• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori Tentang Kecemasan Komunikasi

a. Pengertian Kecemasan Komunikasi 1) Pengertian Kecemasan

Kecemasan dapat dialami oleh individu remaja maupun dewasa. Kecemasan tersebut dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Intensitas timbulnya kecemasan berbeda-beda antara individu satu dengan individu lainnya, tetapi apabila kecemasan ini timbul dalam intensitas yang sering maka akan memberikan pengaruh yang buruk pada keseimbangan hidup individu tersebut.

Terdapat banyak definisi tentang kecemasan yang diberikan oleh ahli. Menurut Calhoun dan Joan (Terjemahan R.S. Satmoko, 1990) berpendapat, “Sebagian ahli berpendapat kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam” (hlm. 208). Pendapat ahli lain yaitu menurut Hall dan Gardner Lindzy (Terjemahan Yustinus, 1993) yang menyatakan, “Kecemasan adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancaman-ancaman nyata atau luarnya dibayangkan terhadap keamanan seseorang” (hlm.281). Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang timbul karena adanya suatu keadaan yang dianggap sebagai bahaya yang mengancam individu, sehingga kecemasan menjadi semacam peringatan terhadap individu tersebut.

Beberapa ahli lain yang memberikan definisi kecemasan antara lain adalah Rudy Salan (dalam Etty, 2002) menyatakan, “Kecemasan merupakan perasaan yang sifatnya tidak menyenangkan, bervariasi dari perasaan yang sekadar saja sampai yang sangat menonjol dan mencekam” (hlm.23). Pendapat tersebut sejalan dengan Atkinson, dkk

(2)

commit to user

(Terjemahan Nurdjanah Taufiq dan Agus Dharma, 1991) yang menyatakan, “Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “kekhawatiran”, “keprihatinan”, dan “rasa takut”, yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda” (hlm.212). Hal ini dapat diartikan bahwa kecemasan merupakan perasaan tidak menyenangkan yang timbul dalam intensitas yang berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain sebagai reaksi dari adanya keadaan bahaya yang mengancam.

Kecemasan dibedakan menjadi dua jenis. Menurut Freud (dalam Rufaedah, 2012) menyatakan. “Kecemasan dibedakan menjadi kecemasan objektif dan kecemasan neurotik. Kecemasan objektif merupakan reaksi terhadap bahaya eksternal yang sifatnya lebih rasional dan alami. Sebaliknya kecemasan neurotik bersifat tidak rasional” (hlm.52). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat diuraikan bahwa objek kecemasan objektif merupakan hal yang nyata dan dapat dilihat, sedangkan objek kecemasan neurotik tidak nyata. Kecemasan neurotik merupakan perasaan yang timbul dari dalam diri individu sehingga individu tidak mengetahui alasan pasti kecemasannya.

Kecemasan objektif yang dialami individu seringkali disamakan dengan rasa takut, sedangkan kecemasan neurotis hampir serupa dengan yang diungkapkan oleh Nevid, dkk (Terjemahan Tim Fakultas Psikologi UI, 2002) yang menyatakan, “Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi” (hlm.163). Pendapat tersebut dapat berarti bahwa kecemasan timbul akibat adanya pikiran individu tentang suatu keadaan yang cenderung ke arah yang tidak menyenangkan dan dianggap sebagai bahaya, yang mungkin bisa terjadi atau tidak terjadi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan tidak menyenangkan yang timbul sebagai reaksi terhadap suatu keadaan yang dianggap sebagai ancaman

(3)

commit to user

dan bahaya, dengan intensitas yang berbeda-beda antar individu yang satu dengan yang lain.

2) Pengertian Komunikasi

Komunikasi dapat dikatakan sebagai kebutuhan dasar manusia. Komunikasi dilakukan setiap saat dalam kehidupan sehari-sehari. Komunikasi yang baik menjadi salah satu faktor yang menentukan kehidupan seseorang atau dengan kata lain keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi.

Terdapat banyak definisi komunikasi yang disampaikan oleh ahli antara lain menurut Effendy (1990) menyatakan, “Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang”. Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Musa, dkk (2012) yang menyatakan, “Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung (secara lisan) maupun tidak langsung (melalui media)…” (hlm.5). Ahli lain yang memberikan definisi komunikasi adalah DeVito (Terjemahan Agus Maulana, 2011) yang menyatakan :

Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noiser), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (hlm. 24).

Komunikasi memiliki beberapa bentuk, salah satunya adalah

personal communication. Salah satu jenis personal communication

adalah komunikasi antarpribadi (interpersonal communication). Menurut DeVito (Terjemahan Agus Maulana, 2011) definisi komunikasi dapat dilihat berdasarkan hubungan diadik, yaitu “Komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.” (hlm. 252). Berdasarkan

(4)

commit to user

pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang terjadi setiap saat. Hal ini karena individu yang melakukan komunikasi pasti memiliki hubungan yang jelas, misalnya peserta didik dengan guru dan antar peserta didik sebagai teman.

