• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun (Rupiah per Bulan) Makanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tabel Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun (Rupiah per Bulan) Makanan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II - 223 2.4. Aspek Daya Saing Daerah

Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dangan potensi, kekhasan dan unggulan daerah. Suatu daya saing merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

2.4.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Kemampuan ekonomi daerah dalam konteks daya saing daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik bagi pelaku ekonomi yang telah ada dan yang akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan multiplier effect bagi peningkatan daya saing daerah.

Kondisi daerah Provinsi Jawa Timur terkait dengan kemampuan ekonomi daerah dapat dilihat dari indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita, pengeluaran konsumsi non pangan per kapita, produktivitas total daerah, nilai tukar petani, nilai tukar nelayan dan Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB.

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita

Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009-2013 di Jawa Timur, dalam lima tahun terakhir rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur mengalami peningkatan, yang semula Rp. 380.163 per kapita sebulan di tahun 2009 dan di tahun 2012 meningkat menjadi Rp 526.973, sedangkan untuk data tahun 2013 belum tersedia.

Tabel 2.170

Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2010-2013

(Rupiah per Bulan)

Tahun/

Status Wilayah Makanan Bukan

Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

Kota 219.238 217.742 436.980

2009 Desa 169.502 116.847 286.349

Kota+Desa 200.478 179.685 380.163

2010

Kota 244.457 224.564 469.021

Desa 189.000 118.345 307.345

Kota+Desa 223.539 184.499 408.038

2011 Kota 281.107 316.024 597.131

Desa 208.082 164.619 372.701

(2)

BAB II - 224

Tahun/

Status Wilayah Makanan Bukan

Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

Kota+Desa 242.829 236.661 479.490

2012

Kota 296.389 376.200 672.589

Desa 207.479 187.305 394.784

Kota+Desa 249.785 277.187 526.973

2013 Kota 326.208 - -

Desa 228.227 - -

Kota+Desa 274.764 - -

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, BKP Provinsi Jawa Timur Data untuk konsumsi non makanan blm tersedia dari BPS

Peningkatan pada tahun 2011-2012 sebesar 9,90 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan periode 2010-2011 yang mengalami peningkatan sebesar 17,51 persen. Sedangkan pada tahun 2013 konsumsi makanan mencapai 274.764 Namun demikian, perlu kehati-hatian dalam menafsirkan peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita ini, karena belum tentu menjadi gambaran peningkatan kesejahteraan. Mengingat terjadinya peningkatan konsumsi bisa dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan harga yang terukur melalui inflasi, bukan karena pendapatan yang meningkat.

(3)

