ORIENTASI NILAI BERADAT MELAYU PADA TEKS DAN KONTEKS PANTANG LARANG MASYARAKAT MELAYU DI BATU BARA
SKRIPSI
DISUSUN OLEH : TRIA HANDAYANI
140702015
PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
ABSTRAK
Tria Handayani, 140702015. Judul Skripsi: Orientasi Nilai Beradat Melayu Pada Teks dan Konteks Pantang Larang Masyarakat Melayu Di Batu Bara.
Peneliti ini membahas dan mengkaji tentang pantang larang dan hubungan nya dengan orientasi nilai beradat Melayu pada masyarakat Melayu di Batu Bara. Masalah peneliti ini bagaimana mengkait makna pantang larang membangun aspek-aspek berorientasi beradat Melayu.
Tujuannya mendeskripsi kan makna pantang larang wujud dalam aspek beradat Melayu.
Penelitian ini menggunakan metode deskritif kualitatif dengan pendekatan fungsionalisme dan presfektif fungsionalisme.
Penelitian menunjukan bahwa makna pantang larang dapat di klasifikasi kan berdasarkan pase dengan kehidupan dan makna daya sesuai orientasi nilai beradat Melayu
Kata kunci : Orientasi nilai, Pantang Larang, Masyarakat Melayu
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat, kesehatan, dan keselamatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat seiring salam penulis ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di Yaumil Akhir nanti, Amin.
Skripsi ini berjudul Orientasi Nilai Beradat Melayu Pada Teks dan Konteks Pantang Larang Masyarakat Melayu di Batu Bara. Skripsi ini penulis ajukan untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Medan, Juni 2018 Penulis
Tria Handayani NIM. 140702015
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan rahmatnya, serta kekuatan dan kebijaksanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk saran, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, serta seluruh staf pegawai dijajaran Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Rozanna Mulyani, M.A, selaku Ketua Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A, Ph.D, selaku Sekertaris Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi, meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta memberikan masukan ide-ide hingga penulis skripsi ini selesai.
5. Kepada Bapak/Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Melayu yang telah banyak membantu penulis dalam belajar selama delapan semester di Fakultas Ilmu Budaya.
6. Terima kasih kepada kak Tridayani dan bg yogo, sebagai tata usaha Departemen Program Studi Sastra Melayu yang telah membantu penulis dalam mengurus segala macam dokumen-dokumen yang berhubungan dengan skripsi.
7. Kepada Kepala Desa Bogak yang telah memberikan izin untuk penelitian dan mempermudah penulis dalam mengurus surat-menyurat penelitian.
8. Kepada informan-informan yang sangat baik, telah meluangkan waktu dan memberikan informasi kepada penulis.
9. Terimakasih banyak kepada orang yang paling ku sayang bapak dan ibu ku (Suhendra) dan (Sutrani) yang telah banyak mendukung penulis sepenuhnya untuk bisa
semoga saya bisa membahagiakan kedua orang tua yang sangat saya cintai.
10. Terimakasih kepada abang dan adik ku Erwin Syahputra, M.Hanizar, Rizki Amanda yang telah mendukung saya dan mendoakan saya sampai saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas bantuan materi yang telah diberikan kepada saya.
11. Terimakasih Chandra Prabaja yang selalu memberikan dukungan moral maupun materi serta selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai.
12. Terimakasih kepada sahabat ku Bella Tarawiguna yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas bantuan moral maupun materinya selama ini. Terimakasih kau telah banyak membantu ku, kau keluarga bagi ku semoga kita sama-sama sukses. Amin
13. Terimakasih juga kepada sahabat ku teman seperjuangan serta saudara ku Ayu Lestari, Sari Kana Riski, Ananda Hayati Nazifah, Siti Nur Aisya Tanjung, Rafido Alfarisi, Wan Siti Airia Rahma, Shella Zelviana Suci, Saza Atira Lubis, dan Evi Fatmala. Terimakasih atas segala doa dan dukungan nya.
14. Terimakasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan Melayu 014, keluarga baru penulis di Jurusan Sastra Melayu, kalian semua adalah keluarga yang sangat berarti buat penulis.
Terimakasih atas doa dan dukungan nya selama ini.
15. Terimakasih kepada kakak dan abangda yang telah memberikan saran kepada penulis, dan terimakasih untuk adik-adik junior yang telah memberikan doa dukungan nya kepada penulis.
Medan, Juni 2018 Penulis,
Tria Handayani
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR...ii
UCAPAN TERIMA KASIH...iii
DAFTAR ISI...v
BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang...1
1.2.Batasan masalah...7
1.3.Perumusan masalah...8
1.4.Tujuan penelitian...8
1.5.Asumsi...8
1.6.Definisi operasional...9
1.7.Manfaat Penelitian...10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hubungan sastra lisan dan masyarakatnya...11
2.2.Orientasi nilai beradat Melayu dan Implimentasinya...14
2.3.Pendekatan Fungsionalisme sastra...19
2.4.Sosiologi sastra...23
2.5.Fokus pendekatan...23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.3.Teknik pengumpulan data...26
3.4.Teknik Analisis data...27
3.5.Desain penelitian...27
BAB IV PEMBAHASAN 4.1.Pantang-pantang Larang...28
4.2.Makna dan fungsi pantang larang...37
4.3.Pantang Larang dan orientasi nilai masyarakat Melayu...41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan...46
5.2.Saran...47
DAFTAR PUSTAKA...48
Lampiran 1 Daftar Informan Penelitian...50
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian...52
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra lisan hadir sebagai wujud nyata imajinasi kreatif dari masyarakatnya dengan proses yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Terutama dalam penciptaan karya yang berupa cerita-cerita lisan, seperti pantang larang. Proses itu disebut individualis, artinya cara yang digunakan tiap suatu masyarakat berbeda-beda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal, diantaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam diri hingga bahasa penyampaian yang digunakan. Karya sastra lisan diharapkan mampu memberi kepuasan estetika dan intelektual bagi masyarakat pembacanya.
Walaupun terkadang, sering terjadi bahwa karya sastra lisan tidak dapat dipahami dan dinikmati sepenuhnya oleh sebagian besar masyarakat pembaca.
Pantang larang sebagaian bagian dari masyarakat melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra lisan hadir sebagai perenungan terhadap fenomena yang ada. Sastra lisan berupa cerita pantang larang memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar ungkapan khayal atau angan saja, melainkan wujud dari kreativitas masyarakat dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikiran. Dalam sastra lisan pantang larang merupakan hasil kreasi melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosioalnya (Al-Ma‟ruf. 2009: 1). Oleh karena itu,
keberadaan karya sastra lisan berupa pantang larang yang merupakan cerminan masyarakat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang tak terlepas dari ciri dan tipe masyarakat itu sendiri.
Bangsa Melayu banyak meninggalkan bermacam-macam kepercayaan yang di dalamnya mengandung berbagai pantang larang, tunjuk ajar yang halus dan nasehat yang berguna bagi anak cucunya yang belum berpengalaman dalam kehidupan mereka.
Orang Melayu juga percaya dengan adanya pantang larang. Bagi orang Melayu pantang larang merupakan adat dan budaya warisan nenek moyang.
Dalam kehidupan sehari-harinya pantang larang dipercaya bagi orang Melayu untuk membentuk etika bagi orang Melayu. Pada masyarakatnya bertujuan untuk mendidik khususnya generasi muda agar dapat diterapkan nilai-nilai baik yang bisa diamal kan dalam kehidupan.
Jenis pantang larang ada banyak, khususnya di Masyarakat Melayu Batu Bara, pantang larang berupa ibu mengandung, pantang larang pergi mata pencaharian, pantang larang makan, pantang larang berperilaku didalam rumah, pantang larang pernikahan, panatang larang berkaitan dengan kematian. Contoh pantang larang dalam ibu mengandung, ibu mengandung tidak boleh memukul binatang sembarangan bisa mengakibatkan bayi yang lahir bisa bentuk yang cacat. Hal ini bertujuan agar manusia tidak menganiaya binatang apapun khususnya bagi ibu yang sedang hamil tidak boleh bergerak yang terlalu berlebihan. Contoh lain dari pantang larang kepada anak, contohnya : kalau makan nasi kena habiskan kalau tidak nasi akan menangis. Tujuan dari pantang larang tersebut adalah untuk
3
mendidik anak supaya tidak mempunyai sifat yang mubazir, karna sifat mubazir tidak baik dalam hukum islam.
