• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sistem multi-partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara cultural maupun secara sosial ekonomi. Setiap golongan dalam masyarakat cenderung memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan umum, yang terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen.1

Sistem multi-partai di Indonesia diterapkan mengiringi Pemilu 1999 sebagai bagian dari tuntutan reformasi tidak diperhitungkan secara cermat sebagai sarana memodernisasikan masyarakat, dan melupakan bahwa sistem multi partai relatif lebih mudah menumbuhkan instabilitas dari pada di negara yang menganut sistem satu-partai, atau pun sistem dua-partai. Pada hakikatnya sistem multi partai itu tidak banyak berbeda dengan tiadanya partai dalam masyarakat.

Dengan demikian, bila timbul kekecewaan terhadap badan legislative dan pemerintah hasil Pemilu sebenarnya sudah dapar diperkirakan sebelumnya jika yang tumbuh pada saat itu adalah rasionalitas dalam kehidupan politik Indonesia, jika melihat hasil pemilu pasca reformasi dan amandemen UU 1945, maka bangsa ini boleh dikatakan tergesa-gesa mengambil keputusan menerapkan sistem multi- partai yang susungguhnya berlawanan dengan kondisi Indonesia membutuhkan stabilitas. Bahkan pada keadaan pemerintahan stabil pun, sistem multi partai yang kita kembangkan tidak cocok bila bercermin dinegara maju dan stabil

1 Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. 2010. Jakarta : KPG. Hal.161-162.

(2)

pemerintahannya seperti Amerika Serikat yang tidak menganut sistem multi partai.

Pasca berakhirnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapatkan kesempatan untuk mendirikan partai, atas dasar itu pemerintah mengeluarkan UU No.2/1999 tentang partai politik. Perubahan yang didambakan adalah mendirikan suatu sistem dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi juga tidak memberikan peluang kepada eksekutif untuk terlalu kuat. Sebaliknya, kekuatan eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara atau nevengeschikt sebagaimana diamanatkan didalam UUD 1945.

Pada pemilihan umum 1999 jumlah partai politik yang memenuhi syarat menjadi peserta pemilu 48 partai politi, dimana perolehan suara enam besar dalam pemilu 1999 yaitu: PDIP dengan 33,11 % suara dan 153 kursi, Partai Golkar dengan 25,97% suara dan 120 kursi, PPP 12,55 % suara dan 58 kursi, PKB dengan 11,03 % dan 51 kursi, PAN 7,35 % suara dan 34 kursi, PBB dengan 2,81

% suara dan 13 kursi. PDIP yang memperoleh suara paling banyak, ternyata tidak dapat menjadikan Megawati Soekarno Putri (ketua umum) menjadi presiden RI yang keempat. Dengan adanya koalisi partai islam dan beberapa partai baru menjadi kubu tersendiri di DPR, yang dikenal dengan poros tengah, posisi PDIP menjadi lemah. Pada saat itu koalisi partai-partai islam berhasil memenangkan Kyai H. Abdurrahman Wahid dari PKB yang hanya memperoleh 51 kursi di DPR.2

Pada pemilihan umum 2004 yang lolos seleksi ada 24 partai. Dimana hasil pemilu 2004 enam besar yaitu Partai Golkar dengan 21,58 % suara dan 128 kursi, PDIP dengan 18,53 suara dan 109 kursi, PKB 10,57 suara dan 52 kursi, PPP dengan 8,15 % dan 58 kursi, Partai Demokrat 7,45 % dan 57 kursi.

3

2 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 450

Pemilu 2004

3Miriam Budiardjo. Ibid., 454

(3)

adalah pemilu pertama di Indonesia yang presiden dan wakil presidennya dipilih langsung oleh rakyat. Dimana menurut Pasal 5 UU No.23 tahun 2003 tentang syarat partai politik mencalonkan presiden dan wakil presiden adalah 15 % dari jumlah kursi di DPR atau 20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif. Hal ini jelas bahwa hanya Partai Golkar dan PDIP yang dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden sendiri. Namun faktanya justru Partai Demokrat yang hanya memperoleh 7,45 % suara berhasil mengantarkan Ketua Dewan Pembinanya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden kelima Republik Indonesia dengan dibantu koalisi PKS , PBB, dan PKPI.4

Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif, dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik.

Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Dalam sistem presidensial, pemilu diadakan dua kali pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden.5

Sejarah pemerintahan presidensial Indonesia dimulai sejak diberlakukannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi negara. Pelembagaan sistem presidensial itu dimulai bersamaan dengan kelahiran Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tepatnya sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI, UUD sebagai konstitusi tertinggi yang kemudian dikenal dengan UUD 1945 disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

4 Hanta Yuda. 2010. Presidensialisme Setengah Hati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal 66

5 Seta basri. Pengantar ilmu Politik. 2011. Yogyakarta : Indiebookcorner. Hal.50

(4)

(PPKI). Sejak 18 Agustus 1945, sistem presidensial secara resmi dilembagakan melalui konstitusi.6

Sistem presidensial yang digunakan oleh UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar bagi presiden, disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Hal ini tercantum pada pasal 5 ayat 1 UUD 1945 sebelum amandemen. Pada masa itu terjadi pencarian jati diri demokrasi demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, salah satu contohnya adalah ketika perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer yang dimulai pada tanggal 14 November 1945. Sistem ini selanjutnya dikukuhkan dalam UUD RIS 1949.

Perubahan ini dianggap perlu untuk mendorong proses demokratisasi dan mengatasi kecaman-kecaman dari pihak sekutu yang menanggap kemerdekaan Indonesia adalah rekayasa Jepang. Namun sistem parlementer ini tidak bertahan lama. Pada awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan peran penting dalam proses membuat keputusan-keputusan. Wakil-wakil partai duduk dalam kabinet, tetapi stabilitas politik tidak juga tercapai,tidak adanya partai dengan mayoritas yang jelas menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antara partai besar dengan partai-partai kecil. Dan biasanya koalisi ini hanya bertahan kira-kira satu tahun.7

Oleh sebab itu, Presiden Soekarno memaklumatkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk:

(1) kembali ke Undang-Undang Dasar RI 1945; (2) membubarkan DPR dan konstituante; (3) membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Anggota DPRS ini ditunjuk langsung oleh presiden dengan mencoba menerapkan apa yang disebut dengan Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy).8

Pada masa pemerintahan Soekarno, pasca dekrit presiden 5 Juli 1959, pemerintahan orde lama terpusat pada keputusan presiden, karena pada waktu itu

6 Hanta Yuda AR Op.Cit., Hal.78

7 Prof.Miriam Budiardjo. Op.Cit., Hal 426-428

8 Hafied Cangara. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Press. Hal.239

(5)

keputusan MPRS menetapkan Presiden Soekarno menjadi presiden seumur hidup di Indonesia dan pemerintahan Soekarno disebut dengan demokrasi terpimpin.

Selain itu, berdasarkan penetapan presiden no.14/1960, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan untuk mencapai mufakat dalam suatu hal atau suatu rancangan undang-undang.

Hal ini juga berlanjut pada masa orde baru dimasa pemerintahan Soeharto.

Pada saat itu dominasi dan peran Soeharto sangat dominan bersama ABRI, Golongan Karya, dan Birokrasi. Soeharto menjalankan pemerintahan yang sentralistik dan terpusat sehingga kedudukan Soeharto sebagai presiden sangat dominan yang menyebabkan tidak satupun elit politik nasional yang dapat dianggap sebagai calon pengganti Soeharto, mereka hanya dianggap sebagai orang-orang yang mengikuti Soeharto. Mereka bersaing dengan mereka sendiri untuk mendapatkan posisi terdekat dengan Soeharto, tidak satupun tokoh-tokoh pada masa orde baru yang mau bersaing langsung dengan Soeharto.9

