8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Asesmen
Asesmen adalah kegiatan mengumpulkan informasi untuk meningkatkan kejelasan guna membuat keputusan selanjutnya (Firmanzah &
Sudibyo, 2021). Asesmen digunakan sebagai alat untuk mengungkap proses dan kemajuan belajar (Nawawi & Wijayanti, 2018). Asesmen berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap belajar, secara langsung asesmen memberikan feedback untuk belajar secara efektif, sedang pengaruh tidak langsungnya adalah pengajaran umumnya cenderung pada apa yang diajarkan dan mempengaruhi apa yang dipelajari (Pantiwati, 2016). Asesmen diperlukan guru untuk memperoleh informasi secara objektif, berkelanjutan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar siswa, yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya (Sukmawa et al., 2019).
Hasil asesmen dapat menjadi acuan dan bahan evaluasi dalam menciptakan kemajuan belajar siswa (Manurung et al., 2020). Bagi seorang pendidik, hasil asesmen merupakan salah satu bukti dari keberhasilan baik bagi individu maupun bagi institusi (Masruria, 2021).
Asesmen mempunyai tujuan yang spesifik yang dapat diklasifikasi sebagai berikut: (1) identifikasi dan screening, (2) klasifikasi, (3) perencanaan pengajaran, dan (4) evaluasi siswa (Sidiq, 2021). Sejalan dengan pendapat tersebut, asesmen dalam pendidikan menyangkut kumpulan bukti tentang keadaan kemampuan spesifik siswa saat ini, misalnya keterampilan dengan dua kemungkinan tujuan: (a) sumatif, di mana penilaian biasanya dilakukan tempat di akhir proses pembelajaran dan ketika hasil penilaian berkontribusi pada penilaian akhir yaitu evaluatif, dan (b) formatif, di mana penilaian biasanya berlangsung selama fase pembelajaran untuk menginformasikan siswa tentang apa yang perlu dilakukan dalam proses pembelajaran tanpa hasil penilaian yang berkontribusi pada penilaian akhir yaitu diagnostik (Meijer et al., 2020). Proses asesmen yang meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian siswa
9
tidak selalu diperoleh melalui tes saja, tetapi juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri (Mardhiyana & Jailani, 2017).
Dilihat dari tekniknya, asesmen dibedakan menjadi 2 macam, yakni asesmen tes dan non tes (Poerwanti, 2015). Asesmen tes bisa diterapkan secara tertulis ataupun tidak tertulis (Hariono et al., 2021). Tes dipakai untuk alat menilai pendidikan yang berperan penting sebagai pengukuran tingkat penguasaan dan pemahaman akan materi yang sudah diajarkan (Sanusi &
Aziez, 2021). Terdapat dua jenis tes yang dipakai di lembaga pendidikan apabila diketahui dari segi sistem penskorannya, yakni tes subjektif dan objektif (Zainal, 2020). Tes subjektif ialah tes yang membutuhkan jawaban yang sifatnya uraian atau pembahasan kata-kata (Rejeki, 2016). Tes subjektif memiliki sejumlah ciri-ciri pertanyaan diantaranya: uraikan, bandingkan, simpulkan, jelaskan, dll (Masruria, 2021). Tes objektif yaitu tes secara menyeluruh informasi yang dibutuhkan untuk memberi jawaban tes yang sudah disediakan (Nurjanah & Marlianingsih, 2015). Tes objektif meliputi tes isian singkat, menjodohkan, tes pilihan ganda, serta tes benar-salah (Romadhon, 2020).
Asesmen non tes jika diketahui dari kata penyusunnya, sehingga non tes bisa didefinisikan sebagai asesmen yang dilaksanakan apabila tidak menerapkan tes (Shobariyah, 2018). Asesmen non tes dilakukan untuk menilai non akademik dan biasanya dipakai dalam menilai akhlak peserta didik seperti mengevaluasi perilaku, kepribadian, dan sikap siswa sepanjang proses pembelajaran di kelas (Hariono et al., 2021). Asesmen non tes diantaranya pengamatan, wawancara, kuesioner, dan skala bertingkat (Rizqiyah, 2018).
