GEDUNG D’SOYA HOTEL
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan dam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1)
Oleh :
ALFIAN EKA H.
0753010045
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
Dengan segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga Tugas Akhir dengan judul ”Perilaku Hubungan Dinding Struktur dengan Balok pada Struktur Sistem Ganda Gedung D’Soya Hotel” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun banyak mendapatkan bimbingan serta bantuan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tetapi dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh penyusun, hasil dari Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Meski demikian penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang terbaik.
Dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR. M.Kes., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN ”Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT. selaku Kepala Program Studi Teknik Sipil UPN ”Veteran” Jawa Timur dan dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi selama menyelesaikan Tugas Akhir ini. 3. Bapak Ir. Drs. Made D. Astawa, MT. selaku dosen pembimbing kedua yang
senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi selama menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini.
6. Ibu Novie Handajani ST.,MT selaku dosen pembimbing kerja praktek yang telah banyak memberikan pengarahan ketika saya melakukan kerja praktek di lapangan.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi Teknik Sipil yang telah membantu selama proses perkuliahan.
8. Rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang tua, ayah Ach. Musfai’e F. dan ibu Siti Subaini serta nenek Siti Maimunah yang selalu mendoakan saya, yang telah memberikan nasihat, dan motivasi demi kesuksesan saya. Dan juga kepada adik Alfianita Dwi Safira, terima kasih untuk kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
9. Semua anggota keluarga yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semua dukungan dan bantuannya.
10.Teman-teman “Gank Buntu” Septian Cripsi P., Thomas Arya P., Dedik Suhendrik P. dan Ahmad Hannafi, bantuan kalian adalah penyemangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
11.Teman-teman seperjuangan, angkatan 2007, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.
Semoga segala bantuan dan budi baik mendapat balasan dari Allah SWT. harapan penyusun, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Surabaya, Juni 2011
ABSTRAK ……….…….. i
KATA PENGANTAR ………….………...…. ii
DAFTAR ISI ………..………..……... v
DAFTAR TABEL ………...…. x
DAFTAR GAMBAR ……… xi
BAB I : PENDAHULUAN ………….………. 1
1.1. Latar Belakang ………... 1 1.2. Rumusan Masalah ………...………. 2 1.3. Maksud dan Tujuan ………... 2 1.4. Batasan Masalah ……… 3 1.5. Lokasi ………... 3 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …….……….. 4
2.1. Dasar Perencanaan Gedung Tahan Gempa ... 4
2.2. Struktur Rangka Kaku ... 4
2.3. Dinding Struktur ... 5
2.4.2.1. Konsep Gaya Dalam ... 10
2.4.2.1. Konsep Desain Kapasitas ... 12
2.4.3. Pola Keruntuhan Dinding Struktur ... 13
2.4.4. Perilaku Geser Panel Dinding Struktur ... 15
2.4.5. Hubungan Dinding Struktur dengan Balok ... 15
2.4.6. Komponen Batas untuk Dinding Struktur Beton Khusus ... 18
2.5. Sistem Ganda atau Dual System ... 19
2.6. Konfigurasi Struktur Gedung ... 19
2.6.1. Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal ... 21
2.6.2. Wilayah Gempa (WG) ... 21
2.6.3. Pengaruh P - Δ ... 22
2.6.4. Pembatasan Penyimpangan Lateral ... 22
2.6.5. Syarat Kekakuan Komponen Struktur ... 23
2.7. Konsep Desain Perencanaan Gempa dengan Sistem Ganda ... 23
2.7.1. Dimensi Balok dan Kolom ... 23
2.7.2. Penulangan Balok dan Kolom ... 24
2.7.3. Beban Gempa Statik Ekuivalen ... 25
2.7.4. Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan ... 28
2.7.5. Geser Rencana ... 30
2.7.9. Panjang Penyaluran ... 36
2.7.10. Hubungan Balok Kolom ...,,... 36
BAB III : METODOLOGI PERENCANAAN ... 38
3.1. Umum ... 38
3.2. Data – Data Perencanaan ... 38
3.2.1. Data Gedung ……….… 38
3.2.2. Data Mutu Bahan ……… 39
3.3. Peraturan – Peraturan yang Dipakai ... 39
3.4. Metodologi Perencanaan ... 39
3.5. Analisa Struktur ... 40
BAB IV : PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA ………….…….. 42
4.1. Data Mutu Bahan ... 42
4.2. Perencanaan Dimensi Balok ... 42
4.3. Perencanaan Dimensi Kolom ... 45
4.4. Data Perencanaan Struktur Utama ... 45
4.5. Perhitungan Pembebanan Pelat ... 46
4.5.1. Pelat Atap ... 46
4.5.2. Pelat Lantai ... 46
4.5.3. Perhitungan Beban P Balok Anak Portal Melintang .... 48
4.6. Berat Tiap Lantai ... 51
4.6.1. Berat Lantai Atap ... 51
4.7.2. Perhitungan Beban Geser Dasar Nominal (V) ... 65
4.7.3. Daktilitas Struktur Bangunan ... 65
4.7.4. Distribusi Beban Gempa Nominal (Fi) ... 66
4.7.5. Memeriksa T1 dengan Trayleigh ... 67
4.8. Pembatasan Penyimpangan Lateral ... 68
4.8.1. Kontrol Batas Layan Δs ... 68
4.8.2. Kontrol Batas Ultimit Δm ... 68
4.9. Kontrol Balok Akibat Momen Lentur... 69
4.9.1. Balok Induk 40/60 ... 69
4.9.2. Balok Induk 40/70 ... 77
4.9.3. Balok Induk 30/40 ... 83
4.10. Perencanaan Tulangan Geser Balok ... 89
4.10.1. Kontrol Retak ... 92
4.11. Perhitungan Kolom ... 93
4.11.1. Perhitungan Kekakuan Lentur Komponen Kolom .... 94
4.11.2. Panjang Tekuk Kolom (Ψ) ... 95
4.11.3. Cek Persyaratan ”Strong Coloumn Weak Beam”... 96
4.11.4. Kontrol Kelangsingan Kolom... 99
4.11.5. Daerah Sendi Plastis ... 100
4.11.6. Perencanaan Pengekangan Kolom ... 101
4.11.7. Penulangan Transversal ... 102
4.12.2. Hubungan Balok Kolom Tepi ... 110
4.13. Desain Dinding Struktural Beton Khusus (DSBK) ... 111
4.13.1. Perhitungan Tulangan dan Geser Rencana Dinding Struktur ... 111
4.13.2. Perhitungan Deformasi pada Dinding Struktur ... 114
4.13.2.1. Deformasi Akibat Gaya Geser (δsn) ... 115
4.13.2.2. Deformasi Akibat Gaya Lentur (δsn) ... 118
4.13.2.3. Deformasi Akibat Perpindahan Horisontal (Dw) ... 120
4.13.2.1. Deformasi Akibat Amblas Pondasi ... 120
4.14. Hubungan Dinding Struktur dengan Balok ... 121
4.14.1. Perhitungan Interaksi Dinding Struktur dan Portal dengan Cara Iterasi Muto ... 122
4.14.1. Penulangan Perkuatan Hubungan Balok dengan Dinding Struktur ... 127
BAB V : KESIMPULAN ………..….…….. 129 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.1. Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami
fundamental struktur ... 26
Tabel 2.2. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan ...………..….... 27
Tabel 4.1. Pembebanan Pelat Atap ... 49
Tabel 4.2. Pembebanan Pelat Lantai ... 50
Tabel 4.3. Berat Bangunan Tiap Lantai ... 64
Tabel 4.4. Gaya Gempa Tiap Lantai dengan T1 = 0,845 ... 66
Tabel 4.5. Analisa Trayligh akibat gempa arah melintang... 67
Tabel 4.6. Analisa Δs akibat gempa ... 68
Tabel 4.7. Analisa Δm akibat gempa ... 69
Tabel 4.8. Penulangan Balok (frame 217) ... 75
Tabel 4.9. Diameter dan Jumlah Tulangan untuk Dinding Struktur ... 112
Tabel 4.10. Hasil Perhitungan δsn pada L = 400 cm ... 117