BAB II - 225

No. Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

01 Ka b. Pa ci ta n

310,917 381,590 417,099 02 Ka b. Ponorogo

324,376 370,370 450,015 03 Ka b. Trengga l ek

340,813 388,067 434,594 04 Ka b. Tul unga gung

407,454 430,762 518,232 05 Ka b. Bl i ta r

350,497 627,224 545,086 06 Ka b. Kedi ri

342,285 401,867 489,703 07 Ka b. Ma l a ng

386,749 443,118 507,858 08 Ka b. Luma ja ng

297,629 371,314 407,300 09 Ka b. Jember

336,675 373,050 420,159 10 Ka b. Ba nyuwa ngi

373,575 460,379 517,286 11 Ka b. Bondowos o

333,935 374,540 464,781 12 Ka b. Si tubondo

323,528 383,115 455,563 13 Ka b. Probol i nggo

367,731 367,572 451,016 14 Ka b. Pa s urua n

382,286 389,162 449,854 15 Ka b. Si doa rjo

503,790 696,469 786,509 16 Ka b. Mojokerto

387,394 486,258 589,973 17 Ka b. Jomba ng

384,258 514,167 514,788 18 Ka b. Nga njuk

388,548 420,894 525,260 19 Ka b. Ma di un

339,825 440,314 526,937 20 Ka b. Ma geta n

363,144 442,810 541,844 21 Ka b. Nga wi

282,112 385,525 453,490 22 Ka b. Bojonegoro

342,593 372,946 471,658 23 Ka b. Tuba n

323,370 397,595 460,302 24 Ka b. La monga n

345,500 456,808 525,001 25 Ka b. Gres i k

415,634 545,659 748,878 26 Ka b. Ba ngka l a n

353,821 352,982 391,313 27 Ka b. Sa mpa ng

281,234 326,054 390,204 28 Ka b. Pa meka s a n

317,021 313,193 346,489 29 Ka b. Sumenep

314,469 313,892 357,436 71 Kota Kedi ri

549,901 621,491 725,006 72 Kota Bl i ta r

562,036 627,224 698,027 73 Kota Ma l a ng

785,352 788,193 1,078,894 74 Kota Probol i nggo

586,502 578,748 561,700 75 Kota Pa s urua n

472,121 766,782 713,559 76 Kota Mojokerto

561,626 732,541 703,783 77 Kota Ma di un

615,984 698,966 656,006 78 Kota Sura ba ya

781,291 938,706 1,014,428 79 Kota Ba tu

576,309 581,037 641,233

35 Jawa Timur 408,037 479,490 526,973

No. Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

01 Ka b. Pa ci ta n

310,917 381,590 417,099 02 Ka b. Ponorogo

324,376 370,370 450,015 03 Ka b. Trengga l ek

340,813 388,067 434,594 04 Ka b. Tul unga gung

407,454 430,762 518,232 05 Ka b. Bl i ta r

350,497 627,224 545,086 06 Ka b. Kedi ri

342,285 401,867 489,703 07 Ka b. Ma l a ng

386,749 443,118 507,858 08 Ka b. Luma ja ng

297,629 371,314 407,300 09 Ka b. Jember

336,675 373,050 420,159 10 Ka b. Ba nyuwa ngi

373,575 460,379 517,286 11 Ka b. Bondowos o

333,935 374,540 464,781 12 Ka b. Si tubondo

323,528 383,115 455,563 13 Ka b. Probol i nggo

367,731 367,572 451,016 14 Ka b. Pa s urua n

382,286 389,162 449,854 15 Ka b. Si doa rjo

503,790 696,469 786,509 16 Ka b. Mojokerto

387,394 486,258 589,973 17 Ka b. Jomba ng

384,258 514,167 514,788 18 Ka b. Nga njuk

388,548 420,894 525,260 19 Ka b. Ma di un

339,825 440,314 526,937 20 Ka b. Ma geta n

363,144 442,810 541,844 21 Ka b. Nga wi

282,112 385,525 453,490 22 Ka b. Bojonegoro

342,593 372,946 471,658 23 Ka b. Tuba n

323,370 397,595 460,302 24 Ka b. La monga n

345,500 456,808 525,001 25 Ka b. Gres i k

415,634 545,659 748,878 26 Ka b. Ba ngka l a n

353,821 352,982 391,313 27 Ka b. Sa mpa ng

281,234 326,054 390,204 28 Ka b. Pa meka s a n

317,021 313,193 346,489 29 Ka b. Sumenep

314,469 313,892 357,436 71 Kota Kedi ri

549,901 621,491 725,006 72 Kota Bl i ta r

562,036 627,224 698,027 73 Kota Ma l a ng

785,352 788,193 1,078,894 74 Kota Probol i nggo

586,502 578,748 561,700 75 Kota Pa s urua n

472,121 766,782 713,559 76 Kota Mojokerto

561,626 732,541 703,783 77 Kota Ma di un

615,984 698,966 656,006 78 Kota Sura ba ya

781,291 938,706 1,014,428 79 Kota Ba tu

576,309 581,037 641,233

35 Jawa Timur 408,037 479,490 526,973

Tabel 2.171

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(4)

BAB II - 226

Gambar 2.63

Sebaran Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan (Rupiah) dan Persentase Pengeluaran Untuk Makanan dan Non Makanan

menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Sementara itu, pada tahun 2012 persentase konsumsi pada kelompok makanan di Jawa Timur mengalami penurunan dari 50.64 persen tahun 2011, menjadi 47,40 persen tahun 2012. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan terjadi peningkatan dari 49,36 persen pada tahun 2011 menjadi 52,60 persen pada tahun 2012. Kondisi ini memberikan gambaran adanya peningkatan ekonomi penduduk di Jawa Timur, karena secara umum persentase pengeluaran untuk non makanan lebih tinggi dari pengeluaran untuk makanan.

(5)

BAB II - 227 Berdasarkan besaran rata-rata konsumsi per kapita penduduk selama sebulan menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2012, Kota Malang merupakan wilayah yang tertinggi diikuti Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo (tiga wilayah tertinggi). Untuk rata-rata konsumsi per kapita terendah di Jawa Timur tahun 2012, adalah Kabupaten Pamekasan, diikuti Sumenep dan Sampang (tiga wilayah terendah). Namun demikian, tidak selalu rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang lebih tinggi atau rendah, menjadi cerminan tinggi atau rendah pula kondisi tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan situasi ini, mengingat tingkat kemahalan antar wilayah sangat bervariasi.

Cerminan perbedaan kemahalan wilayah ini dapat tercermin dari keberadaan wilayah-wilayah kota pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan wilayah Kabupaten. Secara umum memang pada wilayah kota cenderung memiliki tingkat kemahalan yang lebih tinggi dibanding wilayah di kabupaten. Selain itu, deviasi yang ada antar wilayah kabupaten dan kota di Jawa Timur diindikasikan cukup lebar, karena rata-rata konsumsi provinsi yang berada pada posisi moderat, memisahkan 14 wilayah di atas dan 24 wilayah di bawah rata-rata konsumsi per kapita provinsi.

Rata-rata konsumsi perkapita jika dilihat perbandingan antar wilayah perkotaan dan perdesaan, memberikan gambaran bahwa di daerah perkotaan pada tahun 2012 ini tingkat pendapatan penduduknya lebih tinggi dan juga kesejahteraannya lebih baik dibandingkan daerah perdesaan. Hal ini terlihat dari persentase konsumsi untuk bukan makanan pada daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan.

Kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya terhadap barang dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok makanan dan non makanan. Pada batas tertentu kebutuhan

Tabel 2.172

Rata-rata Konsumsi per Kapita menurut Kelompok Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2012

Status Wilayah

Makanan Bukan Makanan Total

Jumlah

(Rp) Persen Jumlah

(Rp) Persen Jumlah

(Rp) Persen Kota 296.389 44,07 376.200 55,93 672.589 100.00 Desa 207.479 52,56 187.305 47,44 394.784 100.00 Kota+Desa 249.785 47,40 277.187 52,60 526.973 100.00 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(6)

BAB II - 228

akan makanan bisa mencapai titik maksimal, namun untuk kebutuhan non makanan tidak terbatas.

Tabel 2.173

Persentase Pengeluaran Rumahtangga

dirinci Menurut Pengeluaran Makanan & Non Makanan Jawa Timur Tahun 2009-2013

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sumber : Hasil Susenas 2009-2012 (diolah)

Semakin tinggi pendapatan/kesejahteraan seseorang, maka proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan akan menurun, namun sebaliknya pengeluaran untuk non makanan proporsinya akan semakin meningkat (Hukum Engel/Engel law).

Pada tahun 2012 proporsi pengeluaran non makanan sebesar 52,60 persen, lebih besar 3,12 persen dibanding tahun 2011. Sedangkan selama tahun 2009 – 2012 rata-rata pengeluaran penduduk Jawa Timur untuk kebutuhan non makanan proporsinya relatif stabil yaitu kisaran 48,64 persen, sedangkan proporsi kebutuhan makanan sekitar 51,36 persen.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa meskipun secara umum tingkat pendapatan semakin meningkat, namun pada kenyataannya belum mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk. Keadaan ini mungkin dikarenakan makin tidak terkendalinya perubahan harga-harga barang yang tidak sebanding dengan perkembangan pendapatan. Hal ini tercermin dari pola konsumsi penduduk seperti lebih besarnya proporsi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan non makanan.

2. Nilai Tukar Petani, Nilai Tukar Nelayan dan Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB

a. Nilai Tukar Petani

Rata-rata NTP Provinsi Jawa Timur tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 0,50 persen dibanding tahun 2011 yaitu dari 101,65 menjadi 102,16. Kenaikan tersebut disebabkan kenaikan indeks harga

Tahun Persentase

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

2009 52,73 47,27 100,00

2010 54,78 45,22 100,00

2011 50,52 49,48 100,00

2012 47,40 52,60 100,00

(7)

BAB II - 229 yang diterima petani (5,76 persen), lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (5,23 persen). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai tukar produk pertanian terhadap barang/jasa konsumsi rumah tangga petani serta biaya produksi dan pembentukan barang modal tahun 2012, secara umum masih lebih tinggi dibanding kondisi tahun 2011.

Tabel 2.174

Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012 (2007=100)

No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

(Sem I)

(1) (2) (4) (5) (6) (7)

1. Indeks yang diterima

petani (lt) 118.88 127.78 139.26 147.28 156.84 2. Indeks yang dibayar

petani (lb) 121.04 129.40 136.99 144.15 152.34

3. NTP 98.19 98.74 101.65 102.16 102.95

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur

Gambar Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2012 (2007=100) menunjukkan bahwa selama tahun 2012, NTP Jawa Timur dari bulan Januari sampai dengan Desember mengalami fluktuasi mengikuti pola musiman komoditas pertanian. Pada bulan Februari, Maret, dan Juni, NTP mengalami penurunan sedangkan pada 9 bulan lainnya mengalami kenaikan. Penurunan NTP terbesar terjadi pada bulan Februari sebesar -1,39 persen dari 102,80 menjadi 101,37.

Hal ini disebabkan semua sub sektor pertanian mengalami penurunan NTP. Sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan 2,30 persen, sub sektor perikanan turun 0,84 persen, sub sektor tanaman perkebunan rakyat turun 0,80, sub sektor peternakan turun 0,07 persen dan sub sektor tanaman hortikultura turun 0,03 persen.

Sementara kenaikan NTP tertinggi tahun 2012 terjadi pada bulan Agustus sebesar 0,69 persen dari 101,71 menjadi 102,42, yang disebabkan karena 4 sub sektor pertanian mengalami kenaikan NTP dan hanya 1 sub sektor pertanian yang mengalami penurunan.

Kenaikan NTP pada bulan Agustus 2012 terjadi pada sub sektor tanaman pangan sebesar 1,06 persen, sub sektor tanaman perkebunan rakyat naik 0,53 persen, sub sektor tanaman hortikultura naik 0,29 persen dan sub sektor peternakan naik 0,21 persen, sementara sub sektor perikanan turun 0,02 persen.

(8)

BAB II - 230

Gambar 2.64

Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Periode Tahun 2011-2012 (2007=100)

Tabel 2.175

Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Timur Menurut Sektor Pertanian Tahun 2009-2012 (2007=100)

No. Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 NTP Jawa Timur 98,19 98,74 101,65 102,16 102,41

2 NTP Tanaman Pangan 92,56 94,60 101,13 102,34 103,71 3 NTP Tanaman Hortikultura 106,46 110,60 111,03 109,93 108,44 4 NTP Tanaman Perkebunan

Rakyat

100,31 92,51 97,59 96,62 97,13

5 NTP Peternakan 106,90 103,43 97,61 98,07 101,29

6 NTP Perikanan 101,07 101,75 101,54 99,53 101,48

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Jika dilihat NTP masing-masing sub sektor pada tahun 2013, NTP tertinggi terjadi pada sub sektor hortikultura sebesar 108,44, sedangkan NTP terendah terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 97,13. Jika dilihat perkembangannya, kenaikan NTP terbesar terjadi pada sub sektor tanaman pangan sebesar 1,34 persen dari 102,34 menjadi 103,71 sedangkan pada sub sektor perikanan sebesar 1,96 persen dari 101,54 menjadi 99,53.

b. Nilai Tukar Nelayan

Rata-rata NTN Provinsi Jawa Timur tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 1,81 persen dibanding tahun 2011 yaitu dari 148,46 menjadi 151,15. Kenaikan NTN tersebut disebabkan indeks harga yang diterima nelayan mengalami kenaikan sebesar 6,45 persen, sementara indeks yang dibayar nelayan hanya naik 4,54 persen. Hal ini bahwa

(9)

BAB II - 231 kondisi nelayan pada tahun 2012 sedikit lebih baik dibanding dengan keadaan pada tahun 2011.

Tabel 2.176

Nilai Tukar Nelayan (NTN) Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012 (2005=100)

No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Indeks yang diterima nelayan (lt) 182,85 196,29 215,88 229,81 111,76 2. Indeks yang dibayar nelayan (lb) 129,44 136,79 145,42 152,02 109,04 3. Nilai Tukar Nelayan (NTP) 141,26 143,27 148,46 151,15 102,50 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Nilai Tukar Nelayan selama tahun 2013 mengalami fluktuasi yang relatif tajam karena dipengaruhi oleh pola musiman ikan dan kondisi cuaca. NTN untuk tahun 2013 memakai tahun dasar 2012, sedang tahun 2009 – 2012 menggunakan angka dasar 2005

Gambar 2.65

Nilai Tukar Nelayan (NTN) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2012 (2005=100)

c. Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang cukup signifikan terhadap perekonomian Jawa Timur, selain karena pelaku ekonominya adalah masyarakat lokal, kegiatan UMKM juga menggunakan bahan baku lokal, tenaga kerja yang dipakai juga tenaga kerja lokal dan hasil produksinya banyak dikonsumsi masyarakat. Selain itu, semakin banyak kegiatan UMKM yang produksinya berorientasi ekspor, sehingga dinamika UMKM mampu menggeliatkan perekonomian daerah.

(10)

BAB II - 232

Tabel 2.177

Rasio PDRB UMKM Terhadap Total PDRB Jawa Timur Tahun 2010 – 2012

No. Uraian 2010 2011 2012

1. Total PDRB adhb (Miliar

Rp.) 778.564,24 884.502,65 1.001.720,8

8 2. PDRB UMKM adhb

(Miliar Rp.) 418.991,36 480.640,47 545.765,74

Rasio (%) 53,82 54,34 54,48

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna mendorong berkembangnya usaha mikro, kecil, dan menengah, diantaranya Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan kewirausahaan, revitalisasi pasar tradisional dan sebagainya. Selama tahun 2010-2012, nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan UMKM terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 nilai tambah yang dihasilkan sebesar Rp. 418.991,36 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp. 480.640,47 miliar pada tahun 2011, dan kembali meningkat pada tahun 2012 mencapai Rp. 545.765,74 miliar. Rasio PDRB UMKM terhadap total PDRB Jawa Timur Tahun 2012 mencapai 54,48 persen, meningkat dibanding tahun 2011 yang mencapai 54,34 persen

2.4.2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastuktur

Untuk meningkatkan Daya Saing Daerah, dibutuhkan kelancaran pendistribusian arus barang, mobilitas penumpang serta kemudahan akses terhadap prasarana transportasi lainnya. Pelayanan transportasi yang effektif dan effisien melalui pemaduan jaringan pelayanan dan juga prasarana, diharapkan menjadi daya tarik yang kuat bagi masuknya investasi. Indikator penyediaan fasilitas infrastruktur dipengaruhi oleh indikator-indikator berikut : 1. Transportasi Perhubungan

a. Rasio Panjang Jalan Per Jumlah Kendaraan

Pada tahun 2012 rasio panjang jalan per jumlah kendaraan di Jawa Timur tercatat 3,29 km untuk setiap 1.000 kendaraan bermotor, lebih padat bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 3,57 km per 1000 kendaraan bermotor. Kepadatan ini disebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor lebih cepat bila dibandingkan dengan perkembangan panjang jalan yang ada.