Sebagai pengukuran hasil belajar yang berkaitan dengan vocational skills dan soft skills, utamanya yang berkaitan dengan apa yang bisa dikerjakan oleh siswa dibanding apa yang diketahuinya, dipakai asesmen non tes (Zainal, 2020).
Asesmen merupakan suatu proses yang berisi data kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan seorang pendidik untuk mendapatkan informasi dan menarik keputusan mengenai peserta didik, kurikulum, maupun pembelajaran (Sari & Rosa, 2021). Dalam pelaksanaannya, asesmen terbagi menjadi tiga
10
istilah yaitu pengukuran, evaluasi, dan tes (Wulan, 2013). Pengukuran diartikan sebagai suatu proses menentukan kuantitas sesuatu yang biasanya menggunakan alat ukur berupa tes. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan untuk menentukan kualitas proses belajar berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk mengambil keputusan dalam hasil belajar peserta didik. Sedangkan tes adalah pemberian tugas dalam bentuk soal maupun perintah yang harus dikerjakan peserta didik dan hasilnya untuk menarik kesimpulan (Widya, 2021). Pada penelitian ini, asesmen yang akan dikembangkan adalah berupa tes. Tes dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa.
Dengan pengembangan instrumen asesmen berupa tes, maka peneliti dapat mengetahui dan mengukur kemampuan penalaran siswa.
Asesmen yang akan dikembangkan yaitu asesmen tes bentuk pilihan ganda dan isian singkat. Bentuk tes pilihan ganda mempunyai kelebihan yakni mempunyai tingginya validitas dan objektifitas jika dipakai sebagai pengukuran pemahaman peserta didik, bisa dipakai secara luas, serta waktu yang diperlukan tidak lama (Choirunnisa & Pahlevi, 2021). Tes bentuk pilihan ganda adalah instrumen penilaian yang paling efektif dipakai dalam asesmen pendidikan hingga sekarang (Efrina et al., 2021). Kesalahan karena pemberian skor juga dapat menjadi diminimalisir, bahkan dalam lebih praktis jika menggunakan komputer (Wachidah et al., 2021). Bentuk tes pilihan ganda merupakan bentuk tepat untuk menjalankan tes kepada peserta banyak (Desiriah & Setyarsih, 2021). Akan tetapi, bentuk pilihan ganda juga mempunyai kelemahan yaitu ada peluang untuk menebak kunci jawaban (guessing), membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membuat soal, serta sulit membuat distractor yang berfungsi dan homogen (Magdalena et al., 2021). Bentuk tes isian singkat sangat baik digunakan untuk pengukuran terutama dalam mengukur kemampuan belajar materi matematika (Setiawan, 2017).
11 B. Quizizz Sebagai Media Asesmen
Arus globalisasi yang semakin cepat, mengakibatkan juga arus lainnya pada perkembangan teknologi, yang berakhir munculnya aplikasi Quizizz yang merupakan media belajar mengajar dan membantu kelangsungan proses pembelajaran (Salsabila, 2020). Quizizz tidak hanya untuk media pembelajaran namun juga dapat dijadikan sebagai media asesmen pembelajaran matematika (Wahyudi, 2020). Quizizz ialah adalah alat web untuk mendesain permainan kuis interaktif yang dipakai sebagai instrumen penilaian dalam kelas (Zuhriyah
& Pratolo, 2020). Pemakaian teknologi ini tujuannya sebagai pengumpulan respons peserta didik secara instan untuk selanjutnya hasil tersebut ditunjukkan secara keseluruhan di kelas untuk memperoleh umpan balik (D. F. Setiawan &
Yunus, 2020). Pendapat tersebut sejalan dengan (Mukharomah, 2021) yang mengatakan bahwa media Quizizz sebagai media asesmen yang sangatlah efektif untuk menilai dan menghasilkan secara cepat pada guru maka guru dapat membuat tindakan sesegera mungkin pada peserta didik.