Tabel 4.11. Hasil Perhitungan 2Mn pada L = 400 cm ... 118
Tabel 4.12. Hasil Perhitungan δBn pada L = 400 cm ... 119
Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Dw pada L = 400 cm ... 120
Tabel 4.14. Kekakuan Dinding ... 123
Tabel 4.15. Harga D untuk Dinding ... 123
Tabel 4.18. Harga QB ... 125
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Site Plan Lokasi Proyek Gedung D’Soya Hotel ……... 3
Gambar 2.1. Tata Letak Dinding Struktur pada Struktur Gedung ..… 6
Gambar 2.2. Rasio Kekakuan Efektif Balok Perbatasan ... 16
Gambar 2.3. Tampak Depan Gedung D’Soya Hotel ... 20
Gambar 2.4. Denah Lantai 4 Gedung D’Soya Hotel ... 20
Gambar 2.5. Grafik Respons Spektrum Gempa Rencana …... 21
Gambar 2.6. Pemodelan Struktur SRPM ... 23
Gambar 2.7. Distribusi Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen Fi .. 28
Gambar 2.8. Daerah Sengkang Tertutup pada Balok ... 32
Gambar 2.9. Contoh Tulangan Transversal pada Kolom ... 34
Gambar 2.10. Perencanaan Geser untuk Kolom ... 35
Gambar 2.11. Luas Efektif Hubungan Balok Kolom Aj ... 37
Gambar 3.1. Flow Chart Metodologi Perencanaan ………...…... 41
Gambar 4.1. Pembebanan Pelat Lantai Atap Tipe A …... 47
Gambar 4.5. Penampang Balok Tumpuan Kanan …... 77
Gambar 4.6. Perletakan Gaya Dalam …... 90
Gambar 4.7. Penulangan Gaya Geser Balok …... 92
Gambar 4.8. Faktor Panjang Efektif, K …... 95
Gambar 4.9. Detail Balok 217 yang Menyatu pada Kolom ... 96
Gambar 4.10. Detail Balok 230 yang Menyatu pada Kolom ... 97
Gambar 4.11. Diagram Interaksi Kolom ... 100
Gambar 4.12. Penulangan Geser Kolom Frame 59 …... 106
Gambar 4.13. Analisa Gambar dari HBK Joint 65 ... 107
Gambar 4.14. Analisa Gambar dari HBK Joint 11 ... 110
Gambar 4.15. Struktur Gedung Menerima Beban Gempa ... 114
Gambar 4.16. Diagram Momen ... 115
Gambar 4.17. Deformasi Akibat Gaya Geser ... 117
Gambar 4.18. Deformasi Akibat Gaya Lentur ... 119
Gambar 4.19. Deformasi Akibat Perpindahan horisontal (Dw) ... 120
Gambar 4.20. Deformasi Akibat Rotasi dari Pondasi Dinding Struktur ... 121
Gambar 4.21. Rasio Kekakuan Efektif Balok Perbatasan ... 122
Gambar 4.22. Momen pada Ujung Balok ... 126
Gambar 4.23. Diagram Momen pada DindingStruktur ... 126
ABSTRAK Disusun Oleh: Alfian Eka H. 0753010045
Bangunan tahan gempa umumnya menggunakan elemen struktural berupa dinding struktur untuk menahan kombinasi dari geser, momen, dan gaya aksial yang ditimbulkan oleh gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan. Analisa terhadap gedung D’Soya Hotel Surabaya yaitu terhadap perilaku hubungan dinding struktur dengan balok dengan menggunakan metode perancangan sistem ganda (dual system), yaitu dengan dinding struktur dan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Sistem ini merupakan sistem yang baik dalam merencanakan bangunan agar dapat memikul beban lateral dan gravitasi dengan efektif, dan gedung tersebut dapat mempunyai respons secara kaku sehingga membatasi kerusakan pada elemen non struktural. Dalam perencanaan struktur gedung D’Soya Hotel ini telah memenuhi konsep ”strong coloumn weak beam” sesuai SNI 2847 pasal 23.4.2.2. Pendimensian dan penulangan balok antara lain : Dimensi 40/60 dengan tulangan longitudinal D25, sengkang Ø10. Momen terbesar yang bekerja pada balok tumpuan sebesar 545,03 kNm, dipakai 10D25 (tulangan tarik), dan 6D25 (tulangan tekan). Sedangkan untuk momen yang bekerja pada balok lapangan sebesar 181,68 kNm, dipakai 4D25 (tulangan tarik), dan 3D25 (tulangan tekan). Dimensi 40/70 dengan tulangan longitudinal D32, sengkang Ø10. Momen terbesar yang bekerja pada balok tumpuan sebesar 1007,62 kNm, dipakai 10D32 (tulangan tarik), dan 5D32 (tulangan tekan). Sedangkan untuk momen yang bekerja pada balok lapangan sebesar 542,72 kNm, dipakai 5D32 (tulangan tarik), dan 3D32 (tulangan tekan). Dimensi 30/40 dengan tulangan longitudinal D22, sengkang Ø10. Momen terbesar yang bekerja pada balok tumpuan sebesar 251,33 kNm, dipakai 10D22 (tulangan tarik), dan 6D22 (tulangan tekan). Sedangkan untuk momen yang bekerja pada balok lapangan sebesar 132,68 kNm, dipakai 4D25 (tulangan tarik), dan 3D25 (tulangan tekan). Untuk perencanaan kolom dengan dimensi 70/70 digunakan tulangan longitudinal 20D25 dan sengkang Ø12. Pada hubungan balok kolom exterior tepi dan interior tengah, tulangan transversal 4Ø12 setinggi 400 mm. Untuk Penulangan perkuatan hubungan balok dengan dinding struktur digunakan tulangan geser Ø10 – 50 mm yaitu jarak 2h (1200 mm) dari muka dinding struktur.
1.1. Latar Belakang
Bangunan tahan gempa umumnya menggunakan elemen struktural berupa dinding struktur untuk menahan kombinasi dari geser, momen, dan gaya aksial yang ditimbulkan oleh gaya gempa. Semakin tinggi bangunan semakin rawan bangunan tersebut dalam menahan gaya lateral, terutama gaya gempa.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan yang menyeluruh terhadap desain bangunan tahan gempa. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan salah satu solusi untuk meningkatkan kinerja struktur bangunan tingkat tinggi yaitu dengan pemasangan dinding struktur dengan menggunakan komponen batas (boundary element) sebagai subsistem penahan beban lateral dari sistem struktur. Dinding struktur dipasang untuk menambah kekakuan struktur dan menyerap gaya geser yang besar seiring dengan semakin tingginya struktur.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Bagaimana merencanakan struktur gedung tahan gempa dengan menggunakan metode dinding struktur yang sesuai dengan SNI 03-1726-2002?
2. Bagaimana perilaku hubungan antara dinding struktur dengan balok dalam bekerja sama memikul beban gravitasi dan lateral?
3. Bagaimana perilaku atau respons struktur saat gaya lateral bekerja pada gedung? 4. Bagaimana merencanakan hubungan balok kolom (HBK) dan hubungan dinding
struktur dengan balok?
1.3. Maksud dan Tujuan
1. Dapat mengetahui cara merencanakan struktur gedung tahan gempa dengan menggunakan metode dinding struktur yang sesuai dengan SNI 03-1726-2002). 2. Dapat mengetahui perilaku hubungan antara dinding struktur dengan balok dalam
bekerja sama memikul beban gravitasi dan lateral.
3. Dapat mengetahui perilaku atau respons struktur saat gaya lateral bekerja pada gedung.
1.4. Batasan Masalah
1. Hanya meninjau stabilitas struktur rangka utama yang terdapat dinding struktur akibat beban lateral.
2. Tinjauan perhitungan portal hanya searah sumbu X atau arah melintang struktur gedung.
3. Hanya meninjau komponen struktur utama, untuk perhitungan struktur bawah tidak dibahas.
4. Untuk struktur sekunder yang diperhitungkan hanya bebannya pada analisa pembebanan gempa. Sedangkan pada perhitungan strukturnya tidak dibahas. 5. Analisa struktur dengan menggunakan program bantu komputer yaitu SAP 2000. 6. Perencanaan ini meliputi seluruh gedung, dengan tanpa meninjau biaya dan
manajemen konstruksi di dalam penyelesaian pekerjaan proyek.
1.5. Lokasi
Lokasi gedung D’Soya Hotel berada di Jl. Manyar Kertoarjo no. 44 Surabaya.