Pada masa Orde Baru, pemerintah menyederhanakan partai politik sehingga hanya tinggal 2 partai dan 1 golongan karya yang dapat berlaga dalam pemilu, dan selain itu tidak boleh ada partai lain. Dengan sistem yang otoriter tersebut, maka terciptalah sistem pemerintahan presidensial yang otoriter, atau Mahfud MD menyebutnya sebagai Rezim Otoriter Birokratis. Dengan melakukan politik hukum seperti ini, maka pada masa pemerintahan Presiden Soeharto memang gejolak politik bisa ditekan dengan membatasi jumlah partai yang ada di DPR, bahkan pelarangan untuk mendirikan partai baru.10

Langkah terobosan yang dilakukan pada masa reformasi adalah amandemen UUD 1945 yang mengubah UUD 1945 secara drastis sehingga lebih demokratis.

UUD 1945 hasil amandemen memperkuat sistem presidensial di Indonesia. Salah satu contohnya dengan mengadakan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Disamping itu, UUD 1945 hasil

9 Miriam Budiardjo. Op.Cit. hal.312

10 Hafied Cangara. Op.Cit., hal 256

(6)

amandemen mempersulit pemecatan (impeachment) presiden oleh MPR.

Disamping itu, dalam sistem presidensial, presiden memiliki hak preogratif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri sebagai pembantunya.

Faktanya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004-2009 tidak sepenuhnya dapat menjalankan sistem presidensial tersebut. Hal ini disebabkan oleh suara partai demokrat pada pemilu legislatif 2004 sangat rendah (7,45 %) yang membutuhkan koalisi partai lain untuk mengikuti pemilihan presiden yang berdasarkan Pasal 5 UU No.23 tahun 2003 harus memiliki 15 % suara partai atau 20 % kursi di DPR, sehingga ada kontrak politik tentang penyusunan kabinet ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi presiden.

Tidak hanya itu setelah terpilih, SBY harus membagi kekuasaan dengan wakil presiden Jusuf Kalla yang memang adalah ketua umum Partai Golkar yang memiliki 21,58 % suara atau 128 kursi sehingga Partai Golkar lebih mendominasi parlemen daripada Partai Demokrat. Hal ini membuat kebijakan-kebijakan yang diambil harus atas persetujuan Partai Golkar sehingga wakil presiden Jusuf Kalla memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam menentukan kebijakan daripada Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan presiden.

Ketidakstabilan dalam sistem presidensial di Indonesia yang mana ketidakstabilan pemerintahan dalam sistem presidensial diyakini semakin terlihat bila dipadukan dengan sistem multipartai. Perpaduan ini diyakini akan cenderung melahirkan presiden minoritas dan pemerintahan terbelah. Kondisi ini terjadi ketika presiden sangat sulit mendapat dukungan politik di parlemen. Pengalaman di negara-negara Amerika Latin misalnya, perpaduan sistem presidensial dan multipartai dianggap telah mengalami kegagalan dan menghadirkan demokrasi yang destruktif.

Sementara itu, sistem multipartai yang kita anut dapat menyebabkan disharmonisasi antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang bisa mengarah pada kebuntuan antar kedua lembaga tersebut apabila yang menguasai

(7)

lembaga kepresidenan dan yang menguasai parlemen dari partai yang berbeda.

Salah satu kelemahan sistem presidensial dalam hal ini adalah ketegangan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Jika presiden mewakili salah satu partai dan parlemen mewakili partai lain, maka kesempatan presiden untuk bisa menyelesaikan kegiatan sesuai dengan UU akan terlambat sekalipun dalam keadaan yang terbaik ia tetap membutuhkan para politisi di parlemen.

Kondisi pemerintahan presidensial di Indonesia pada periode 2004-2009 yang tidak stabil dan tidak konsisten dalam mengimplementasikan UUD 1945 tentang sistem presidensial di Indonesia. Koalisi kabinet yang terbangun di Indonesia pada periode ini merupakan koalisi yang sifatnya sementara dan pragmatis karena hanya didasarkan pada kepentingan elit partai politik dan kepentingan kekuasaan.