Komunikasi antarpribadi dapat memberikan pengaruh langsung kepada individu yang melakukannya. DeVito (Terjemahan Agus Maulana, 2011) menyatakan pendapatnya mengenai definisi komunikasi antarpribadi berdasarkan komponen yaitu “Komunikasi antarpribadi dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera” (hlm.24). Pengaruh langsung komunikasi antarpribadi sesuai dengan pendapat Effendy (dalam Liliweri, 1997) yang menyatakan, “Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap sebagai komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis” (hlm.12). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa individu perlu memiliki ketrampilan komunikasi antarpribadi yang baik untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Ketrampilan komunikasi antarpribadi harus dimiliki oleh semua individu termasuk remaja. Pada masa remaja, individu melakukan hal-hal yang produktif untuk mencapai keberhasilannya yang berpengaruh terhadap masa depan. Keberhasilan tersebut salah satunya ditentukan oleh keefektifan komunikasi antarpribadi yang dilakukan. Kehidupan masa mendatang individu akan terpengaruh apabila pencapaiannya gagal. Komunikasi antarpribadi dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan manusia termasuk dalam pendidikan. Komunikasi antarpribadi dalam bidang pendidikan misalnya adalah komunikasi antara guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik dalam kegiatan

(5)

belajar-commit to user

mengajar. Contoh komunikasi tersebut misalnya pada saat guru memberikan tugas akademik berupa tugas diskusi, dalam proses penyampaian tersebut terjadilah komunikasi antarpribadi antara guru dengan peserta didik. Selanjutnya, dalam pengerjaan tugas tersebut peserta didik akan melakukan komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Tugas yang telah selesai dikerjakan kemudian akan dipresentasikan dan terjadilah komunikasi antarpribadi antara peserta didik yang melakukan presentasi dengan peserta didik lain yang menjadi audien.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan tindakan penyampaian pesan berupa pikiran atau perasaan yang disengaja maupun tidak disengaja, dalam suatu konteks tertentu dan bertujuan untuk memberikan pengaruh kepada orang lain. Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi antarpribadi yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara satu orang dengan orang lain atau sekelompok kecil orang dengan umpan balik segera dan paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

3) Pengertian Kecemasan Komunikasi

Terdapat banyak istilah yang digunakan dalam menyebut kecemasan komunikasi. Menurut Rakhmat (2014) menyatakan “Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk menamai gejala kecemasan komunikasi, antara lain demam panggung, kecemasan bicara, atau yang lebih umum adalah stress kerja” (hlm. 65). Biasanya seorang individu akan mengalami kecemasan komunikasi apabila harus bekerja di bawah tekanan atau diawasi orang lain. Contohnya ketika peserta didik berpidato di depan kelas sebagai pelaksanaan tugas akademik yang diberikan maka peserta didik tersebut bisa mengalami kecemasan komunikasi karena diperhatikan oleh guru, teman-teman dan keberhasilan pidato akan berpengaruh terhadap nilainya dalam sebuah pelajaran.

(6)

commit to user

Kecemasan komunikasi merupakan salah satu hambatan bagi peserta didik terutama dalam bidang sosial. Menurut Jalaludin Rakhmat (dalam Olii, 2007) menyatakan, “Kecemasan komunikasi merupakan batu sandungan yang besar bagi seorang pembicara” (hlm.25). Hal tersebut dikarenakan peserta didik harus memiliki ketrampilan komunikasi yang baik untuk menjalin hubungan sosial dengan lingkungan dan mencapai tugas perkembangan.

Kecemasan komunikasi disebut juga dengan communication

apprehension. Mengenai definisi kecemasan komunikasi, Rakhmat

(2012) menyatakan, “Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagaicommunication apprehension”(hlm.107). Seorang individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan menghindar dari situasi komunikasi. Individu tersebut akan berbicara apabila sudah terpaksa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rakhmat (2012) yang menyatakan, “Orang yang aprehensif dalam komunikasi akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila hanya terdesak saja” (hlm.107).

Menurut beberapa ahli, kecemasan komunikasi merupakan tingkat kecemasan individu dalam berhubungan dengan orang lain, ahli yang menyatakan definisi tersebut adalah Richmond dan McCroskey (1989) yang menyatakan, “…communication apprehension, which is an

individual’s level of fear or anxiety associated with another person or

persons” (hlm.128).Ahli lain yang menyatakan pendapatnya adalah Daly dan McCroskey (dalam Ulandari, 2011) yang menyatakan, “Communication apprehension sebagai suatu ketakutan atau kecemasan

individu dalam berkomunikasi dengan individu lain, baik yang akan berlangsung atau sedang berlangsung” (hlm.13). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan secara konseptual bahwa kecemasan komunikasi adalah suatu kecemasan individu untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, baik yang sedang berlangsung atau akan berlangsung. Secara operasional kecemasan komunikasi adalah

(7)

commit to user

suatu kecemasan individu untuk melakukan komunikasi baik yang sedang berlangsung atau akan berlangsung, ditandai dengan adanya gejala-gejala fisiologis, psikologis dan perilaku secara umum yang muncul dan disebabkan oleh faktor tidak tahu cara memulai pembicaraan, kesadaran akan penilaian orang lain, lingkungan yang baru, memandang diri sendiri kurang baik, perbedaan pendapat dengan lawan bicara, serta pengalaman masa lalu.

b. Gejala-gejala Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi yang dialami individu memiliki gejala-gejala tertentu, baik yang terlihat maupun yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang mengalaminya. Rakhmat (2014) berpendapat :

Gejala-gejala kecemasan komunikasi yaitu 1) detak jantung yang cepat; 2) telapak tangan atau punggung berkeringat; 3) nafas terengah-engah; 4) mulut kering dan sukar menelan; 5) ketegangan otot dada, tangan, leher, dan kaki; 6) tangan atau kaki bergetar; 7) suara bergetar dan parau; 8) berbicara cepat dan tidak jelas; 9) tidak sanggup mendengar atau konsentrasi; dan 10) lupa atau ingatan hilang (hlm.66).

Ahli lain yang menyatakan pendapatnya mengenai gejala-gejala kecemasan komunikasi adalah Goudrey dan Spielbelger (dalam Oktavia, 2010) yang menyatakan, “Gejala kecemasan berbicara di depan umum dibagi menjadi tiga, yaitu 1) gejala fisiologis; 2) gejala psikologis; dan 3) gejala perilaku secara umum” (hlm.14). Penjelasan dari pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Gejala fisiologis.