Gambar 1.1. Site Plan Lokasi Proyek Gedung D’Soya Hotel Jl. Raya Manyar Kertoarjo
Jl. Raya Manyar Kertoarjo Samsat
Manyar SPBU
Lokasi :
Proyek Pembangunan Gedung D'SOYA HOTEL
Jl. Raya Kertajaya Indah
Jl.
Raya Menur
Jl. Raya Kertajaya
Jl
. Manyar
Ti
rtoyo
s
o
J
l. Raya
Dh
arma
Hu
s
a
d
a
Jl
. M
e
n
u
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Perencanaan Gedung Tahan Gempa
Selama gempa berlangsung, bangunan gedung mengalami gerakan arah vertikal
dan horisontal, yang menyebabkan adanya gaya energi gempa yang timbul pada
titik-titik pusat massa struktur pada arah vertikal maupun horisontal. Struktur umumnya
jarang sekali mengalami keruntuhan akibat gaya gempa arah vertikal, sebaliknya
gaya gempa horisontal menyerang titik lemah pada struktur yang akan langsung
menyebabkan keruntuhan dari struktur gedung tersebut. Atas alasan ini, prinsip
utama dalam perancangan gedung tahan gempa ialah meningkatkan kekuatan
struktur terhadap gaya kesamping atau lateral. (Kiyoshi Muto, 1974 :1).
2.2. Struktur Rangka Kaku
Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas
elemen-elemen linier, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan pada
ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi relatif di antara
elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan demikian, elemen struktur itu
menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya balok menerus, struktur rangka
kaku adalah struktur statis tak tentu. Banyak struktur rangka kaku yang tampaknya
sama dengan sistem post and beam atau yang lebih dikenal dengan sistem rangka
gedung, tetapi pada kenyataannya struktur rangka kaku mempunyai perilaku yang
sangat berbeda dengan struktur post and beam. Hal ini karena adanya titik-titik
kemampuan untuk memikul beban lateral pada rangka, dimana beban demikian
tidak dapat bekerja pada struktur rangka yang memperoleh kestabilan dari hubungan
kaku antara kaki dengan papan horisontalnya.
Cara yang paling tepat untuk memahami perilaku struktur rangka sederhana
adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban dengan struktur post and
beam. Perilaku kedua macam struktur ini berbeda dalam hal titik hubung, dimana
titik hubung ini bersifat kaku pada rangka dan tidak kaku pada struktur post and
beam. Struktur rangka adalah jenis struktur yang tidak efisien apabila digunakan
untuk beban lateral yang sangat besar. Untuk memikul beban yang demikian akan
lebih efisien menambahkan dinding struktur (shear wall) atau pengekang diagonal
(diagonal bracing) pada struktur rangka.
2.3. Dinding Struktur
Dinding struktur adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan
gaya lateral dan gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan. Dinding struktur
dapat digunakan sebagai dinding luar, dalam ataupun berupa inti yang memuat ruang
lift atau tangga. Sistem dinding struktur pada dasarnya dapat dibagi menjadi sistem
terbuka dan tertutup. Sistem terbuka terdiri dari unsur linier tunggal atau gabungan
unsur yang tidak melengkapi ruang geometris. Bentuk-bentuknya bisa berupa L, X,
V, T, I dan H. Sedangkan sistem tertutup melingkupi ruang geometris secara tertutup
dan bentuk-bentuk yang sering dijumpai adalah bujur sangkar, segitiga, persegi
panjang, dan bulat. Contoh penambahan perkuatan struktur berupa dinding struktur
seperti tergambar di bawah ini, (tanda minus berarti kurang tepat, plus berarti paling
Gambar 2.1. Tata Letak Dinding Struktur pada Struktur Gedung
1. Perencanaan Dinding Struktur
Dinding struktur direncanakan sebagai dinding penahan gaya lateral dan gaya
gravitasi akibat pengaruh gempa. Dinding penahan ini menggunakan beton
bertulang sebagai struktur utamanya.
2. Tebal Dinding Struktur
Tebal dinding struktur tidak boleh kurang dari 1/25 Tinggi / Panjang dinding.
Diambil yang terkecil, dan tidak boleh kurang dari 100 mm (SK SNI
T-15-1991-03 ayat 3-7-5, butir 3).
2.4. Metode Desain Kapasitas pada Perancangan Struktural Dinding Struktur Beton Bertulang
Menurut Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI
03-2847-2006 (Purwono et al., 2007), perencanaan geser pada dinding struktural
untuk bangunan tahan gempa didasarkan pada besarnya gaya dalam yang terjadi
akibat beban gempa. Namun, dalam prakteknya masih terdapat keraguan akan
keandalan hasil desain dinding struktur berdasarkan konsep ini. Hal ini menyebabkan
masih disyaratkannya konsep desain kapasitas untuk perencanaan dinding struktur
kuat geser dinding didesain berdasarkan momen maksimum yang paling mungkin
terjadi di dasar dinding.
Secara umum, desain berdasarkan konsep ini tentu saja akan menghasilkan
desain yang lebih aman. SNI gempa, yaitu SNI 03-1726-02 (BSN, 2002), dan SNI
beton versi yang lama, yaitu SNI 03-2847-1992, pada dasarnya menganut konsep ini.
Berdasarkan kajian mengenai perlu tidaknya penerapan metoda desain kapasitas pada
perencanaan dinding struktur. analisis yang dilakukan terhadap elemen dinding
struktur, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada saat dinding struktur mencapai level beban maksimum, ada kemungkinan
dinding struktur yang didesain dengan menggunakan konsep gaya dalam sudah
mencapai level maksimum gaya gesernya, namun keruntuhan yang terjadi masih
bisa bersifat daktail. Keruntuhan geser pada struktur dinding pada umumnya
dapat bersifat daktil selama penulangannya dipasang dua arah dan tidak
menyimpang dari rasio yang ditetapkan oleh SNI 03-2847-06.
2. Persamaan kuat geser dinding berdasarkan SNI 03-2847-06 memberikan nilai kuat
geser yang konservatif. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tidak
diperhitungkannya pengaruh gaya aksial yang bekerja. Oleh karena itu,
pendekatan desain geser dinding berdasarkan gaya dalam seperti yang
direkomendasikan SNI 03-2847-06 pada dasarnya masih dapat memberikan
tingkat keamanan yang memadai pada saat dinding struktural mengalami
plastifikasi. Namun demikian, dalam perencanaan, kuat lentur dinding sebaiknya
dirancang dengan kuat lebih yang seminimum mungkin. Untuk tujuan ini,
tulangan badan dan bagian sayap dinding struktural harus diperhitungkan ikut
3. Desain kapasitas untuk perencanaan geser dinding struktural pada dasarnya tidak
dipersyaratkan dalam ACI 318-05. Hal ini disebabkan karena dari rekam jejak
yang ada, kerusakan yang terjadi pada dinding struktur akibat beberapa kejadian
gempa tidak pernah menyebabkan terjadinya keruntuhan pada struktur bangunan.
Level performance dinding struktur dalam hal ini tidak pernah mencapai kondisi
life safety. Namun, bila fokus desain adalah pada level performance tertentu
(misal immediateoccupancy), maka desain kapasitas untuk perencanaan dinding
struktural terhadap geser akan menjadi relevan.
2.4.1. Elemen Struktural Dinding Struktur
Dinding struktur biasanya dikategorikan berdasarkan geometrinya yaitu:
Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding struktur yang memiliki rasio
hw/lw ≥ 2, dimana desain dikontrol oleh perilaku lentur.
Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding struktur yang memiliki rasio hw/lw ≤
2, dimana desain dikontrol oleh perilaku geser.
Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang terjadi
akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang dihubungkan oleh
balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada
masing-masing dasar pasangan dinding tersebut.
Dalam prakteknya dinding struktur selalu dihubungkan dengan sistem rangka
pemikul momen pada gedung. Dinding struktur yang umum digunakan pada gedung
tinggi adalah dinding struktur kantilever dan dinding struktur berangkai. Berdasarkan
SNI 03-1726 - 2002 (BSN, 2002), dinding struktur beton bertulang kantilever adalah
geser akibat pengaruh gempa rencana. Kerusakan pada dinding ini hanya boleh
terjadi akibat momen lentur (bukan akibat gaya geser), melalui pembentukan sendi
plastis di dasar dinding. Nilai momen leleh pada dasar dinding tersebut dapat
mengalami peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan (strain hardening). Jadi
berdasarkan SNI 03-1726-2002, dinding struktur harus direncanakan dengan metode
desain kapasitas.
Dinding struktur kantilever termasuk dalam kelompok flexural wall, dimana
rasio antara tinggi dan panjang dinding struktur tidak boleh kurang dari 2 dan
dimensi panjangnya tidak boleh kurang dari 1,5 m. Kerja sama antara sistem rangka
penahan momen dan dinding struktur merupakan suatu keadaan khusus, dimana dua
struktur yang berbeda sifatnya tersebut digabungkan. Dari gabungan keduanya
diperoleh suatu struktur yang lebih kuat dan ekonomis. Kerja sama ini dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, seperti (BSN, 2002):
a. Sistem rangka gedung yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka
ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Pada sistem ini, beban lateral
dipikul dinding struktur atau rangka bresing. Sistem rangka gedung dengan
dinding struktur beton bertulang yang bersifat daktail penuh dapat direncanakan
dengan menggunakan nilai faktor modifikasi respon, R, sebesar 6,0.
b. Sistem ganda, yang merupakan gabungan dari sistem pemikul beban lateral berupa
dinding struktur atau rangka bresing dengan sistem rangka pemikul momen.
Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul
sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral yang bekerja. Kedua sistem
gempa, dengan memperhatikan interaksi keduanya. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem ganda dengan rangka SRPMK adalah 8,5.
c. Sistem interaksi dinding struktur dengan rangka. Sistem ini merupakan gabungan
dari sistem dinding beton bertulang biasa dan sistem rangka pemikul momen
biasa.
2.4.2. Konsep Perencanaan Dinding Struktur
Perencanaan dinding struktur sebagai elemen struktur penahan beban gempa
pada gedung bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan
hanya meninjau gaya-gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban gempa) atau
dengan konsep desain kapasitas. Pada bagian berikut ini, kedua konsep desain
tersebut akan dijelaskan.
2.4.2.1. Konsep Gaya Dalam
Menurut konsep ini dinding struktur didesain berdasarkan gaya dalam Vu dan
Mu yang terjadi akibat beban gempa. Konsep desain dinding struktur berdasarkan
gaya dalam ini pada dasarnya mengacu pada SNI 03-2847-2006 (Purwono et al.,
2007) dan ACI 318-05 (ACI 318, 2005). Kuat geser perlu dinding struktural (Vu)
diperoleh dari analisis beban lateral dengan faktor beban yang sesuai, sedangkan kuat
geser nominal, Vn, dinding struktural harus memenuhi:
Vn≤ Acv (
α
c√ fc' +ρ
n . fy) ………...…..…... ( 2.1 )dimana:
α = ¼ untuk hw/lw ≤ 1.5 ;
= 1/6 untuk hw/lw ≥ 2
ρ
n = rasio penulangan arah horizontal (transversal)Perlu dicatat bahwa pada persamaan di atas, pengaruh adanya tegangan aksial
yang bekerja pada dinding struktur tidak diperhitungkan. Hal ini berarti bahwa
persamaan di atas akan menghasilkan nilai kuat geser yang bersifat konservatif.
Selain itu, agar penerapan konsep desain geser berdasarkan gaya dalam ini berhasil,
maka kuat lebih (overstrength) desain lentur dinding struktur yang dirancang
sebaiknya dijaga serendah mungkin. Dalam kaitan dengan hal ini, SNI 03-2847-06
mensyaratkan agar beton dan tulangan longitudinal dalam lebar efektif flens,
komponen batas, dan badan dinding harus dianggap efektif menahan lentur.
Dinding juga harus mempunyai tulangan geser tersebar yang memberikan
tahanan dalam dua arah orthogonal pada bidang dinding. Apabila rasio hw/lw tidak
melebihi 2, rasio penulangan
ρ
v (longitudinal) tidak boleh kurang daripada rasiopenulangan
ρ
n (lateral). Selain itu, berdasarkan SNI 03-2847-06 (Purwono et al.,2007), dinding struktural dengan rasio hw/lw tidak melebihi 2 (yaitu dinding
struktural yang perilakunya bersifat brittle) sebaiknya didesain dengan metoda desain
kapasitas. Sebagai alternatif, apabila kuat geser nominalnya tetap dipertahankan lebih
kecil daripada gaya geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur
nominalnya, maka dinding struktural tersebut dapat didesain dengan faktor reduksi
2.4.2.2. Konsep Desain Kapasitas
Berdasarkan SNI beton yang berlaku (SNI 03-2847-06), struktur beton
bertulang tahan gempa pada umumnya direncanakan dengan mengaplikasikan
konsep daktilitas. Dengan konsep ini, gaya gempa elastik dapat direduksi dengan
suatu faktor modifikasi response struktur (faktor R), yang merupakan representasi
tingkat daktilitas yang dimiliki struktur.
Dengan penerapan konsep ini, pada saat gempa kuat terjadi, hanya elemen–
elemen struktur bangunan tertentu saja yang diperbolehkan mengalami plastifikasi
sebagai sarana untuk pendisipasian energi gempa yang diterima struktur.
Elemen-elemen tertentu tersebut pada umumnya adalah Elemen-elemen-Elemen-elemen struktur yang
keruntuhannya bersifat daktil. Elemen-elemen struktur lain yang tidak diharapkan
mengalami plastifikasi haruslah tetap berperilaku elastis selama gempa kuat terjadi.
Selain itu, hirarki atau urutan keruntuhan yang terjadi haruslah sesuai dengan yang
direncanakan. Salah satu cara untuk menjamin agar hirarki keruntuhan yang
diinginkan dapat terjadi adalah dengan menggunakan konsep desain kapasitas. Pada
konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat sama kuat terhadap gaya
dalam yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur
yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dibuat demikian
agar di elemen atau titik tersebutlah kegagalan struktur akan terjadi di saat beban
maksimum bekerja pada struktur.
Pada dinding struktur kantilever, sendi plastis diharapkan terjadi pada bagian
dasar dinding. Dalam konsep desain kapasitas, kuat geser di dasar dinding harus
didesain lebih kuat daripada geser maksimum yang mungkin terjadi pada saat
desain kapasitas untuk perencanaan dinding struktur dianut dalam SNI 03-2847- 92
(BSN, 1992) dan SNI 03-1726-02 (BSN, 2002). Kuat geser rencana pada penampang
di dasar dinding, sehubungan dengan adanya pembesaran momen yang mungkin
terjadi, dihitung dengan persamaan berikut:
Vu,d,maks =
ω
d . 0,7. (M kap, d / M E,d,maks ). VE,d,maks ………... ( 2.2 )dimana:
ω
d = koefisien pembesar dinamis yang memperhitungkan pengaruh dariterjadinya sendi plastis pada struktur secara keseluruhan.
M kap,d = momen kapasitas pada penampang dasar dinding yang dihitung
berdasarkan luas baja tulangan yang terpasang dan dengan tegangan
tarik baja tulangan sebesar 1.25 fy
M E,d,mak = momen lentur maksimum pada penampang dasar dinding akibat beban
gempa tak terfaktor.
VE,d,maks = gaya geser maksimum pada penampang dasar dinding akibat beban
gempa tak terfaktor.
2.4.3. Pola Keruntuhan Dinding Struktur
Dinding struktur sebagai elemen penahan gaya lateral memiliki keuntungan
utama karena menyediakan kontinuitas vertikal pada sistem lateral struktur gedung.
Struktur gedung dengan dinding struktur sebagai elemen penahan gaya lateral pada
umumnya memiliki performance yang cukup baik pada saat gempa. Hal ini terbukti
dari sedikitnya kegagalan yang terjadi pada sistem struktur dinding geser di
Beberapa kerusakan yang terjadi akibat gempa pada umumnya berupa
cracking, yang terjadi pada dasar dinding dan juga pada bagian coupling beam, khususnya untuk sistem dinding berangkai. Perilaku batas yang terjadi pada dinding
struktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pantazopoulou dan Imran, 1992) :
Flexural behavior, dimana respons yang terjadi pada dinding akibat gaya luar
dibentuk oleh mekanisme kelelehan pada tulangan yang menahan lentur.
