BAB IV
ANALIS A DAN PEMBAHAS AN
IV.1. Analisa Lingkungan
IV.1.1. Analisa Lingkungan Sekitar
IV.1.1.1. Kegiatan dan Potensi Sekitar Tapak
M elalui survey lapangan yang telah dilakukan serta data-data yang telah diperoleh, jenis kegiatan di sekitar tapak dapat di kategorikan sebagai berikut:
Gambar 4.1: Kegiatan sekitar tapak
Area hunian/pemukiman Area niaga/pasar tradisional Area perkantoran & perhotelan TAPAK
A B
C D
• Daerah A
Area hunian/pemukiman penduduk. Sebagian besar didiami oleh penduduk kalangan menengah. Karena merupakan area hunian maka daerah ini cukup tenang.
Foto 4.1: Area hunian sebelah barat dan utara tapak
• Daerah B
Area bisnis dan perkantoran, diarea ini terdapat beberapa bangunan tinggi seperti gedung menara BCA yang berada persis di seberang timur tapak. Didepan tapak tepatnya bagian timur tapak merupakan Jl. Letjend. S. Parman, dan terdapat jalur tol dalam kota. Pada bagian ini rawan macet terutama pada jam-jam pergi dan pulang kantor.
Foto 4.2: Area perkantoran sebelah timur tapak
• Daerah C
Area bisnis, hotel dan perkantoran, diarea ini terdapat beberapa bangunan tinggi seperti Hotel Peninsula yang berada persis diseberang flyover yang melintasi tapak Slipi Jaya. Terdapat pula halte busway yang berada persis di sebelah tenggara tapak.
Area ini termasuk area yang rawan macet, terutama pada jam-jam pulang kantor yang disebabkan adanya pertemuan arus kendaraan dari arah Slipi.
Foto 4.3: Area kantor dan perhotelan di sebelah tenggara tapak
• Daerah D
Area pasar, ruko, kantor dan rumah penduduk. Area sebelah selatan tapak ini merupakan area multi aktivitas, namun lebih didominasi oleh adanya Pasar Slipi.
Cukup macet karena adanya putaran arah dan belokan menuju kearah Kemanggisan, disamping itu adanya parkir liar dan disepanjang badan jalan mengakibatkan arus lalu lintas di area ini sering terhambat.
Foto 4.4: Area pasar dan pertokoan di sebelah selatan tapak
Catatan: Dari hasil survey diatas beberapa hal yang menjadi petimbangan, bahwa kegiatan ataupun aktivitas di sekitar tapak cukup mendukung fungsi tapak nantinya sebagai area pusat perbelanjaan (mall) dan area hunian (apartemen). Potensi tapak cukup menjanjikan, karena berada di kawasan niaga dan perkantoran yang termasuk target pasar yang sesuai yaitu menengah ke atas. Hal ini juga didukung dengan adanya area/kawasan pemukiman dibagian utara dan barat tapak yang dapat menjadi sebuah potensi pasar bagi proyek ini, terutama sebagai target pasar dari pusat perbelanjaan/mall yang akan direncanakan.
IV.1.1.2. Ketinggian Bangunan di Sekitar Tapak
Tapak berada di kawasan pemukiman, pasar, dan perkantoran. Dari data yang diperoleh ketinggian rata-rata bangunan dikawasan pemukiman disebelah utara dan barat tapak adalah sekitar 2 lantai atau sekitar 8 hingga 10 m. Sedangkan pada bagian selatan tapak, yaitu pasar tradisional dan pertokoan ketinggian bangunan rata-rata sekitar 3 lantai. Pada bagian timur tapak adalah area perkantoran dengan tipikal
ketinggian bangunan middle-rise (6-9 lantai) dan bangunan high-rise (lebih dari 9 lantai).
Foto 4.5: Ketinggian bangunan di sekitar tapak
Ketinggian bangunan disekitar tidak menjadi permasalahan bagi tapak, namun adanya flyover yang berada di sisi selatan tapak agak sedikit menghalangi titik pandang manusia yang datang dari arah Senayan. Terutama untuk ketinggian 3-4 lantai pertama dari bangunan mal dan apartemen ini yang akan sedikit terhalang.
Catatan: Sebuah karya arsitektur perlu mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Untuk itu
dari masyarakat. Jika dikaitkan dengan masalah diatas maka solusinya yaitu dari segi desain bangunan harus dapat ”eyescatching”/menarik, baik dari faktor desain bentuk/massa bangunan dan warna, hal ini juga terkait dengan pemilihan peletakkan pintu masuk kedalam tapak harus jelas dan terlihat dari jalan utama.
IV.1.1.3. Kebisingan
Karena tapak berada di salah satu kawasan jalan protokol ibukota yaitu di berada di sepanjang Jl. Letjend S. Parman dan dilewati jalur tol dalam kota yang cukup padat maka kemungkinan tingkat kebisingan yang akan ditimbulkan cukup besar dan dapat menggangu ketenangan pada tapak, dan berikut adalah analisanya:
Gambar 4.2. Tingkat kebisingan disekitar tapak
Sumber: Googlemaps, 2009
Terkait dengan kegiatan disekitar tapak, area hijau adalah kawasan pemukiman dengan aktivitas-aktivitas hunian sehari-hari yang tidak terlalu berpengaruh menimbulkan kebisingan pada tapak. Karena terdapat putaran kendaraan, flyover serta merupakan persimpangan menuju Jl. Letjend S. Parman dengan tingkat kecepatan kendaraan yang tidak terlalu tinggi, maka area oranye berpotensi menimbulkan kebisingan sedang.
Sedangkan area merah adalah yang berpotensi menimbulkan kebisingan yang tinggi karena berhadapan dengan jalan utama, terutama pada jam-jam kantor.
Alternatif 1: Penanaman pohon/vegetasi pelindung sebagai buffer kebisingan
Penanaman pohon ataupun vegetasi pelindung dengan jarak tanam, serta karakter dan bentuk pohon/vegetasi yang tepat di bagian sisi tapak yang berhadapan dengan jalan dapat menjadi buffer dan mereduksi kebisingan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar.
Gambar 4.3: Vegetasi sebagai buffer kebisingan
Alternatif 3: Pengaturan zoning area pada tapak
Area-area dengan aktivitas tinggi, ramai dan tidak terlalu terpengaruh dengan kebisingan
mudah diakses oleh pengguna diletakkan dekat dengan jalan utama. Sedangkan area-area yang membutuhkan kenyamanan dan ketenangan yang tinggi (seperti aparteman) ditempatkan jauh dari jalan utama. Pemisahan serta peletakkannya dapat berupa pemisahan secara zoning area horizontal ataupun pemisahan secara vertikal (perbedaan ketinggian lantai).
Gambar 4.4: alternatif pengaturan zoning terkait kebisingan
Catatan: Yang perlu menjadi catatan adalah kebisingan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diupayakan untuk diredam. Dari analisa diatas dapat diketahui bahwa penzoningan area-area fungsi pada tapak dengan menempatkan area publik yang banyak terdapat aktifitas dan cenderung ramai, cukup efektif untuk mengurangi efek kebisingan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Dan memang pada dasarnya area publik ini sebaiknya ditempatkan pada bagian yang ”terlihat” dan mudah diakses oleh manusia.
Sumber: Googlemaps, 2009
Dengan penempatan ini diharapkan area-area yang bersifat lebih privat dapat lebih tenang.
IV.1.1.4 View
View pada tapak tergantung pada posisi, karakter serta potensi lingkungan sekitar tapak. Beberapa view yang dimungkinkan disekitar tapak anatar lain:
Foto 4.6: View sekitar tapak
Selain itu menurut potensi lingkungannya secara garis besar terdapat dua jenis view, antara lain :
Tabel 4.1: Perbandingan alternatif metode peredam kebisingan Jenis View Karakteristik
1. View ke luar • Punya view yang potensial disekitar tapak, seperti:
pemandangan alam, city view, dll.
• Umumnya lebih efektif jika level pandangan mata
• Lebih sesuai diterapkan pada bangunan hunian/resort serta yang fungsi serta aktivitasnya cenderung bersifat keluar
2. View ke dalam • View yang kurang potensial di sekitar tapak
• Dapat diterapkan pada jenis bangunan apapun, namun lebih sesuai jika mempunyai fungsi serta aktivitas yang kedalam/terpusat
• M emanfaatkan keadaan existing tapak ataupun menciptakan sebuah point of view baru didalam tapak
Catatan: Yang perlu menjadi catatan adalah view disekitar tapak kurang potensial, karena tidak ada potensi alam yang mendukung dan hanya terdapat ‘wajah’ perkotaan serta lalu lintas padat disekitar tapak. Namun yang masih bisa di andalkan adalah city view yang dapat dirasakan efektif pada level bangunan yang lebih tinggi seperti bangunan apartemen, ataupun menciptakan view baru didalam tapak.
IV.1.2. Analisa Iklim
Tapak dari proyek berada di kota Jakarta yang mempunyai iklim tropis basah, maka bangunan yang dirancang nantinya selain harus memenuhi fungsinya sebagai
sebuah bangunan komersial dan terpenuhi segi estetikanya, juga harus memperhatikan kondisi iklim setempat. M enurut Paul Gut dan Dieter Ackernecht dalam bukunya Climate Responsive Building, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan manusia pada bangunan yang dirancang pada daerah beriklim tropis adalah:
IV.1.2.1. Temperatur Udara
M enurut data yang didapatkan dari Badan M eteorologi dan Geofisika pada tahun 2009, temperatur udara rata-rata pada tapak yaitu antara 26ºC hingga 32ºC (BM G, 2009).
Sedangkan perbedaan suhu rata-rata antara musim hujan dan musim kemarau, ataupun antara siang dan malam, tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Suhu maksimum terjadi pada bulan Oktober, yaitu antara 31,2-34,9ºC dan suhu minimum terjadi pada bulan Februari yaitu antara 21,4-25,8ºC.
Temperatur yang nyaman untuk manusia yang tinggal di iklim tropis basah seperti di kota Jakarta adalah antara 24-30ºC. Jika dikaitkan dengan data yang diperoleh dari BMG, maka temperatur udara rata-rata pada tapak pada saat-saat tertentu masih cukup tinggi. Temperatur udara pada tapak juga terkait dengan radiasi panas matahari. Radiasi panas matahari yang mengenai bagian-bagian bangunan yang berhadapan langsung dengan ruang luar, seperti dinding, atap, juga perkerasan luar (seperti jalan, trotoar, dll.) akan membuat temperatur/suhu disekitar tapak meningkat. Panas yang dihasilkan akan masuk merambat kedalam bangunan dan membuat suhu ruangan naik, suhu ruangan yang naik akan membuat kerja pengkondisian udara serta konsumsi energi yang meningkat.
Alternatif 1: Penanaman vegetasi/pohon
Salah satu solusi dalam menurunkan suhu sekitar tapak yang cukup tinggi adalah dengan penanaman pohon pelindung disekitar bangunan sebagai upaya mengatasi radiasi matahari langsung pada material keras seperti halnya atap, dinding, halaman parkir (perkerasan luar). Dengan upaya penanaman pohon pelindung disekitar bangunan dapat menurunkan suhu sekitar tapak sampai dengan 3°C (Akbari et al, 2001).
Alternatif 2: mengurangi pemakaian material keras pada perkerasan luar
Pemakaian material keras terutama pada perkerasan ruang luar seperti pemakaian beton, aspal, dll. Jika material keras ini dapat dikurangi, maka radiasi panas yang dipantulkan kembali ke udara disekitar tapak dapat berkurang (Brown, 1994).
Gambar 4.5: alternatif perkerasan luar
Catatan: Berdasarkan data serta analisa diatas yang perlu mendapat perhatian bahwa salah satu upaya yang cukup efektif dalam menurunkan temperatur udara disekitar tapak karena dapat diaplikasikan pada luasan yang lebih besar, adalah dengan mengurangi penggunaan material keras (seperti contohnya beton, aspal, dll.) terutama pada perkerasan ruang luar seperti jalan, tempat parkir, sirkulasi manusia, dll.
IV.1.2.2. Kelembaban Udara
M enurut data Badan M etorologi dan Geofisika, kelembaban udara pada tapak berkisar 50-80 %. Angka ini menunjukan adanya kelembaban yang tinggi pada tapak, yang dapat menyebabkan kulit terasa lengket dan berpotensi mengurangi kenyamanan pengguna bangunan. Beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
Alternatif 1: M enggunakan sistem pengudaran alami
Pemanfaatan sistem pengudaraaan alami untuk mencapai temperatur dan kelembaban ruangan yang ideal, yakni berkisar 40-50% akan sulit tercapai, karena bergantung pada kondisi cuaca. Namun dengan memanfaatkan pengudaraan alami, yakni dengan menggunakan ventilasi silang dapat membuat bangunan menjadi hemat energi.
Alternatif 2: M embuat sistem pengudaraan buatan
Dengan membuat sistem pengudaraaan buatan, pencapaian temperatur dan kelembaban ruangan yang ideal, yakni berkisar 40-50% akan lebih mudah untuk dicapai, sehingga dapat memberikan kenyamanan thermal bagi pengguna bangunan. Terkait dengan topik hemat energi, maka perlu dipertimbangkan dengan lebih seksama mengenai jenis AC yang sesuai dengan kegiatan, fungsi, luas ruang agar penggunaan AC menjadi lebih
Alternatif 3 : M enggunakan sistem pengudaran alami dan buatan
Pemanfaatan sistem pengudaraan alami terutama pada area-area terbuka ataupun pada area yang tidak menuntut tingkat kenyamanan thermal yang cukup tinggi dapat diterapkan, sedangkan area-area ataupun ruang-ruang yang memerlukan kenyamanan yang tinggi untuk pencapaian temperatur serta kelembaban yang ideal antara 40-50%
dapat memanfaatkan sistem pengudaraan buatan namun harus diperhatikan meneganai jenis dan penggunaan sistem pengkondisian udara seperti AC, serta kegiatan maupun fungsi yang akan diakomodasi sehingga penggunaan AC lebih hemat energi.
Catatan: Solusi yang sesuai dengan kondisi tapak, sifat bangunan, dan karakter pengguna adalah pemanfaatan sistem pengudaraan buatan dan alami. Tujuan penggunaan tata udara buatan untuk membantu menciptakan kenyamanan thermal pada bangunan.
Sedangkan walaupun tidak signifikan, penggunaan pengudaraan alami dapat diterapkan pada ruang-ruang dalam yang tidak banyak terdapat aktivitas serta tidak membutuhkan tingkat kenyamanan thermal yang tinggi, seperti contohnya koridor/selasar pada apartemen.
3. Radiasi Sinar M atahari
Letak kota Jakarta yang berada pada 6 ºLS menyebabkan sudut penerimaaan sinar matahari yang tidak sama pada setiap sisi bangunan pada setiap bulannya. Berdasarkan diagram matahari pada 6 ºLS, dari pertengahan Februari sampai dengan pertengahan September, pola pergerakkan matahari berada di atas dan di sebelah utara setiap tahunnya. Sehingga sisi bagian Utara bangunan akan mengalami penyinaran cahaya
Gambar 4.6: Diagram matahari berdasarkan pergerakan bulan
Berdasarkan pergerakkan matahari pada setiap harinya, suhu dengan temperatur terendah berada pada 1-2 jam sebelum matahari terbit dan perlahan mulai naik;
sedangkan temperatur tertinggi berada pada waktu 1-2 jam setelah tengah hari dan mengalami penurunan; pertambahan panas terbesar terdapat pada fasad barat, barat daya atau barat laut.
Gambar 4.7: Diagram matahari berdasarkan pergerakan harian Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
Dari 2 kondisi di atas, maka dapat diketahui bahwa sisi fasad bangunan sebelah barat, barat daya, barat laut akan mendapatkan pancaran radiasi panas matahari terbesar dan sisi utara akan mengalami waktu pancaran radiasi matahari lebih dalam tiap tahun.
Alternatif 1: M assa bangunan yang diorientasikan ke arah utara-selatan
Pengorinetasian bidang sisi bangunan yang lebih panjang kearah sisi hadap utara-selatan akan mengurangi penerimaan radiasi panas matahari yang diterima oleh bangunan, hal ini dikarenakan sisi utara-selatan merupakan area yang lebih sedikit menerima pancaran radiasi sinar panas matahari dibandingkan dengan sisi timur-barat.
Alternatif 2: M enggunakan selubung bangunan maupun sun-shading
Selubung bangunan maupun sun-shading (tirai matahari) dapat meminimalkan penerimaan radiasi panas pada kulit bangunan. Penerapannya dapat menambah nilai estetika pada bangunan. Contoh-contoh selubung bangunan, yakni sirip vertical, sirip horizontal, dinding masiv dan curtain wall.
Alternatif 3: M engarahkan bukaan ke arah Utara Selatan
Sebaiknya bukaan pada bangunan, misalnya jendela, diarahkan ke Utara Selatan dibandingkan kearah timur-barat agar meminimalkan pancaran radiasi panas matahari yang masuk ke dalam ruangan, karena bagian utara-selatan adalah sisi yang tidak langsung terkena radiasi panas matahari sehingga tidak memberatkan pengkondisian udara (AC), dan penggunaan AC dapat lebih hemat energi.
Catatan: Alternatif yang sesuai adalah solusi yang mengedepankan aspek desain massa bangunan sebagai dasar perancangan bangunan nantinya. Secara otomatis apabila luasan permukaan bangunan yang terpapar radiasi panas matahari dapat dikurangi maka dengan
sendirinya intensitas panas yang masuk kedalam bangunan pun akan berkurang, seperti alternatif 1.