(11)

BAB II - 233 Tabel 2.178

Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Uraian 2009 2010 2011 2012

1. Panjang Jalan Negara, Prov,

Kab/Kota 31593,30 33938,03 34183,46 34183,46

2. Jumlah Kendaran Bermotor 8.809.434 9.554.530 10.645.817 11.529.441

Rasio (km/1000 kendaraan) 4,04 3,97 3,57 3,29

Sumber : Dinas PU Bina Marga Kab/Kota dan Dinas Perhubungan Kab/Kota

b. Jumlah Orang/Barang yang Terangkut Angkutan Umum

Perkembangan jumlah orang yang menggunakan angkutan umum menunjukkan peningkatan, namun sedikit mengalami penurunan tahun 2012, akibat dari bertambahnya jumlah kendaran pribadi.

Tabel 2.179

Jumlah Orang yang Terangkut Angkutan Umum di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Jumlah 2009 2010 2011 2012

1. Orang 217.843.701 220.120.287 226.139.427 225.851.395 Sumber : Dinas Perhubungan Kab/Kota

c. Jumlah Orang/Barang melalui Dermaga/Bandara/Terminal per Tahun

Tabel 2.180

Jumlah Orang Melalui Dermaga, Bandara dan Terminal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Tempat 2009 2010 2011 2012

Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang 1. Dermaga 103.769 102.288 121.304 114.584 641.503 620.693 622.407 611.284 2. Bandara 5.643.243 5.454.068 5.554.970 6.632.618 6.448.921 7.523.050 6.884.211 7.664.324 3. Terminal 86.988.589 119.551.744 87.811.639 119.885.172 88.684.088 122.221.172 88.548.401 121.520.768

Sumber: 1. Dinas Perhubungan Kabupaten Kota 2. PT. Pelindo III

3. PT. Angkasa Pura

Tahun 2012 terjadi penurunan masing-masing sebesar 2,98 persen dan 1,52 persen, atau dari 641.503 orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi 622.407 orang ditahun 2012 dan dari 620.693 orang yang datang di tahun 2011 menjadi 611.284 orang di tahun 2012.

(12)

BAB II - 234

Sementara jumlah orang yang berangkat dan datang melalui bandara mengalami kenaikan sebesar 6,75 persen dan 1,88 persen, atau dari 6.448.921 orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi 6.884.211 orang tahun 2012 dan dari 7.523.050 orang yang datang di tahun 2011 menjadi 7.664.324 orang di tahun 2012.

Perkembangan jumlah orang yang berangkat dan datang melalui terminal telah mengalami penurunan yaitu sebesar 0,15 persen dan 0,57 persen, atau dari 88.684.088 orang yang berangkat di tahun 2011 menjadi 88.548.401 orang ditahun 2012 dan dari 122.221.172 orang yang datang di tahun 2011 menjadi 121.520.768 orang di tahun 2012.

Secara umum pada tahun 2012, pengguna prasarana transportasi melalui bandar udara di Jawa Timur jumlahnya tampak meningkat dari tahun ke tahun, sementara jumlah orang melalui dermaga dan terminal menurun bila dibandingkan dengan tahun 2011.

2. Penataan Ruang

a. Ketaatan Terhadap RTRW

Ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah diindikasikan dengan diterbitkannya peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Pada tahun 2013 jumlah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah adalah 36 kabupaten/kota dengan rasio 0,9474 atau 94,74% dibandingkan dengan jumlah peraturan daerah RTRW Kabupaten/Kota pada tahun 2012 adalah 33 kabupaten/kota dengan rasio 0,8684 atau 86,84%.

Perkembangan jumlah RTRW kabupaten/kota yang telah melalui proses evaluasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi.

Tabel 2.181

Rasio Progres Evaluasi RTRW Kabupaten/Kota Tahun 2010 s.d 2013 Provinsi Jawa Timur

No Uraian Tahun

2010

Tahun 2011 Tahun 2012

Tahun 2013

1. Jumlah Perda RTRW 11 16 33 36

2. Jumlah Kabupaten/Kota 38 38 38 38

3. Rasio (1/2) 0,2894 0,4210 0,8684 0,9474

Sumber data : Bappeprov Jatim tahun 2013

Sebagai pedoman pelaksanaan pemerintah dan masyarakat dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya maka Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) perlu dijabarkan kedalam rencana rinci tata ruang yang berupa rencana kawasan strategis provinsi.

(13)

BAB II - 235 Rencana kawasan strategis provinsi Jawa Timur yang telah disusun sampai dengan tahun 2013 berjumlah 11 dokumen rencana rinci tata ruang kawasan strategis provinsi dari 33 kawasan strategis provinsi yang berlum ditetapkan dalam bentuk perda. Sedangkan untuk rencana detail tata ruang (RDTR) sampai dengan tahun 2013 belum ada kabupaten/kota yang menetapkan rencana detail tata ruang (RDTR) sebagai penjabaran operasional RTRW Kabupaten/Kota.

Berkaitan dengan penetapan rencana detail tata ruang beserta peraturan zonasinya pemerintah Provinsi Jawa Timur mendapatkan pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah tentang rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dari Kementerian Pekerjaan Umum.

Perkembangan rasio ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah hingga tahun 2012 dapat diketahui dari realisasi RTRW dibandingkan dengan rencana peruntukan RTRW. Dari data yang diperoleh dari Bappeprov Jawa Timur, maka rasio realisasi RTRW terhadap rencana peruntukan RTRW atau ketaatan RTRW pada tahun 2010 sampai dengan 2012 berkisaran sebesar 86 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat ketaatan RTRW Provinsi Jawa Timur sebesar 86 persen, sedangkan tingkat penyimpangan dari RTRW hanya berkisar 14 persen, sebagaimana tabel 2.177 berikut.