Keruntuhan jenis ini pada umumnya bersifat daktil.
Flexural-shear behavior, dimana kelelehan yang terjadi pada tulangan yang
menahan lentur diikuti dengan kegagalan geser.
Shear behavior, dimana dinding runtuh akibat geser tanpa adanya kelelehan
pada tulangan yang menahan lentur. Perilaku batas ini bisa dibagi lagi
menjadi diagonal tension shear failure (yang dapat bersifat daktil, karena
keruntuhan terjadi terlebih dahulu pada baja tulangan) dan diagonal
compression shear failure (yang umumnya bersifat brittle)
Sliding shear behavior, dimana di bawah pembebanan siklik bolak balik,
sliding shear bisa terjadi akibat adanya flexural cracks yang terbuka lebar di
dasardinding. Keruntuhan jenis ini sifatnya getas dan menghasilkan perilaku
disipasiyang jelek.
Untuk dinding struktur yang tergolong flexural wall dimana rasio, hw/lw ≥ 2,
kegagalan lain yang sering terjadi adalah berupa fracture pada tulangan yang
menahan tarik (Fintel, 1991). Hal ini biasanya diamati pada dinding yang memiliki
jumlah tulangan longitudinal yang sedikit, sehingga regangan terkonsentrasi dan
terakumulasi pada bagian yang mengalami crack akibat pembebanan siklik yang
2.4.4. Perilaku Geser Panel Dinding Struktur
Pada desain geser untuk dinding struktur bangunan tinggi berdasarkan konsep
gaya dalam, sesuai SNI 03-2847-2006, elemen struktur dinding tidak perlu diperiksa
terhadap gaya geser maksimum yang mungkin terjadi pada saat penampang
mengembangkan momen plastisnya. Hal ini dikarenakan dinding struktur pada
dasarnya merupakan panel dua dimensi yang besar, dimana keruntuhan geser yang
bersifat getas kemungkinan besar tidak terjadi. Sedangkan menurut konsep desain
kapasitas, kuat geser dinding struktural harus diperiksa dan ditingkatkan untuk
menjamin tidak terjadinya keruntuhan geser pada saat penampang dinding
mengembangkan momen plastisnya.
Berdasarkan konsep ini, keruntuhan geser dinding harus dihindari karena
sifatnya yang brittle (getas). Pada banyak kasus, keruntuhan geser pada dinding
struktur akibat gempa memang tidak pernah terjadi. Pada berbagai kejadian gempa
akhir-akhir ini, kerusakan yang terjadi pada dinding struktur yang didesain dengan
pendekatan konsep gaya dalam, tidak pernah mencapai level life safety ataupun near
collapse (Wallace dan Orakcal, 2002).
2.4.5. Hubungan Dinding Struktur dengan Balok
Menggunakan metode yang diusulkan untuk menganalisa pengaruh perbatasan
pada dinding struktur gedung bertingkat banyak. Dasar dari metode ini pendekatan
ini terletak pada anggapan yang digunakan untuk balok perbatasan yang
berhubungan dengan dinding struktur dan pada penyederhanaan perlakuan pengaruh
perbatasan dengan memakai rasio kekakuan efektif.
Tinjaulah sistem kerangka pada gambar yang dikonversi menjadi sistem yang
ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.2. Rasio Kekakuan Efektif Balok Perbatasan
Dengan kata lain, bagian balok perbatasan yang terletak pada dinding struktur
dianggap sebagai daerah tegar, dan ujung bagian balok lainnnya dikonversi
menjadi tumpuan rol yang berjarak lBe dar garis pusat dinding. Titik tumpuan rol
bisa dianggap terletak diantara tengah bentang balok dan kolom sesuai dengan
kondisi pengekangan kolom. Hubungan antara putaran sudut titik θ dan momen
ujung balok MBditepi dinding bisa dituliskan sebagai :
MB = 3EK.kBe.θ ………..…... ( 2.3 )
Dimana : kBe = JB/(1- )³lBe.K
: rasio kekakuan balok efektif
JB : momen inersia balok
: daerah tegar balok
2. Perhitungan koefisien distribusi gaya geser dinding
Dengan memakai anggapan-anggapan diatas, dinding strukktur ini menjadi
dinding struktur \kopel simetris, tetapi koefisien distribusi gaya geser dinding
diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Deformasi sebagai dinding struktur yang berdiri sendiri, δ pertama dihitung
dengan mengabaikan pengaruh perbatasan dari portal disekitar dinnding.
2. Momen ujung balok, M, pada balok perbatasan yang dipaksa mengalami
kondisi deformasi dalam langkah (1) ditentukan dan kondisi deformasi
diperbaiki, δ , akibat M dihitung ; Deformasi yang diperbaiki, δw = δ- δ,
selanjutnya dimasukkan ke persamaan DW = Q/ δw sehingga diperoleh
koefisien distribusi gaya DW.
3. Dalam menghitung δ, bila besarnya δ mendekati δ atau lebih besar, koreksi
sebesar δ terlalu berlebihan. Atas alasan ini, nilai koreksi yang lebih tepat, δ’
harus digunakan.
δ = δ ………..….. (
2.4 )
4. Rumus untuk struktur seragam : Bila struktur dinding struktur dan daerah
perbatasan seragam, koefisien distribusi gaya geser dinding Dw untuk beban
lateral terbagi rata yang bekerja di semua tingkat bisa dihitung sebagai :
= + {( + ) – ( + )} + ( - ) ……...…...
( 2.5 )
a. Tegangan pada balok perbatasan : Momen lentur MB di ujung balok
perbatasan yang bertemu dengan tepi dinding dihitung dari persamaan (2.43).
Putaran sudut titik kumpul dalam persamaan (2.43) akibat hanya rotasi
lentur, δ , di tingkat yang lebih bawah adalah :
= = = ………..…
( 2.6 )
Substitusi persamaan ( 2.46 ) ke persamaan (2.43) menghasilkan
MB = Qh ……….……..….. (
Dengan kata lain, momen lentur dapat diperoleh dari momen tingkat,
Qh, koefisien distribusi gaya geser, D , akibat rotasi dan rasio
kekakuan balok efektif.
b. Tegangan pada dinding struktur : Momen ujung balok perbatasan diterapkan
sebagai momen koreksi pada dinding. Dengan demikian, distribusi momen
lentur pada dinding bisa ditentukan dengan menambahkan momen koreksi ini
pada tegangan balok kantilever akibat gaya geser yang bekerja pada dinding.
2.4.6. Komponen Batas untuk Dinding Struktur Beton Khusus
1. Pada pasal 23.6.6 (2a) untuk dinding yang menerus secara efektif dari dasar
hingga puncak bangunan dan direncanakan memiliki satu penampang kritis untuk
lentur dan gaya aksial.
2. Daerah tekan harus diberi komponen batas khusus dimana :
c ≥
………...……...… (
2.8 )
Nilai δu/hw tidak boleh diambil kurang dari 0.007 dan nilai c ditentukan
konsisten dengan terjadinya δu dan harus diperoleh dari 2 kombinasi beban
aksial.
Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung diperlukan suatu pedoman
yang bisa memberikan petunjuk sehingga dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan. Dalam hal ini yang digunakan adalah SNI 1726-2002 dan SNI
03-2847-2002 yang didalamnya terdapat perencanaan struktur dengan menggunakan
Sistem Ganda.
Pengertian dari Sistem Ganda di dalam SNI 03-1726-2002 mempunyai tiga
fungsi dasar yaitu:
1. Rangka ruang lengkap berupa SRPM (Sistem Rangka Pemikul Momen) yang
penting berfungsi memikul beban gravitasi.
2. Sistem struktur yang beban gravitasi dan gaya lateralnya diterima space frame
dan dinding struktur, yang mana space frame memikul beban lateral minimal
25% dan sisanya di pikul oleh dinding struktur.
3. Dinding struktur dan SRPM (Sistem Rangka Pemikul Momen) direncanakan
untuk menahan gaya gempa secara proporsional berdasarkan kekakuan
relatifnya.
2.6. Konfigurasi Struktur Gedung
Konfigurasi struktur gedung menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen
(SRPM), karena berada di Wilayah Gempa rencana 5 maka termasuk jenis Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), dan harus memenuhi persyaratan desain
Gambar 2.3. Tampak Depan Gedung D’Soya Hotel
T
N
R. TIDUR
H
O
USE
KE
EPI
NG
AREA
±
10.