Gejala fisiologis merupakan gejala fisik yang ditunjukkan individu yang mengalami kecemasan dan dapat dilihat oleh individu lain. Gejala tersebut ditandai dengan anggota badan yang gemetar, keringat pada telapak tangan, dahi dan leher, dan wajah memerah.

(8)

commit to user

2) Gejala psikologis.

Gejala psikologis merupakan gejala psikis yang dirasakan oleh individu yang mengalami kecemasan komunikasi dan tidak terlihat oleh individu lain. Gejala tersebut ditandai dengan kesukaran dalam menyusun pikiran atau mengungkapkan kata-kata seperti pidato di depan umum.

3) Gejala perilaku secara umum.

Gejala tersebut berupa sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh individu yang mengalami kecemasan komunikasi misalnya, berjalan-jalan di seputar ruangan, tidak dapat duduk terlalu lama, dan tidak dapat santai.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa gejala kecemasan komunikasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu gejala fisiologis, psikologis dan gejala perilaku secara umum.

c. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi yang dialami individu berpengaruh terhadap keefektifan komunikasi yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena komunikasi bertujuan untuk memberikan pengaruh kepada orang lain melalui gagasan, ide, maupun informasi yang diberikan. Tujuan komunikasi tersebut dapat tercapai melalui komunikasi yang efektif.

Terdapat beberapa faktor penyebab munculnya kecemasan komunikasi menurut beberapa ahli. Menurut Olii (2007) berpendapat:

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kecemasan komunikasi yaitu 1) tidak tahu apa yang harus dilakukan; 2) bagaimana memulai pembicaraan; 3) tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar; dan 4) kecemasan ini bukan saja untuk para pemula, juga berlaku bagi pembicara yang sudah terkenal sebagai pembicara yang baik. Karena ia berhadapan dengan situasi asing dan selain itu, ia tidak siap untuk berbicara (hlm.25)

(9)

commit to user

Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Kecemasan dapat terjadi karena individu tidak mengerti sikap yang seharusnya ditunjukkan di depan lawan bicara. Misalnya ketika individu bertemu dengan orang baru dan ingin berkenalan tetapi individu tersebut tidak tahu sikap yang harus ditunjukkan.

2) Bagaimana memulai pembicaraan.

Kecemasan dapat terjadi karena individu tidak mengetahui cara untuk memulai suatu pembicaraan yang dapat menarik perhatian pendengar atau lawan bicara. Hal ini bisa terjadi ketika peserta didik berada di depan kelas untuk presentasi tetapi teman-temannya masih ramai dan peserta didik tersebut tidak mengetahui cara yang tepat untuk memulai pembicaraan agar teman-temannya tertarik untuk mendengarkan.

3) Tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar.

Kecemasan terjadi karena individu tidak mengetahui hal-hal yang diharapkan oleh pendengar, sehingga individu tersebut merasa pembicaraan yang dia lakukan kurang menarik. Misalnya ketika istirahat seorang peserta didik ingin bergabung dengan teman-temannya untuk mengobrol, tetapi karena kecemasan komunikasi yang dialami akhirnya dia hanya menjadi pendengar atau bahkan memilih untuk menyendiri. Hal ini terjadi karena peserta didik tersebut tidak mengetahui harapan teman-temannya, dia merasa takut apabila pembicaraannya dianggap tidak menarik oleh teman-temannya.

4) Kecemasan ini bukan saja untuk para pemula, juga berlaku bagi pembicara yang sudah terkenal sebagai pembicara yang baik karena ia berhadapan dengan situasi asing dan selain itu, ia tidak siap untuk berbicara. Terdapat kemungkinan bahwa individu merasa persiapan yang dilakukan kurang karena belum pernah menghadapi situasi tersebut sebelumnya. Misalnya peserta didik harus melakukan presentasi di depan kelas untuk pertama kalinya, meskipun materi yang akan dipresentasikan sudah dipelajari tetapi peserta didik tersebut tetap merasa cemas.

(10)

commit to user

Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Rakhmat (2014) yang menyatakan :

Beberapa penyebab timbulnya kecemasan komunikasi yaitu 1) tidak tahu apa yang harus dilakukan; 2) individu tersebut tahu bahwa dia akan dinilai; dan 3) Kecemasan komunikasi dapat menimpa semua individu baik pemula maupun pembicara yang handal. Hal ini karena individu tersebut mungkin berhadapan dengan situasi yang asing dan ia belum siap (hlm.66).

Pendapat ahli di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam hal ini individu tersebut tidak tahu cara memulai pembicaraan, tidak tahu cara bersikap dan tidak tahu harapan pendengar sehingga dia mengalami sejumlah ketidakpastian. Misalnya ketika individu bertemu dengan orang baru dan ingin berkenalan tetapi dia tidak mengetahui cara memulai pembicaraan dan bersikap. Individu tersebut cemas karena takut apabila topik pembicaraan tidak sesuai dengan harapan lawan bicaranya. 2) Individu tersebut tahu bahwa dia akan dinilai.

Individu merasa gugup karena penilaian yang dilakukan dapat mengangkat maupun menjatuhkan harga diri seseorang. Hal ini dikarenakan individu tersebut lebih memperhatikan sisi negatif yang akan menjatuhkan harga dirinya daripada hal yang positif. Misalnya ketika peserta didik berada di depan kelas, dia mengalami kecemasan komunikasi karena menjadi pusat perhatian. Kecemasan itu muncul karena apabila dia salah dalam menyampaikan materi maka teman-temannya akan menertawakannya dan dia menjadi malu.

3) Kecemasan komunikasi dapat menimpa semua individu baik pemula maupun pembicara yang handal. Hal tersebut dimungkinkan karena individu berhadapan dengan situasi yang asing dan belum siap. Ketidaksiapan individu dapat terjadi karena situasi yang dihadapi berbeda dan merupakan hal baru.

