• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREPARASI TiO2-TERSENSITIFKAN AgCl PADA KONDISI pH BASA DAN APLIKASINYA SEBAGAI MATERIAL ANTIBURAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PREPARASI TiO2-TERSENSITIFKAN AgCl PADA KONDISI pH BASA DAN APLIKASINYA SEBAGAI MATERIAL ANTIBURAM."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Titanium dioksida (TiO2) merupakan bahan semikonduktor yang banyak

digunakan untuk aplikasi dalam bidang fotokatalis (Lu et al., 2007), sel surya

(Chiba et al., 2006), antiburam (Farahmandjou & Khaili, 2013), antibakteri

(Gupta et al., 2013), antijamur (Wolfrum et al., 2002), lapisan pelindung cat

(Salthammer et al., 2007), dan pembersih air limbah (Li et al., 2003). Aplikasi

TiO2 dalam kehidupan sehari-hari di atas dapat digunakan karena TiO2 bersifat

tidak toksik, memiliki kestabilan kimia tinggi, dan reaktivitas fotokatalitik yang

tinggi serta bersifat inert (Wade, 2005).

Penelitian tentang TiO2 berkembang pesat dalam bidang fotovoltaik,

fotokatalis, dan superfotohidrofil. Fotoaktivitas TiO2 terjadi karena proses kimia

akibat transisi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Energi celah pita

memiliki peran penting dalam transisi elektron. Energi celah pita berkaitan dengan

tipe struktur TiO2. TiO2 memiliki 11 tipe struktur. Tiga diantaranya terdapat di

alam dalam bentuk mineral yang stabil yaitu anatas, rutil, dan brookit (Banfield &

Veblen, 1992). Tipe struktur anatas memiliki energi celah pita 3,2 eV; Rutil 3,0

eV; dan brookit 3,4 eV (Wunderlich et al., 2004). Energi celah pita anatas lebih

tinggi daripada rutil sehingga fotoaktivitas anatas lebih baik daripada rutil

(Hoffman et al., 1995). Energi celah pita TiO2 menyebabkan fotoaktivitas TiO2

hanya dapat mengabsorbsi energi foton pada daerah ultraviolet (200-400) nm

(2)

2

matahari memiliki 5% emisi sinar ultraviolet yang sampai ke permukaan bumi

(Garcia, 2003). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan

fotoaktifitas TiO2 antara lain dengan pengontrolan ukuran, morfologi, dan tipe

struktur. Pengontrolan tipe struktur meliputi pH, temperatur, tekanan, metode,

teknik sintesis serta penggunaan prekusor titanium dioksida.

TiO2 dapat disintesis dengan berbagai metode, antara lain: metode sol-gel

(Seo et al., 2001), solvotermal (Jolivet et al.,2000), plasma (Irie et al., 2003),

deposition-precipitation (Idakiev et al., 2005), reduksi sederhana (Nino-Martinez

et al., 2008), hidrotermal (Hong et al., 2009), pengendapan (Zhao et al., 1998) dan

refluks (Aini & Sutrisno, 2013). Khan et al. (2006) telah berhasil mensintesis

TiO2 nanotube dengan kristalinitas tinggi melalui perlakuan post-treatment

dengan merefluks TiO2 dengan asam peroksida (H2O2). Hasil yang diperoleh yaitu

kristalinitas TiO2 meningkat setelah direfluks sehingga mengindikasikan material

tersebut dapat diaplikasikan dengan baik sebagai fotokatalisis. Kondisi pH refluks

dapat mempengaruhi hasil sintesis titanium dioksida. Ichzan, dkk (2015) telah

mensintesis TiO2 dengan metode kopresipitasi pada variasi pH larutan prekusor

dalam kondisi basa yaitu 9,11, dan 12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ketiga jenis pH memiliki fasa anatas dan menghasilkan ukuran butir serbuk TiO2

yang berbeda. Ukuran butir serbuk TiO2 terkecil pada sampel pH 9. Penelitian lain

oleh Diamandescu et al. (2008) juga mensintesis TiO2 pada pH basa dan

menghasilkan TiO2 berstruktur anatas. Senyawa basa yang sering digunakan

(3)

3

(Idakiev et al., 2005), LiOH dan KOH (Braun et al., 1992; Sikhwivhilu et al.,

2009).

Prekusor merupakan bahan dasar yang digunakan untuk sintesis. Prekusor

yang dapat digunakan dalam sintesis antara lain: TiCl4 (Kamegawa et al., 2009),

Ti(O)2.O.2H2O (Sutrisno, 2012), TiO2 (Richmond et al., 2011). Fatimah (2009)

meneliti tentang dispersi TiO2 ke dalam SiO2-montmorillonit untuk mendapatkan

TiO2 yang homogen di dalam padatan SiO2-montmorillonit dengan pengaruh

prekusor. Prekusor titanium isopropoksida (TTIP) menunjukkan karakter

fisikokimiawi lebih baik dibandingkan dengan titanium tetraklorida (TiCl4), dan

titanium oksida klorida (TiOCl2).

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi

aktivitas fotokatalis TiO2 antara lain dengan sintesis nanokristalin TiO2 (Yu et al.,

2004), penyisipan dopan (Wang et al., 2008), dan penambahan zat pensensitif

(sensitizer) (Yu et al., 2003). Material dopan dan zat pensensitif (sensitizer) yang

biasa digunakan diantaranya adalah kobalt (Diantoro dkk., 2010), timbal (Tahta

dkk., 2012), nitrogen (Lynch et al., 2015), kadmium sulfida (Yu et al., 2003),

emas (Ramasamy et al., 2009), kadmium dan seng (Li et al., 2007), perak (Wang

et al., 2008).

Zat pensensitif perak memiliki konduktivitas yang baik dan stabil secara

kimiawi (Yeo et al., 2003). Golongan perak halida terkenal sebagai material yang

peka cahaya dan secara luas digunakan sebagai bahan sumber dalam fotografis

film menyerap foton dan melepaskan sebuah elektron dan lorong positif. Salah

(4)

4

meneliti tentang modifikasi kimia TiO2 secara in-situ dengan penambahan

Ag/AgCl dan porous magnesian (PM) atau imporous magnesian (IM)

menunjukkan bahwa aktifitas fotokatalitik terhadap dekomposisi gas benzena dari

Ag/AgCl/TiO2/PM 3.28 × 10−4% Ag dengan kecepatan reaksi (k = 2,36 × 10−2

min-1) adalah 5,21 lebih tinggi dari TiO2/PM (porous magnesian) dan 30,57 kali

lebih tinggi dari TiO2/IM (imporous magnesian). Hasil ini mengusulkan perak

klorida bisa bertindak sebagai zat pensensitif yang dapat digunakan sebagai

fotokatalis.

Temperatur dan waktu sintesis juga sangat berpengaruh terhadap

morfologi dan sifat-sifat TiO2 termodifikasi. Banyak peneliti yang melakukan

sintesis modifikasi TiO2 sebagai fotokatalisator pada temperatur ruang (Kiyonaga

et al., 2008) dengan menggunakan TiO2 sintesis maupun komersial, seperti TiO2

fasa anatas, TiO2 fasa rutil, dan TiO2 (degusa-P25). Sangcay et al. (2012) telah

mensintesis TiO2-AgCl dengan metode sol-gel dan dikalsinasi pada temperatur

400-600 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel TiO2-AgCl pada 400 oC

selama 2 jam memiliki konsentrasi anatas paling tinggi dan diameter paling kecil

sedangkan penelitian Nursiah (1999) menunjukkan kalsinasi paling baik adalah

550 oC selama 30 menit. Waktu sintesis harus optimal dan selektif mungkin

supaya zat pensensitif dapat menempel pada permukaan TiO2 secara sempurna.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka hal-hal yang

(5)

5

1. TiO2 dapat diaplikasikan untuk berbagai macam fungsi, diantaranya:

fotokatalis, antiburam, sel surya, antibakteri, antijamur, dan lain-lain.

2. Sintesis TiO2 dapat dilakukan dengan berbagai metode.

3. Terdapat beragam jenis basa yang sering digunakan antara lain: NH4OH,

NaOH, KOH, LiOH.

4. Prekusor merupakan bahan dasar untuk menghasilkan produk.

5. Zat pensensitif (sensititizer) digunakan untuk meningkatkan kemampuan

fotokatalitik dalam sintesis modifikasi TiO2.

6. Temperatur sintesis modifikasi TiO2.

7. Waktu sintesis modifikasi TiO2.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dalam penelitian ini masalah

dibatasi sebagai berikut:

1. Titanium dioksida (TiO2) diaplikasikan sebagai material antiburam.

2. Metode sintesis yang digunakan adalah metode refluks.

3. Basa yang digunakan dalam sintesis adalah NH4OH pekat dengan pH ~10.

4. Prekusor yang digunakan yaitu TiO2 rutil.

5. Zat pensensitif yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan fotokatalitik

dalam sintesis modifikasi TiO2 adalah perak klorida, dengan berbagai variasi

perak yaitu 0%; 0,5%; 1,5%; 3%; dan 5%.

