• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI (Studi Analisis Semiotik Representasi Pornografi Pada Iklan Finer di Televisi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI (Studi Analisis Semiotik Representasi Pornografi Pada Iklan Finer di Televisi)."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

IKLAN FINER DI TELEVISI

(Studi Analisis Semiotik Repr esentasi Por nogr afi

Pada Iklan Finer di Televisi)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Lisa Kusuma Dewi

0843010082

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J URUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

(2)

Oleh :

Lisa Kusuma Dewi

0843010082

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi

J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pada Tanggal 20 April 2012

PEMBIMBING UTAMA

TIM PENGUJ I :.

1.Ketua

Dr s. Kusnarto M.Si

J uwito S.Sos, M.Si

NIP. 19580801 198402 1001

NPT. 36704 95 00361

2.Sekr etaris

Dr s. Kusnarto M.Si

NIP. 19580801 198402 1001

3.Anggota

Dra. Her lina Suksmawati, M.Si

NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN

(3)

IKLAN FINER DI TELEVISI

(Studi Analisis Semiotik Repr esentasi Por nogr afi

Pada Iklan Finer di Televisi)

Disusun Oleh :

Lisa Kusuma Dewi

0843010082

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Meyetujui,

DOSEN PEMBIMBING

Dr s.Kusnarto, M.Si

NIP. 19580801 198402 1001

Mengetahui,

DEKAN

(4)

LISA KUSUMA DEWI, REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI ( Studi Analisis Semiotik Repr esentasi Por nogr afi Pada Iklan Finer di Televisi )

Iklan Finer merupakan iklan yang mendapatkan teguran dari pihak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pornografi pada iklan Finer di televisi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut John Fiske, yang terbagi dalam tiga level, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk menginterpretasikan penggambaran pornografi pada iklan Finer.

Berdasarkan hasil penelitian, iklan Finer sarat akan muatan pornografi. Pornografi ini divisualisasikan dengan penggunaan pakaian yang minim, gerak tubuh serta tereksploitasinya bagian dada, perut, pantat dan paha model dengan jelas yang menjadikannya pornografi.

Kata kunci : representasi, pornografi, Finer, Fiske

ABSTRACT

LISA KUSUMA DEWI, REPRESENTATION OF PORNOGRAPHY AT FINER ADVERTISING IN TELEVISION ( Analysis of Semiotic Study Representation of Pornography at Finer Advertising in Television)

(5)

Puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan karena dengan limpahan

rahmat,

hidayah

serta

karunia-Nya,

sehingga

skripsi

dengan

judul

“REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI”

(Studi Analisis Semiotik Representasi Pornogr afi Pada Iklan Finer di Televisi)

dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.Kusnarto, M.Si selaku

Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis.

Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu

berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1.

Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya atas inspirasi serta

tuntunan yang senantiasa mengilhami penulis sehingga menjadi diri yang

lebih sabar dalam mengerjakan skripsi.

2.

Kedua orang tua tercinta, Bapak Bambang Edi Sutrisno dan Ibu Pujiwati

yang telah menjadi orang tua terbaik atas pengorbanan dan kasih sayang yang

selalu lebih. Terima kasih karena senantiasa memberikan dukungan moril

maupun materiil kepada penulis selama hidup ini. Penulis hanya ingin

(6)

4.

Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi, Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

5.

Juwito, S.sos, Msi, sebagai ketua program Studi Ilmu Komunikasi FISIP

UPN “Veteran” Jatim.

6.

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.si seabagai sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

7.

Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi beserta staff karyawan FISIP

UPN “Veteran” Jatim.

8.

Dua saudara penulis yang tersayang, kakak Lolita Wahyu Puji.S dan adik

Julian Puji Prabowo yang telah menjadi saudara yang selalu memahami dan

mengapit penulis sebagai saudara nomor dua. Tetap menjadi saudara yang

baik, sayang dan berbakti kepada Ayah dan Ibu. Mari kita selalu menjaga,

menyenangkan serta membahagiakan Ayah dan Ibu.

9.

Buat gank huru-hara Angel, Ratih, Momo, Burky, Saphee, Pink, Citra, terima

kasih untuk semuanya. Kita benar-benar mengawali pertemuan pertemanan

kita dengan kekurangan kita untuk saling melengkapi. Semua pertengkaran

kita, awal kita untuk saling memahami satu per satu, bukan yang menjadikan

kita semakin jauh ataupun mantan teman. Kalian teman yang memberi

semangat penuh pada penulis selama empat tahun perkuliahan ini. 4 jempol

penulis julurkan ke kalian sebagai tanda terimakasih. (banyak hal tentang

kalian,terlalu susah untuk melupakan kalian karena kalian bukan lagi teman

(7)

kepada penulis dan pemberian motivasi penuh buat kelulusan penulis.

THANK’S FULL

!!!

11.

Buat X-Phose terima kasih atas pembelajaran akan kekeluargaan yang seru

dan pelajaran membidiknya, penulis jadi bisa mengeksplorasikan pemikiran

penulis ke sebuah karya seni tanpa batas.

12.

Buat

Ji.eL

,

my little story

curly boy & curly girl

”, terima kasih untuk

pembelajarannya hingga menjadikan penulis super galau selama dua tahun.

13.

Buat teman – teman kampus FISIP, KKN

Fourty2

, teman cangkruk di

lumpia, dulur SMPN 2 Sidoarjo angkatan 2002, dulur SMA Hangtuah 2

Sidoarjo angkatan 2005 serta teman rumah (Kartar RT 02), terima kasih

sudah menemani kembang kuncup pertemanan penulis dan menjadikan

penulis diri yang lebih dewasa.

14.

Teman seperjuangan skripsiku, Reni, Inge, Asti, Putut dan Delapan teman

yang lainnya, terima kasih atas bantuan dan semangatnya. Sukses semua !!!

15.

Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini,

untuk segala bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terimakasih.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kebaikan laporan ini.

Surabaya, 19 April 2012

(8)

Halaman

HALAMAN J UDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN UJ IAN SKRIPSI………….... ii

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ………..… iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi

ABSTRAK……….. xii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1

Latar Belakang Masalah………. 1

(9)

2.1.2. Periklanan Sebagai Proses Komunikasi... 11

2.1.3. Media Periklanan... 12

2.1.4. Definisi Iklan... 14

2.1.5. Jenis Iklan... 15

2.1.6. Kreatifitas Iklan ... 16

2.1.7. Semiotik... 16

2.1.8. Representasi... 18

2.1.9. Pornografi... 20

2.1.10. Undang – Undang Pornografi………... 23

2.1.11

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) & Standart Program Siaran (SPS)

dalam Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)………... 25

2.1.12 Respon Psikologi Warna... 26

(10)

3.2.1 Representasi………... 36

3.2.2 Pornografi………...

36

3.2.1 Corpus……….

37

3.3

Unit Analisis………..

40

3.4

Teknik Pengumpulan Data……….

42

3.5

Teknik Analisis Data………...

42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

………...

44

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

………..….

44

4.1.1 Gambaran Umum GOGOMALL Homeshopping

Products Company

………...

44

4.2

Penyajian Data dan Analisis Data

……… 46

(11)

4.2.2.5

Tampilan visual

shoot 9

……….………. 60

4.2.2.6

Tampilan visual

shoot 12

………..……….. 64

4.2.2.7

Tampilan visual

shoot 13

………..……….. 67

4.2.2.8

Tampilan visual

shoot 14

………...………. 70

4.2.2.9

Tampilan visual

shoot 15

……… 74

4.2.2.10

Tampilan visual

shoot 16

……… 77

4.2.2.11

Tampilan visual

shoot 19

……… 80

4.2.2.12

Tampilan visual

shoot 20

……… 83

4.2.2.13

Tampilan visual

shoot 21

……… 87

4.2.2.14

Tampilan visual

shoot 27

………...……… 90

4.2.2.15

Tampilan visual

shoot 28

………...……… 94

4.2.2.16

Tampilan visual

shoot 29

………...……… 96

4.2.2.17

Tampilan visual

shoot 43

…………...……… 99

4.2.2 Pembahasan ………. 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 105

(12)

Halaman

Lampiran 1

Shoot

Keseluruhan Video Finer ……… xv

(13)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia melalui adaptasi dari dan ke dalam sebuah sistem kehidupan manusia dan lingkungannya. Proses peralihan dan pertukaran informasi itu dilakukan melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun non verbal yang dipahami bersama. (Alo Liliweri,2001:5). Salah satu bentuk penyampaian komunikasi di dalam kehidupan sehari-hari yaitu iklan.

Setiap hari kita dijejali oleh ratusan tampilan iklan baik di televisi, radio, surat kabar, majalah ataupun media yang lainnya. Ada iklan yang menarik, kurang menarik atau bahkan sama sekali tidak menarik, sehingga kita tidak pernah ingat akan iklan yang tidak menarik tersebut. Nampaknya iklan dipercaya sebagai cara untuk mendongkrak penjualan oleh kebanyakan pengusaha yang punya anggaran yang besar untuk kegiatan promosi ( Sutisna, 2003:275).

(14)

Iklan telah lama digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan kebutuhan membeli bagi konsumen atau menjual berbagai produk barang ataupun jasa. Iklan dipandang sebagai “senjata” yang sangat ampuh bagi pengiklan untuk memasarkan produknya.

Dunn dan Barban (1978) menuliskan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan , lembaga non komersial maupun pribadi yang berkepentingan.

Seorang ahli pemasaran, Kotler (1991 : 237) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor. (Widyatama, 2007:15).

(15)

Tujuan periklanan pada umumnya adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli sebuah produk. Agar periklanan dapat menarik dan berkomunikasi dengan khalayaknya dalam cara tertentu sehingga membuahkan hasil yang diinginkan, pengiklan pertama - tama harus memahami khalayak mereka . Mereka harus mengakrabkan diri dengan cara berfikir para konsumen, dengan faktor-faktor yang memotivasi mereka serta dengan lingkungan dimana mereka hidup (Lee & Johnson, 2004:108).

Untuk menampilkan pesan iklan yang mampu membujuk, mampu membangkitkan dan mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan, memerlukan daya tarik bagi audiens sasaran. Daya tarik iklan sangat penting karena akan meningkatkan keberhasilan komunikasi dengan audiens (Sutisna, 2003:278). Namun sering kita jumpai di dalam mengiklankan suatu produk, produknya tidak ditampilkan secara langsung, daya tarik iklannya ditampilkan hanya melalui gambar logo dari suatu produk dan warna – warna logo beserta kalimat pesan yang mengandung makna konotasi.

(16)

media lebih cocok untuk konsumsi produk massal. Fokus perhatian karena siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audiens pada saat iklan itu ditayangkan. Ketiga, kreatifitas dan efek karena televisi merupakan media iklan yang paling efektif karena dapat menunjukkan cara bekerja suatu produk pada saat digunakan. Prestise karena perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi biasanya akan menjadi sangat dikenal orang. Waktu tertentu karena suatu produk dapat diiklankan di televisi pada waktu-waktu tertentu ketika pembeli potensialnya berada di depan televisi.

Semakin beragamnya iklan-iklan yang muncul di televisi, menuntut pihak produsen dan biro iklan untuk memproduksi iklan-iklan yang kreatif dan menarik perhatian para pemirsa. Namun dalam proses kreatifitas tersebut, seringkali kita temukan iklan-iklan yang memuat unsur pornografi dengan menggunakan simbol perempuan sebagai daya tarik. Pornografi adalah gambar – gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual (Bungin, 2005:124).

(17)

– iklan di televisi memicu timbulnya eksploitasi yang berlebihan dalam tubuh wanita sebagai daya tarik.

Di dalam masyarakat tontonan (society of spectacle), wanita mempunyai fungsi dominan sebagai pembentuk citra (image) dan tanda (sign) berbagai komoditi (sales girl, cover girl,model girl). Masyarakat tontonan menurut Guy Debord adalah masyarakat yang di dalamnya setiap sisi kehidupan menjadi komoditi dan setiap komoditi tersebut menjadi “tontonan”. Di dalam masyarakat tontonan, “tubuh wanita” sebagai obyek tontonan dalam rangka menjual komoditi atau tubuh itu sendiri sebagai satu komoditi tontonan mempunyai peran yang sangat sentral. Menjadikan tubuh sebagai “tontonan” bagi sebagaian wanita merupakan jembatan atau jalan pintas untuk memasuki pintu gerbang dunia budaya populer, untuk mencapai popularitas, untuk mengejar gaya hidup, dan untuk memenuhi kepuasan material tanpa menyadari bahwa mereka sebetulnya telah dikonstruksi secara sosial untuk berada di dunia marjinal, dunia objek, dunia citra, dunia komoditi (Ibrahim dan Suranto,2007:14).