4. Pergerakan Udara/angin
M enurut Badan M eteorologi dan Geofisika, kecepatan angin rata-rata di sekitar tapak antara 0,6 m/s sampai 1,5 m/s. Namun yang perlu diingat, bahwa kecepatan angin di tiap ketinggian berbeda-beda, makin ke atas, kecepatan angin semakin cepat (Brown, 1994). Pemanfaatan udara/angin dapat membantu usaha ”penyejukan bangunan” yang terkait dalam sirkulasi udara dalam usaha pencapaian kenyamana thermal pada bangunan, namun pergerakan udara/angin yang berlebihan akan menganggu aktivitas serta kesehatan pengguna.
Alternatif 1 : M embuka celah antar massa bangunan agar angin dapat mengalir di antara bangunan. Namun metode ini efektif apabila digunakan pada massa bangunan yang lebih dari satu massa dan apabila pergerakan angin cukup cepat malah dapat menggangu kenyamanan pengguna.
Gambar 4.8: Pengaruh angin terhadap bangunan
Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
Alternatif 2 : M enggunakan sistem pengudaraan buatan pada pusat perbelanjaan dan apartemen.
Catatan: solusi permasalahan yang baik adalah yang tentu tidak mengganggu kenyamanan dan aktivitas manusia karena hal ini adalah prioritas yang paling penting, oleh sebab itu pemilihan sistem pengudaraan buatan untuk membantu pergerakan/sirkulasi udara pada bangunan dapat membantu pengguna dalam mencapai kondisi kenyamanan thermal. Namun harus diperhatikan baik dari jenis, penggunaan, serta maintenance agar dapat optimal dan tidak menambah beban kerja sekaligus konsumsi energi yang besar.
IV.1.3. Analisa Pencapaian dan Pintu Masuk
Setelah mengetahui dan menganalisa karakteristik tapak, kegiatan disekitar tapak, dan juga aksesibilitas terhadap tapak maka kemudian dapat dianalisa pencapaian terhadap pintu masuk ke dalam tapak. Hal ini juga ditunjang dengan terdapatnya banyak trayek angkutan umum seperti bus yang melewati tapak. Kendala lingkungan yang dihadapi adalah kemacetan di Jl. Letjend. S. Parman pada jam-jam tertentu seperti jam berangkat dan pulang kerja, namun hal ini tidak terlalu menjadi permasalahan karena tersedia 3 lajur jalan dan terdapat jalur tol dalam kota yang telah dapat meminimalisir kemacetan yang terjadi, dan karena merupakan jalan utama maka sebaiknya pencapaian akses masuk ditempatkan di area ini.
Selain itu pada jam tertentu lalu lintas di Jl. Kemanggisan Utama yang mengarah ke Jl. Letjend S. Parman agak terhambat dikarenakan banyak angkutan umum seperti
ojek, bajaj, dll. yang menunggu penumpang, juga terdapat putaran kendaraan yang juga terhambat dengan adanya parkir liar di seberang tapak, tepatnya di depan pasar.
Pertimbangan kemudahan akses keluar kendaraan juga harus diperhatikan, apalagi terkait dengan aktivitas sehari-hari penggunanya (menuju kantor, kampus, pasar, dll.) maka penempatan akses keluar yang mudah adalah salah satu pertimangan. Oleh karena itu untuk mengatasi ataupun upaya mengurangi permasalahan yang ada, maka dibawah ini terdapat beberapa alternatif-alternatif solusi yang dapat dipilih untuk menentukan titik masuk pencapaian ke dalam tapak, antara lain:
Tabel 4.2: Perbandingan akses pencapaian kedalam tapak Alternatif Akses Pada
Tapak
Kejelasan &
kemudahan akses
Probabilitas kemacetan
Probabilitas crossing
Jumlah
1
3 2 2 7
2
3 1 2 6
3
3 2 3 8
Catatan: Alternatif pintu masuk yang baik adalah yang tidak membuat masalah kemacetan baru serta crossing kendaraan disekitar tapak. Selain itu pertimbangan akses keluar-masuk yang mudah bagi penggunanya merupakan salah satu aspek penting yang mesti direncanakan, oleh karena itu alternatif ke-3 mempunyai nilai tambah dibanding yang lainnya.
Keterangan: 1 Æ Kurang 2 Æ Sedang 3 Æ Baik
IV.1.4. Analisa Zoning Tapak
Penzoningan adalah pengelompokan jenis-jenis dari suatu ruang/aktivitas yang mempunyai sifat yang sama. Penzoningan dilakukan agar terdapat memperjelas daerah/area apa saja yang dapat di akses oleh pengguna/penghuni, umum, ataupun pengelola/service, selain itu juga ditujukan untuk memudahkan peletakan ruang-ruang sesuai dengan jenis dan karakternya. Dalam suatu perancangan luar harus memenuhi kebutuhan penghuni/pengguna akan suatu aktivitas, kenyamanan dan keamanan, oleh karena itu penzoningan pada tapak dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
• Privat Æ meliputi area-area hunian, seperti area apartemen.
• Service Æ meliputi area-area penunjang/service serta area pengelola.
• Publik Æ meliputi area komersial, seperti area mall/perbelanjaan, parkir, area terbuka lainnya (taman luar, plaza, dll.).
Peletakan zona-zona pada tapak dipengaruhi pula oleh faktor-faktor sebagai berikut:
• Analisa lingkungan sekitar
• Analisa iklim
• Analisa pencapaian
• Analisa kebisingan
• Analisa sirkulasi pada tapak
• Kenyamanan manusia
M aka dari hasil pertimbangan analisa-analisa diatas didapatkan beberapa alternatif pada skema dibawah ini:
Tabel 4.3: Alternatif zoning horizontal
Alternatif Zoning Kelebihan Kekurangan
1 • area privat/hunian
berada di lokasi yang lebih tenang
• area semi-privat terintegrasi dengan area publik dan privat
• massa zoning bangunan utama yang cenderung memanjang membuat sisi timur-barat lebih banyak terpapar radiasi panas matahari
2 • pembagian tiap area
zoning lebih jelas dan efisien
• tidak ada integrasi area semi-privat dengan area lainnya
• area hunian cenderung bising
3 • orientasi area publik lebih jelas dan terpusat
• area semi-privat
• area hunian cenderung bising
Area Privat Area Publik Area Service terintegrasi dengan
area publik dan privat
Catatan: Dari beberapa alternatif di atas dapat disimpulkan bahwa selain pertimbangan hubungan antar area zoning yang terintegrasi, aspek lingkungan (iklim, kegiatan sekitar tapak, kebisingan, dll.) dan aspek kenyamanan manusia harus menjadi beberapa pertimbangan penting. Namun aspek kenyamanan manusia tetaplah yang mempunyai prioritas yang lebih penting dibanding aspek lingkungan.
Dari beberapa alternatif diatas, alternatif 3 adalah yang lebih baik, karena area service yang seharusnyat ”tidak terlihat” terletak di bagian belakang, serta area publik lebih terpusat pada bagian pertigaan yang memang sudah ramai.
IV.2. Analisa Manusia
Peranan manusia sangatlah penting dalam arsitektur. Arsitektur lahir karena ada kebutuhan manusia. Dari kebutuhan manusia akan ruang akan didapatkan fungsi-fungsi ruang yang lebih spesifik.
IV.2.1. Analisa Pengguna
Dengan kaitannya dengan lokasi berada dikawasan niaga dan bisnis, fungsi, serta skala proyek target pasar dari proyek ini adalah kalangan menengah ke atas, dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4.4: Jenis pengguna
Jenis Pengguna Karakteristik Pengguna
1. Eksekutif muda • kalangan profesional dari segala jenis pekerjaan
• range umur 25-35 tahun
• mementingkan privasi
• bekerja diluar maupun dari rumah tinggal
• gaya hidup modern, praktis, serba efisisen
• berorientasi bisnis, relasi kerja & networking 2. Pegawai swasta • pegawai kantor swasta
• range umur 22-52 tahun
• umumnya bekerja di luar rumah (kantor)
• waktu bekerja antara sekitar jam 8 pagi hingga 5 sore
• gaya hidup praktis & efisien
3. Mahasiswa • mahasiswa/i yang berkampus di sekitar lokasi (Binus, Supra, dll)
• range umur 18-25 tahun
• bekerja/kuliah di luar rumah (kampus)
• waktu kuliah bervariasi
• gaya hidup praktis & efisien
4. Keluarga muda • keluarga muda dengan latar belakang No.1 & 2
• range umur 22-30 tahun
• memiliki anak
• bekerja diluar maupun dari rumah tinggal
• gaya hidup praktis dan efisien
• Catatan: Dari hasil diatas dapat terlihat bahwa sasaran utama dari proyek ini secara garis besar adalah lajang yang berlatar belakang eksekutif muda, pegawai swasta dan mahasiswa untuk apartemen, sedangkan pangsa pasar mal lebih meluas dengan tambahan sasaran bagi penghuni apartemen itu sendiri.
IV.2.2. Analisa Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan utama pada bangunan ini dibagi menjadi 3 aktifitas besar, yaitu aktifitas mall, apartemen, serta kantor pengelola & servis.
1. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas mall beserta kebutuhan ruangnya:
Tabel 4.5: Jenis kegiatan mall Fasilitas
Kegiatan
Pelaku Kegiatan
Kegiatan Kebutuhan Ruang Æ Food court
Æ Café Æ Restaurant
Æ Pengunjung Æ Karyawan
Æ Memesan makanan &
minuman
Æ Makan & minum Æ Bersosialisasi
Æ Melayani pengunjung Æ Menyiapkan pesanan Æ Administrasi
Æ Counter pemesanan Æ ruang makan Æ kasir
Æ dapur
Æ r. administrasi
Æ Arena permainan
Æ Pengunjung Æ karyawan
Æ membeli & menjual tiket Æ bermain
Æ kasir
Æ ruang terbuka
Æ ATM Æ Pengunjung
Æ karyawan
Æ menggunakan jasa yang ditawarkan
Æ ATM center
Æ Hall/plaza Æ R. terbuka Æ City walk
Æ Pengunjung Æ karyawan
Æ minta informasi
Æ berkumpul & beristirahat Æ bersosialisasi
Æ R. informasi Æ Selasar Æ taman
2. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas apartemen beserta kebutuhan ruangnya:
Tabel 4.6: Jenis kegiatan apartemen Fasilitas
Kegiatan
Pelaku Kegiatan
Kegiatan Kebutuhan Ruang
ÆLobby ÆPenghuni
Æpengelola Ætamu
ÆMeminta informasi Æmenunggu
Æmengawasi keamanan Æsanitasi
Æmeja informasi Æhall
Æruang duduk Æmeja
pengawasan ÆUnit
apartemen
ÆPenghuni Ætamu
ÆMakan & minum Ætidur
Æberkumpul/santai Æsanitasi
Æmemasak Æbekerja
Ær. makan Ær. tidur Ækm/wc Ær. keluarga
ÆFasilitas pendukung
Æpenghuni Ætamu Æpengelola
Æmakan & minum Æberolahraga Ærekreasi Æperawatan
Ækafetaria Ækolam renang Ætaman
Ær. peralatan
3. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas kantor pengelola dan servis beserta kebutuhan ruangnya:
Tabel 4.7: Jenis kegiatan pengelola Fasilitas
Kegiatan
Pelaku Kegiatan
Aktifitas Kebutuhan Ruang ÆKantor
pengelola
ÆPegawai Ætamu
Æmelakukan negosiasi Æadministrasi
Æmengawasi kegiatan dalam bangunan
Ær. tamu Ær. kantor
Æservice Ækaryawan Æparkir kendaraan Æsanitasi
Æbongkar muat barang Æmengawasi ME
Æmenagawasi keamanan Æmenjaga kebersihan Æmenyimpan barang Æberibadah
Ær. parkir Ætoilet Ær. loading- unloading Ær. pompa, genset, AHU, panel
Ær. security Ær. kebersihan/
janitor Æmushola
IV.2.3. Analisa Hubungan Antar Kegiatan IV.2.3.1. Aktifitas Secara Makro
Gambar 4.9: Hubungan aktifitas makro
IV.2.3.2. Aktifitas Secara Mikro 1. Aktifitas di Mall
• Aktifitas Pengunjung Gambar 4.10: Aktifitas di mall
Keterangan:
hubungan secara umum hubungan secara khusus
• Aktifitas Penjual
2. Aktifitas di Apartemen
• Aktifitas Penghuni Gambar 4.11: Aktifitas di apartemen
• Aktifitas Pengunjung (tamu)
3. Aktifitas Pengelola/service
Gambar 4.12: Aktifitas di ruang pengelola/service
IV.2.4. Analisa Kebutuhan Ruang
Pembagian besaran luas masing-masing fungsi bangunan mixed-use didapatkan dari pengamatan dan analisa pasar untuk masing-masing fungsi pada tapak. Dari situ akan dapat ditentukan besaran pelayanan dari tiap fungsi yang ada.
IV.2.4.1. Kebutuhan Ruang Apartemen
Penentuan kapasitas dan besaran luas ruang dibuat berdasarkan beberapa acuan, yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan standar dari beberapa ketentuan yang ada Tabel 4.8: Standart untuk kebutuhan unit apartemen
Jumlah Ruang Tidur (unit/Apartemen)
FHA (Federal Housing
Administration)
Time-Saver Standard for Housing & Residential
1 BR 500 sqft = 46 m² 36-55 m²
2 BR 650 sqft = 60 m² 55-74 m²
3 BR 800 sqft = 74 m² 74-102 m²
2. Berdasarkan perbandingan luas ruangan dan unit hunian apartemen di Jakarta:
Tabel 4.9: Perbandingan luas unit apartemen di Jakarta Apartemen Tipe Unit Apartemen (m2)
1 BR 2 BR 3 BR
Sumber: Federal Housing Administration, 2009
Setiabudi Royal Residences
30 57 -
Green Mega 57 76-86 115-134
Grand Tropic 45 74-110 132-142
Poins Square 58 81-92 106-136
18th Residence 37-46 61-73 -
FX Residences - 63-70 92
MGR 2 - 60 85
Ambassador - 118 135
(FHA) Standard 46 60 74
Time Saver Standard 36-55 55-74 74-102
Interval 30-58 55-118 74-142
3. Maka melalui perbandingan dan hasil analisa luasan unit-unit apartemen yang akan direncanakan sebagai berikut:
Tabel 4.10: Rencana luas unit apartemen 1. Rencana unit 1 bedroom
Jenis Ruang Standar Minimal (m²)
Sumber Tipe Unit (m²)
Asumsi Min. Asumsi Max.
Ruang tidur 9-11,15 TSS 9 11,15
Km/WC 2,6 NAD 2,6 2,6
Sumber: Penulis, 2009
Ruang makan- pantry-duduk
11-15 TSS 11 15
Balkon 2-6,5 TSS 2 3
Luas 24,6 31,75
Sirkulasi 20% 4,92 6,35
Luas Total 29,52 38,1
Dibulatkan 30 38
2. Rencana unit 2 bedroom Jenis Ruang Standar
Minimal (m²)
Sumber Tipe Unit (m²)
Asumsi Min. Asumsi Max.
Ruang tidur primer
9-11,15 TSS 11,15 11,15
Ruang tidur sekunder
7,5 TSS 7,5 7,5
Km/WC 2,6 NAD 2,6 5,2
Ruang makan- pantry-duduk
11-15 TSS 15 15
Balkon 2-6,5 TSS 4 6,5
Luas 34,25 45,35
Sirkulasi 20% 10,01 9,07
Luas Total 47,4 54,42
Dibulatkan 48 54
3. Rencana unit 3 bedroom Jenis Ruang Standar
Minimal (m²)
Sumber Tipe Unit (m²)
Asumsi Min. Asumsi Max.
Ruang tidur primer
9-11,15 TSS 12 15
Ruang tidur sekunder
7,5 TSS 7,5 7,5
Ruang tidur sekunder
7,5 TSS 7,5 7,5
Km/WC 2,6 NAD 5,4 7,8
Ruang makan- pantry-duduk
11-15 TSS 15 16
Balkon 2-6,5 TSS 5 6,5
Luas 52,4 60,3
Sirkulasi 20% 10,48 12,06
Luas Total 62,88 72,36
Dibulatkan 63 72
4. Selain itu perbandingan prosentase unit hunian apartemen (per lantai) di Jakarta adalah:
Tabel 4.11: Perbandingan prosentase luas lantai apartemen
Apartemen 1 BR 2 BR 3 BR
MGR 2 - 90% 10%
18th Residence 70% 30% -
Green Mega 40% 45% 15%
Setiabudi Royal Residences
54% 36% 10%
Prosentase Rata- rata
41% 50,25% 8,75%
Apabila dikaitkan dengan lokasi tapak yang berada diarea niaga dan perkantoran, serta rencana pangsa pasar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang sebagian besar adalah eksekutif muda, maka melalui perbandingan diatas dan hasil analisa luasan unit-unit apartemen yang akan direncanakan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12: Rencana prosentase hunian apartemen Tipe Unit Asumsi
min. (m²)
Asumsi maks.
