• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pengajar Sebagai Kontribusi Peningkatan Mutu Pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pengajar Sebagai Kontribusi Peningkatan Mutu Pembelajaran"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Sudarman adalah Dosen Universitas Mulawarman Samarinda 16

Peningkatan Mutu Pembelajaran

Sudarman

Abstract: It was found that there are at least 50% of Indonesian teachers, who do not have the quality required by the National Education Standard (SPN). Therefore, it is necessary to build a strong foundation to develop teachers’ quality with average standard, not only the minimum one. In relation with teaching, two terms are quite difficult to disassociate. They are ‘instructor’ and ‘teacher’. There is a difference between those terms. ‘Instructor’ is a person who gives a push to others to do the activity, with a target to reach. That way, a good instructor usually can teach better. While ‘teacher’ is a person who conducts a learning activity with his students. He must be able to teach well and have good behaviour to be a role model.

Key words: teacher’s professionalism, teacher’s ethics, learning quality

Menurut penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000), sekitar 50 % guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai standardisasi pendi- dikan nasional (SPN). Untuk itu perlu dibangun landasan kuat untuk meningkatkan kualitas guru dengan standarisasi rata-rata bukan standardisasi minimal.

Berdasarkan catatan Human Development Index (HDI), fakta ini menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar se- perti kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dari data statistik HDI terdapat 60 % guru SD, 40 % gu- ru SLTP, 43 % guru SMA, dan 34 % guru SMK di- anggap belum layak untuk mengajar di jenjang ma- sing-masing. Selain itu, 69.477 guru atau setara de- ngan 17,2 % guru mengajar bukan bidang studinya.

Di samping itu, menurut Hayat dan Umar (dalam Adiningsih, 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bi- dang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0- 100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang harus dikuasai. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,4), biologi

(44,9), kimia (43,6), dan bahasa Inggris (37,6). Ni- lai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu mi- nimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bi- dang keahliannya. Paparan ini menggambarkan se- kilas kualitas guru di Indonesia, bagaimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi mata pelajaran yang diampu masih kurang, dan bagai- mana dikatakan profesional jika masih ada 33 per- sen guru yang mengajar di luar bidang keahlian- nya. Permasalahanya adalah bagaimana guru dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan ba- ik jika profesionalismenya masih dipertanyakan.

Tulisan singkat ini akan mengulas tentang peningkatan profesionalisme tenaga pengajar da- lam upaya memberikan kontribusi terhadap pe- ningkatan kualitas pembelajaran serta memberikan gambaran mengenai pembelajaran yang baik sesuai dengan harapan pengajar dan peserta didik serta ukuran yang bagaimana yang dapat dipakai sebagai acuan serta perilaku yang dianggap sebagai pe- nyimpangan. Di samping itu juga ingin mengete-

(2)

ngahkan siapa yang sebaiknya bertindak sebagai individu yang berwenang membetulkan jika seseo- rang dianggap menyimpang dari ukuran yang telah ditentukan. Staf pengajar merupakan unsur yang penting dalam menciptakan pendidikan yang ber- kualitas. Keberhasilan suatu sekolah dan perguruan tinggi di antaranya tergantung dari keterampilan staf pengajar dalam mendorong peserta didik untuk belajar. Namun, untuk sampai pada ukuran me- ngajar yang profesional perlu dikaji beberapa hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

LANDASAN PEMIKIRAN

Untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang profesional diperlukan pengenalan terhadap profe- sinya. Pengajar juga sebaiknya mengetahui bagai- mana mengajar yang seharusnya. Menurut penga- matan, tidak sedikit pengajar yang datang untuk mengajar tidak melakukan persiapan, bahkan ada yang hanya bertanya kepada peserta didiknya ten- tang pelajarannya yang telah diajarkannya. Di lain pihak ada pula pengajar yang hanya memberikan sejumlah bahan ajar dengan tidak mengindahkan apakah bahan itu dapat dipahami mahasiswanya atau tidak, yang penting bahan ajar selesai diberi- kan. Di samping itu terdapat pula pengajar yang hanya mementingkan ilmu pengetahuannya, (bebe- rapa pengajar yang dalam waktu tertentu menda- patkan ilmu tambahan, karena sedang melanjutkan di S2), kemudian memberikan ilmunya tadi ke ma- hasiswa dengan tidak memikirkan apakah ilmu itu sesuai untuk diberikan atau tidak pada siswanya.