(18)

fragmen-fragmen tubuh tersebut sebagai “penanda” (signifier) dengan berbagai posisi dan pose serta dengan berbagai asumsi “makna”. Tubuh wanita yang “ditelanjangi” melalui ribuan variabel, sikap, gaya, penampilan (appearence) dan kepribadian mengkonstruksi dan menaturalisasikan tubuhnya secara sosial dan kultural sebagai “obyek fetish” yaitu obyek yang “dipuja” (sekaligus dilecehkan) karena dianggap mempunyai kekuatan “pesona” (rangsangan, hasrat, citra) tertentu (Ibrahim dan Suranto, 2007:15).

Didalam wacana media, wanita diposisikan bukan sebagai “subyek” pengguna bahasa tetapi sebagai obyek tanda (sign object) yang dimasukkan ke dalam “sistem tanda” (signsystem). Bibir, mata, pipi, rambut, paha, betis, pinggul, perut, buah dada, semuanya menjadi fragmen-fragmen “tanda” dalam media patriarki yang digunakan untuk menyampaikan makna tertentu (Ibrahim dan Suranto, 2007:15).

(19)

dinikmati oleh seluruh lapisan dan seluruh kalangan baik tua, muda maupun anak-anak yang tidak semuanya memiliki kemampuan dalam mencerna pesan atau informasi yang disampaikan dalam iklan.

Salah satu iklan yang sudah beredar di televisi adalah iklan finer. Iklan finer menawarkan produk korset yang diperuntukkan khusus wanita. Dalam penayangan iklannya, produsen produk menggunakan model perempuan sebagai media peraga korset tersebut. Beberapa shoot pada iklan ditampakkan secara close up beberapa bagian tubuh model perempuan sebagai peraga alat korset tersebut misalnya bagian paha, dada, pantat serta menampakkan lekuk tubuh perempuan dengan jelas. Dan dalam penayangannya di televisi, iklan finer tayang pada jam sekitar pukul 07.00 sampai dengan 10.00 WIB.

(20)

menafsirkan pesan, makna, tanda dan gambar yang ditampilkan dalam iklan finer di televisi menggunakan teori dari John Fiske.

1.2Per umusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat ditarik rumusan yaitu “Bagaimana representasi pornografi pada Iklan Finer di televisi”.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui representasi pornografi pada Iklan Finer di televisi”.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

(21)

2.1

Landasan Teori

2.1.1. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi sering diartikan sebagai perpindahan (

transfer

) informasi (pesan)

dari pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan) melalui saluran (media)

tertentu dengan tujuan mencapai saling pengertian (

mutual understanding

) (Winarso,

2005:18).

Ada dua macam proses komunikasi, yaitu : secara tatap muka (primer) dan

secara media (sekunder). Komunikasi sekunder ini dilakukan dengan menggunakan

media nirmassa (dalam ckomunikasi kelompok tertentu) atau dengan menggunakan

media massa. Tujuan komunikasi sekunder ini antara lain adalah untuk mencapai

komunikan yang lebih luas, memungkinkan imitasi oleh lebih banyak orang dan

mengatasi batas ruang dan waktu (Winarso, 2005:18).

Proses komunikasi menggunakan media massa (televisi) disebut komunikasi

massa. Pengertian komunikasi massa menurut Bergner dalam (winarso, 2005:19),

adalah : “produksi dan distribusi secara institusional dan teknologis dari sebagian

besar aliran pesan yang dimiliki bersama secara berkelanjutan dalam masyarakat –

masyarakat industrial”.

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan penggunaan saluran (media)

yang mempunyai proses melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang

(22)

(

encoded

), disalurkan melalui sebuah saluran dan diberi kode oleh penerima

(

decoded

), tanggapan yang diamati penerima merupakan umpan balik yang

memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima (Winarso, 2005:20).

Jadi pada hakekatnya komunikasi massa sebenarnya sama seperti bentuk –

bentuk komunikasi yang lain, yaitu memiliki unsur-unsur komunikasi seperti sumber,

pesan, saluran, gangguan, tujuan, efek, umpan balik, dan konteks. Namun ada

beberapa hal yang membedakannya, terutama adalah sifat komunikasinya yang

umum, cepat dan selintas. Komunikasi massa massa dapat diartikan sebagai suatu

proses dimana komunikator secara profesional menggunakan media massa di dalam

menyebarkan pesannya untuk mempengaruhi khalayak banyak.

Televisi adalah salah satu media massa yang merupakan paduan radio

(

broadcast

) dan film (

moving picture

). Televisi terdiri dari istilah “

tele

” yang berarti

jauh “

vision

” yang berarti penglihatan. Segi “jauh” dihasilkan dengan prinsip radio,

sedangkan segi “penglihatan” oleh gambar (Effendi, 2000:174).

Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat melebihi media massa lainnya.

Kalau radio memiliki daya tarik yang kuat karena unsur-unsur vokal,musikdan efek

suara, maka televisi selain memiliki ketiga unsur-unsur itu juga memiliki unsur

visual berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam bagi penonton.

Daya tarik ini melebihi bioskop karena dapat dinikmati dirumah dengan santai, aman

dan nyaman.

Selain itu televisi menimbulkan dampak yang kuat bagi para pemirsanya,

(23)

televisi juga mampu menciptakan kelenyuran bagi para pekerja – pekerja kreatif,

yaitu adanya kombinasi gerak, kecantikan, suara, drama dan humor.

Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai media paling efektif

untuk menyampaikan misinya. Televisi mempuunyai kemampuan menjangkau

khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur.

Televisi dapat menjangkau khalayak sasaran yang tidak terjangkau oleh media massa

lainnya misalnya media cetak dan film. Televisi mempunyai kemampuan yang kuat

untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat

meluangkan waktunya dimuka televisi sebagai sumber berita, hiburan dan sarana

pendidikan.

Pada intinya televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan pemirsa dalam

era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Dimana pada saat ini

kebutuhan akan informasi sangat dibutuhkan sebanyak – banyaknya oleh pemirsa.

Oleh karena itu, kehadiran televisi menembus ruang dan jarak geografis pemirsa.

2.1.2. Periklanan Sebagai Proses Komunikasi

Periklanan sebagai salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi

fungsi pemasaran, maka apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu

saja harus lebih sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus

mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan

strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak keuntungan. Periklanan harus mampu

(24)

kebutuhan atau keinginan pembeli. Singkatnya, periklanan harus dapat

mempengaruhi pemilihan dan keputusan calon pembelinya. (Jefkins, 1997:15)

Periklanan juga dapat dikemukakan melalui definisi lain yang mengatakan

bahwa “periklanan merupakan cara menjual melalui penyebaran informasi”. Tentu

saja tidak sembarangan informasi yang perlu dikemukakan dan tidak semua

informasi merupakan iklan. Dengan demikian, periklanan itu merupakan proses

komunikasi lanjutan yang para khalayak ke informasi terpenting yang memang perlu

mereka ketahui mengenai sebuah produk. (Jefkins, 1997:16)

2.1.3. Media Periklanan

Media periklanan meliputi segenap perangkat yang dapat memuat atau

membawa pesan-pesan kepada calon pembeli. Ragam media tersebut sangat banyak

antara lain :

a.