Tabel 2.182

Rasio Ketaatan Terhadap RTRW Tahun 2010 - 2012

Sumber data : Bappeprov Jatim

b. Luas Wilayah Produktif

Wilayah produktif Jawa Timur meliputi wilayah pertanian, wilayah perkebunan dan wilayah kehutanan (hutan rakyat), luasan wilayah produktif akan mengalami pergeseran setiap tahunnya mengingat perubahan peruntukan lahan khususnya perkembangan pemukiman atau perumahan yang sangat cepat.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 – 2031, luas wilayah produktif di provinsi Jawa Timur seluas 2.741.542,01 Ha yang terdiri dari wilayah pertanian seluas

±2.020.490,71 Ha, wilayah perkebunan seluas ±359.481 Ha, dan

No. Uraian 2010 2011 2012

1. Realisasi RTRW 4,144,197.10 4,111,632.77 4,126,359.23

2.

Rencana Peruntukan

RTRW 4,779,975.00 4,779,975.00 4,779,975.00

3. Rasio 1/2 86.70 86.02 86.33

(14)

BAB II - 236

wilayah kehutanan (hutan rakyat) seluas ±361.570,30. Maka rasio luas wilayah produktif sebesar 61,81%, dimana angka rasio ini menunjukkan 61,81% dari luas kawasan budidaya diuasahakan menjadi lahan produktif

c. Luas Wilayah Industri

Untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik pemerintah melakukan upaya pembangunan kawasan industri melalui penyediaan lokasi industri. Kawasan ini harus terencana dan didukung oleh fasilitas serta prasarana yang lengkap dan berorientasi pada kemudahan dalam pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri.

Dalam pengelolaan kawasan industri disamping oleh pemerintah (BUMN) juga dilakukan oleh pihak swasta.

Perkembangan luas kawasan industri di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami perubahan, bahkan sebagian kawasan industri sudah tidak memungkinkan lagi untuk diperluas karena keterbatasan lahan yang tersedia. Sampai tahun 2013, realisasi luas kawasan industri yang dikembangkan di Jawa Timur baru mencapai 1.758 Ha, atau baru mencapai 0,05 persen dari yang direncanakan sebesar 0,21 persen untuk menampung seluruh industri di Jawa Timur. Adapun luas Kawasan Industri yang telah dikembangkan di Jawa Timur Tahun 2013 sebagaimana berikut.

Tabel 2.183

Luas Kawasan Industri yang telah Dikembangkan di Jawa Timur Tahun 2013

No. Kabupaten/Kota Nama Kawasan Industri

Luas yang Dikembangkan

(Ha)

(1) (2) (3) (4)

1 Surabaya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)

245

2 Sidoarjo Sidoarjo Industrial Estate Berbek (SIEB)

87

3 Pasuruan Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)

500

4 Mojokerto Ngoro Industrial Park 1 (NIP) 220

5 Mojokerto Ngoro Industrial Park 2 (NIP) 230

6 Gresik Maspion Industrial Estate 341

7 Gresik Kawasan Indutri Gresik (KIG) 135

Jumlah 1.758

Sumber : Pengelola Kawasan Industri (PT. SIER, NIP, Maspion, KIG)

(15)

BAB II - 237 d. Luas Wilayah Kebanjiran

Cuaca dan iklim selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan sangat berpengaruh terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari, serta bisa membawa dampak negatif bila terjadi banjir, sehingga bisa mengakibatkan banyaknya kerusakan dan kerugian yang terjadi.

Terjadinya banjir juga berakibat terganggunya masyarakat dan dunia usaha dalam menghasilkan suatu barang/ jasa. Terjadinya banjir bahkan juga berakibat terhadap terganggunya perekonomian karena areal/ lahan untuk usaha pertanian atau usaha terganggu.

Luas wilayah kebanjiran adalah persentase luas wilayah yang terkena banjir terhadap luas rencana kawasan yang telah diatur sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Luas wilayah kebanjiran yang dimaksud disini adalah luas areal yang terkena banjir dibandingkan dengan luas wilayah yang digunakan untuk budi daya.

Data ini diperoleh dari beberapa dinas instansi dari Kabupaten/Kota yang menangani seperti, dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, BPN, dan Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD).

Banjir adalah keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpahan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering. Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori (bersumber dari RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031) antara lain :

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika

sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

Rasio luas wilayah kebanjiran di Jawa Timur adalah sebesar 1,43 persen dari luas kawasan budidaya yang ada atau seluas 518.54 ha.

Luas Kebanjiran yang terjadi selama tahun 2012 diantaranya di

(16)

BAB II - 238

beberapa Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Pasuruan, Nganjuk, Bangkalan, Sampang, Tuban dengan luas areal genangan air yang bervariasi.

e. Luas Wilayah Kekeringan

Masalah kekeringan sering menjadi perbincangan yang tiada habisnya dan menjadi masalah yang cukup penting untuk dikoordinasikan bersama, karena terkait dengan upaya penangangan, pencegahan dan penanggulangannya. Masalah kekeringan yang belum bisa terselesaikan dari waktu ke waktu terus menjadi masalah berkepanjangan yang tidak terselesaikan, bahkan terus berulang dan semakin menyebar ke daerah-daerah yang tadinya tidak berpotensi terjadi kekeringan.

Demikian halnya di beberapa wilayah di Jawa Timur tidaklah terlepas pula dari masalah kekeringan yang terjadi. Kekeringan dibeberapa wilayah terjadi yang diakibatkan oleh datangnya musim kemarau. Walaupun belum berpengaruh terhadap produksi pangan di Jawa Timur, akan tetapi perlu terus diwaspadai luas wilayah kekeringan yang terjadi, sehingga bisa dipantau terus dan tidak berpengaruh terhadap akibat yang ditimbulkan, seperti kelaparan, turunnya produksi pertanian, berkurangnya mata pencaharian dan sebagainya.

Sistem pemantauan dan peramalan produksi pangan, seperti luas tanam dan luas panen, estimasi produksi dan penyebarannya, kekeringan atau banjir, merupakan hal yang penting dalam menentukan kebijakan pengadaan pangan. Oleh karena itu, sistem informasi pertanian perlu didukung oleh data yang mampu menyajikan data spasial yang objektif, tepat waktu, dan berkesinambungan, seperti citra satelit.

Daerah yang peluang terjadinya kekeringan cukup tinggi karena curah hujan rendah dan sumber air tanah terbatas, atau daerah yang mempunyai faktor fisik lahan/tanah yang dapat mempercepat timbulnya kekeringan dikategorikan sebagai wilayah rawan kekeringan.

Rasio wilayah kekeringan di Jawa Timur sebesar 0,7 persen dari luas kawasan budidaya yang ada, atau sekitar 25.542 ha yang tersebar di beberapa wilayah kekeringan, seperti Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Trenggalek, Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Situbondo, dan sebagian wilayah Madura yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan.