Selain itu ada pula pengajar yang mengang- gap dirinya paling pandai serta sebagai sumber ke- kuasaan, sehingga apa yang dikatakannya itu ada- lah benar dan mahasiswa harus mematuhinya. Da- lam kenyataannya ilmu pengetahuan itu berkem- bang dan sumber informasipun berkembang se- hingga pengajar bukan satu-satunya sumber infor- masi. Ada beberapa usaha yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas mengajar, namun be- lum dilaksanakan sebagaimana mestinya, seperti pelatihan penyusunan satuan acara perkuliahan, be- berapa macam metodologi pengajaran, ataupun pe- mantauan kehadiran mengajar. Hal lain yang men- jadi bahan pemikiran yaitu belum ada kesepakatan yang jelas apa yang harus dikerjakan dalam me- ngajar pada bidang ilmu masing-masing karena be-

lum ada pembakuan untuk menilai bahwa seseo- rang telah mengajar dengan baik. Namun demikian ada bahan acuan bagaimana mengajar yang baik namun masih harus disempurnakan, dan disesuai- kan dengan tujuan institusional sebagai acuan pe- laksanaan visi dan misinya.

Bertitik tolak dari bahan pemikiran inilah da- pat disusun suatu kode etik yang sesuai dengan profesi pengajar sehingga menjadikan mengajar se- bagai suatu kebanggaan dalam menjalankan tugas- nya.

ETIKA DAN PROFESI

Etika berasal dari kata ethic dengan batasan yang bervariasi tergantung dari konteks yang ingin dibahas, namun demikian dapat dikemukakan be- berapa batasan yang ada kaitannya dengan perilaku individu dalam satu organisasi yang menuntut un- tuk dilaksanakannya etika tertentu, seperti diurai- kan dalam penjelasan berikut.

Definisi etika sebagaimana diutarakan oleh Hornby dalam Oxford Advaced Learner’s Dictio- nary of Current English (1985) adalah “… system of moral principles, rules of conduct”. Selain itu dikemukakan pula oleh Morehead (1985), “ethics, n. morals, morality, rules of conduct”.

Lebih jauh dikemukakan oleh Morehead bahwa etika ini erat kaitannya dengan kewajiban dan tanggung jawab seseorang. Page & Thomas (1979) mengemukakan bahwa ethics, branch of philosophy concerned with morals and the distin- ction between good and evil. Kreitner & Kinicki (1998) mengemukakan bahwa: ”ethics involves the study of moral issues and choices. It concerned with right and wrong, good versus bad and the ma- ny shades of gray in supposedly black and white issues.”

Lebih jauh diuraikan dalam kaitannya de- ngan perilaku yang etis menyangkut seluruh peri- laku baik di dalam ataupun di luar pekerjaannya.

Selain itu diuraikan pula bahwa etika ini dalam su- atu organisasi sebaiknya diuraikan dalam apa yang disebut ethical codes, sehingga jelas apa yang pa- tut dilakukan oleh seluruh anggota organisasi. Kai- tannya dengan perilaku dalam organisasi diuraikan pula oleh Luthans (1995), ”ethics involves moral issues and choices and deals with right and wrong behavior”. Selanjutnya diuraikan bahwa etika ini

(3)

dipengaruhi pula oleh budaya dari organisasi, kode etik, panutan dari pimpinan, kebijakan organisasi serta kenyataan yang berlaku di dalam organisasi.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa etika itu berkaitan dengan baik buruknya perilaku seseorang serta sejauh mana kode etik diperhatikan oleh individu baik di dalam ataupun di luar lingku- ngan pekerjaannya.

PROFESI DAN PROFESIONALISME

Profesi berasal dari kata profession, serta profesional berasal dari kata professional, yang mempunyai batasan bervariasi tergantung dari kon- teks yang ingin diungkapkan. Hornby memberikan batasan tentang:

”profession, n. occupation, esp one requiring ad- vanced education and special training, eg the law, architecture, medicine, ac-countancy; … professi- onal adj 1. of a profesion (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doc- tors, lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to make a living.”

Batasan yang lain mengenai profesi dan pro- fessional diberikan oleh Page & Thomas (1979), seperti kutipan dibawah:

… profession, evaluative term describing the most prestigious occupations which may be termed professions if they carry out an essential social service, are founded on systematic knowledge, re- quire lengthy academic and practical training, have high autonomy, a code of ethics, and gene- rate inservice growth. Teaching should be judged as a profession on these criteria.