(m²)
Prosentase (%)
Jumlah Unit
Asumsi luasan minimum
Asumsi luasan maksimum
1 BR 30 38 40 82 2.472 3.131,2
2 BR 48 54 51,5 106 4.455,78 5.728,86
3 BR 63 72 8,5 18 1.103,13 1.260,72
Total 100 206 8.030,91 1.0374
Sirkulasi 20% 1.606,182 2.024,156
Total Asumsi Luas 9.637,092 12.144,936
Sedangkan rencana luasan lantai podium apartemen adalah:
Tabel 4.13: Rencana luasan tantai utama apartemen
Fasilitas Kebutuhan Ruang Asumsi Luasan (m²)
Lobby Hall/Lounge penerima 60
Mini-bar 60
Fasilitas Penunjang Swimming Pool 765
Taman 500
Mini-Market 50
Health Club 100
Laundry 60
WC/ R. Bilas 50
Luas 1.645
Sirkulasi 20% 329
Total Luas 1.974
Catatan: Melalui pertimbangan efisiensi, lahan tapak yang kecil, dan tuntutan kebutuhan lahan yang cukup kompleks selain fungsi apartemen (fungsi mal dan hiburan/rekreasi), maka prosentase luasan apartemen yang sesuai adalah luasan dengan asumsi minimum. Maka didapatkan asumsi luasan total lantai apartemen, ialah:
= 9.637,092 m² + 1.974 m² = ± 11.611,1 m²
Dengan perkiraan ketinggian bangunan adalah 8 lantai, maka perkiraan luas tipikal lantai apartemen adalah:
= 11.611,1 m²: 8 lantai
= ± 1.451,39 m²/lantai
Luasan ini tidak memungkinkan untuk dikembangkan hanya 1 tower. Sebagai perbandingan apartemen 18th Residences di kawasan Rasuna yang merupakan kawasan premium di area niaga Rasuna – Kuningan, dengan luasan lahan kurang lebih hampir sama dengan kondisi proyek ini, yaitu ± 6.600 m² dibangun dalam 2 tower dan masing-masing luas lantai tipikal tower adalah ± 676 m². Atas dasar pertimbangan tersebut, maka fungsi apartemen pada proyek ini diperkirakan akan dibagi menjadi 2 tower yang terdiri dari 8 lantai, dengan asumsi luasan lantai masing-masing tipikal tower ± 725,7 m².
IV.2.4.2. Kebutuhan Ruang Mall & Service
Sebelum mementukan kebutuhan ruamg mal, maka perlu direncanakan konsep dari mal tersebut karena akan memepengaruhi komposisi tenant
1. Berdasarkan pedoman dari ”International Council Of Shopping Center”.
Tabel 4.14: Pedoman ICSC
Berdasarkan pedoman ICSC dengan luasan lahan yang kecil, penentuan tipe mal yang sesuai adalah “Theme/Festival Center” yang terdiri dari komposisi tenant bertipe “restaurant & entertainment”.
2. Hasil studi banding ke beberapa mal di Jakarta yang mempunyai karakteristik lahan yang mendekati.
Tabel 4.15: Studi banding mal di Jakarta Dalam
persen (%)
Fashion &
anchor tenant
Entertainment
& lifestyle
Food &
beverages
Exhibition
& hall
Jumlah
FX Mall 29,0 35,0 33,0 3,0 100,0
Cilandak Town Square
18,5 30,0 49,0 2,5 100,0
Setiabudi One
32,5 26,0 38,0 3,5 100,0
Rata-rata 26,0 31,0 40,0 3,0 100,0
Perbandingan berdasarkan lahan dan bangunan yang kecil, perkiraan pangsa pasar yang serupa, dan lokasi yang berada disekitar daerah niaga dan perkantoran.
Unit retail yang dominan adalah ”food & entertainment”.
Berdasarkan hasil studi diatas maka ditentukan tipe mal dan komposisi tenant yang dipilih adalah “Food & Entertainment”, dan komposisi tenant yang ada akan mengikuti acuan hasil studi banding diatas.
Kemudian perhitungan luasan kebutuhan ruang mal ditentukan terlebih dahulu dari penentuan asumsi kebutuhan service serta peraturan bangunan tersebut, yang berdasar:
3. KDH sebesar 10% dari KLB, yaitu ± 2.538 m².
4. Untuk memenuhi kebutuhan parkir dan service bangunan komersial ini direncanakan akan ditambah fungsi semi basemen dengan asumsi luas sebesar KDB, yaitu ± 3.900 m².
Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan kebutuhan asumsi luas maksimal ruang mall yang ada, yaitu:
KLB – kebutuhan total luas apartemen - KDH – service & parkir, maka:
= ± 26.000 m² - 11.611,1 m² – 2.538 m² – 3.900 m²
= ± 7.950 m² (Bruto)
Setelah dikurangi sirkulasi & service sebesar 20% dari luas bruto, yaitu ± 1.415 m², maka didapat luasan netto dari mal tersebut sebesar ± 6.535 m².
Berikut adalah komposisi serta program ruang dari mal tersebut:
Tabel 4.16: Rencana komposisi serta program ruang mal & service 1. Fasilitas Perbelanjaan/anchor tenant (± 26% dari luas netto) Nama
Ruang
Standar Minimum (m²/orang)
Sumber Kapasitas Jumlah ± Luas (m²)
Supermarket 5,0 TSS 130 1 675
Department Store
5,0 TSS 160 1 800
Sub Total 1475
Sirkulasi 20% 365
Total 1840
2. Fasilitas Entertainment & lifestyle (± 31% dari luas netto) Nama
Ruang
Standar Minimum (m²/orang)
Sumber Kapasitas Jumlah ± Luas (m²)
Fitness Center
4,0 NAD 55 1 220
Pool &
Lounge
1,8 NAD 55 1 99
Bar 1,8 NAD 25 1 45
Club 1,8 NAD 105 1 189
Amusement Center
4,0 NAD 265 1 1060
Sub Total 1613
Sirkulasi 20% 412
Total 2025
3. Fasilitas Food & Beverages (± 40% dari luas netto) Nama
Ruang
Standar Minimum (m²/orang)
Sumber Kapasitas Jumlah ± Luas (m²)
Restaurant 1,8 NAD 25 10 450
Coffe Shop 1,8 NAD 20 1 36
Cafe 1,8 NAD 15 1 27
Food Plaza 3,6 NAD 125 2 900
Food Court 3,6 NAD 155 1 558
Sub Total 2000
Sirkulasi 20% 500
Total 2500
4. Hall & Exhibition (± 3% dari luas netto), yaitu ± 170 m².
5. Fasilitas Penunjang dan service mal (luas bruto – luas netto), yaitu ± 1.415 m².
6. Pengelola (semi-basemen) Nama
Ruang
Standar Minimum (m²/orang)
Sumber Kapasitas Jumlah ± Luas (m²)
Loading Un- loading
Asumsi 1 300
R. Karyawan 2,4 NAD 25 1 21
R. Security Asumsi 1 15 Kantin
Karyawan
1,8 NAD 15 1 27
Control Room
Asumsi 1 40
R. Panel Asumsi 1 15
R. Genset Asumsi 1 96
R. Chiller Asumsi 1 72
WC 2,25 NAD 7 2 14
Sub Total 639
Sirkulasi 20% 127,8
Total 766,8
Catatan: Berdasarkan data, perkiraan, serta analisa yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa asumsi total rencana kebutuhan ruang mall antara lain:
= 1.840 m² + 2.025 m² + 2.500 m² + 170 m² + 1.415 m +
= ± 7.950 m²
Maka bangunan mall ini akan terbagi jadi 3 lapis bangunan dengan luas tipikal lantai ± 2.667 m².
IV.2.5. Analisa Kebutuhan Parkir
Berdasarkan data, analisa, dan asumsi luas kebutuhan lapangan parkir adalah sebagai berikut:
Tabel 4.17: Analisa kebutuhan parkir mobil
Standard Apartemen Mal
Standard USA 1,5 mobil/m² 5 mobil/100 m²
Standard Pedoman Sistem Bangunan Tinggi
1 mobil/unit 1 mobil/75 m²
Hasil Studi Lapangan 3 mobil/5 unit 2 mobil/100 m²
Interval 3-5 mobil/5 unit 1-5 mobil/100 m²
Rencana kebutuhan parkir
1 mobil/unit 1 mobil/75 m²
Dari tabel diatas, maka asumsi kebutuhan parkir dapat diketahui sebagai berikut:
Unit/Luas Standard Jumlah (unit)
Luas Parkir (m²)
Parkir Mobil Apartemen
206 unit 1 mobil/unit
(2,5x5)m + 20%
sirkulasi
206 3.090
Parkir Motor Apartemen
1 unit/2 mobil
(1x2)m + 20% sirkulasi
103 247,2
Parkir Mobil Mal
7.950 m² 1 mobil/75 m²
(2,5x5)m + 20%
sirkulasi
106 1.590
Parkir Motor Mal
2 unit/1 mobil
(1x2)m + 20% sirkulasi
212 508,8
Total 6.523,2
Catatan: Maka luas lahan total kebutuhan parkir mobil dan motor bangunan mixed-use ini adalah ± 6.523,2 m².
IV.3. Analisa Bangunan
IV.3.1. Analisa Pola Massa Bangunan
Penerapan pola massa bangunan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu pola massa bangunan tunggal dan majemuk. Dibawah ini adalah karakteristik dari jenis pola massa bangunan yang ada:
1. Pola massa bangunan tunggal
Sebuah pola massa bangunan yang hanya terdiri dari satu gubahan massa untuk menampung seluruh program ruang diatas tapak.
2. Pola massa bangunan majemuk
Sebuah pola massa bangunan yang terdiri dari beberapa massa bangunan dalam satu tapak.
Tabel 4.18: Jenis pola massa bangunan
Pola Massa bangunan Kelebihan Kekurangan
1 • seusai untuk
kebutuhan lahan yang sempit
• sirkulasi pencapaian menjadi cepat dan efisien
• pengawasan dan pemeliharaan lebih mudah
• massa bangunan cenderung statis dan masif
• sifat bangunan terpusat
2 • pola peletakkan
massa lebih dinamis
• dapat memisahkan beberapa kelompok aktifitas
• sesuai apabila untuk pemisahan kelompok aktifitas yang
bertolak belakang (mis: ramai-tenang)
• sifat bangunan menyebar
• membutuhkan lahan yang lebih luas
Catatan: Dari hasil analisa dan karakteristik tapak maka pola massa bangunan tunggal dirasakan lebih sesuai dengan kondisi lahan tapak yang sempit seperti pada lahan proyek ini. Solusi bangunan dengan konsep mixed-use diharapkan dapat menggabungkan beberapa fungsi dan aktivitas secara terpadu. Sedangkan aktifitas yang berbeda dapat dipisahkan secara vertikal, tanpa menambah jumlah massa bangunan lagi.
IV.3.2. Analisa Bentuk Bangunan
M enurut D.K Ching dalam bukunya yang berjudul Architecture Form, space, and Order, bahwa bentuk dasar bangunan secara umum ada 3, yaitu: segitiga, segiempat, dan lingkaran. Tiap-tiap bentuk memiliki keuntungan dan kerugian.
Tabel 4.19: Bentuk massa bangunan
Bentuk Kelebihan Kekurangan
Segitiga - bentuk stabil dan memiliki karakter yang kuat
- mudah digabungkan menjadi bentuk geometris yang lain
- orintasi pada tiap sudut - pengembangan fungsi ruang pada tiap sisi-sisinya
- Kurang efisien - Kurang fleksibel
- Layout rung menjadi sulit
Lingkaran - Bentuk halus
- Orientasi ruang memusat dan statis
- Relatif indah
- Sulit dikembangkan - Fleksibelitas ruang rendah - Sulit digabungkan dengan bentuk lain
- Layout ruang sulit
Segiempat - Bentuk statis
- M udah dikembangkan ke
- Orientasi ruang cendurung statis
segala arah
- Orientasi ruang pada kempat sisinya
- Layout ruang mudah
- M emiliki efisiensi yang tinggi
Catatan: Pemilihan bentuk dasar bangunan mall dan apartemen yang sesuai dan dapat mengoptimalkan lahan pada lantai dasarnya serta memberikan keleluasan pengaturan layout dalam bangunan, yaitu bentuk segiempat, namun agar tidak berkesan kaku dan masif bentuk segiempat ini dapat di komposisikan ataupun ditransformasikan dengan bentuk dasar yang lain agar tercipt bentuk bangunan yang baik secara estetika.
IV.3.3. Analisa Zoning Bangunan Horizontal
Analisa bangunan horizontal terkait dengan analisa penzoningan area-area kegiatan pada tapak, analisa kegiatan, lingkungan sekitar, pencapaian, dan ruang luar.
Karena area sekitar persimpangan tapak merupakan area yang cukup ramai dan merupakan pertemuan ”sumbu” Jl. Letjend. S. Parman dengan Jl. Kemanggisan Utama serta merupakan area titik tangkap view dari arah jalan utama, maka pada bagian ini merupakan area yang potensial dijadikan point of view juga peletakkan plaza.
Pertimbangan lainnya peletakkan plaza pada area ini akan lebih memusatkan area publik Sumber: D.K Ching, 2009
Dari sini dapat ditentukan secara garis besar penzoningan bangunan secara horizontal, yaitu antara lain:
Tabel 4.20: Alternatif zoning horizontal bangunan
Alternatif zoning Kelebihan Kekurangan
• Anchor tenant akan ramai
• Bagian sisi selatan akan ramai &
penuh
• Distribusi manusia kurang merata &
cenderung terpusat
• Distribusi manusia cenderung merata
• Seluruh area akan lebih “menjual”
• Pencapaian
menuju anchor tenant agak jauh
S er vi ce
Anchor Tenant
Retail Apartemen
Plaza
Anchor
Catatan: dari beberapa analisa diatas dapat diketahui bahwa penzoningan horizontal bangunan yang baik adalah yang dapat menempatkan area-area fungsi serta aktifitas seksama agar teripta kenyamanan penggunanya, namun tidak mengurangi fungsi bangunan itu sendiri sebagai bangunan komersial yang harus dapat ”menjual”. Dari beberapa kriteria diatas maka alternatif yang lebih baik adalah alternatif ke-2.
IV.3.4. Analisa Zoning Bangunan Vertikal
Analisa zoning vertikal bangunan terkait dengan perkiraan jumlah lapis bangunan, aktifitas, fungsi, serta sirkulasi vertikal. Asumsi penzoningan vertikal bangunan diatas dikelompokan sesuai dengan fungsi serta aktivitas yang sama yang digabungkan dalam sebuah bangunan dengan penerapan sistem ”Mixed-use”.
Perkiraan jumlah lapis bangunan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, yaitu untuk apartemen adalah 2 tower yang terdiri dari 8 lantai, mall terdiri dari 3 lantai podium, sedangkan kebutuhan parkir akan diakomodasi pada basemen.
Tabel 4.21: alternatif zoning vertikal
Alternatif zoning vertikal Kelebihan Kekurangan
1 • Akses parkir
mudah
• sesuai diterapkan apabila kebutuhan parkir banyak
• sirkulasi kendaraan
• investasi cukup besar
lebih terorganisir
• Zoning fungsi bangunan lebih jelas
2 • distriubusi
kendaraan sesuai dengan area tujuan
• akses khusus terhadap masing- masing fungsi
• sirkulasi manusia lebih tepat sasaran
• Ada pembedaan antara fungsi bangunan yang berbeda
• investasi besar
• dapat mengurangi luasan daerah yang dapat terbangun
• lahan parkir yang terletak diantara beberapa fungsi bangunan dapat menimbulkan bising
• harus ada sirkulasi tambahan, akses parkir agak sulit
Catatan: dari analisa diatas dapat ditentukan bahwa zoning vertikal bangunan yang baik adalah selain dapat membedakan kejelasan zona fungsi bangunan serta privasi antar zona fungsi, juga dapat memenuhi kebutuhan akses parkir yang sesuai dengan mudah dan jelas
dan tidak mengurangi luasan daerah yang dapat terbangun. Karenanya alternatif ke-1 mempunyai kelebihan dibanding alternatif yang lainnya.
IV.3.5. Analisa Gubahan Massa Bangunan
Pembentukan gubahan massa bangunan terkait dengan beberapa faktor luar bangunan, yaitu diantaranya:
• Analisa lingkungan sekitar
• Analisa iklim
• Analisa pencapaian dan sirkulasi
• Analisa zoning tapak
• Analisa aktivitas
• Pemilihan bentuk gubahan massa dasar, yaitu:
Tabel 4.22: alternatif bentuk gubahan massa dasar
Gubahan Massa Kelebihan Kekurangan
1. Podium dan slab • Sesuai pada lahan yang kecil
• Tingkat hunian yang diperoleh lebih banyak
• Pilihan view terbatas
• Bangunan terlihat masif
2. Podium dan tower • Memberikan
pilihan banyak view
• Pergerakan angin baik
• Perlu diperhatikan
jarak antar bangunan
• Membutuhkan lift yang banyak
• Unit apartemen yang diperoleh lebih sedikit
Catatan: Dari beberapa alternatif diatas bentuk massa bangunan dasar dengan podium dan slab dirasakan paling sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang besar dan lahan yang sempit. Dengan bentuk ini diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi serta tuntutan lahan yang tinggi, sedangkan untuk menetralkan massa bangunan yang cenderung masif dapat dilakukan dengan permainan bidang-bidang fasad dan warna.
IV.3.6. Analisa Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan yang akan diterapkan pada bangunan mixed-use mall dan apartemen ini adalah sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan buatan.
Sedangkan pembagian sistem pencahayaan alami dan buatan ini akan lebih dikaitkan pada upaya memaksimalkan pencahayaan alami pada siang hari dan penggunaan pencahayaan artificial.
Sumber: Jimmy S. Juwana, 2009
Alternatif 1: Sistem pencahayaan alami
M emaksimalkan potensi cahaya matahari yang masuk kedalam bangunan pada siang hari melalui bukaan yang ada. Dalam kaitannya dengan penerapan upaya penghematan energi, maka penerapan pencahayaan alami ini akan lebih difokuskan pada bangunan hunian (apartemen) yang memang lebih membutuhkan pencahayaan alami pada siang hari dibanding dengan bangunan mall. Adapun hal-hal yang mesti diperhatikan dalam pemanfaatan sistem pencahayaan alami:
1. Arah edar matahari
Perlu diupayakan arah hadap bangunan dengan sisi yang lebih panjang ke arah utara-selatan, karena tingkat intensitas cahaya mataharinya cenderung stabil/sama sepanjang harinya, namun radiasi panasnya lebih sedikit dibandingkan sisi timur-barat.
Gambar 4.13: Massa dan arah hadap bangunan terkait arah edar matahari
Dengan peletakkan sisi panjang massa bangunan ke arah utara-selatan, maka
hanya akan terpapar pada sisi pendek massa bangunan, sehingga penerimaan radiasi panas matahari kedalam bangunan dapat ditekan, dengan berkurangnya radiasi panas matahari yang diterima maka beban kerja dan penggunaan energi dari pengkondisian udara seperti AC dapat berkurang yang akan menyebabkan bangunan menjadi lebih hemat energi.
2. Arah dan besar bukaan
Arah dan besar bukaan berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam bangunan, logikanya semakin besar bukaan maka semakin besar pula intensitas cahaya dan radiasi panas matahari yang masuk kedalam bangunan, maka perlu diupayakan agar intensitas radiasi panas yang masuk dapat diminimalisir.
Alternatif 2: Sistem pencahayaan buatan
Sistem pencahayaan buatan adalah penerangan yang memanfaatkan pencahyaan dari lampu. Beberapa aspek yang mesti diperhatikan dalam perencanaan sistem pencahayaan buatan adalah:
1. Jenis lampu
Pemilihan jenis lampu yang akan digunakan sebaiknya adalah lampu hemat energi atau yang lebih dikenal dipasaran sebagai energy saving lamp. Banyak tersedia dalam betuk TL/neon dan flourescent.
2. Jumlah dan titik lampu
Disesuaikan dengan kebutuhan intensitas cahaya serta aktifitas dalam sebuah
Tabel 4.22: Peruntukan pencahayaan
Fasilitas Ruang Utama Pencahayaan alami Pencahayaan buatan 1. Apartemen
• Unit apartemen
• Koridor apartemen
• Lobby
• KM /WC umum
• Fasilitas penunjang (laundry, dll)
• Gudang
• Ruang-ruang service
√
√
√
√
√
√
√
2. M all & Pengelola
• Hall/lobby
• Plaza
• Koridor dalam
• Unit retail
• KM /WC umum
• Food Court
• Cafe/Coffee shop
• Restoran
• Pengelola
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Jumlah 11 5
Catatan: Dari hasil analisa perkiraan penggunaan sistem pencahayaan di atas, terlihat bahwa penggunaan sistem pencahayaan alami lebih dominan dibanding pencahayaan buatan.
IV.3.7. Analisa Sistem Pengudaraan
Sistem pengudaraan yang terbagi menjadi dua macam, yaitu sistem pengudaraan alami dan sistem pengudaraan buatan. Sistem pengudaraan alami yaitu menggunakan potensi iklim yaitu pergerakan angin untuk mencapai kenyamana thermal pada ruangan.
Alternatif 1: Sistem pengudaraan alami
Sistem pengudaraan alami sangat erat kaitannya dengan cross ventilation. Cross ventilation/sistem pengudaraan silang dapat dicapai dengan adanya bukaan antar ruang sehingga pergerakan udara dapat terjadi, namun hal ini juga terpengaruh oleh beberapa faktor penting lain, seperti kecepatan angin, peletakkan bukaan yang tepat, lebar bentang bangunan/ruangan, dll.
Gambar 4.14: kaidah cross ventilation
Sumber: D.K. Ching
Peletakkan bukaan yang tepat seperti yang digambarkan dari skematik diatas adalah salah satu faktor penting agar terjadi pengudaraan silang. Jika dikaitkan dengan proyek ini, maka sistem pengudaraan alami sedikit sulit untuk dicapai, dikarenakan tuntutan kenyamanan thermal yang tinggi dan dominan pada fungsi bangunan apartemen dan mal ini. namun bukan berarti pemanfaatan pengudaraan alami tidak sepenuhnya mustahil, justru pada bagian-bagian bangunan yang tidak banyak tedapat aktivitas seperti koridor pada apartemen, pengudaraan alami dapat digunakan.
Alternatif 2: Sistem pengudaraan buatan
M engingat sulitnya mengupayakan sistem pengudaraan alami pada bangunan yang sangat membutuhkan kenyamanan ruangan yang tinggi, juga terkait dengan ketinggian bangunan, fungsi, serta target pasar yang akan dicapai. M aka sistem pengudaraan buatan dapat menjadi alternatif solusi guna membantu sistem pengudaraan pada bangunan. Sistem pengudaraan buatan yang lazim dikenal adalah penggunaan AC (Air Conditioner). Berikut adalah hal-hal yang terkait didalamnya:
1. Pemilihan jenis AC
Tujuan menggunakan AC adalah membuat iklim buatan agar penghuni dapat mencapai kenyamanan thermal seoptimal mungkin, sehingga penghuni dapat melaksanakan aktivitas dengan baik, nyaman dan produktif.
Beban kerja AC yakni mengatur temperature, kelembaban, pergerakkan udara, menyaring debu di udara. Semakin besar pengunaan AC, maka energi yang dikeluarkan semakin besar. Semakin besar energi yang dibutuhkan maka semakin banyak jumlah biaya operasional bangunan yang akan dikeluarkan. Apalagi
buatan seperti AC, menyumbang pemakaian energi terbesar dari sebuah bangunan.
Untuk itu perlu dicermati dan lebih bijaksana dalam menggunakan AC, maka AC digunakan apabila:
• Keadan ruang tidak memenuhi syarat, misalnya tercemar polusi udara dan suara.
• Ventilasi alami tidak memungkinkan, mislnya pada high rise building.
Tabel 4.23: Jenis-jenis AC
Jenis AC Kelebihan Kekurangan
1. AC Split • ukuran kecil
• temperatur setiap
ruangan dapat dikontrol dari masing-masing unit.
• AC window tidak memerlukan ducting
• instalasi AC window sangat sederhana.
• dengan perkembangan
teknologi, tersedia AC window yang menggunakan watt
• penempatan outdoor
unit dapat mengurangi estetika
fasad bangunan
• cenderung bisisng
• memiliki ketahanan optimal penggunaan yakni hanya sekitar 4 tahun
yang kecil (hemat energi) dan dapat memfilter bakteri 2. AC Window • distribusi udara lebih
baik
• cenderung tidak bising karena terbagi atas indoor dan outdoor unit
• ekonomis dari segi harga
• memerlukan ducting
• sudah ditinggali karena sudah jarang diproduksi
• daya listrik untuk pengoperasian yang cukup besar
3. AC Central • banyak digunakan
pada gedung tinggi dengan skala besar
• distribusi udara lebih baik
• tidak bisisng, maintenance mudah
• pengoperasian terpusat
• biaya investasi awal yang cukup mahal
• memerlukan
ducting, ruang isolasi dan AHU
• memerlukan unit tambahan saat servis
Sumber: Jimmy S. Juwana, 2009
Dari analisa dan data diatas maka dapat diketahui bahwa jenis AC yang sesuai dengan kebutuhan sebuah bangunan seperti mall adalah jenis AC central, selain pendistribusian udara lebih baik, jenis AC ini tidak bising, dan lebih efektif dan efisien untuk penerapan dalam skala ruang yang besar dan luas karena sistem pengoperasiannya terpusat.
Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan apartemen, AC central kurang efisien dikarenakan tidak semua unit/orang membutuhkan pendingin secara bersamaan.
Untuk menjawab hal ini pilihan jenis AC diarahkan kepada jenis split.
Dari analisa diatas maka dapat ditentukan perkiraan penggunaan sistem pengudaraan yang dominan baik alami maupun buatan pada bangunan mixed-use ini:
Tabel 4.24: Peruntukan pengudaraan
Fasilitas Ruang Utama Pengudaraan Alami Pengudaraan Buatan 1. Apartemen
• Unit apartemen
• Koridor apartemen
• Lobby
• KM /WC umum
• Fasilitas penunjang (laundry, dll)
• Gudang
• Ruang-ruang service
√
√
√
√
√
√
√
2. M all & Pengelola
• Koridor dalam
• Unit retail
• KM /WC umum
• Food Court
• Cafe/coffee shop
• Restoran
• ATM center
• Gudang
• Ruang-ruang service
• R. Kantor pengelola
• M ushola
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Jumlah 11 7
Catatan: Dari hasil analisa perkiraan penggunaan sistem pengudaraan di atas, agar upaya penghematan energi dapat dimaksimalkan maka sistem pengudaraan buatan dapat dikombinasikan dengan sistem pengudaraan alami terutama pada area-area bangunan yang memungkinkan tidak memakai pengudaraan buatan sepanjang hari.
IV.3.8. Analisa Fasad Bangunan
Terkait dengan pendekatan passive solar design dalam upaya membantu usaha penghematan energi, maka berikut adalah beberapa contoh jenis fasad/selubung bangunan:
Tabel 4.25: jenis fasad bangunan
Jenis Fasad Bangunan Karakteristik 1. Dinding Masif
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate)
Æ terjadi buffer terhadap sinar dan radiasi panas matahari dari bagian dinding masif yang dimajukan
Æ efek pembayangan yang dihasilkan cenderung besar dan berkesan gelap karena material yang digunakan adalah material masif
Æ celah diantara dinding utama dengan fasad bangunan dapat digunakan sebagai selasar luar
Æ karena bersifat masif, keprivasian sangat terjaga
2. Sirip Vertikal Æ fasad menghadap utara-selatan
Æ pembayangan/buffer radiasi panas & sinar matahari yang dihasilkan tidak terlalu besar, sesuai karena pancaran sinar radiasi matahari
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate)
pada bagian utara cenderung kecil dibandingkan bagian timur-barat
Æ efek yang ditimbulkan dari penggunaan sirip vertikal ini adalah kesan bangunan yang tinggi
2. Sirip Horizontal
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate)
Æ fasad menghadap timur-barat
Æ sisi bangunan yang seharusnya terpapar sinar radiasi panas matahari timur-barat yang besar terbuffer/diredam dengan penggunaan sirip horizontal ini
Æ sirip yang digunakan sangat lazim digunakan pada bangunan, yaitu penggunaan overstek beton pada bagian atas bukaan yang menghadap timur-barat
3. Dinding Mekanis Æ contoh transformasi dari penggunaan dinding masif dan sirip vertikal
Æ prinsip kerjanya seperti korden/tirai yang bersifat moveable, sehingga dapat di buka-tutup
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate)
sesuai kehendak
Æ memberikan buffer maksimal terhadap matahari saat tertutup, namun memberikan kesan transparan dan terbuka saat dibuka
Æ pembayangan yang dihasilkan pada saat keadaan terbuka penuh dan setengah terbuka sesuai dengan prinsip sirip vertikal
Æ operasional serta maintenance yang agak sulit
4. Sun-louvre pada bagian single loaded corridor
(Roaf, 2005: Adapting Buildings &
Æ penerapan pada single loaded corridor ini lebih bersifat sebagai pembantu buffer matahari namun tidak terlalu signifikan karena koridor yang ada sudah berfungsi layaknya overstek pada sebuah bangunan
Æ fungsi utama lebih sebagai penghalang pandangan dari luar karena pada kenyataannya pada bangunan ini koridor cukup lebar dan digunakan pula sebagai area jemur
Æ penggunaan material semi-transparan tidak
bagian dalam 5. Sun-louvre/sun-shading
(Roaf, 2005: Adapting Buildings &
Cities for Climate)
Æ berupa kisi-kisi horizontal semi-transparan yang berfungsi sebagai buffer radiasi panas dan sinar matahari
Æ prinsip kerjanya seperti krepyak yang bersifat permanen, dan dapat berfungsi sebagai peredam tampias air hujan
Æ selain sinar matahari masih dapat masuk kedalam bangunan, tetapi sekaligus memberikan penghalang pandangan dari luar sehingga privasi didalam tetap terjaga
Catatan: Dari uraian analisa di atas, jenis fasad bangunan yang baik sekaligus yang dapat membantu upaya penghematan energi adalah fasad yang lebih tanggap akan radiasi matahari, selain itu peletakkan serta penggunaannya haruslah praktis dan efektif. Oleh karenanya jenis fasad dengan menggunakan prinsip sirip baik vertikal maupun horizontal dan sun-louvre/sun-shading mempunyai nilai lebih dibanding dengan yang lainnya.
IV.3.9. Analisa Sistem Sirkulasi Vertikal
Sistem sirkulasi vertikal adalah salah satu dari sekian banyak aspek penting dalam perancangan bangunan tinggi yang wajib disediakan sebagai media penghantar sirkulasi
transportasi dari lantai bagian bawah hingga bagian atas. Beberapa jenis alternatif sirkulasi vertikal yang ada antara lain (Juwana, 2005):
1. Eskalator
Pemilihan eskalator didasarkan pada jumlah maksimum orang yang perlu dipindahkan dalam waktu 5 menit. Kemampuan sekelompok eskalator untuk mengangkut orang harus cocok dengan waktu tersibuk yang akan direncanakan.
Jenis eskalator dibagi menjadi 3 jenis menurut dari tata letaknya dalam sebuah ruangan, yaitu:
Tabel 4.26: Jenis tata letak eskalator
Tata Letak Kelebihan Kekurangan
1. Bersilangan - M enggunakan luasan lantai yang paling sedikit - Efisien dalam penggunaan srtuktur
- Biaya paling murah
- Jika digunakan pada pusat
perbelanjaan, orang cenderung malas menjelajahi area retail yang
lain 2. Sejajar M enerus - Efektif digunakan pada
kondisi orang sangat banyak
- M embuat orang cepat sampai ke tujuan
- Biaya mahal
- Jika digunakan pada pusat
perbelanjaan, orang cenderung ingin langsung
menuju area tujuan 3. Sejajar Berputar - Dapat diatur arah naik-
turunnya sesuai kondisi
- Terkadang memaksa orang untuk berputar
terlebih dahulu untuk mencapai area tujuan
2. Lift Hidrolik
Dari data serta hasil analisa serta data sebelumnya dapat diketahui bahwa lift hidrolik efektif untuk melayani bangunan dengan jumlah lantai yang sedikit seperti contohnya mall dalam perancangan proyek mixed-use ini. Peletakkannya harus strategis dan memenuhi serta sesuai dengan luas lantai yang akan dilayaninya.
3. Lift M otor
Berdasarkan hasil analisa diatas, penerapan penggunaan lift dengan penggerak motor sangat sesuai diaplikasikan pada bangunan mixed-use ini, terutama sebagai transportasi vertikal bagi area apartemen (karena jumlah lantai yang banyak) yang tidak bisa diakomodir oleh lift jenis hidrolik. Juga idealnya lift hanya melayani sekitar 12-15 lantai, agar tidak melampaui batas tunggu dan jumlah waktu perjalanan yang disyaratkan. Dibawah ini adalah tabel perbandingan standar kebutuhan kapasitas lift pada tiap jenis bangunan, antara lain:
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005
Tabel 4.27: Perbandingan standar kapasitas lift
Kecil Menengah Besar Lift Barang
Kantor 17-20 20-23 23-28 2.000/3.200 kg
Parkir 17 20 23 -
Komersial 23 23 28 2.000/4.000 kg
Hotel 20 23 23 2.000 kg
Apartemen 12-17 17 20 -
Rumah Sakit 12 20 28 2.000 kg
Dari tabel diatas maka dapat ditentukan besaran kapasitas lift yang akan direncanakan untuk bangunan mall dan apartemen. Dengan luasan tapak hanya
± 6.500 m² dan KLB yang ± 26.000 m², maka dapat dikategorikan bangunan mixed-use ini merupakan bangunan mall dan apartemen berskala kecil (International Council of Shopping Center, 2009), dan kebutuhan kapasitas lift untuk mall adalah 23 orang, sedangkan untuk apartemen, yaitu dengan kapasitas lift 17 orang. Selain itu terdapat beberapa persyaratan lift bagi apartemen (Juwana, 2005), yaitu:
• Lift barang diperlukan jika blok hunian dimana pintu utama berada ditempatkan pada ketinggian dua lantai dari lantai dari lantai dasar.
• Unit hunian tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lift.
• Waktu tunggu lift yang ideal berkisar antara 50-70 detik Sumber: Jimmy S. Juwana, 2005
• Kecepatan lift penumpang yang direkomendasikan untuk apartemen dengan jumlah lapis 12-20 adalah adalah 1,5-2,5 m/detik dan kecepatan lift barang adalah 1 m/detik.
Berikut ini adalah perhitungan kebutuhan lift pada apartemen, yaitu:
• Diketahui:
- Luas netto tipikal lantai adalah 725,7 m² - Jarak floor-to-floor (h) adalah 3,5 m - Kecepatan rata-rata lift (s) adalah 1 m/det - Jumlah lantai yang dilayani adalah 11 lantai - Kapasitas lift adalah (m) 17 orang
- Beban puncak lift (P) adalah 3%
- Perkiraan penghuni bangunan adalah 4 m² lantai netto/orang Jumlah waktu tempuh yang dibutuhkan adalah:
T = (2h + 4s) (n-1) + s(3m + 4) s
= (2(3,5) + 4(1)) (11-1) + 1(3(17) + 4) 1
= 100 + 40 = 140 detik
Jumlah lift yang dibutuhkan:
N = Luas netto x n x P x T 300 x PB x m