6. Sintesis modifikasi TiO2 dilakukan pada temperatur 150 oC.

(6)

6 D.Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh variasi perak 0%; 0,5%; 1,5%; 3%; dan 5% pada

material TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl) terhadap karakter fisik yang

dihasilkan?

2. Bagaimanakah aktivitas antiburam material TiO2-tersensitifkan AgCl

(TiO2@AgCl) pada berbagai variasi perak 0%; 0,5%; 1,5%; 3%; dan 5%?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakter fisik material TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl)

pada berbagai variasi perak.

2. Mengetahui kemampuan aktivitas antiburam material TiO2-tersensitifkan AgCl

(TiO2@AgCl) pada berbagai variasi perak.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan terhadap sintesis material TiO2-tersensitifkan AgCl

(TiO2@AgCl).

2. Meningkatkan pengetahuan tentang karakter fisik material TiO2-tersensitifkan

AgCl (TiO2@AgCl).

3. Meningkatkan pengetahuan tentang kemampuan material TiO2-tersensitifkan

(7)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Nanopartikel Titanium Dioksida

Titanium dioksida berwujud padatan, berwarna putih dengan titik lebur

1855oC, berat molekul 79,90, densitas 4,26 g/cm3. Titanium dioksida tidak larut

dalam air, HCl, HNO3, dan akuaregia tetapi larut dalam asam sulfat pekat

membentuk titanium sulfat (TiSO4) (Cotton et al., 1999). Titanium dioksida

memiliki 3 fase kristal utama yaitu anatas (tetragonal), rutil (tetragonal), dan

brookit (ortorombik). Struktur rutil dan anatas cukup stabil keberadaanya

dibandingkan dengan struktur brookit (Gates, 1991). Anatas merupakan fase

kristal TiO2 yang memiliki aktivitas fotokatalitik paling besar. Kemampuan

fotokatalitik semikonduktor TiO2 dipengaruhi morfologi, luas permukaan,

kristalinitas, dan ukuran partikelnya. Secara termodinamik, anatas kurang stabil

bila dibandingkan dengan rutil, akan tetapi secara kinetik pembentukannya lebih

disukai pada suhu rendah (<600oC).

TiO2 tipe anatas memiliki energi celah pita lebih besar (3,2 eV) daripada

rutil (3,2 eV). Besarnya energi celah pita menggambarkan kemampuan suatu

semikonduktor sebagai fotokatalis. Energi celah pita yang semakin besar

menyebabkan aktivitas fotokatalitiknya meningkat dan ukuran partikelnya

menurun sehingga fotoaktivitas anatas lebih baik daripada rutil (Hoffman et al.,

1995). Energi celah pita terjadi karena transisi elektron dari pita valensi ke pita

(8)

8

sedangkan pita valensi berasal dari hasil hibridisasi kulit 2p oksigen. Bentuk

struktur anatas dan rutil dapat dilihat pada Gambar 1 berikut (Kunie & Hrvjoe,

2012).

(a) (b)

Gambar 1. Struktur TiO2 (a) Anatas (b) Rutil

Perbedaan struktur anatas dan rutil adalah pada distorsi dan pola

penyusunan rantai oktahedron. Masing-masing Ti4+ dikelilingi oleh enam ion O2-.

Oktahedral pada struktur rutil mengalami sedikit distorsi ortorombik, sedangkan

anatas distorsi ortorombiknya cukup besar sehingga tidak simetri. Setiap

oktahedron struktur rutil dikelilingi sepuluh oktahedron tetangga, sedangkan pada

struktur anatas hanya dikelilingi delapan oktahedron tetangga. Perbedaan struktur

kisi pada anatas dan rutil menyebabkan perbedaan densitas massa, luas

permukaan, sisi aktif, dan struktur pita elektronik (Linsebigler et al., 1995). Rutil

dan anatas mempunyai struktur kristal yang berbeda (Sugiyama & Takeuchi,

1991; Khitrova et al., 1977; Carp et al., 2004; Cromer & Herrington, 1955; Baur,

(9)

9

Tabel 1. Struktur Kristal TiO2 Fasa Rutil dan Anatas.

Sifat Anatas Rutil

Parameter Kisi (Å) a = 3,7800 a = 4,6344

c = 9,5100 c = 2,9919

Grup ruang I41/amd P42/mnm

Sistem Kristal Tetragonal Tetragonal

Volume/ molekul (A3) 135,883 64,259

Modifikasi TiO2 telah banyak dilakukan untuk peningkatan

fotoaktivitasnya. Hal ini karena TiO2 hanya aktif pada sinar ultraviolet (UV),

dimana ketersediannya hanya sekitar 5% dari cahaya matahari yang sampai ke

bumi (Garcia, 2003). TiO2 hanya mampu mengabsorbsi pada daerah (<400 nm)

(Linsebiger et al., 1995 ). TiO2 mempunyai sifat fotokatalitik yang baik pada

daerah panjang gelombang UV tetapi kurang baik pada daerah tampak sehingga

semikonduktor TiO2 tidak cukup efektif bila digunakan di bawah sinar matahari.

Oleh karena itu, perlu usaha untuk menggeser panjang gelombang dan aktivitas

TiO2 dari sinar UV ke panjang gelombang sinar tampak.

Sifat yang mempengaruhi aktivitas fotokatalitik partikel TiO2 meliputi luas

permukaan, kristalinitas, ukuran kristal, dan struktur kristal. Anatas telah

diketahui memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi karena strukturnya lebih

terbuka dibandingkan dengan rutil. Beberapa modifikasi titania yang umum

(10)

10

1. Sensitifikasi permukaan dengan cara eksitasi energi celah pita semikonduktor

dapat menggunakan zat pensensitif seperti AgCl, AgI, AgBr, atau sensor

cahaya.

2. Penurunan ukuran butiran titania yang lebih kecil dikatakan memiliki area

permuakaan yang luas dan hal tersebut menguntungkan karena ada banyak sisi

aktif untuk degradasi dan adsorpsi polutan.

3. Penambahan akseptor elektron ke dalam semikonduktor yang memiliki energi

celah pita yang lebih besar dengan semikonduktor lain yang memiliki energi

celah pita yang lebih kecil yang mengalami fotoeksitasi. Contoh : Sensitifikasi

TiO2 dengan CdS.

4. Penambahan zat doping. Penambahan doping dapat digunakan pada ion logam

dan non logam sebagai zat yang dapat menangkap elektron keluar dari pita

valensi untuk mencegah terjadinya rekombiansi pembawa elektron. Oleh

karena itu, hal ini akan meningkatkan efisiensi fotokatalis (Wen et al., 2009)

Adanya zat pendadah dan zat pensensitif dapat berupa logam maupun

nonlogam mampu menggeser serapan panjang gelombang yang lebih besar

(daerah sinar tampak). Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan energi celah

pita oleh elektron pada logam yang mengefisiesikan pemisahan serapan ke daerah

sinar tampak. Choi et al. (1994) telah memperlihatkan pembelajaran sistematis

pada nanopartikel TiO2 terdadah ion logam dengan metode sol-gel berpengaruh

(11)

11 3. Perak Klorida

Perak merupakan logam putih dapat dilihat dan ditempa. Rapatannya

tinggi (10,5 g ml-1), tidak larut dalam asam klorida, asam sulfat encer, tetapi dapat

larut dalam asam nitrat pekat. Perak murni memiliki konduktivitas kalor dan

listrik yang sangat tinggi diantara semua logam dan memiliki resistansi

kontak yang sangat kecil. Perak meleleh pada temperatur 960oC dalam suasana

karbon monoksida, menguap pada temperatur sekitar 850oC dan mendidih pada

temperatur 1955oC.

Perak halida terkenal sebagai material yang fotosensitif atau peka cahaya

dan secara luas digunakan sebagai sumber fotografis film. Perak halida menyerap

foton dan membebaskan sebuah elektron dan lorong positif pada proses fotografis

(Hu et al., 2006). Perak klorida merupakan kristal anorganik yang berwarna putih.

Perak klorida memiliki energi celah pita 2,93 eV yang dikenal sebagai sumber

dekomposisi polutan organik (Cao et al., 2011).

Penempelan logam pada permukaan semikonduktor merupakan salah satu

metode modifikasi permukaan semikonduktor. Logam dapat meningkatkan

produk fotokatalitik atau meningkatkan kecepatan reaksi fotokatalitik. Modifikasi

elektronik permukaan semikonduktor melalui deposisi logam dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa logam mulia yang tidak mudah teroksidasi atau

logam transisi seperti platina (Pt), paladium (Pd), emas (Au), perak (Ag), nikel

(Ni), cobal (Co), timah (Sn) dan tembaga (Cu). Pemilihan logam sebagai

penjebak elektron didasarkan pada sifatnya yang tidak mudah teroksidasi atau

(12)

12

bertindak sebagai akseptor elektron. Logam Ag yang memiliki potensial

reduksi 0,799 volt. Perubahan potensial negatif dan arus anoda dapat

merespon penyinaran cahaya tampak, sehingga dapat diaplikasikan untuk

fotokatalis.