Koalisi yang terbangun tidak lagi didasari oleh faktor ideology atau persamaan tujuan dan cita-cita partai politik tersebut. Disisi lain kewenangan dan hak preogratif presiden dalam menentukan kabinet tidak didasari oleh konsep zaken kabinet tetapi atas pertimbangan dan perimbangan partai politik di parlemen. Ada sesuatu yang tidak lazim dalam pemerintahan presidensial di Indonesia, yaitu kekuasaan parlemen lebih kuat dari kekuasaan presiden dalam memerintah yang membuat sistem pemerintahan di Indonesia seakan menganut sistem parlementer, hal tersebutlah yang membuat saya tertarik untuk meneliti tentang pengaruh sistem multipartai terhadap sistem presidensial di Indonesia.

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “Bagaimana pengaruh sistem multi-partai terhadap sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla periode 2004-2009 ”.

I.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi

(8)

faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraisan yang sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis yaitu :

1. Faktor penentu terbentuknya partai-partai koalisi yang mengusung Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden.

2. Pengaruh dari Jusuf Kalla sebagai ketua umum Golkar terhadap kebijakan- kebijakan pemerintah

I.4. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana sistem multi-partai di Indonesia

2. Memahami bagaimana sistem presidensial di Indonesia

3. Mengetahui pengaruh sistem multi-partai terhadap sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono- Jusuf Kalla periode 2004-2009.

I.5. Signifikansi Penelitian

1. Secara pribadi penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti dalam melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai Partai Politik, sistem Pemerintahan dan memberi solusi atas permasalahan bangsa.

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu

(9)

pengetahuan dalam Ilmu Politik, dan menjadi referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fisip USU

I.6. Kerangka Teori 6.1. Partai Politik

Partai politik adalah organisasi yang beroperasi dalam sistem politik. Dan partai politik juga dianggap sebagai perwujudan atau lambang dari negara modern. Maka tak heran bila hampir semua negara demokrasi maupun negara komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik.

Sebuah definisi klasik mengenai partai politik diajukan Edmund Burke pada tahun 1839 dalam tulisannya:

Thuoughts on the Cause of the Present Disconents. Burke menyatakan bahwa, party is a body of men united, for promoting by their joint endeavors the national interest, upon some particular principle upon which they are all agreed. (partai politik adalah lembaga yang terdiri atas orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan kepentingan nasional bersama-sama, berdasar pada prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui)11

Selain Burke, Carl Friedrich mengajukan pengertiannya tentang partai politik, yakni partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin materil dan ide kepada anggotanya. Sementara itu Soltau menjelaskan partai politik sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, dan memanfaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat. 12

11 Seta Basri. Op.Cit., Hal.117

12 Ramlan Surbakti. Op.Cit., Hal. 148

(10)

Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.

Berikut ini dikemukakan sejumlah fungsi partai politik:

a. Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialiasasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

b. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau manakala partai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.

c. Partisipasi Politik

Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud antara lain

(11)

mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong, dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik.

d. Agregasi Kepentingan

Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acapkali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi mutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dengan kehendak untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan.Untuk menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai politik dibentuk.

e. Komunikasi Politik

Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik dinegara totaliter tetapi juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan oleh partai-partai politik dalam sistem politik demokrasi.

(12)

Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak langsung menyampaikan informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat keperintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi dapat dengan mudah memahami dan kemudian memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

f. Pengendalian Konflik

Konflik yang dimaksud disini adalah dalam arti luas, mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik merupakan gejala yang sukar dielakkan.

Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik.

g. Kontrol Politik

Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam melakukan suatu kontrol politik atau pengawasan, harus ada tolok ukur yang jelas sehingga kegiatan itu bersifat objektif.

Tolok ukur suatu kontrol politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan kedalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang- undangan. Tujuan kontrol politik adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolok ukur tersebut. Fungsi kontrol ini

(13)

merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus menerus.13

Setiap partai politik memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Richard S.Katz ada beberapa tipologi partai politik:

1.Partai Elit

Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang.

Partai ini juga didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk didalam parlemen.

2.Partai Massa

Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tersingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai daripada ideologi atau kebijakan.

3.Partai Catch-All

Partai jenis ini dipermukaan hampir sama dengan partai massa. Namun perbedaannya dengan partai massa yang mendasar adalah kalau partai massa mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu, partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu

13 Ramlan Surbakti. Ibid. Hal. 149-154

(14)

setiap kali kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.

4.Partai Kartel

Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka ditingkat parlemen. Untuk mengatasinya, para pemimpin partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi.

5.Partai Integratif

Partai jenis ini berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih dan membuat mereka menjadi anggota partai. Mereka melakukan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.14

6.2. Sistem Multi Partai

Klasifikasi partai politik menurut jumlah sistem partai yang ada dalam suatu negara, klasifikasi ini dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties, yaitu Sistem partai tunggal (one-party system), Sistem dwi partai (two-party system), Sistem multi partai (multi-party system) 15

Sejarah mencatat untuk pertama kali partai politik tumbuh dan berkembang di negara-negara Eropa Barat merupakan satu tahap agar pemerintahan yang dijalankan harus berdasarkan konstitusi dan perwakilan. Hasil pembangunan politiknya telah mampu membatasi kekuasaan monarki absolut dan perluasan hak- hak warga negara, keberhasilan inilah yang mendorong meletusnya gagasan

14 Seta Basri. Op.Cit. Hal.122

15 A.Rahman H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.105-107

(15)

bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik berfungsi menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah dimana rakyat menentukan pilihannya dengan leluasa, memperjuangkan kepentingannya, mengkritik rezim yang memerintah, dan melakukan tata hubungan politik.16

Sistem multi partai merupakan suatu sitem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara cultural maupun secara sosial ekonomi. Setiap golongan dalam masyarakat cenderung memelihara keterikatan dengan asal usul budayanya dan memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik tersendiri karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melaui pemilihan umum, yang terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen.17

Penyebab adanya sistem multi partai ini adalah karena adanya aneka ragam suku, agama, ras, dan golongan yang ada dalam suatu negara. Negara-negara yang menganut sistem ini adalah Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dan sebagainya.

Dalam sistem ini tidak ada partai yang memiliki suara mayoritas di Parlemen, oleh karenanya harus melakukan koalisi agar pemerintahan dapat berjalan dengan stabil. Dalam implementasinya pemerintahan yang demikian ini harus selalu mengutamakan musyawarah dan kompromi. Namun apabila terdapat satu partai yang mendominasi, stabilitas politik dapat lebih dijamin. India sering dikemukan sebagai negara dimana terdapat dominasi satu partai (one party dominance), tetapi karena suasuanakompetitif maka pola dominasi setiap waktu dapat berubah.18

16 Arifin Rahman. 2002. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: SIC. Hal.92

17 Ramlan Surbakti.Op.Cit.,. Hal.161-162.

18 Drs. Haryanto. 1982. Sistem Politik: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. hal 98

(16)

Sistem multi partai adalah sistem kepartaian di mana di dalam negara atau badan perwakilan terdapat lebih dari dua partai politik dan tidak ada satu pun partai yang memegang mayoritas mutlak. Sistem multi partai dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik dibandingkan dengan sistem dua partai. Hal-hal yang mendorong berkembangnya sistem multi partai adalah keanekaragaman komposisi masyarakat. Mengapa demikian? Karena perbedaan- perbedaan ras, agama, dan suku merupakan faktor yang sangat kuat untuk menyatukan ikatan dalam satu wadah. Sistem multi partai lazimnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas untuk tumbuhnya partai-partai dan golongan-golongan kecil.

Pola multipartai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang (proportional representation) yang memberikan kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem ini partai- partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan.19

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan memiliki pluralitas sosial yang sangat kompleks.

