• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.37452/PP/M.VI/16/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.37452/PP/M.VI/16/2012"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.37452/PP/M.VI/16/2012

Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2007

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp948.282.470,00 dengan pokok sengketa:

1. Koreksi SSP PPN Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah PabeanRp.68.561.629,00

2. Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Rp.879.720.841,00

yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Koreksi SSP PPN Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean Rp.68.561.629,00

Menurut Terbanding : bahwa seandainya memang jumlah fee yang pasti baru diketahui saat penagihan atau pembayaran fee (saat setelah invoice sales diterbitkan), maka seharusnya Pemohon Banding tetap mencoret masa pajak saat dimanfaatkannya jasa (saat invoice sales diterbitkan) dan melaporkannya mengacu pada masa pajak dimanfaatkannya jasa tersebut jika Pemohon Banding ingin mengkreditkan dimasa yang sama atau maksimal 3 (tiga) bulan setelahnya untuk pengkreditan masa tidak sama;

Menurut Pemohon : bahwa berdasarkan pemahaman Pemohon Banding atas ketentuan Pasal 2 KMK Nomor:

568/KMK.04/2000 adalah bahwa PPN terutang yang dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean adalah pada saat dimulainya pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean tersebut;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Menurut Majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas SSP PPN Pemanfaatan Jasa Luar Negeri dengan menganggap SSP tersebut cacat dan tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan pada masa yang bersangkutan karena pembuatannya tidak sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu melewati batas waktu 3 (tiga) bulan masa pengkreditan pajak masukan;

bahwa Terbanding tidak dapat menyakinkan kapan dimulainya pemanfaatan Jasa Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000;

bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan pada Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;

bahwa ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal 9 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;

bahwa Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan:

“Pajak Masukan dalam satu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”

bahwa Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan”

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas Majelis terlebih dahulu akan menentukan kapan sebenarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas komisi yang disengketakan dan kemudian menentukan apakah Pajak Masukan atas pembayaran PPNnya masih dalam jangka waktu pengkreditan yang diijinkan Undang-Undang;

bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean diatur secara khusus pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean;

bahwa Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, menyatakan:

“Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tersebut”

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas diketahui bahwa Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean terutang pada saat saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tersebut;

bahwa saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 yang menyatakan:

Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini:

saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkan saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkan saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau

saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.

(2) Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean adalah tanggal ditandatangani kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas Majelis melakukan pemeriksaan mana yang lebih dulu terjadi, pemanfaatan secara nyata, pengakuan hutang, penagihan oleh pihak yang menyerahkan ataukah pembayaran atas Barang Kena Pajak tidak berwujud/Jasa Kena Pajak tersebut;

bahwa Majelis melihat jenis Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean adalah berupa komisi dimana komisi ini ditentukan nilainya tergantung hasilnya pada periode yang akan dihitung sehingga untuk komisi tersebut tidak bisa ditentukan nilainya dari awal;

bahwa hal ini dikarenakan Pemohon Banding memerlukan kepastian berapa nilai penjualan yang terjadi, mengingat ada kemungkinan terjadi perbedaan harga yang diakibatkan penyusutan, kerusakan dan lainnya;

bahwa dengan demikian pada saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut diekspor atau diterbitkan invoice sales, belum dapat dinyatakan sebagai saat secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkan;

bahwa dengan demikian kepastian berapa sebenarnya komisi yang harus dibayar oleh Pemohon Banding adalah pada saat pengakuan hutang atas komisi atau bersamaan dengan diterimanya penagihan atas jasa komisi karena pada saat tersebut sudah diketahui secara pasti berapa hutang yang sebenarnya atas jasa komisi yang terima Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis melakukan pemeriksaan mana yang lebih dulu terjadi, pengakuan hutang, penagihan oleh pihak yang menyerahkan ataukah pembayaran atas Barang Kena Pajak tidak berwujud/Jasa Kena Pajak tersebut;

bahwa mengingat pengakuan atas hutang bersamaan dengan penagihan atas jasa tersebut maka Majelis melakukan pemeriksaan mana yang terjadi lebih dahulu antara penagihan ataukah pembayaran atas Barang Kena Pajak tidak berwujud/Jasa Kena Pajak tersebut;

bahwa pemeriksaan atas bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding menunjukkan sebagai berikut:

Penerima komisi

PPN JKPLN Invoice Sales

Tanggal Tagih

Tgl bayar

Tgl SSP

Tgl Lapor

WWW 44.492.457 25 Okt-05

s/d 28 Sept 06

28 Feb 2007 24 Apr 2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007

AAA 5.187.368 23 jan-07

s/d 22 Feb 07

27 Feb 2007 24 Mei 2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007

AAA 5.814.697 12 Maret

07

09 Apr 2007 24 Mei 2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007 FFF 2.008.247 06 Feb 07 22 Feb 2007 08 Mar

2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007 KKK Corp 7.508.578 26 Jan 07 17 Jan 2007 07 Mei

2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007 MMM Japan 3.550.285 27 Feb 07 27 Mar 2007 15 Mei

2007

20 Juni 2007

19 Juli 2007 57.502.769

bahwa dari keseluruhan koreksi sebesar Rp.68.561.629,00 Pemohon Banding hanya dapat menyampaikan penjelasan dan bukti sebesar Rp.57.502.769,00 sehingga terdapat selisih sebesar Rp.11.058.860,00 yang tidak didukung dengan bukti;

bahwa mengingat pemeriksaan dalam persidangan harus berdasarkan bukti-bukti yang nyata, maka Majelis hanya akan melakukan pemeriksaan terhadap kredit pajak sebesar Rp.57.502.769,00;

bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah diperiksa sebagaimana disebutkan di atas, diketahui bahwa yang terjadi lebih dahulu adalah penagihan atas Jasa Kena Pajak tersebut sehingga Majelis berkesimpulan Pajak Pertambahan Nilai terhutang pada saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak penerima komisi; yaitu pada bulan Januari, Februari, Maret dan April 2007;

bahwa dengan demikian pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pemohon Banding dan dikreditkan pada masa Pajak Juni 2007 sebagian masih memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, sedangkan sebagian tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (9), karena dikreditkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan;

bahwa berdasarkan tabel tersebut di atas, maka SSP PPN yang dapat dikreditkan karena masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak adalah sebagai berikut:

Penerima komisi

PPN JKPLN Tanggal Tagih (saat

terutang)

Maksimal bulan pengkreditan

AAA 5.814.697 09 Apr 2007 Juli 2007

MMM Japan 3.550.285 27 Mar 2007 Juni 2007 9.364.982

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Pajak Masukan untuk pembayaran komisi sebesar Rp 9.364.982,00 tidak dapat dipertahankan sedangkan sebesar Rp. 48.137.787,00 tetap dipertahankan karena pengkreditannya telah melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan, dan karenanya Majelis berketetapan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap koreksi Pajak Masukan atas SSP PPN Jasa Luar Negeri;

bahwa dengan demikian koreksi SSP PPN JLN menjadi sebagai berikut:

Koreksi tetap dipertahankan

- Tidak didukung bukti Rp. 11.058.860,00

- Melewati 3 (tiga) bulan Rp. 48.137.787,00 Rp. 59.196.647,00 Koreksi tidak dapat

dipertahankan

Rp. 9.364.982,00

Jumlah Rp. 68.561.629,00

Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Rp. 879.720.841,00

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Menurut Terbanding : bahwa atas kegiatan HTI dan loging merupakan kegiatan yang dikecualikan (dibebaskan) dari pengenaan PPN (Keluaran) sehingga koreksi Pemeriksa (Pajak Masukan yang terkait dengan kegiatan yang dikecualikan/dibebaskan dari pengenaan PPN Keluaran tidak dapat dikreditkan) telah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000;

Menurut Pemohon : bahwa unit kegiatan usaha Plymill dan MDF mempunyai bahan baku berupa kayu log dan hasilnya berupa plywood yang atas penyerahannya terutang PPN, sedangkan unit kegiatan usaha HTI dan Logging adalah unit yang berkewajiban menjadi penyedia bahan baku berupa kayu log bagi unit kegiatan usaha HTI dan Logging;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Menurut Majelis : bahwa Pemohon Banding merupakan satu perusahaan yang terpadu (integrated) yang terdiri dari beberapa unit kegiatan usaha seperti Plywood, MDF, HTI, Logging dimana atas penyerahan BKP ada yang terutang PPN dan ada yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian atas penyerahannya seluruhnya dilakukan dalam satu entitas yaitu PT YYY Tbk.;

bahwa unit kegiatan usaha Plymill dan MDF mempunyai bahan baku berupa kayu log dan hasilnya berupa plywood yang atas penyerahannya terutang PPN, sedangkan unit kegiatan usaha HTI dan Logging adalah unit yang berkewajiban menjadi penyedia bahan baku berupa kayu log bagi unit kegiatan usaha HTI dan Logging;

bahwa sebagian besar kayu log yang digunakan diperoleh dari unit kegiatan usaha HTI dan Logging, namun di dalam prakteknya hasil produksi dari unit kegiatan usaha HTI dan Logging tidak seluruhnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan baku pendukung dari unit kegiatan usaha HTI dan Logging karena hasil produksi dari unit kegiatan usaha Plymill dan MDF harus memiliki standar mutu tertentu;

bahwa akibat adanya standar mutu tersebut, maka apabila hasil produksi berupa kayu log dari unit kegiatan usaha HTI dan Logging tidak dapat digunakan maka kayu log tersebut akan dimusnahkan atau dijual kepada pihak ketiga;

bahwa Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dinyatakan bahwa:

“Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:

a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;

b. makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;

c. barang hasil pertanian;

d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;

e. dihapus;

f. dihapus;

g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; dan

h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt;

2. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:

a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;

b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung,

diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini”;

bahwa Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dinyatakan bahwa:

“Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:

a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;

b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b;

c. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c;

d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d;

e. dihapus;

f. dihapus;

g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g; dan

h. listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h,

dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.;

bahwa sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007, penyerahan kayu log yang berasal dari unit kegiatan usaha HTI dan Logging merupakan penyerahan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas SPT Masa PPN Masa Pajak Juni 2007, terdapat penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar Rp.2.178.584.490,00;

bahwa untuk Masa Pajak Juni 2007 jumlah Penyerahan seluruhnya terdiri dari:

1. Ekspor 50.915.451.232,00

2. Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri

18.518.711.340,00

3. Penyerahan yang PPNnya dipungut oleh pemungut PPN

0,00

4. Penyerahan yang PPNnya tidak dipungut

1.156.264.460,00

5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN

2.178.584.490,00

6. Penyerahan

Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN

0,00

Jumlah Rp

72.769.011.522,00

bahwa jumlah Pajak Masukan Masa Pajak Juni 2007 adalah sebesar Rp.3.509.387.440,00;

bahwa Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyarahan yang Tidak Terutang Pajak menyatakan bahwa:

“Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:

a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

d. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang :

1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;

2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya;

3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan”;

bahwa sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000 tersebut di atas, maka terhadap usaha Pemohon Banding yang merupakan satu perusahaan yang terpadu (integrated) yang terdiri dari beberapa unit kegiatan usaha seperti Plywood, MDF, HTI, Logging dimana atas penyerahan BKP-nya ada yang terutang PPN dan ada yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya, namun berdasarkan pemeriksaan Majelis atas SPT Masa PPN Masa Pajak Juni 2007, Pemohon Banding telah mengkreditkan Pajak Masukan Masa Pajak Juni 2007 sebesar Rp. 3.509.387.440,00, seluruhnya;

bahwa Pasal 2 ayat (2) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:

575/KMK.04/2000 tersebut di atas menyatakan bahwa:

“Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 2, wajib menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tersebut dengan rumus sebagai berikut:

Untuk bukan Barang Modal : X

--- x PM Y

dengan ketentuan bahwa :

X adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dalam tahun buku yang bersangkutan;

Y adalah jumlah seluruh peredaran dalam tahun buku yang bersangkutan;

PM adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)”;

bahwa sesuai Pasal 2 ayat (2) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 575/KMK.04/2000, maka atas Pajak Masukan Masa Pajak Juni 2007 sebesar Rp.3.509.387.440,00 yang telah dikreditkan oleh Pemohon Banding seluruhnya, dihitung kembali dengan rumus sebagai berikut:

X --- x PM Y

X = Rp 2.178.584.490,00 Y = Rp 72.769.011.522,00 PM = Rp 3.509.387.440,00

bahwa dengan memperhitungkan bahwa Majelis telah mempertahankan koreksi Terbanding atas SSP PPN JLN sebesar Rp.59.196.647,00 karena tidak menyampaikan bukti dalam persidangan dan melewati masa pengkreditan, maka Pajak Masukan yang dipergunakan dalam rumus ini adalah sebesar Rp.3.509.387.440,00 dikurangi Rp.59.196.647,00 yaitu sebesar Rp.3.450.190.793,00;

bahwa dengan demikian jumlah Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk Masa Pajak Juni 2007 adalah:

2.178.584.490,00

--- x 3.450.190.793,00 = Rp 103.293.036,00 72.769.011.522,00

bahwa berdasarkan perhitungan di atas Majelis berkesimpulan bahwa jumlah Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk Masa Pajak Juni 2007 adalah sebesar Rp.103.293.036,00 sehingga jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebesar Rp. 3.346.897.757,00 (Rp.3.450.190.793,00 – Rp.103.293.036,00);

bahwa dengan demikian Majelis berketetapan bahwa terhadap koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp.879.720.841,00, sebesar Rp.103.293.036,00 tetap dipertahankan, sedangkan sebesar Rp. 776.427.805,00 (Rp.879.720.841,00 – Rp.103.293.036,00) tidak dapat dipertahankan;

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, secara keseluruhan koreksi Terbanding dan permohonan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:

Koreksi tetap dipertahankan a. Koreksi SSP PPN JKP LN:

a.1. Tidak didukung bukti Rp.

11.058.860,00

a.2. Lewat masa pengkreditan Rp.

48.137.787,00

Rp 59.196.647,00

b. Koreksi PM yang tidak dapat dikreditkan

Rp 103.293.036,00

Rp 162.489.683,00 Koreksi tidak dapat

dipertahankan

1. Koreksi SSP PPN JKP LN

Rp 9.364.982,00 2. Koreksi PM yang

tidak dapat dikreditkan

Rp 776.427.805,00

Rp 785.792.787,00

Jumlah total Rp 948.282.470,00

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa tarif pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa sanksi administrasi kecuali besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding sehingga jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

Pajak Masukan menurut Terbanding

Rp 2.561.104.970,00 Koreksi tidak dapat

dipertahankan

Rp 785.792.787,00 Jumlah Pajak Masukan

menurut Majelis

Rp 3.346.897.757,00

bahwa selanjutnya Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

1. Dasar Pengenaan Pajak

a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN:

a.1. Ekspor 50.915.451.232 a.2. Penyerahan yang PPN-nya

harus dipungut sendiri

18.518.711.340 a.3. Penyerahan yang PPN-nya

yang dipungut oleh Pemungut PPN

0 a.4. Penyerahan yang PPN-nya

tidak dipungut

1.156.264.460 a.5. Penyerahan yang

dibebaskan dari pengenaan PPN

2.178.584.490 a.6. Jumlah

(a.1+a.2+a.3+a.4+a.5)

72.769.011.522 b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa

yang tidak terutang PPN

0 c. Jumlah seluruh penyerahan

(a.6+b)

72.769.011.522 d. Atas Impor BKP, Pemanfaatan

BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah

Pabean/Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean/ Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak/Kegiatan

Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap

yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan 2. Perhitungan PPN Kurang Bayar:

a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri (tarif x 1.a.2 atau 1.d.7)

1.851.871.134

b. Dikurangi:

b.1. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama

0 b.2. Pajak Masukan yang dapat

diperhitungkan

3.346.897.757 b.3. STP (pokok kurang bayar) 0 b.4. Dibayar dengan NPWP

sendiri

0

b.5. Lain-lain 0

b.6. Jumlah (b.1+b.2+b.3+b.4+b.5)

3.346.897.757 c. Diperhitungkan:

c.1. SKPPKP (1.657.516.306)

d. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1)

1.689.381.451 e. Jumlah perhitungan PPN Kurang

Bayar (a-d)

162.489.683 3 Kelebihan Pajak yang sudah:

a. Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya

0 b. Dikompensasikan ke Masa

Pajak.... (karena pembetulan)

0

d. Jumlah (a+b) 0

4 PPN yang kurang dibayar (2.e+3.c) 162.489.683 5 Sanksi Administrasi:

Kenaikan Pasal 17C (5) KUP 162.489.683

6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar (4+5.9)

324.979.366

bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Juni 2007 Nomor: 00119/207/07/092/09 tanggal 25 Juni 2009, Pemohon Banding telah melakukan pembayaran sebesar Rp.475.000.000,00 dengan Surat Setoran Pajak tanggal 2 Desember 2010 melalui bank HSBC dan melakukan pemindahbukuan sebesar Rp1.421.564.940,00 sesuai bukti Nomor: PBK-00119/I/WPJ.19/KP.0203/2011 tangga 28 Januari 2011 yang belum diperhitungkan dalam perhitungan pajak tersebut di atas;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(7)

Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 16 Tahun 2000, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Menyatakan Mengabulkan Sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-469/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 6 September 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Juni 2007 Nomor: 00119/207/07/092/09 tanggal 25 Juni 2009 yang telah dibetulkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP- 00107/WPJ.19/KP.0203/2010 tanggal 7 April 2010 atas nama PT XXX, sehingga PPN Masa Pajak Juni 2007 yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:

1. Dasar Pengenaan Pajak 72.769.011.522 2 Perhitungan PPN Kurang Bayar:

a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri

1.851.871.134 b. Dikurangi:

Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan

3.346.897.757 c. Diperhitungkan:

c.1. SKPPKP ( 1.657.516.306) d. Jumlah pajak yang dapat

diperhitungkan

1.689.381.451 e. Jumlah perhitungan PPN

Kurang Bayar

162.489.683 3 Sanksi Administrasi:

Kenaikan Pasal 17C (5) KUP 162.489.683 4 Jumlah yang masih harus

dibayar

324.979.366

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

bahwa adapun pembahasan koreksi di Pajak Penghasilan Badan adalah sebagai berikut : bahwa menurut Terbanding Koreksi atas Management Services Fee dilakukan karena pemeriksaan PPN

bahwa sehingga atas kegiatan jasa pedagangan yang dilakukan Pemohon Banding termasuk Jasa Kena Pajak yang terutang PPN karena jasa tersebut dilakukan di dalam daerah pabean sesuai

Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis Kendaraan

Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.24384/PP/M.IV/16/2010 tanggal 30 Juni 2010 tersebut

Menurut Majelis : bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa Pemohon Banding telah membuat Faktur Pajak Faktur Pajak atas selisih harga jual dan Nilai Jual Obyek Pajak dengan

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak KPP Penanaman Modal Asing Tiga Nomor : LAP-155/PL/WPJ.07/KP.0400/1.4/2010 tanggal 26 April 2010 diketahui bahwa

bahwa menurut Terbanding pada saat pemeriksaan dasar koreksi adalah bahwa biaya tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan berdasarkan penelitian

bahwa sehingga atas kegiatan jasa pedagangan yang dilakukan Pemohon Banding termasuk Jasa Kena Pajak yang terutang PPN karena jasa tersebut dilakukan di dalam daerah pabean sesuai