21 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini berkaitan dengan Pelaksanaan Program Kampung Iklim dalam kerangka Collaborative Governance yang dilakukan berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam rangka menurunkan emisi sebagai langkah untuk memerangi perubahan iklim serta dampaknya dan lebih mengarah pada kerjasama antar stakeholder. Sebagaimanaadalam hal inipPemerintah yaitu:sebagai salah satu aktor perubahanndalam hal pembangunanndengan tujuannuntuk lebih meningkatkannlagi kualitas hiduppmasyarakat yang salah satunya,pada sektor perubahanniklim.
2.1. Literature Review
Kajian Pustaka sangat diperlukan dalam penulisan skripsi. Kajian Pustaka diperlukan untuk membandingkan hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu, dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian Pustaka juga berguna untuk mempertajam analisis dengan membandingkan konsepkonsep dalam buku-buku tersebut dengan karya-karya lain serta data yang relevan dengan tema skripsi ini.
Karya yang pertama ialah penelitian skripsi atau tugas akhir oleh Ahmad Ilham Puspito yang berjudul “Implementasi Program Kampung Iklim di Kelurahan Plalangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun 2016” yang mana dalam penelitiannya bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program kampung iklim di Kelurahan Plalangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, selain itu bertujuan untuk dapat mengetahui pemahaman masyarakat mengenai program kampung iklim
22
di Kelurahan Plalangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, dan tujuan terakhir dalam penulisan tugas akhir ini yakni untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam pelaksanaannprogram kampung iklim,di Kelurahan Plalangan,Kecamatan Gunungpati,Kota Semarang. Jadi, dalam penulisan untuk tugas akhir ini terfokus pada pelaksanaan program kampung iklim di Kelurahan Plalangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang serta hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program kampong iklim di Kelurahan Plalangan,Kecamatan Gunungpati,Kota Semarang.
Kemudian yang kedua penelitian Atur Ekharisma Dewi, Maryono Maryono, dan Budi Warsito yang menghasilkan Jurnal berjudul “Potential Sustainability of Kampung Iklim Program in Surakarta Municipal” yang mana didalamnya berisikan Revolusi 4.0 merupakan salah satu dampak transformasi global terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK), masalah perubahan iklim. Perubahan Iklim merupakan salah satu isu global yang menjadi perhatian dan termasuk dalam tujuan SDGs (Action on Climate Change). Data Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Surakarta, Perubahan Iklim sebagai salah satu faktor isu strategis dalam pembangunan berkelanjutan di Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator variabel yang mempengaruhi potensi keberlanjutan Program Kampung Iklim di Kota Surakarta. Makalah ini merupakan studi pustaka, observasi dan wawancara key person di lapangan. Pendekatan dengan aspek Sosial, Ekologi dan Ekonomi untuk mengukur keberlanjutan Program Kampung Iklim di Kota Surakarta.
23
Literasi selanjutnya yang menjadi bahan dalam penulisan penelitian ini, ialah karya Riskiyanto, Ananto Aji dan Hariyanto yang berjudul “Pendidikan Konservasi untuk Mewujudkan Sikap Peduli Lingkungan dalam Program Kampung Iklim di Dusun Ngrancah Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang” yang dipublikasikan pada bulan Desember 2018. Dalam isi jurnalnya, untuk memunculkan Sikap peduli lingkungan merupakan suatu tantangan dalam membentuk pola hidup di masyarakat.
Maka dari itu diperlukan pendidikan konservasi sebagai salah satu alternatif untuk mewujudkan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan terkhusus di Dusun Ngrancah Desa Ngrancah Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.
Literasi selanjutnya yang dapat menjadi acuan dalam menulis tugas akhir penulis yakni Jurnal yang diprakarsai oleh Dodli Faedlulloh, Bambang Irawan, dan Retnayu Prasetyanti dengan judul “Program Unggulan Kampung Iklim (ProKlim) Berbasis Pemberdayaan Masyarakat” dalam isi jurnalnya dapat ditarik suatu hal yang menjadi latar belakang dalam penelitian bahwa Program Kampung Iklim diharapkan menjadi basis untuk menggerakkan masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar dengan prinsip-prinsip sustainable development. Dengan kata lain dapat dikatakan program ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur suatu daerah dilihat dari peran aktif masyarakat dalam ProKlim dapat dikategorikan kedalam beberapa tingkatan pasrtisipasi, yaitu citizen control, delegate power, partnership, placation, consultation, informing, therapy, manipulation.
Literasi yang selanjutnya menjadi bahan dalam penulisan penelitian ini, yakni Jurnal karya, Nurjanah, Welly Wirman, dan Tantri Puspita Yazid yang berjudul
24
“Implementasi Program Coorporate Social Responsibility (CSR) dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Riau” yang diterbitkan pada Desember tahun 2017.
Dalam karyanya bertujuan untuk mengetahui bentuk implementasi CSR dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, Kebijakannpemerintah mewajibkannperusahaan untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibility di perusahaan, dalam tujuannya, masyarakat memperoleh manfaat perusahaanndi wilayah tersebut. Dalam tujuannya, penelitian ini diharapkan untuk dapat mengetahui dan menganalisis pengimplementasi Program Corporate Social Responsibility Chevron dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Dalam metode penelitian yang digunakan ialah Deskriptif Kualitatif menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk implementasiiprogram Corporate Social Responsibilty atau,investasi sosial Chevron saat ini adalah:Program Investasi,Sosial bidang Kesehatanndalam bentuk Program PengembangannKapasitas untuk:Peningkatan PelayanannPosyandu (CAPS), Program peningkatannakses air bersih,dan sanitasi (IAC). Programminvestasi bidang ekonomi dalammbentuk program dukungannpertanian terpadu berkelanjutannkhusus mikro kecil menengah dan akses keuangan (PRISMA), Local Busness Development (LBD) atau pengembangannusaha tempatan. Program Investasi Sosial BidanggLingkungan seperti Bank sampah, Program KampungmIklim, Konservasi harimau dan gajah sumatera dalam kerjasamanya di InternasionalkKonservation, Program Adiwiyata.
Penerapan program CSR tersebut merupakan bentuk implementasi dariikonsep tata
25
kelola perusahaannyang baik. Program CSR merupakanninvestasi bagi perusahaanndemi pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan.
Kemudian selanjutnya dalam rangka membangun pemikiran berdasarkan literasi yang ada untuk membangun kerangka pemikiran yang tepat, terdapat karya Ilmiah berupa jurnal yang diprakarsai oleh Reza Renaldy, Soni A. Nulhagim, dan Arie Surya Gutama yang berjudul “Proses CommunityyDevelopment Studi Kasus Program Kampung Iklim di Desa Cupang,Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon.
Dalam penelitian ini, menjelaskan proses community development yang terdiri dari aspek dalam tahapan engagement, assessment, perencanaan program, pemformulasiannrencana aksi, implementasi, evaluasiidan hasil perubahan, dan tahapan terminasi. Di Desa Cupang melalui Program Bank Sampah dapat dilihat proses Community Development dari kegiatan CSR. Dalam metode penelitiannyang digunakan ialah deskriptif dengannpendekatan deskriptif kualitatif, dan teknik penelitiannstudi kasus. Teknik pengumpulanndata dengan proses wawancara, observasinnon partisipasi, studi kepustakaanndan studi dokumentasi.
Penentuanninforman diukur berdasarkanntujuan penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci mengenai proses:Community development pada:program bank sampah di Desa Cupang.
Hasil penelitian ini menunjukkan proses pengembangan masyarakat dalam 7 tahap dilakukan melalui 5 tahap yang telah dilaksanakan, karena harus: Tahap komitmen, evaluasi, perencanaan program, implementasi dan pemutusan hubungan
26
kerja. Tahapan evaluasi belum dilakukan secara menyeluruh dan terus menerus.
Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan keterbatasan pemasaran produk dan manajemen organisasi, terutama untuk sumber daya manusia (SDM) dalam kegiatan implementasi. Oleh karena itu, para peneliti memberikan saran untuk dievaluasi secara keseluruhan untuk meningkatkan kapasitas kelompok pengelolaan limbah dalam bentuk kegiatan lokakarya "Manajemen Organisasi" untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait dengan manajemen organisasi dalam anggota kelompok pengelolaan limbah.
Literasi yang ketujuh, Jurnal karya Encik Ryan P. Fekri yang bertajuk
“Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Melalui Program Kampung Iklim di Pulau Liki Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua”. Dalam artikel itu, peneliti menjelaskan ketika membuat keputusan atau mempersiapkan kemungkinan intervensi, perencana akan selalu wajah ketidakpastian. Salah satu bentuk ketidakpastian yang dihadapi perencana adalah risiko perubahan iklim. Perencana harus mengevaluasi dampak perubahan iklim untuk merancang intervensi spasial sebagai upaya untuk beradaptasi dengan iklim. Seperti di pulau Liki, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua, yang diluncurkan sebagai kota iklim dalam menanggapi dampak perubahan iklim yang mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan Pulau Komunitas Liki, yaitu ancaman abrasi yang terjadi karena survei. permukaan air laut. Jadi Pemerintah Kabupaten Sarmi memprakarsai Desa Iklim Liki Pulau sebagai upaya untuk mengendalikan dampak perubahan iklim, terutama ketika melakukan upaya adaptasi
27
dan mitigasi untuk melakukan Liki Pulau sebagai orang yang ramah dengan iklim di tahun 2019.
Kemudian dalam membangun kerangka pemikiran terdapat literasi selanjutnya, yakni Karya ilmiah skripsi yang diprakarsai oleh Ismike Suci yang berjudul “Analisis Implementasi Program Kampung Iklim untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat di Korong Pasa Surau Kabupaten Padang Pariaman tahun 2018”. Dalam isinya berisikan makna muatan, Sektor kesehatannrentan terhadap dampak perubahanniklim, penyakit diare yang terjadi mencapai 17% kasus yang merupakannakibat dari perubahanniklim, sehingga adaptasi dan mitigasi perubahanniklim. Dalam tujuannya penelitian ini agar dapat mengetahui implementasi pelaksanaannprogram kampung iklim untuk meningkatkan derajat kesehatannmasyarakat di Korong Pasa Surau Kabupaten Padang Pariaman tahun 2018. Penelitian ini merupakannpenelitian mix methods, yang menggunakanndesain Concurrent Triangulation Strategy (CTS). Populasi dalam penelitiannini adalah semua kepala keluarga:di Korong Pasa Surau. Sampel dalam penelitiannsebanyak 80 kepala keluarga. Pengambilannsampel dilakukannmenggunakan teknik simple random sampling. Data kuantitatif di analisis dengan sistem univariat, dan data kualitatif menggunakan sistem content analisis. Hasil penelitian menunjukkannbahwa Masyarakat di Korong Pasa Surau sudah dikategorikannbaik dalam implementasi adaptasi perubahanniklim yaitu dengan total skor 76.9% Sedangkannmitigasi perubahan iklim dikategorikan tidak baik dengan hasil skor 50%. Manajemen kegiatannprogram kampung iklim belum terlaksana dengan baik, karena
28
keterbatasannsumber daya dan dana. Dengan mengimplementasikannprogram kampung iklim, diharapkannmasyarakat bisa meningkatkannadaptasi,dan mitigasi perubahanniklim. Selain itu, perannserta masyarakat dapat ditingkatkanndengan memberikan penyuluhannkembali mengenai adaptasi dan mitigasi. Dalam proses terhadap manajemennprogram kampung iklim untuk menambah kader-kader demi kesuksesannprogram kampung iklim.
Kemudian literasi selanjutnya, terdapat karya jurnal oleh Sherly Luciana yang berjudul “Komunikasi Persuasif Duta Lingkungan dalam Meningkatkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan pada Program Kampung Iklim Badan Lingkungan Hidup Kota Pekanbaru” yang diterbitkan pada tahun 2017. Dalam isinya Selain Kampung Iklim BadannLingkungan Hidup Kota Pekanbaru,mempunyai Program Duta Lingkungan.
Kegiatan Duta Lingkungan,bertujuan untuk:meningkatkan kapasitas sumber daya manusiaapola pikir masyarakat, khususnyaagenerasi muda, dalam upaya melindungi dan mengelola lingkungan hidup sesuai dengan tantangan yang sedang dihadapi saat ini,dan masa mendatang. Duta Lingkungannhadir dalam perannya sebagai:garis depan yang secara garissbesar bertugas untuk menyuarakanngagasan tentang:lingkungan pada masyarakat luas. Sosialisasi yang dilakukannoleh Duta Lingkungan merupakannusaha penyampaian informasi denganncara pemakaian bahasa yang tepat,dan simbol pesan, media juga sangat,memperngaruhi keberhasilan dalam:mempersuasif masyarakat untuk membentuk perilaku ramah lingkungan.
Selain itu, kredibilitas komunikator sangat diperlukanndalam mempersuasif,masyarakat karena kredibilitas komunikator harus:memiliki keahlian,
29
pengalaman, dapat dipercaya, dinamisme,dan karismatik. Keberhasilannkomunikasi persuasif yang dilakukannakan berdampak pada perubahan, sesuai dengannkonteksnya bahwa komunikasi bertujuannuntuk mempengaruhi kepercayaan, sikap,dan perilaku seseorang.
Selanjutnya, terdapat literasi yang menjadi bahan dalam membangun Pemikiran terkhusus dalam Collaborative Governance dalam pelaksanaan Program Kampung Iklim yang diprakarsai oleh Hartini Retnaningsih yang berjudul
“Permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat” Dalam Latar belakang tulisan ini:adalah masih belum efektifnya implementasi,Corporate Social Responsibility (CSR) di:berbagai perusahaan. Tulisan ini mengkaji tentang:berbagai masalah dalam,implementasi CSR.
Metodologi yang digunakan,adalah studi kepustakaan. CSR yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, merupakannkomitmen perusahaannuntuk membangun kualitas kehidupannyang lebih baik bersama dengannpara pihak (di dalam maupunndi luar perusahaan) untuk berkontribusi dalam,ekonomi berkelanjutan. Dalam hal ini, pemberdayaannmasyarakat merupakan bagianndari komitmen tersebut. Hasil analisis menunjukkannbahwa konsep CSR memang bagus, namunnsayangnya hingga saat ini,masih banyak perusahaan yang belummmelaksanakannya dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukannevaluasi terkait pelaksanaannProgram CSR agar program tersebut dapat dilaksanakannsecara berkelanjutan,dan dapat memberdayakan masyarakat.
30
Kemudian dalam rangka membangun pemikiran terdapat literasi selanjutnya, yakni hasil karya jurnal oleh Al-Muhajir Haris dan Eko Priyo Purnomo yang berjudul
“Implementasi,CSR (Corporate Social Responsibility) PT. Agung Perdana dalam MengurangiiDampak KerusakannLingkungan) yang berisikan CSR adalah kegiatan Perusahaan untuk mengelola proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif pada masyarakat, ekonomi dan lingkungan. Partisipasi Perusahaan dalam menjalankan kegiatan RSE adalah permintaan untuk tanggung jawab atas dampak kerugian yang dialami masyarakat, terutama dalam kerusakan lingkungan.
Tulisan ini menempatkan bagaimana suatu kegiatan CSR yang dilakukan suatu perusahaan dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan, metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, ia melibatkan tiga desa, termasuk desa Padang Loang, Desa Sepang dan Bijawang dan hingga 45 informan antara pemerintah, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri sebagai sumber penelitian. Dari hasil penelitian, secara umum, bahwa perusahaan PT. Agung Perdana tidak pernah melakukan kegiatan RSE, yang hanya memikirkan keuntungan di perusahaan dan banyak dampak negatif yang menyediakan publik, terutama dalam kerusakan lingkungan, hanya ada satu indikator yang memberikan nilai positif di perusahaan, yaitu, dalam perbaikan ekonomi. Beberapa komunitas lokal menerima pekerjaan lapangan sebagai pekerja yang longgar.
Ketidakmampuan kegiatan dalam CSR, ada faktor-faktor yang dilakukan oleh Perusahaan, kurangnya pemahaman perusahaan tentang CSR, serta tidak adanya pengawasan dan langkah kebijakan yang diadopsi oleh pemerintah untuk memberikan
31
tuntutan pada kegiatan CSR , Melawan dampak perusahaan. Berdasarkan arti dari hasil penelitian, apakah perusahaan dapat mengatasi dan mengurangi kerusakan lingkungan yang telah terjadi di kawasan ini, ini adalah tantangan bagi pemerintah, dan para pihak yang bersangkutan dengan subjek CSR.
Kemudian dalam literasi yang akan disaji oleh:peneliti nantinya, peneliti mendapat literasi yang sejalanndalam membangun pemikiranndengan hasil karya jurnal yang diprakarsai oleh :Ridwan dan Nurul Chazanah yang berjudul
“Penanganan Dampak Perubahan Iklim Global pada Bidang perkeretaapian melalui Pendekatan Mitigasi dan Adaptasi” yang diterbitkan pada tahun 2013. Dan dalam isinya berisikan Aktivitas manusia yang terus meningkat (khususnya transportasi) menyebabkannmeningkatnya limbah,dan polusi yang dihasilkan. Diantaranya adalah:berupa emisi gas buang CO2 (Carbon dioksida). Karbon dioksida yang dihasilkannterus menerus,dan dilepas ke udara akannmerusak lapisan ozonndi atmosfir berdampak pada:terjadinya,perubahanniklim global. Beberapa faktor yang terjadi,diantaranya berupa: peningkatan suhu udara, kenaikan permukaan air laut, perubahan curah hujan,dan peningkatan frekuensi serta intensitas kejadian cuaca ekstrem. Tentu hal ini,akan mempengaruhi kembaliiaktivitas manusia diantaranya:sektor transportasi, khususnya bidang perkeretaapian. Oleh karena itu,perlu adanya penanganannpreventif dan kuratif untuk mengurangi dampak yang terjadi tersebut. Salah satunya adalah:dalam bentuk kebijakannAdaptasi dan Mitigasi.
Studi ini akannmenerangkan bagaimana pendekatannAdaptasi dan Mitigasi yang bisa
32
dilakukannbidang perkeretaapianndalam menghadapi perubahanniklim global yang diperkirakannterjadi dimasa-masa yang akanndatang.
Dalam membentuk pondasi pemikiran dalam memahami riset perlu kita kaji dengan berbagai aspek, begitu juga dalam riset ini peneliti menemukan literasi yang menurut peneliti sangat pas yakni karya Jan Willem Hatulesila, Gun Mardiatmoko, dan Jusuph Wattimury yang bertajuk “Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon” yang diterbitkan July 2018.
Dalam isi karya tulisnya, Tata ruang perkotaanndengan arsitektur Ruang Terbuka Hijau merupakannkomponen Komponen penting yang paling yang mempengaruhi suasana perkotaan baik langsung dan tidak langsung. Standar ideal permukaan minimal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas. Jadi pola tata ruang kota yang berkaitan dengan perencanaan dan CRT dapat dianalisis dengan menggunakan satelit Landsat TM data 8 gambar, tata ruang indikator perencanaan tata ruang dan sistem informasi geografis (GIS). Ambon Draft Hasil Hasil analisis spasial cakupan dan 1.115.900 m2 atau 111,59 hektar ditutupi Honipu 436.000 m2 atau 43,63 ha Village, Ahusen Village, 286,500m2 atau 28.65HA dan Uritu Village 393.100 m2 atau 39,31 ha. Pengukuran dan penentuan sembilan lokasi sub-sampel yang disengaja dengan luas 25,408.59 m2 atau 2,54 ha atau 2,28%. NDVI (standar indeks analisis perbedaan vegetasi) untuk sampul vetencies (nilai SS vegetasi 0,05 0,35) dengan luas 61,58 ha atau 58,31%, diikuti oleh cakupan Bumi (0.00 0, 35) nilai Industrial 0,35) 39 , 63 ha atau 37, 52%, dan cakupan lowongan (nilai tingkat vegetasi 0.00 0.05) seluas 4,40 ha atau 4,17%. Hasil analisis regresi, uji ANOVA 0,95 atau 95%, mampu menjelaskan
33
bahwa hubungan penutup vegetasi dengan nilai indeks ekologi memiliki pengaruh terhadap kondisi umum cakupan sayuran di wilayah RTH Di Ambon .
Perlu diketahui, bahwasannya dalam literasi yang diperlukan untuk menemukan pembeda hasil penelitian peneliti diperlukan literasi yang mumpuni, dalam hal ini peneliti menemukan karya ilmiah dalam bentuk jurnal untuk membentuk pondasi sebuah pemikiran yakni hasil karya Maulana Mukhlis yang berjudul “Tata Kelola Pemerintahan dalam Peningkatan Kapasitas Adaptif/Ketahanan kota Bandar Lampung terhadap Dampak Perubahan Iklim”. Kota Bandar Lampung, provinsi Sumatra diidentifikasi sebagai salah satu daerah di Indonesia, yang sangat rentan terhadap bencana dengan intensitas dan diduga dampaknya lebih sering dan lebih serius dengan efek perubahan iklim. Dengan membuat kebijakan dan mengimplementasikan tindakan adaptasi / mitigasi, penting yang mempengaruhi ketahanan (ketahanan), baik skala komunitas dan skala kota untuk menangani bencana adalah peran pemerintah daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bagaimana peran yang dilakukan pemerintah daerah dalam pemerintahan pemerintah mampu meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi atau ketahanan regional. Evaluasi upaya untuk meningkatkan kapasitas adaptasi (resiliensi daerah) dianalisis dengan menggunakan pendekatan roda kapasitas adaptasi dalam 6 (enam) dimensi, yaitu, keragaman, kapasitas belajar, mengubah otoritas, kepemimpinan, sumber daya dan tata kelola yang adil dan reseptif.
34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran kota pemerintah Lampung dari kota dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan regional cukup tinggi dengan perubahan iklim sebagai masalah strategis dalam dokumen perencanaan formal dan keragaman saham, baik dalam skala dari kota dan skala sektor ini. Kota ini memiliki kapasitas belajar dengan pembelajaran berbasis bencana yang telah dialami di masa lalu. Kapasitas kepemimpinan juga mampu mempengaruhi munculnya tindakan mulai dari perencanaan strategis, kebijakan, implementasi dan keterampilan kolaboratif melalui pelatihan lembaga-lembaga lokal (khusus terkait dengan perubahan iklim) melalui partisipasi dan optimalisasi keanekaragaman sumber daya yang ada. Meski tidak optimal, keberadaan beberapa standar regional yang mengatur kelembagaan terhadap bentuk kebijakan yang terjadi dalam konteks perubahan iklim juga merupakan bukti adil dan indikator pemerintahan yang bertanggung jawab.
Dalam konteks manajemen pemerintah dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi atau menghambat perubahan iklim, kota Bandar Lampung layak untuk digunakan sebagai praktik yang baik untuk wilayah lain di Indonesia.
Kemudian, literasi yang menurut peneliti selaras ialah “Nelayan, Lingkungan, Perubahan Iklim (Studi terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pesisir di Kabupaten Malang))” Oleh Taufik Akbar dan Mi'rojul Huda yang diterbitkan pada Juni 2017.
Dalam isinya Perubahan iklim adalah fenomena yang menjadi perhatian dunia saat ini. Tidak hanya dampak langsung terasa seperti banjir dan kekeringan, tetapi juga dampak tidak langsung, seperti kemiskinan, kehilangan tanaman, dan mengurangi tangkapan laut untuk nelayan. Nelayan dan komunitas pesisir menjadi salah satu
35
entitas yang terkena dampak langsung dari perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir di Kabupaten Malang, 2. Untuk mengevaluasi bentuk Nelayan dan masyarakat pesisir bertahan hidup perubahan iklim, dan 3. ulasan program pemerintah yang Jangkauan nelayan dan masyarakat pesisir. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, pencarian, menggambarkan dan menjelaskan kondisi aktual yang terjadi di masyarakat. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah nelayan dan masyarakat pesisir memiliki cara yang unik dalam pengobatan kondisi yang ada, terutama dalam kaitannya dengan dampak perubahan iklim. Komunitas dan pemerintah memiliki kolaborasi unik dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi. Kolaborasi yang dihasilkan bermanfaat dan beberapa tidak menguntungkan bagi salah satu pihak.
Dalam pola asosiasi, kasus ini dapat dikatakan sebagai hubungan yang tidak seimbang karena masyarakat dengan Perhutani mengenai pengelolaan wilayah pesisir dalam contoh kolaborasi yang tidak seimbang.
Dalam rangka untuk membentuk pemikiran dalam penulisan ini, maka dari itu diperlukan literasi-literasi untuk memperkuat dalam membentuk pemikiran.
Berdasarkan dari kajian pustaka diatas, penulis memperoleh perbandingan yang dapat menjadi pembeda dengan literasi. Dalam penulisan riset penelitian penulis lebih mengarah “Bagaimana Proses Kolaborasi dalam Pelaksanaan Program Kampung Iklim untuk Mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) (Studi Kasus Dusun Banyukerto Desa Kalianget Kabupaten Situbondo).
2.2. Kerangka Teori
36
Berikut ini, peneliti akan menjabarkan terkasit beberapa teori,dan konsep yang dijadikannsebagai batasan dan acuanndasar dalam menganalisis:hasil pembahasannlebih lanjut. Adapun teori dan konsep yang akan digunakan dalam menganalisis skripsi yang berjudul Collaborative Governance dalam Pelaksanaan Program Kampung Iklim untuk Mencapai SDGs (Sustainable Development Goals) di Dusun Banyukerto Desa Kalianget Kabupaten Situbondo tersebut akan disajikan dalam bab ini. Berdasarkan hal tersebut, maka akan dijelaskan sebagai berikut;
2.2.1. Collaborative Governance
2.2.1.1. Pengertian Collaborative Governance
Collaborative Governance yang di definisikan sebagai Pemerintah terlibat dalam forum resmi yang diikuti oleh LSM dan atau masyarakat yang bertujuan untuk mencapai mufakat dalam suatu persoalan bersama, LSM dan atau masyarakat tersebut bukan hanya berpartisipasi namun juga berkolaborasi serta ada pembagian peran yang jelas. Tata kelola kolaborasi adalah pemerintah yang terkait dengan organisasi publik dan non-pemerintah dalam proses formalisasi secara formal memformalkan konsensus berorientasi konsensus, dan ada divisi untuk: menerapkan kebijakan publik, atau mengelola program publik dan aset publik. Tata kelola kolaboratif sebenarnya merupakan keabadian para pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan dan menanggapi dana pemerintah yang tidak dapat berpartisipasi dalam masyarakat di pemerintahan.
37
Tata kelola kolaboratif menekankannkepada adanya interaksi kolaboratif antara pemangku kepentinganndengan institusi publik dalam pengambilannkeputusan yang berorientasi konsensus. Ansell dan Gash (2007) mendefinisikan tata kelola kolaboratif sebagai:suatu bentuk susunannpemerintahan, dimana satu,atau lebih instansi publik secara langsung berhubunganndengan pemangku kepentingannnon negara dalam sebuah proses pengambilannkeputusan yang formal, berorientasi pada konsensaus, deliberatifa, dan menuju padasa formulasi fatau implemetasi kebijakan publik, atau dapat pula berbentuk dalam manajemennprogram atau aset publik.
Berdasarkanndefinisi diatas, terdapat enam kriteria penting dari tata kelola kolaboratif:
1. Forum diprakarsasi oleh:badan atau institsusi publik.
2. Pesersta dalam forum merupakasn:termasuk aktor nonnpemerintah 3. Pesersta terlibat langsudng dalam pefngambilan keputusan
4. Forum diorganisasikannsecara formil,dan bertemu secara kolektif 5. Forum bertujuan untuk:membuat keputusanndengan consensus 6. Fokus kolaborasi pada kebijakan publik atau manajemen aset publik
Dengan demikiannsuatu kolaborasi tetap menunjukkannbahwa pemerintah sebagai leading sector, meski melibatkannaktor non pemerintah. Selain itu, kolaborasi harus dilakukanndalam bentuk formal,dan bersifat konsesus serta dilaksnaakannbaik dalam proses perencanaan, perumusan dan implementasi kebijakan, maupunndalam konteks manajemen publik.
38
Secara umum, sistem kolaborasi juga menganalisis kerja sama antara beberapa pemangku kepentingan yang tertarik untuk mengelola program atau sumber daya yang telah disepakati dalam kerja sama. Pelaku dalam kegiatan kolaborasi meliputi lembaga pemerintah, non-pemerintah atau swasta, masyarakat, komunitas atau organisasi non-pemerintah berdasarkan masyarakat. Begitu juga dengan strategi pemerintah dalam Program Kampung Iklim di Dusun Banyukerto Desa Kalianget Kabupaten Situbondo yang diantaranya dapat berkolaborasi dari pihak pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Situbondo) juga dari pihak CSR (Corporate Social Responsibility) yang membantu untuk memfasilitasi serta dari pihak masyarakat sebagai mekanisme kontrol social, ketiga pihak ini memiliki peranan yang saling berkesinambungan dan sangat penting keberadaan dalam melaksanakan Program Kampung Iklim di Dusun Banyukerto Desa Kalianget Kabupaten Situbondo.
2.2.1.2. Tujuan Pelaksanaan Collaborative Governance
Kolaborasi dalam proses manajemen pemerintah adalah sesuatu yang diperlukan dalam praktik pemerintah saat ini. Dalam latarbelakang munculnya kolaborasi pada setiap lembaga ataupun institusi. Pada dasarnya, proses Collaborative Governnace tidak muncul begitu saja, sebab hal tersebut ada disebabkan adanya inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk dilakukannya koordinasi ataupun kerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh publik.
39
Dalam kolaborasi, dapat dilihat dari aspek kebutuhan suatu institusi itu sendiri, karena setiap lembaga tentu memiliki keterbatasan untuk melaksanakan suatu program. Selain itu, kerja sama juga muncul karena anggaran terbatas tersedia sehingga dengan kerja sama, anggaran tidak hanya berasal dari sebuah institusi, tetapi lembaga lain juga berpartisipasi dalam kolaborasi. Kolaborasi juga dapat dikatakan sebagai aspek pengembangan ilmu pemerintah, terutama dengan munculnya konsep
"governance" yang menekankan partisipasi oleh: beberapa aktor seperti pemerintah, sektor swasta, masyarakat dalam proses pemerintahan.
Implementasi tata kelola nkolaboratif memiliki beberapa tujuan: yang dapat bermanfaat bagi pemerintah. Kolaborasi dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan departemen publik yang kompleks dan kompleks, solusi untuk kegagalan implementasi kebijakan, efisiensi anggaran, yang mampu memobilisasi kepentingan politik masing-masing aktor dan mengurangi konflik antara para pemangku kepentingan yang kadang-kadang sulit diilh (Junaidi, 2015 : 10). Dengan kata lain, kolaborasi dipenggal karena kompleksitas saling ketergantungan dari setiap institusi.
Collaborative Governanace juga sebagai respon terhadap kegagalan atas implementasi dan terhadap biaya yang tinggi dan adanya politisasi terhadap regulasi (Ansell & Gash, 2008: 544). Sehingga dengan dilakukannya kolaborasi dapat memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi dianggap menjadi solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut. Selain ini kolaborasi juga
40
dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program atau kegiatan.