Quizizz memberi penyediaan sejumlah fasilitas yakni menyusun kuis di mana materi soal serta tingkat kesulitannya bisa sesuai dengan kemampuan siswa (Kinanti & Subagio, 2020). Penggunaan Quizizz sangatlah mudah, kuis interaktif yang disusun mempunyai sampai empat pilihan jawaban termasuk jawaban benar dan dapat diberi tambahan menggunakan gambar ke latar belakang pertanyaan serta menyelaraskan pengaturan pernyataan sesuai kehendak (Amanah et al., 2020). Siswa dapat mengerjakan kuis di waktu yang sama dan bisa mengetahui hasil peringkat secara langsung melalui papan peringkat (Zuhriyah & Pratolo, 2020). Tidak harus diperlukan adanya layar besar dikarenakan seluruh soal beserta jawaban telah ada di perangkat siswa dan urutannya secara acak, maka sulit bagi siswa untuk melakukan penyontekan (Akhtar et al., 2019). Oleh karena itu, Quizizz dimungkinkan peserta untuk memberi motivasi siswa untuk belajar serta dapat bersaing satu sama lain (Setiyani et al., 2020).
Quizizz mempunyai keunggulan-keunggulan yang bisa digunakan untuk bahan penilaian pembelajaran misal ada statistik kinerja dan data siswa
12
di mana hasil yang diperoleh sebagai bahan penilaian kelanjutan belajar mengajar (Aini, 2019). Guru bisa memberikan akses laporan kuis peserta didik dan melakukan analisis kinerja peserta didik secara menyeluruh atau parsial (Dewi et al., 2017). Soal-soal yang tersajikan mempunyai batas waktu, peserta didik dibimbing untuk memiliki pemikiran secara cepat dan tepat ketika menyelesaikan soal yang terdapat di Quizizz (Citra & Rosy, 2020). Kelebihan lainnya yang terdapat di aplikasi Quizizz yaitu menginformasikan dan mengidentifikasi jawaban yang salah ataupun yang benar dalam setiap pelajaran, maka lebih efektif dikarenakan terketahui apa yang diperlukan ada perbaikan (Huisman, 2018).
C. Penalaran
Penalaran adalah kegiatan berfikir menggunakan cara pengamatan lalu melakukan analisis permasalahan tiap informasi yang diperoleh maka bisa menciptakan kebenaran dari masalah yang belum diketahui serta menciptakan suatu bentuk yang masuk akal (Eliza et al., 2018). Sejalan dengan itu, kompetensi penalaran ialah kemampuan untuk penarikan simpulan menurut pada beberapa pernyataan yang sudah dibuktikan kebenarannya serta menurut sumber yang relevan (Lestari et al., 2016). Pada penalaran menitikberatkan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju suatu kesimpulan (Suanto et al., 2022). Penalaran menunjang manusia untuk bergerak lebih maju dan mempertahankan hidup dengan kompetensinya dalam menetapkan keputusan, kesimpulan, tindakan, atau alasan secara tepat (Khoerunnisa et al., 2020).
Menyelesaikan soal matematika perlu adanya kompetensi penalaran.
Melalui penalaran, peserta didik bisa mengetahui bahwa matematika adalah pengkajian yang masuk secara logis dan akal (Fadillah, 2019 ; Ellu et al., 2022).
Penalaran menciptakan pemahaman matematika lebih dari sekadar penerapan pada pemahaman sifat-sifat, prosedur, dan konsep sebagai aspek koheren, logis, dan saling terkait dengan matematika (Mirlanda et al., 2020). Menurut Susanti dalam (Wijaya et al., 2019) mengutarakan bahwa penalaran merupakan pondasi
13
matematika yang diperlukan adanya peningkatan dikarenakan apabila kemampuan penalaran tidak ditumbuh kembangkan kepada peserta didik, sehingga matematika hanya dijadikan permasalahan untuk peserta didik ketika mengikuti seperangkat prosedur dan melakukan peniruan contoh tanpa memikirkan bahwa matematika itu masuk akal. Apabila peserta didik memiliki rendah kemampuan penalaran matematika sehingga akan sulit untuk peserta didik dalam memecahkan masalah secara lebih kompleks, misal soal analisis serta soal pemecahan masalah (Tukaryanto et al., 2018).
Dalam Taksonomi Bloom, ranah kognitif mencakup kemampuan mengungkapkan kembali prinsip atau konsep yang dipelajari, yang berkaitan dengan kompetensi berpikir, kemampuan mendapat penalaran, penentuan, konseptualisasi, pemahaman, pengenalan, serta pengetahuan (Almutairi et al., 2020). Mullis & Martin mengutarakan bahwasanya ada 3 domain kognitif yang mendeskripsikan kompetensi berpikir peserta didik yang dipakai untuk memperlibatkan mereka dengan konten sains yakni penalaran, pengetahuan, serta pengetahuan (Nurwahidah, 2018).