Menyadari bahwa setiap pelakuan dan pantang larang merupakan elemen untuk membina tujuan itu. Perlakuan itu baik dihasilkan oleh pawang dan khalayak ritual atau dari waktu dan tempat pelaksanaan ritual. Manakala pantang larang dinyatakan sebagai persepahaman yang diwarisi turun temurun. Tegasnya dalam analisis ini diaplikasikan paradigma fungsionalisme Durkheim dalam pendekatan sosiologi sastra dan tidak mengacu hanya kepada data etik, melainkan memberatkan kepada data emik.
Setiap ritual yang ada bertujuan untuk menyampaikan arahan tentang pantang larang dalam perilaku seharian ataupun semasa ritul anggota masyarakat setempat dilaksanakan. Masyarakat yang melanggar pantang larang akan mendapat hukuman (saman) dalam bentuk harta benda ataupun hukuman moral dari masyarakat karena dianggap mengabaikan persefahaman. Jika hukuman itu diabaikan, dipercayai bisa mewujudkan kemudaratanke diri individu anggota masyarakat.
Pantang larang ialah pantangan dan larangan bagi setiap orang untuk melakukan sesuatu karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bukan saja terhadap dirinya sendiri, tetapi dapat pula merembet orang lain (Effendy, 1990:37)
Khazanah kesusastraan lisan atau tradisi masyarakat Melayu di Batu Bara mempunyai beberapa ciri tertentu. Ciri pertama yang paling ketara adalah cara ia disampaikan, yaitu secara lisan. Namun, ada juga sebagian darinya telah ditulis
kepada sekumpulan/masyarakat. Kesusastraan lisan atau disebut juga sastra tradisi masyarakat Melayu, khususnya yang berdomisili di wilayah Kabupaten Batu Bara, juga dipertuturkan untuk diperluaskan penggunaannya dalam pesta-pesta perkahwinan dan dalam adat-istiadat, seperti ritual-ritual syukuran ladang, pesta rakyat, jamuan laut, dan dalam pesta seni pertunjukkan rakyat. Kemudian, Iabaik sebaga bagian dari pesta adat, pemeriah dalam hajatan ataupun hanya penghibur dalam pertemuan-pertemuan tersebut.
Menurut pandangan anggota masyarakat Melayu di Batu Bara, ada juga pengetua kampung dan daerah yang mengambil kesempatan menulis dan merakam setiap pantang larang dituturkan di dalam pesta tersebut baik untuk dijadikan koleksi dan pengetahuan pribadi atau berniat dijadikan sebagai bahan pengajarankepada generasi pewaris.
Berkaitan dengan isi kandungannya, kesusastraan lisan masyarakat Melayu berupa pantang larang menerima pengaruh Hindu-Buddha dan keyakinan terhadap sesuatu agama. Cerita lisan pantang larangmasyarakat Melayutersebar di kalangan masyarakatnya dari berbagai pengaruh dan cara penyebarannya terdapat ha- hal yang selalu terjadi, yaitupantang larangmasyarakat Melayu Batu Baramengalami penambahan baik dalam bentuk, isi maupun pertuturannya.
Mengalami pengurangan baik isi, bentuk maupun cara pertuturannya, dan di dalam masyarakat Melayu, khususnya yang berdomisili di wilayah Batu Bara, walaupun diperankan oleh seorang tokoh yang pintar, tetapi mengungkapkan petuah-petuah hidup yang bermanfaat pada masa kini dan akan datang.
5
Hal tersebut terjadi disebabkan oleh seorang penutur baik pencatat maupun perekam akan menambah-nambahi cerita, bentuk serta penyampaiannya untuk menambah kesedapan, kesesuaian cerita dengan suasana dan fenomena sosial „ alam persekitaran serta lingkungan, di mana ia dituturkan dan disampaikan serta di dimana pula ia berkedudukan hingga tidak ada rasa ragu-ragu untuk membuang dan rnenambah isi serta bentuk dan juga gaya penyampaiannya.Disebabkan itulah ditemui beberapa perbedaan apabila dilihat dari segi isi ataupun kandungan serta gaya penyampaian serta nilai-nilainya. Begitu juga halnya dengan bentuknya, dari sesebuah judul diceritakan dalam genre yang berbeda-beda. Selain itu, melibatkan soal keberadaan dari cerita lisan beruapa pantang larang masyarakat Melayu, yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dari dalam masyarakat yang sederhana.
Mungkin ia turut lahir dan wujud terbatas hanya pada acara-acara adat.
Berkenaan dengan isi pantang larangberkembang dalam masyarakat sederhana dan masyarakat bangsawan atau raja-raja pada masa pengaruh Hindu- Buddha, ia bertemakan atau mengacu kepada kebesaran raja-raja danpendidikan serta cerita-cerita yang berkembang berisi dan bertemakan kebesaran pencipta manusia, langit, dan alam lingkungan berserta isi- isinya. Tidak kalah pentingnyaPantang larang mengandungi ciri-ciri budaya asal masyarakat yang melahirkannya sehingga menggambarkan suasana rnasyarakat Melayuyang alamiah. Disebabkan oleh pantang larangmerupakan ekspresi atau pernyataan budaya, rnelalui kesusastraan lisan rnasyarakat Melayu dapat mewujudkan corak budaya asas atau tradisionalnya, sehingga ciri asalnya tetap terpelihara.Walaupun
terdapat unsur-unsur saling melengkapi atau tokok tambah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pantang larang masyarakat Melayu di Batu bara pada hakikatnya cagar budaya dan adat Melayu karena kesemuanya tuangan pengalaman jiwa manusia dan masyarakat Melayu dan turut meliputi pandangan hidup serta landasan orientasi nilai yang beradatkan Melayu.
Selain itu dalam kesusastraan lisan berupa pantang larangterdapat unsur- unsur pemikiran yang luas tentang kemampuan masyarakatnya, pengajaran atau bersifat didaktik dan ketiga-tiga unsur ini berlaku dalam sesetengah susunan kata- puitis dan teratur indah. Susunan kata-kata demikian gambaran sesuatu keadaan atau peristiwa dipaparkan. Ini menunjukkan bahwa aspek pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan alarn ghaib. Bentuk pemikiran itu ada kaitan pula dengan sistern kepercayaan dan agama yang dianuti seperti animisme, Hindu, Budha, dan Islam.
Melihat kepada ciri, isi, dan bentuknya, cerita lisan berupa pantang larang masyarakat Melayumempunyai kedudukan yang tinggi di dalam kehidupan masyarakatnya baik dalam masyarakat masa lalu maupun masa kini. Ia merupakan salah satu warisan budaya yang mempunyai nilai kegunaan yang tinggi. Pantang larang bukan saja menjadi alat hiburan yang indah, tetapi juga sebagai alat pengajaran yang memberikan yang lebih berkesan. Di samping memancarkan nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu, ia juga memancarkan segala pewarnaan jiwa, semangat, sikap kepercayaan dan sejarah ideologi dan cermin dan hati nurani masyarakatnya. Oleh karena itu, saya akan meneliti Cerita Lisan berupa
7
pantang larang Masyarakat Melayu tentang orientasi nilai masyarakat beradat Melayu melalui pemaknaan teks dan konteksnya pada masyarakat Melayu di Batu
Pantang larang harus dipandang dan dinilai positif demi menjaga kelestarian adat ostiadat orang Melayu. Dengan adanya orientasi ini pengenalan tentang pantang larang bisa tetap dilestarikan khususnya di masyarakat Batu Bara.
B.Batasan Masalah
Ruang lingkup permasalahan sebagaimana ditetapkan di atas, dirasakan sebagai suatu yang cukup luas, untuk itu peneliti harus membatasi suatu masalah yang akan diteliti. Pembatasan itu sangat penting dalam penelitian karena kalau tidak dibatasi akan sulit bagi penulis untuk menyelesaikan suatu masalah. Lebih jelas Keraf (2002:112) mengatakan:
Setiap penelitian harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilih cukup sempit dan terbatasatau sangat khusus untuk digarap. Kecenderungan tiap penulis adalah mengungkapkan sesuatu dalam uraian itu akan menjadi kabur dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak dapat dicerna.
Dengan demikian pembatasan masalah dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam rnenghasilkan pembahasan yang akan lebih baik dan lebih terarah. Dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti tentang “ orientasi tentang nilai Beradat Melayu pada Adat Istiadat Pantang Larang”
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sastra lisan berupa pantang larang dalam sastra Melayu masyarakat Melayu Batu Bara. ?
2. Bagaimana hubungan makna teks dan konteks pantang larang dengan orientasi nilai beradat Melayu.?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelasakan makna apa saja yang disampaikan melalui pantang larang dalam ungkapan tradisional.