(17)

BAB II - 239 f. Luas Wilayah Perkotaan

Kawasan perkotaan di provinsi Jawa Timur menunjukkan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota merupakan kawasan perkotaan dengan hierarki Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Kawasan perkotaan yang berada di wilayah administrasi kabupaten dihitung berdasarkan bagian/wilayah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan. Sedangkan untuk kawasan perkotaan pada wilayah administrasi kota dihitung secara utuh.

Berdasarkan hasil olah data survei Potensi Desa (Podes), diperoleh data mengenai luas wilayah perkotaan di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur sampai tahun 2012, sebesar 20,66 persen atau seluas 7.491,96 km2 dari seluruh luas rencana wilayah di Jawa Timur yang seluas 36.257 km2.

3. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian a. Jenis dan Jumlah Bank dan Cabang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut UU Pokok Perbankan nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri atas: Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank Tabungan, Bank Pasar, Bank Desa, Lumbung Desa, atau Bank Pegawai. Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya UU RI nomor 10 tahun 1998, jenis perbankan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsi menjadi Bank Umum, sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbungan desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai denan UU No. 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut:

(18)

BAB II - 240

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Tabel 2.184

Jenis dan Jumlah Bank dan Cabangnya Tahun 2009-2012 Provinsi Jawa Timur

NO Sektor Jumlah

2009 2010 2011 2012

(1) (2) (4) (5) (6) (7)

1. Bank Umum 2.861 2.533 2.825 3.515

1.1. Konvensional 2.669 2.290 2.490 3.180

1.2. Syariah 192 243 335 335

2. BPR 495 511 549 584

2.1. Konvensional 466 485 485 520

2.2. Syariah 29 26 64 64

Total 3.356 3.044 3.374 4.099

Sumber: Bank Indonesia Cabang Surabaya

Jumlah bank dan cabangnya adalah jumlah kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas. Semakin banyak jumlah kantor disuatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai potensi ekonomi yang lebih tinggi. Jumlah kantor bank di Jawa Timur dalam empat tahun terakhir selalu bertambah kecuali tahun 2010.

Jumlah kantor bank tahun 2009 sebanyak 3.356 kantor, Tahun 2011 jumlah kantor bank naik 10,84 persen dari 3.044 kantor menjadi 3.374 kantor dan tahun 2012 naik 21,49 persen dari 3.374 kantor menjadi 4.099 kantor. Sementara tahun 2010 jumlah kantor bank mengalami penurunan 9,30 persen dari 3.356 kantor pada tahun 2009 menjadi 3.044 pada tahun 2010.

b. Jenis dan Jumlah Perusahaan Asuransi dan Cabang

Jumlah perusahaan asuransi di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2009 sampai dengan 2012 setiap tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan asuransi mengalami kenaikan 0,54 persen dari 186 perusahaan menjadi 187 perusahaan, tahun 2010 naik 1,60 persen dari 187 perusahaan menjadi 190 perusahaan, tahun 2011 naik 2,63 persen dari 190 perusahaan menjadi 195 perusahaan dan

(19)

BAB II - 241 tahun 2012 naik 1,03 persen dari 195 perusahaan menjadi 197 perusahaan.

Semakin meningkatnya jumlah perusahaan asuransi menunjukkan kebutuhan jasa asuransi, yang merupakan salah satu sarana finansial dalam tata kehidupan rumah tangga. Baik dalam menghadapi resiko finansial yang timnul sebagai akibat dari resiko yang paling mendasar yaitu resiko alamiah datangnya kematian maupun dalam menghadapi berbagai resiko atas harta benda yang dimiliki.

c. Jenis Kelas dan Jumlah Restauran

Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukkan tingkat daya tarik investasi suatu daerah. Sedangkan banyaknya restoran dan rumah makan menunjukkan perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya.

Selama 4 (empat) tahun terakhir perkembangan jumlah restoran dan rumah makan di Jawa Timur tampak meningkat di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan prospek penanaman investasi dan perkembangan ekonomi di Jawa Timur terus meningkat di setiap tahunnya. Pada tahun 2012 kenaikan jumlah restoran sebesar 37,5 persen yaitu dari 48 unit di tahun 2011 menjadi 66 unit di tahun 2012.

Sementara kenaikan jumlah rumah makan sebesar 7,35 persen dari 1.727 unit di tahu 2012 menjadi 1.854 unit di tahun 2012

Tabel 2.185

Jumlah, Jenis, Kelas Restoran dan Rumah Makan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur

Selama 4 (empat) tahun terakhir perkembangan jumlah restoran dan rumah makan di Jawa Timur tampak meningkat di setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan prosfek penanaman investasi dan perkembangan ekonomi di Jawa Timur terus meningkat di setiap tahunnya. Pada tahun 2012 kenaikan jumlah restoran sebesar 37,5

No. Jenis 2009 2010 2011 2012

Jumlah

Usaha Jumlah

Kursi Jumlah

Usaha Jumlah

Kursi Jumlah

Usaha Jumlah

Kursi Jumlah

Usaha Jumlah Kursi

1. Talam Kencana 5 525 5 525 6 678 10 1.263

2. Talam Selaka 12 817 20 1.321 25 1.801 37 2.713

3. Talam Gangsa 10 699 15 1.053 17 1.224 19 1.368

4. Rumah Makan 1.601 116.800 1.615 117.895 1.727 126.070 1.854 135.342

(20)

BAB II - 242

Gambar 2.66

Jumlah Usaha Jasa Akomodasi di Jawa Timur Tahun 2012

Sumber : BPS Prov. Jatim

persen yaitu dari 48 unit di tahun 2011 menjadi 66 unit di tahun 2012.

Sementara kenaikan jumlah rumah makan sebesar 7,35 persen dari 1.727 unit di tahu 2012 menjadi 1.854 unit di tahun 2012.

d. Jenis, Kelas dan Jumlah Hotel/ Penginapan

Jasa akomodasi merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembanguan kepariwisataan di Jawa Timur. Pada tahun 2012 jumlahnya mencapai 1.923 unit yang terdiri dari 98 unit hotel berbintang (5,10 persen) dan 1.825 unit hotel non bintang (94,90 persen). Dalam kurun waktu setahun, kenaikan unit jasa akomodasi mencapai 4,91 persen atau 90 unit jasa akomodasi. Peningkatan jumlah usaha akomodasi tersebut terjadi akibat bertambahnya usaha jasa akomodasi pada klasifikasi hotel bintang sebanyak 9 unit dan hotel non bintang sebanyak 82 unit.