2.2.1.3. Model Collaborative Governance
Model kebijakan kolaborasi dimulai dari kondisi masalah lokal bahwa kolaborasi ini kemudian dimaksudkan untuk mengatasi masalah atau masalah yang dikembangkan di masyarakat. Agar kerja sama diperlukan untuk mengatasinya, dengan proses kolaboratif, komunikasi yang baik diperlukan antara para aktor dan dapat mencegah rasa ketidakpercayaan dan hilangnya, ketidakseimbangan antara kelompok-kelompok kepentingan yang terlibat. Selain itu, kondisi masalah lokal dalam proses kebijakan kolaborasi juga menganalisis variabel desain kelembagaan dan kepemimpinan yang sering mempengaruhi proses kolaborasi, untuk lebih lanjut model kolaborasi akanndijabarkan dalam gambar berikut ini:
41
Iklusivitas Partisipan Eksklusivitas Forum Aturan Dasar yang Jelas Transparansi Proses
Influences
Proses Kolaboratif
Membangun Kepercayaan Komitmen Terhadap Proses - Saling M emahami
Ketergantungan - Kepemilikan Proses
Bersama
- Keterbukaan terhadap Pengembangan capaian bersama
- M isi yang Jelas Pemahaman Bersama
- Definisi masalah Bersama - Identifikasi nilai-
nilai Bersama Outcome Menengah
- “Kemenangan kecil”
- Rencana Strategis - Temuan Fakta bersama - Negosiasi atas Dasar
Kepercayaan yang baik Dialog tatap muka
Outcomes Desain Institusional
Kepemimpinan Fasilitatif (Termasuk Kemasyarakatan ) Kondisi Awal
Ketidakseimbangan- Kekuatan- Sumber Daya- Pengetahuan
Insentif untuk dan Hambatan Partisipasi
Prasejarah kerjasama atau Konflik (Tingkat Kepercayaan Awal)
Gambar 2.1
Model Collaborative Governance
Sumber : Ansell & Gash, 2008: 550
1. Start Condition (Kondisi Awal)
Kondisi awal ini adalah kondisi awal di mana proses pemerintahan kolaborasi dilakukan. Kondisi awal ini, umumnya dimotivasi oleh visi yang sama dengan tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang diperoleh dalam proses kolaborasi. Ada tiga variabel penting dalam kondisi awal munculnya Collaborative Governance yang meliputi adanya ketidakseimbangan sumberdaya, sejarah masa lalu, dan insentif.
42
2. Facilitative Leadership (Kepemimpinan Fasilitatif)
Kepemimpinan merupakan suatu fasilitator yang nantinya bisa membawa pihak yang terlibat dalam proses kolaborasi. Lasker dan Weiss berpendapat bahwa pemimpin kolaboratif yang ideal harus memiliki keterampilan untuk melakukan (1) mempromosikan partisipasi yang luas dan aktif, (2) memastikan pengaruh dan kontrol yang luas, (3) memfasilitasi yang produktif dinamika kelompok, dan (4) memperluas cakupan proses (Lasker & Weis, 2001: 31; Ansell & Gash, 2008: 554).
Kepemimpinan fasilitatif memegang peranan penting untuk bisa merangkul, memberdayakannserta melibatkannsemua elemen agar proses kolaborasi dapat berjalan sesuai perencanaannya. Urgensi untuk membawa para stakeholders bersama- sama dan membuat semua aktor terlibat dalam program satu sama lain dalam semangat kolaborasi. Dalam peran facilitative leadership merupakan salah satu hal yang penting untuk memberdayakan elemen terlibat yang lemah agar nantinya bisa menyesuaikan (Ansell & Gash, 2008: 555).
3. Institutional Design (Desain Institusional)
Desain institusional mengacu pada aturan dasar yang mengatur Collaborative Governance yang jelas dan konsisten mengaktualisasikan para pemangku kepentingan bahwa prosesnya adil dan terbuka (Muldock, Wiessner, & Sexston, 2005; Ansell & Gash, 2008: 557).
4. Collaborative Process (Proses Kolaborasi)
43
Proses kolaborasi ini menggambarkannsuatu tahapan yang akanndilalui seluruh anggota yang terlibat. Gray mendefinisikan suatu proses kolaborasi kedalam tiga tahapan yaitu pengaturan masalah, pengaturan arah, dan implementasi (Gray;
1989; Ansell & Gash, 2008: 557). Model proses kolabosi menjadi penting untuk menarik perhatian pada strategi kolaborasi yang berubah saat konteks berubah. Ansell dan Gash menjelaskan pada proses tersebut saling berkaitan yang diantaranya (Ansell
& Gash, 2008: 558–561) diawali dengan Face to face dialogue yang menjadi inti dari kolaborasi, Dialog tatap muka adalah kegiatan yang terjadi jika melalui tatap muka atau, seringkali, panggilan komunikasi langsung antara bagian yang relevan. Agar interaktif interaktif interaktif ini membahas minat bersama, dengan komunikasi langsung diharapkan tidak ada bagian yang terasa kurang beruntung.
Trust building, Penciptaan kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat dalam semua pihak yang terlibat, pada kenyataannya, memiliki tujuan yang sama untuk mengambil kebijakan terbaik untuk semua pihak. Keyakinan biasanya dibangun dari komunikasi antara pihak-pihak terkait. Commitment to process adalah komitmen untuk melaksanakan proses untuk mencapai tujuan bersama yang umum.
Kemudian share understanding, yaitu berbagi pemahaman dan pemahaman dalam kolaborasi, pembebasan misi dan forum yang dilakukan adalah tanggung jawab bersama. Dan yang terakhir adalah hasilnya, yaitu, hasil yang diperoleh dari proses saat ini yang dapat memberikan manfaat dan nilai strategis oleh semua pihak.
44
5. Intermediate Outcomes (Hasil Lanjutan)
Hasil canggih dari proses kolaborasi dilakukan dalam bentuk produksi nyata atau lukisan. Ini adalah hasil dari proses pengembangan impuls yang merupakan referensi untuk keberhasilan kolaborasi. Dalam dana ini hasil lanjutan dari kemungkinan tujuan dan manfaat kolaborasi yang relatif konkret dan ketika "small wins" kolaborasi dapat dimungkinkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dalam proses penerapan tata kelola kolaboratif memiliki serangkaian tahapan yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen adalah faktor / kertas yang dapat mempengaruhi atau menentukan keberhasilan implementasi tata kelola kolaboratif. Oleh karena itu, setiap aktor atau aktor yang terlibat dalam tata kelola kolaborasi harus memperhatikan komponen. Selain itu, tahapan tata kelola kolaboratif juga menunjukkan bahwa, implementasi kolaborasi tidak selalu memerlukan partisipasi pemerintah, aktor swasta dan masyarakat, tetapi juga didukung oleh adanya komponen penting yang mencakup kondisi awal, kepemimpinan fasilitatif, kelembagaan desain. , dan proses kolaboratif, serta hasil kolaborasi sementara yang dapat berupa referensi, dan umpan balik untuk penyelenggara kolaborasi di masa depan.
2.2.2. Program Kampung Iklim (ProKlim)
Program Iklim Iklim adalah program yang berlingkup nasional dan kemudian dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk
45
memperkuat ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi suku cadang dan gas rumah kaca juga menyediakan adaptasi pengakuan. Dan upaya untuk mengurangi perubahan iklim telah dilakukan juga dapat meningkatkan kesejahteraan secara lokal sesuai dengan kondisi regional.
Kampung Iklim adalah lokasi di wilayah administratif di tingkat terendah warga atau desa dan tingkat tertinggi desa atau kota, atau wilayah yang penduduknya telah melakukan upaya untuk beradaptasi dan mitigasi perubahan iklim jangka panjang dan manfaat Mereka mungkin merasakan untuk jangka panjang. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Upaya adaptasi disebut, dilakukan dengan kegiatan: (a) kontrol kekeringan, banjir dan tanah longsor; (B) meningkat keamanan pangan; (C) Manipulasi atau mengantisipasi Seafare, mencuri, intrusi air laut, abrasi, ablasi, dan gelombang tinggi dan / atau (d) kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap perubahan iklim. Juga mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya calending akibat dampak perubahan iklim. Dalam mitigasi upaya sebagaimana dimaksud, adalah fokus untuk mengurangi Gas emisi rumah kaca, dilakukan dengan kegiatan: (a) pengelolaan limbah, padat dan residu cair; (B) penggunaan energi baru terbarukan dan penghematan energi dan konservasi; (C) penanganan emisi rendah gas rumah kaca lahan pertanian; (D) pencegahan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan dan /
46
atau (e) Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dalam prosedur untuk prosedur, (1) Menteri koordinat penguatan pelaksanaan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lembaga untuk mendukung pelaksanaan prosedur nasional, (2) Gubernur mengkoordinasikan penguatan Pelaksanaan iklim adaptasi dan metigating mengubah. (3) Berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing kementerian dan / atau lembaga yang memfasilitasi penerapan adaptasi tindakan lokal dan mitigasi perubahan iklim, (4) pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing daerah kerja. Unit (SKPD) Memperkuat pelaksanaan Proklome di daerah, (5) pendukung Proklim memfasilitasi pembentukan orang iklim dalam bentuk dukungan teknis, peralatan, teknologi, pembiayaan dan dukungan lainnya, (6) Pelaku Proklim melakukan mitigasi adaptasi dan iklim . Perubahan Mitigasi Mengembangkan lembaga di tingkat lokal dan mengembangkan jaringan kerjasama untuk memperkuat pelaksanaan proprietary terus menerus.
Dalam nya obyektif dalam proklin, itu adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang perubahan iklim dan dampak yang timbul, dan mendorong pelaksanaan tindakan aktual yang dapat mengambil perlawanan dari masyarakat dengan berurusan dengan perubahan iklim dan berkontribusi terhadap upaya-upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca . Kemudian diharapkan bahwa tujuan dicapai melalui pelaksanaan proklim, yaitu; (A) asuh adaptasi terhadap gerakan nasional dan mitigasi perubahan iklim melalui penerapan masyarakat, adaptif dan kegiatan yang berkelanjutan; (B) mempromosikan kemandirian masyarakat untuk
47
melaksanakan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; (C) meningkatkan kebutuhan masyarakat dan pihak-pihak yang dapat mendukung pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan / atau; (D) Optimalisasi potensi untuk mengembangkan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat manfaat ekologi, aspek ekonomi dan pengurangan aspek bencana iklim.
Untuk pendekatan Proklim, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim berdasarkan masyarakat berdasarkan prinsip asosiasi. Dengan pendekatan ini, pihak yang berminat berinteraksi secara aktif dalam proses pemecahan masalah yang terkait dengan perubahan iklim untuk memperkuat kapasitas sosial di tingkat lokal dan nasional. Selain tindakan "Akar rumput" yang dilakukan oleh masyarakat di tingkat lokal, ia mengembangkan intervensi politik yang dari atas ke bawah sehingga upaya lokal dapat efektif, efisien dan berkelanjutan.
Penguatan tindakan adaptasi terhadap perubahan iklim pada tingkat bagian melalui Proklim sangat diperlukan, terutama di daerah yang diidentifikasi sebagai rentan untuk keperluan perubahan iklim. Dan memberikan pengakuan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan pada tingkat yang berkelanjutan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penilaian Proklim diperlukan sebagai Menteri berdasarkan rekomendasi Dewan Proklim dan umumnya diberikan setahun sekali.
Di masa depan, implementasi Proklim memprioritaskan aspek keberlanjutan upaya adaptasi dan mengurangi tingkat perubahan iklim, sehingga masyarakat
48
dirancang untuk berpartisipasi dalam proses pemberdayaan, ekuitas, keamanan, keamanan, keberlanjutan dan kerja sama itu Semua berjalan secara bersamaan dengan dukungan institusi di Tapak, Kabupaten / Tingkat Kota, Pemerintah Provinsi di tingkat pusat / Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
2.2.1.4. Pedoman pembentukan dan pengembangan proklim Gambar 3.2
Tahapan Program Kampung Iklim
Identifikasi kerentanan dan resiko perubahan iklim (Dapat menggunakan instrument yang
sudah ada
Identifikasi sumber emisi dan serapan gas rumah kaca
Pengembangan dan peningkatan kapasitas
masyarakat dan kelembagaan masyarakat
Peningkatan kapasitas akses sumberdaya, pendanaan,
teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di
tingkat lokasi berbasis masyarakat
Penyusunan rencana aksi adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim di tingkat lokas berbasis
masyarakat
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Pelaksanaan Persiapan
Perencanaan
Pengembangan dan Penguatan Adaptasi dan Mitigasi
49 Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan ProKlim
1. PERSIAPAN
A. Pembentukan Kelompok Kerja
Pembentukan kelompok kerja dapat diambil dari berbagai elemen, diantaranya;
a. Kelompok masyarakat yang sudah menjalankan kegiatan, misalnya Kelompok tani, Kelompok pengelola air, kader konservasi, dan lain-lain
b. Kelompok masyarakat hukum adat c. Kelompok masyarakat keagamaan d. PKK
e. Organisasi pemuda
f. Perangkat Desa/Kelurahan
Kelompok kerja disahkan oleh pimpinan wilayah setempat (Ketua RW, Kepala Dusun/Dukuh atau Desa/Kelurahan). Kemudian Ruang lingkup tugas kelompok kerja, antara lain;
a. Membangun pemahaman di antara anggota kelompok kerja b. Mengumpulkan data dan Informasi dasar
c. Berperan aktif dengan berbagai pihak
50
d. Motif masyarakat untuk menerapkan rencana aksi adaptasi dan mitigasi.
e. Mengidentifikasi tantangan/isu f. Memfasilitasi pemecahan masalah
B. Pembuatan Profil Kerentanan dan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca)
Tujuan membuat profil kerentanan dan emisi GRK di lokasi Kampung Iklim;
a. Mengidentifikasi dan mendialogkan asset penghidupan warga yang ada
b. Jenis ancaman bencana terkait iklim yang dapat mempengaruhi asset penghidupan tersebut
c. Jenis kegiatan yang berkontribusi terhadap peningkatan emisi GRK
Data Profil meliputi:
a. Data dasar
b. Data aktifitas harian masyarakat
c. Data indikator kerentanan dan resiko perubahan iklim d. Data kegiatan sumber emisi GRK
e. Peta Sumberdaya dan ancaman bencana terkait iklim f. Sejarah Desa dan kebencanaan
g. Kalender musim
h. Sketsa transek (Jalur pengambilan data)
51 i. Sketsa kebun dan rumah tangga 2. PERENCANAAN
A. Perencanaan pengembangan, peningkatan kapasitas, dan Kelembagaan Masyarakat
Perencanaan terhadap aspek peningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat dilakukan oleh kelompok kerja melalui:
a. Identifikasi kebutuhan pelatihan.
b. Perencanaan peningkatan kemampuan masyarakat antara lain:
sosialisasi, penyuluhan, pelatihan, pendidikan, studi banding, mengikuti seminar.
B. Penyusunan rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tingkat lokal berbasis masyarakat
Proses persiapan rencana tindakan mengacu pada data dan informasi yang telah dikumpulkan dalam tahap persiapan, termasuk hasil identifikasi kerentanan, risiko iklim dan sumber emisi gas rumah kaca. Untuk informasi tentang risiko iklim yang valid, dapat disajikan oleh pembicara atau ahli yang memiliki data. Hasil hasil kerentanan daerah setempat. Hasil perubahan iklim dalam kerentanan.