2. Untuk mendeskripsikam pantang larang dalam masyarakat Melayu Batu Bara.
E. Asumsi
Setiap penelitian membutuhkan anggapan dasar, dan kebenaran anggapan dasar ini tidak diragukan lagi. Anggapan dasar tersebut dipergunakan karena anggapan dasar merupakan titik arah untuk mendekati masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (2004:98) : yang mengatakan :
Anggapan dasar atau asumsi yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat ini yang menjadi titik tolak pangkal, titik mana yang tidak lagi rnenjadi keragu-raguan dalarn penelitian'
9
Sesuai dengan pendapat di atas maka penulis akan mengemukakan anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut :
“ cerita lisan berupa pantang larang masyarakat Melayu di Batu Bara berhubungan dengan orientasi nilai masyarakat beradat Melayu “.
F. Definisi Operasional
Dalam hubungannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat, kesusastraan lisan atau disebut juga pantang larang tidak dapat diabaikan karena ia sebahagian dari keseluruhan kehidupan. Pengkajian sosiobudaya tidak akan memberi makna jika tidak melihat kesusastraan lisan sebagai sesuatu yang pendukung. Menurut anggota masyarakat Melayu di Batu Bara; perselisihan telah berdamai atau akur, tetapi masih merupakan kenyataan-kenyataan yang menyembunyikan makna jika tidak melihat kesusastraan lisan Melayusebagai sesuatu nilai yang berharga di dalam masyarakat .
Kesusastraan lisan berupa pantang larang dapat memberi arah peristiwa masyarakat dan boleh juga memperlihatkan perkembangan dapat dikatakan bahwa ada kelangsungan dalam masyarakat Melayu dengan kesusastraan lisan atau masyarakatnya. la adalah sebagai histeriografi masyarakat Melayu, khasnya di Batu Bara, yaitu penulisan mengenai peristiwa-peristiwa telah disusun di dalam bentuk sastra yang agak baik dan pengajaran dan kemegahan generasi semasa masyarakat dan keturunannya.
Persepsi tentang unsur dan orientasi nilaiadalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang kegiatan penuturnya yang bebas menggunakan bahasa demi mencapai estetika karyanya. Kemampuan pantang larangadalah kesanggupan untuk penuturan kejadian yang pernah terjadi, berdasarkan kenyataan kejadian sebenarnya.
G. Manfaat Penelitian
Setelah tercapainya tujuan penelitian di atas, diharapkan hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemampuan penalaran dan penguasaan terhadap orientasi nilai beradat Melayu.
2. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi peneliti atau mahasiswa agar terampil dan mampu dalam penguasaan orientasi nilai, seperti nilai pendidikan pada cerita lisan berupa pantang larang masyarakat Melayu di Batu Bara.
Sebagai bahan masukan dalam menambah ilmu pengetahuan bagi penulis.
3. Sebagai bahan bandingan untuk penelitian lanjutan, kesusastraan lisan bidang cerita lisan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Hubungan Sastra Lisan dan Masyarakatnya
Sastra lisan atau disebut juga sastra tradisi mempunyai hubungan yang cukup erat dengan seseorang atau masyarakat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat di mana penulis atau khalayaknya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakan- pergolakan di dalam masyarakat tersebut.
Prayitno (2013:11) menyatakan bahwa realitas dalam karya sastra sama dengan realitas dunia nyata sebab realitas karya sastra sudah ditambah imajinasi oleh pengarang. Dengan kata lain, karya sastra bukanlah fakta, tetapi imajinasi yang ada dibenak pengarang yang dituangkan dalam bentuk karya sastra baik berupa cerpen atau novel. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa cerita yang ada dalam karya sastra tersebut banyak kesamaan dengan dunia nyata.
Misalnya latar tempat atau nama – nama tokoh dari suatu peristiwa-peristiwa, fenomena sosial, pendidikn, dan sejarah.
Artinya, sastra dibangun menurut daya angan (imajinasi), yaitu daya tangkap batin yang secara intuitif memperoleh tanggapan atau visi yang benar dari pengalaman dan kenyataan konkret. Imajinasi dibedakan dari fantasi. Angan dibedakan dari khayal tanpa disertai penjelasan sama sekali, tetapi serentak dengan itu. Fantasi adalah imajinasi yang diteruskan (dikembangkan) yang
mengatasi struktur kenyataan sehari-hari. Sudihastuti, 2005:32) menyatakan bahwa fantasi merupakan contoh pertama dari kesadaran imajinatif.
Pengimajian dalam sastra lisan pantang larang berguna untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat gambaran hidup dalam pikiran dan pengindraan masyarakatnya. Oleh karena itu, menurut Hendraswara (2009 : 39) pengimajian ialah untuk menarik perhatian dan memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair atau penutur cerita. Lebih jelas, ia menyatakan bahwa gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental, dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra atau imaji.
Adapun cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu biasa disebut dengan istilah citraan (imagery).
Kenyataan yang dilahirkan sastra lisan pantang larang tentang masyarakatnya, dalam hubungan ini adalah suatu karya imajiner "a reflected reality" (realitas yang direfleksikan)." Imajiner artinya hanya terdapat dalam angan-angan, khayalan, sebutan lain untuk 'fantasi' (Ignas Kleden), namu berfaedah dalam kehidupan, khasnya dalam membangun wawasan pendidikan dan pengajaran yang bersahaja dan mapan.
Kenyataan yang demikian menurut Syahruddin (2009) nampak jelas dan terungkap dalam karya – karya lisan. Genre karya-karya lisan, seperti pantang larangyang mengandung nilai-nilai pendidikan, khususnya Melayumenyebutnya dengan sastra lisan yang berlabel bodoh-bodoh pintar atau lugu. Dapat dikatakan ratusan sastra lisan seperti ini jumlahnya berada di dalam khazanah sastra Nusantara.
13
Secara umum, fungsi dan faedah sastralisan pantang larang untuk menimbulkan suasana ria dan kebahagiaan. Kesan homor dari cerita ini dirangsang dari keadaan struktur situasi yang “absurd” dan “riduculous” tersusun dalam situasi yang benar, yang dianggap “normal”. Walaupun masih pada dunia angan. Cerita-cerita ini sama dengan cerita – cerita Awang, sama seperti cerita- cerita jenaka yang lain adalah diwariskan dari generasi ke generasi melalui komuniakasi lisan dan tertulis. Komunikasi, sebagai suatu proses sosial karena ia melibatkan lebih dari satu anggota masyarakat, melibatkan sikaf, kelakuan atau perilaku, dan personalitas yang kadangkala bersifat kognitif dan kadangkala bersifat propaganda total.
Artinya, cerita-cerita lisan masyarakat Melayu, khususnya cerita lisan pantang larang merupakan implikasi dari bahwa karya sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam. Selain itu, cerita lisan pantang larang adalah wujud ekspresi pikiran (pandangan, ide, perasaan, pemikiran) dalam bahasa. Menurut Muchtar (2008) karya-karya lisan merupakan inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan. Ia adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona. Maka, ia adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dalam hal demikian sesuatu yang diungkapkan cerita-cerita lisan, seperti pantang larang dapat berfungsi sebagai bahan ajar dalam pendidikan bagi anak bangsa.
B. Orientasi Nilai Beradat Melayu dan Implimentasinya
Menurut Hamid ( Syaifuddin, 2017) resam, adat, dan agama merupakan tiga sistem nilai yang mendasar dalam kehidupan orang Melayu, khususnya manusia Melayu yang di Sumatera Timur. Ketiga tata nilai ini yang membentuk pandangan dan sikap hidup. Dalam orientasi nilai yang beradat Melayu menyadari Bahasa adalah Lambang Budi Pekerti.Bahasaharus Memperlihatkan yang Batin. Itulah
sebabnya Raja Ali Haji sampai membuat gurindam, “Jika hendak melihat orang berbangsa lihat kepada budi bahasa”; dan Persaudaraan Harus Wujud dalam Kebersamaan dan Sederhana dalam Penampilan Hidup. Umpamanya berusaha
tidak melampaui norna-norma yang berlaku karena para pelampau akan melahirkan sikap serakah, egois, dansombong sehingga merusak pergaulan social;
kemudian, Martabatatau Harga Diri Berada di atas Nilai Kebendaaan.;
Maknanya, kata Raja Ali Haji orang yang memelihara budi pekerti. Maka, sejatinya seorang yang dibesarkan dalam suasana Melayu, memperlakukan alam sebagai suatu realitas spiritual. Artinya, tidak hanya tumbuhan dan tanaman yang merupakan sebuah mukjizat yang mencerminkan keberadaan unsur hayati, tetapi tanah, air, sungai, langit, matahari,bulan dan bintang memancarkan pula kandungan dari kehidupan yang sama.