Iklan Lini Atas (

Above the Line

)

Media periklanan lini atas (

Above the Line

) adalah media dalam beriklan dengan

menggunakan lima media yang memimpin (atau yang diutamakan) dalam sebuah

kampanye iklan, kelima media tersebut antara lain adalah : pers, radio, televisi,

bioskop dan media luar ruang. (Jefkins, 1997:86)

b.

Iklan Lini Bawah (

Below The Line

)

Lazimnya istilah

below the line,

digunakan untuk menyebutkan segala media

iklan yang ada diluar lima media yang memimpin (yang diutamakan) dalam

sebuah kampanye iklan. Media iklan lini bawah adalah media – media yang tidak

(25)

operasi plus sekian persen keuntungan, yakni mulai dari

directmail

, poster

pameran-pameran,

perangkat-perangkat

peragaan

(

display

),

selebaran

pengumuman penjualan dan berbagai media lainnya. (Jefkins, 1997:135)

Istilah

above the line

dan

below the line

diatas, meskipun sering dipakai untuk

membedakan pekerjaan biro iklan dan non biro iklan, sebenarnya diciptakan

Procter

dan

Gambler

untuk memisahkan aneka ragam iklan yang mereka

gunakan dalam memasarkan produk-produknya.

c.

Media Primer dan Sekunder

Media primer adalah media yang memimpin (atau yang diutamakan) dalam

sebuah kampanye iklan, sedangkan media sekunder adalah media – media yang

bersifat menunjang atau melengkapi. Pemilihan atas media ini mana yang primer

dan mana yang sekunder, tergantung pada apa yang diiklankan. Televisi boleh

jadi merupakan media primer untuk produk makanan, sedangkan poster diluar

ruangan (

outdoor

) selalu merupakan media utama untuk iklan film dan rokok,

directmail

untuk tawaran berlangganan majalah, katalog untuk produk tanggapan

langsung. (Jefkins, 1997:87)

Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori

above the

line

. Sesuai karakternya, iklan televisi mengandung unsur, gambar dan gerak.

(Widyatama, 2007:91)

Iklan televisi adalah “media” pemilik produk yang diciptakan oleh biro iklan,

kemudian iklan televisi disiarkan televisi dengan berbagai tujuan, diantaranya

(26)

memiliki segmen berdasarkan pilihan segmen produk. Segmen ini ditentukan untuk

memilih strategi media, agar iklan sampai pada sasaran. (Bungin, 2001:39)

Iklan, terutama iklan televisi, adalah sebuah aktifitas didalam dunia

komunikasi , karenanya cara kerja iklan juga menggunakan prinsip komunikasi.

Iklan televisi adalah media untuk mengkomukasikan individu (masyarakat pemirsa)

dengan materi (produk) yang diiklankan. (Bungin, 2001:40).

Sesuai medianya, iklan televisi adalah iklan yang ditayangkan melalui media

televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual dan

gerak. Bentuk pesan audio, visual dan gerak tersebut pada dasarnya merupakan

sejumlah tanda. Dalam kajian semiologi iklan adalah seperangkat tanda yang

berfungsi menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan dalam Widyatama, 2006:14).

2.1.4. Definisi Iklan

Jika dilihat dari fungsi dan tujuannya, maka iklan merupakan salah satu

bentuk komunikasi, hal ini dapat dicermati dari definisi iklan yang dikemukakan oleh

Arens, bahwa:

Iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi non personal yang biasanya

dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk-produk (barang jasa dan gagasan)

oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media (Arens dalam

Noviani, 2002:23).

Dari definisi diatas, terlihat bahwa iklan memiliki fungsi utama

menyampaikan informasi tentang produk kepada massa, ia menjadi penyampai

(27)

non verbal, dalam menjalankan fungsi komunikasinya. Dalam komunikasi

periklanan, ia tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat

komunikasi lainnya seperti gambar, warna dan bunyi.

Di sisi lain, iklan adalah sebuah bentuk tontonan yang mengiringi sebuah

produk, yang menawarkan citra-citra sebagai acuan nilai dan moral masyarakat

(baik/buruk, benar/salah). Padahal, citra-citra tersebut, sebagaimana yang dikatakan

oleh Haug, sesungguhnya adalah dalam rangka mengendalikan konsumen, seperti

sebuah suntikan bius. (Amir, 2002:289)

2.1.5. J enis Iklan

Secara umum iklan televisi dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu iklan

komersial dan iklan layanan masyarakat.

a.

Iklan komersial adalah iklan yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan

komersial dengan harapan bila ditayangkan, maka produsen akan

memperoleh keuntungan komersial. Misalnya iklan makanan dan minuman,

bumbu dapur, vitamin daan obat-obatan, pakaian dan perhiasan, kosmetika,

kendaraan, jasa pelayanan, peralatan rumah tangga, bahan bangunan dan

sebagainya. (Burhan Bungin, 2002).

b.

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bersifat nonprofit. Umumnya

iklan ini bertujuan memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan

pada masyarakat dalam rangka mengajak masyarakat berpartisipasi, bersikap

(28)

2.1.6. Kreatifitas Iklan

“Kreatifitas” adalah salah satu kata yang mungkin paling sering dan umum

digunakan dalam industri periklanan. Iklan bahkan kerap disebut dengan kata

“kreatif” saja. Mereka yang terlibat dalam produksi iklan sering disebut dengan “tim

kreatif”. Tanggung jawab tim kreatif adalah mengubah seluruh informasi mengenai

produk seperti atribut atau manfaat produk hingga tujuan komunikasi yang

ditetapkan menjadi suatu bentuk konsep kreatif yang mampu menyampaikan pesan

pemasaran kepada khalayak.

Pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan iklan yang kreatif ternyata

tidak sama. Salah satu pandangan mengatakan iklan kreatif adalah iklan yang mampu

meningkatkan penjualan produk. Pandangan lain mengatakan iklan yang kreatif

adalah iklan yang berasal dari ide orisinil, memiliki nilai artistik dan estetik serta

mampu memenangkan penghargaan. Pendapat lain menyebutkan iklan kreatif adalah

iklan yang mampu menarik perhatian dan mampu memberikan efek kepada audiens

(Morrisan,2007:265).

2.1.7. Semiotik

Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan

makna (Sobur,2004:15). Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata yunani

Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang

atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili

(29)

Menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana

kemanusiaan (

humanity

) memaknai hal-hal (

things

). Memaknai (

to signify

) dalam hal

ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (

to communicate

).

Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal

sama objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Barthes dan Kurniawan dalam Alex Sobur,2004:15)

Sedangkan menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang penandaan

dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna

dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya

apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.(Fiske,2004:282)

Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik,yakni:

1.

Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda,

cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara itu

terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia

dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2.

Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara

berbagai kode dilambangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau

budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk

mentransmisikannya.

3.

Kebudayaan tempat tanda dan kode bekerja. Ini pada gilirannya bergantung

pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan

bentuknya sendiri.

(30)

Dari beberapa pendapat di atas maka diketahui bahwa semiotika merupakan

ilmu yang mempelajari tentang tanda, tentang bagaimana memaknai tanda yang ada

dalam pesan komunikasi.

2.1.8. Representasi

Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada

tanda. (http: //kunci.0r.id/esai/nws/04/representasi.htm). Melalui representasi, ide-ide

ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Piliang (2003:21), dalam

bukunya Hipersemiotika, mengungkapkan bahwa representasi merupakan tindakan

yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa

tanda atau simbol. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam

proses pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia; dialog, tulisan, video,

film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui

bahasa.

Menurut Struat Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek penting

yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas,

kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari

kebudayaan yang sama jika manusia – manusia yang ada disitu membagi

pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara

dalam bahasa sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami

sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini

(31)

tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan ide – ide

tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara kita

mempresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan

dalam mempresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan

pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, kita

bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan rekletif. Bahasa berfungsi

sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang

ada didunia. Kedua, pendekatan intensional yakni kita menggunakan bahasa untuk

mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu.

Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita

percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Struat Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep

tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual).

Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa

berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam

kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat

menghubungkan konsep dan ide – ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan

simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan

mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta

konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai

(32)

merepresentasikan konsep – konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara sesuatu, peta

konseptual dan bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa.

Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama – sama itulah yang

dinamakan representasi.(Juliastuti, 2000:http//kunci.or.id/teks/04rep2.htm).

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang

bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam media

massa (Eriyanto, 2001:113).

2.1.9. Pornografi

Pornografi berasal dari bahasa Yunani, menurut

Webster’s New World

Dictionary

, kata “pornografi” terdiri dari dua suku kata yaitu porne =

a prostitute

(penggambaran mengenai pelacur/pelacuran);

graphein

=

to write

, yang artinya

menulis. Dengan demikian arti dari pornografi menurut

Webster’s New World

Dictionary

adalah tulisan atau penggambaran tentang kehidupan pelacur atau

mengenai pelacuran. (Lesmana, 1995:69-70)

Pornografi berdasarkan Undang – Undang Pornografi Bab I pasal 1 ayat 1

adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar,

sketsa,ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair,

percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk

media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan

(33)

Pornografi adalah bahan lukisan, gambar atau tulisan serta gerakan-gerakan

tubuh yang membuka dan mempertontonkan aura secara sengaja dan membangkitkan

nafsu birahi. (BP21, 2001:2)

Pornografi menurut Catherine Mc.Kinnon (1989) :

Adalah grafis yang menunjukkan subordinasi seksual perempuan secara

eksplisit melalui gambar atau kata-kata, termasuk dehumanisasi perempuan sebagai

objek sosial, benda, komoditas, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan atau

pemerkosaan (dengan jelas diikat, disayat, dimutilasi, disiksa atau, bentuk-bentuk

penyiksaan fisik); menggambarkannya sebagai sasaran pemuas seksual atau

perbudakan, dipenetrasi dengan menggunakan benda atau pemuas seksual atau

perbudakan secara biadab, cidera, penyiksaan, dipertunjukkan secara seronok atau

tak berdaya, tersiksa, tersakiti dalam konteks dan kondisi seksual tertentu.

Menurut Bungin, pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan

yang lebih banyak menonjolkan tubuh atau alat kelamin manusia. Sifatnya seronok

membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. (Bungin, 2005:124)

Pornografi adalah sesuatu yang berhubungan dengan persoalan-persoalan

seksual yang tidak pantas diungkapkan secara terbuka kepada umum. (Arief Budima,

1995:109)

Mohamad Said : segala apa saja yang dengan sengaja disajikan dengan

maksud untuk merangsang nafsu seks orang banyak. (Jassin, 1995:107)

Menurut Williams, porno harus memenuhi unsur (a) fungsi dan (b) isi. Fungsi

(34)

penggambaran yang sejelas-jelasnya segala sesuatu mengenai seks, antara lain organ

seks (alat vital), postur dan aktivitas seksual. (Komisi Williams, 2002:11)

Berdasarkan definisi, batasan, atau criteria diatas, sebuah

working definition

tentang pornografi ditawarkan disini. Disebut porno, segala karya manusia baik

berupa cerita, gambar, film, tarian maupun lagu yang diciptakan dengan maksud

sengaja untuk membakar nafsu birahi orang lain, sehingga merangsang syahwat serta

menimbulkan pikiran-pikiran jorok dibenaknya.

Salah satu bentuk yang dapat dikatakan pornografi yakni Pornoaksi.

Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh,

penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual sampai

dengan mempertontonkan beberapa organ tubuh seperti payudara dan alat vital yang

disengaja atau tidak sengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang

melihatnya. (Bungin, 2005:125)

Pada pornoaksi dipecah berdasarkan 2 sub kategori yaitu :

a.

Aksi Organ Seks

Yaitu penggambaran aksi yang mempertontonkan, menonjolkan langsung (

close

up

) organ seks baik pria maupun wanita (seperti payudara, paha, pantat, baik

dengan penutup atau tanpa penutup) yang menjadi objek baik secara jelas atau

semu yang dominan memberi rangsangan seksual. Misalnya menggunakan

pakaian-pakaian seksi, seperti pemakaian rok mini,

hot pants

(celana pendek

diatas lutut), tank top yang sengaja menampilkan belahan dada, dan juga

pakaian-pakaian yang sangat ketat yang lebih menonjolkan bagian tubuh tertentu untuk

(35)

b.

Aksi Aktifitas Seks

Yaitu penggambaran aksi yang tidak disengaja atau disengaja untuk memancing

bangkitnya nafsu seksual bagi yang menontonnya, seperti gerakan-gerakan yang

membangkitkan birahi. (Burhan Bungin, 2005:125)

2.1.10

Undang – Undang Pornografi

Undang – Undang pornografi adalah suatu produk hukum berbentuk undang

– undang yang mengatur mengenai pornografi. Undang – Undang ini disahkan

menjadi undang – undang dalam sidang Paripurna DPR pada 30 Oktober 2008.

Pada RUU Pornografi, definisi pornografi disebutkan dalam pasal 1 yakni

pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar,

sketsa,ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair,

percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk

media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan

hasrat seksual dan atau melanggar nilai – nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Latar belakang pembuatan RUU pornografi sepintas boleh dikatakan sangat

mulia dan nalar. Karena faktor rasa keprihatinan maraknya berbagai macam tindak

pornografi dikalangan masyarakat yang akibatnya dapat merusak moral generasi

muda, masyarakt dan bangsa. Legislator akhirnya memberantas dan mencegah

bahaya pornografi melalui pembuatan peraturan perundang – undangan.

(36)

a.

Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yanag Maha Esa, serta

menghormati harkat dan martabat kemanusiaaan;

b.

Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.

Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga Negara dari

pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

d.

Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

Untuk mencegah dan menangani persoalan pronografi, Presiden dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Isi pasal mengenai pornografi berdasarkan Undang – Undang Pornografi,

yakni :

a.

BAB I Pasal 1 ayat 1 : Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto,

tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak

tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi

dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

b.

BAB I Pasal 3 ayat e : mencegah berkembangnya pornografi dan

komersialisasi seks di masyarakat.

c.

BAB II Pasal 4ayat 1 item d : Setiap orang dilarang memproduksi, membuat,

memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

(37)

menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: (d) ketelanjangan atau

tampilan yang mengesankan ketelanjangan

d.

BAB II Pasal 4 ayat 2 item a : Setiap orang dilarang menyediakan jasa

pornografi yang:

(a)

menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan

ketelanjangan

e.

BAB II Pasal 6 : Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan,

memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh

peraturan perundang-undangan.

f.

BAB II Pasal 8 : Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan

dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

g.

BAB II Pasal 10 : Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain

dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan,

eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

2.1.11

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) & Standar t Pr ogram Siaran (SPS)

dalam Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)

Dalam menjalankan kewenangan KPI menyusun Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran ( P3 / SPS ) yang bertujuan untuk

memberikan acuan yang praktis dan memudahkan bagi kalangan masyarakat yang

ingin mengetahui dan memahami persoalan penyiaran secara utuh. Sehingga

(38)

persoalan-persoalan penyiaran yang berkembang dan menjadi perhatian luas

masyarakat.

Berkaitan dengan isi siaran maka pada pasal 36 ayat (5) (b) Undang-undang

nomor 32 tahun 2002 menyatakan bahwa isi siaran dilarang menonjolkan unsur

kekerasan,cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.

Isi pasal mengenai pornografi berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran ( P3 / SPS ), yakni :

a.

Pelanggaran SPS Bab X (Pembatasan dan Pelarangan Seksualitas) bagian ke

2 melanggar pasal 17 poin a :mengeksploitasi bagian-bagian tubuh yang

lazim dianggap dapat membangkitkan birahi, seperti paha, bokong, payudara,

dan/atau alat kelamin

b.

Pelanggaran P3 Bab III Pasal 5 item g pembatasan materi program siaran

terkait seksualitas;

c.

Pelanggaran P3 BAB X (Pembatasan Materi Program Siaran Seksualitas)

pasal 13 lembaga penyiaran wajib melakukan pembatasan adegan seksual,

sesuai dengan penggolongan program siaran

2.1.12 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna

juga dianggap sebagai suatu fenomena psikologi.

Respon psikologi dari masing-masing warna:

1.

Merah : Power,

energi,

kehangatan,

cinta,

nafsu,

(39)

putih,akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya

Oriental.

2.

Biru : Kepercayaan,konservatif,keamanan,

teknologi,

kebersihan, keteraturan.

3.

Hijau : Alami,sehat, keberuntungan pembaharuan.

4.

Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut

(untuk budaya barat), pengkhianat.

5.

Ungu/Jingga : Spiritual,misteri,kebangsawanan,

tranformasi,

kekerasan, keangkuhan

6.

Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

7.

Coklat : Tanah/Bumi, reability, comfort, daya tahan.

8.

Abu-abu : Intelektual, masa depan (kaya warna millenium),

kesederhanaan, kesedihan.

9.

Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan,

kematian, ketakutan, kesedihan, keanggunan.

10.

Hitam

: power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri,

ketakutan, kesedihan, keanggunan.

(http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.1html )

Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini

dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual

lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara,2005:109)

Warna mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang

(40)

2.1.13 Model Semiotika J ohn Fiske

John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam bukunya

Cultural And Communication Studies

, disebutkan bahwa terdapat dua persepektif

dalam mempelajari ilmu komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif

yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi

perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan,

metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna)

(Fiske, 2006:9).

John Fiske memperkenalkan konsep

the codes of television

atau kode-kode

televisi. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan muncul pada

sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode-kode tersebut saling berhubungan

dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja.

Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas penggunanya. Lebih

lanjut mengenai teori ini, kode ini digunakan sebagai penghubung antara produser,

teks dan penonton.

Teori yang dikemukakan John Fiske dalam

The Codes of Television

(Fiske,1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah di

encode

oleh

kode-kode sosial adalah sebagai berikut:

1.

Level Realitas

(Reality)

Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai

realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain:

(41)

(

environment

), kelakuan (

behaviour

), dialog (

speech

), gerakan (

gesture

), ekspresi

(

expression

), dan suara (

sound

).

2.

Level Representasi

Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Level representasi

berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain: kamera (

camera

),

pencahayaan (

lighting

), perevisian (

editing

), musik (

music

) dan suara (

sound

)

yang ditranmisikan sebagai kode-kode representasi yang besifat konvensional.

a.

Teknik kamera, jarak dan sudut pengambilan.

-

Long shot

: Pengambilan yang menunjukkan semua bagian dari objek,

menekankan pada background. Shot ini biasanya dipakai dalam shot yang

lebih lama dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.

-

Estabilishing shot

: Biasanya digunakan untuk mebuka suatu adegan.

-

Medium Shot

: Menunjukkan subjek atau aktornya dan lingkungannya

dalam ruang yang sama. Biasanya digunakan untuk memperlihatkan

kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat.

-

Close Up

: Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah dalam

detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan

konteksnya. Pengambilan ini memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari

seseorang, dan kadangkala digunakan dalam percapakan untuk

menunjukkan emosi seseorang.

(42)

-

Point of view

: Sebuah pengambilan kamera yang mendekatkan posisinya

pada pandangan seseorang yang ada dan sedang memperlihatkan aksi

lain.

-

Selective focus

: Memberikan efek dengan menggunakan peralatan optikal

untuk mengurangi ketajaman dari image atau bagian lainnya. Misalnya :

Wide angle shot

,

title shot

,

angle

shot

dan

two

shot

.

b.

Teknik Editing

-

Cut

: Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengmbilan sudut pandang

atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek

untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak

point of

view

, anda membentuk kesan terhadap image atau ide.

-

Jump cut

: Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

-

Motived cut

: Bertujuan untuk membuat penonton

segera ingin melihat

adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.

c.

Penggunaan Suara

-

Commentar voice-over narration

: Biasanya digunakan untuk

memperkenalkan bagian orang tertentu dari suatu program, menambah

informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk menginterpretasikan kesan

pada penonton dari suatu sudut pandang, menghubungkan bagian atau

sequences

dan program secara bersamaan.

(43)

-

Musik : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi

suatu adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan

emosional suatu adegan.

d.

Pencahayaan : Macamnya

soft and hard lighting

, dan

backlighting

. Cahaya

menjadi unsur media visual, karena cahayanya informasai dapat dilihat. Cahaya

ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda dapat

dilihat. Namun dalam perkembangannya ternyata fungsinya berkembang

semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau

bisa menunjang dramatik adegan (Biran,2006:43)

3.

Level ideologi.

Ideologi tidak hanya berisi kompleksitas arti sebuah pesan dimana sebuah

pesan yang dangkal ternyata mempunyai arti yang lebih dalam dan mempunyai

efek buat penontonnya. Kode sosialnya antara lain,

narrative

(narasi),

conflict

(konflik),

character

(karakter),

action

(aksi),

dialogue

(dialog),

casting

(pemeran).

Menurut Machiavelli

,

ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang

dimiliki oleh penguasa.

Ideologi dibagi menjadi 9 macam, yaitu Ideologi

Doktriner, Ideologi Pragmatis, Ideologi Sosialis (Komunisme), Ideologi

Anarkhisme, Ideologi Fasisme,Ideologi Kapitalis (Liberalis), Ideologi Demokrasi

Terpimpin, Ideologi Integralisme, Ideologi Campuran.

http://karyasiswa.smpn7

bgr.com

Dalam penelitian ini penulis menggunakan model semiotika John Fiske

(44)

memunculkan makna tertentu, sehingga dapat diteliti menggunakan level-level

yang dikemukakan oleh Fiske.

2.2. Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda dalam memahami

suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (

field of

experience

) dan pengetahuan (

frame of reference

) yang berbeda – beda pada setiap

individu. Begitu pula penulis dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan

pengetahuan penulis.

Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagai

macam informasi-informasi untuk meningkatkan pengetahuan, penalaran serta

hiburan bagi khalayak luas. Bukan hanya film, talkshow atau acara-acara lainnya,

iklan juga bersifat sama yakni menginformasikan maupun menghibur khalayak luas.

Dari berbagai media iklan ada, menurut Morissan (2007:187) iklan di televisi

memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan media yang lain. Pertama karena

daya jangkau yang luas karena siaran televisi saat ini sudah dinikmati oleh berbagai

kelompok masyarakat. Daya jangkau siaran yang luas ini memungkinkan pemasar

memperkenalkan dam mempromosikan produk barunya secara serentak dalam

wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara. Kedua karena selektivitas

dan fleksibilitas karena televisi sering dikritik sebagai media yang tidak selektif

dalam menjangkau audiensnya sehingga sering dianggap sebagai media lebih cocok

untuk konsumsi produk massal. Fokus perhatian karena siaran iklan televisi akan

(45)

kreatifitas dan efek karena televisi merupakan media iklan yang paling efektif karena

dapat menunjukkan cara bekerja suatu produk pada saat digunakan. Prestise karena

perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi biasanya akan menjadi sangat

dikenal orang. Waktu tertentu karena suatu produk dapat diiklankan di televisi pada

waktu-waktu tertentu ketika pembeli potensialnya berada di depan televisi.

Semakin beragamnya iklan-iklan yang muncul di televisi, menuntut pihak

produsen dan biro iklan untuk memproduksi iklan-iklan yang kreatif dan menarik

perhatian para pemirsa. Namun dalam proses kreatifitas tersebut, seringkali kita

temukan iklan-iklan yang memuat unsur pornografi dengan menggunakan simbol

perempuan sebagai daya tarik. Pornografi adalah gambar – gambar perilaku

pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia.

Sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang

secara seksual (Bungin, 2005:124).

Dalam penelitian ini, penulis memilih iklan Finer yang ditayangkan di

televisi, dikarenakan iklan finer merupakan salah satu iklan yang mendapat teguran

dari pihak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah.

Iklan finer menawarkan produk korset yang diperuntukkan khusus wanita.

Dalam penayangan innnklannya, produsen produk menggunakan model perempuan

sebagai media peraga korset tersebut. Beberapa

scene

pada iklan ditampakkan secara

close up

beberapa bagian tubuh model perempuan sebagai peraga alat korset tersebut

misalnya bagian paha, dada, pantat serta menampakkan lekuk tubuh perempuan

dengan jelas. Tampilan – tampilan tersebut merupakan tayangan yang kurang pantas

(46)

kurang baik bagi masyarakat yang melihatnya. Disamping itu dengan tampilan yang

seperti itu, iklan finer tayang pada pukul 07.00 sampai dengan 10.00 WIB, pada jam

tayang pagi ini rentan ditonton oleh anak – anak.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan

pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi tiga

level utama yaitu pada level realitas, level representasi dan level ideologi dalam iklan

finer di televisi sehingga di dapat representasi menyeluruh dari tampilan iklan

tersebut.

Adapun hasil kerangka berfikir diatas digambarkaan dalam bentuk bagan :

Gambar 2.2

Bagan kerangka ber fikir penelitian tentang

repr esentasi por nografi pada iklan finer di televisi

Iklan

Finer

Analisis Semiotik

John Fiske melalui

tiga tingkatan dalam

proses representasi

melalui penanda dan

petanda dalam tiap

shoot iklan finer

Hasil

Representasi

(47)

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Di dalam representasi pornografi pada iklan finer di televisi ini harus diketahui terlebih dahulu tanda-tanda yang terdapat di dalamnya. Adapun digunakannya metode deskriptif kualitatif karena metode ini akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode deskriptif kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong,1995:5), selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian ini.

(48)

berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian analisis yang dikemukakan oleh John Fiske untuk menginterpretasikan atau memaknai adegan yang menunjukkan pornografi pada iklan finer di televisi. Karena iklan ini merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.

3.2 Ker angka Konseptual 3.2.1 Repr esentasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, Yasraf Amir, 2006:24).

(49)

syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan atau melanggar nilai – nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Kini marak sebuah iklan beredar di televisi dengan tampilan yang semakin menarik dan kreatif. Semakin beragamnya iklan-iklan yang muncul di televisi, menuntut pihak produsen dan biro iklan untuk memproduksi iklan-iklan yang kreatif dan menarik perhatian para pemirsa. Faktor persaingan antar iklan,membuat para produsen tak habis akal memutar otak membuat tampilan iklannya menarik, hingga kurang memperhatikan isi dari tampilan iklannya.

(50)

ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesewenangan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah system kemiripan dan perbedaan yang lengkap, Corpus juga bersifat homogen mungkin, baik homogeni pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2000:70).

Corpus adalah kata lain dari sampel, bertujuan tetapi khusus untuk analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah iklan Finer.

(51)

Shoot 5 Shoot 6

Shoot 9 Shoot 12

Shoot 13 Shoot 14

(52)

Shoot 21 Shoot 27

Shoot 28 Shoot 29

(53)

sosialnya antara lain, appearance (penampilan), dress (kostum), make up

(riasan), environment (lingkungan), behaviour (kelakuan), speech (dialog),

gesture (gerakan), expressions (ekspresi), sound (suara) yang terdapat pada iklan finer.

2. Level kedua representation (representasi), adalah kode-kode sosial yang sudah ditetapkan berdasarkan realita yang sudah ditetapkan dan benar di dalam sebuah medium yang sudah di ekspresikan. Kode sosial antara lain

camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music

(musik), sound (suara) yang terdapat pada iklan finer. 3. Level ideologi.

Ideologi tidak hanya berisi kompleksitas arti sebuah pesan dimana sebuah pesan yang dangkal ternyata mempunyai arti yang lebih dalam dan mempunyai efek buat penontonnya. Kode sosialnya antara lain, narrative

(narasi), conflict (konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue

(dialog), casting (pemeran).

(54)

3.4 Tek nik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam film (iklan) ini dilakukan dengan teknik dokumentasi yang dibagi menjadi beberapa shoot dan mengamati iklan finer di media televisi secara langsung serta melakukan studi kepustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan sign/sistem tanda yang tampak pada adegan yang menunjukkan pornografi yang muncul pada iklan finer. Kemudian akan dianalisis menggunakan model semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, dengan cara memotong gambar dari tiap shoot

(55)

yakni : kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kekesalan, pengecaman, minat, ketakjuban dan tekat.

d. Gesture atau gerakan adalah komunikasi non-verbal yang dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan yang mencerminkan emosinya dari pemikiran orang tersebut.

Pada level representasi (representation) yang akan diamati meliputi teknik kerja kamera yaitu long shoot, medium shoot, dan close up. Pada teknik editing digunakan untuk memilih shoot yang menunjukkan pornografi. Penggunaan suara digunakan untuk mengetahui shoot - shoot yang menggunakan suara yang menjadi unsur pornografi. Dan pencahayaan digunakan untuk mengetahui karakter dari tokoh-tokoh pada iklan finer yang kemudian ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional.

(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambar an Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Gambar an Umum GOGOMALL Homeshopping Pr oducts Company

GOGOMALL Homeshopping “Smart Shopping, Happy Life!”

bergerak dalam bisnis multichannel Television Homeshopping di Indonesia dan Online Homeshopping Webstore.

GOGOMALL Homeshopping menghadirkan berbagai produk inovatif dan berkelas internasional dan berbagai kategori antara lain alat-alat masak, alat-alat-alat-alat rumah tangga, produk kecantikan dan kesehatan,

Slimming Bodysuit (baju pelangsing), asesoris, alat kontrol hama (pest control) serta produk-produk berkualitas lainnya.

(57)

GOGOMALL juga menawarkan kemudahan pembayaran dengan program GOGO-pay yakni cicilan 0% selama 6 dari 12 bulan bagi pengguna kartu kredit BCA, MANDIRI, MEGA dan PERMATA.

www.Gogomall.co.id atau www.gogomall.tv adalah webstore untuk

mengakses berbagai produk dan media menonton tayangan video TV dari setiap produk GOGOMALL melalui system Broadcast-Online. Selain itu juga media berbelanja secara instan dan nyaman melalui online-shopping

dalam webstore.

GOGOMALL Homeshopping siap menawarkan konsep “kehidupan yang serba Mudah dan Praktis” dan “Gaya hidup sehat” kepada konsumen, dengan mengundang berbagai pakar expert atau bintang tamu untuk berbagai acara atau event menarik yang diselenggarakan secara berkala untuk warga Indonesia.

Finer – Waist Line Body Shapper merupakan produk dari

(58)

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data

4.2.1 Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada iklan

Gambar

Gambar 2.2 Bagan kerangka berfikir penelitian tentang

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran kadar trigliserida dilakukan pada hari ke-0, setelah pemberian pakan diet tinggi lemak (hari ke-7), dan setelah perlakuan (hari ke-14).. Dari hasil uji Anova

Siswa yang mempunyai minat belajar akan senantiasa konsentrasi selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan cara menjaga suasana kelas tetap kondusif, tidak ramai atau

[r]

Warga Haiti telah belajar untuk menjadi masyarakat ulet dalam menghadapi rangkaian badai dahsyat dan sejarah panjang kekerasan serta ketidakstabilan, namun bencana terakhir ini

Analysis of sensitivity on the fattening beef cattle with coffee bran is required to see the extent of fattening cattle sensitivity to changes (deductions

A high blood level of retinol — from large amounts of vitamin A from food or supplements — apparently inhibits spe- cial cells that usually make new bone, revs up cells that

pembelajaran pair check dan peningkatan kemandirian belajar siswa. Berkenaan dengan bagaimana proses dari penerapan metode pembelajaran. pair check dalam meningkatkan

ada kekerasan, karena pada umumnya masa pacaran (dating) adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku.. dan kata-kata