Komposisi masyarakat Indonesia terdiri atas suku, agama, dan identitas agama yang sangat majemuk. Struktur sosial masyarakat hampir memiliki hubungan searah dengan tipologi partai politik diIndonesia hal ini dibuktikan dari partai politik di Indonesia yang kebanyakan masih dilandasi faktor ideologi dan faktor identitas politik tertentu. Idealnya sesuai dengan fungsi dan tujuannya partai politik didirikan sebagai wadah artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat.

Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat yang memiliki struktur sosial yang terlalu kompleks dan majemuk, sehingga sistem dwi partai di Amerika Serikat sangat mapan dan cocok dengan karakter masyarakatnya, sementara Indonesia

19 Miriam Budiardjo. 1996. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 210

(17)

memiliki kompleksitas struktur sosial masyarakat yang majemuk sehingga sistem multi partai menjadi sistem yang sulit dihindari sebagai konsekuensi demokrasi dalam kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi.

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan memiliki tingkat pluralitas sosial yang sangat kompleks.

Komposisi masyrakat Indonesia terdiri dari suku, agama, dan identitas kedaerahan yang sangat majemuk. Idealnya, sesuai dengan fungsi pembentukannya, partai politik didirikan sebagai wadah artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat.

Selain itu partai politik juga merupakan representasi kemajemukan masyarakat dan sebagai institusi perwakilan politik bagi berbagai lapisan masyarakat, seperti kalangan profesional, buruh, petani, dan kelompok masyarakat lainnya.

Konsekuensi umum yang telah menjadi karakteristik penerapan sistem multipartai adalah tingkat pelembagaan sistem kepartaian rendah. Pengalaman beberapa negara yang sedang mengalami transisi politik yang menerapkan sistem multipartai cenderung menciptakan sistem partai yang mudah retak (fragile) dan dengan tingkat pelembagaan yang rendah. Akibatnya gejala perpecahan internal partai cukup menjadi kendala yang harus dialami oleh partai. Fenomena ini, diikuti oleh bertambahnya jumlah partai akan menyebabkan munculnya gejala ketidakmampuan partai memelihara disiplin anggotanya yang mengakibatkan terjadinya perpindahan politisi dari satu partai ke partai yang lain.

Ada tiga aspek realitas politik Indonesia yang berperan dalam pelembagaan sistem multi partai, khususnya di Indonesia. Pertama, pluralitas masyarakat, yaitu tingkat pluralitas sosial masyrakat, baik itu pluralitas dari stratifikasi sosial yang bersifat horizontal (suku, agama, ras, daerah) maupun stratifikasi sosial yang bersifat vertikal. Kedua, faktor sejarah dan budaya politik. Ketiga, dukungan desain pemilihan umum, yang memiliki efek secara tidak langsung bagi berjalannya sistem multi partai. Faktor utamanya adalah kemajemukan masyarakat. Faktor ini yang menyebabkan keniscayaan bagi penerapan sistem

(18)

multipartai, sementara kemajemukan masyarakat merupakan sesuatu yang bersifat pemberian dalam struktur masyarakat Indonesia. Faktor kedua, sejarah dan sosio- kultural masyarakat, merupakan faktor pendukung bagi terbentuknya sistem multi partai. Multi partai akan semakin bagus ketika ditopang sistem pemilihan proporsional. Penerapan sistem pemilu proporsional menjadi faktor ketiga bagi terbentuknya sistem multi partai. Dan ketiga faktor ini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan mempengaruhi.