Selanjutnya, orientasi nilai orang beradat Melayu menyadari bahwa Harta itu yang Utama Berkahnya, Bukan Jumlahnya. Maka, sesungguhnya harta yang diperoleh dengan kekerasan dan merebut serta merampas tidak akan memberi berkah; dan Kejujuran adalah Penampilan Harga Diri yang Utama. Maka,
15
sesungguhnya, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya; dan Keseimbangan Lahir dan Batin Merupakan Cambuk Mahkota Kehidupan. Maka,
sejatinya kekuasaan terbagi atas beberapa teraju kehidupan. Beraja di hati bersultan di mata hanya akan mendatangkan malapetaka. Selain itu, orintasi nilai orang beradat Melayu ialah Perselisihan Sedapat Mungkin Dihindarkan dan Hidup dan Waktu Tidak Dihubungkan dengan Baik. Maka, sesunggunya hidup
memang berharga, tetapi waktu sering diabaikan. Oleh karena pengertian waktu sering merujuk pada waktu sembahyang, tidak dilengkapi dengan waktu untuk bekerja; dan terakhir, Menonjolkan Diri Dipandang sebagai Akhlak yang Tidak Baik. Artinya, Hukum yang Terkandung di dalam Adat dan Undang-Undang yang
Dibuat oleh Kerajaan (negara) Jangan Dipermainkan.
Lain hal yang diutarakan oleh Tabrani (Syaifuddin, 2014) bahwa orientasi nilai beradat Melayu menjadikan manusia Melayu berkarakter dalam kehidupan sehari-hari. Adapun karakter tersebuat adalah;
Manusia Melayu dan Alam Melayu adalah kesatuan dalam sastra. Alam Melayu adalah sumber inspirasi sastrawan. Manusia Melayu dibatasai adat istiadat dan agama yang keduanya mewujudkan etika. Kehalusan budi bahasa, bertutur dengan adab sopan santun menyebabkan kata-kata yang dirangkai dengan segala kehalusan.
Banyak pandangan negatif pada era kini yang dilontarkan kepada manusia nilai adat Melayu. Dinyatakan bahwa manusia yang tidak terikat kepada waktu.
Mempunyai ambisi yang sangat sederhana. Terbatas dalam tindakan dan keinginan. Manusia Melayu hanya memandang masa silam dan hampir-hampir tidak pernah memandang ke masa depan. Manusia yang beranggapan bahwa dunia hanya tempat lewat dan tempat untuk berbuat baik. Kehidupan abadi hanya di alam barzah. Manusia yang mengganggap dirinya hanya sebagai viator mundi, hanya berziarah ke dunia ini. Bukan sebagai faber mundi, dunia yang harus diolah. Rezeki diturunkan oleh Tuhan. Ada anak-anak rezeki. Mereka pun tidak mempunyai usaha untuk memperbaiki kehidupan. Menggangap dirinya sebagaian dari alam. Manusia yang kadang-kadang memuja kebesaran alam sebagai kelanjutan tradisi animisme. Ketentraman dan kebahagiaan hidup senantiasa menjadi tujuan utama. Menjaga silaturahmi dalam masyarakat dan bukan hidup berkompetisi. Walaupun pada sisi yang lain harus pula diakui rasa iri hati adalah juga merupakan sifat manusia Melayu.
Orang Melayu lebih mementingkan tamu dari pada diri sendiri, lebih-lebih terhadap orang asing. Mereka memanggil “Tuan” pada orang kulit putih dan sekaligus mengungkapkan inferioritas manusia Melayu. Kecenderungan untuk menghindari konflik adalah merupakan ciri khasnya pula, apalagi untuk berdebat secara argumentatif dan secara berhadap hadapan. Mereka lebih cenderung meninggalkan tempat dari pada menentang oleh karena dapat menimbulkan tekanan batin.
17
Orang melayu cenderung untuk selalu menjaga persahabatan. Yang paling ditakuti oleh orang Melayu adalah terasing dalam masyarakat. Mereka sangat berat untuk menyatakan tidak.suatu penolakan secara terus terang lebih cenderung diganti dengan alasan-alasan. Dari sisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa manusia Melayu sangatlah perasa.
Kecenderungan untuk menghindari konflik menyebabkan manusia Melayu sering lari ke dalam dirinya sendiri yang disebut dengan “merajuk”. Sambil merajuk ia mencari keseimbangan-keseimbangan emosi dengan membuat imajinasi-imajinasi kompensasi. Apabila amarah telah sampai ke titik didihnya maka emosi demikian tingginya menyebabkan adat istiadat, agama dan faktor lingkungan akan hilang sehingga kehilangan kemanusiaannya. Hanya terdapat satu tujuan hewani yakni membinasakan lawan. Tidak lagi memperhitungkan akibat sehingga kehilangan kontrol terhadap diri yang sering disebut dengan
“amuk”. Di dalam amuk ini hilanglah perhitungan-perhitungan terhadap masa depan.
Dalam kehidupan sehari-hari emosi orang Melayu adalah emosi yang low profile. Menghindari cara-cara yang kasar, menyatakan sesuatu secara simbolik bahkan tampak kekakuan motorik bila mereka berkomunikasi. Artinya sesudah bersalam kedua tangan dibawa ke dalam. Samalah dengan menerima hikmah persahabatan secara terbuka.
Melihat latar belakang kehidupan orang Melayu, maka unsur yang menentukan kehidupan orang Melayu adalah adat-istiadat dan agama yang
membentuk etika. Kedua unsur ini membawa kehalusan budi Melayu untuk mengungkapkan fikirannya, sehingga mereka mengekspresikan bahasa dalam simbol-simbol. Mereka berkomunikasi dalam bahasa ekspresif. Untuk menyampaikan argumentasi mereka menggunakan bahasa ekspresif dalam kiasan- kiasan yang bersikap baik.
Beberapa kajian tentang Melayu yang dilakukan oleh para sarjana Barat kerap mengenepikan nilai budi dalam falsafah sosial budaya Melayu yang menjunjung nilai kehalusan, kemuliaan, dan berdaulat tersebut. Oleh karena itu, hasil kajian mereka sering menyuarakan bahwa Melayu adalah pemalas, suka bercinta, tak bisa dipercayai atau suka menghianat serta pemboros, sebagaian kecil saja hasil kajian merekamengungkapkan bahwa orang Melayu sebagai bangsa yang bermarwah.
Swettenham dalam bukunya “The Real Malay” beliau lah yang diantara yang mengatakan tentang Melayu, tetapi memahami budi dalam falsafah sosial budaya Melayu. Ia menyatakan bahwa : “Seorang Melayu itu biasanya konservatif, begitu patuh, mencintai tanah airnya, dan memandang tinggi adat serta tradisinya, patuh kepada raja-rajanya, dan orang Melayu menghormati kelembagaan, orang Melayu juga senantiasa mencurigai segala bentuk perubahan yang coba dilaksanakan.
Satu orang lagi bernama Wheeler mengatakan pula bahwa orang Melayu itu :
“memiliki watak suka berjenaka biasanya mudah dikenali, jujur, dan berada, berani, tekun jika sekiranya mereka pikir patut dibuat. Walaupun kadang kala
19
orang Melayu agak lembab karena bersifat penyabar dan penyayan serta terdiri dari orang-orang yang cerdik dan berperibadi mulia atau berbudi”
Berdasarkan pengetahuan dari sarjana Barat di atas memberi pemahaman tentang keberagaman kajian dan menunjukan minat terhadap sosial budaya Melayu. Disamping itu kita dapat memahami apabila saat ini ada seseorang yang masih mengatakan Melayu, seperti kata-kata pemalas dan penghianat tersebut, ia seorang yang tidak memahami budaya orang Melayu atau katakanlah orang yang lebih berorientasi kepada mentalitas kolonial dan peodalistik.
Pendekatan yang digunakan untuk memahami makna konteks sosial sastra Melayu tradisi mengejawantahkan bahwa; memasuki akal budi, mengikuti alur perasaan, dan rasa keindahan serta simbolik juga kosmos masyarakatnya.
Memasuki arena ini kerap menimbulkan pemikiran yang terasa “maha luas”
karena estetika sastra Melayu berawal, bermuatan, dan terbentuk dari fenomena alam, kepercayaan, dan keyakinan serta perilaku adat resam masyarakatnya.
Oleh karena itu, sejatinya karya sastra Melayu tradisi adalah akar tunggangdan citra jati diri bangsa.