Dari batasan di atas maka dapat dikatakan bahwa etika profesi itu berkaitan dengan baik dan buruknya tingkah laku individu dalam suatu pe- kerjaan, yang telah diatur dalam kode etik. Sebe- lum membahas lebih lanjut mengenai kode etik, ada baiknya kita memahami istilah yang berkaitan dengan etika guna mencegah salah pengertian. Da- lam kaitannya dengan pendidikan keguruan, ada program studi yang memberikan mata kuliah pro- fesi kependidikan yang menyangkut tentang etika profesi keguruan.

PROFESIONALIME PENGAJAR

Pengajar dan mengajar adalah dua istilah yang sulit untuk dipisahkan. Umpamanya dikata- kan bahwa ia adalah guru yang baik apakah indivi- du itu mempunyai karakteristik mengajar yang baik ataukah bertingkah laku yang patut diteladani? Me- ngajar adalah kata kerja yang biasanya dipakai da- lam proses terselenggaranya kegiatan yang dilaku- kan oleh sekelompok individu yang belajar, se- dangkan pengajar adalah individu yang mendorong melakukan kegiatan tersebut, untuk mencapai suatu tujuan biasanya di perguruan tinggi disebut tenaga pengajar. Namun demikian, pada umumnya penga- jar yang baik dapat mengajar dengan baik.

Mengajar itu tidak hanya apa yang terjadi di dalam kelas tapi juga persiapan yang dilakukan se- belumnya dan penilaian yang dilakukan sesudah- nya. Oleh sebab itu yang tercakup dalam mengajar yaitu persiapan dan juga penyampaiannya, membe- rikan fasilitas, ceramah, membimbing, mengarah- kan, dan kadang-kadang mendorong. Mengajar yang baik termasuk semuanya yang telah disebut- kan tadi yang dikerjakan secara sungguh-sungguh.

Kesungguhan ini tidak saja sebagai kesungguhan yang umum, tapi lebih bersifat pribadi.

Amanah dari Undang-undang Guru dan Do- sen mensyaratkan guru dan dosen harus profesio- nal. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bi- dang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berda- sarkan prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggil- an jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen un- tuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ke- takwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifika- si akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memi- liki kesempatan untuk mengembangkan keprofesi- onalan secara berkelanjutan dengan belajar sepan- jang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hu- kum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;

dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempu- nyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Implementasi di bidang pekerjaan mempu-

(4)

nyai karakter dan pembedaan yang unik antara pe- ran guru dan dosen, kendatipun keduanya mempu- nyai tanggung jawab yang sama terhadap peserta didiknya.

Di perguruan tinggi, karena peserta didiknya adalah individu yang dewasa, maka mengajar di si- ni mempunyai tuntutan yang khusus. Tuntutan me- ngajar di perguruan tinggi kemudian berubah arti- nya dari teaching menjadi scholar. Prosesnya bu- kan lagi hanya memberikan sejumlah informasi tapi sharing the exitement of learning (Spees, 1989).

Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu tidak hanya mengajar orang la- in tetapi juga mengajar diri sendiri, dalam arti bah- wa pengajar juga turut belajar. Banyak batasan yang dapat dikutip mengenai mengajar. Sehingga, dapat dikatakan yaitu: (1) agar dapat mengajar ma- ka tenaga pengajar harus mempunyai pengetahu- an/ilmu yang akan diajarkan, biasanya disiplin il- mu yang sesuai dengan keahliannya. (2) Tenaga pengajar harus mempunyai itikad akan membagi il- munya dengan yang lain. Tenaga pengajar juga ha- rus mempunyai komitmen bahwa ia juga akan be- lajar. (3) Komitmen ini bermakna ganda, yaitu be- lajar untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain.

Yang dimaksud dengan learning untuk tenaga pe- ngajar mencakup belajar tentang ilmunya, belajar tentang mahasiswanya masa kini serta mempelajari dirinya sendiri. Dalam arti bahwa apabila ia merasa bahwa cara ia mengajar tidak memadai maka akan berusaha untuk memperbaikinya.

Lebih jauh diuraikan bahwa guru yang baik itu tidak pernah dalam keadaan bad faith, dalam ar- ti bahwa individu akan lari dari tanggung jawab dan membohongi dirinya sendiri. Tidak ada satu- pun cara mengajar yang dapat diterapkan ke selu- ruh situasi mengajar karena begitu banyak cara me- ngajar. Istilah cara mengajar yang baikpun tidak dapat dikatakan baik untuk semua mata kuliah. Se- lalu harus disertai “baik untuk apa” dan “baik un- tuk siapa” serta “bagaimana pelaksanaannya”.

Oleh sebab itu “cara mengajar yang baik” itu dapat diartikan cara mengajar yang tepat untuk tu- juan tertentu dan dilaksanakan sesuai dengan kon- disi kelas. Cara mengajar itu adalah suatu proses yang melibatkan tenaga pengajar dan mahasiswa yang akan bekerja sama menciptakan lingkungan belajar, temasuk nilai dan keyakinan yang akan

membentuk pandangan tertentu tentang kenyata- an. Tidak dapat dibatasi hanya mengenal satu cara mengajar yang baik karena tidak satupun model yang dapat memenuhi semua macam cara belajar.

Banyak cara belajar memerlukan banyak macam cara mengajar.

Namun demikian, biarpun tidak semua tena- ga pengajar mampu melaksanakan mengajar yang seperti diuraikan di atas, tapi tenaga pengajar itu dapat mengupayakan agar proses mengajar menja- di suatu proses yang menyenangkan baik bagi tena- ga pengajar ataupun mahasiswa serta dapat menca- pai tujuan yang telah ditentukan.

Profesi berasal dari kata Latin professare, yang berarti deklarasi keyakinan seseorang sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, dan tata nilai yang dimilikinya. Kata ini juga menunjukkan ada- nya keterbukaan untuk diuji telik oleh pihak lain untuk menjamin kebenarannya. Ada sejumlah kri- teria dari sebuah profesi sebagai berikut: (1) man- tapnya sebuah profesi memakan waktu lama dan kerja keras sehingga pengetahuan teoritis dan pra- ktiknya sama kuatnya. (2) Para anggotanya terus meningkatkan kemampuan okupasional, tidak ber- henti setelah kelulusan dan peraihan sertifikat pro- fesi. (3) Adanya komunikasi profesi dan apresiasi antara seorang profesional dengan komunitas peng- guna layanan. Seorang profesional mengomunika- sikan profesinya lewat perkataan dan perbuatan- nya. Sementara itu publik meresponnya dengan pengakuan dan apresiasi, antara lain dalam wujud bilangan rupiah.

Secara universal, ada kekhasan yang melan- dasi profesionalisme tenaga pengajar, yaitu peneli- tian. Lewat penelitian tenaga pengajar mencari ke- benaran ilmiah secara otonom terbebas dari pe- ngaruh luar. Kebenaran relatif itu merupakan pres- tasi dirinya untuk menuai rekognisi dan penghar- gaan akademik. Dengan demikian, tanpa penelitian seorang tenaga pengajar akan kehilangan jati diri- nya. Dalam persaingan yang semakin ketat, pres- tise dan pendapatan materi seorang tenaga pengajar sebagai pemimpin masyarakat dan pembentuk opi- ni publik tergantung pada kualitas layanan profesi- onalnya, tidak lagi pada atribut-atribut akademik yang dimilikinya. Para tenaga pengajar harus sadar bahwa perkembangan kualitas profesinya kini di- ukur melalui mekanisme audit internal dan ekster- nal. Dikhawatirkan bahwa peningkatan profesi

(5)

akan mandek ketika hasil atau titik ideal sudah ter- capai, padahal persaingan antarprofesi semakin se- ngit. Untuk itu, paradigma pengembangan profesi mesti diubah dari orientasi profesi ke orientasi pengembangan yang berkelanjutan (continuous de- velopment) dalam konteks jaminan mutu. Berda- sarkan lima kriteria di atas, pengembangan profesi tenaga pengajar dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, seorang tenaga pengajar seyogya- nya memiliki kualifikasi doktoral untuk perguruan tinggi atau yang sederajat pada kepakarannya. Na- mun ini tak cukup. Ia mesti terus meningkatkan di- rinya lewat penelitian dan publikasi. Dari kacamata perguruan tinggi kontribusi tenaga pengajar terha- dap perbaikan praktik pendidikan nasional bukan karena keterlibatan langsung pada pendidikan, teta- pi keterlibatannya pada penelitian ilmiah dan publi- kasinya.

Kedua, seorang tenaga pengajar mesti kon- sisten, istiqomah, dan committed terhadap kepaka- rannya dari S1, S2, sampai S3, dan didukung oleh penelitian yang terus menerus pada bidang yang diklaimnya (claimed expertise) sebagaimana teruji oleh publik lewat jurnal penelitian dan makalah yang disajikan pada forum ilmiah.

Ketiga, profesionalisme tenaga pengajar tampak pada empat indikator yang terfokus pada perguruan tinggi yaitu: (1) penguasaan bidang ke- pakaran dan pemahaman teori-teori pendidikan ser- ta aplikasinya pada pembelajar dewasa (andrago- gi), (2) penerapan pengetahuan kependidikan pada proses belajar mengajar tingkat universitas, (3) mempraktekkan otonomi pengajaran secara akun- tabel, dan (4) tumbuhnya etos profesional di ling- kungan kampus.

Problem yang dialami hampir oleh semua perguruan tinggi adalah zig-zag kepakaran akibat lemahnya kepatuhan terhadap bidang studi. Banyak tenaga pengajar yang memiliki gelar S1, S2, dan S3 dalam disiplin yang berbeda. Memang yang bersangkutan menjadi seorang generalis: tahu ba- nyak hal namun dangkal. Profesionalisme tenaga pengajar juga mesti akuntabel di mata kolega dan legawa jika dinilai oleh mahasiswanya. Di univer- sitas-universitas Amerika, akuntabilitas ini ditem- puh antara lain lewat evaluasi mahasiswa terhadap kualitas mengajar. Pada perkuliahan terakhir pada setiap semester tenaga pengajar lazim menyebar- kan angket evaluasi untuk mempertanyakan sembi-

lan indikator profesionalisme dan kompetensi tena- ga pengajar sebagai berikut: (1) keterampilan ber- komunikasi, yakni apakah tenaga pengajar itu mampu menginterpretasikan gagasan dan teori abs- trak sehingga dipahami mahasiswa. (2) Sikap posi- tif terhadap mahasiswa, apalagi mahasiswa tingkat pascasarjana sebagai pembelajar dewasa, dan tidak menempatkan mereka sebagai sapi perah, anak kecil, atau botol kosong. (3) Pengetahuan yang luas ihwal materi yang diajarkan lewat penelitian dan publikasi ilmiah. (4) Manajemen materi ajar dan perkuliahan yang baik. (5) Antusiasme sang tenaga pengajar pada mata kuliah yang diajarkannya. (6) Kejujuran dalam menyelenggarakan ujian dan pemberian nilai. (7) Keinginan untuk bereksperi- men dengan cara-cara baru. (8) Keinginan untuk mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis. (9) Sebagai sosok tenaga pengajar yang menarik, tidak membosankan, dan tidak menakutkan mahasiswa.

Guru dan tenaga pengajar, keduanya dituntut bekerja profesional pada tataran yang berbeda. Pro- fesionalime guru terletak pada intensitas pedagogi yakni keterlibatan dalam membelajarkan siswa. Se- mentara itu profesionalisme tenaga pengajar terle- tak pada intensitas inkuiri (inquiry) dan andragogi yakni kegiatan penelitian dan keilmuan dan inter- aksinya dengan pembelajar dewasa. Sekali lagi, va- riabel pembedanya adalah penelitian. Penelitian adalah media pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan pengajaran di sekolah pada intinya adalah pengembangan kepribadian siswa.

Dengan disahkannya PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan UU tentang guru dan tenaga pengajar, tuntutan profe- sionalisme bagi sosok pendidik pada setiap jenjang pendidikan semakin berat. Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta mesti mengamalkan peratu- ran dan undang-undang ini antara lain dengan me- ngangkat tenaga pengajar minimal berpendidikan S2 dengan kepakaran yang relevan. Guru profesi- onal yang tersertifikasi itu minimal berijazah S1 dan telah menempuh 36 sks bidang kependidikan.

Sehingga pada tataran pokok bahwa hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar adalah agar mereka merasa bangga akan profesinya sebagai pengajar.

Walaupun kadang-kadang pekerjaan menga- jar ini tidak dapat penghargaan yang sebagaimana

(6)

mestinya, masih banyak yang beranggapan bahwa mengajar dapat dikerjakan oleh siapa saja. Mung- kin anggapan ini ada benarnya dalam beberapa hal, namun mengajar yang bagaimana yang mereka la- kukan. Adakah mereka mengindahkan tujuan yang ingin dicapai? Apakah mereka juga memikirkan mahasiswa yang harus didorong untuk mau be- lajar? Ataukah sekedar berdiri di depan kelas dan membicarakan sesuatu? Antara lain hal semacam inilah yang sebaiknya dipahami oleh pengajar, se- hingga diharapkan menghasilkan lulusan yang se- suai dengan tujuan institusi. Secara umum menga- jar yang baik itu memerlukan ilmu dasar untuk me- ngajar yang dapat diterapkan sesuai dengan keah- lian individu. Yang diuraikan dalam makalah ini adalah mengajar secara umum, sedangkan keteram- pilan mengajar yang berkaitan dengan ilmu penge- tahuan keahliannya sebaiknya dibahas di masing- masing bidang profesi. Contoh: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevalusi pengembangan profesi staf pengajar ilmu ekonomi, atau Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk ilmu teknik, begitu halnya ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia).

Dalam hal ini perlu dipikirkan ilmu dasar yang mana yang diperlukan sebagai dasar untuk menga- jar agar mengajar dapat dikategorikan dalam suatu profesi.

Pengajar yang berhasil adalah mereka yang dapat menyampaikan keahliannya untuk semua mahasiswanya. Kegiatannya berdasarkan keyaki- nan bahwa semua mahasiswa dapat belajar. Dia a- kan memperlakukan mahasiswanya sama, namun mengetahui perbedaan mahasiswanya satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memperlakukan me- reka sama berdasarkan perbedaan yang telah dike- tahuinya. Dia akan menyesuaikan kegiatannya ber- dasarkan observasi serta tentang pengetahuannya akan minat, kecakapan, kemampuan, keterampilan, ilmu pengetahuan, lingkungan keluarga, serta hu- bungan satu sama lainnya di antara sesama maha- siswa. Pengajar yang berhasil akan memahami ba- gaimana mahasiswa berkembang dan belajar. Dia akan mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatannya. Dia sadar bahwa mahasiswa- nya akan berperilaku sesuai dengan kontek yang dipengaruhi budaya. Dia akan mengembangkan ke- mampuan kognitif dan menghormati cara mahasis- wa belajar. Yang sangat penting adalah mendorong

self esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung ja- wab terhadap masyarakat, respect terhadap perbe- daan individu, budaya, kepercayaan, dan ras dari mahasiswanya.

Pengajar yang berhasil sangat memahami bi- dang ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut dicip- takan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya, serta diterapkan dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan disipln ilmu, serta mengembangkan ke- mampuan menganalisa dari mahasiswanya. Penga- jar yang berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya kepada mahasis- wa. Mereka akan tahu mana yang sulit diterima oleh mahasiswa, sehingga akan menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. Cara mereka me- ngajar akan memungkinkan bahan ajar diterima mahasiswa dengan baik karena mempunyai strategi mengajar yang telah dikembangkannya sesuai de- ngan kebutuhan mahasiswa yang bervariasi untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan ke- mampuan mahasiswa.

Pengajar yang berhasil, akan menciptakan, memperkaya, memelihara, dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat mahasiswa dalam menggunakan waktu mengajar sehingga mengajarnya efektif. Mereka juga akan memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada mahasiswa dan teman sejawat- nya. Pengajar yang berhasil akan tahu cara mana yang tepat yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Mereka juga akan tahu bagaimana me- ngatur mahasiswa agar dapat mencapai tujuan me- ngajar yang diinginkan serta mereka akan tahu me- ngarahkan mahasiswa untuk sampai pada lingku- ngan belajar yang menyenangkan. Mereka mema- hami bagaimana memotivasi mahasiswa termasuk bagaimana cara mengatasi apabila mahasiswa me- nemui kegagalan. Pengajar yang berhasil akan juga memahami kemajuan mahasiswa dalam belajar ba- ik secara perorangan ataupun secara umum dalam kelasnya. Memahami bermacam-macam cara eva- luasi untuk mengetahui perkembangan mahasiswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan ataupun kegagalan mahasiswa kepada orang tua mahasiswa.

Pengajar yang berhasil, adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh

(7)

mahasiswanya, baik keberhasilan dari ilmu penge- tahuannya ataupun cara mengajarnya. Seperti, kei- ngintahuannya, kejujurannya, keramahannya, ke- terbukaannnya, mau berkorban dalam mengem- bangkan mahasiswa, ataupun hal lain yang berka- itan dengan karakteristik pengajar yang lainnya.

Pengajar yang berhasil akan memanfaatkan ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bi- dang ilmu dan mengajarnya, serta tentang mahasis- wanya dalam penilaian dan kepercayaannya bahwa cara inilah yang terbaik untuk dilakukan dalam proses mengajar. Untuk keberhasilan proses me- ngajarnya, pengajar yang berhasil akan selalu me- mikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta selalu menghubungkannya de- ngan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan te- ori, ide, ataupun faktanya.

Pengajar yang berhasil, akan berkontribusi serta bekerja sama dengan teman sejawatnya ten- tang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar, seperti pengembangan kuri- kulum, pengembangan staf lainnya selain pengajar, ataupun kebijakan lainnya dari seluruh institusi pendidikan. Mereka akan menilai perkembangan institusinya serta sumber lain yang tersedia dalam menunjang perkembangan pendidikan sesuai kebu- tuhan masing-masing. Pengajar yang berhasil sela- lu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubu- ngan degan teman sejawatnya untuk produktivitas hasil pendidikan secara menyeluruh.

Dari kelima aspek inilah kemudian akan di- kembangkan untuk dirumuskan tentang apa yang sebaiknya dilaksanakan oleh pengajar yang dapat dikategorikan berhasil untuk kemudian disusun se- buah tolok ukur (standar). Salah satunya yaitu pe- ngembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan (PPS, 1990) yang memiliki ciri-ciri:

(1) memiliki fungsi dan signifikasi sosial, (2) me- miliki keahlian/keterampilan tertentu, (3) keahlian /keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah, (4) didasarkan atas disiplin il- mu yang jelas, (5) diperoleh dengan pendidikan da- lam masa tertentu yang cukup lama, (6) aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional, (7) memiliki kode etik, (8) kebebasan untuk memberikan judge- ment dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya, (9) memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi, dan (10) ada pengakuan dari masya- rakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Lebih jauh diuraikan bahwa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) pada ta- hun 1980 (Nana, 1996) telah merumuskan kemam- puan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum yai- tu Pertama, kemampuan profesional yang menca- kup: (1) penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar keilmuan dari ba- han pelajaran tersebut, (2) penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) pe- nguasaan proses kependidikan, keguruan dan pem- belajaran. Kedua, kemampuan sosial, yaitu ke- mampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar. Ketiga, kemampuan perso- nal yang mencakup: (1) penampilan sikap yang po- sitif tehadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan, (2) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai- nilai yang seyogyanya dimiliki guru, dan (3) pe- nampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.

Selanjutnya Depdikbud merinci ketiga ke- lompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemam- puan dasar, yaitu: (1) penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, (2) pe- ngelolaan program belajar mengajar, (3) pengelola- an kelas, (4) penggunaan media dan sumber pem- belajaran, (5) penguasaan landasan-landasan ke- pendidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar me- ngajar, (7) penilaian prestasi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, (9) pengenalan dan penyelenggaraan administrasi se- kolah, dan (10) pemahaman prinsip-prinsip dan pe- manfaatan hasil penelitian pendidikan untuk ke- pentingan peningkatan mutu pengajaran.

Uraian yang dikemukakan Dinas Pendidikan ini kelihatannya untuk guru, bukan untuk tenaga pengajar pendidikan tinggi. Namun demikian dapat dipakai sebagai acuan untuk mengkaji sifat-sifat yang ingin dirinci untuk pengajar dari perguruan tinggi, karena sejauh ini belum ada ukuran untuk Indonesia yang berkaitan dengan profesionalisme dalam mengajar yang sudah baku, sehingga banyak di antara profesi lain juga mengajar.

Dengan demikian etika profesi pengajar sa- ngat tergantung dari para pengajar sendiri, apakah menjadi kebanggaan sebagai pengajar ataukah ha- nya merupakan pekerjaan yang dapat dikerjakan- nya. Untuk hal ini maka urun saran selanjutnya

(8)

Gambar 1 Siklus Kompetnsi Guru dan Refleksinya Tabel 1 Pemetaan Kompetensi Guru

Core (Most) Core (Sub) Deskripsi

Pemahaman Karakteristik dan Kebutuhan Anak (Siswa)

Kemampuan Personal (Pribadi) Keyakinan (Agama), Akomodasi Nilai, dan Tampilan Perilaku Kemampuan Akademis Disiplin Ilmu dan Kurikuler Kemampuan Metodologis

(Kekuatan Mempengaruhi)

Mencerahkan, Mengarahkan, Memfasilitasi, dan Menangani Pengembangan Diri Komitmen, Penjagaan Citra, serta

Dinamis, Aktif, Kreatif, Inovatif

akan disesuaikan dengan pengkajian pengajaran se- demikian rupa sehingga dengan tujuan institusio- nal.

KEMAMPUAN DASAR GURU PROFESIONAL

Aspek-aspek kemampuan inti (core) yang merupakan implikasi dari hakekat sasaran dan tu- gas utama guru, diantaranya yang terpenting adalah kemampuan pribadi (personal), kemampuan akade- mis, kemampuan metodologis (mempengaruhi), dan kemampuan pengembangan diri (menjaga ko- mitmen). Proses pembinaan dan pengembangan se- tiap komponen dapat dilihat pada gambar 1. Se- dangkan kemampuan-kemampuan tersebut dapat dipetakan seperti yang terlihat pada tabel 1.

KESIMPULAN

Etika profesi pengajar berkaitan dengan baik dan buruk perilaku pengajar baik itu di lingkungan institusi pendidikan ataupun dalam kehidupannya

sehari-hari. Dalam menentukan baik buruk ini per- lu disusun kode etik, yang berfungsi juga sebagai salah satu ciri profesional. Pekerjaan yang dapat di- katakan profesional sangat tergantung dari panda- ngan individu yang menjalaninya dan kebanggaan profesional hanya dapat diciptakan oleh mereka yang berkaitan langsung. Untuk menyusun kode etik dapat diturunkan dari persyaratan profesi serta hanya dapat disusun oleh mereka dari lingkungan pekerjaan yang bersangkutan. Yang dapat meru- muskan dengan baik hanya mereka yang berkecim- pung dalam pengajaran.

SARAN

Untuk pengajaran mata kuliah/mata pelajaran dapat disusun suatu standar pengajaran, sesuai de- ngan visi, misi, dan tujuan. Untuk menyempurna- kan rencana pemantapan beragam tugas, dalam hal ini yang berkaitan dalam perencanaan pengem- bangan tenaga tenaga pengajar. Untuk mendapat- kan suatu pendekatan dan metodologi pembelaja- ran setiap tenaga pengajar diharapkan dapat mela- Physically

Appearance Academic

Capacities

Strength to Influence Competencies

Improving

Child

(9)

kukan penelitian mandiri terhadap cara-cara me- ngajar yang diterapkannya secara kontinyu dari se- mester ke semester, sehingga melalui temuan em- pirik ini bisa diambil kesimpulan tentang cara me- ngajar yang baik, selain juga tenaga pengajar yang bersangkutan tetap selalu membaca buku-buku yang berkaitan mata kuliah yang diajarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, B. S. 1979. Handbook of Formative and Summative Evaluation for student learning.

New York: McGraw-Hill Company

Digest, E.. 1991. Department of Education. Wash- ington DC: Government Publisher

Hornby, A.S. 1987. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. London: Oxford University Press Institut Teknologi Nasional. 1996. Rencana Induk

Pengembangan Institut Teknologi Nasional

Tahun 1996 - 2005. Bandung: Institut Tekno- logi Nasional

Institut Teknologi Nasional. 1997. Pedoman U- mum Itenas. Bandung: Itenas

Kreitner, R., & Kinicki, A. 1998. Organizational Behavior. Irwin: McGraw-Hill Companies KSA Group. 1998. The National Board for Profes-

sional Teaching Standards. Washington DC:

Government Publishers

Miarso, Y. 2004. Menyemai Benih teknologi Pen- didikan. Jakarta: Prenada Media

Sukmadinata, N. S. 1997. Pengembangan Kuriku- lum, Teori, dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Weimer, M. 1990. Improving College Teaching, Strategies for Developing Instructional Effec- tiveness. San Francisco: Jossey-Bass

Wina, Sanjaya. 2005. Pembelajaran dalam Imple- mentasi KBK. Jakarta: Prenada Media

Referensi

Dokumen terkait

(Included Entertainment / Solo Organd ) - Aula HutanCpcty 150

Informasi keuangan di atas telah disusun untuk memenuhi Peraturan OJK No.48/POJK.03/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, Surat Edaran OJK

Secara kronologis (menurut urutan waktu), masa bayi berlangsung sejak seorang individu manusia dilahirkan dari rahim ibunya sampai berusia sekitar setahun. Sedangkan masa kanak- kanak

Dalam analisis data pun menunjukkan pengaruh Impulse Buying Tendency terhadap Impulse Buying Behaviour pada kosmetika Etude House Grand City Mall di Surabaya memiliki

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan: (1) Pendekatan sistem dapat memberikan skenario perencanaan wilayah pesisir yang komprehensif, yaitu memadukan ruang daratan

Menganalisis pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMR dan PB) dengan kemampuan awal matematis (atas, tengah, rendah) terhadap peningkatan

emergency membutuhkan waktu 20 menit. Sedangkan untuk kegiatan pokok pelayanan radiologi terhadap pasien tidak emergency membutuhkan waktu rata-rata 12 menit.. Karena