BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Getasan, yang merupakan bagian dari kawasan perkotaan di Kecamatan Getasan. Desa ini terdapat 5 dusun, yaitu: Dusun Getasan, Ngelo, Gading, Pandanan dan Jampelan. Berikut adalah peta Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Gambar 4.1: Peta Desa Getasan
Sumber: getasanbersinar.wordpress.com (2016)
Keterangan:
Dusun Gading adalah salah satu Dusun yang berada di Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Dusun Gading merupakan satu-satunya dusun di Kelurahan Getasan yang memiliki Pos Pelayanan Terpadu untuk para lanjut usia (Posyandu lansia). Kegiatan Posyandu lansia tersebut rutin diadakan satu bulan sekali setiap tanggal 14, dan dihadiri oleh petugas kesehatan yaitu perawat dari puskesmas untuk memeriksa dan memantau kesehatan para lansia. Dari hasil wawancara singkat dan data posyandu lansia di Dusun Gading, hampir semua lansia mengikuti kegiatan Posyandu lansia (kurang lebih 85%).
Dari kegiatan Posyandu lansia, para lansia mendapatkan penyuluhan ataupun pendidikan kesehatan yang diperoleh dari petugas kesehatan Puskesmas Getasan. Penyuluhan yang diberikan kepada lansia tentang penyakit yang diderita oleh lansia, misalnya hipertensi, asam urat, diabetes. Data dari posyandu lansia di Dusun Gading, lansia yang mengalami masalah kesehatan hipertensi sebanyak 5 orang (16,67%). Penyuluhan yang diperoleh lansia dapat mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh lansia, serta dapat menambah pengetahuan mereka mengenai kesehatan.
mereka derita tidak menjadi lebih parah, dan rutin mengkonsumsi obat apabila sedang menjalani pengobatan. Pengetahuan mereka tentang kesehatan dapat membuat lansia semakin menjaga kesehatan mereka. Mereka juga mengetahui bahwa, kondisi fisik mereka saat ini semakin tua semakin lemah sehingga membuat tubuh mudah lelah. Mereka mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri, walaupun usia mereka sudah di atas 70 tahun. 4.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitan dilakukan di Dusun Gading, Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan pada tanggal 15 April 2016 – 5 Mei 2016. Selama 20 hari pengambilan data jumlah responden yang digunakan adalah 30 sampel lansia dan 30 sampel keluarga lansia. Waktu yang digunakan peneliti, kurang lebih 1 jam untuk pengisian kuesioner dan dilakukan wawancara singkat sebagai data sekunder untuk memperkuat data primer. Pada awal pertemuan penelitian, peneliti melakukan pendekatan dengan responden lansia dan keluarga lansia untuk membina hubungan saling percaya kemudian peneliti memberikan informed consent kepada responden.
medis yang tidak dimengerti dan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh responden. Beberapa responden lansia (10 lansia) tidak bisa membaca, sehingga peneliti harus membacakan dan memberi penjelasan kepada responden dengan bahasa yang mudah dipahami oleh responden, sehingga responden dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik. Selain mendapati kendala, peneliti juga mendapatkan kemudahan yaitu, anggota keluarga yang sangat kooperatif dan mendampingi responden lansia. Peneliti dapat memperoleh informasi yang harus didapatkan dari anggota keluarga.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Analisa Univariat
Pengetahuan dapat dilihat dari bagaimana keluarga mengetahui kualitas hidup lansia dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Berikut adalah distribudi dan gambaran karakteristik responden:
a. Karakteristik Keluarga Lansia
Karakteristik responden keluarga lansia di
kelompokkan dalam umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Kelompok tingkat pendidikan yang dikategorikan menjadi 4 yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Kelompok pekerjaan yang dikategorikan menjadi 5 yaitu tidak bekerja, buruh, tani, swasta, wiraswasta. Berikut adalah tabel distribusi karakteristik responden keluarga lansia.