C. Pendekatan Fungsionalisme Sastra
Pendekatan fungsional yang diasaskan oleh Durkheim; budaya, seperti adat-istiadat merupakan asas dari fakta-fakta sosial yang ditafsirkan sebagai cara- cara bartindak, berfikir, dan merasa dari suatu masyarakat. Ia dibangun dan
dikukuhkan berdasarkan nilai-nilai yang merupakan ide gagasan yang menjadi sumber perilaku masyarakat.
Prespektif penerapan pendekatan fungsionalisme Durkheim dalam koteks kajian sastra, khususnya terhadap kajian sastra tradisi yang teksnya banyak terkemas dalam genre sastra lisan, seperti cerita rakyat, mitos, dan dongeng serta pantang larang. Sebagian besar (umumnya) karya-karya itu menjadi bagian dari adat-istiadat suatu kolektif atau masyarakat.Adanya pemikiran penerapan pendekatan ini, merujuk atau berdasarkan kepada:
i) Asas awal yang lazim dilakukan terhadap sastra lisan, yaitu penjelasan dan pembicaraan historis-geografis, morfologis, dan komunitasnya (lihat ,And Popular Entertainments)
ii) Teras fungsionalisme Durkheim adalah budaya, seperti adat istiadat sebagai sumber nilai dari norma sosial, disebutnya sebagai fakta-fakta sosial yang mendasari jiwa kolektif suatu masyarakat. Teras ini akan tidak melupakan dan bisa mengungkapkan fungsi konteks sosial yang menyertai teks, seperti teks dan kontekspantang larang yang menjadi kajian/analisis. Bahkan dapat pula memperkukuh makna simbol- simbol yang wujud dalam teks lisan pantang larang yang menjadi kajian atau analisis.
iii) Dengan pendekatan yang dilakukakan pula akan terhindar pengeyampingan atau peninggalan perhatian terhadap perangkat sosial teks lisan, seperti konteksnya yang dapat mengurangi bahkan
21
menghilangkan makna yang berfungsi sangat berarti di dalam kajian teksnya.
iv) Dari asumsi kewajaran penerapan teori pendekatan fungsionalisme Durkheim terhadap kajian sastra lisan, yaitu dapat memberi nilai tambah dari hasil-hasil kajian/analisis yang dilakukan yang sangat berguna untuk menciptakan keharmonisan di antara sesama individu dalam kolektif atau masyarakatnya.
Umumnya wujud tiga paradigma asas dalam kerangka kajian sosiologi, pertama, berparadigma nilai sosial budaya atau fakta-fakta sosial, kedua definisi sosial, ketiga perilaku sosial. Contoh dari paradigma pertama karya-karya Durkheim melalui kerangka teori fugsionalisme. Contoh paradigma kedua adalah karya-karya Max Weber dengan interaksionisme simboliknya dan ketiga, karya- karya Skinner pendekatan tentang perilaku serta teori pertukaran.
Dalam konteks ketiga paradigma kajian sosiologi itu, wujud tiga macam kerangka kajian sosiologi sastra. Pertama, tumpuan kerangka pendekatan terhadap konteks sosial pengarang yang berhubungan dengan masyarakat pembaca. Kedua, tumpuan kerangka pendekatan terhadap sastra sebagai cermin masyarakat.
Dalam hal ini kajian beerkaitan dengan persoalan sastra sebagai pencerminan dari masyarakat dan sifat pribadi individu mempengaruhi gambaran masyarakat serta sastra dianggap mewakili seluruh masyarakat. Ketiga, tumpuan kerangka pendekatan terhadap fungsi sosial sastra. Berkenaan dengan kajian tersebut, wujud
i) Sastra dapat berfungsi sebagai perubah masyarakat;
ii) Sastra dapat berfungsi sebagai penghibur saja; dan
iii) Terjadi sintesis di antara kemungkinan i) dengan ii) di atas.
Pemahaman atas paradigma kerangka kajian sosiologi dan tumpuan dalam kerangka kajian sosiologi sastra adalah bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan sebagian dari sistem orientasi nilai budaya yang dimiliki oleh kelompok sosialnya. Sistem orientasi nilai budaya adalah suatu rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam fikiran anggota suatu masyarakat yang berkebudayaan, mengenai apa yang harus dianggap penting dalam hidupnya.
Dalam konteks pemahaman demikian termasuk dan sesuai dengan pandangan bahwa karya sastra sebagai dokumen sosibudaya dari suatu masyarakat pada masa tertentu.
Selanjutnya dalam pemahaman kerangka konsep kajian sosiologi sastra itu, maka kerangka teori pendekatan terhadap karya sastra, melihat nilai sosial budaya sebagai unsur-unsur yang lepas dari kesatuan cerita. Ia hanya berdasarkan dari cerita tanpa mempersoalkan struktur karya. Bermakna
i) Sesuatu unsur dalam karya sastra diambil terlepas dari hubungannya dengan unsur lain. Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya karena karya itu hanya memindahkan unsur itu dalam dirinya;
23
ii) Pendekatan ini dapat diambil image atau citra tentang „sesuatu‟ yang mungkin dilihat dalam perspektif perkembangan. Bila dilihat dalam perspektif akan terlihat perkembangan citra tentang sesuatu itu sesuai dengan perkembangan sastra yang membayangkan perkembangan budaya;
iii) Pendekatan ini dapat juga mengambil motif atau tema, yang keduanya berbeda secara gradual, tema lebih abstrak, sedangkan motif lebih konkrit sehingga motif bisa dikonkritkan dengan pelaku, penerima perbuatan.
Berdasarkan dari kerangka konsep kajian dan pendekatan sosiologi sastra di atas, dalam kajian tentang fungsi cerita lisan pantang larangmasyarakatMelayu, seperti teks pantang larang dalam pendekatannya dapat menerapkan kerangka teori pendekatan fungsionalisme yang diasaskan Emile Durkheim karena teks-teks dan konteks lisan pantang larang merupakan bagian adat-istiadat yang melahirkan nilai dan sosial sebagai fakta yang dimaksudkan Durkheim karena cerita lisan pantang larangmerupakan adat-istiadat yang melahirkan orientasi nilai budaya dan sosial sebagai fakta sosial yang dimaksudkan Durkheim.
D.Fokus Pendekatan
Dalam pendekatan fungsionalisme Durkheim, adat-istiadat, sistem orientasi nilai budaya, sistem nilai sosial, adalah hal yang menjadi tumpuan kajian/analisis.
Sastra lisan pantang larang yang dimaksudkannya adalah sebagai perwujudan ideal dari kebudayaan, secara ringkasnya disebutkan adat, sedangkan dalam bentuknya yang jamak adat istiadat. Ia idealnya berfungsi mengatur, mengendali dan memberi arahan kepada kelakuan dan perbuatan anggota masyarakat dalam kehidupan.
Dalam konteks kajiannya istilah istiadat tidak dapat berdiri sendiri karena istiadat hanya lebih memberatkan kepada upacara seperti perkawinan, kematian, dan pertabalan saja. Maknanya adat dan istiadat mempunyai arti berbeda apabila berpisah. Kemudian, sistem nilai budaya yang dimaksudkan beliau adalah kompleks idea-idea dan gagasan manusia yang menjadi sumber inspirasi dan orientasi dalam menghadapi masalah kehidupan.
Orientasi atau pandangan hidup ini mengkristal kuat sebagai jiwa dari kelompok masyarakat tertentu. Gagasan itu saling berkait satu sama lain menjadi suatu sistem yang berpola (habit of thinking). Sistem nilai budaya dalam kebudayaan berhubungan dan berkait rapi dengan lima masalah pokok di dalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya, beliau juga menekankan kepada Sistem Nilai Sosial . Pengartian sistem nilai sosial yang dimaksudkannya, yaitu tindakan berpola (habit of doing) dari anggota masyarakat. Sistem sosial ini terdiri dari pola aktivitas anggota masyarakat yang saling berintegrasi (berhubungan) serta bergaul satu sama lain dari masa ke masa, selalu membentuk dan mengikuti pola-pola tertentu yang
25
kemudian menetap dalam bentuk adat-istiadat atau aspek yang lain dari kebudayaan suatu masyarakat.
Sungguh pun begitu, kedua kaedah atau metode pendekatan di atas, yaitu pendekatan Dekonstruksi dan fungsionalisme yang telah dutarakan menghendaki kita supaya memberikan perhatian kepada materi atau pun unsur-unsur yang konkrit dalam karya atau teks untuk mencari kuncinya yang dapat memberikan kita “pemahaman” terhadap karya atau teks sastra tradisi. Apabila kita menemui sesuatu materi atau unsur yang menjadi kunci karya atau teks sastra itu, kita tidak mungkin memperolehi makna yang pasti; kita bermain dengan ketidak pastian makna, karena sesuatu materi atau unsur yang konkrit dalam karya atau teks sastra itu adalah sesuatu yang ambiguitas; sesuatu yang tidak mempunyai makna yang pasti mutlak. Dalam analisis ini terlebih dahulu memahami pendekatan dekontruksi dan fungsionalisme Durkheim. Namun, yang diaplikasikan fungsionilisme dengan paradigma sosiologi sastra.
Dan penelitian ini difokus kan kajian cerita lisan pantang larang hubungan dengan aspek-aspek orientasi nilai yang beradat istiadat Melayusebagai mana yang telah diutamakan pada bagian-bagian pertama bab ini.
A. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data-data atau informasi berupa pantang larang masyarakat Melayu di Batu Bara. Penelitian tertumpu pada orientasi nilai-nilai dan norma beradat Melayu melalui pemahaman makna teks dan konteks dalam pantang larang. Pantang larang diperoleh dari masyarakat Melayu di Batu Bara. Sumber data lain yang didapatkan melalui buku, skripsi yang berhubungan dengan pantang larang.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode lapangan menggunakan observasi dan wawancara.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekaman dan penginventarisan, membaca, dan mengobservasi antara teks dan konteks serta menganalisisnya. Selain itu, peneliti mengamati peristiwa kemasyarakatan melalui penyampaian unsur-unsur yang membangun struktur teks cerita yang mengungkapkan tema, latar, setting, plot, dan pilihan kata/diksi yang ada dalam isi teks pantang larang.
27
D. Teknik Analisis Data
Data berupa teks lisan pantang larang yang diperoleh dengan mengumpulkan dan memilahnya lalu dianalisis menjadi data yang cermat dan akurat. Teks dan konteks pantang larang dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural dan fungsionalisme sastra. Kemudian, hasil analisis dikemaskan dalam penjabaran aspek orientasi nilai beradat Melayu. Hasil penjabaran aspek orientasi nilai tersebutakan diambil kesimpulan sehingga tergambar hubungan unsur sastra lisan pantang larang dengan orientasi nilai beradat Melayu.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari kebenaran dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan unsur dan orientasi nilai beradat Melayu yang tepat adalah metode Deskriptif kualitatif.
Menurut Nazir (2002:83), "Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya".
4.1. Klasifikasi Pantang Larang Masyarakat Melayu di Batu Bara
Pantang larang atau pantangan masih dipercaya bagi sebagian besar masyarakat Melayu khususnya Melayu di Batu Bara, Keberadaan pantangan agar seseorang dan masyarakat dapat terhindar dari segala bala musibah, segala penyakit yang tidak diinginkan, dan mengarah ke segala aspek dalam kehidupan lain kepada anak-anak, orang tua, perempuan maupun laki-laki. Masyarakat percaya segala makna pantangan akan mewujudkan kehidupan yang berbudi pekerti sehingga menjadi orientasi nilai dalam bermasyarakat, berkeluarga, dan beragama. Pantang Larang ada beberapa macam bagiannya sesuai dengan kebutuhan yang ada disekitar lingkungan atau keluarga nya, tujuannya hanya untuk mendidik dan hanya sekedar menak-nakuti saja. Berikut pantangan dan pembagiannya :
Pantangan Larang Bersifat Umum :
No
Pantang Larang Makna Pantang Larang
1
Buang air kecil di sembarang lubang Kemaluan nya akan menjadi busuk
2 Buang air besar di sembarang lubang
Kemaluan nya akan menjadi busuk
3
Meletak cangkul di depan pintu Dapat menjadi penyebab kematian seseorang dan
hewan
29
4
Berbahasa banyak Menghindari ketidak
salahpahaman sesama seseorang dan masyarakat 5
Memukul air waktu di sungai Mengganggu hewan dan menjaga sesama mahkluk
ciptaan Allah 6
Berada di sungai pada waktu magrib Agar dapat menghindari setan yang berada disungai pada
waktu magrib 7
Berbisik waktu di sungai Di datang kan makhluk halus
8
Menebas pohon di sungai Karna mengurangi lindungan yang ada di sungai 9
Memukul seseorang dengan sendok nasi Akan mengakibatkan anak nya kutilan (penyakit kulit) 10
Menyebut buaya saat di sungai Mengundang buaya akan datang kepada kita 11
Menyebut ular saat di laut Mendatang kan ular yang ada di sungai
12
Menyebut sanai saat di laut Sanai itu sejenis setan, jika menyebutnya akan mendatang kan kepada kita 13
Bergaduh sesama kawan saat di laut Akan terjadi kesurupan
14
Menghempas ikan saat di laut Ketempelan sanai (setan)
15
Bersuara keras saat di laut Mengundang datang hantu
16
Menyebut lintah waktu di sawah Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan tidak mendapat serangan darinya 17
Menangkap ikan yang kecil saat di laut Menjaga alam dan habitat di laut
18
Bersembunyi saat di laut Menghindari marabahaya yang akan ditimbulkan mahkluk halus atau sanai 19
Menyebut kata tikus saat di sawah Mengindari datang nya tikus yang akan menyerang sawah
Pantang Larang untuk anak bayi :
No
Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Bayi tidak boleh ditegur jika badannya gemuk, hanya boleh dikatakan „jelek‟
Bayi tersebut akan menjadi kurus
2. Bayi tidak boleh dicium sewaktu tidur terutama di atas ubun-ubun kepala dan pada pusarnya
Umur bayi akan pendek
3. Dilarang mencubit mulut bayi Bayi akan tidak selera makan 4. Tidak boleh meletakan bayi di atas lutut Bayi akan sakit perut
5. Kain bedongan tidak boleh direndam Perut bayi akan kembung 6. Sisa makanan bayi tidak boleh dimakan oleh
orang tuanya
Menjauhkan bayi melawan kepada orang tuanya
7. Tidak boleh mencium bayi ketika lagi buang air besar
Wajah bayi akan terlihat kusam
8. Dilarang meniup mulut bayi Di karena kan bayi akan menjadi bisu
9. Jangan mengganggu bayi ketika lagi tidur, kadangkala ia tersenyum sendiri dan tertawa jangan diganggu
Di karena kan bayi sedang tidur dengan urinya (momongannya)
Pantang Larang untuk ibu hamil :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Jangan mencaci atau menceritakan kecacatan ketika hamil
Menghindari kalau anak lahir akan jelek (cacat)
2. Jangan bertengkar dengan ibu mertua Anak yang di kandung akan stress 3. Dilarang melihat gerhana sewaktu
hamil
Menghindarkan anak yang di lahir kan akan tompel
4. Ibu hamil tidak boleh memakan kerak nasi
Uri anak akan lengket 5. Jangan memukul atau mencederai
binatang
Mengelakan bayi yang dilahirkan menyerupai hewan
6. Dilarang memaku, memahat, atau menyembelih binatang
Menjauhkan bayi yang akan lahir dengan bibir yang tebal
31
15. Jangan melihat gerhana matahari Dikhawatirkan mata bisa menjadi buta karna silau melihat gerhana matahari
16. Tidak boleh melilitkan handuk keleher
Ari-ari ibu bisa melilit dileher anak
17. Tidak boleh duduk didepan pintu Akan sulit orang yang ingin lewat 18. Dilarang menyimpan sesuatu
dikantong baju ibu hamil
Dikhawatir kan barang-barang yang disimpan akan menusuk perut
Pantang Larang ketika Makan :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Dilarang makan berpindah-pindah tempat
Jodoh nya akan jauh
2. Dilarang meletakan piring di telapak tangan ketika sedang makan
Dikhawatirkan nasi tersebut akan tumpah
3. Jangan memakan pisang kembar Anak yang di lahir kan akan menjdi kembar
4. Jangan makan di waktu magrib Karna setan juga ikut makan
5. Jangan memakan makanan yang Menghindarkan anak melawan 7. Ibu hamil dilarang memakan cumi-
cumi
Karena cumi-cumi tidak baik untuk kesehatan ibu hamil
8. Dilarang mencerca atau melihat sesuatu yang ganjil
Untuk menjaga percakapan dan perkataan
9. Dilarang meminum air tebu atau kelapa di awal kehamilan
Janin ibu hamil akan lemah 10. Dilarang melangkahi kucing yang
sedang tidur
Takut terinjak dan kemudian dicakar kucing
11. Dilarang menyelusup dibawah jemuran
Akan susah melahirkan nya
12. Dilarang makan makanan yang berakar
Karna bisa membahayakan uri ibu hamil
13. Dilarang tidur diwaktu pagi Menghindarkan ibu hamil malas 14. Jangan duduk diatas tunggul ketika
hamil
Karna bisa mengakibatkan uri melekat
sudah sisa anak kepada kita
6. Dilarang makan menantang piring Dikhawatirkan nasi akan tumpah 7. Jangan menggunakan piring yang
berlapis ketika makan
Menandakan sifat yang mubazir 8. Jangan tidur setelah makan Mengakibatkan pencernaan
terganggu
9. Jangan makan sambil berjalan Menandakan sifat yang tidak sopan 10. Jangan makan nasi di sendok besar Tidak sesuai dengan ukuran mulut 11. Jangan makan di dalam belanga Sebaik-baikna makan harus
menggunakan piring saja
12. Jangan berlunjur ketika makan Menandakan sifat yang tidak sopan dan sebaiknya makan itu duduk bersila
13. Dilarang makan mengunakan piring sumbing
Dikhawatir kan anak akan menjadi sumbing
14. Ketika lagi makan, tidak boleh menarukan piring diatas pangkuan
Nanti piring nya jatuh dan pecah 15. Tidak boleh makan dalam gelap Dikhawatirkan temakan ikan dan
menelan duri ikan nya
16. Kalau makan nasi harus dihabiskan Mengakibatkan nasi akan nangis dan mubazir
17. Jangan makan sambil mengecap Menggambarkan sifat yang tidak sopan dan menimbulkan ketidak nyamanan orang disekitar
18 Ibu hamil di larang minta-minta Anak nya juga akan meminta-minta nantinya
Pantang Larang bagi Anak-anak :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Dilarang berbicara dalam toilet Mulut akan bau busuk 2. Dilarang bermain atau keluar rumah
waktu senja
Dikhawatirkan bisa terkena makhluk halus (keteguran)
3. Dilarang duduk di atas bantal Mengakibatkan pantat bisa bisulan 4. Dilarang memetik buah diwaktu senja Buah lagi beristirahat tidak boleh
diganggu
5. Dilarang bersiul didalam rumah Akan mengakibatkan ular bisa
33
masuk ke dalam rumah 6. Dilarang bermain congkak dalam
rumah
Dipercaya tuyul juga akan bermain di dalam lubang congkak
7. Jangan bergendang didalam rumah Takut kalau hutang tidak akan lunas-lunas
8. Jangan meludah ketika buang air besar
Mengakibatkan akan bau busuk bawaannya
9. Jangan mengambil kembali barang yang telah diberikan orang lain
Siku nya akan busuk 10. Jangan membuka payung didalam
rumah
Menghindari akan di sambar petir
11. Tidak boleh meniup api lilin atau api dapur berdua
Untuk menghindari kebakaran 12. Jangan menyisakan nasi ketika makan Karna nasi akan nangis
13. Tidak boleh memotong kuku diwaktu malam
Agar tidak tepotong dagingnya
14. Tidak boleh menjelir lidah Menghindarkan rasa sakit hati untuk orang lain
15. Tidak boleh memakan kepala ikan Bisa mengakibatkan bodoh untuk anak
16. Tidak boleh menunjuk pelangi Akan mengakibatkan kesurupan 17. Tidak boleh mengigit kain Menghindarkan pada anak terkena
sawan tangis
Pantang Larang bagi Perempuan :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Dilarang menyanyi di dapur ketika sedang masak
Bisa mendapatkan suami yang galak
2. Dilarang menjahit baju yang sedang dipakai
Akan sulit rezekinya
3. Dilarang mencari kutu ditangga Tidak baik dilihat orang, dan orang lain susah akan melintas ditangga 4. Dilarang menjahit pada waktu malam Mengakibatkan mata akan rusak 5. Dilarang bercermin di depan cermin
retak
Akan dipandang orang bawaan kita belagak
6. Dilarang memakai pakaian basah Bisa menyebabkan penyakit kulit 7. Dilarang memotong kuku diwaktu
malam
Dikhawatirkan penyakit muda datang
8. Dilarang tertawa diwaktu magrib Bisa mengakibabtkan kesurupan 9. Jangan bercermin ditengah malam Menghindarkan wajah kusam
jikalau dipandang 10. Jangan menyapu lantai diwaktu
malam
Bisa membuat diri kita mudah marah
11. Jangan bangun lewat atau bangun siang
Bisa mengakibatkan kesetanan 12. Jangan mencuci piring dimalam jumat Mengakibatkan rezeki akan susah
datang
13. Jangan bercerita di tangga Akan susah mendapatkan jodoh 14. Jangan merendam pakaian diwaktu
malam
Mengakibatkan baju akan mudah lapuk
15. Jangan tidur selepas makan Bisa mendatangkan penyakit gula 16. Tidak boleh menyapu nasi pada
waktu malam
Membuat rezeki akan payah datang 17. Tidak boleh duduk diatas tangga
ketika magrib
Mengakibatkan akan susah dapat jodoh
18. Anak gadis tidak boleh makan di depan pintu
Mengakibatkan akan susah mendapatkan jodoh
19. Anak gadis tidak boleh duduk didepan pintu
Mengakibatkan akan susah mendapatkan jodoh
20. Anak perempuan harus menyapu dengan bersih
Akan mendapatkan suami yang brewokan
Pantangan bagi Laki-laki :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Dilarang membuang air kecil diatas busut/bukit
Mudah mendapatkan penyakit 2. Dilarang mengintip orang mandi Akan mengakibatkan mata menjadi
timbilan
3. Dilarang tidur ditanah lapang Menghindarkan akan digigit hewan
35
4. Jangan membuat pintu rumah menghadap ke jalan raya
Akan cepat nampak terlihat buruk kita
5. Jangan membiarkan tempayan beras dalam keadaan kosong
Mengakibatkan rezeki akan susah datang
6. Jangan keluar dengan pasangan selama 40 hari sebelum diijabkabul
Menghindari pasangan tersebut oleh prasangka negatif orang yang melanggar agama
7. Jangan tidur di rumah orang lain Untuk menjauhkan nama baik keluarga
8. Jangan bebas keluar kemana-mana Untuk menghindari orang yang mempunyai niat yang tidak baik 9. Memakan nasi dengan gulai berkuah Akan nampak lekas tua nya
Pantangan untuk calon Pengantin :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Jangan bercermin terutama selepas magrib
Akan mngurangi cahaya (berseri) diwajah kita
2. Jangan membuang air kecil dan air besar serentak di dalam air, contohnya dalam sungai
Akan mengakibatkan nazis kepada kita
3. Jangan meminum air bergas karena air tersebut mengandung gula dan gas yang tinggi
Mengakibatkan terkena penyakit tulang
4. Jangan mandi pada malam hari Menghindarkan dari segala penyakit
5. Jangan makan yang berbau busuk seperti petai dan jengkol
Badan kita bisa mengakibatkan lekas bau badan
6. Jangan terlalu banyak makan, cukup satu kali sehari
Menghindari berat badan yang berlebihan ketika diplaminan 7. Jangan memandang cermin ketika
sedang dirias oleh dukun pengantin
Menyebabkan tidak memaglingi ketika menjadi pengantin
8. Jangan mencukur alis mata Agar ada perbedaan ketika bersandang diplaminan
9. Jangan keluar rumah tanpa tujuan menjelang hari pernikahan
Menjauhkan dari kecelakaan karna dara manis ketika ingin menikah
Pantangan ketika Tidur :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Jangan tidur didepan pintu Penyakit akan mudah datang 2. Jangan tidur di atas pohon Mengakibatkan bisa terjatuh 3. Jangan tidur di atas sajadah Menghindarkan terkena najis
4. Jangan tidur setelah makan Mengakibatkan terkena penyakit gula
5. Jangan biarkan nasi melekat pada kaki ketika tidur
Bisa mengakibatkan terkena penyakit kutilan di kulit
Pantangan ketika duduk :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Tidak boleh duduk di atas bantal Bisa membuat pantat bisulan 2. Tidak boleh duduk diatas tangga
ketika magrib
Mengakibatkan jodoh akan susah datang
3. Dilarang duduk menggoyangkan kaki Menandakan suka mengakali orang 4. Tidak boleh duduk di branda tangga Mengakibatkan akan susah dapat
jodoh
5. Dilarang duduk diatas lesung Menandakan sifat yang pemalas
Pantangan di Sungai :
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Jika terlihat air berpusar, jangan dihampiri
Agar tidak terjatuh ke dalam pusaran air
2. Dilarang membawa jeruk purut Karna takut di nilai ada puja memuja di sungai
3. Jika terdengar suara semacam kerbau ditebing sungai jangan hampir
Dikhawatirkan itu berwujud makhluk halus
4. Jika terdengar suara perempuan di sungai jangan hampiri
Dkhawatirkan itu berwujud makhluk halus
Pantangan ketika di Hutan :
37
No Pantang Larang Makna Pantang Larang
1. Dilarang berbicara ketika didalam hutan
Akan cepat tau keberadaan kita pada jin dan seisi hutan
2. Dilarang menegur sesuatu yang aneh atau ganjil di hutan
Karena bisa saja kita menegur makhluk halus
3. Jangan bersiul di dalam hutan Menghindari diganggu pada binatang yang ada di hutan
4. Jangan mengambil batu atau benda ganjil di dalam hutan
Karna ada yang punya dan dikahatirkan akan diganggu pada makhluk halus
5. Jika terdengar sahutan dihutan tidak boleh dijawab
Dikhawatirkan bisa menyamar suatu hal yang ada di hutan (jin)
Dari Pantang-pantang Larang di atas penulis menemukan pantang larang yang serupa maupun akibat pantang larang tersebut. Dari hasil wawancara tersebut peneliti mendapatkan 133 Pantang Larang yang di klasifikasi kan seperti yang telah tercantum di atas.