00
40
0
60
0
16
00
60
0
240 160 800
800 500
700
4000 800
60
0
16
00
60
0
40
0
400 4000
800 800
800 500
700
R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR R. TIDUR
KM / WC KM / WC
KM / WC KM / WC
KM / WC
KM / WC KM / WC KM / WC KM / WC R. TIDUR
±10.00
JANITOR LINEN ±9.95 ±10.00 ±10.00 ±10.00 ±10.00 ±10.00
±9.95 ±9.95
±9.95 ±9.95
±9.95
±9.95 ±9.95 ±9.95 ±9.95
±9.95
±10.00 ±10.00 ±10.00 ±10.00
2.6.1. Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal
Analisa struktur dari gedung D’Soya Hotel Surabaya menggunakan sistem
ganda. Uraian dari sistem pemikul beban gempa sistem ganda ini adalah dinding
struktur dengan SRPMK (Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus) dengan nilai
faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebih
struktur dan faktor tahanan lebih total adalah sebagai berikut : m = 5,2 Rm = 8,5 ; f
= 2,8 (lihat pada tabel 3 SNI 03-1726-2002)
2.6.2. Wilayah Gempa ( WG)
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa (WG), dimana WG 1
adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan WG 6 dengan kegempaan
paling tinggi. Dalam Tugas Akhir ini gedung direncanakan di WG 5 yang
kegempaannya termasuk paling tinggi.
Gambar 2.5. Grafik Respons Spektrum Gempa Rencana
0.90 0.83
0.70
0.36 0.32 0.38
Wilayah Gempa 5
C =
T 0.90
(Tanah lunak)
C =
T 0.50
(Tanah sedang)
C =
T 0.35
(Tanah keras)
C
0 0.2 0.5 0.6 1.0 2.0 3.0
T
2.6.3. Pengaruh P - ∆
Semua struktur akibat beban lateral akan melentur kesamping ( ∆ ), begitu juga
akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder atau momen
tambahan pada komponen – komponen kolom (disebut pengaruh P - ∆) oleh beban
gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping. Pada SNI 03-1726-2002
pasal 5.7 ditetapkan, struktur gedung yang bertingkat lebih dari 10 lantai atau 40 m,
harus diperhitungkan terhadap pengaruh P - ∆ tersebut.
Sedangkan pada gedung D’Soya Hotel ini bertingkat 8 lantai dengan tinggi
bangunan 32 m sehingga pengaruh P - ∆ tidak diperhitungkan.
2.6.4. Pembatasan Penyimpangan Lateral
Pada SNI 03-1726-2002 pasal 8, simpangan antara tingkat akibat pengaruh
gempa nominal dibedakan dua macam :
1. Kinerja Batas Layan ( KBL ) struktur gedung yang besarnya dibatasi :
KBL ≤ 0,03 h1
R ≤ 30 mm ... ( 2.9 )
Pembatasan ini bertujuan mencegah terjadinya pelelehan baja dan peretakan
beton yang berlebihan disamping menjaga kenyamanan penghuni.
2. Kinerja Batas Ultimit ( KBU ) struktur gedung akibat gempa rencana
untuk struktur gedung beraturan dibatasi sebesar :
KBU ≤ 0,7 R x ( KBL ) atau ≤ 0,02 h1 ... ( 2.10 )
Pembatasan ini bertujuan membatasi kemungkinan terjadi keruntuhan struktur
yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan
Gambar 2.6. Pemodelan Struktur SRPM
2.6.5. Syarat Kekakuan Komponen Struktur
Pengaruh retak – retak pada komponen – komponen struktur akibat beban
gempa juga harus diperhitungkan pada analisa struktur untuk distribusi beban, dan
perhitungan Kinerja Batas Layan ( ∆s ). Baik pada SNI 03-2847-20002 pasal 12.11.1
maupun SNI 03-1726-2002 pasal 5.5.1 keduanya menentukan momen inersia
penampang komponen - komponen struktur utuh ( Ig ) harus dikalikan dengan suatu
persentase efektivitas penampang < 1.
2.7. Konsep Desain Perencanaan Gempa dengan Sistem Ganda 2.7.1. Dimensi balok dan kolom
1. Merencanakan panjang balok.
700 4 , 0 16
1 fy
L
h ... ( 2.11 )
2. Merencanakan lebar balok.
1,5 2
b h
3. Merencanakan dimensi kolom balok balok kolom kolom L I L I ... 3 12 1 h b
I ... ( 2.13 )
2.7.2. Penulangan balok dan kolom
y y c b f f f 600 600 85 ,
0 ' 1
... ( 2.14 )
max 0,75b ... ( 2.15 )
y f 4 , 1 min
... ( 2.16 )
2 .sengkang tul tul
p h
d ... ( 2.17 )
2
d b M
R u
n ... ( 2.18 )
' 85 , 0 c y f f m
... ( 2.19 )
y n perlu f R m m 2 1 1 1
... ( 2.20 )
Syarat : min perlu max ... ( 2.21 )
apabila perlu min maka pakai min
Tulangan yang dibutuhkan :
d b perlu
Kontrol analisa penampang :
b fc
fy As a
' 85 ,
0 ... ( 2.23 )
ØMn = ØAs.fy.
2
a
d ... ( 2.24 )
ØMn ≥ Mu ... ( 2.25 )
2.7.3. Beban Gempa Statik Ekuivalen
Gedung D’Soya Hotel termasuk gedung beraturan yang memenuhi ketentuan
SNI 03-1726-2002 pasal 4.2.1 yaitu :
- Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
- Denah stuktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan, dan kalaupun ada
tonjolan, panjangnya tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah tonjolan tersebut.
- Denah struktur tidak menunjukkan coakan sudut, dan kalaupun mempunyai
coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran
terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen. Sehingga menurut standar ini,
A. Waktu Getar Alami Fundamental (T1)
SNI 03-1726-2002 mengatur perhitungan T1 dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Pasal 6.2.2 menyebut T1 harus ditentukan dengan rumus – rumus empiris :
T1 = 0,06 . H3/4 ………. ( 2.26 )
b. Pasal 5.6 mensyaratkan T1 harus lebih kecildari ξ.n ( T1 < ξ.n ) untuk mencegah
penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai ξ tergantung lokasi
Wilayah Gempa.
Tabel 2.1. Koefisien ξ yang Membatasi Waktu Getar Alami Fundamental Struktur
Wilayah Gempa Ξ
1 0,20 2 0,18 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15
Sumber : SNI 03-1726-2002 pasal 5.6, tabel 8
c. Nilai T1 dari hasil empiris tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari hasil T
yang dihitung rumus Rayleigh.
n
i
i i n
i
i i
ray
d F g
d W T
1 1
2
3 ,
6 ……… ( 2.27 )
Dimana di = Simpangan horizontal lantai tingkat i dinyatakan dalam (mm)
B. Distribusi dari V
V = 1 W1
R I C
……… ( 2.28 )
Beban geser dasar nominal harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung
menjadi beban – beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang merangkap pada
pusat masa lantai tingkat ke-i.
Dimana : V = Beban geser dasar nominal static ekuivalen
CI = Faktor respons gempa
I = Faktor keutamaan (dari tabel 1)
WI = Berat total gedung
R = Faktor reduksi gempa ( dapat diambil berapapun asalkan
kurang dari Rm pada tabel 3)
Tabel 2.2. Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan.
Faktor Keutamaan Kategori Gedung
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian,
perniagaan dan perkantoran. 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental. 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.
1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5
Catatan :
Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya standar ini maka Faktor Keutamaan ( I ) dapat dikalikan 80%.
C. Distribusi Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen Fi
V z W
z W F
n
i
i i
i i
i
1
………. ( 2.29 )
Dimana : Wi = Berat lantai ke-i termasuk beban hidup yang sesuai.
Zi = Ketinggian lantai ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut
SNI 03-1726-2002 pasal 5.1.2 dan pasal 5.1.3.
n = Nomor lantai tingkat paling atas.
Gambar 2.7. Distribusi Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen Fi
2.7.4. Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan A. Pembebanan
1. Beban mati.
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari
gedung yang bersifat tetap termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok,
lantai, atap, mesin, dan peralatan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
gedung. (SNI 03-1726-2002 pasal 3.11).