Kecemasan komunikasi dapat muncul karena kegelisahan yang dialami oleh individu ketika harus berhadapan dengan orang lain untuk melakukan komunikasi. DeVito (Terjemahan Agus Maulana, 2011)

(11)

commit to user

berpendapat, “Faktor-faktor penyebab kecemasan berbicara di depan umum atau kecemasan komunikasi antara lain 1) hal baru; 2) status rendah; 3) kesadaran; 4) perbedaan; dan 5) pengalaman yang lalu (hlm.414). Pendapat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Hal baru yaitu situasi yang sifatnya baru dan belum pernah dialami individu serta berbeda dari situasi yang lain. Misalnya ketika peserta didik berada dalam forum diskusi untuk pertama kalinya maka dia mengalami kecemasan komunikasi yang ditunjukkan melalui sikapnya yang jarang berpendapat.

2) Status rendah yaitu kegelisahan individu yang muncul karena merasa bahwa orang lain merupakan pembicara yang lebih baik. Hal ini misalnya ketika guru memberikan tugas untuk melakukan pidato di depan kelas secara bergantian, peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi merasa jika teman-temannya lebih baik dalam berpidato dibandingkan dirinya sehingga dia menjadi semakin cemas.

3) Kesadaran yaitu kegelisahan individu yang meningkat apabila individu merasa menjadi pusat perhatian, misalnya ketika peserta didik melakukan presentasi di depan kelas.

4) Perbedaan yaitu kegelisahan individu yang meningkat apabila individu merasa bahwa pendengar memiliki sedikit persamaan dengannya. Misalnya ketika seorang peserta didik ingin menyampaikan pendapatnya yang berbeda dengan pedapat anggota lain dalam forum diskusi.

5) Pengalaman yang lalu yaitu kegelisahan individu yang dapat meningkat apabila individu tersebut memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan di masa lalu. Hal ini misalnya, individu pernah mengalami demam panggung. Terdapat kemungkinan meningkatnya kegelisahan apabila individu tersebut harus berbicara di depan umum. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kecemasan komunikasi adalah tidak tahu cara memulai pembicaraan, kesadaran akan penilaian orang lain, berada di lingkungan yang baru, yang

(12)

commit to user

baru, memandang diri sendiri kurang baik, perbedaan pendapat dengan lawan bicara, dan pengalaman masa lalu.

d. Dampak Kecemasan Komunikasi

Kecemasan yang dialami individu memiliki dampak dalam kehidupan individu termasuk dalam pendidikan, utamanya dalam belajar. Menurut Davidoff (Terjemahan Mari Juniati, 1991) menyatakan, “Kecemasan dapat mempengaruhi pemberian kode, penyimpanan dan/atau mengingat kembali” (hlm.64). Seorang individu yang mengalami kecemasan akan kesulitan untuk mengingat materi pelajaran yang sedang dipelajari. Hal tersebut juga berlaku terhadap kecemasan komunikasi. misalnya ketika seorang peserta didik mengalami kecemasan komunikasi ketika melakukan presentasi di depan kelas maka dia akan kesulitan dalam memaparkan materi presentasi dengan jelas. Selain itu, peserta didik tersebut juga kurang mampu menjawab pertanyaan dengan tepat di depan kelas.

Ahli lain yang memberikan pendapatnya adalah Calhoun dan Joan (Terjemahan R.S. Satmoko, 1990) yang menyatakan, “Kecemasan juga berpengaruh terhadap pemecahan masalah. Dan sebagai puncaknya dapat melumpuhkan semua fungsi kognitif” (hlm.211). Hal ini dapat terlihat misalnya pada saat kegiatan diskusi berlangsung. Peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi akan menjadi anggota pasif dan hanya memberikan pendapatnya apabila terpaksa. Peserta didik tersebut kurang mampu memberikan solusi untuk permasalahan yang sedang didiskusikan karena dia hanya berbicara secara singkat.

Kecemasan komunikasi juga berpengaruh terhadap motivasi dan prestasi belajar peserta didik, seperti yang diungkapkan oleh Elliot, dkk (dalam Hardjono, dkk, 2012) yang menyatakan :

(13)

commit to user

Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif terhadap penampilan belajar seseorang, salah satunya dapat meningkatkan motivasi belajar. Sebaliknya akan memberikan pengaruh yang buruk apabila kecemasan berada pada taraf tinggi. Pengaruh tersebut dapat berupa penurunan prestasi dan motivasi belajar (hlm.111).

Dampak kecemasan komunikasi juga diungkapkan oleh Berger, McCroskey dan Richmond (1989) yang menyatakan, “A person with high level of communication apprehension tends to avoid communication much of the time” (hlm. 128). Pendapat tersebut berarti bahwa individu yang memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi akan cenderung menghindari situasi komunikasi. misalnya peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi akan menjadi anggota pasif dalam forum diskusi dan presentasi. Hal ini akan berdampak pada prestasi belajarnya di sekolah karena peserta didik tersebut kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.

Terdapat penelitian tentang dampak kecemasan komunikasi antara lain seperti yang diungkapkan oleh Rakhmat (2012) yang menyatakan, “Penelitian lain menerangkan bahwa orang-orang yang aprehensif dalam komunikasi, cenderung dianggap tidak menarik oleh orang lain, kurang kredibel, dan sangat jarang menduduki jabatan pemimpin” (hlm.107). Peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung memiliki sedikit teman dan menjadi anggota dalam sebuah organisasi.

e. Mengendalikan Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi biasanya terjadi ketika individu melakukan komunikasi dengan beberapa orang, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar. Terdapat teknik maupun metode untuk mengendalikan kecemasan komunikasi tersebut. Beberapa di antaranya adalah menurut Rakhmat (2014) yang berpendapat :

(14)

commit to user

Ada dua metode mengendalikan kecemasan komunikasi. Pertama metode jangka panjang, yakni ketika kita secara berangsur-angsur mengembangkan ketrampilan mengendalikan kecemasan komunikasi dengan penyebabnya. Kedua, metode jangka pendek, yakni ketika kita harus segera mengendalikan kecemasan komunikasi pada waktu (atau sebelum) menyampaikan pidato. (hlm.68).