Secara garis besar penalaran matematis meliputi 2 jenis yakni penalaran deduktif dan induktif (Eliza et al., 2018). Penarikan simpulan dari hal yang umum kearah hal khusus yang disebut sebagai penalaran deduktif (Shodikin, 2021). Penarikan simpulan berdasarkan aturan yang disepakati disebut sebagai penalaran deduktif (Indah & Nuraeni, 2021). Pemaparan tersebut selaras akan yang diungkapkan oleh Nike (2015) bahwasanya penalaran deduktif ialah proses aktivitas atau proses berfikir untuk penarikan simpulan atau menyusun pernyataan baru dari melibatkan atau menggunakan rumus ataupun teori matematika sebelumnya yang telah dibuktikan pembenarannya.
Penalaran induktif merupakan bentuk penalaran di mana menarik simpulan yang sifatnya umum yang diterapkan menurut informasi dan data yang sifatnya khusus (Haryono & Tanujaya, 2018). Selaras akan pendapat yang mengungkapkan bahwasanya proses berpikir yang berupaya mengaitkan kejadian-kejadian atau fakta-fakta khusus yang telah diarahkan ke simpulan yang sifatnya umum (Septiani & Solehudin, 2021). Penalaran induktif dalam
14
matematika adalah untuk menemukan pola dan hubungan di antara beberapa masalah yang diberikan (Manurung, 2016).
Soal dengan tingkat kemampuan berpikir tinggi dapat mendukung kemampuan penalaran siswa (Rlisya et al., 2022). Pengukuran kemampuan berpikir tinggi misalnya kemampuan penalaran, persyaratan butir-butir soal harus mempunyai karakteristik tingkatan soal antara C4 hingga C6 yakni tingkatan analisa, evaluasi, serta mencipta (Nurhairiyah, 2013; Febrilia, 2019;
Sari et al., 2019). Menjawab soal-soal pada level penalaran (menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) peserta didik harus mampu mengingat, memahami, dan mempraktikkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta mempunyai logika dan penalaran tinggi untuk memecahkan masalah kontekstual (Masitoh & Aedi, 2020). Mengacu hasil kajian tersebut, sehingga indikator yang akan dipakai oleh peneliti ialah sebagai berikut.
Tabel 1. Tingkat Kognitif dan Indikator Kemampuan Penalaran Tingkat kognitif Indikator Penalaran
C4 (Menganalisis) a. Menarik kesimpulan logis
b. Memberikan penjelasan dengan fakta, sifat-sifat, model, dan hubungan
c. Menggeneralisasi dan membuat argumen yang valid
C5 (Mengevaluasi) C6 (Mencipta)
Sumber: Pribadi et al. (2018)
D. Bangun Datar
Bangun dua dimensi yang dibatasi oleh garis lengkung atau lurus serta hanya mempunyai panjang dan lebar disebut sebagai bangun datar (Hendratni, 2016). Dimana bangun datar ini sebagai pokok bahasan yang sangatlah krusial baik untuk pembelajaran geometri, ataupun pemakaiannya dalam kelangsungan keseharian (Karim, 2012). Dengan materi yang diberikan yaitu sifat-sifat bangun datar, yakni lingkaran, layang-layang, belah ketupat, jajargenjang, trapesium, segitiga, persegi panjang, serta persegi (Sandri, 2018). Kompetensi dalam bangun datar seringkali ditemukan dalam kelangsungan hidup keseharian
15
tanpa disadarinya, misal membuat meja dari kontruksi bentuk bangun-bangun datar, mengukur luas suatu bangunan, serta lainnya (Siregsar, 2017).
Pada kurikulum 2013, bangun datar adalah materi yang diberikan di kelas VII semester genap. Kompetensi dasar materi bangun datar dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 2. Kompetensi Dasar Materi Bangun Datar
Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar
3.11 Mengaitkan rumus keliling dan luas untuk berbagai jenis segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga
4.11 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga