• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

5 2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Perkotaan

Berdasarkan Undang – undang No.38 tahun 2004 pasal 1 ayat 4 pengertian jalan yaitu prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 3, ruas jalan perkotaan memiliki pengembangan permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh sebagian jalan. Indikasi penting tentang daerah perkotaan yaitu memiliki karakterisitik arus lalu lintas dengan jam puncak pada pagi dan sore hari, Manual Kapasitas Jalan Indonesia membagi jenis jalan perkotaan menjadi :

1. Jalan 2 lajur 2 arah tidak terbagi (2/2 UD) 2. Jalan 4 lajur 2 arah tidak terbagi (4/2 UD) 3. Jalan 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 D)

4. Jalan 6 lajur 2 arah terbagi (6/2 D) 5. Jalan 1 jalur 3 lajur 1 arah (1 - 3/1 )

Yang termasuk dalam kumpulan jalan perkotaan adalah jalan yang berada didekat pusat perkotaan dan memiliki penduduk lebih darui 100.000 jiwa. Fungsi jalan dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain adalah:

a. Jalan Arteri

Jalan yang melayani khususnya angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata- rata tinggi serta akses yang dibatasi.

b. Jalan Kolektor

Jalan yang melayani angkutan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah akses yang dibatasi

c. Jalan Lokal

(2)

Jalan yang melayani angkutan setempat terutama angkutan jarak pendek dan kecepatan rata-rata rendah dan akses yang tidak dibatasi.

2.2 Ruas Jalan

Beberapa ciri dari ruas jalan yang perlu diketahui antara lain panjang, jumlah lajur, kecepatan, tipe gangguan hambatan samping, kapasitas serta hubungan antara kecepatan dan arus pada ruas jalan tersebut. Ruas jalan mempunyai dua arah. Ruas jalan dua raha selalu dinyatakan dengan dua ruas jalan satu arah. Setiap ruas jalan yang dikodefikasikan harus dilengkapi dengan beberapa atribut yang menyatakan perilaku, ciri, serta kemampuan ruas jalan untuk mengalirkan arus lalu lintas. Beberapa atribut tersebut adalah panjang ruas, kecepatan ruas (kecepatan arus bebas dan kecepatan sesaat), serta kapasitas ruas yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) per jam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut ruas jalan yang penting bagi [engendara adalah tarif tol, tersedianya rambu yang baik, dan bahan bakar yang digunakan (Outram and Thomson, 1978 dan Wotton et al, 1981). Atribut kategori jalan (tol, jalan arteri, ataupun kolektor), (Tamin, 2000 : 93-95)

2.3 Hambatan Samping

Hambatan samping merupakan kegiatan yang terjadi pada samping jalan yang berpotensi mempengaruhi penurunan dan kinerja lalu lintas dari suatu jalan.

Hambatan samping sering kali menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kemacetan di ruas jalan. Menurut (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) hambatan jalan dipengaruhi oleh 4 hal

1. Jumlah pejalan kaki yang berjalan dipinggir jalan maupun yang menyebrang pada sepanjang segmen jalan.

2. Jumlah kendaraan yang berhenti maupun parkir pada sepanjang segmen jalan.

3. Jumlah kendaraan keluar maupun masuk akses jalan.

4. Kendaraan tak bermotor maupun kendaraan yang bergerak dengan lambat, seperti becak, dokar, sepeda.

(3)

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) tingkatan hambatan samping ada dua, yaitu:

Tinggi : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan ke luar berkurang oleh aktivitas samping jalan, seperti berhentinya angkutan umum, pejalan kaki berjalan seoanjang atau melintas di bahu jalan, keluar masuk halaman di saping jalan.

Rendah : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oleh hambatan samping dari jenis-jenis yang di sebut di atas

Hambatan samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan Teknik lalu lintas sebagai tinggi, sedang, dan rendah. Frekuensi hambatan samping dari masng-masing tipe kejadian diubah menjadi frekuensi kejadian berbobot.

Setelah diubah selanjutnya dijumlahkan sehingga dapat ditentukan kelas hambatan samping (SFC) dari jalan yang ditinjau.

Hambatan samping berdasarkan fungsi dan frekuensi terjadinya pada sepanjang jalan dikelompokkan menjadi beberapa kelas yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 serta bobot atau nilai aktifitas dari masing-masing hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan Kelas

Hambatan Saming (SFC)

Kode

Jumlah Berbobot Kejadian per 200 m

per jam (dua sisi)

Kondisi Khusus

Sangat Rendah VL < 100 Daerah Pemukiman; jalan dengan jalan samping.

Rendah L 100 – 299 Daerah Pemukiman; beberapa

kendaraan umum dsb.

Sedang M 300 – 499 Derah Industri; beberapa toko

di sisi jalan

Tinggi H 500 – 899 Daerah Komersial; aktivitas

sisi jalan tinggi

Sangat Tinggi VH >900

Daerah Komersial dengan aktivitas pasar di samping jalan

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 10)

(4)

Tabel 2.2 Nilai Dari Masing-Masing Hambatan Samping

Jenis Pengaruh Bobot

Pejalan kaki atau penyebrang jalan 0,5

Kendaraan parkir atau berhenti 1,0

Kendaraan keluar masuk di akses jalan 0,7

Kendaraan lambat (becak, sepeda, dokar/andong) 0,4 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 10)

Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan Persamaan 2.1 (Bina Marga, 1997) berikut:

SCF = PED +PSV+ EEV+ SMV Keterangan :

SFC = Kelas Hambatan samping PED = Frekuensi pejalan kaki

PSV = Frekuensi bobot kendaraan parkir

EEV = Frekuensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.

SMV = Frekuensi bobot kendaraan lambat

2.4 Kinerja Arus Jalan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) Kinerja ruas jalan merupakan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif yang menggambarkan kondisi dari ruas jalan tersebut. Pada umunya kinerja dinilai berdasarkan kapasitas, derajat kejenuha (DS), kecepatan rata-rata, waktu perjalanan, serta tundaan.

Untuk mendapatkan hasil kinerja ruas jalan maaka perlu adanya inventarisasi berupa pendataan terhadap karakteristik fisik, tingkat kemampuan layanan, dan lain-lain.

Menurut Tamin (2000) beberapa kinerja ruas jalan yang dibutuhkan dapat dijelaskan sebagai berikut:

• NVK/DS adalah kondisi ruas jalan dalam melayani volume lalu lintas

• Kecepatan Perjalanan Rata-rata adlah waktu tempuh dari titik asal ke titik tujuan dan menjadi tolak ikur dalam pemilihan rute perjalanan dalam hal ekonomi

(5)

• Tingkat Pelayanan adalah indikator yang menentukan bagaimana tingkat pelayanan pada ruas jalan yang disesuaikan dengan kondisi arus lalu lintas yang ada di Indonesia.

Nilai NVK/DS didapatkan berdasarkan hasil survei volume lalu lintas di ruas jalan dan persimpangan serta survei geometik untuk mendapatkan besarnya kapasitas pada saat ini. Perhitungan besarnya kapasitas suatu ruas jalan dapat menggunakan rumus menurut metode Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM, 1997).

Besarnya volume lalu lintas pada waktu mendatang dihitung berdasarkan analisa peramalan lalu lintas. Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh pembangunan.

Parameter kecepatan perjalanan didapatkan dari hasil survei kecepatan dengan mengikuti kendaraan bergerak. Bersamaan dengan itu akan didapatkan nilai waktu perjalanan rata-rata antar titik-titik asal-tujuan serta nilai tundaan selama perjalanan. Besarnya kecepatan perjalanan rata-rata pada saat sekarang maupun yang akan datang dari setiap ruas jalan akan menjadi masukan bagi analisis ekonomi dalam kaitannya dengan perhitngan benefit (keuntungan) berdasarkan besarnya ‘nilai waktu’ yang berlaku.

Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secata keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat Pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif seperti NVK, kecepatan perjalanan, dan faktor lain yang ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif seperti kebebasan pengemudi dalam memilih kecepatan, derajat hambatan lalu lintas, serta kenyamanan.

Dalam analisa perencaan meningkatkan kinerja ruas jalan yang sudah ada sering dilakukan perubahan kecil untuk mempertahankan kondisi ruas jalan yang diinginkan. Hasil yang ditunjukan adalah rentang masing-masing tipe jalan yang dapat digunakan sebagai sasaran perancangan alternatif, misal dalam analisa perencanaan untuk meningkatkan kinerja jalan. menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) nilai derajat kejenuhan yang dapat menjadi tolak ukur layak atau tidaknya adalah sebesar <0,75 pada jam puncak.

(6)

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, kinerja lalu lintas dapat diukur dengan menggunakan beberapa perimeter, diantaranya:

1. Derajat Kejenuhan (DS), yaitu rasio arus dari suatu lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada suatu bagian jalan tertentu.

2. Kecepatan Tempuh (V), yaitu kecepatan rata-rata (km/h) dari suatu kendaraan yang melintasi sautu titik tertentu pada ruas jalan yang dihitung dari Panjang jalan yang dibagi dengan waktu tempuh rata-rata.

Berdasarkan dengan hal tersebut, karakteristik lalu lintas dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut

2.4.1 Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Menurut MKJI (1997) satuan mobil penumpang (SMP) adalah satuan arus lalu lintas dimana arus berbagi tipe kendaraan diubah menjadi arus kendaran ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (EMP) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:

1. Kendaraan ringan (meliputi mobil penumpang, minibus, truk, pick up, dan jeep)

2. Kendaraan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil) 3. Bus besar

4. Truk besar (meliputi truk tiga gandar dan truk gandeng) 5. Sepeda motor

Sedangkan EMP adalah faktor yang menunjukkan tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas. EMP masing-maisng kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinyemen dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Besaran EMP dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

(7)

Tabel 2.3 Emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi Tipe Jalan :

Jalan satu arah dan jalan terbagi

Arus lalu-lintas per lajur (kend/jam)

emp

HV MC

Dua-lajur satu-arah (2/1) 0 1,3 0,40

Empat-lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25

Tiga-lajur satu-arah (3/1) 0 1,3 0,40

Enam-lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 – 38 Tabel 2.4 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah

Tipe Jalan:

Jalan Tak Terbagi

Arus Lalu-Lintas total dua arah

(kend/jam)

Emp HV

MC

Lebar Jalur Lalu-Lintas Wc (m)

≤ 6 >6

Dua-lajur tak-terbagi

(2/2 UD) 0 ≥ 1800 1,3

1,2

0,5 0,35

0,40 0,25 Empat-lajur tak-terbagi

(4/2 UD) 0 ≥ 3700 1,3

1,2

0,40 0,25

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 38) 2.5 Kecepatan (V)

Menurut MKJI (1997), keceaptan tempuh didefinisikan sebagai Kecepatan rata-rata dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen. Menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti, diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi.

V = L/TT Dimana :

V = Kecepatan sesaat (km/jam) L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu Tempuh rata-rata LV sepanjang Segmen (jam)

2.5.1 Kecepatan Arus Bebas

Menurut Christy C. Jotin kecepatan arus bebas adalah kecepatan lalu lintas ketika kepadatan mendekati nol. Dalam lapangan kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan di mana pengemudi merasa nyaman berjedara pada kondisi-kondisi kontril fisik, lingkungan, dan lalu lintas yang terdapat di suatu ruas jalan yang tidak padat. Secara umum kendaraan ringan memiliki kecepatan arus bebas dasar lebih

(8)

tinggi dari pada kendaraan berat dan sepeda motor. Kecepatan arus bebas dapat diukur sebagai kecepata rata-rata kendaraan penumpang selama arus rendah hingga sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan arus bebas adalah sebagai berikut:

1. Tipe jalan

2. Lebar lajur, lajur efektif, hambatan samping

3. Keberadaan kereb dan jarak dari kereb ke penghalang 4. Adanya bahu efektif dan ukuran kota

5. Fungsi jalan

Kecepatan arus bebas dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:

FV = (FV0 + FVw ) x FFVsf x FFVcs Dimana:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam)

FVw = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam) FFVsf = Faktor penyesuain kondisi hambatan samping FFVcs = Faktor penyesuaian kecepetan untuk ukuran kota

Besarnya Kecepatan Arus Dasar (FVo) dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) untuk wilayah perkotaan

Tipe Jalan

Kecepatan Arus Kendaraaan Ringan LV

Kendaraan Berat HV

Sepeda Motor MC

Semua Kendaraan (Rata – Rata) Enam-lajur terbagi

(6/2 D) atau Tiga-lajur satu-arah (3/1)

61 52 48 57

Empat-lajur terbagi (4/2 D)

atau Dua-lajur satu-arah (2/1)

57 50 47 55

Empat-lajur tak-

terbagi (4/2 UD) 53 46 43 51

Dua-lajur tak-terbagi

(2/2 UD) 44 40 40 42

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 44)

(9)

Besarnya penyesuaian lebar jalan lalu lintas efektif (FVw) untuk wilayah perkotaan didapat dengan melihat pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (FVw) Tipe Jalan Lebar jalur lalu – lintas efektif (WC) (m) FVw (km/jam)

Empat-lajur terbagi atau Jalan satu-arah

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

, -4 -2 0 2 -4

Empat-lajur tak-terbagi

Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

, -4 -2 0 2 -4

Dua-lajur tak-terbagi

Total 5 6 7 8 9 10 11

, -9,5 -3 0 3 4 6 7 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 45)

Besarnya penyesuaian kecepatan hambatan samping (FFVSF) dengan bahu jalan dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Penyesuaian Arus Bebas Pengaruh Hambatan Samping (FFVSF)

Tipe Jalan

Kelas Hambatan Samping (SFC)

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m Empat-

lajur terbagi (4/2 D)

Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

Rendah 0,98 1 1,02 1,03

Sedang 0,94 0,97 1 1,02

Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99

Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96 Empat-

lajur tak- terbagi (4/2 UD)

Sangat Rendah 1,02 1,03 1,03 1,04

Rendah 0,98 1 1,02 1,03

Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02

Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98

Sangat Tinggi 0,8 0,86 0,9 0,95

(10)

Lanjutan Tabel 2.8 Penyesuaian Arus Bebas Pengaruh Hambatan Samping (FFVSF)

Tipe Jalan

Kelas Hambatan Samping (SFC)

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m Dua-lajur

tak- terbagi (2/2 UD) atau Jalan satu-arah

Sangat Rendah 1 1,01 1,01 1,01

Rendah 0,96 0,98 0,99 1

Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99

Tinggi 0,82 0,86 0,9 0,95

Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 46) Besarnya pengaruh ukuran kota (FFVCS) dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.9 Penyesuaian Keceparatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVcs) Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuain Untuk Ukuran Kota

< 0,1 0,1 - 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

>3,0

0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 48)

2.6 Kapasitas Ruas Jalan

Kapasitas jalan merupakan arus dengan jumlah maksimum yang melalui satu titik di jalan yang didapat per satuan jam pada kondisi tertentu. Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan (atau dalam Satuan Mobil Penumpang/SMP). Menurut Tamin, ruas jalan yang memiliki median maka dihitung secara terpisah untuk setiap arah, sedangkan ruas jalan yang tidak memiliki median maka dihitung untuk kedua arah. Berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 besarnya nilai kapasitas jalan ddidapat dari penjabaran rumus sebagai berikut :

C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Dimana :

C = Kapasitas jalan yang sesungguhnya (smp/jam) C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)

(11)

FCw = Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan FCsp = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah FCsf = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping FCcs = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota

Acuan untuk mendapatkan nilai kapasitas dasar jalan perkotaan (CO) menggunakan Tabel 2.9 sebagai berikut:

Tabel 2.10 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (C0) Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp/jam) Catatan

Empat-lajur terbagi atau

Jalan satu-arah 1650 Per Lajur

Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per Lajur

Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total Arah

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 – 50)

Besarnya Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 2.10 sebagai berikut:

Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalan (FCw)

Tipe Jalan

Lebar jalur lalu – lintas efektif

(WC) (m)

FCw (km/jam)

Empat-lajur terbagi atau Jalan satu-arah

Per lajur ,

3 0,92

3,25 0,96

3,5 1

3,75 1,04

4 1,08

Empat-lajur tak-terbagi

Per lajur ,

3 0,91

3,25 0,95

3,5 1

3,75 1,05

4 1,09

(12)

Lanjutan Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalan (FCw)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 51)

Besarnya faktor penyesuaian arah (FCSP) dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini:

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisah Arah (FCsp) Pemisahan Arah SP % - % 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 – 35 70 – 30

FCsp Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 52)

Besarnya faktor penyesuaian hambatan samping (FCSF) dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini:

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCSF) Dengan Bahu Jalan

Tipe Jalan

Kelas Hambatan

Samping

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu FCsf Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

4/2 D

VL 0,96 0,98 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

Tipe Jalan

Lebar jalur lalu – lintas efektif

(WC) (m)

FCw (km/jam)

Dua-lajur tak- terbagi

Total ,

5 0,56

6 0,87

7 1

8 1,14

9 1,25

10 1,29

11 1,34

(13)

Lanjutan Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCSF) Dengan Bahu Jalan

Tipe Jalan

Kelas Hambatan

Samping

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu FCsf Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

4/2 UD

VL 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,8 0,86 0,9 0,95

2/2 UD atau Jalan satu-arah

VL 0,94 0,96 0,99 1,01

L 0,92 0,94 0,97 1

M 0,89 0,92 0,95 0,98

H 0,82 0,86 0,9 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 53)

Besarnya faktor penyesuaian hambatan samping (FCSF) dengan kerb dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini:

Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCSF) Dengan Kerb

Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu FCSF

Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

4/2 D

VL L M H VH

0,95 0,94 0,91 0,86 0,81

0,97 0,96 0,93 0,89 0,85

0,99 0.98 0,95 0,92 0,88

1,01 1,00 0,98 0,95 0,92

4/2 UD

VL L M H VH

0,95 0,93 0,90 0,84 0,77

0,97 0,95 0,92 0,87 0,81

0,99 0,97 0,95 0,90 0,85

1,01 1,00 0,97 0,93 0,90

2/2 UD atau Jalan satu-arah

VL L M H VH

0,93 0,90 0,86 0,78 0,68

0,95 0,92 0,88 0,81 0,72

0,97 0,95 0,91 0,84 0,77

0,99 0,97 0,94 0,88 0,82 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 54)

(14)

Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS) dapat dilihat opada Tabel 2.14 berikut ini:

Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCcs) Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuain Untuk Ukuran Kota

< 0,1 0,1 - 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

>3,0

0,86 0,90 0,94 1,00 1,04

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 hal 5 - 55)

2.6.1 Derajat Kejenuhan / Degree of Saturation (DS)

Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu. Merupakan faktor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang dan ruas jalan. DS ini menunjukkan apakah ruas jalan yang sedang diamati memiliki masalah atau tidak. Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam.

DS = Q/C Dimana :

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas jalan (smp/jam)

Rencana jalan perkotaan harus dengan tujuan memastikan derejat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Jika derajat kejenuhan (DS) < 0,75 maka nilai ITPnya adalah baik adalah Baik (B). Maka jalan tersebut masih layak dan tidak perlu ada perbaikan , namun jika DS > 0,75 maka nilai ITPnya adalah cukup baik (C) dipelukan penanganan pada jalan tersebut

2.6.2 Level Of Service (LOS)

Kinerja dari ruas jalan dapat dinyatakan secara kuantitatif dan dapat menerangkan tentang kondisi operasional fasilitas lalu – lintas seperti kapasitas jalan, derajat kejenuhan, kecepatan rata – rata, waktu tempuh, dan hambatan. LOS

(15)

tergantung pada kombinasi kecepatan atau waktu tempuh, waktu tunggu, dan tarif (parkir atau bus).

Berdasarkan Highway Capacity Manual (HCM).Tingkat pelayanan jalan digolongkan berdasarkan tingkatan dari yang terbaik hingga terburuk dimulai dari A sampai F. Dengan nilai tingkat pelayanan A memiliki nilai derajat kejenuhan sebesar 0.00-0.20 sedangkan tingkat pelayanan yang terburuk yaitu F memiliki nilai derajat kejenuhan ≥1.00.

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) karakteristik tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.15 sebagai berikut.

Tabel 2.18 Karakteristik Tingkat Pelayanan Tingkat

Layanan (LOS)

Karakteristik

Batas Lingkup (Q/C) A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi

memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan 0,00 – 0,20 B

Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan

0,21 – 0,44

C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan

dikendalikan, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan 0,45 – 0,74 D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan,

Q/C masih dapat ditolerir 0,75 – 0,84

E Volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitas arus

tidak stabil, terkadang berhenti 0,85 – 1,00

F

Arus yang dipaksakan/macet, kecepatan rendah, Q diatas kapasitas, antrian Panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar

>1,00 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)

2.7 Kondisi Geometrik

Pada MKJI (1997) geometric jalan perkotaan harus di rancang sedemikian rupa agar dapat meningkatkan kinerja ruas jalan terserbut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guna merancang geometric jalan, diantaranya adalah:

a. Tipe Jalan: Jalan memiliki beberapa tipe yang dapat filihat guna mengetahui kinerja pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi.

(16)

b. Lebar Jalur Lalu lintas: Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat degan pertambahan lebar jalur.

c. Median: Median merupakan daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada segmen jalan. Median yang direncanakan dengan baik dapat meningkatkan kapasitas.

d. Kereb: Kereb sebagai batas antara jalur dan trotoar yang dapat berpegaruh pada hambatan samping pada kapasitas dan juga kecepatan. Kereb merupakan bagian yang ditinggikan berupa bahan yang kaku antara tepi jlaur dan trotoar.

e. Alinyemen Jalan: Lengkung horizontal dengan jar-jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga dapat mengurangi kecepatan arus bebas. Secara umum kecepatan arus bebas di perkotaan kecil, sehingga pengaruh ini diabaikan.

Jalan juga memiliki kualifikasi jalan yang mampu menunjang dalam meningkatkan kinerja ruas jalan. Menurut Tamin (2000) data yang meliuti prasarasana jalan adalah:

1. Desain Geometrik, meliputi:

 Potongan melintang, termasuk lebar jalan dan daerah milik jalan, jumlah dan lebar lajur, jalur lambat, median, bahu jalan yang diperkeras, fasilitas pejalan kaki, kerb, dan lain-lain;

 Persimpanga, meliputi geometrik dan radius membelok;

 Anlinyemen horizonta, meliputi panjang ruas, bagian jalan yang lurus dan lengkung, jari-jari tikungan dan superelevasi;

 Alinyemen vertikal meliputi bagian jalan yang mendatar, kelandaian naik turun.

2. Pengendalian lalu lintas, meliputi:

 Rambu lalu lintas dan marka jalan, meliputi lokasi, jenis dan ukuran;

 Lampu lalu lintas dan lampu penerangan, meliputi lokasi dan jenis;

 Persimpangan, meliputi dimensi, radius membelok, lokasi dan jenis pengendalian, dan lampu penerangan;

(17)

 Parkir dan akses, meliputi lokasi setiap akses, parkir di badan jalan dan bukan di badan jalan,dan cara pengendalian parkir.

3. Tata guna lahan, meliputi:

Meliputi informasi jenis bangunan, penghalang terhadap jarak pandang bebas serta objek yang menghalangi kelancaran lalu lintas dan pejalan kaki seperti warung, pedagang kaki lima, pot bunga, dan lain-lain.

4. Fasilitas jalan lainnya, meliputi drainase, saluran air limbah, kabel, dan lain- lain. Untuk keperluan perencanaan dan permodelan transportasi, hanya sebagian saja dari keseluruhan data inventaeisasi jalan yang dibutuhkan.

2.8 Alternatif Pemecahan Transportasi

Ruang lingkup permasalahan transportasi telah berkembang dan menjadi sangat parah di negara maju (industri) ataupun negara berkembang. Saat ini bukanlah masalah tentang bahan bakar lagi yang menjadi krisis namun peningkatan arus lalu lintas serta kebutuhan transportasi yang semakin meningkat menimbulkan kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan permasalahan lainnya.

Permasahan tersebut menjadi sangat parah karena prasarana transportasi yang kurang memadai atau beroperasi kurang maksimal, misalnya adanya orang berjualan dipinggir jalan, atau parkir di badan jalan sehingga dapar menurunkan kapasitas jalan dan dapat menyebabkan kemacetan. (Tamin: 2000 hal 5)

Kemacetan merupakan kejadian sehari-hari yang sering dijumpai dibeberapa kota besar Indonesia. Permasalahan kemacetan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, tingginya tingkat urbanisasi, pesatnya pertumbuhan kendaraan dan pemilik kendaraan serta kurang efisiennya sistem angkutan umum perkotaan. (Tamin: 2000 hal 518-519)

Oleh karena itu, dalam meningkatkan prasarana transportasi menurut Tamin (2000) banyak kajian trasnportasi dan implementasi lain yang materinya mengarah pada usaha melakukan perbaikan, yaitu:

6. Meredam atau memperkecil tingkat pertumbuhan kebutuhan transportasi 7. Meningkatkan prasarana transportasi itu sendiri, terutama penanganan

fasilitas yang tidak berfungsi sebagaimana semestinya.

(18)

8. Memperlancar sistem pergerakan melalui kebijakan rekayasa dan menejemen lalulintas yang baik

Peningkatan kapasitas jaringan jalan dapat dilakukan dengan usaha untuk memperbaiki daerah sumber kemacetan. Pembenahan sistem jaringan jalan dan sistem hirarkie pembangunan jalan dilakukan sesegara mungkin dengann cara:

1. Pelebaran dan perbaikan geometrik jalan

2. Pembuatan persimpangan tidak sebidang guna mengurangi titik konflik bagi kendaraan yang menggunakan persimpangan tersebut

3. Pembangunan jalan baru untuk melengkapi sistem jaringan jalan yang telah ada. Hal ini dilakukan terutama pada daerah perbatasan.

4. Pembuatan jembatan penyeberangan, baik untuk pejalan kaki maupun kendaraan pada daerah tertentu untuk mengurangi kecelakaan sewaktu menyeberang.

2.9 Analisa 5 Tahun yang Akan Datang

Analisa 5 tahun mendatang digunakan untuk mengasumsi pertumbuhan lalu lintas ataupun penduduk yang akan terjadi kedepannya. Untuk mengetahui jumlah pada tahun yang akan datang digunakan metode proyeksi geometri. Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung dengan faktor pertumbuhan kumulatif (Cumulative Growth Factor) berdasarkan Bina Marga 2017 hal 4 – 2.

Persamaannya sebagai berikut :

Pn = P0 ( 1 + r )n Keterangan :

Pn = Jumlah yang akan dating P0 = Jumlah saat ini

n = Tahun yang akan datang r = Persentase pertumbuhan

Metode ini digunakan untuk mengetahui pertumbuhan penduduk yang nantinya akan digunakan sebagai patokan dalam menentukan pada tabel FCcs (Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota). Hasil FCcs nantinya akan masukan ke dalam rumus (C) atau kapasitas dan juga menghitung pertumbuhan arus

(19)

lintas yang mana untuk mendapat jumlah (Q) atau arus lalu lintas. Keduanya digunakan untuk menghitung Derajat Kejenuhan (DS) untuk 5 tahun mendatang

2.9.1 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Dalam merencanakan sebuah konstruksi tentu memerlukan perkiraan biaya untuk mengetahui berapa besar biaya yang diperlukan untuk membangun suatu proyek konstruksi. Jika tanpa adanya rencana anggaran biaya (RAB) maka bisa muncul pembengkakan biaya dalam pembelian bahan material, upah pekerja, pengadaan alat, serta biaya yang lain karena tidak adanya dasar biaya yang menjadi acuan harga.

Menurut Syawaldi Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah:

a. Perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tertentu.

b. Merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah dalam penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan susunan - susunan pelaksanaan dalam bidang administrasi maupun pelaksanaan pekerjaan dalam bidang teknik

Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam penyusunan anggaran biaya antara lain:

a. Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan harga satuannya tiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya kasar dapat juga sebagai pedoman dalam penyusunan RAB yang dihitung secara teliti.

b. Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat sesuai dengan ketentuan proyek dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya.

Tujuan dari RAB adalah membuat suatu perkiraan atau rencana yag sesuai dengan dengan volume maupun harga satuan tiap jenis tenaga, bahan dan alat yang akan digunakan. Sehingga kita mengetahui berapa besar rencana harga bagian atau item pekerjaan sebagai pedoman untuk mengeluarkan biaya-biaya dalam masa pelaksanaan. Selain itu supaya konstruksi yang direncanakan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

(20)

RAB menjadi dasar dalam merencanakan sebuah proyek sehingga diketahui jenis dan besarnya pekerjaan yang akan dilaksanakan. Dari RAB juga dapat diputuskan peralatan apa saja yang nantinya perlu dibeli langsung atau hanya perlu sistem sewa.

Untuk menghitung biaya konstruksi, ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Bahan.

Yang diperlukan dalam hal ini adalah bahan juga harganya. Biaya yang digunakan adalah harga bahan pada tempat konstruksi itu dibangun.

Biaya yang dikeluarkan termasuk biaya transportasi, biaya menaik dan turunkan bahan, penyimpanan sementara, pengepakan, pemeriksaan kualitas, dan juga asurasi.

Biaya Material = Volume Material x Harga Material (Susanta, 2011: 7)

2. Alat

Jika ingin membangun sebuah konstruksi maka diperlukan beberapa alat guna melangsungkan pekerjaan. Alat-alat tersebut bisa alat berat maupun ringan, diantaranya adalah mesin-mesin dan alat-alat tangan, serta bangunan sementara. Penggunakan jangka waktu pada alat tersebut mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan nantinya. Biaya yang perlu dikeluarkan adalah biaya pemindahan alat, pembongkaran, biaya operasi serta upah operator dan staff lainnya. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Biaya Alat Berat = Durasi x Harga Sewa Alat Berat (Susanta, 2011: 7)

3. Upah Pekerja

Upah pekerja yang akan dibayar adalah berapa lama si pekerja bekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi lokasi pekerjaan, dan juga kemampuan pekerja. (Susanta, 2011: 7)

(21)

4. Biaya Pajak dan Perizinan

Pajak dan perizinan adalah hal yang penting dilakukan. Biaya yang dikeluarkan biasanya sudah ditentukan oleh peraturan, namun tidak kemungkinan adanya restitusi pajak sehingga bias untuk mempetimbangkan mengurangi biaya total penawaran apabila melakukan tender atau pelelangan. (Susanta, 2011: 7)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung biaya perizinan, nama dari komponen perizinan berbeda-beda setiap daerah, demikian juga nilai restribusinya, seperti IMB, izin prinsip, izin lokasi, izin site plan, advis planning, dan lain-lain. (Susanta, 2011: 8)