6.3. Sistem Pemerintahan Presidensial

Pengertian pemerintahan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu dari segi kegiatan (dinamika), struktur fungsional, dan dari segi tugas dan wewenang (fungsi). Apabila ditinjau dari segi dinamika, pemerintahan berarti kegiatan atau usaha yang teroganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Dan jika ditinjau dari struktur fungsional, pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi terciptanya tujuan negara. Lalu ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan negara, pemerintah berarti seluruh tugas dan kewenangan negara. Menurut ketiga bahasan diatas dapatlah disimpulkan bahwa pemerintahan merupakan segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan wewenang negara.20

Sistem presidensial berawal dari lahirnya negara baru Amerika Serikat buah dari perjuangan rakyat koloni Inggris di Benua Amerika untuk memiliki pemerintahan sendiri lepas dari pusat kekuasaan, Kerajaan Inggris. Keinginan rakyat Amerika sudah tentu berbenturan dengan Inggris yang tidak ingin wilayah koloninya lepas dari induk. Kehendak mereka untuk merdeka akhirnya ditempuh Dan sistem pemerintahan terdiri atas dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial.

20 Ramlan Surbakti. Op.Cit. Hal:215

(19)

melalui peperangan (1775-1783). Rakyat koloni akhirnya menyatakan dirinya merdeka sebagai bangsa Amerika. Namun akibat peperangan tersebut mengakibatkan muramnya kondisi perekonomian. Beberapa wilayah bekas koloni yang baru saja merdeka sepakat membentuk negara baru dengan sistem federasi.

Negara Amerika dibentuk berdasarkan prinsip adanya pemerintah federal (pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian dibawah setiap anggota federasi sepakat untuk menghargai eksistensi wilayah masing-masing).21

Saat itu, para pendiri bangsa sadar bahwa untuk keluar dari kesulitan dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Pemerintahan dengan landasan sistem yang kuat dimana konstitusi negara harus kuat dan kokoh. Bangsa Amerika berhasil mentransformasikan pemimpin yang ideal melalui bentuk negara republik dibawah kepemimpinan figur yang dipilih rakyat.

Dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak tergantung pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu.

Kebebasan badan eksekutif terhadap badan legislatif mengakibatkan kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Lagipula menteri- menteri dalam kabinet presidensial dapat dipilih menurut kebijaksanaan presiden sendiri tanpa menghiraukan tuntutan-tuntutan partai politik. Dengan demikian pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor lain yang dianggap penting. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat, Pakistan dalam masa Demokrasi Dasar (1958-1969), dan Indonesia di bawah UUD 1945.22

Prinsip-prinsip dasar atau ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu:

1. Majelis tetap menjadi majelis saja, tidak ada peleburan fungsi eksekutif dan legislatif

21 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik (Mengapa ada Negara Gagal Melaksanakan Demokrasi). 2007. Bandung: Fokus Media. Hal.127

22 Prof. Miriam Budiardjo. Op.Cit. Hal.303

(20)

2. Eksekutif tidak dibagi, hanya ada seorang presiden yang dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu. Presiden dipilih untuk masa jabatan yang pasti, dan dibatasi untuk beberapa kali masa jabatan

3. Kepala pemerintahan adalah kepala negara

4. Presiden mengangkat kepala departemen/menteri yang merupakan bawahannya

5. Presiden adalah eksekutif tunggal, pemerintahan presidensial cenderung bersifat individual

6. Anggota majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan sebaliknya

7. Eksekutif bertanggung jawab kepada Konstitusi. Majelis meminta presiden bertanggung jawab kepada konstitusi melalui proses dakwaan atau mosi tidak percaya

8. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa majelis. Majelis tidak dapat mencopot presiden dari jabatannya, begitupun presiden tidak dapat membubarkan majelis. Sistem ini merupakan sistem check and balance.

Sistem ini memperlihatkan kesalingtergantungan antara eksekutif dan legislatif

9. Majelis berkedudukan lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintahan lain dan tidak ada peleburan bagian eksekutif dan legislatif seperti dalam sebuah parlemen. Badan eksekutif dan legislatif akan saling mengawasi dan mengimbangi dan tak satupun yang lebih dominan

10. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada para pemilih. Pemerintah presidensial bergantung pada suara rakyat, apabila anggota majelis mewakili konstituennya, maka presiden mewakili seluruh rakyat

(21)

11. Tidak ada fokus/konsentrasi kekuasaan dalam sistem politik, yang ada adalah pembagian/fragmentasi kekuasaan.23

Matthew Soberg Shugart menyatakan bentuk murni dari presidensial adalah:

1. Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung dan ia merupakan “kepala eksekutif”

2. Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling bergantung

3. Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan memiliki sejumlah kewenangan pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.24

Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional.keduanya independen saru sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda. Posisi legislatif tidak lebih tinggi dibanding eksekutif dan demikian pula sebaliknya. Namun, eksekutif dan legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional) seputar keputusan-keputusan atau kebijakan- kebijakan politik bergantung permasalahan yang mengemuka.