Menurut klasifikasi bintang, jumlah hotel berbintang pada tahun 2012 sebanyak 98 unit, terbagi atas hotel bintang 5 sebanyak 8 unit, bintang 4 sebanyak 16 unit, bintang 3 sebanyak 40 unit, bintang 2 sebanyak 16 unit dan bintang 1 sebanyak 18 unit. Sedangkan hotel non bintang sebanyak 1.825 unit, yang terdiri dari hotel melati sebanyak 733 unit, youth hostel 16 unit, home stay 818 unit serta sejenis dengan penginapan dan vila sebanyak 258 unit.

Pada tahun 2012 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang sebesar 44,28 persen atau turun 4,47 poin dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar 48,75 persen. Adapun Rata-

(21)

BAB II - 243 rata Lama Menginap Tamu (RLMT) Asing selama 2,22 hari dan 1,79 hari untuk tamu Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 rata-rata dari setiap 100 kamar yang tersedia pada hotel berbintang, setiap malamnya ada 44 hingga 45 kamar yang terjual, dengan rata- rata lama menginap tamu asing selama 2 hingga 3 hari dan tamu Indonesia selama 1 hingga 2 hari.

TPK hotel non bintang tercatat 32,77 persen atau turun 1,59 poin dibanding tahun 2011 yang sebesar 34,36 persen. Adapun RLMT pada hotel non bintang ini rata-rata selama 1,47 hari untuk tamu asing dan 1,30 hari untuk tamu Indonesia, keduanya mengalami penurunan sebesar 0,39 poin dan 0,11 poin dibanding tahun sebelumnya.

Banyaknya kamar yang terjual dari setiap 100 kamar yang tersedia per malamnya mencapai 32 hingga 33 kamar, dengan rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu Indonesia masing-masing selama 1 hingga 2 hari.

Tabel 2.186

Jumlah Hotel di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Jumlah 2009 2010 2011 2012

1. Hotel 1.529 1.678 1.833 1.923

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

4. Lingkungan Hidup

a. Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Air Bersih

Ketersediaan air bersih di rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi sangat urgent karena berdampak terhadap tingkat kesehatan. Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih, semakin baik kondisi kesehatan rumah tangga di daerah tersebut. Oleh sebab itu air yang diperlukan rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu mencakup fisik, kimia dan bakteriologis. Penggunaan air yang tidak bersih dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit, antara lain: penyakit cholera, typhus, disentri dan penyakit kulit.

Sumber air yang masuk dalam kelompok air bersih adalah berasal dari, air kemasan, ledeng, sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung. Penduduk yang memiliki akses air bersih di Jawa Timur pada tahun 2009-2012, mengalami peningkatan walaupun kecil.

Pada tahun 2009 sekitar 93 persen dan meningkat menjadi sekitar 95 persen di tahun 2012. Jadi dalam hal ini pada tahun 2012 masih ada sekitar 5 persen rumah tangga yang masih memerlukan perhatian dalam pemenuhan akses air bersih. Berdasar data Susenas 2012, di

(22)

BAB II - 244

Jawa Timur terdapat 5 (lima) daerah kota yang seluruh penduduknya sudah mengkonsumsi air bersih yaitu Kota Kediri, Kota Probolingo, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya.

Sedangkan kabupaten yang penduduknya masih mengkonsumsi air tidak bersih lebih dari 10 persen sebanyak 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Sampang, Probolinggo dan Sumenep.

Kabupaten yang persentase penduduknya paling rendah dalam mengkonsumsi air bersih adalah Pacitan, Trenggalek dan Probolinggo (tiga terendah).

(23)

BAB II - 245 5. Komunikasi dan Informasi

a. Rasio Ketersediaan Daya Listrik

Ketersediaan daya listrik di Jawa Timur sangat tinggi karena Jawa Timur tercatat sebagai pemasok listrik untuk Jawa dan Bali.

Sebagai upaya yang berkesinambungan akan kebutuhan listrik, maka sangatl diperlukan ketersediaan listrik yang memadai, serta dalam upaya pemenuhan kebutuhan listrik dari tahun ketahun.

Kapasitas terpasang di Jawa Timur Tahun 2012 adalah sebesar 16,908 MWh, sedangkan dari sisi kebutuhan listrik di Jawa Timur adalah sebesar 23.963 (MWh). Dengan demikian Ratio ketersediaan Listrik adalah sebesar 70,53 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa hampir 71 persen kebutuhan listrik sudah dikonsumsi/ dinikmati oleh berbagai pihak, baik rumahtangga, swasta, perusahaan, instansi, lembaga perusahaan lainnya. Selebihnya sebesar 29 persen adalah ketersediaan listrik yang diusahakan sendiri (captive power) yang diusahakan untuk berbagai kepentingan baik swasta maupun masyarakat, termasuk juga yang masih dalam proses untuk bisa menikmati listrik bagi kehidupan sehari-hari

b. Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Listrik

Ketersediaan energi listrik menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting untuk mendukung aktivitas rumah tangga, baik untuk keperluan penerangan maupun mengakses berbagai kebutuhan lain. Semakin berkembangnya sektor kelistrikan akan sangat memberikan pengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Pada empat tahun terakhir (2009–2012) persentase rumah tangga yang menggunakan penerangan listrik (PLN dan Non PLN) terus meningkat walaupun peningkatannya kecil. Hingga tahun 2012 hampir seluruh rumah tangga di Jawa Timur (99,57 persen) bisa menikmati listrik, rumah tangga yang belum menggunakan listrik tinggal sekitar setengah persen.

Tabel 2.187

Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Utama Tahun 2009-2012 Alat Komunikasi 2009 2010 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5)

Listrik (PLN & Non PLN) 98.61 98.97 99.30 99.57

Non Listrik 1.39 1.03 0.70 0.43

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Susenas.

(24)

BAB II - 246

Gambar 2.68

Persentase Rumah tangga menurut Sumber Penerangan Utama Di Jawa Timur, Tahun 2012

Sumber : BPS Jawa Timur

Data hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa beberapa wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur ada yang belum terjangkau PLN, sehingga masih menggunakan petromak/aladin, pelita /sentir/obor, dan lainnya. Beberapa kabupaten yang rumah tangganya masih menggunakan penerangan non listrik, secara persentase masih cukup besar, antara lain Kabupaten Sumenep sebesar 2,99 persen, Kabupaten Jember 1,17 persen dan Kabupaten Pacitan sebesar 1,99 persen.