Pengendalian kecemasan komunikasi menggunakan metode jangka panjang membutuhkan waktu lama karena merupakan proses belajar, sedangkan metode jangka pendek merupakan metode yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan komunikasi yang membutuhkan penanganan segera.

Menurut Rakhmat (2014) menyatakan bahwa metode jangka panjang merupakan proses belajar yang panjang, sedangkan metode jangka pendek tersebut merupakan pintu darurat. Hal tersebut berarti bahwa metode jangka pendek dilakukan ketika individu harus segera mengendalikan kecemasan komunikasi yang terjadi pada waktu (atau sebelum) menyampaikan pembicaraan atau berkomunikasi. Berkaitan dengan metode jangka pendek, Rudolph E. Busby dan Randall E. Majors (dalam Rakhmat, 2014) menyatakan bahwa beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kecemasan komunikasi dengan segera yaitu hadapi gejalanya dengan menggunakan teknik-teknik relaksasi, tanamkan keberanian, dan memancing respon dari hadirin pada permulaan bicara dengan cara memberikan lelucon maupun mengajukan pertanyaan yang memancing pendengar. Melalui beberapa hal tersebut diharapkan kecemasan komunikasi yang dirasakan individu dapat segera berkurang.

Ahli lain yang berpendapat tentang cara mengendalikan kecemasan komunikasi adalah Goss, Thompson, & Olds; Watson & Dodd (dalam DeVito, Terjemahan Agus Maulana, 2011) yang menyatakan, “Kecemasan komunikasi yang disebut juga sebagai demam panggung, dapat dikendalikan melalui a) persiapan dan latihan; b) cari pengalaman; c) anggaplah demam panggung secara wajar; dan d) lakukan kegiatan fisik dan tarik nafas” (hlm.415). Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

(15)

commit to user

a) Persiapan dan latihan.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengenali materi yang akan diberikan dan latihan berbicara di ruangan yang akan dipakai sebagai tempat berpidato.

b) Cari pengalaman.

Pengalaman akan membantu pembicara untuk mengurangi demam panggungnya. Individu dapat mencari pengalaman dengan cara membiasakan diri untuk berbicara dalam kelompok-kelompok yang kecil kemudian dalam kelompok yang besar.

c) Anggaplah demam panggung secara wajar.

Individu akan mengalami kekhawatiran apabila berpikir bahwa orang lain baik itu pendengar maupun lawan bicara memiliki kemampuan yang lebih baik. Kekhawatiran tersebut harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi motivasi untuk melakukan persiapan yang matang dan melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuannya.

d) Lakukan kegiatan fisik dan tarik nafas.

Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kegelisahan individu misalnya, dengan melakukan gerakan-gerakan kecil dan menarik nafas dalam-dalam agar badan menjadi rileks. Materi yang harus disampaikan akan diingat apabila badan rileks.

Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Ruben dan Lea (Terjemahan Ibnu Hamad, 2013) yang menyatakan :

Kecemasan komunikasi dapat dikendalikan dengan beberapa teknik yaitu a) sikap; b) pengalaman; c) persiapan; d) gerak isyarat; e) ingatlah bahwa kebanyakan reaksi fisiologis tidak diperhatikan oleh audien; f) bicaralah kepada audien secara perseorangan, tidak sebagai kelompok; dan g) sadarilah bahwa audien adalah bersahabat dan menginginkan kesuksesan pembicara (hlm.399). Penjelasan dari pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

a) Sikap.

Anggaplah setiap kesempatan komunikasi publik sebagai sebuah tantangan untuk menyampaikan pesan kepada audien dalam jumlah

(16)

commit to user

besar, bukan sebagai hambatan yang harus diatasi. Bersikaplah sewajar mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi.

b) Pengalaman.

Pengalaman dapat memberikan kekuatan untuk mengendalikan kecemasan komunikasi. Ruben dan Lea (2013) berpendapat, “Semakin berpengalaman seseorang dalam situasi komunikasi publik maka semakin mudah untuk menghadapi situasi berikutnya” (hlm.399).

c) Persiapan.

Lakukan persiapan yang matang sebelum melakukan komunikasi publik meskipun komunikasi tersebut harus dilakukan secara spontan.

d) Gerak isyarat.

Gerak isyarat atau gesture seringkali dapat menjadi cara yang efektif untuk mengelola kecemasan komunikasi. Pelajarilah gesture alami untuk dapat menjangkau audien yang lebih besar misalnya dengan berjalan kea rah audien untuk mengajak berkomunikasi, senyum, dan gerakan tangan. e) Ingatlah bahwa kebanyakan reaksi fisiologis tidak diperhatikan oleh

audien.

Biasanya audien lebih memperhatikan isi pembicaraan daripada gerakan pembicara, maka buatlah isi pembicaraan menjadi semenarik mungkin. Audien akan memberikan tanggapan yang berupa empati apabila tanda-tanda kecemasan sedikit terlihat.

f) Bicaralah kepada audien secara perseorangan, tidak sebagai kelompok. Membuat kontak mata dengan individu di antara audien akan menolong untuk menyembuhkan kecemasan komunikasi.

g) Sadarilah bahwa audien adalah bersahabat dan menginginkan kesuksesan pembicara.

Audien menginginkan pembicara memberikan presentasi yang baik meskipun mereka tidak sependapat. Anggaplah audien sebagai kawan, bukan sebagai lawan.

Inti dari pengendalian kecemasan komunikasi adalah kesadaran individu bahwa audien adalah sahabat yang menginginkan kesuksesan

(17)

commit to user

pembicara. Audien menginginkan pembicara untuk memberikan presentasi yang terbaik. Lakukan yang terbaik semaksimal mungkin.

2. Alternatif Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Mengatasi Kecemasan Komunikasi

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling terdiri dari dua kata yang berbeda makna tetapi pelaksanaannya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Tohirin (2013) menyatakan bahwa secara etimologis bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu bimbingan (terjemahan dari kata “guidance”) dan konseling (terjemahan dari kata “counseling”) yang dalam praktiknya menjadi satu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah berjalan beriringan dalam upaya untuk menangani permasalahan peserta didik.

Mengenai definisi bimbingan Romlah (2006) berpendapat :

Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dan dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat (hlm.3).

Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Sukardi (2010) yang menyatakan, “Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri” (hlm.37).

Ahli lain yang memberikan definisi tentang bimbingan adalah Tohirin (2013) yang menyatakan :

(18)

commit to user

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mampu mandiri atau mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berlandaskan norma-norma (kode etik) yang berlaku (hlm.20).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh ahli (konselor) kepada individu atau sekelompok individu secara berkelanjutan dan sistematis dengan berlandaskan pada kode etik. Tujuan bimbingan yaitu agar individu atau sekelompok individu yang dibimbing dapat memahami diri sendiri, menyesuaikan diri dengan lingkungan, mengembangkan diri secara optimal dan menjadi pribadi yang mandiri.

Mengenai definisi konseling Prayitno dan Erman Anti (2004) menyatakan, “Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien” (hlm.105). Ahli lain yang menyatakan pendapatnya adalah Sukardi (2010) yang menyatakan :

Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang (hlm.38).

Terdapat ahli lain yang menyatakan definisi tentang konseling, yaitu Tohirin (2013) yang menyatakan :

Konseling adalah kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien yang didukung keahlian (expert) dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma (kode etik) yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien (hlm.24).

(19)

commit to user

Kesimpulan tentang definisi konseling yang dapat ditarik berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas yaitu konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan secara empat mata melalui wawancara antara ahli (konselor) dengan klien berdasarkan kode etik yang berlaku. Tujuan dari konseling adalah untuk mengatasi masalah yang dialami klien.

Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan dan konseling yang diungkapkan ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada klien berdasarkan kode etik yang berlaku. Tujuan dari bimbingan dan konseling adalah untuk membantu klien mengatasi masalahnya, memahami dirinya, menyesuaikan diri dengan lingkungan, mengembangkan diri secara optimal dan menjadi pribadi yang mandiri. Pada intinya layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan agar permasalahan yang dialami peserta didik dapat teratasi sehingga tidak menjadi hambatan dalam mencapai tugas perkembangannya.

Bentuk permasalahan peserta didik dapat bermacam-macam baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar, karir, keluarga, maupun keberagamaan. Salah satu permasalahan dalam bidang sosial yaitu kecemasan komunikasi yang berdampak pada bidang belajar, pribadi maupun bidang yang lainnya. Oleh karena itu, kecemasan komunikasi yang dialami peserta didik harus segera diselesaikan melalui bantuan konselor.

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki beberapa tujuan seperti yang diungkapkan oleh beberapa ahli. Terdapat ahli yang membagi tujuan bimbingan dan konseling menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Menurut Sukardi (2010) menyatakan bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sedangkan tujuan khususnya Sukardi (2010) menyatakan, “Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar

(20)

commit to user

dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karir” (hlm.44).

Ahli lain yang menyatakan pendapat adalah Tohirin (2013) yang menyatakan :

…tujuan bimbingan dan konseling adalah agar tercapai perkembangan yang optimal pada individu yang dibimbing. Dengan perkataan lain agar individu (siswa) dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang sesuai lingkungannya (hlm.33).

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi dan lingkungannya.

Berdasarkan pada beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling adalah untuk membantu peserta didik mencapai perkembangan dan tugas-tugas perkembangan secara maksimal sesuai dengan potensi dan lingkungan. c. Alternatif Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Mengatasi

Kecemasan Komunikasi

Proses pemberian bantuan dalam layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan secara mandiri maupun kelompok. Setelah diketahui latar belakang permasalahan yang berupa gejala-gejala yang ditunjukkan, faktor-faktor penyebab, serta dampaknya bagi peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi, maka guru BK dapat memberikan bantuan yang bertujuan untuk mengentaskan masalah tersebut. Beberapa alternatif layanan yang dapat digunakan guru BK untuk membantu peserta didik antara lain : 1) Bimbingan Kelompok

Terdapat beberapa ahli yang mengungkapkan definisi bimbingan kelompok. Menurut Romlah (2006) menjelaskan, “Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok” (hlm.3). Proses bimbingan untuk mengatasi kecemasan komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan

(21)

teknik-commit to user

teknik tertentu yang bertujuan untuk melatih peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi agar mereka dapat mengendalikan kecemasannya.

Ahli lain yang memberikan definisi bimbingan kelompok adalah Damayanti (2012) yang berpendapat, “Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli/klien” (hlm.34). Hal tersebut dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan tujuan untuk mencegah perkembangan permasalahan yang dihadapi peserta didik. Definisi bimbingan kelompok menurut Salahudin (2010) yaitu, “Teknik ini dipergunakan dalam membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah melalui kegiatan kelompok” (hlm.96). Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok dengan tujuan untuk memecahkan dan mencegah berkembangnya masalah melalui kegiatan kelompok.

Berkaitan dengan tujuan dari bimbingan kelompok, Damayanti (2012) menyatakan, “Tujuan layanan bimbingan kelompok adalah untuk melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi, dan mewujudkan tingkah laku yang lebih efektif serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal” (hlm.42). Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa melalui layanan bimbingan kelompok peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi dilatih untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi sehingga masalah kecemasan komunikasi dapat diminimalisir.

Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dilakukan di dalam kelas sesuai dengan pendapat Gazda (dalam Romlah, 2006) yang menyatakan bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok pada umumnya dilakukan di kelas dengan jumlah siswa antara 20 sampai 35 orang. Pendapat tersebut berarti bahwa bimbingan kelompok dapat diberikan kepada peserta didik dalam satu kelas.

(22)

commit to user

Beberapa teknik-teknik bimbingan kelompok yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan komunikasi antara lain :

a. Diskusi kelompok

Menurut Romlah (2006) menyatakan, “Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan” (hlm.89). Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi. Melalui diskusi kelompok, peserta didik dirangsang untuk meningkatkan kepercayaan dirinya sehingga mereka berani untuk mengemukakan pendapatnya.

b. Permainan peranan (role playing)

Istilah permainan peranan menurut Corsini, 1966 dan E.M. dkk, 1980 (dalam Romlah, 2006) memiliki empat arti. Namun, menurut Romlah (2006) permainan peranan dalam bimbingan dan konseling sesuai dengan arti yang keempat yaitu :

Sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, di mana individu memerankan situasi yang imaginatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan, menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain bagaimana seseorang harus bertingkah laku (hlm.99).

Pendapat tersebut dapat berarti bahwa melalui permainan peranan, peserta didik dibantu untuk dapat memahami dirinya sendiri dan permasalahan kecemasan komunikasinya. Peserta didik juga dibantu untuk meningkatkan keterampilan-keterampilannya dalam hal ini adalah keterampilan komunikasi dan mengetahui cara berperilaku yang tepat terhadap orang lain sehingga kecemasan komunikasi yang dialaminya dapat teratasi.

Terdapat beberapa jenis permainan peranan antara lain sosiodrama, psikodrama, permainan peranan terstruktur dan

(23)

commit to user

permainan peranan tidak terstruktur. Jenis permainan peranan yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan komunikasi yaitu psikodrama dan permainan peranan tidak terstruktur. Psikodrama menurut Corcy (dalam Romlah, 2006) yaitu,

Psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya (hlm.107).

Melalui psikodrama, peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi memerankan situasi yang dialaminya di masa lalau yang menjadi penyebab kecemasan komunikasinya. Tujuannya agar peserta didik tersebut lebih mengerti dirinya dan dapat melepaskan tekanan yang selama ini dirasakan.

Mengenai definisi permainan peranan tidak terstruktur menurut Romlah (2006) menyatakan :

Permainan peranan tidak terstruktur atau permainan peranan yang bersifat pengembangan adalah permainan peranan di mana hubungan antara pemeran utama dengan pemeran-pemeran lain dalam permainan tidak ditentukan oleh fasilitator tetapi oleh para anggota kelompok (hlm.117). Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa permainan peranan tidak terstruktur sama dengan psikodrama karena fasilitator hanya berperan untuk menyiapkan situasi dan anggota kelompok dapat dengan bebas berekspresi.

c. Permainan simulasi

Menurut Adams (dalam Romlah, 2006) menyatakan, “Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya” (hlm.118). Peserta didik diajak untuk berperan seperti ketika mereka terlibat dalam keadaan yang sebenarnya dan diajak

(24)

commit to user

untuk berdiskusi. Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara permainan peranan dan diskusi.

Menurut Romlah (2006) menyatakan, “Permainan simulasi cocok dipakai untuk memotivasi anak belajar, terutama bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurangmenarik” (hlm.119). Peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi diikutsertkan dalam permainan simulasi agar mereka termotivasi untuk belajar berbicara di depan kelas dan dalam forum diskusi. Tujuannya agar peserta didik dapatn mengendalikan kecemasan komunikasinya dan memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya.

2) Kunjungan Rumah (Home Visit)

Kunjungan rumah dilakukan sebagai tindak lanjut layanan BK yang telah diberikan. Melalui layanan kunjungan rumah, guru BK dapat mengetahui kondisi peserta didik yang sebenarnya. Menurut Sukardi (2010) menyatakan, “Kunjungan rumah yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik (klien) melalui kunjungan ke rumahnya” (hlm.83). Hal tersebut berarti bahwa kunjungan rumah dilakukan untuk melengkapi data dan membangun kerjasama dengan anggota keluarga dalam rangka untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapi peserta didik.

Ahli lain yang menyatakan pendapat adalah Prayitno (dalam Tohirin, 2013) yang menyatakan, “Kunjungan rumah bisa bermakna upaya mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan individu atau siswa yang menjadi tanggung jawab pembimbing atau konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling” (hlm.228). Kunjungan rumah perlu dilakukan untuk melengkapi data dan melakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh melalui metode lain, misalnya angket atau wawancara.

(25)

commit to user

Kunjungan rumah memiliki beberapa tujuan. Menurut Dewa ketut Sukardi (2010) menyatakan bahwa kunjungan rumah memiliki dua tujuan, yang pertama yaitu untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan serta permasalahan peserta didik dan kedua untuk pembahasan dan pengentasan masalah peserta didik. Pendapat serupa diungkapkan oleh Prayitno dan Erman Anti (1994) yang menyatakan :

Kunjungan rumah memiliki tiga tujuan utama, yaitu (1) memperoleh data tambahan tentang permasalahan siswa, khususnya yang bersangkut paut dengan keadaan rumah/orangtua; (2) menyampaikan kepada orangtua tentang permasalahan anaknya; dan (3) membangun komitmen orangtua terhadap penanganan masalah anaknya (hlm.332)

Berdasarkan pendapat tersebut maka kunjungan rumah dapat dilakukan apabila guru BK memerlukan data tambahan yang berkaitan dengan permasalahan peserta didik. Melalui kunjungan rumah diharapkan guru BK dapat mengetahui secara pasti keadaan peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi dan dapat melakukan kerjasama dengan orangtua/wali peserta didik untuk mengatasi permasalahan tersebut.

3. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian “Studi Kasus Tentang Kecemasan Komunikasi Peserta Didik Kelas XI SMK Swadaya Klaten Tahun Ajaran 2014/2015” yaitu :

a. Penelitian yang berjudul “Cope Method : Teknik Mengurangi Kecemasan

Komunikasi Pada Remaja” dilakukan oleh Anggun Resdasari Prasetyo dan Erin Ratna Kustanti, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang, pada tahun 2011. Hasil penelitian menyebutkan bahwa COPE

method merupakan salah satu metode alternatif yang paling tepat untuk

mengatasi kecemasan komunikasi yang dialami remaja. Metode tersebut dapat diterapkan atau dipakai di lembaga pelatihan komunikasi, di rumah,

(26)

commit to user

atau bisa juga di sekolah oleh guru BK. Diharapkan remaja dapat mengembangkan kompetensi komunikasinya melalui penerapan COPE

method.

b. Penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja” dilakukan oleh Ulva Ulandari, mahasiswi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada tahun 2011. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kestabilan emosi dan penerimaan diri berpengaruh terhadap kecemasan komunikasi interpersonal remaja. Sumbangan efektif kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal dapat dilihat dari koefisien determinan (R2) sebesar 0,445 atau 44,5%, terdiri dari sumbangan efektif kestabilan emosi sebesar 16,95% dan sumbangan efektif penerimaan diri sebesar 27,55%. Berdasarkan hal tersebut berarti masih terdapat 55,5% faktor lain yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal selain kestabilan emosi dan penerimaan diri.

B. Kerangka Berpikir

Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan individu karena menentukan keberhasilan maupun kegagalan individu dalam kehidupan. Komunikasi yang tingkatannya paling penting adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan individu sehari-hari untuk membangun hubungan sosial dengan lingkungan. Ketrampilan komunikasi antarpribadi yang dimiliki individu akan menunjukkan kompetensi interpersonalnya untuk membangun hubungan sosial yang baik sehingga individu tersebut dapat diterima oleh lingkungan.

Komunikasi dilakukan oleh semua individu dalam berbagai batasan usia termasuk remaja, yang termasuk di dalamnya adalah peserta didik kelas XI SMK. Komunikasi terjadi dalam berbagai bidang kehidupan individu, termasuk pendidikan. Komunikasi antarpribadi yang terjadi dalam pendidikan misalnya komunikasi dalam kegiatan belajar-mengajar, baik antara guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik.

(27)

commit to user

Kegiatan komunikasi yang berlangsung tidak terlepas dari adanya hambatan. Salah satu hambatan tersebut adalah kecemasan komunikasi yang ditandai dengan adanya gejala-gejala kecemasan komunikasi dan disebabkan oleh beberapa faktor. Kecemasan komunikasi tersebut memiliki dampak terhadap peserta didik.

Berdasarkan hal di atas, maka kecemasan komunikasi yang dialami peserta didik harus segera diatasi. Penanganan kecemasan komunikasi dapat dilakukan oleh guru BK di sekolah sesuai dengan karakteristik dan latar belakang kecemasan komunikasi peserta didik. Alternatif layanan yang dapat diberikan guru BK untuk mengatasi kecemasan komunikasi adalah bimbingan kelompok dan kunjungan rumah. Bimbingan kelompok diberikan untuk membantu peserta didik meningkatkan kemampuan komunikasinya dan mengatasi kecemasan komunikasi yang dialami. Melalui kunjungan rumah, guru BK dapat menjalin kerjasama dengan orangtua/wali peserta didik untuk membantu peserta didik mengatasi kecemasan komunikasi yang dialami.

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Peserta didik yang mengalami kecemasan komunikasi Alternatif layanan BK untuk mengatasi kecemasan komunikasi Kecemasan komunikasi Gejala-gejala Faktor penyebab Dampak kecemasan komunikasi Kunjungan rumah Bimbingan kelompok Cara mengatasi

Gambar

Gambar 2.1.   Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

52 Ibid., h.. kategori media standar maupun non standar. Sebagaiman kita ketahui bahwa sekarang ini kita telah berada pada dimensi kemajuan teknologiyang sangat dan

Hasil yang dari pengabdian ini adalah optimalisasi potensi wisata dengan dibuatnya penunjuk arah menuju tempat wisata, penambahan spot untuk swafoto di Air Terjun

Mevlânâ, gençken manevî terbiye yoluna girmeyi avantajla rıyla birlikte şöyle anlatır.. rıyla birlikte

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Disebut merepotkan, sebab Islam memiliki ajaran yang sangat fundamentalis yaitu rukun Islam dan rukun Iman, sehingga secara harfiah orang yang berpegang teguh kapada

Senyawa yang diisolasi dari tumbuhan terpilih Michelia champaca L., yaitu liriodenin memiliki aktivitas inhibitor topoisomerase I dan II yang merupakan salah satu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi massa karbon sekam padi pada perlakuan blender, sonifikasi, dan blender+sonifikasi menggunakan blender

Perubahan yang cepat tersebut antara lain adalah, (1) kebutuhan pangan bangsa terus meningkat, namun kebutuhan produk pangan dan serat dalam negeri diimpor dari luar