IKAN BAKAR Marliana, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong

Jurusan Kimia FMIPA UNHAS

ABSTRACT

Benzo(a)piren is one of carcinogenic substances formed as a result of incomplete combustion of organic compounds in foods. The research is purposed to minimize formation of benzo(a)piren in roasted fish by covering using banana leaf and aluminium foil during roasting process and also grilling using frying pan. Food covery is one way to minimize benzo(a)piren content because the foodstuff not directly contact with the flame and pyrolisis will not occur. Covering the food using aluminium foil is the best way to minimize benzo(a)piren content in roasted fish because after that food does not contain benzo(a)piren anymore. Covering the food using banana leaf could minimize b enzo(a)piren content rapidly (10.30 mg/kg became 3.69 mg/kg) as well as grilling using frying pan (10.30 mg/kg become 2.10 mg/kg).

Keywords: aluminium foil, benzo(a)pyrene, carcinogenic, frying pan and roasted fish

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pangan adalah salah satu kebutuhan primer manusia dan menjadi topik yang selalu menarik untuk didiskusikan. Hal ini tidak terlepas dari pesatnya pertumbuhan penduduk yang selalu berbanding lurus dengan permintaan bahan pangan. Besarnya kebutuhan pangan mendorong terciptanya berbagai inovasi dalam pengolahan bahan pangan. Pengolahan pangan dapat meningkatkan aroma dan cita rasa dari bahan pangan, namun di lain pihak dapat menyebabkan terbentuknya komponen-komponen yang bersifat toksik bagi tubuh (Prangdimurti dkk., 2013).

Berbagai cara pengolahan makanan yang sering dijumpai di masyarakat, dan salah satu yang paling digemari adalah makanan yang diolah dengan pemanggangan. Cara tersebut merupakan jenis pengolahan makanan favorit di Indonesia karena makanan yang diolah dengan pemanggangan memiliki aroma dan cita rasa yang khas dan nikmat.

Makanan-makanan tersebut peminatnya sangat banyak, sehingga bisnis kuliner tersebut menjamur dimana-mana, namun dibalik kelezatan ikan bakar, daging panggang dan produk sejenisnya, sebenarnya tersembunyi potensi bahaya yang timbul akibat proses pemanggangan/pemasakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sundararajan dkk. (1999) dan Food and Environmental Hygiene Department (FEHD) di Hongkong pada tahun 2004 menemukan lebih banyak molekul karsinogenik pada makanan panggang terutama pada produk hasil pemanggangan dengan kayu atau arang dibandingkan pengolahan yang lain sehingga makanan panggang sering dikaitkan dengan penyebab kanker. Peto (2001) menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan kejadian kanker disebabkan oleh molekul kimia dan aspek lingkungan. Senyawa karsinogenik yang dapat terbentuk akibat proses pemanggangan diantaranya adalah golongan kloropropanol, seperti 3-kloropropan-1,2-diol (3-MCPD); golongan heterosiklik amin, seperti 2-amino-1-metil-6-fenilimidazo

(2)

2 [4,5-b]piridin (PhIP); golongan hidrokarbon

aromatik polisiklik, seperti benzo(a)piren dan dibenzo(a,h)antrasen (Harvey 2011).

Salah satu molekul kimia karsinogenik yang terdapat pada makanan panggang adalah Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP). Molekul HAP adalah molekul kimia yang tersusun atas dua atau lebih cincin aromatik. Pemanasan bahan organik pada suhu tinggi, misalnya pemangggangan, diketahui dapat menyebabkan terbentuknya senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik melalui reaksi pemecahan bahan organik menjadi fragmen yang sederhana (pirolisis) dan pembentukan senyawa aromatik dari fragmen tersebut (pirosintetik) (Morret dkk., 1999; Cano-Lerida dkk., 2008).

Beberapa upaya untuk menurunkan kadar senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik dalam makanan panggang telah dilakukan seperti proses pemanasan sebelum pemanggangan, pembungkusan makanan saat pemanggangan (Farhadian dkk., 2011) dan penggunaan plastik LDPE untuk menyerap senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (Chen dan Chen, 2005). Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya kontak langsung makanan serta mengurangi waktu kontak dengan sumber panas.

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi lain dalam pengolahan ikan bakar yaitu dengan melakukan pembungkusan menggunakan aluminium foil dan daun pisang serta pembakaran menggunakan frying pan. Modifikasi ini bertujuan untuk mengurangi interaksi langsung antara ikan dengan sumber panas (api) sehingga pirolisis dapat dihambat dan dapat meminimalisasi pembentukan senyawa benzo(a)piren dalam ikan bakar tersebut.

METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel ikan bandeng yang diperoleh dari pasar tradisional, benzo(a)piren, diklorometan p.a, Na2SO4

anhidrat, naftalen, akuades, kertas saring, tissue, plastik para-film, arang, daun pisang dan aluminium foil.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peralatan gelas yang umum digunakan dalam laboratorium, ultrasonik, rotary evaporator, alat sentrifuge, oven, blender, frying-pan, alat pembakar ikan, neraca analitik dan Gas Liquid Chromatography Varian 430.

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober-Desember 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin serta Laboratorium Riset Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Larutan Induk Naftalen 1000 mg/L

Larutan induk naftalen 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan 0,025 gram naftalen dengan diklorometan. Setelah larut, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas dan dihomogenkan (Salenda, 2011).

Pembuatan Larutan Internal Standar Naftalen 50 mg/L

Larutan internal standar naftalen 50 mg/L dibuat dari larutan induk 1000 mg/L. Larutan induk 1000 mg/L dipipet sebanyak

(3)

3 0,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian

diencerkan dengan dikorometan hingga tanda batas dan dihomogenkan (Salenda, 2011).

Pembuatan Larutan Induk Benzo(a)piren 1000 mg/L

Larutan induk benzo(a)piren 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan 0,025 gram benzo(a)piren dengan diklorometan. Setelah larut, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas dan dihomogenkan (Salenda, 2011).

Pembuatan Larutan Standar Benzo(a)piren 50 mg/L

Larutan standar benzo(a)piren 50 mg/L dibuat dari larutan induk 1000 mg/L. Larutan induk 1000 mg/L dipipet sebanyak 0,5 mL ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan dikorometan hingga tanda batas. Larutan standar benzo(a)piren 50 mg/L dipipet sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan internal standar naftalena 50 mg/L sebanyak 0,5 mL lalu diinjeksi ke dalam kromatografi gas (Salenda, 2011).

Persiapan Sampel

Sampel ikan di bagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 (sampel ikan dibakar menggunakan arang), kelompok 2 (sampel ikan dilapisi dengan daun pisang dan dibakar menggunakan arang), kelompok 3 (sampel ikan dilapisi dengan aluminium foil dan dibakar menggunakan arang), kelompok 4 (sampel ikan dibakar menggunakan frying pan). Sampel kelompok 1-3 dibakar menggunakan arang dengan jarak pembakaran antara sampel dengan api 5 cm. Sampel kelompok 4 dibakar dengan menggunakan kompor gas. Keempat kelompok sampel diambil dagingnya kemudian dihaluskan dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ⁰C

hingga kering dan siap diekstraksi (Lukitaningsih dkk., 2001).

Ekstraksi Benzo(a)piren Menggunakan Ultrasonik

Sampel halus masing-masing diambil sebanyak 10 gram lalu diekstraksi dengan diklorometan 20 mL menggunakan ultrasonik selama 20 menit, kemudian dicentrifuge. Selanjutnya supernatan dipindahkan ke dalam labu evaporator, residu diekstraksi kembali dengan cara yang sama sebanyak 2 kali dengan 20 mL diklorometan menggunakan ultrasonik selama 20 menit. Hasil ekstrak/supernatan dikumpul pada labu evaporator dan pelarut diuapkan dengan menggunakan rotary vacumn evaporator hingga 5 mL, kemudian eveporat ditambahkan natrium sulfat anhidrat. (Lukitaningsih dkk., 2001 dan Salenda, 2011).

Analisis dan Kondisi Pengoperasian Gas Liquid Chromatography (GLC)

Hasil ekstraksi dipipet sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 mL internal standar naftalen, selanjutnya diambil menggunakan micro-syiringe sebanyak 2 µL dan diinjeksi kan ke dalam kolom GLC. Sebelumnya, alat dioptimasikan pada suhu oven 80 ºC dipertahankan selama 4 menit, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 200 ºC dengan kenaikan suhu 20 ºC/menit dan dipertahankan selama 2 menit, suhu ditingkatkan lagi menjadi 350 ºC dengan kenaikan suhu 20 ºC dan dipertahankan selama 16 menit. Suhu injektor diatur pada 260 ºC (Budijanto dkk., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Larutan Standar Benzo(a)piren

Analisis larutan standar benzo(a)piren dilakukan dengan menambahkan 0,5 mL

(4)

4 larutan standar naftalen 50 mg/L ke dalam

0,5 mL larutan standar benzo(a)piren 50 mg/L kemudian diambil dengan menggunakan micro syiringe sebanyak 2 µL dan diinjeksikan ke alat gas kromatografi. Larutan standar benzo(a)piren memiliki waktu retensi sekitar 18,05 menit.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat ditentukan faktor respon relatif (K) yaitu sebesar 0,3786. Faktor respon relatif ini merupakan perbandingan antara luas puncak internal standar naftalen dengan luas puncak benzo(a)piren, yang akan digunakan untuk penentuan kadar benzo(a)piren dalam sampel.

Analisis Sampel Ikan Bakar

Senyawa benzo(a) piren merupakan salah satu senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik yang memiliki karsinogenisitas paling kuat bagi manusia sehingga sering dijadikan standar bagi keberadaan senyawa HAP pada makanan.

Pada penelitian ini sampel dikelompokkan menjadi empat bagian berdasarkan cara pengolahannya. Sampel kelompok 1 adalah ikan yang dibakar langsung menggunakan arang tanpa dibungkus, sampel kelompok 2 adalah ikan yang terlebih dahulu dibungkus dengan menggunakan daun pisang lalu dibakar menggunakan arang, sampel kelompok 3 adalah ikan yang terlebih dahulu dibungkus dengan menggunakan aluminium foil lalu dibakar menggunakan arang, dan yang terakhir sampel kelompok 4 adalah ikan yang dibakar dengan menggunakan frying pan. Sampel kelompok 1-3 dibakar dengan jarak pembakaran antara sampel dengan api 5 cm, adapun sampel kelompok 4 dibakar menggunakan kompor gas dengan api kecil.

Data hasil analisis dari empat sampel ikan bakar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Analisis Sampel IkanBakar

Sampel Waktu retensi naftalen (menit) Luas puncak naftalen Waktu retensi benzo(a)piren (menit) Luas puncak benzo(a) piren Klp 1 7,97 1829,0 18,14 3980,9 Klp 2 7,96 1580,3 18,11 1230,6 Klp 3 7,96 1729,2 - - Klp 4 7,98 3046,4 18,14 1352,3 Keterangan:

Kelompok 1 = sampel dibakar menggunakan arang

Kelompok 2 = sampel dibungkus menggunakan daun pisang dan dibakar menggunakan arang

Kelompok 3 = sampel dibungkus menggunakan aluminium foil dan dibakar menggunakan arang

Kelompok 4 = sampel dibakar menggunakan frying pan

Dari data diatas dapat diperoleh kandungan senyawa benzo(a)piren dari keempat sampel ikan bakar yang dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah.

Keterangan:

Kelompok 1 = sampel dibakar menggunakan arang

Kelompok 2 = sampel dibungkus menggunakan daun pisang dan dibakar menggunakan arang

Kelompok 3 = sampel dibungkus menggunakan aluminium foil dan dibakar menggunakan arang

Kelompok 4 = sampel dibakar menggunakan frying pan

Gambar 1. Histogram Kandungan Senyawa Benzo(a)piren dalam Empat Kelompok Sampel Ikan Bakar

Gambar diatas menunjukkan bahwa sampel kelompok 1, yaitu sampel yang dibakar langsung menggunakan arang tanpa dilakukan pembungkusan terlebih dahulu

0.0000 500.0000 1,000.0000 1,500.0000 2,000.0000 2,500.0000 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 2.059,69 736,95 Trace 420,01 Ko n sent ra si B en zo (a )p ir en ( m g /k h g ) Sampel

Kadar Benzo(a)piren dalam Sampel Ikan Bakar

(5)

5 adalah sampel yang memiliki kandungan

senyawa benzo(a)piren paling tinggi yaitu sebesar 10,30 mg/kg. Selanjutnya kadar senyawa benzo(a)piren tertinggi kedua terdapat pada sampel kelompok 2 yaitu sampel yang dibungkus dengan menggunakan daun pisang dan dibakar menggunakan arang dan selanjutnya sampel kelompok 4 yaitu sampel yang dibakar dengan menggunakan frying pan dengan kandungan benzo(a)piren masing-masing sebesar 3,69 mg/kg dan 2,10 mg/kg. Adapun sampel kelompok 3 yaitu sampel yang terlebih dahulu dibungkus dengan menggunakan aluminium foil lalu dibakar dengan menggunakan arang tidak mengandung senyawa benzo(a)piren.

Kandungan benzo(a)piren yang terdapat dalam sampel di atas sangat besar dan melebihi nilai ambang batas yang dianjurkan. The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) memberikan batas asupan benzo(a)piren dalam makanan sebesar 10 μg/kg atau 10 ppb. Besarnya kandungan benzo(a)piren disebabkan karena proses pembakaran yang terlalu lama (overcooked) dan jarak pembakaran antara ikan dengan api yang terlalu dekat. Jarak dan waktu pembakaran merupakan variabel yang sangat berpengaruh pada pembentukan senyawa HAP selama proses pembakaran/pengasapan makanan (Pratama, 2012).

Kandungan benzo(a)piren yang tinggi pada sampel kelompok 1 disebabkan karena adanya kontak langsung antara daging ikan dengan sumber panas (api) yang akan meningkatkan terjadinya reaksi pirolisis lemak dan peluang terbentuknya senyawa HAP termasuk benzo(a)piren (Farhadiandkk., 2011).

Kandungan benzo(a)piren pada ikan bakar dapat diminimalisasi dengan cara pembungkusan, dan terbukti pada sampel

yang dibungkus dengan menggunakan daun pisang (kelompok 2) kandungan benzo(a)piren menurun, dari 10,30 mg/kg menjadi 3,69 mg/kg. Hal ini disebabkan karena dengan pembungkusan maka kontak langsung antara makanan dengan sumber panas dapat dihindari, sehingga peluang terjadinya pirolisis lebih kecil. Namun pembungkusan dengan menggunakan daun pisang belum memberikan hasil yang optimum untuk menurunkan kandungan benzo(a) piren dalam makanan, karena adanya kemungkinan daun pisang ikut terbakar selama proses pembakaran sehingga masih memberikan kandungan benzo(a)piren yang sangat besar dan belum memenuhi nilai ambang batas yang dianjurkan. Pembungkusan dengan menggunakan daun pisang lebih cocok untuk makanan yang diberi perlakuan pemanasan dengan microwave atau steam sebelum pemanggangan sehingga waktu pemanggangan lebih singkat. Namun ikan bakar yang dibungkus dengan menggunakan daun pisang memiliki aroma (flavour) yang unik dan lebih nikmat dibandingkan kelompok sampel yang lain (berdasarkan uji organo leptik sederhana).

Pemanggangan dengan menggunakan frying pan juga dapat menurunkan kandungan benzo(a)piren yang sangat signifikan dan kandungan benzo(a)piren yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan pembungkusan menggunakan daun pisang yaitu 2,10 mg/kg karena pembakaran tidak dilakukan menggunakan arang sehingga kemungkinan terjadinya proses pirolisis sangat kecil selain itu aroma ikan bakar yang dihasilkan dengan menggunakan cara ini masih terasa.

Pembungkusan dengan menggunakan aluminium foil dapat menurunkan kandungan benzo(a)piren dengan baik, dimana benzo(a)piren tidak terdeteksi pada sampel

(6)

6 kelompok 3. Hal ini disebabkan karena

sampel benar-benar tidak mengalami kontak dengan sumber panas, dan sampel menerima panas secara merata dan tidak berlebihan (< 300 0C). Dengan suhu yang tidak terlalu

tinggi tersebut pembentukan senyawa HAP termasuk benzo(a)piren tidak dapat terjadi. Namun pembungkusan menggunakan aluminiumfoil menghasilkan ikan bakar dengan aroma yang kurang nikmat dibandingkan sampel ikan bakar lainnya.

Pengolahan ikan bakar yang berbeda, selain memberikan kandungan benzo(a)piren yang bervariasi, keempat kelompok sampel ikan bakar juga memiliki aroma (flavor) yang berbeda-berbeda. Komponen-komponen baru yang akan terbentuk selama pembakaran kayu dan interaksi-interaksinya dengan bahan makanan dapat menyebabkan reaksi yang tak terhingga dan munculnya flavor. Komponen-komponen volatil yang beragam dan memberikan flavor tertentu akan muncul selama pengolahan makanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya perbedaan, kondisi pirolisis, dan tahap pengolahan yang digunakan. Variasi faktor-faktor yang terjadi menyebabkan kompleksnya komposisi kimia yang dihasilkan (Kostyra dan Pikielna, 2006). Pembakaran yang terkontrol, atau pirolisis kayu dapat mempengaruhi komponen yang terbentuk dan dengan demikian juga akan mempengaruhi flavor dan kualitas dari produk yang dihasilkan (Rozum, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sampel Ikan bakar yang diolah dengan metode yang berbeda juga mengandung senyawa benzo(a)piren yang berbeda. Kandungan benzo(a)piren tertinggi terdapat pada sampel ikan yang dibakar langsung tanpa pembungkusan, kemudian ikan yang dibungkus dengan menggunakan

daun pisang, dan ikan yang dibakar dengan menggunakan frying pan, dengan kandungan masing-masing sebesar 10,30 mg/kg, 3,69 mg/kg dan 2,10 mg/kg. Ikan yang dibungkus dengan menggunakan aluminium foil tidak mengandung benzo(a)piren.

Pembungkusan menggunakan aluminium dapat digunakan sebagai alternatif yang baik dalam pengolahan ikan bakar untuk menghasilkan makanan yang tidak mengandung senyawa benzo(a)piren yang bersifat karsinogenik.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

menggunakan cara lain dalam meminimalisir kand ungan benzo(a)piren dalam ikan bakar

misalnya penggunaan bumbu selama

pemanggangan.

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, S., Hasbullah, R., Prabawati, S., Setyadjit, Sukarno, dan Zuraida, I., 2008, Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan, Jurnal Pascapen, 5 (1): 32-40.

Cano-Lerida, L., Rose, M., and Walton, P., Polycyclic Aromatic Hydrocarbons dalam Bioactive compounds in Food, Terjemahan oleh Gilbert J., 2008, Blackwell Publishing, Oxford.

Chen, J., and Chen, S., 2005, Removal of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by Low Density Polyethylene from Liquid Model and Roasted Meat, Food Chem., 90: 461-469.

FEHD (Food and Environmental Hygiene Department), 2004, Chemical Hazard Evaluation Polycyclic Aromatic Hydrocarbons In Barbecued Meat, The Government of The Hong Kong

(7)

7 Special Administration Region, Hong

Kong.

Harvey, R.G., 2011, Historical Overview of Chemical Carcinogenesis, Penning TM editor, Philadelphia, Springer. Kostyra E., Pikielna N.B., 2006, Volatiles

Composition and Flavour Profile Identity of Smoke Flavourings, Food Quality and Preference, 17: 85-95. Lukitaningsih, E., Sudarmanto, A., dan

Noegrohati, S., 2001, Analisis Kandungan Senyawa Hidrokarbon Polisiklik Aromatik dalam Daging Olahan, Majalah Farmasi Indonesia, 12 (3): 103-108.

Morret S., Conte L., and Dean D., 1999, Assessment of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Content of Smoked Fish by Means of a Fast HPLC/HPLC Method, J Agric & Food Chem., 47: 1367-1371.

Peto, J., 2001, Cancer Epidemiology in The Last Century and The Next Decade, Nature, 411: 390-395.

Prangdimurti, E., Zakaria, F.R.. dan Palupi, N.S., 2013, Toksikan yang Terbentuk Karena Pengolahan Pangan, (online), (http://xa.yimg.com/kq/groups/20875 559/1558025962/name/modultopik7. pdf,diakses 15 Januari 2013).

Rozum J., 2009, Smoke flavor, Di dalam: Tarte R., editor, Ingredients in Meat Product. Properties, Functionality and Applications, New York, Springer Science, 211-226.

Salenda, Y., 2011, Analisis Senyawa Benzo(a)piren dalam Lumpur Lapindo Menggunakan Kromatografi Gas, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia, Universitas Hasanuddin.

Sundararajan, N., Ndife, M., Basel, R., and Green, S., 1999, Comparison of Sensory Properties of Hamburgers Cooked by Conventional and Carcinogen Reducing Safe Grill Equipment, Meat Sci., 51: 289–295.

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Sampel IkanBakar

Referensi

Dokumen terkait

Terakhir pada hari ke90 pemeliharaan, ikan kerapu bebek (C. altivelis) yang diberi pakan sumber lemak dari kedelei masih memberikan pertumbuhan paling tinggi menyusul

Berdasar pada hasil wawancara diatas dapat dianalisis bahwa anak tersebut tidak menyelesaikan permasalahan yang ada karena lupa tentang konsep limas serta

Konflik dapat diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan. 2 Selain itu konflik dikatakan juga sebagai suatu proses yang bila satu pihak merasakan bahwa

Mecidiye, düşman filotillası on bin metreye girince, 15 ve 12 santimetre ça­ pındaki toplarıyle ateş açmış; yarım saat süren top atışı sonucu, torpidobot­

Penciptaan karya tari tentang hubungan Anapanasati atau napas Buddha dalam struktur gerakan tari klasik Thailand dengan kesadaran dari masalah gerakan tari klasik

Dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan discovery learning dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemandirian belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 8

Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar matematika siswa kelas VIIIA MTs Aisyiah

Tabel 4.11 Tabel Nilai R dan Kuat Tekan Kolom II Pucang Gading Perbaikan dengan Bonding Adhesive Agent Menggunakan Hammer Test pada Umur 12 Bulan ... 57 Tabel 4.12 Tabel Nilai