Ketika menyiapkan rencana aksi, semua hasil penelitian harus dijelaskan ulang, mengingatkan warga / komunitas dalam jenis yang ada dan tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas yang mereka miliki. Berdasarkan kondisi saat ini, penduduk / komunitas membahas dan merumuskan tujuan dan tujuan yang harus dicapai untuk
52
mengobati ancaman perubahan iklim. Untuk mengundang partisipasi masyarakat, beberapa cara dapat digunakan untuk menuangkan atau mengakomodasi ide yang ada. Selain itu, dibahas dalam formula yang mudah dipahami oleh warga / komunitas.
Kemudian hasil formulasi dituangkan untuk tujuan menggambarkan tujuan yang akan dicapai dan rencana kerja konkret yang dapat diimplementasikan, misalnya:
a. Warga masyarakat memahami perubahan iklim dan penyebabnya
b. Warga masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menyelamatkan diri dari ancaman bencana terkait iklim
c. Warga masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup dan sosial-ekonomi
d. Warga masyarakat memiliki lumbung pangan yang mampu menjamin ketersediaan pangan saat kondisi darurat kejadian bencana terkait iklim
e. Memiliki tabungan bersama yang dapat digunakan untuk proses pemulihan atau pembangunan kembali pada saat terjadi bencana terkait iklim.
3. PELAKSANAAN
A. Pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tingkat lokal berbasis masyarakat.
Setelah dokumen rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terdiri, langkah selanjutnya adalah menyetujui rencana tindak lanjut untuk implementasi
53
tindakan. Persiapan yang harus dilakukan adalah diskusi dengan para pendukung dan menentukan jadwal implementasi sesuai dengan skala prioritas.
Prioritas program dan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada umum dilakukan melalui tiga tahap, yaitu;
1. Penetapan prioritas lokasi sasaran pelaksanaan aksi adaptasi dan mitigasi
2. Penetapan prioritasasi bentuk aksi adaptasi dan mitigasi
3. Penetapan jangka waktu pelaksanaan langkah aksi adaptasi dan mitigasi
Atas dasar hasil perumusan program kerja yang telah disiapkan, perlu untuk menyetujui kegiatan prioritas yang paling layak yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat dengan mempertimbangkan keterampilan dan sumber daya yang tersedia. Untuk menentukan skala prioritas, perlu untuk menyetujui kriteria untuk memilih kegiatan prioritas, misalnya;
1. Kegiatan harus segera dilakukan karena akan berdampak buruk jika tidak dilakukan segera
2. Kegiatan tidak membutuhkan sumberdaya yang besar
3. Sumberdaya untuk menjalankan kegiatan tersebut telah tersedia di masyarakat
Penentuan prioritas lokasi untuk implementasi program / kegiatan aspek adaptasi terhadap perubahan iklim adalah merespons jenis ancaman pada dampak
54
perubahan iklim yang dihadapi masyarakat, seperti banjir, kekeringan, atau tanah longsor. Sedangkan dari aspek mitigasi perubahan iklim, prioritas dapat ditetapkan dalam kegiatan yang berkontribusi pada gas rumah kaca tertinggi dan / atau berpotensi untuk secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tindakan prioritas yang akan diimplementasikan juga harus dikonsultasikan dengan pemerintah daerah atau pendukung lain untuk mendapatkan informasi dan dukungan untuk implementasi lapangan.
Penentuan kalender untuk implementasi tindakan prioritas ditentukan setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak pendukung dan mempertimbangkan kapasitas independen masyarakat. Untuk mendukung tindakan adaptasi dan mitigasi masyarakat, kapasitas mereka harus ditingkatkan melalui pelatihan yang direncanakan sebelumnya. Pelatihan mencakup aspek teknis dan kelembagaan, yang dapat difasilitasi oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pendukung.
B. Peningkatan kapasitas akses sumberdaya, pendanaan, serta teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Dalam konteks implementasi program-program desa iklim, masyarakat harus ditingkatkan untuk mengakses sumber daya, pembiayaan dan akuisisi teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Akses ke sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya sosial.
Pembiayaan akses dapat berasal dari pemerintah, swasta, swadaya atau sumber daya
55
keuangan lainnya yang tidak dipaksakan. Teknologi mencakup pengetahuan dan dukungan untuk infrastruktur.
Keberadaan kelompok kerja selain memainkan peran dalam fasilitasi pembangunan dan implementasi pengendalian perubahan iklim di tingkat situs juga bertindak sebagai kekuatan pendorong untuk mengakses sumber daya, pembiayaan dan teknologi. Beberapa dari mereka sumber dana untuk mendukung implementasi Program Kampung Iklim;
a. Dana pemerintah pusat dan daerah b. Dana Pembangunan Desa
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
d. Dana Corporate Social Responsibility (CSR)
e. Dana pemberdayaan masyarakat (Community Development) 4. PENGEMBANGAN DAN PENGUATAN PROKLIM
Perkembangan dan penguatan proklim dilakukan sesuai dengan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara teratur oleh pelaksana Proklem.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengukur kemajuan pelaksanaan adaptasi, mitigasi dan kegiatan kelembagaan dan dukungan keberlanjutan menggunakan tabel kuesioner.
Kemudian hasil dari proses pemantauan dan evaluasi digunakan untuk meningkatkan implementasi kegiatan bukti terus menerus melalui perencanaan yang lebih baik. Dengan demikian, program nasional Kampung Iklim menuju masyarakat
56
yang berpola hidup rendah emisi dan berketahanan iklim dapat tercapai. Pelaksanaan ProKlim yang telah berjalan lebih dari 2 tahun diasumsikan diketahui keberhasilannya apabila diperbandingkan dengan kegiatan atau hasil dari tahun sebelumnya. Dari hasil evaluasi pelaksanaan aksi adaptasi dan mitigasi maka lokasi tersebut dapat diusulkan untuk dicatat menjadi kampung iklim.
2.2.3. Sustainable Development Goals (SDGs)
Berakhirnya MDGs pada 2015 masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada periode Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang akan dilaksanakan sampai dengan 2030. Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang telah dilaksanakan selama periode 2000-2015 memang telah membawa berbagai kemajuan. Sekitar 70 persen dari total indikator yang mengukur target MDGs telah berhasil dicapai oleh Indonesia. Akan tetapi, beberapa indikator yang mengukur target di bidang kesehatan masih cukup jauh dari capaian dan harus mendapatkan perhatian khusus. Target yang belum tercapai di antaranya adalah tingkat kemiskinan nasional. angka kematian bayi, angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi HIV dan AIDS serta beberapa indikator terkait lingkungan.
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) adalah Kegiatan pembangunan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang. Tujuan pengembangan itu sendiri harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan orang
57
untuk menikmati hidup dengan usia yang panjang, sehat, kreatif dan sejahtera. Pada dasarnya, pembangunan berkelanjutan, bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, dan memperoleh distribusi perkembangan yang sama antara generasi di masa sekarang dan masa depan.
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyetujui penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGS) berkomitmen untuk keberhasilan SDGS melalui berbagai kegiatan dan telah andil dalam pelaksanaannya. Serangkaian langkah yang telah ditempati Indonesia hingga akhir 2016 meliputi pemetaan antara tujuan dan tujuan SDGs dengan prioritas pembangunan nasional, (ii) memetakan ketersediaan data dan indikator SDGs dalam setiap tujuan dan tujuan, termasuk proxy Indikator, (iii) membuat persiapan definisi operasional untuk setiap indikator SDGs, (iv) menyusun peraturan presiden terkait dengan implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan, dan (v) persiapan Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah terkait dengan Implementasi SDG’s di Indonesia.
Untuk memastikan bahwa implementasi SDGS baik-baik saja, pemerintah telah membentuk sekretariat nasional pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Sekretariat Nasional SDGs bertanggung jawab untuk mengoordinasikan berbagai kegiatan yang terkait dengan implementasi SDGs di Indonesia. Beberapa pemangku kepentingan yang meliputi kementerian / lembaga, BPS, akademisi, pakar, organisasi masyarakat sipil dan filantropi dan bisnis telah berpartisipasi dalam berbagai proses persiapan untuk SDGS di Indonesia.
58
Dalam implementasinya, ada beberapa prinsip yang telah disepakati juga diadopsi oleh Indonesia. Prinsip pertama adalah universalitas. Prinsip ini mendorong penerapan SDGs di semua negara yang dikembangkan maupun negara berkembang.
Dalam konteks nasional, implementasi SDGs akan diterapkan di semua wilayah Indonesia. Prinsip kedua adalah integrasi. Prinsip ini berisi makna bahwa SDGs dilakukan secara terintegrasi dan keterkaitan dengan semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Prinsip kedua ini telah dipegang dengan kuat dalam persiapan rencana aksi khusus terkait dengan persiapan program dan kegiatan serta penganggaran. Prinsip akhir adalah “No One Left Behind” yang menjamin bahwa implementasi SDGs harus menguntungkan semua, terutama mereka yang rentan dan implementasinya melibatkan semua pemangku kepentingan. Prinsip ini juga telah diterapkan pada setiap tahap / proses penerapan SDG di Indonesia.
Gambar 2.3
Sustainable Development Goals
Sumber : Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
59
Konsep SDGs lahir pada Konferensi PBB di Rio de Jenairo tahun 2012 dan kemudian ditetapkan pada 25 September 2015. Tujuan dan target tersebut meliputi 3 dimensi pembangunan berkelanjutan yaitu, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam menjaga keseimbangan tiga dimensi pembangunan tersebut, maka SDGs memiliki 5 pondasi utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
Tabel 2.1
17 Tujuan Global Dari Sustainable Development Goals 17 Tujuan Global Dari Sustainable Development Goals
No Tujuan
1 Tanpa kemiskinan Mengentas segala bentuk kemiskinan di seluruh tempat.
2 Tanpa kelaparan Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.
3 Kehidupan sehat dan Sejahtera
Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
4 Pendidikan berkualitas Memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan
inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
5 Kesetaraan gender Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
6 Air bersih dan sanitasi Layak
Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.
7 Energi bersih dan Terjangkau
Memastikan akses pada energy yang terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8 Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
Mempromosikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan yang layak untuk semua.
9 Industri, inovasi dan infrastruktur
Membangun infrastruktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan, dan mendorong inovasi.
60 10 Berkurangnya
Kesenjangan
Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.
11 Kota dan komunitas Berkelanjutan
Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan.
12 Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13 Penanganan perubahan iklim
Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya.
14 Ekosistem laut Perlindungan dan penggunaan samudera, laut dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
15 Ekosistem darat Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
16 Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh
Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif.
17 Kemitraan untuk mencapai tujuan
Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.
Sumber : Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan pembangunan berkelanjutan mengandung 17 transformator yang disepakati dan berlaku untuk semua negara anggota PBB. Untuk tujuan pembangunan berkelanjutan tanpa kemiskinan dalam poin-poin penting yang sangat diprioritaskan sehingga semua negara di seluruh dunia segera diselesaikan. Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) menghadirkan hak-hak dasar kebutuhan manusia yang memenuhi komitmen umum di antara semua negara anggota dunia. Melalui SDGs, diharapkan masalah kemiskinan akan terus diatasi dan bahwa itu bukan lagi masalah global yang mendesak dan harus diselesaikan.
2.2.3.1. Program Iklim Sebagai langkah untuk Melawan Perubahan Iklim dan Dampaknya
61
Perubahan iklim telah menjadi fokus pertimbangan dalam perumusan keadilan dan tujuan pembangunan berkelanjutan. Mengingat kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim, pemerintah memelihara masalah perubahan iklim dalam RPJMN 2015-2019 dan selanjutnya mengintegrasikan tindakan perubahan iklim dengan entitas institusional melalui Peraturan Presiden 16 tahun 2015 tentang pelatihan kontrol perubahan iklim, Kementerian Lingkungan DJPPI dan Kehutanan.
Direktorat Umum Kontrol Perubahan Iklim (DJPPI) bertindak sebagai titik fokus nasional dalam pengendalian perubahan iklim sesuai kebutuhan oleh P.18 / Menlhk-11/2015 Candy. DJPPI bertanggung jawab untuk mengoordinasikan formulasi dan implementasi kebijakan di bidang kontrol perubahan iklim, termasuk fungsi mitigasi, adaptasi, penurunan emisi gas rumah kaca, penurunan dan eliminasi ozon crusher, mobilisasi sumber daya, inventarisasi gas rumah kaca, pemantauan, laporan, dan verifikasi perubahan iklim dan kontrol hutan dan api darat.
Di bawah koordinasi Direktorat Umum PPI, langkah-langkah pengendalian perubahan iklim bertujuan untuk mengintegrasikan dengan rencana pembangunan berkelanjutan dari kandungan karbon rendah. Sinergi ini akan membantu menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang adil dan inklusif bagi masyarakat Indonesia baik di masa sekarang maupun di masa depan untuk pengembangan ketahanan iklim berkelanjutan.
Kompleksitas penanganan perubahan iklim membutuhkan pendekatan yang sesuai dengan unsur-unsur integrasi, sinergi, konsistensi dan dapat diukur. Langkah-langkah
62
kontrol perubahan iklim akan berada dalam tujuan dan, sesuai dengan proses dan kemajuan, dapat diukur, diangkut dan transparan.
Dukungan internasional untuk Indonesia di penurunan emisi juga mulai dari Indonesia membentuk komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 dan 41% dari tingkat business as usual (bau) pada tahun 2020. Dukungan untuk mempersiapkan dan Terapkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang datang melalui karya bilateral, regional dan multilateral skema yang sama dan melalui mitigasi internasional dan adaptasi perubahan iklim. Dukungan internasional memasuki Indonesia melalui berbagai saluran, antara lain melalui pemerintahan terpusat dan sektoral, pemerintah daerah, LSM, dan melalui lembaga-lembaga internasional yang berbasis di Indonesia. Mitigasi Nasional dan adaptasi terhadap upaya perubahan iklim di tingkat lokasi juga melibatkan dukungan sumber daya internal dari berbagai pemangku kepentingan, baik untuk pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah dan sektor swasta. Tentu saja, keragaman dukungan dan distribusi jika tidak. Mereka berhasil melalui mekanisme koordinasi yang kuat akan menyebabkan inefisiensi dan inefisiensi dan dapat menyebabkan kesenjangan antara saham (tindakan). dan dukungan (support) klaim dari para pihak atau negara-negara yang memberikan dukungan.
Selain registri publik yang dikelola oleh Sekretariat UNFCCC, Indonesia juga perlu membangun sistem Regsitri nasional (SRN), yang merupakan persatuan dengan kerangka kerja MRV. Pembangunan sistem pendaftaran nasional diperlukan sebagai bagian dari implementasi kerangka transparansi untuk Perjanjian Paris. Sistem
63
Registrasi Nasional (SRN) adalah sarana untuk integrasi tindakan dan sumber daya yang terkait dengan perubahan iklim untuk menghindari perhitungan tindakan dan beberapa sumber daya, serta pada saat yang sama dengan alat koordinasi dan, pada saat yang sama, dengan penilaian alat Sejauh mana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dilakukan dengan beberapa dukungan sumber energi.
Namun, SRN, ini berisi misi untuk menerapkan manajemen yang baik, pembukaan dan transparansi informasi. Diharapkan semua tindakan dan sumber daya saat ini, yang telah dan akan dicatat dalam sistem pendaftaran nasional, sehingga data dan informasi yang disarankan dapat digunakan sebagai dasar untuk laporan nasional kepada Sekretariat UNFCCC. Sebagai negara yang telah meratifikasi perjanjian Paris yang mengumpulkan transparansi kerangka kerja sesuai dengan komitmen dan tanggung jawab Indonesia untuk dunia internasional dan seluruh masyarakat sehubungan dengan kontrol perubahan iklim, inilah saatnya bagi Indonesia untuk mendukung internasional Pendaftaran publik, dengan membangun sistem kontrol pendaftaran nasional dalam perubahan iklim di Indonesia.