Menurut S.L Witman dan J.J. Wuest tentang ciri-ciri sistem presidensial adalah:

1. It is based upon the separation of powers principle; (berdasarkan atas prinsip pemisahan kekuasaan)

2. The executive has no power to dissolve the legislature nor must he resign when he loses the support of the majorityof its membership; (eksekutif

tidak mempunyai kewenangan untuk membubarkan legislatif atau eksekutif tidak harus mengundurkan diri ketika kehilangan dukungan dari mayoritas keanggotaan di legislatif)

23 Douglas V.Verney dan Arend Lijphart. Sistem Pemerintahan Perlementer dan Presidensial. 1995. Jakarta:

Raja Grafindo Persada. Hal. 43.

24 Seta Basri. Op.Cit. Hal.51

(22)

3. There in no mutual responsibility between the President and his cabinet;

the letter is wholly responsible to the chief executive; (tidak ada hubungan

pertanggungjawaban antara Presiden dengan kabinetnya, kabinet secara keseluruhan bertanggung jawab kepada kepala pemerintahan

4. The executive is chosen by the electorate;(eksekutif dipilih oleh pemilih atau dipilih langsung) 25

Dalam sistem presidensial peran dan karakter individu presiden lebih menonjol dibanding dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik. Oleh karena itu, jabatan presiden hanya dijabat oleh seorang yang dipilih rakyat dalam pemilu yang berarti bahwa presiden bertanggung jawab langsung pada rakyat.

Dalam sistem ini presiden dipilih oleh rakyat maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat pemilih sehingga kedudukan eksekutif tidak bergantung pada parlemen. Sebagai kepala eksekutif presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet tidak tergantung dan tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari parlemen, maka para menteri tidak bisa dihentikan oleh parlemen. Komposisi kabinet dalam sistem presidensial bukan berasal dari proses tawar menawar dengan partai yang berarti sifat kabinet adalah kabinet profesional atau kabinet keahlian. Jabatan menteri tidak didasarkan pada latar belakang politik tetapi pada penilaian visi, pengetahuan dan kemampuan mengelola departemen.

Dalam sistem presidensial, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang langsung oleh presiden. Selaku kepala negara presiden adalah simbol representasi negara atau simbol pemersatu bangsa sementara selaku kepala pemerintahan presiden harus bertanggung jawab penuh pada jalannya pemerintahan.

25 Lily Romly. 2008. Pemilu 2009 dan Konsolidasi Demokrasi. Jakarta: CV.Alika. Hal 54

(23)

I.7. Metodologi Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif (melukisakan). Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data- data yang ada. Penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.26 Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, seta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.27

7.1 Jenis Penelitian .

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodelogi kualitaif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.28

26 Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitaif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 42

Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

27 Sanafiah Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. hal. 20

28 Mohammad Natsir. 1983. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia. hal. 105

(24)

7.2. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung kepada sumbernya, misalnya dengan mewawancarai tokoh/pelaku sejarah. Dan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber seperti buku, majalah, laporan, jurnal, dan lain-lain.

7.3. Teknik Analisis Data

Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu Bagaimana sistem multi partai di Indonesia dan sistem presidensial di Indonesia

(25)

BAB III : ANALISIS DATA

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, serta internet dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil survei menunjukkan bahwa setelah dilakukan sosialisasi dan aplikasi pelepasan jantan mandul ke rumah-rumah masyarakat di lokasi penelitian, sebagian besar masyarakat

Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang,

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1473)

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI