• Tidak ada hasil yang ditemukan

MISI PROFETIK ILMU DAN TANGGUNG JAWAB KEILMUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MISI PROFETIK ILMU DAN TANGGUNG JAWAB KEILMUAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MISI PROFETIK ILMU DAN TANGGUNG JAWAB KEILMUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu Dosen Pengampu : Amirullah, S.Pd.I, M.A

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 : Ade Ryz’q Istyqomah 1901025182

Herfan Muttaqien 1901025203 Jasmine Tahfani Rachmawita 1901025146

Meilany Putri Salsabilla 1901025441 Syahrul Dimas Aditya 1901025242

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA 2022

(2)

i KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Islam Dalam Disiplin Ilmu dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Keilmuan” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Kami berharap makalah tentang “Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Keilmuan” dapat menjadi referensi bagi semua orang. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik maupun saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah “Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Keilmuan” ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh

Jakarta, 29 Maret 2022

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

Pengertian Profetik Keilmuan ... 3

Tanggung Jawab Keilmuan ... 4

Etika profesi Seorang Ilmuan ... 5

Profesionalisme Tanggung Jawab Sosial Keilmuan ... 8

BAB III PENUTUP ... 10

Kesimpulan ... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kehadiran Islam dengan sosok Nabi saw sebagai individu paripurna dengan kesadaran eksistensial-theistik-liberatif penuh (prophetic consciousness), dipandang sangat relevan untuk menghilangkan penyakit vertikal [penyimpangan aqidah tauhid] dan penyakit horizontal [ketimpangan sosial] sekaligus, dan berhasil. Rentang kesadaran seperti itu, yang termanifestasi dalam keseluruhan rentang kehidupan praktis – empiris - profetik Nabi saw yang belakangan dikenal sebagai sunnah yang hidup (livingsunnah), yang memicu - memacu dan merajut keberhasilan dalam penyelesaian penyakit vertikal dan horizontal di tengah masyarakat. Terbangunnya pribadi dengan kesadaran eksistensial – theistic - liberatif [prophetic consciousness] itulah yang merupakan inti orientasi dari setiap gerak- langkah pendidikan dan pengembangan keilmuan sejak keutusan Nabi saw. Kesadaran profetik mempersyaratkan adanya kesadaran vertikal (vertical consciousness) yakni sadar tentang relasi antara diri sebagai makhluq dengan Khaliq sebagai PenciptaPenguasa, sehingga terbentuk dan selalu on kesadaran mengenai beragam kewajiban, dan kesadaran horizontal (horizontal consciousness) yakni sadar terhadap konteks realitas sosial yang ada yang terus berubah dan penuh tantangan.

Nilai kesadaran profetik inilah yang secara sekaligus pada satu sisi “dimiliki dan dipakai”

dalam berjuang dan pada sisi lain sebagai nilai yang diperjuangkan untuk disampaikan kepada manusia, yaitu nilai-nilai yang di dalamnya terkandung makna yang bisa dipahami sebagai proses pembelajaran humanistik – transformatif. perkembangan ilmu pengetahuan telah menjadi sebuah mata rantai kehidupan yang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan dan eksistensi manusia. Ilmu pengetahuan yang semakin maju menjadi bukti nyata akan pemikiran manusia yang semakin kompleks. Dalam pemanfaatan suatu ilmu kiranya perlu disadari adalah suatu ilmu harus dihubungkan dengan konteks di mana manusia itu berada. Dalam masa depan keilmuan diperlukan peran ilmuwan dalam menghadapi tantangan ilmu dan perkembangannya. Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu untuk memahami tanggung jawab seorang ilmuan dan tantangan kemanusiaan di masa depan.

(5)

2 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan didapati rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana tanggung jawab keilmuan dalam profesi ilmu?

2. Bagaimana etika profesi keilmuan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini bertujuan memahami konsep Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Keilmuan.

(6)

3 BAB II

PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Profetik Keilmuan

Kata “profetik” berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Ilmu profetik dapat diartikan sebagai ilmu yang mengikuti perkataan nabi dan dijadikan landasan untuk melakukan sesuatu. Tanggung jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi sesuatu. Dalam hal ini, ilmuwan akan diminta pertanggungjawabannya jika terjadi suatu permasalahan walaupun penyebabnya bukanlah ilmuwan itu sendiri. Tanggung jawab keilmuan menyangkut dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Ilmu adalah hasil dari karya seorang ilmuwan yang dibicarakan dan dikaji secara luas.

Dalam hal ini, jika hasil karya tersebut dapat memenuhi syarat yang ada dan sesuai dengan keilmuan maka karya tersebut baru dapat menjadi ilmu pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat. Ilmuwan juga memiliki fungsi lain tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya agar tidak disalahgunakan.

Tanggung jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi sesuatu. Dalam hal ini, ilmuwan akan diminta pertanggungjawabannya jika terjadi suatu permasalahan walaupun penyebabnya bukanlah ilmuwan itu sendiri. Tanggung jawab keilmuan menyangkut dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Etika normatif menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada elemen-elemen kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Hati nurani di sini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan perilaku manusia. Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya, dan sebagainya. Yang paling utama

(7)

4 dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.

Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.

Tujuan etika keilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya.

Profesionalisme dalam keilmuan bukan sekedar ketrampilan yang dapat dipelajari secara terpisah dari kepribadian sang ilmuwan. Bahkan, profesionalisme dalam keilmuan meliputi seluruh struktur kepribadian sang ilmuwan. Tentu saja diperlukan keahlian (spesialisasi) dalam mengembangkan profesionalisme keilmuan. Meskipun keahlian dapat dipelajari dan dilatih, tetapi seorang belum tentu disebuah profesional dalam keilmuannya.

Artinya, profesionalisme keilmuan menunjuk pada kualitas pengetahuan dan kualitas kerja sebagai ilmuwan.

2.2 Tanggung Jawab Keilmuan

Beberapa bentuk tanggung jawab ilmuwan, antara lain : a. Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna.

Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberi perspektif yang benar, untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.

b. Tanggung Jawab Moral

Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri sebagai seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan

(8)

5 untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral khusus sebagai ilmuwan.

c. Tanggung jawab etika

Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk.

2.3 Etika Profesi Seorang Ilmuan

Berikut adalah etika profesi seorang ilmuwan:

• Tidak ada rasa pamrih, artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.

• Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap berbagai hal yang dihadapi.

• Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat – alat indera.

• Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.

• Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan.

• Seorang ilmuan harus memiliki sikap etik (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu dan kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk bangsa dan negara.

Kode etik merupakan acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang berkenaan dengan proses penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan

(9)

6 teknologi. Ini menjadi suatu bentuk pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, adapun acuan bagi peneliti diantaranya :

• Membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah.

• Bekerja dengan jujur.

• Dilarang memanipulasi data.

• Dilarang plagiarism.

• Selalu bertindak tepat, teliti, dan cermat.

• Berlaku adil dan hormat terhadap pendapat orang lain.

• Perlunya etika dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu mereka juga memiliki visi moral, yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah didalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Menurut Abbas (dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada lima sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan yaitu:

a. Tidak ada rasa pamrih, artinya suatu sikap diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.

b. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan Mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.

c. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indra serta budi.

d. Adanya sikap yang mendasar pada suatu kepercayaan dan dengan merasa pasti setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.

e. Harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.

Adapun Dasar-dasar Metaetika adalah:

(10)

7 a) Kode etik keilmuan hendaknya mencantumkan secara jelas semua landasan pemikiran

di balik setiap pedoman tata hidup dan prinsip.

b) Kode etik keilmuan hendaknya menunjukkan secara tegas upaya-upaya yang perlu dilakukan agar ditaati oleh semua pelaku yang terlibat dan kode etik keilmuan hendaknya cukup luas sehingga mencakup semua karya ilmiah dan penelitian dasar, terapan dan teknologi serta semua tindakan para pelaku yang terlibat dalam berbagai disiplin dan profesi keilmuan dan keteknikan. (Prinsip Moralitas Pribadi).

c) Kode etik keilmuan hendaknya menentang semua prasangka kemanusiaan berdasarkan jenis kelamin, agama, kebangsaan dan kesukuan atau cacat fisik atau mental.

d) Kode etik keilmuan hendaknya melarang penelitian yang diarahkan pada pengembangan dan penggunaan metode penyiksaan dan peralatan serta teknik yang mengancam dan melanggar hak-hak asasi manusia secara individual maupun kolektif.

(Prinsip Moralitas Antar Pribadi).

e) Kode etik keilmuan hendaknya mengarahkan kegiatan akademis dan keilmuan kepada penyelesaian damai konflik antar manusia dan pelucutan senjata secara umum (Prinsip Moralitas Masyarakat).

f) Kode etik keilmuan hendaknya mewajibkan, bagaimanapun sulitnya meramalkan semua konsekuensi sebuah penelitian, para ilmuwan, peneliti dan rekayasa untuk bertanggungjawab, secara pribadi maupun bersama, untuk berupaya memperkirakan dan senantiasa memperhatikan dampak penerapan karya-karya mereka.

g) Kode etik keilmuan hendaknya mewajibkan para ilmuwan dan rekayasawan untuk memilih, mengarahkan dan mengoreksi pengembangan dan penerapan disiplin ilmu pengetahuan yang mereka tekuni sesuai dengan pengetahuan mereka tentang dampak- dampak tersebut. Prinsip Moralitas Semesta.

h) Kode etik keilmuan hendaknya mengingatkan para ilmuwan akan potensi kemiliteran penelitian mereka dan berupaya menyelesaikan masalah etis yang berkaitan dengannya, dan mendorong pemanfaatannya untuk kesejahteraan manusia bukan untuk merusak planet dan isinya dalam persiapan dan pelaksanaan perang.

i) Kode etik keilmuan hendaknya menyadarkan para ilmuwan dan rekayasawan bahwa tindakan-tindakan yang dirancang hanya dengan mempertimbangkan kepentingan manusia mempunyai kemungkinan mengancam kelangsungan hidup semua spesies, karena ekosistem merupakan kehidupan tak bertepi.

(11)

8 j) Kode etik keilmuan hendaknya menyadarkan para ilmuwan dan rekayasawan bahwa tindakan-tindakan yang dirancang tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal kemanusiaan yang diajarkan oleh agama-agama besar dunia. Regulasi

2.4 Profesionalisme Tanggung Jawab Sosial Keilmuan

Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun permasalahan- permasalahan yang tidak disebabkan olehnya. Ilmu, ilmuwan, dan lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas keilmuannya saja untuk mendorong kemajuan ilmu dalam percaturan keilmuan secara luas, tetapi juga harus berdiri di belakang setiap akibat apapun yang dibuat oleh ilmu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ilmu dalam ilmuwan dan termasuk lembaga keilmuan didalamnya, tidak dapat melarikan diri dari tanggung jawab keilmuannya. Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas) dalam arti

"bertanggung jawab atas". Tanggung jawab dalam arti demikian memiliki arti, yakni apa yang harus ditanggung. Subyek yang menyebabkan dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan - permasalahan tersebut tidak disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung jawab sebagai sikap dasar keilmuan telah menjadi satu dalam kehidupan serta keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan tidak dapat dilepaspisahkan dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari abad ke abad.

Tanggung jawab keilmuan menyangkut masa lalu, masa kini, maupun masa depan.

Alasannya karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah. Kenyataan tersebut telah banyak berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos (alam), seperti pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan jumlah penduduk, dan sebaginya. Hal itu menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial dan keseimbangan sosial dan artinya adalah ilmu yang telah mengemukakan bahwa tatanan alam dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan, maka ilmu pulalah yang bertanggung jawab menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik demi konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan keberlanjutan ekologis. Tanggung jawab keilmuan mana didasarkan pada kesadaran bahwa ilmu selalu merupakan sesuatu yang sifatnya masih belum tuntas, artinya upaya keilmuan tidak dapat meniadakan tanggung jawabnya yang lama tetapi selalu menampilkannya dalam tanggung jawab yang selalu baru. Oleh karena itu, ilmuwan harus

(12)

9 terbuka pada tanggung jawabnya yang baru walaupun hal itu tidak pernah dialami oleh pendahulunya.

Secara umum Frankel (1994) mengelompokkan tanggung jawab ilmuwan ke dalam dua jenis. Pertama, tanggung jawab ke dalam yang ditujukan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Tanggung jawab ini menuntut para ilmuwan untuk selalu setia terhadap standar dan norma praktek yang telah disepakati oleh komunitasnya. Jenis kedua adalah tanggung jawab yang ditujukan keluar terhadap masyarakat yang lebih besar. Tugas inilah yang biasa disebut sebagai tanggung jawab sosial ilmuwan. Setidaknya ada empat pilar alasan yang mendasari adanya tanggung jawab sosial ilmuwan. Empat pilar tersebut mencakup otonomi profesional (professional autonomy), keahlian khusus (special expertise), dampak ilmu pengetahuan (impact of science), serta dukungan masyarakat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan (public support of science). Otonomi profesional merepresentasikan kewenangan yang dimiliki seorang ilmuwan untuk mempraktekkan keahlian yang dimiliki, dimana keahlian tersebut tidak dimiliki oleh orang lain. Otonomi profesional ini merupakan salah satu privilege yang mereka miliki untuk ‘memonopoli’ bidang keahlian tertentu. Seorang dokter bedah misalnya, memiliki kewenangan melakukan apapun terhadap pasiennya dalam lingkup keahlian yang dimilikinya.

Apapun yang ia katakan, ia tuliskan, atau ia lakukan di ruang praktek mutlak diikuti dan dituruti oleh pasien tanpa penolakan sedikit pun. Pasien berada dalam posisi membutuhkan pelayanan profesional sang dokter dan ia awam terhadap bidang keahlian profesional tersebut. Kekuasaan inilah yang rawan untuk disalahgunakan dan berisiko tinggi untuk terjadinya pelanggaran.

Oleh karenanya, otonomi yang dimiliki kaum ilmuwan di satu sisi perlu dibarengi dengan tanggung jawab sosial di sisi yang lain. Privilege-privilege yang berhubungan dengan otonomi profesional secara bersamaan membawa tanggung jawab untuk selalu menunjukkan komitmen pada standar etik tertinggi dalam rangka melindungi pengguna jasa profesional mereka. Dampak ilmu pengetahuan diasosiasikan dengan kenyataan bahwa ilmu pengetahuan bukan sekedar pengetahuan (knowing) belaka, tetapi juga menyangkut tindakan atau perbuatan (doing). Pelaksanaan penelitian (research) secara langsung bisa berdampak terhadap manusia, binatang atau lingkungan. Penerapan ilmu pengetahuan juga mempunyai dampak mendalam terhadap kemanusiaan dan kelangsungan hidup bumi. Oleh sebab itu, ada prinsip dasar moralitas yang menuntut para ilmuwan untuk bertanggung jawab terhadap konsekuensi- konsekuensi tindakannya terhadap yang lain. Para ilmuwan tidak bisa meninggalkan implikasi-implikasi yang berkaitan dengan tindakan-tindakan dalam lingkup pekerjaan mereka.

(13)

10 BAB III

PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Ilmuan harus memiliki tanggung jawab baik dalam proses keilmuannya maupun atas produk ilmunya. Tanggung jawab dalam proses keilmuannya merupakan implikasi etis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan seperti bersifat. obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Ilmuwan sebagai figur kunci menjadi penentunya. Dalam menjalankan tugasnya, ilmuwan harus melandaskan diri pada etika. Tanpa mempertimbangkan aspek etika, seorang ilmuwan bisa terjatuh pada perilaku tidak terpuji. Ia bisa saja mengorbankan ilmu pengetahuan yang dikuasainya untuk kepentingan pragmatis. Adanya etika menjadi penanda agar aspek kemanusiaan menjadi prioritas penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Dukungan masyarakat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan diwujudkan melalui investasi mereka dalam proses pendidikan dan pelatihan ilmuwan, seperti halnya dalam penyelenggaraan penelitian dan penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan dalam kesinambungan pendidikan dan penelitian ilmiah. Ilmuwan dituntut memiliki hasrat yang kuat untuk memberikan hasil terbaik kepada masyarakat. Sebagai imbal jasa atas investasi sosial yang telah diberikan, masyarakat berhak menuntut para ilmuwan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan.

3.2 Saran

Menurut kami makalah ini sudah cukup untuk menambahkan wawasan kita semua dan semoga di kemudian hari bisa meningkatkan diskusi yang baik serta penulisan yang lebih baik lagi dalam penerapan misi profetik keilmuan bisa bermanfaat untuk orang lain dan menambah wawasan tentang Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Keilmuan.

(14)

11 DAFTAR PUSTAKA

Aminanti, N. L. M. (2021a). artikel-misi-profetik-dan-tanggung-jawab-ilmuwan.

Aminanti, N. L. M. (2021b). ARTIKEL MISI PROFETIK DAN TANGGUNG JAWAB ILMUWAN - PDFCOFFEE.COM. https://pdfcoffee.com/artikel-misi-profetik-dan- tanggung-jawab-ilmuwan-pdf-free.html

Dhiva; Azmi; David, P. (2021). MAKALAH ISLAM DISIPLIN ILMU (6A) Misi Profetik Ilmu dan Tanggung jawab ilmuan. 4(1), 1–23.

Ogesnata, H. (2021). Misi Profetik Ilmu dan Tanggung Jawab Ilmuwan - Kompasiana.com.

https://www.kompasiana.com/wahilnataoges1522/60859e238ede4857af6ce2a3/misi- profetik-ilmu-dan-tanggung-jawab-ilmuwan

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengamatan secara mikroskopis ditemukan luas daerah nekrosis lapisan epidermis kulit yang lebih luas pada kelompok perlakuan tikus yang diberi paparan arus

Enforcement of the ASEAN Economic Community (AEC), the Indonesian people should be optimistic and it should be a momentum and a golden opportunity to generate and

Berlandaskan alasan tersebut, maka penulis memformulasikan ide gagasan tersebut menjadi sebuah konsep musikal yang di dalamnya merupakan implementasi dari tahapan

Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa 46 orang atau 56.79% menjawab sangat sering apabila sebelum melakukan pekerjaan,

Berdasarkan hasil penelitian pengolahan data akhir menggunakan rumus uji-t diperoleh t-hitung > t-tabel yaitu 3,49 > 1,67 artinya hipotesis penerapan model pembelajaran

Συγκεκριμένα οι πολιτισμικές εκδηλώσεις περιλαμβάνουν τέσσερις εκθέσεις που θα διαρκέσουν ώς τις 31 Oκτωβρίου, μια θεατρική παράσταση και δύο

Pemodelan MGWR menyimpulkan bahwa tidak ada efek spasial pada data kemiskinan di Jawa Tengah. Jika dilihat dari 3 lokasi pengamatan yang berdekatan seperti pada Kabupaten

Sesuai UNCLOS 1982, delineasi batas laut landas kontinen didapat dengan menggunakan 2 aspek, yaitu dari aspek geologis yang harus melakukan melakukan penelitian geologis di dasar