5. Biaya Tak Terduga

Biaya tak terduga dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu biaya tak terduga umum dan biaya tak terduga proyek. Biaya yang tidak bisa dibebankan langsung pada proyek disebut biaya tak terduga umum, contohnya: sewa kantor, pembelian peralatan kantor dan alat tulis, listrik, air, telepon, pajak, asuransi, harga uang, biaya perjalanan, biaya notaris, serta pembelian barang-barang kecil lainnya. Sedangkan biaya yang bisa dibebankan pada proyek namun tidak bisa dibebankan pada biaya bahan- bahan, upah pekerjaan, ataupun biaya alat. contohnya : asuransi, pembelian dokumen tambahan untuk kontrak pekerjaan, pemasangan telepon di proyek, pengukuran (survey), surat-surat izin, gaji pengawas proyek dan hal-hal lainnya. Besarnya biaya tak terduga tidak bias diseragamkan. Biaya ini sangat tergantung pada kelihaian dan kondisi daerah yang berbeda-beda.

(Susanta, 2011: 7)

2.10 Penelitian Terdahulu

Dengan adanya penelitian sebelumnya, penulis dapat memperkaya ilmu pengenegtahuan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan penulis. Berikut adalah penelitian sebelumnya bisa dilihat pada Tabel 2.16

(22)

26

Tabel 2.19 Penelitian Terdahulu

NO NAMA JUDUL LOKASI METODE PERBEDAAN DAN

PERSAMAAN

1

Fahmi Ragil Firmansyah

(2019)

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN WATURENGGONG

DENPASAR BALI

Jalan

Waturenggong Bali MKJI 19997

Perbedaan: tidak menghitung

RAB, DS 0,81 Persamaan: menggunakan

metode MKJI 1997

2

Edwar Sulisetiawan

(2019)

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN JENDRAL AHMAD YANI BANJARMASIN

KALIMANTAN SELATAN

Jalan Jendral

Ahmad Yani MKJI 19997

Perbedaan: DS < 0,80 masih terbilang stabil dan tidak

menghitung RAB Persamaan: menggunakan

metode MKJI 1997

3

ACHMAD AFIF AKBAR

(2020)

Kinerja Ruas Jalan Hos Cokroaminoto Kota

Probolinggo

Jalan Hos

Cokroaminoto MKJI 19997

Perbedaan: tidak menghitung RAB, DS 0,71 masih terbilang

stabil Persamaan: menggunakan

metode MKJI 1997

(23)

27

Lanjutan Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu

NO NAMA JUDUL LOKASI METODE PERBEDAAN DAN

PERSAMAAN

4

MUHAMMAD KHIFDZUR RAHMAN (2020)

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN AKIBAT

PARKIR DI BADAN JALAN (STUDI KASUS:

JALAN URIP SUMOHARJO KECAMATAN

PANDAAN)

Jalan Urip

Sumoharjo MKJI 19997

Perbedaan: Terpaku pada parkir di bahu jalan dan tidak

menghitung RAB Persamaan: Menggunakan

metode MKJI 1997

5

RISKA EKYPURIRIANTI

(2020)

KINERJA RUAS JALAN PANGLIMA SUDIRMAN KOTA

MADIUN

Jalan Panglima

Sudirman MKJI 19997

Perbedaan: memiliki nilai DS sebesar 0,91 dan tidak

menghitung RAB Persamaan: menggunakan

metode MKJI 1997

Referensi

Dokumen terkait

Analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran teman sebaya (peers) dengan kejadian kekerasan dalam pacaran di SMA N 1 Pundong Bantul

Analisis Pengaruh Kualitas Pendidikan dan Pelayanan Pendidikan Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Mercu Buana Bekasi). Rp

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan pH larutan pada kisaran 2,0 sampai 7,0 dapat meningkatkan kemampuan tanah diatomit dalam mengadsorpsi Cd(II) dengan

Mengenai analisa hukum tajdi&gt;d al-nika&gt;h} yang terlaksana di Desa Kampungbaru ini terdapat khila&gt;f, pendapat pertama memperbolehkan karena melihat dasar

Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang mendapat

Dari penelitian ini akan diperoleh gambaran mengenai kesejahteraan, interaksi sosial dan kemampuan manajemen, pendapatan, biaya serta investasi, yang akan mengetahui

Kalau pada bab sebelumnya adalah langkah untuk membuat account email atau alamat email, maka pada langkah ini kita sudah memiliki alamat email dan kita akan membukanya