Berdasarkan penelusuran yang serius penulis akhirnya menemui 3 orang yang dapat dijadikan informasi di Desa Bogak kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.
4.2.Makna dan Fungsi Pantang Larang
Setiap pantang larang mempunyai makna dan fungsi tersendiri, mempunyai satu tujuan yaitu membuat sifat yang lebih baik lagi dan menjauhkan segala bahaya penyakit pada masyarakatnya, sebagaian pantang larang bertujuan menakut-nakuti agar masyarakat tidak membuat apa yang telah dilarang.
Pantang larang merupakan larangan keras terhadap suatu lingkaran masyarakat yang masih menganut kuat dengan adat istiadat Pantang larang
tersebut. Bisa dikatakan pantang larang adalah suatu tindakan yang terkutuk bila melanggar aturannya.
Pada klasifikasi ini lebih berfokus menekankan kepada kepercayaan yang berkaitan pantang larang yang telah dipaparkan diatas.
4.2.1.Makna dan Fungsi Pantang larang untuk anak bayi
Didalam adat istiadat Melayu khususnya di masyarakat Batu bara Pantang Larang bertujuan untuk menjaga keselamatan anak yang baru lahir sekaligus mengajarkan anak yang baru lahir tumbuh dan berkembang dengan aturan adat istiadat yang telah ada di lingkungan masyarakatnya. Sebagian besar Masyarakat Melayu mempercayai pantang larang menanamkan nilai-nilai luhur agama, dan budaya kepada anak yang baru lahir.
4.2.2. Makna dan Fungsi Pantang Larang untukibu hamil
Makna Pantang Larang bagi ibu yang sedang hamil bertujuan untuk menjaga keselamatan ibu dan anak yang sedang dikandungannya. Dari kandungan pantang larang telah mengajarkan calon bayi untuk beetika yang baik nantinya.
4.2.3.Makna dan Fungsi Pantang Larang ketika Makan
Orang Melayu suka dengan sifat yang sofan, baik, dan beradab. Apalagi ketika makan, pantang Larang mengajarkan ketika makan yang beetika, tidak sesuka hati makan tanpa adanya larangan yang tersedia.
39
4.2.4.Makna dan Fungsi Pantang Larang bagi anak-anak
Dalam konsep adat istiadat Melayu, orang yang dikatakan anak yang menjadi orang (bertuah) adalah anak yang nantinya ketika dia menjadi dewasa yang sempurna lahir dan batin, selalu berguna bagi orang lain, mengingat akan jasa orang tua yang telah mendidiknya.
Untuk menciptakan anak yang menjadi orang yang baik adakalanya anak kita beri pendidikan melalui pantang dan larangan yang ada dilingkungan dimana anak tinggal. Pantang larang adalah salah satu pendidikan yang alternative untuk mengajarkan anak sejak dini.
4.2.5.Makna dan Fungsi Pantang Larang Perempuan
Semata-mata untuk menjaga keselamatan khususnya bagi anak perempuan supaya jauh dari segala musibah. Ada beberapa pantang larang yang harus dipatuhi untuk menjaga sikap anak perempuan yang baik, lebih sopan santun, bertutur kata yang baik, serta berakhlak yang mulia.
4.2.6.Makna dan Fungsi Pantang Larang Laki-laki
Laki-laki adalah calon pemimpin keluarga, adakalanya dimana seorang laki-laki harus menjaga sikap yang baik. Maka dari itu ada beberapa pantang larang yang diterapkan untuk laki-laki agar membentuk pribadi seorang pemimpin. Pantangan-pantangan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan semata-
mata sebagai tunjuk ajar yang akan membimbing mereka menjadi manusia yang lebih baik nantinya sebagai seorang imam.
4.2.7.Makna dan Fungsi Pantang Larang untuk calon Pengantin
Pantang larang untuk calon pengantin memang ada sejak dulu, orang Melayu percaya kalau calon pengantin harus menaati aturan yang terlarang untuk menjauhkan kehiduoan rumah tangga yang nantinya akan dibina terhindar dari segala bahaya, penyakit atau pun hal yang tidak diinginkan, juga melancarkan segala urusan yang terlaksana saat jadi pengantin, maka dari itu taati lah peraturan pantang larang yang telah ada.
4.2.8.Makna dan Fungsi Pantang Larang ketika Tidur
Ketika tidur kita diingatkan sejenak dengan kematian, karena tidur itu adalah mati yang sementara, pantangan-pantangan dalam tidur pun harus dihindari untuk menjaga ketenangan tidur dan dijauhkan dari segala mimpi buruk.
4.2.9. Makna dan Fungsi Pantang Larang ketika Duduk
Ketika kita duduk harus dengan etika yang baik, ini diterapkan bagi semua kalangan. Pantangan saat duduk tidak boleh dilakukan dilingkungan yang masih kental dengan adat istiadat pantang larang.
4.2.10.Makna dan Fungsi Pantang Larang ketika di Sungai
Perlunya ada pantangan-pantangan saat lagi di sungai, agar kita menjaga sikap dimana pun kita berada, dan selalu menjaga kelestarian alam disekitar kita.
41
4.2.11.Makna dan Fungsi Pantang Larang ketika di Hutan
Agar terhindar musibah saat lagi dihutan sepantasnya kita mejalankan pantang larang yang telah ada di terapkan, bertujuan untuk menjaga diri kita saat kita lagi di hutan maupun lagi disuatu tempat yang jarang kita injakan.
4.3.Pantang Larang Dan Orientasi Nilai Masyarakat Melayu
Ada beberapa nilai beradat Melayu yang mengidentikan sebagai orang Melayu, ide dan gagasan sumber perilaku sesorang yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maupun berunsur adat dan agama yang ada. Berikut ada beberapa nilai beradat Melayu dan Orientasinya.
Orientasi Makna Pantang Larang
Bahasa adalah Lambang budi pekerti, bahasa harus memperlihatkan yang batin
- Sanai sejenis setan, jika kita menyebutnya akan mendatang kan kepada kita
- Menghindari anak yang akan lahir jelek (cacat)
- Untuk menjaga percakapan dan perkataan
Persaudaraan harus wujud dalam kebersamaan dan sederhana dalam penamplilan hidup
-
Martabat atau harga diri diatas nilai
kebendaan
Harta itu yang utama berjahnya bukan jumlahnya
Kejujuran adalah penampilan harga diri yang utama
Perselisihan sedapat mungkin dihindarkan dari hidup dan waktu tidak dihubungkan dengan baik
Menonjolkan diri dipandang sebagai akhlak yang tidak baik
4.3.1 Bahasa adalah lambang budi pekerti, bahasa harus memperlihatkan yang batin
Artinya pantang bagi orang Melayu berbicara yang keras-keras, orang Melayu mengidentikan kesantunan yang lemah lembut, tidak berbahasa yang kasar. Pantang juga bagi orang Melayu jika berbicara melihat muka lawan bicaranya apalagi orang tua.
4.3.2 Persaudaraan harus wujud dalam kebersamaan dan sederhana dalam penampilan hidup
Didalam perkumpulan saudara kita tidak memakai perhiasan yang terlalu menonjol, kita hanya berpakaian yang sebutuh dan sesederhana mungkin,