2. Beban hidup
Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
gedung tersebut baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang
yang dapat berpindah atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak
merupakan bagian yang tetap dari gedung. (SNI 03-1726-2002 pasal 3.10).
3. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan
pelelehan pertama didalam struktur gedung. (SNI 03-1726-2002 pasal 3.9).
B. Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan pokok yang diperhitungkan didasarkan pada :
a. Kuat perlu U yang menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan (SNI
03-1726-2002 pasal 11.2.1)
U = 1.4 D
b. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, paling tidak harus
sama dengan :
U = 1.2 D + 1.6 L
c. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (beban E ) harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai U harus diambil sebagai berikut : (SNI
03-1726-2002 pasal 11.2.3)
2.7.5. Geser Rencana
a. Sedikitnya harus pakai dua tirai tulangan bila gaya geser dalam bidang dinding
diantara 2 komponen batas melebihi , dimana Acv adalah luas netto
yang dibatasi tebal dan panjang penampang dinding. Pasal 23.6. 2(2).
b. Rasio penulangan diarah vertikal dan horisontal harus tidak boleh kurang dari
0,0025 pada sumbu-sumbu longitudinal dan transversal. Pasal 23.6. 2(1).
c. Spasi tulangan untuk masing-masing arah pada dinding struktural ≤ 450 mm.
Pasal 23.6. 2(1)
2.7.6. Kuat Geser
a. Kuat geser nominal sistem dinding struktural yang secara bersama-sama memikul
beban lateral tidak boleh diambil melebihi , dengan Acv adalah luas
penampang total sistem dinding struktural, dan kuat geser nominal tiap dinding
individual tidak boleh diambil melebihi , dimana Acp adalah luas
penampang dinding yang ditinjau. Pasal 23.6.4(4).
b. Pada pasal 23.6.4(1), kuat geser nominal Vn dinding struktural tidak
diperkenankan lebih dari :
Vn = ACV [
α
C +ρ
n fy ] ……….. ( 2.30 )Dimana : koefisien
α
C = 1/4 untuk (hw / Iw ) ≤ 1,5 atauα
C = 1/6 untuk (hw / Iw ) ≥2.7.7. Komponen Struktur Lentur
1. Ruang Lingkup ( SNI 03-2847-2002 pasal 23.3.1 )
A. Komponen – komponen struktur pada sistem rangka pemikul momen khusus
( SRPMK ) harus dapat:
a. Memikul gaya akibat beban gempa
b. Direncanakan untuk memikul lentur
B. Komponen struktur harus memenuhi syarat :
a. Gaya aksial tekan terfaktor tidak boleh melebihi 0,1.Ag.fc. (Vu 0,1.
Ag.fc)
b. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3.
c. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya.
d. Lebarnya tidak boleh kurang dari 250 mm.
2. Tulangan Longitudinal ( SNI 03-2847-2002 pasal 23.3.2 ) :
a. Komponen struktur lentur
Sesuai dengan perencanaan penulangan lentur, As min berdasarkan SNI
03-2847-2002 pasal 12.5.1 analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang
ada tidak boleh kurang dari :
As min = b d
fy c f
w.
4 '
... ( 2.31 )
Dan tidak lebih kecil dari
As min = b d
fy w.
4 , 1
2 h 2 h
Dan rasio penulangan tidak boeh melebihi 0,025 dan sekurang-kurangnya
harus ada dua tulangan atas dan tulangan bawah yang dipasang secara
menerus.
b. Kuat Lentur Positif
Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh
lebih kecil dari setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat
lentur negatif maupun kuat lentur positif pada setiap penampang di sepanjang
bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar yang
disediakan pada muka kedua kolom tersebut.
c. Spasi sengkang < ¼ d atau 100 mm dan Sambungan lewatan tidak boleh
digunakan pada :
a) daerah hubungan balok kolom
b) daerah hingga dua kali tinggi balok dari muka kolom
3. Tulangan Tranversal ( SNI 03-2847-2002 pasal 23.3.3 ).
a. Sengkang tertutup harus dipasang pada komponen struktur pada daerah –
daerah di bawah ini:
a). Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka tumpuan ke
arah tengah bentang, di kedua ujung komponen struktur lentur.
b). Disepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu
penampang.
b. Pada komponen struktur penahan Struktur Pemikul Beban Lateral ( SPBL )
pada perhitungan gaya geser harus kontrol dengan SNI 2847 pasal 23.3.4.2
yang menyatakan Vc = 0 :
a) Gaya geser akibat Mpr > 0,5.( Mpr + B. Gravitasi )
b). Gaya aksial tekan <
20 ' .fc Ag
c. Kuat geser nominal Vs =
Vn
... ( 2.33 )
tidak boleh lebih dari : Vsmax =
3 2
. b . d . fc' ... ( 2.34 )
Vsmax =
3 1
. b . d . fc' ... ( 2.35 )
d. Jarak spasi tulangan ( S ) S =
s y v
V b f A . .
... ( 2.36 )
sengkang pertama harus dipasang ≤ 50 mm dari muka tumpuan jarak
maksimum sengkang ( S maks ) :
S maks ≤ d/4
S maks ≤ 8 kali diameter terkecil tulangan memanjang
S maks ≤ 24 kali diameter batang tulangan sengkang
S maks ≤ 300 mm.
2.7.8. Komponen Struktur Tekan
1. Ruang Lingkup
Struktur gedung harus memenuhi persyaratan ”kolom kuat balok lemah”. Persyaratan
Me
Mg5 6
... ( 2.37 )
2
a d fy As
Mg ………. ( 2.38 )
b fc
fy As a
' 85 ,
0 ………. ( 2.39 )
2. Tulangan Tranversal ( SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4 )
a. ρg ≥ 0,01 dan ρg ≤ 0,06
Luas sengkang tidak boleh kurang dari :
Ash = 0,3 (s.hc.fc’ / fyh )[(Ag / Ach)-1] ……….. ( 2.40 )
Ash = 0,09 ( s.hc.fc’ / fyh ) ……….……. ( 2.41 )
Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk.
Bila kuat rencana komponen struktur telah memenuhi ketentuan
kombinasi pembebanan termasuk pengaruh gempa maka Ash tidak perlu
diperhatikan.
Bila tebal selimut beton diluar tulangan tranversal pengekang ≥100 mm,
tulangan tranversal tambahan perlu dipasang dengan spasi ≤ 300 mm.
Tebal selimut tulangan tranversal tambahan tidak boleh ≥ 100 mm.
Gambar 2.9. Contoh Tulangan Tranversal pada Kolom x m m
x x x
x x 6db ( m m )
6db
M
pr 4Ve
Ve
M
pr 3Pu
H
b) Tulangan tranversal harus diletakan dengan spasi tidak lebih daripada :
- ¼ dari dimensi terkecil komponen struktur
- 6 kali diameter tulangan longitudinal
- sx sesuai dengan rumus sx =
3 350
100 hx ... ( 2.42 )
nilai sx≤ 150mm dan sx ≥ 100 m.
c). Panjang sendi plastis lo ditentukan tidak kurang dari:
- tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-kolom
atau segmen yang berpotensi membentuk leleh lentur.
- 1/6 bentang bersih komponen struktur
- 500 mm
2. Persyaratan Kuat Geser ( SNI 03-2847-2002 pasal 23.3.4 )
Gaya geser rencana ( Ve ) harus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada
bagian komponen struktur antara dua muka tumpuan. Momen – momen dengan
tanda berlawanan sehubungan dengan kuat lentur maksimum ( Mpr ), harus
dianggap bekerja pada muka – muka tumpuan, dan komponen struktur tersebut
dibebani dengan gravitasi terfaktor sepanjang bentangnya.
Untuk kolom : Ve =
H M Mpr3 pr4
... ( 2.43 )
2.7.9. Panjang Penyaluran
Gaya tarik dan tekan pada tulangan disetiap penampang komponen struktur
beton bertulang disalurkan pada masing-masing sisi penampang tersebut melalui
panjang pengangkuran, kait atau alat mekanis, atau kombinasi dari cara-cara tersebut.
Kait sebaiknya tidak dipergunakan untuk menyalurkan tulangan yang berada dalam
kondisi tekan. f' yang dipakai tidak boleh melebihi 25/3 Mpa c
Syarat – syarat tentang panjang penyaluran dan penyambungan tulangan diatur
dalam SNI 03-2847-2002 pasal 14 yaitu :
- Pasal 14.2.3 :
b tr b
d
d k c fc fy d
' 10
9
………. ( 2.44 )
(C+Ktr)/ db tidak boleh > 2,5
- Pasal 14.2.4 :
Ktr =
sn f Atr yt
10 ……… ( 2.45 )
2.7.10. Hubungan Balok Kolom
kuat geser nominal hubugan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar dari
pada :
a. untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya
Vc ≤ 1,7 fcAj ... ( 2.46 )
Ar ah gay a pen y ebab geser Tulangan pen y ebab geser h,t inggi pada j oin bidan g t u langan peny ebab geser
Lu as efek t if lebar efek t if j oin
b+ h b+ 2h
b
x
h
berlawanan : Vc ≤ 1,25 fcAj ... ( 2.47 )
untuk hubungan lainnya : Vc ≤ 1,0 fcAj ... ( 2.48 )
Gambar 2.11. Luas Efektif Hubungan Balok-Kolom Aj
Pada hubungan balok kolom, dimana :
- Balok – baloknya dengan lebar ≤
4 3
lebar kolom
- Tulangan transversal hubungan balok kolom dipasang ≥
2 1
dari jumlah
tulangan transversal kolom dan tulangan transversal pada hubungan balok
kolom dipasang setinggi balok terendah yang merangka ke hubungan
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1. Umum
Perencanaan gedung D’Soya Hotel menggunakan Sistem Ganda yaitu Dinding Struktur dengan SRPMK. Dimana dalam perhitungannya, struktur utama yang akan di analisa meliputi analisa dinding struktur. Dalam perencanaan ini tidak dihitung struktur sekunder maupun struktur bawah atau pondasi.
3.2. Data – Data Perencanaan 3.2.1. Data Gedung
Data – data gedung adalah sebagai berikut : - Nama gedung : D’Soya Hotel
- Lokasi : Jl. Manyar Kertoarjo no. 44 Surabaya - Fungsi bangunan : Penginapan
- Jumlah lantai : 9 lantai - Panjang gedung : 33 m - Lebar gedung : 16 m - Tinggi gedung : 34 m
3.2.2. Data Mutu Bahan
1. Mutu beton ( fc’ ) = 30 Mpa 2. Mutu baja ( fy ) = 320 Mpa
3.3. Peraturan – Peraturan yang Dipakai
Didalam penyusunan Tugas Akhir ini, digunakan pedoman dari beberapa peraturan yang ada antara lain :
a. SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara Perancangan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
b. SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
c. SNI 03-1727-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung.
d. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPI ’83) e. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI ’ 71)
f. UBC g. ACI
h. Program bantu berupa software juga digunakan, yaitu : AUTO CAD, PCACOL, SAP.
Metodologi perencanaan dari struktur gedung D’Soya Hotel ini mengacu pada teori mengenai desain beton bertulang yang membahas tentang struktur utama. Dalam Tugas Akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menghitung pembebanan 1.4 D
1.2 D +1.6 L
1.2 D + 1.0 L +1.0 E 0.9 D + 1.0 E
2. Menghitung dimensi balok 3. Menghitung penulangan balok 4. Desain tulangan geser balok 5. Dinding struktur khusus
3.5. Analisa Struktur 1. Analisa balok
- Perhitungan penulangan balok. - Perhitungan tulangan geser balok. 2. Analisa dinding struktur
- Perhitungan penulangan dinding struktur.
- Perhitungan tulangan dinding struktur arah vertikal. - Perhitungan tulangan dinding struktur arah horisontal. - Perhitungan komponen batas pada dinding struktur. 3. Analisa hubungan dinding struktur dengan balok
Pencarian, dan pengumpulan data, studi literatur
Pemilihan Kriteria Design
Pembebanan : - Beban gravitasi - Beban lateral
Analisa Statika Struktur : - SAP
- PCACOL
Analisa elemen : - Balok
- Dinding struktur
- Hubungan dinding struktur dengan balok
- HBK
SELESAI Detailing : - Balok
- Hubungan dinding struktur dengan balok - HBK
MULAI
OK
Gambar 3.1. Flow Chart Metodologi Perencanaan
BAB IV
PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA
4.1. Data Mutu Bahan
1. Mutu Beton (fc’) = 30 Mpa
2. Mutu Baja (fy) = 320 Mpa
4.2. Perencanaan Dimensi Balok
Perencanaan dimensi balok sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 tabel 8 yaitu :
1. Dimensi balok memanjang
- Balok induk dengan Lb = 800 cm
a. Merencanakan panjang balok
700 4 , 0 16
1
min L fy
h
700 320 4 , 0 800 16
1 min
h
h min = 42.86 cm ≈ 70 cm
b. Merencanakan lebar balok
Dengan syarat : 1,5 2
b h
maka b = = = 35 cm ≈ 40 cm
Jadi dimensi balok induk dengan Lb = 800 cm yang digunakan : 40/70
a. Merencanakan panjang balok 700 4 , 0 16 1
min L fy
h 700 320 4 , 0 500 16 1 min h
h min = 26.79 cm ≈ 40 cm
b. Merencanakan lebar balok
Dengan syarat : 1,5 2
b h
maka b = = = 20 cm ≈ 30 cm
Jadi dimensi balok induk dengan Lb = 500 cm yang digunakan : 30/40
- Balok induk dengan Lb = 400 cm
a. Merencanakan panjang balok
700 4 , 0 16 1
min L fy
h 700 320 4 , 0 400 16 1 min h
h min = 21.42 cm ≈ 40 cm
b. Merencanakan lebar balok
Dengan syarat : 1,5 2
b h
maka b = = = 20 cm ≈ 30 cm
2. Dimensi balok melintang
- Balok induk dengan Lb = 600 cm
a. Merencanakan panjang balok
700 4 , 0 16 1
min L fy
h 700 320 4 , 0 . 600 16 1 min h
h min = 32.14 cm ≈ 60 cm
b. Merencanakan lebar balok
Dengan syarat : 1,5 2
b h
maka b = = = 30 cm ≈ 40 cm
Jadi dimensi balok induk dengan Lb = 600 cm yang digunakan : 40/60
- Balok induk dengan Lb = 400 cm
a. Merencanakan panjang balok
700 4 , 0 16 1
min L fy
h 700 320 4 , 0 400 16 1 min h
h min = 21.42 cm ≈ 40 cm
b. Merencanakan lebar balok
Dengan syarat : 1,5 2
maka b = = = 20 cm ≈ 30 cm
Jadi dimensi balokinduk dengan Lb = 400 cm yang digunakan : 30/40
4.3. Perencanan Dimensi Kolom
Kolom direncanakan persegi dengan b = h
- Direncanakan memikul balok lantai dengan dimensi 40/70 dan Lb = 800 cm.
balok balok
kolom kolom
L I L
I
balok kolom L
h b
L h
b 3 3
12 1 12
1
1000 70 35 12
1
450 12
1 3 3
b b
42 , 1000 450
12 1 4
b
5402250
4
b
b = 48.21 cm ≈ b = 70 cm
Jadi dimensi kolom yang digunakan adalah ( 70 x 70 ) cm2
4.4. Data Perencanaan Struktur Bangunan
Jumlah lantai = 9 lantai
Tinggi bangunan = 34 m
Dimensi kolom persegi = ( 70 x 70 ) cm2
Dimensi balok induk memanjang dengan Lb 5 m = 30/40
Dimensi balok induk memanjang dengan Lb 4 m = 30/40
Dimensi balok induk melintang dengan Lb 6 m = 40/60
Dimensi balok induk melintang dengan Lb 4 m = 30/40
4.5. Perhitungan Pembebanan Pelat
4.5.1. Pelat Atap
a) Beban mati
- Berat sendiri pelat ( 10 cm ) = 0,10 m x 24 KN/m3 = 2,4 kN/m2
- Plafon + penggantung = ( 0,11 + 0,068 ) KN/m2 = 0,178 kN/m2
- Aspal ( 1 cm ) = 0,01 m x 0,14 KN/m3 = 0,0014 kN/m2
- Pipa + ducting AC = 0,4