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik RespondenKeluarga Lansia
Karakteristik
Responden Jumlah (n) (%)
1 Kelompok umur
20-35 tahun 18 60%
36-45 tahun 12 40%
Total 30 100%
2 Jenis kelamin
Perempuan 17 56,67%
Laki-laki 13 43,33%
3 Pendidikan kelurga
Tidak Sekolah 0 0%
SD 6 20%
SMP 14 47%
SMA 6 20%
Perguruan Tinggi 4 13%
Total 30 100%
4 Pekerjaan keluarga
Tidak bekerja 0 0%
Tani 6 20%
Buruh 14 47%
Wiraswasta 4 13%
Swasta 6 20%
Total 30 100%
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
Jika dilihat dari perspektif umur, 60% responden berumur 20-35 tahun, pada umur ini responden masih tinggal bersama dengan orang tua atau lansia. Sehingga mereka lebih banyak berkumpul bersama dengan lansia dibandingkan dengan responden yang berumur 36-45 tahun. Pada umur 36-45 tahun responden sudah tinggal pisah dengan orang tua karena telah menikah.
Selain umur, karakteristik berdasarkan jenis kelamin
responden perempuan lebih banyak 56,67% bila
bekerja mereka juga memberikan waktu untuk bersama dengan lansia.
Peneliti tidak hanya menggambarkan jenis kelamin dan pekerjaan, jika tinjau berdasarkan karakteristik
pendidikan keluarga lansia kebanyakan responden
berpendidikan SMP (47%).Data karakteristik responden keluarga lansia ini digunakan untuk melihat karakteristik yang terkait dengan pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia.
b. Distribusi Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Kualitas Hidup Lansia
Distribusi tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia digunakan untuk melihat tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia.
Tabel 4.2 Tingkat Pengetahuan Keluarga
Tingkat pengetahuan keluarga Jumlah (n) (%)
Kurang baik 0 0%
Cukup baik 9 30%
Baik 21 70%
Total 30 100%
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
tenaga kesehatan (petugas Puskesmas Getasan). Pengetahuan dan informasi juga dapat diperoleh dari media masa seperti koran, majalah, dan mengakses internet. c. Karakteristik Lansia di Dusun Gading, Kecamatan Getasan
Responden yang menjadi fokus peneliti selain keluarga adalah lansia itu sendiri. Distribusi karakteristik responden lansia dibagi menjadi 4 yaitu, kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Kelompok umur yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu umur 60-70 tahun dan umur di atas 70 tahun. Pendidikan yang dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu tidak tamat SD, SMP dan SMA.
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Lansia
Karakteristik Responden Jumlah (n) (%)
1 Kelompok umur
60-70 tahun 19 63.33%
>70 tahun 11 36.67%
Total 30 100%
2 Jenis kelamin
Perempuan 19 63.33%
Laki-laki 11 36.67%
Total 30 100%
3 Pendidikan
Tidak tamat SD 16 53,33%
SD 12 40%
SMP 2 6,67%
4 Pekerjaan Tani
23 76,67%
Buruh 1 3,33%
Pedagang 3 10%
Pekerjaan lain (ibu rumah tangga, serabutan)
3 10%
Total 30 100%
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
Distribusi karakteristik responden lansia mayoritas berumur 60-70 tahun (63,33%), lansia baru memasuki usia lanjut, sehingga lebih banyak responden yang berusia 60-70 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin lebih banyak lansia perempuan (63.33%) dibandingkan dengan lansia laki-laki. Dari data posyandu lansia juga menunjukkan bahwa, jumlah lansia lebih banyak lansia perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
berhenti untuk sekolah. Selain tingkat pendidikan yang rendah, mayoritas lansia bekerja sebagai petani. Pekerjaan sebagai petani sudah dilakukan sejak mereka masih muda. Pekerjaan sebagai petani merupakan salah satu pekerjaan yang berat, karena harus menggunakan tenaga dan energi yang lebih, sehingga terkadang memuat kondisi fisik semakin melemah. Ditambah dengan usia mereka yang semakin tua. Data karakteristik responden lansia ini digunakan untuk melihat karakter responden, terkait dengan kualitas hidup lansia.
d. Distribusi Kualitas Hidup Lansia
Data distribusi kualitas hidup lansia digunakan untuk mengukur kualitas hidup lansia. Berikut adalah tabel kualitas hidup lansia:
Tabel 4.4 Kualitas Hidup Lansia
Kualitas hidup lansia Jumlah (n) (%)
Kurang baik 4 13,33%
Baik 26 86,67%
Total 30 100%
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
lansia. Saat melakukan pengamatan dan wawancara singkat, kegiatan yang dilakukan lansia membuat lansia mampu bersosialisasi dengan baik dan memiliki pemikiran-pemikiran yang positif dengan bersosialisasi, sehingga lansia merasa hidupnya berarti. Tidak hanya kondisi fisik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia namun kondisi psikis yang dapat membuat lansia memiliki kualitas hidup yang baik.
4.3.2 Analisa Bivariat
Setelah seluruh data-data terkumpul, peneliti melakukan
pengolahan data dengan menggunakan chi-square dengan
bantuan program software SPSS 16. Analisa bivariat tidak hanya melihat hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia dengan kualitas hidup lansia saja. Namun peneliti juga ingin melihat apakah variabel pendidikan dan umur menjadi faktor pengganggu dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil pengolahan data secara statistik diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Distribusi Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan
Pendidikan Keluarga
penelitian tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia.
Tabel 4.5 Analisa Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Pendidikan Keluarga
Pendidikan Keluarga
Tingkat Pengetahuan Keluarga
P value
Kurang Baik Total
0,407
n % n % n %
SD 2 6,67 4 13,33 6 20
SMP 4 13,33 10 33,33 14 46,67
SMA 3 10 3 10 6 20
Perguruan
tinggi 0 0 4 13,33 4 13,33
Total 9 30 21 70 30 100
R2 0,110
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
b. Distribusi Kualitas Hidup Lansia Dengan Umur Lansia
Distribusi kualitas hidup lansia dengan umur lansia, dapat dipakai untuk menguji apakah umur menjadi faktor pengganggu dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu tentang pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia.
Tabel 4.6 Analisa Kualitas Hidup Lansia Dengan Umur Lansia
Umur Lansia
Kualitas hidup lansia
p value
Kurang Baik Total
0,552
n % n % n %
60-70 tahun 1 3,33 18 60 19 63,33
<70 tahun 1 3,33 10 33,33 11 36,67
Total 2 6,66 28 93,33 30 100
R2 0,109
Sumber: Data OlahanPribadi (2016)
Hasil uji chi-square (p value = 0,552) menunjukkan bahwa tidak tedapat hubungan antara kualitas hidup lansia dengan umur lansia. Lansia yang berumur 60-70 tahun memiliki kualitas hidup lebih baik (63,33%) dibandingkan dengan yang berumur d iatas 70 tahun. Kualiatas hidup lansia berdasarkan umur 93,33% memiliki kualitas hidup yang baik. Variabel umur lansia tidak menjadi faktor penggangu dalam penilaian kualitas hidup lansia.
Dari distribusi tingkat pengetahuan keluarga dengan pendidikan keluarga dan distribusi kualitas hidup lansia dengan umur lansia, maka peneliti melakukan uji untuk melihat distribusi tingkat pengetahuan keluarga dengan kualitas hidup lansia. Distribusi ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia dengan kualitas hidup lansia.
Tabel 4.7 Analisa Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia
Tingkat Pengetahuan
Keluarga
Kualitas Hidup Lansia P
value
Kurang Baik Total
0,001
n % n % n %
Kurang baik 4 13,33 5 16,67 9 30
Baik 0 0 21 70 21 70
Total 4 13,33 26 86,67 30 100
R2 0,599
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
Tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia dengan kualitas hidup lansia di Dusun Gading, Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan (p value = 0,001)
terdapat hubungan antara dari hasil uji chi-square
korelasi R2 0,599 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang. Tingkat pengetahuan keluarga dengan kualitas hidup lansia memiliki hubungan, karena jika tingkat pengetahuan baik membuat lansia memiliki kualitas hidup yang semakin baik pula. Kualitas hidup lansia akan baik bila keluarga juga mendukung lansia untuk melakukan aktivitas untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik. 4.4 Pembahasan
Di Dusun Gading, tingkat kemandirian lansia masih cukup tinggi, mereka mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dari mandi, berpakaian, makan, bahkan mereka masih
melakukan pekerjaan mereka sebagai petani, pedagang.
Kehidupan sosial lansia cenderung masih baik, karena mereka masih mengikuti setiap kegiatan yang diadakan di lingkungan sekitar lansia, misalnya gotong royong, kegiatan posyandu lansia, dan kegiatan keagamaan.
Kegiatan yang dilakukan oleh lansia pun didukung oleh keluarga lansia itu sendiri. Keluarga juga selalu merawat,
memperhatikan kesehatan lansia. Lansia menjadi lebih
lansia untuk menilai tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia.
4.4.1 Karakteristik Keluarga
Seperti hasil yang didapat oleh peneliti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia. Saat peneliti melakukan pengamatan dan wawancara singkat, peneliti menemukan bahwa setinggi apapun tingkat pendidikan seseorang bila tidak memanfaatkan informasi, dan pengetahuan yang didapat akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Apabila seorang yang berpendidikan rendah sekalipun, namun ia mengikuti kegian untuk meningkatkan pengetahuannya dan memanfaatkan pengetahuan yang ia dapat, maka pengetahuan yang di peroleh dapat berguan.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia bisa diketahui tanpa pendidikan formal. Pendidikan formal tidak lagi menjadi faktor yang utama terkait pengetahuan tentang kualitas hidup lansia (Supraba, 2015). Hasil penelitan yang dilakukan peneliti didukung oleh beberapa penelitian. Sebuah penelitian yang dilakukan Fitri (2014) di Jeneponto menunjukkan hasil yang sama bahwa tingkat pendidikan dengan kualitas hidup lansia tidak berhubungan secara signifikan. Begitu pula penelitian yang dilakukan Supraba (2015)
menunjukkan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia tidak ada hubungan. Sehingga latar belakang pendidikan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mereka.
untuk memahami pengetahuan tentang kualitas hidup lansia. Pengetahuan dapat diperoleh dari hasil pengamatan dan observasi, yang bisa didapat melalui pengamatan indrawi secara rasional (Meliano, 2007).
Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Dewianti (2013), bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia. Peneliti juga melihat bahwa keluarga melakukan interaksi, berkomunikasi, juga berdiskusi dengan lansia. Sehingga lansia mendapatkan kepercayaan dari anggota keluarga. Kepercayaan yang diperoleh seseorang dapat membuat seseorang percaya diri dan bertanggung jawab.
4.4.2 Karakteristik Lansia
untuk mendukung kualitas hidup lansia adalah kegiatan Posyandu lansia, dengan kegiatan ini lansia meperoleh pengetahuan lansia tentang kualitas hidup lansia, lansia juga memperoleh berbagai informasi kesehatan.
Kegiatan posyandu lansia membuat mereka dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup mereka. Mereka mendapatkan penyuluhan dan pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan dari puskesmas bagaimana menjaga serta meningkatkan kesehatan lansia. Lansia Juga menjalin hubungan dengan lansia yang lain dengan baik. Mereka saling berbagi pengalaman dan saling mendukung antara satu dengan yang lain. Lansia memiliki kemampuan bersosialisai yang baik.
Keluarga juga mendukung lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Keluarga menciptakan suasana nyaman dan senang di rumah. Hal ini membuat lansia merasa nyaman dan aman. Meskipun terkadang lansia juga memiliki kecemasan, perasaan yang negatif. Keluaga membagi serta membahas masalah bersama dengan lansia. Sehingga membuat lansia menjadi lebih baik dan kecemasan yang dialami bisa berkurang. 4.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kualitas
Hidup Lansia
Hasil peneliti menunjukkan bahwa antara tingkat
hubungan. Keluarga dan lansia saling mendukung, berkomunikasi, berinteraksi dengan baik. Keluarga memberikan kepercayaan pada lansia, sehingga lansia merasa dihargai. Lansia mampu memiliki kualitas hidup yang baik dengan dukungan yang didapat dari keluarga.
Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan korelasi dari kedua variabel bahwa, keluarga mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kesehatan lansia yang nantinya akan berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Apabila keluarga bahagia akan berpengaruh pada perkembangan emosi para anggotanya. Kondisi emosi lansia pada umumnya sangat labil, terutama jika terjadi perubahan pola kehidupan.
4.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan korelasi hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia dengan kualitas hidup lansia di Dusun Gading, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Namun peneliti menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan, antara lain: penelitian yang dilakukan menggunakan instrumen kuesioner dan
hanya melakukan wawancara singkat, sehingga peneliti