Mekanisme migrasi elektron pada permukaan semikonduktor yang

termodifikasi logam melalui tahap eksitasi elektron dari pita valensi ke pita

konduksi. Setelah mengalami eksitasi, elektron bermigrasi menuju logam dan

terperangkap dalam logam, sehingga rekombinasi elektron-hole dapat terjadi, dan

hole dapat berdifusi ke permukaan semikonduktor di mana pada permukaan

tersebut akan terjadi oksidasi senyawa-senyawa yang didegradasi. Logam AgCl

mempunyai aktifitas katalitik dan memodifikasi sifat fotokatalitik semikonduktor

melalui perubahan distribusi elektronnya yang terlihat pada Gambar 2 (Cao et al.,

2011).

Gambar 2. Skema Diagram Elektron-hole Proses AgI/AgCl/TiO2

dibawah Sinar Tampak

Penelitian Cao et al. (2011) yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan terjadi

proses transfer elektron dari pita konduksi (CB) AgI ke AgCl kemudian bereaksi

(13)

13

dapat mendekomposisis kontaminan organik, sementara itu h+ bergerak dalam

arah yang berlawanan dari pita valensi (VB) AgCl ke AgI atau ke TiO2. Namun,

dalam penelitian ini TiO2, tidak bisa menghasilkan pasangan elektron-hole pada

cahaya tampak dengan energi celah pita (energi celah pita) (Eg = 3.12 eV).

Sementara, h+ bisa mentransfer dari VB AgCl ke TiO2 dengan energi celah pita

sebesar (Eg VB = 2,8 eV) sehingga secara efektif dapat mencegah rekombinasi

pasangan elektron-hole.

Penelitian lain oleh Yan et al. (2013) tentang TiO2 terdoping C, F

ditambahkan AgCl dihasilkan bahwa pemisahan pasangan elektron-hole lebih

efektif dengan adanya AgCl. Pasangan elektron hole pertama kali mengalami

eksitasi oleh cahaya tampak menyebabkan hole berpindah ke permukaan AgCl

dan mengalami oksidasi ion Cl menjadi atom Cl0. Atom Cl0 bertindak sebagai

spesies reaktif terhadap degradasi zat warna. Pada waktu yang sama elektron

dalam TiO2 terdoping C,F mengalami reduksi O2 menjadi O2 radikal.

4. Fotokatalisis Titanium Dioksida (TiO2)

Secara umum proses fotokatalisis adalah proses kombinasi antara proses

fotokimia dan katalis. Fotokatalisis didefinisikan sebagai proses sintesis secara

kimiawi dengan melibatkan cahaya sebagai pemicu dan katalis sebagai

pemercepat proses transformasi (Slamet dkk., 2007). Proses fotokatalis

(14)

14

Gambar 3. Mekanisme Fotokatalis TiO2

Reaksi fotokatalis dimulai ketika TiO2 diiradiasi oleh sinar UV dan TiO2

menyerap foton (hv) dengan energi yang sebanding atau lebih besar dari energi

celah pitanya.

Tahapan reaksi fotokatalis dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Foton (hv) yang diserap oleh TiO2 menyebabkan elektron (e-) pada pita valensi

(VB) tereksitasi ke pita konduksi (CB), dengan meninggalkan hole (h+) pada

pita valensi.

TiO2 + hv TiO2 (h+VB + e-CB)

b. Elektron dan hole dapat mengalami reaksi redoks dengan spesies seperti : OH-,

senyawa organik, atau O2 yang diadsorpsi pada permukaan titania. Elektron

dari pita konduksi akan mengalami reduksi sedangkan hole dari pita valensi

akan mengalami oksidasi.

TiO2 (h+VB) + H2Oads TiO2+ •OHads + H+

(15)

15

c. Pembawa muatan h+ mengoksidasi H

2O atau ion OH- menjadi radikal hidroksil

(•OH) yang sangat kuat. •OH mampu memecah polutan yang teradsorpsi di

permuakan titania atau di dalam larutan encer serta mendegradasi polutan

menjadi air dan CO2.

•OH + Dads D+ads + H2O

d. Pita konduksi elektron mereduksi spesies O2 yang teradsorpsi menjadi

superoksida (•O2) kemudian mengalami serangkaian reaksi berikut untuk

menghasilkan •OH.

TiO2 (eCB-) + O2ads + H+ TiO2 + HO2• O2•- + H+

TiO2 (eCB-) + HO2• + H+ H2O2

H2O2 + hv 2HO•

H2O2 + O2•- HO• + O2 + HO-

H2O2 + TiO2 (ecb-) HO• + HO- + TiO2

Oksidasi dan reduksi langsung atau tidak langsung dari polutan yang

teradsorpsi dan spesies lain di dalam larutan encer oleh pembawa mautan yang

terfotogenerasi (h+/e-) menyebabkan polutan mengalami mineralisasi. Jika reaksi

redoks tidak terjadi, energi dan hasil rekombinasi pembawa muatan dilepaskan

dalam bentuk kalor yang menyebabkan reduksi yang sangat besar dalam efisiensi

fotokatalis TiO2.

5. Antiburam

TiO2 secara luas digunakan sebagai fotokatalis untuk konversi energi

matahari dan sebagai material antiburam. Secara teoritik material antiburam

(16)

16

bersifat polar atau hidrofilik (suka air). Keadaan permukaan bahan sama sekali

tidak menolak air yang disebut keadaan superhidrofilik (sangat suka dengan air).

Proses fotohidrofilitas memerlukan suatu fotokatalis, pada umumnya pita valensi

TiO2 terisi penuh dan pita konduksi kosong. Prinsip fotohidrofilitas adalah karena

timbulnya hole-elektron jika suatu elektron berpindah dari pita valensi ke pita

konduksi. Timbulnya hole ini akan berinteraksi dengan air sehingga air akan

terurai membentuk radikal OH dan ion hidrogen.

Penurunan sudut kontak air di permukaan TiO2 dapat terjadi oleh

mekanisme yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Liciulli, 2002).

a. Pembentukan elektron pada CB dan hole pada VB akibat adanya sinar UV.

TiO2 + hv 2h+ + 2e

-b. Elektron pada CB mereduksi Ti(IV) menjadi Ti(III) menurut reaksi:

Ti4+ + e  Ti3+

Selama penyinaran UV, Ti3+ bereaksi dengan oksigen yang terserap di

permukaan dan kembali menjadi Ti4+ menurut reaksi sebagai berikut :

Ti3+ + O2 Ti4+ + O2

2-c. Hole (h+) akan mengoksidasi (O22-) yang berasal dari bridging site oksigen pada

kristal TiO2. Hasil oksidasi yaitu oksigen akan dilepas dan menghasilkan

oksigen vacancies.

4h+ + 2O22-  O2 (oxygen vacancies)

d. Adanya oxygen vacancies, permukaan menjadi hidrofilik karena air dapat

dengan mudah mengisi tempat kosong dan menghasilkan grup OH teradsorpsi

(17)

17

H2O + h+ •OH + H+

H+ + e- •H

2 H + O2  2 OH atau •H + OH-  H2O

Mekanisme superhidrofilisitas secara ringkas TiO2 terdapat pada Gambar 4

(Sutrisno, 2011).

Gambar 4. Mekanisme Superhidrofilisitas pada Permukaan TiO2

Efek superhidrofilik akan berkurang bila cahaya UV dihentikan (Guan,

2005). Secara sederhana sifat superhidrofilisitas disajikan dalam Gambar 5

(Takeuchi et al., 2005b)

(18)

18 6. Karakterisasi TiO2

a. Difraksi Sinar-X (XRD)

Spektroskopi X-ray diffraction atau XRD merupakan salah satu metode

karakterisasi material kristalin untuk menentukan parameter kisi dan struktur

kristal (Handayani & Haryadi, 1998). Cara kerja XRD yaitu serbuk cahaya

monokromatik sinar-X ditembakkan pada kristal, satu pantulan atau difraksi dari

variasi sudut sinar-X akan menunjukkan sinar mula-mula, jika seberkas sinar-X

menumbuk partikel berukuran atom maka sinar tersebut akan dipantulkan oleh

partikel atomik yang ditumbuknya.

Bragg menunjukkan bahwa lebih mudah untuk memperhatikan sinar-X yang

direfleksi dari setumpuk bidang dalam kristal karena hanya bergantung pada sudut

tertentu, yang ditentukan oleh panjang gelombang sinar-X dan ruang antar bidang

dalam kristal itu. Variabel ini dapat dihubungkan melalui persamaan Bragg

(Smallmann,1991) pada Persamaan 1.

2d sinθ = nλ ...(1)

Dimana, n= orde

λ= panjang gelombang sinar monokromatis

d= jarak antar bidang kristal

θ = sudut pola difraksi

(19)

19 b. Spektroskopi UV-Vis

Spektrum yang diperoleh untuk senyawa padatan disebut sebagai diffuse

reflectance spectrum (spektrum refleksi). Spektrum ini lebih dikenal sebagai

spektrum elektronik karena spektrum pada daerah tampak ini muncul sebagai

akibat terjadinya transisi elektronik pada orbital dx yang mengalami pembelahan

sehingga memungkinkan elektron mengalami transisi dari tingkat energi rendah

ke tingkat energi tinggi jika elektron itu memperoleh energi yang sesuai (10 Dq).

Energi transisi elektronik ini muncul sebagai puncak pita medan ligan pada

spektrum senyawa yang bersangkutan dapat diketahui posisi panjang gelombang

maksimum dan dihitung energinya.

Bahan yang telah disintesis dapat diketahui besarnya energi celah pita

yang dihasilkan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis Diffuse

Reflektansi. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas UV-Vis yang

direfleksikan oleh sampel. Reflektansi yang terukur merupakan reflektansi yang

dinyatakan dalam Persamaan 2 :

R’ =

...(2) Nilai ini akan digunakan untuk mengetahui persamaan Kubelka-Munk

(Persamaan 3):

F(R’ )=

...(3)

Persamaan 2 memiliki hubungan dengan parameter k (koefisien absorbansi) dan s

(koefisien hamburan reflektansi difusi), F(R’ )= k/s, sehingga persamaan (4)

(20)

20

=

...(4)

Spektrum UV-Vis diffuse reflectance menghasilkan kurva hubungan

antara k/s dengan panjang gelombang (λ) atau absorbansi (A) dengan panjang

gelombang (λ) (Morales et al., 2007). Hubungan absorbansi (A) dengan

reflektansi dinyatakan dalam Persamaan (5) dibawah ini :

A= log

...(5) Perhitungan dilakukan pada setiap sampel dengan menggunakan metode

Kubelka Munk dimana energi celah pita diperoleh dari grafik hubungan antara hv

(eV) dengan (F(R’ )hv)2. Energi celah pita semikonduktor adalah besarnya hv

pada saat (F(R’ )hv)2 = 0 yang diperoleh dari persamaan linier kurva tersebut .

B.Penelitian yang Relevan

Yang et al. (2016) telah meneliti tentang modifikasi kimia TiO2 secara

in-situ dengan penambahan Ag/AgCl dan porous magnesian (PM) atau imporous

magnesian (IM) menunjukkan bahwa aktifitas fotokatalitik terhadap dekomposisi

gas benzena dari Ag/AgCl/TiO2/PM 3.28 × 10−4 % Ag dengan kecepatan reaksi

(k=2,36 × 10−2 min-1) adalah 5,21 lebih tinggi dari TiO2/PM (porous magnesian)

dan 30,57 kali lebih tinggi dari TiO2/IM (imporous magnesian). Hasil ini

mengusulkan perak klorida bisa bertindak sebagai zat pensensitif yang dapat

digunakan sebagai fotokatalis.

Sintesis AgI/AgCl/TiO2 dengan metode pertukaran ion yang dilakukan

oleh Cao et al. (2011) menunjukkan bahwa TiO2 memiliki energi (Eg=3,12 eV),

(21)

21

AgCl ke TiO2. Di sisi lain Hu et al. (2006) mensintesis Ag/AgBr/TiO2 dengan

metode deposition-precipitation. Hasil menunjukkan bahwa pada permukaan

katalisator sebagian besar perak berada dalam spesies Ag0 di dalam struktur baik

sebelum maupun setelah reaksi. Spesies Ag0 akan mencari hvb+ kemudian

menangkap ecb- dalam proses reaksi fotokatalitik. Formasi H2O2 mengungkapkan

bahwa OH dan O2• terbentuk pada saat cahaya tampak menyinari larutan

Ag/AgBr/TiO2 sedangkan spesies oksigen reaktif tidak terbentuk saat cahaya

tampak menyinari sistem Ag0/TiO2. Hasil ini menunjukkan bahwa AgBr

merupakan jenis fotoaktif yang baik untuk mendegradasikan zat warna dan bakteri

di bawah cahaya tampak. Metode deposition-precipitation juga digunakan Hu et

al. (2006) saat mensintesis TiO2@AgI menggunakan basa NaOH pada temperatur

kamar. Katalisator yang dihasilkan menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam

mendegradasikan zat warna nonbiodegradable reactive red K-2G di bawah radiasi

cahaya tampak dengan konsentrasi perak 10% selama 150 menit, dan 16% total

belerang pada K-2G dapat diubah menjadi SO42- pada waktu yang sama.

Pengembangan TiO2 dapat digunakan sebagai material antiburam dan

swabersih oleh Bennani et al (2009). Material antiburam memiliki sifat hidrofilik.

Sifat hidrofilik TiO2 yang berada di permukaan suatu material tertentu akan

menyebabkan tetesan air tersebar merata dan tidak membentuk butiran (droplet)

berdasarkan penelitian Wanatabe et al. (2000). Penelitian Fujishima et al. (1999)

menunjukkan bahwa Fenomena hidrofilitas yang terjadi pada permukaan film

TiO2 dan terpapar oleh sinar UV akan mengalami penurunan sudut kontak yang

(22)

22 C.Kerangka Berpikir

TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang dimanfaatkan sebagai

fotokatalis. Pemanfaatan TiO2 sebagai fotokatalis dapat diaplikasikan pada

antiburam. Material antiburam terbentuk dari suatu elektron dan hole. Hole akan

bereaksi dengan air membentuk radikal hidroksil dan ion hidrogen. Ion

hidrogen ini akan direduksi oleh elektron sehingga membentuk gas hidrogen.

Adanya elektron dan hole berpengaruh terhadap energi celah pita. TiO2 tipe anatas

dan rutil mempunyai energi celah pita yang lebar sebesar 3,2 dan 3,0 eV. Energi

celah pita TiO2 hanya mengabsorbsi di daerah sinar ultraviolet sehingga

diperlukan penambahan zat pensensitif untuk memperkecil energi celah pita

TiO2 agar dapat mengabsorbsi ke daerah tampak. Salah satu zat pensensitif yang

digunakan pada TiO2 adalah AgCl. AgCl memiliki energi celah pita dibawah

energi celah pita TiO2 yaitu 2,93 eV. TiO2 yang ditambahkan pada senyawa yang

memiliki energi celah pita lebih rendah akan meningkatkan aktivitas fotokatalitik

(23)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah TiO2 terdispersikan zat pensensitif AgCl.

2. Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik fisik

TiO2@AgCl dan kemampuan aktivitas antiburam pada kaca preparat.

B. Variabel Penelitian 1. Sintesis TiO2@AgCl

a. Variabel Bebas

Variasi perak senyawa TiO2@AgCl yang digunakan yaitu: 0%; 0,5%; 1,5%;

3%; dan 5%.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakteristik fisik dan energi celah

pita TiO2@AgCl pada berbagai variasi perak.

2. Uji Antiburam TiO2@AgCl

a. Variabel Bebas

Variasi uji antiburam pada sinar ultraviolet dan sinar matahari tidak langsung

(24)

24 b. Variabel Terikat.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah gradien penurunan sudut kontak

dalam waktu (0-40) menit.

C. Instrumen Penelitian 1. Alat yang Digunakan

a. Peralatan gelas

b. Seperangkat alat refluks

c. Pompa vakum

d. Penyaring Buchner

e. Neraca analitik

f. Magnetic Stirrer

g. pH meter

h. Gelas ukur

i. Kaca preparat

j. Kamera

k. Pemanas

l. Kacamasir

m. Termometer

n. Spektrofotometer Diffuse Reflectance-UV (DR-UV)

(25)

25 2. Bahan yang Digunakan

a. TiCl4 p.a Merck

b. AgNO3 p.a Merck

c. H2O2 p.a Merck

d. NH4OH pekat

e. Akuades

f. Aseton

g. Etanol

h. Minyak Parafin

D. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Prekursor

a. Titanium tetraklorida (TiCl4) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam gelas

beker.

b. Campuran H2O2 dipersiapkan di dalam buret yang berada di lemari asam.

c. Kemudian campuran H2O2 ditambahkan tetes demi tetes ke dalam gelas beker

hingga terbentuk endapan kekuningan.

d. Proses penyaringan dilakukan setelah endapan terbentuk dan mengeringkan

dengan temperatur 80oC.

2. Sintesis Nanopartikel TiO2-tersensitifikan AgCl (TiO2@AgCl)

a. Sebanyak 5 gram prekusor (mengandung ion Cl-) dimasukkan dalam

(26)

26

gelas erlenmeyer, dan diaduk selama 1 jam dengan pengaduk magnet sebagai

campuran (a).

b. Sejumlah gram perak (mengandung ion Ag+) dengan variasi 0%; 0,5%; 1,5%;

3% dan 5% (Lampiran 1) dicampurkan dengan akuades di dalam gelas beker

sebagai campuran (b).

c. Campuran (a) dan campuran (b) dicampurkan sebagai campuran TiO2

tersensitifkan AgCl atau campuran (c).

d. Campuran (c) ditambahkan NH4OH tetes demi tetes hingga pH ~10,

kemudian ditambahkan dengan tetrametil amonium hidroksida.

e. Campuran (c) diaduk dengan pengaduk magnet serta dipanaskan hingga

temperatur 150oC di dalam peralatan refluks selama 6 jam.

f. Campuran hasil refluks didinginkan selama ±24 jam.

g. Campuran hasil refluks disaring dengan kacamasir, kemudian dikeringkan

menggunakan oven pada temperatur 110oC.

p. Endapan dikarakterisasi dengan XRD dan Spektrofotometer Diffuse

Reflectance-UV (DR-UV ).

q. Hasil sampel ditandai sebagai V1-V5 untuk variasi perak 0%; 0,5%; 1,5%;

3%; dan 5%.

3. Uji Aktivitas Antiburam TiO2-tersentifikan AgCl (TiO2@AgCl)

a. Sampel V1 ditimbang sebanyak 0.025 gram kemudian dimasukkan ke dalam

(27)

27

b. Akuades sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam gelas beker sambil diaduk

dengan pengaduk magnet selama 15 menit sehingga terbentuk suspensi V1.

c. Dua buah kaca preparat disiapkan dan dicuci dengan etanol dan aseton.

d. Salah satu kaca preparat dicelupkan ke dalam suspensi V1 sedangkan kaca

preparat yang lain tanpa dilakukan pencelupan.

e. Kedua kaca preparat dikeringkan pada temperatur kamar dan ditetesi satu

tetes air pada masing-masing kaca preparat.

f. Kedua kaca preparat disinari dengan sinar UV dan sinar matahari tidak

langsung.

g. Mengamati pengurangan sudut kontak air terhadap permukaan kaca preparat

dengan foto sampel setiap 4 menit dihitung t=0 menit sampai 40 menit.

h. Langkah a-g adalah kontrol yaitu pada sampel V1 (TiO2@AgCl 0%).

i. Langkah diatas diulangi untuk sampel V2-V5 sebagai pembanding kontrol.

E. Diagram Alir 1. Preparasi Prekusor

+

Gambar 7. Diagram Alir Preparasi Prekusor Disaring dan dikeringkan di dalam oven

80oC sampai kering 100 mL

TiO2

H2O2

pekat

TiO2

(28)

28

+

2. Sintesis Nanopartikel TiO2-tersentifikan AgCl (TiO2@AgCl)

Gambar 8. Diagram Alir Sintesis Nanopartikel TiO2@AgCl

XRD, UV-Vis Diffuse Reflectance 5 gram prekusor

+ 50 mL akuades NH4OH + % AgCl

(0; 0,5; 1,5; 3, 5) sampai pH ~10 + tetrametil amonium

hidroksida Diaduk selama 1 jam

Refluks 150oC 6 jam

Dinginkan ± 24 jam dan disaring

Dikeringkan dengan oven pada 110oC

(29)

29

3. Uji Aktivitas Antiburam TiO2-tersentifikan AgCl (TiO2@AgCl)

+

Gambar 9. Diagram Alir Uji Aktivitas Antiburam TiO2@AgCl

0,025 gram sampel V1-V5

25 mL H2O

Dua kaca preparat (sampel dan pembanding)

Dicelupkan dalam suspensi V1-V5

Dikeringkan

Dicuci dengan etanol dan aseton suspensi

Ditetesi satu tetes H2O

+

Disinari dengan

sinar ultraviolet sinar matahari tidak Disinari dengan langsung

(30)

30 F. Teknik Analisa Data

1. Penentuan Struktur TiO2@AgCl Hasil Sintesis dengan X-Ray Diffraction

(XRD)

Penentuan difraktogram TiO2@AgCl, XRD direkam dengan difraktometer

sinar-X Rigaku Multiflex dengan radiasi Cu Kα (λ= 1,5406) pada tegangan 32 kV,

arus 20 mA, dan rentang 2θ = 20o-80o serta nikel sebagai filter. Berdasarkan hasil

difraktogram XRD, akan ditunjukkan tipe kristal TiO2@AgCl. Metode ini dapat

digunakan untuk menentukan ukuran kristal dengan menggunakan persamaan

scherrer pada Persamaan 6 berikut ini.

D =

...(6)

dimana :

λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan (0,15406 nm)

k = konstanta Scherrer (0,9)

β = puncak pada setengah tinggi intensitas (FWHM= Full Width a Half

Maximum), β= FWHM x (π/180o) rad

θ = sudut difraksi

Hasil XRD dianalisa lebih lanjut dengan U-FIT untuk menentukan

parameter kisi (a,b,c) dan volume masing-masing sampel sesuai dengan bentuk

strukturnya.

2. Penentuan Energi Celah Pita dan Absorbansi TiO2@AgCl Hasil Sintesis

dengan Diffuse Reflectance UV (DR-UV).

TiO2@AgCl yang telah disintesis dapat diketahui besarnya energi celah

(31)

31

reflektance UV-Vis. Data Spektrum diffuse reflektance UV-Vis berupa kurva

hubungan antara reflektansi (R) dengan panjang gelombang (λ) atau absorbansi

(A) dengan panjang gelombang (λ). Energi celah pita dapat ditentukan dengan

menggunakan grafik hubungan antara energi foton (hv) dengan (F(R’ )hv)2 yang

terdapat pada Persamaan 3. Grafik yang diperoleh disinggungkan dengan garis

linear untuk mengetahui besar energi celah pitanya.

Penentuan absorbansi dan panjang gelombang pada masing-masing

sampel V1-V5 dapat dilakukan dengan melihat hasil spektrum absorbansi yang

terdapat di Lampiran 6.

3. Uji Aktivitas Antiburam TiO2@AgCl Hasil Sintesis

Teknik analisa data uji antiburam adalah dengan melakukan pengukuran

sudut kontak. Pengukuran sudut kontak dilakukan dengan cara mengambil gambar

(foto) kaca preparat yang terlapisi sampel V1-V5 dan tertetesi satu tetes air

diatasnya. Hasil pengambilan gambar (foto) kemudian diolah dalam aplikasi

Corel Draw pada komputer dengan memilih toolbar freehand tools dimention,

kemudian menarik garis lurus antara kaca preparat dengan garis lengkung pada air

sehingga akan muncul besarnya sudut kontak. Selanjutnya, untuk pengukuran

penurunan sudut kontak sampel V1-V5 dilakukan dengan membuat grafik

hubungan antara besarnya nilai sudut kontak terhadap waktu. Semakin cepat

penurunan sudut kontak maka material tersebut semakin suka terhadap air

(32)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Preparasi dan Karakterisasi Prekusor 1. Preparasi Prekusor

Pembuatan prekusor merupakan langkah awal dalam sintesis titanium

dioksida (TiO2). Prekusor dipreparasi dengan melarutan hidrogen peroksida

(H2O2) pekat tetes demi tetes ke dalam larutan titanium tetraklorida (TiCl4).

Berdasarkan penelitian Gao et al. (2007) TiCl4 dapat teroksidasi oleh H2O2

membentuk prekusor Ti(O)2.O.2H2O. Namun, hasil penelitian ini membentuk

prekusor TiO2 rutil setelah TiCl4 ditetesi H2O2. Larutan TiCl4 yang semula tidak

berwarna berubah menjadi endapan berwarna kuning.

Endapan yang terbentuk disaring dan dikeringkan di dalam oven pada

temperatur 80oC selama 2 jam. Endapan yang semula berwarna kuning berubah

menjadi putih seperti pada Gambar 10.

(a) (b)

(33)

33 2. Karakterisasi Prekusor TiO2

Prekusor TiO2 yang diperoleh dari reaksi TiO2 dengan H2O2

dikarakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) merk Rigaku Multiflex

dengan radiasi Cu Kα (λ=1,5405981) yang terdapat di Laboratorium Terpadu

FMIPA UNY dan hasil difraksinya dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Difraktogram Difraksi Sinar-X Prekusor TiO2

Gambar 11 menunjukkan bahwa prekusor memiliki fasa rutil (Lampiran

3), selanjutnya dianalisa menggunakan program U-FIT Version 1.2 tahun 1992

dengan parameter kisi standard yang terdapat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil

U-FIT diperoleh parameter kisi prekusor TiO2 dengan nilai a = 4,6307 Å, c =

(34)

34

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Parameter kisi dan grup ruang prekusor

TiO2 fasa rutil tersebut hampir sama dengan yang dipaparkan oleh Sugiyama &

Takeuchi (1991) yang memiliki sistem kristal tetragonal dengan grup ruang

P42/mnm dan parameter kisi a = 4,6344 Å, c = 2,9919 Å.

Data XRD dari Gambar 11 dapat dianalisa lebih lanjut dengan metode RIR

untuk memperoleh data kuantitatif berupa persentase fasa rutil yang ditunjukkan

pada Gambar 12 (Lampiran 3).

Gambar 12. Persentase Fasa Rutil dalam Prekusor TiO2

B. Sintesis dan Karakterisasi TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl)

1. Sintesis Nanopartikel TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl)

Metode pengendapan basa teknik refluks dapat digunakan untuk

mensintesis berbagai macam fasa nanokristalin titanium dioksida (TiO2). Langkah

awal sintesis ini adalah mencampurkan prekusor TiO2 rutil dengan 50 mL akuades

lalu mengaduknya dengan magnetic stirrer selama 1 jam. Perak nitrat sebagai

(35)

35

0%; 0,5%; 1,5%; 3%; dan 5% atau di simbolkan dengan V1-V5. Campuran

tersebut selanjutnya ditambahkan amonium hidroksida (NH4OH) pekat 8M

sampai pH~10 untuk membuat suasana basa di dalam larutan, kemudian

campuran tersebut direfluks pada temperatur 150oC selama 6 jam seperti pada

Gambar 13.

Gambar 13. Proses Refluks Titanium Dioksida

Langkah kedua yaitu mendinginkan campuran hasil refluks selama ±24

jam, kemudian dilakukan pengukuran pH dan menyaring campuran dengan

kacamasir untuk memperoleh endapan. pH campuran sebelum refluks adalah ~10

sedangkan pH campuran setelah refluks adalah ~8. Keadaan ini menunjukkan

bahwa pH refluks sebelum dan setelah refluks berada pada kondisi basa.

Langkah terakhir yaitu mengeringkan endapan di dalam oven pada

temperatur 110oC sampai kering. Warna endapan sampel V1 sebelum dan sesudah

direfluks adalah putih sedangkan warna endapan sampel V2-V5 sebelum direfluks

(36)

36

keabu-abuan meningkat seiring dengan peningkatan perak seperti yang terlihat

pada Gambar 14 berikut ini.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 14. Serbuk Hasil Analisis TiO2@AgCl dengan variasi (a) V1 (b) V2 (c)

V3 (d) V4 (e) V5

Endapan TiO2@AgCl yang berbentuk serbuk kemudian dikarakterisasi

dengan XRD untuk mengetahui parameter kisi dan ukuran kristal, UV-Vis untuk

mengetahui absorbansi dan nilai energi celah pitanya serta uji antiburam untuk

mengetahui kemampuan aktivitas antiburam sampel pada kaca preparat. Aktivitas

antiburam yang baik ditunjukkan dengan kaca preparat yang tidak buram jika

(37)

37

2. Karakterisasi Nanopartikel TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl)

a. XRD

Hasil Spektra XRD nanopartikel TiO2-tersensitifkan AgCl ditunjukkan

pada Gambar 15 berikut ini.

Gambar 15. Difraksi Sinar-X TiO2@AgCl dengan variasi (a) V1 (b) V2 (c) V3

(d) V4 (e) V5

Gambar 15 menunjukkan bahwa sampel V1 memiliki fasa anatas dan rutil,

sedangkan pada V2-V5 memiliki fasa anatas, rutil, AgCl. Hasil data XRD dari

Gambar 15 dianalisa lebih lanjut dengan metode RIR dan diperoleh kenaikan

jumlah fasa AgCl seiring dengan penambahan perak awal sintesis yang dapat

(38)

38

Tabel 2. Persentase (%) AgCl, Anatas, Rutil dalam TiO2@AgCl

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dialirkan grafik hubungan %AgCl

terhadap variasi perakseperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Hubungan %AgCl dalam TiO2@AgCl dengan variasi (a) V1

(b) V2 (c) V3 (d) V4 (e) V5

Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin besar %Ag yang digunakan

untuk analisa maka semakin besar ion AgCl yang tersensitifkan di permukaan

TiO2. Ion AgCl dapat terbentuk dari ion Cl- dari prekusor TiO2 dan ion Ag+ dari

penambahan perak saat sintesis. Adanya AgCl dapat menggeser absorsi sinar UV

ke daerah tampak. Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan bahwa AgCl yang TiO2@AgCl pada

Variasi perak % AgCl % Anatas % Rutil

0% 0 15 85

0,50% 0,79 18 81

1,50% 3,5 17 80

3% 4,38 16,1 79

(39)

39

terbentuk belum optimum sehingga dimungkinkan masih ada ion Cl- yang tersebar

di permukaan jika dilakukan penambahan perak diatas konsentrasi 5%.

Hasil data XRD dari Gambar 15 dapat dianalisis lebih lanjut dengan

program U-FIT dan diperoleh data 2θ, Intensitas, dan (hkl) Spektra XRD

TiO2@AgCl yang ditunjukkan pada Tabel 3, dimana untuk keterangan A= fasa

(40)
(41)

41

Data parameter kisi dan grup ruang TiO2@AgCl hasil sintesis ditunjukkan

dalam Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Parameter Kisi dan Grup Ruang TiO2@AgCl

TiO2

Parameter kisi yang diperoleh dari Tabel 4 memiliki parameter kisi yang

identik dengan parameter kisi anatas yang dipaparkan oleh Khitrova et al. (1977)

dengan nomor PDF 01-083-2243 dengan a = 3,7800 Å, c = 9,5100 Å yang

memiliki sistem kristal tetragonal dan grup ruang I41/amd. Parameter kisi rutil

identik dengan parameter kisi yang dipaparkan oleh Sugiyama et al. (1991)

dengan nomor PDF 01-076-0322 dengan a = 4,6344 Å, c = 2,9919 Å yang

memiliki sistem kristal tetragonal dan grup ruang P42/mnm dan parameter kisi

AgCl identik dengan parametr kisi yang di paparkan oleh Swanson et al. (1955)

dengan nomor PDF 01-085-1355 dimana a = 5,549 Å yang memiliki sistem

kristal kubik dan grup ruang Fm-3m. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada

(42)

42

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa volume anatas, rutil, dan AgCl secara

umum mengalami kenaikan. Hal ini dimungkinkan karena adanya ion Ag+ dari

AgCl yang menyisip ke dalam struktur TiO2 sehingga mengakibatkan volumenya

meningkat atau kemungkinan lain adalah salah satu ion penyusun struktur TiO2

digantikan oleh salah satu ion AgCl sehingga volumenya meningkat karena kristal

AgCl memiliki massa atom yang lebih besar dari TiO2.

Berdasarkan Tabel 4, pengaruh kadar perak dalam senyawa TiO2@AgCl

terhadap volume anatas, rutil, dan AgCl dapat diperjelas dengan grafik pada

Gambar 17 berikut ini.

(a) (b)

(c)

Gambar 17. Grafik Volume TiO2@AgCl pada Fase (a) Anatas (b) Rutil (c) AgCl

(43)

43

Fasa anatas, rutil dan AgCl dari penelitian ini telah diteliti sebelumnya oleh

Sangchay et al (2012) yang mensintesis TiO2-AgCl dengan metode sol gel

menggunakan TTIP, AgNO3, C2HCl3O2 kemudian di kalsinasi pada temperatur

400oC, 500oC, 600oC. Serbuk TiO2-AgCl hasil sintesis dibandingkan dengan TiO2

Degusa P25 melalui karakterisasi XRD. Hasil XRD menunjukkan bahwa TiO2

Degusa P25 memiliki fasa anatas dan rutil sedangkan TiO2-AgCl memiliki fasa

anatas dan fasa AgCl pada temperatur 400oC. Kalsinasi pada temperatur yang

lebih tinggi menunjukkan perubahan komposisi anatas dan AgCl. Hal itu terjadi

karena pada temperatur yang lebih tinggi fasa anatas bertransformasi menjadi rutil

sedangkan fasa AgCl berkurang. Oleh karena itu pada kalsinasi temperatur 400oC

memiliki kristalinitas anatas yang cukup baik.

Ukuran kristal TiO2@AgCl pada berbagai variasi perak dapat ditentukan

dari puncak tunggal yang tidak berhimpit dengan puncak fasa lain dan dapat

dihitung menggunakan persamaan Scherrer (Persamaan 6) yang terdapat pada

Lampiran 5 dan ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Ukuran Kristal Berdasarkan Kenaikan %AgCl.

Sampel Ukuran kristal (nm)

Anatas Rutil AgCl

TiO2@0%AgCl 6,7427 9,5717 -

TiO2@0,5%AgCl 7,7101 8,7836 60,7459

TiO2@1,5%AgCl 7,0111 11,6039 52,9633

TiO2@3%AgCl 6,7026 12,1240 56,7245

TiO2@5%AgCl 6,0306 12,1327 57,5402

Berdasarkan Tabel 5 perubahan ukuran kristal TiO2@AgCl ditunjukkan pada

(44)

44

(a) (b)

(c)

Gambar 18. Grafik Hubungan Ukuran Kristal TiO2@AgCl pada Fase (a) Anatas

(b) Rutil (c) AgCl.

Gambar 18 menunjukkan bahwa semakin besar variasi perak yang

ditambahkan saat awal sintesis menyebabkan menurunnya ukuran kristal fasa

anatas dan fasa AgCl namun ukuran kristal fasa rutil meningkat

b. Spektrofotometer Diffuce Reflectance UV-Vis (DR-UV)

Karakterisasi dengan diffuce reflectance UV-Vis dilakukan untuk

mengetahui absorbansi atau kemampuan material untuk menyerap cahaya dan

energi celah pita. Serbuk hasil sintesis sebelum dianalisa perlu dilakukan preparasi

sampel dengan cara mencampurkan serbuk TiO2@AgCl dengan sedikit etanol

kemudian campuran tersebut dilapiskan pada kaca preparat. Kaca yang terlapisi

sampel TiO2@AgCl dikeringkan pada temperatur kamar.

(45)

45

Sampel V1-V5 akan mengabsorpsi panjang gelombang tertentu. Pengukuran

dilakukan pada panjang gelombang 200-800 nm kisaran radiasi UV adalah

100-400 nm sedangkan untuk visibel adalah 100-400-750 nm. Hasil karakterisasi UV-Vis

berupa absorbansi TiO2@AgCl terhadap panjang gelombang yang terlihat pada

Gambar 19.

Gambar 19. Spektra UV-Vis TiO2@AgCl pada Variasi Perak (a) V1 (b) V2 (c) V3

(d) V4 (e) V5

Gambar 19 menunjukkan bahwa material TiO2@AgCl 0% (V1) mengalami

penyerapan energi yang terjadi pada gelombang maksimal 234 nm yang

merupakan daerah UV. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya material TiO2

memiliki bentuk oktahedral tidak sempurna yaitu transisi D2d pada anatas dan

transisi D2h pada rutil. Fase Anatas memiliki empat transisi di D2d yaitu transisi

B2-A1, B2-B1, E-A1, E-B1dimana B1 (x2-y2), E(xy,yz), A1 (x2+y2+z2), dan B2 (x,y).

Fasa rutil memiliki tiga transisi di D2h yaitu transisi B1g-Ag, B2g-Ag, B3g-Ag dimana

200 300 400 500 600 700 800

(46)

46

B1g(dxy), B2g (dxz), B3g (dyz). Transisi d-d pada TiO2 hanya terjadi pada oktahedral

sempurna. Orbital d pada oktahedral sempurna dapat mengalami pembelahan

(splitting) menjadi dua orbital yaitu eg dan t2g. Oleh karena itu TiO2 hanya

menyerap pada panjang gelombang tertentu yang dapat ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Panjang Gelombang Sinar UV-Vis

Sampel λ(nm)

Visibel UV

TiO2@AgCl 0% (V1) - 234

TiO2@AgCl 0,5% (V2) 454 358

TiO2@AgCl 1,5% (V3) 453 357

TiO2@AgCl 3% (V4) - 353

TiO2@AgCl 5% (V5) 463 363

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa sampel V1 dan V3 terjadi

penyerapan daerah ultraviolet sedangkan sampel V2,V4,V5 terjadi penyerapan di

daerah ultaviolet dan sinar tampak. Adanya perbedaan daerah serapan pada

masing-masing sampel juga terjadi karena adanya tumpang tindih antar 3 tipe

struktur pada TiO2@AgCl yaitu anatas, rutil, dan AgCl.

Berdasarkan data spektra Reflektansi UV-Vis Diffuce Reflectance pada

Lampiran 6 dapat dihitung energi celah pita masing-masing sampel menggunakan

persamaan Kubelka-Munk (Persamaan 3). Hasil perhitungan tersebut kemuadian

dialirkan grafik hubungan antara eV dengan (F(R’ x hv)1/2 yang terdapat pada

(47)

47

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Gambar 20. Perhitungan Energi celah pita TiO2@AgCl pada Variasi Perak (a) V1

(48)

48

Berdasarkan grafik pada Gambar 20, dapat dilihat perbedaan yang signifikan

energi celah pita material TiO2@AgCl pada berbagai variasi perak dalam Tabel 7.

Tabel 7. Energi Celah Pita TiO2@AgCl pada berbagai Variasi Perak

Sampel Energi celah pita (eV)

TiO2@AgCl 0% (V1) 3,14 -

TiO2@AgCl 0,5% (V2) 3,04 -

TiO2@AgCl 1,5% (V3) 3,03 1,94

TiO2@AgCl 3% (V4) 2,97 2,24

TiO2@AgCl 5% (V5) 3,02 1,99

Berdasarkan Tabel 7 dapat terlihat bahwa sampel tanpa penambahan AgCl

(V1) memiliki energi celah pita 3,14 eV, sedangkan sampel TiO2 dengan

penambahan AgCl mengalami penurunan energi celah pita. Penurunan energi

celah pita menunjukkan aktivitas fotokatalitik yang baik pada sampel. Aktivitas

fotokatalitik sampel yang baik terjadi pada daerah tampak. Sampel yang

mengalami pergeseran ke daerah tampak terjadi pada sampel yang memiliki dua

energi celah pita yaitu pada sampel V3-V5.

3. Uji Aktivitas Antiburam TiO2-tersensitifkan AgCl (TiO2@AgCl)

Pengujian antiburam dilakukan dengan mengukur sudut kontak antara

cairan (akuades) dengan substrat (kaca preparat) yang telah dilapisi oleh

nanopartikel TiO2@AgCl pada berbagai variasi perak untuk menentukan sifat

hidrofilitasnya (suka terhadap air). Langkah awal untuk melakukan uji ini adalah

membuat sampel TiO2@AgCl. Berat tiap sampel yang ditimbang yaitu 0,025

gram, kemudian dicampurkan dengan akuades sampai volumenya 25 mL.

(49)

49

stirrer. Konsentrasi campuran sampel yang diperoleh adalah 1000 ppm. Satu kaca

preparat steril (tanpa pencelupan) dan satu kaca preparat yang dilapisi suspensi

sampel V1-V5 disiapkan dengan teknik dipcoating yaitu pencelupan cepat. Kaca

preparat yang telah kering ditetesi akuades dan dilakukan pengambilan gambar

(foto) setiap 4 menit sekali dalam rentang waktu 0-40 menit. Sampel V1-V5

dilakukan pengukuran sudut kontak menggunakan paparan sinar matahari tidak

langsung (di dalam ruangan) dan paparan sinar ultraviolet. Pengukuran sudut

kontak dilakukan dengan cara mengambil gambar (foto) kaca preparat yang

terlapisi sampel V1-V5 dan tertetesi satu tetes air diatasnya. Hasil gambar tersebut

(foto) selanjutnya diukur sudut kontaknya menggunakan aplikasi Corel Draw

pada komputer dengan memilih toolbar freehand tools dimention, kemudian

menarik garis lurus antara kaca preparat dengan garis lengkung pada air sehingga

akan muncul besarnya sudut kontak.

Penurunan sudut kontak sampel V1-V5 dilakukan dengan membuat grafik

hubungan antara besarnya nilai sudut kontak terhadap waktu. Sampel yang

mengalami penurunan sudut kontak tajam (memiliki selisih penurunan sudut

kontak awal dan akhir tinggi) menunjukkan aktivitas antiburam yang baik pada

material itu. Aktivitas Antiburam dapat terjadi karena material tersebut mudah

menyerap air di permukaan sehingga permukaan air yang semula cembung

menjadi melebar. Adanya aktivitas Antiburam tinggi pada kaca preparat

memperlihatkan bahwa material tersebut tidak mudah buram, memiliki daya serap

tinggi, memiliki sifat hidrofilik tinggi (suka terhadap air). Proses penurunan sudut

(50)

50

(a) (b)

Gambar 21. Penurunan Sudut Kontak Akuades pada Kaca Preparat tanpa Lapisan TiO2@AgCl saat (a) t=0 menit (b) t= 40 menit.

Informasi gambar penurunan sudut kontak masing-masing sampel dengan

paparan sinar ultraviolet dan sinar matahari tidak langsung dapat dilihat pada

Lampiran 7. Berdasarkan data penurunan sudut kontak (Lampiran 8) dialirkan

grafik hubungan antara waktu dan sudut kontak dengan paparan sinar ultraviolet

(Gambar 22) dan paparan sinar matahari tidak langsung (Gambar 23).

(51)

51

Gambar 23. Grafik Penurunan Sudut Kontak Air pada Kaca Preparat tanpa Lapisan TiO2@AgCl (a) dan dilapisi sampel V1-V5 untuk (b)-(f)

pada Paparan Matahari Tidak Langsung.

Penurunan sudut kontak air pada kaca preparat terlihat jelas pada Gambar

22 dan Gambar 23. Pada waktu 0 menit, tetesan akuades berbentuk lebih cembung

dengan ukuran sudut yang besar dan mengalami penurunan sudut kontak hingga

pada waktu 40 menit. Hal ini dapat dilihat dari selisih sudut kontak pada menit ke

0 dan ke 40 pada masing sampel yang ditunjukkan dengan Gambar 24 berikut ini.

(a) (b)

(52)

52

Penurunan sudut kontak menunjukkan sifat hidrofilitas suatu material, semakin

besar penurunan sudut maka semakin bersifat hidrofilik. Gambar 24 menunjukkan

material yang memiliki selisih sudut kontak terbesar di daerah ultraviolet adalah

sampel V2 sebesar 27,8o sedangkan pada sinar matahari tidak langsung selisih

sudut kontak terbesar adalah sampel V3 sebesar 25,36o.

Sudut kemiringan garis singgung (slope) penurunan sudut kontak juga

menunjukkan sifat hidrofilitas. Slope yang semakin besar semakin bersifat

hidrofilik. Slope dapat diperoleh dengan mengalirkan grafik hubungan antara

sudut kontak dan waktu pada masing-masing sampel. Grafik yang diperoleh

disinggungkan dengan garis lurus (linear), kemudian diukur besarnya sudut

kemiringan penurunan sudut kontak dengan aplikasi Corel Draw. Slope dilakukan

pada sampel tanpa pencelupan dan sampel dengan pencelupan V1-V5.

Berdasarkan Lampiran 9 dapat diketahui sudut kemiringan garis singgung

penurunan sudut kontak air pada paparan sinar ultraviolet dan sinar matahari tidak

langsung yang dialirkan Gambar 25.

(a) (b)

Gambar 25. Sudut Kemiringan Garis Singgung Penurunan Sudut Kontak pada Paparan (a) Sinar Ultraviolet (b) Sinar Matahari Tidak Langsung.

(53)

53

Gambar 25 diatas menunjukkan bahwa sudut kemiringan garis singgung

penurunan sudut kontak terbesar pada sinar ultraviolet sebesar 45o pada sampel

V2 sedangkan pada sinar matahari tidak langsung sebesar 45,95o pada sampel V3.

Slope terbesar menunjukkan kemampuan aktivitas antiburam paling baik. Oleh

karena itu, sampel V2 dan V3 memiliki aktivitas antiburam yang baik. Slope besar

menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki luas permukaan air yang lebar

terhadap kaca preparat sehingga sudut kontak antara kaca preparat kecil.

Permukaan air yang luas menyebabkan air tersebar merata di permukaan kaca dan

mengabsorbsi kontaminan yang ada di permukaan sehingga kaca menjadi bersih

(54)

54 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan yang

telah diuaraikan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Penambahan perak pada TiO2-tersensitifkan AgCl memunculkan fasa baru

(fasa AgCl) sedangkan sampel kontrol hanya berisi fasa anatas dan rutil.

Penambahan perak yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyaknya

fasa AgCl yang terbentuk dan ukuran kristal fasa rutil meningkat namun

ukuran kristal fasa anatas menurun. Hasil analisa DR-UV menunjukkan

bahwa sampel 0% dan 0,5% memilki satu energi celah pita secara

berturut-turut 3,14 eV dan 3,04 eV sedangkan sampel 1,5%; 3%; dan 5% memiliki dua

energi celah pita pada rentang (1,94-3,02) eV.

2. Aktivitas antiburam terbaik pada paparan sinar ultraviolet adalah TiO2

-tersensitifkan 0,5% perak dan aktivitas antiburam terbaik pada paparan sinar

(55)

55 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang perlu ditambahkan

adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memvariasikan persentase perak

diatas 5% dan perlu menggunakan metode lain.

2. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut menggunakan EDX, SEM, IR agar

(56)

56

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. & Sutrisno, H. (2013). Rekayasa Mikrostruktur Larutan Padat Ti (1-x)CrxO2 Melalui Metode Pengendapan Basa Dengan teknik Refluks Dan

Karakterisasinya. E-Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. 2(4). 1-8.

Banfield, J.F. & Veblen, D.R. (1992). Conversion of Perovskite to anatase and TiO2 (B): a TEM Study and The Use of Fundamental Building Blocks for

Understanding Relationship Among the TiO2 Minerals. American

Mineralogist. 77: 545-557.

Bennani, J., Dillert, R., Thosten, M., Gesing & Bahnemann, D. (2009). Physical properties, Stability, and Photocatalytic Activity of TiO2/ SiO2 Films.

Separation and Purification Technology. 67: 173-179.

Braun, J.H., Baidins, A. & Margainski, R.E. (1992). TiO2 Pigment Technology. a

Review. Progress in Organic Coatings. 20: 105-138.

Cacciafesta P., Hallam K.R., Oyedepo C.A., Humphris A.D.L., Miles M.J., & Jandt K.D. (2002). Characterization of Ultrafat Titanium Oxide Surface. Chemical Material. 14: 777-789.

Cao, J., Benyan, X., Bangde, L., Haili, L. & Shifu, C. (2011). Preparation, Characterization and Visible-light Photocatalytic activity of AgI/AgCl/TiO2.

Applied Surface Science. 257: 7083-7089.

Carp, O., Huisman, C.L. & Reller, A. (2004). Photoinduced reactivity of titanium dioxide. Prog. Solid State Chem. 32 (1-2): 33-177.

Chiba, Y., Islam, A., Watanabe, Y., Komiya, R., Koide, N. & Han, L. (2006). Dye-Sensitized Solar Cells with Conversion Efficiency of 11.1%. Japanese Journal of Applied Physics. 45(25): L638-L640.

Choi, W., Termin A. & Hoffmann M.R. (1994). Dehydration of Synthesized Coprecipitated Titania Powders. Journal of Materials Science. 8: 485-489.

Cotton, F.A., Wilkinson, G., Murillo, C.A., & Manfred, B. (1999). Advance Inorganic Chemical, 6th Edition. John Willey & Sons Inc: Van Couver.

Diamandescu L., Vasiliu, F., Tarabasanu-Mihaila D., Feder, M., Vlaicu A.M., Teororescu C.M., Macovei D., Enculescu, I., Parvulescu, V. & Vasile E. (2008). Structural and Photocatalytic Properties of Iron and Europium Doped TiO2 Nanoparticles Obtained Under Hydrotermal Conditions.

(57)

57

Diantoro, M., Santana, J. & Fuad, A. (2010). Kajian Evolusi Struktur Kristal Dan Magnetodielektrisitas Senyawa Spintronik Ti1-xCoxO2+δ. Jurnal Sains. 39:

21-26.

Farahmandjou, M. & Khalili, P. (2013). Study of Nano SiO2/TiO2

Superhydrophobic Self-Cleaning Surface Produced by Sol-Gel. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 7(6): 462-465.

Fatimah, I. (2009). Dispersi TiO2 dalam SiO2 Montmorillonit: Efek jenis

Prekusor. Jurnal Penelitian Saintek. 14(1): 41-58.

Fujishima, A., Hashimoto, K. & Watanabe, T. (1999). TiO2. Photocatalysis

Fundamental and Application. Bkc. Inc, Tokyo, Japan.

Garcia, C.G., Polo, A.S. & Murakami Iha, N.Y. (2003). Photoelectrochemical Solar Cell Using Extract of Eugenia Jambolana Lam a A Natural Sensitizer. Annals of the Brazilian Academy of sciences. 75(2): 163-165.

Gates, B. C. 1991. Catalytic Chemistry. Kanada: John Willey & Sons. Inc.

Gerfin, T., Gratzel, M. & Walder, L. (1997). Molecular Level Artificial Photosynthetic Materials. Progress Inorganic Chemical. 44: 345-393.

Guan, K. (2005) Relationship Between Photocatalytic Activity, Hydrophilicity and self Cleaning Efect of TiO2/SiO2 Films. Survey and Coatings

Technology. 191: 155-160.

Gupta, K., Singh, R.P., Pandey, A. & Pandey A. (2013). Photocatalytic antibacterial performance of TiO2 and Ag-doped TiO2 against S. Aureus. P.

aeruginosa and E. coli. Beilstein journal of nanotechnology. 4: 345-351.

Handayani, S. & Haryadi, W. (1998). “Modifikasi Sintesis Zeolit A sebagai Bahan Pengisi Deterjen (Builder)”. Cakrawala Pendidikan. No.1. tahun XVIII, Yogyakarta: LPM IKIP Yogyakarta.

Hoffmann, M.R., Martin, S.T., Choi, W. & Bahnemann, D.W. (1995). Environmental Application of Semiconductor Photocatalysis. Chemical Review. 95: 69-96.

Gambar

Tabel 1. Struktur Kristal TiO2 Fasa Rutil dan Anatas.
Gambar 2. Skema Diagram Elektron-hole Proses AgI/AgCl/TiO2  dibawah Sinar Tampak
Gambar 3. Mekanisme Fotokatalis TiO2
Gambar 7. Diagram Alir Preparasi Prekusor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan semikonduktor adalah bahan yang bersifat setengah konduktor karena celah energi yang dibentuk oleh struktur bahan ini lebih kecil dari celah energi bahan

Ketika persambungan semikonduktor tipe-n - elektrolit disinari cahaya, foton yang mempunyai energi lebih besar dari celah pita diserap sehingga elektron terlepas dari

Ketika semikonduktor diradiasi dengan cahaya yang energinya lebih besar dari energi gap semikonduktor (hν ≥ Eg), elektron dari pita valensi dapat tereksitasi ke pita

merupakan semikonduktor cenderung stabil terhadap sinar, mampu menyerap sinar UV dengan baik dan memiliki celah pita energi yang besar yaitu 3,2 eV untuk anatase dan 3,0 untuk

Asam adalah senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7 atau suatu zat yang dapat memberi proton (ion H + ) kepada zat..

Pada proses fotokatalitik, ketika semikonduktor TiO 2 mengabsorbsi sinar UV (λ &lt; 380 nm), yang berenergi sama atau lebih besar dari celah energinya (3-3,2 eV), maka energi foton

Jika material disinari dengan gelombang elektromagnetik maka jika energi foton lebih besar atau sama dengan lebar celah pita energi semikonduktor maka foton akan diserap oleh

Semikonduktor akan menyerap energi yang sebanding atau lebih besar dari energi celah sehingga elektron (e) pada pita valensi (valence band, vb) akan tereksitasi