Tabel 2.188

Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Utama per Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2011 – 2012

NO Kabupaten/kota Listrik (PLN & Non PLN)

Non Listrik

(1) (2) (3) (4)

1. Kab. Pacitan 98,01 1,99

2. Kab. Ponorogo 99,62 0,38

3. Kab. Trenggalek 99,56 0,44

4. Kab. Tulungagung 100,00 0,00

5. Kab. Blitar 99,38 0,62

6. Kab. Kediri 99,93 0,07

7. Kab. Malang 99,76 0,24

8. Kab. Lumajang 99,26 0,74

9. Kab. Jember 98,83 1,17

10. Kab. Banyuwangi 99,90 0,10

11. Kab. Bondowoso 99,91 0,09

12. Kab. Situbondo 99,35 0,65

13. Kab. Probolinggo 99,22 0,78

14. Kab. Pasuruan 99,40 0,60

15. Kab. Sidoarjo 100,00 0,00

16. Kab. Mojokerto 99,94 0,06

(25)

BAB II - 247

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

c. Persentase Penduduk Yang Menggunakan HP/Telepon

Peningkatan daya saing daerah dapat dilihat dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ada pada suatu daerah. Salah satu indikator dalam melihat perkembangan teknologi komunikasi adalah dengan melihat seberapa banyak penduduk suatu daerah telah memiliki perangkat komunikasi berupa handphone (HP) dan telepon rumah biasa.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi juga berkembang sangat pesat, termasuk teknologi komunikasi. Pada awalnya telepon merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan suara (percakapan). Kemajuan teknologi komunikasi telah mampu meningkatkan fungsi telepon, dari hanya sekedar menyampaikan pesan suara, juga dapat menyampaikan pesan tulisan maupun gambar.

Kemajuan alat komunikasi telepon yang tidak menggunakan kabel (wireless) yang sering kita sebut sebagai handphone (telepon selular), sangat pesat pertumbuhannya. Selain bentuk dan ukurannya yang semakin kecil dan efektif, handphone juga ada yang disertai dengan fungsi tambahan sebagai penyimpanan data, kamera digital, dsb. Pada

17. Kab. Jombang 99,80 0,20

18. Kab. Nganjuk 100,00 0,00

19. Kab. Madiun 99,50 0,50

20. Kab. Magetan 99,65 0,35

21. Kab. Ngawi 99,59 0,41

22. Kab. Bojonegoro 99,23 0,77

23. Kab. Tuban 99,72 0,28

24. Kab. Lamongan 99,84 0,16

25. Kab. Gresik 99,81 0,19

26. Kab. Bangkalan 99,66 0,34

27. Kab. Sampang 99,91 0,09

28. Kab. Pamekasan 99,91 0,09

29. Kab. Sumenep 97,01 2,99

30. Kota Kediri 100,00 0,00

31. Kota Blitar 100,00 0,00

32. Kota Malang 100,00 0,00

33. Kota Probolinggo 99,81 0,19

34. Kota Pasuruan 100,00 0,00

35. Kota Mojokerto 100,00 0,00

36. Kota Madiun 100,00 0,00

37. Kota Surabaya 99,92 0,08

38. Kota Batu 99,70 0,30

Provinsi 99,57 0,43

(26)

BAB II - 248

Tabel 2.189

Persentase Rumah tangga yang Menggunakan

Alat Komunikasi Telepon dan Yang Menggunakan HP di Jawa Timur, Tahun 2009 -2012

Alat

Komunikasi 2009 2010 2011 2012

(1) (3) (4) (5) (6)

Telepon 10,76 8,54 7,49 5,40

HP 65,20 74,36 75,69 80,11

Sumber : BPS Prov. Jawa Timur

era teknologi saat ini, pertumbuhan pengguna telepon selular lebih pesat dibandingkan pengguna telepon kabel.

Dalam empat tahun terakhir ini di Jawa Timur terihat jelas rumah tangga yang mengunakan telepon terus menunjukkan penurunan dari 10,76 persen pada tahun 2009 menjadi 5,40 persen pada tahun 2012.

Sebaliknya rumah tangga yang menggunakan telepon genggam/HP terus meningkat. Pada tahun 2009 hingga 2010 peningkatan rumah tangga yang menggunakan HP rata-rata pertahun sekitar 10 persen.

Berdasar data Susenas 2012 jumlah pengguna HP di Jawa Timur sekitar 41 persen. Jika dilihat keterbandingan antar wilayah jumlah persentase penduduk pengguna HP tiga terbanyak adalah Kota Surabaya (64,22 persen), Kota Malang (62,04 persen) dan Kota Madiun (61,35 persen). Sedangkan wilayah yang yang penduduknya terendah (tiga terendah) berada pada pulau Madura yaitu Kabupaten Sampang (28,35 persen), Kabupaten Sumenep (30,97 persen) dan Kabupaten Pamekasan (31,21 persen).

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi

Investasi merupakan salah satu indikator penting dalam peningkatan kegiatan pembangunan perekonomian daerah. Investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja barusehingga dapat diharapkan mampu mengurangi beban pengangguran dan menanggulangi masalah kemiskinan.

Beberapa faktor yang diindikasikan mempunyai pengaruh yang sangat berarti bagi tumbuhnya iklim investasi daerah, seperti angka kriminalitas, jumlah demo, lama proses perijinan, jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah, jumlah perda yang mendukung iklim usaha, persentase desa berstatus swasembada terhadap total desa.

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan motivasi kepada siswa dalam melakukan kegiatan model pembelajaran langsung dengan kelompok spontanitas terpimpin √ Memperhatikan atau mendengar penjelasan guru

Hasil penelitian menunjukkan kepadatan ikan lele yang memberikan pengaruh yang terbaik untuk pengamatan diameter batang dan luas daun adalah kepadatan 40 ekor/ kolam,

Vacutainer adalah tabung reaksi hampa udara yang terbuat dari kaca atau plastik, apabila dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan

Padang penggembalaan adalah faktor penentu dalam mendukung pengembangan peternakan di Indonesia, yakni sebagai sumber daya dukung pakan ternak berupa hijauan pakan khususnya

pada transaksi jual beli alat terapi kesehatan tersebut dilakukan dengan jelas,. secara lisan setelah pembeli memilih barang yang telah

Kapasitas reduksi dengan adanya bangunan sabo telah terisi 56% dari rencana dan sebagian besar fungsi reduksi sedimen masih cukup memadai dalam mengendalikan aliran lahar

Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan

Bertolak dari pengertian pembelajaran karakter, maka pembelajaran kepramukaan dengan pendekatan berbagai model kegiatan pramuka merupakan cara pembentukan karakter