• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. layak dikonsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis. Selain bersifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. layak dikonsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis. Selain bersifat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Edible film merupakan suatu lapis tipis yang melapisi bahan pangan yang layak dikonsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis. Selain bersifat biodegradable, edible film dapat dipadukan dengan komponen tertentu yang dapat menambah nilai fungsional dari kemasan itu sendiri (Kusumawati dkk, 2013).

Edible film merupakan salah satu solusi yang biasa digunakan sebagai bahan pengemas yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Edible film merupakan lapisan tipis yang memiliki fungsi sebagai bahan pengemas atau pelapis pada makanan yang sekaligus dapat dimakan bersama dengan produk yang dikemas (Guilbert dkk, 2006).

Edible film adalah pengemas organic yang terbuat dari senyawa hidrokoloid dan lemak, atau kombinasi keduanya. Senyawa hidrokoloid yang dapat digunakan adalah protein dan karbohidrat, sedangkan lemak yang dapat digunakan adalah lilin atau wax, gliserol dan asam lemak (Fama dkk, 2005). Edible film dapat dibuat dari berbagai polisakarida, protein, lipid dan kombinasi ketiganya (Robertson, 2013).

Edible film mempunyai sifat-sifat yang hamper mirip dengan film pengemas sintetis seperti plastic, yaitu harus memiliki kemampuan menahan air sehingga dapat mencegah kelembapan produk, memiliki prmeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami, dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet, dan penambahan aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. Adapun karakteristik edible film menurut Japanesse Industrial Standart

(2)

5

disajikan pada Tabel 1. Kelebihan dari penggunaan edible film untuk kemasan bahan makanan adalah untuk memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena edible film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Selain edible film istilah lain untuk kemasan yang berasan dari bahan hasil pertanian adalah biopolymer, yaitu polimer dari hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan film kemasan tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik).

Berikut karakteristik edible film menurut Japanesse Industrial Standart (JLS) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Edible Film Menurut Japanesse Industrial Standart (JIS)

Parameter Nilai

Ketebalan Maks. 0,25 mm

Kuat Tarik Min. 0,39 MPa

Elongasi <10% sangat buruk

10-50% baik

>50% sangat bagus Laju Transparasi Uap Air Maks. 7g/m²/hari (Sumber: Japanesse Industrial Standart, 1975)

Salah satu fungsi utama dari edible film adalah berperan sebagai penghalang dari gas, minyak, dan air. Kacang-kacangan dan biji-bijian juga dapat dikemas dengan edible film (Krisna, 2011), sosis, buah-buahan dan sayuran segar (Nofita, 2011), serta daging (Wieddyanto dkk, 2005). Menurut Nathalya (2015) beberapa keunggulan edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu:

1. Dapat meningkatkan retensi warna, gula, asam dan komponen flavor 2. Dapat mengurangi kehilangan berat

3. Dapat mempertahankan kualitas saat distribusi dan penyimpanan

(3)

6

4. Dapat mengurangi kerusakan akibat penyimpanan 5. Dapat memperpanjang umur simpan

6. Dapat mengurangi penggunaan pengemas sintetik

Komponen utama penyusun edible film maupun edible coating dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu hidrokoloid, lipid dan komposit.

a. Hidrokoloid

Kelompok hidrokoloid yang umumnya digunakan pada pembuatan edible film adalah protein dan golongan polisakarida. Bahan dasar yang berasal dari protein yaitu protein kedelai, protein susu, protein ikan, jagung, gelatin dan kasein.

Berdasarkan jenis-jenis polisakarida yang sering digunakan yaitu selulosa dan turunannya, pati dan turunannya, karagenan, pectin, agar, algiat, kitosan, xanthan, dan lain-lain. Pembuatan edible film dari kelompok polisakarida memiliki kelebihan yaitu selektif terhadap oksigen dan karbondioksida (CO₂), penampilan tidak berminyak dan kandungan kalorinya rendah. Pati adalah bahan baku yang sering digunakan untuk pembuatan edible film diantara jenis polisakarida lainnya karena sifat karakeristik fisiknya mirip dengan plastic yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (Lourdin, 2007).

Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang dilarutkan kedalam air, dengan tujuan untuk memperoleh viskositaslarutan yang cukup kental (Glicksman, 1984). Komponen-komponen inilah yang dapat berperan untuk mendapatkan kekerasan. kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan viskositas, adhesivitas, dan kemampuan pembentukan gel. Selain itu senyawan ini sangat ekonomis bila digunakan untuk industry karena mudah didapatkan dan tidak beracun (Krochta dkk, 1994).

(4)

7

Edible coating yang menggunakan bahan dasar polisakrida banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membrane permeable yang selektif terhadap pertukana gas karbondioksida dan oksigen. Sifat ilmiah yang dapat memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang.

Pada penelitian edible film berbahan dasar pati jagung dengan penambahan kitosan dan pemplastis gliserol menghasilkan karakteristik edible film dengan hasil elongasi 37,92% dan kuat tarik 3,92 MPa (Pamilia dkk, 2014). Hal ini merupakan nilai optimal yang dihasilkan dalam pembuatan edible tersebut.

b. Lipid

Lipid (Lemak) yang umumnya digunakan pada pembuatan edible film adalah lilin alami, asam lemak dan emulsifier. Lilin alami yang biasa diguanakan dalam pembuatan edible seperti beeswax dan paraffin wax sedangkan golongan dari asam lemak seperti asam oleat dan asam laurat. Pada penelitian pengaruh penambahan beeswax sebagai plasticizer terhadap karakteristik fisik edible film kitosan hasil penelitian menunjukkan bahwa plasticizer beeswax memberikan pengaruh terhadap karakteristik edible film yang terbentuk berkisar antara 0,012-0,36 mm, kuat tarik antara 13,72-47,53bg/m/jam dan persen perpanjangan antara 3,34-7,44%.

Peningkatan konsentrasi beeswax menurunkan kuat tarik namun disisi lain dapat meningkatkan nilai ketebalan dan elongasi (Sabrina, 2018).

c. Komposit

Bahan dasar pembuatan edible film dari komposit terdiri dari dua komponen yaitu gabungan antara lipid dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu

(5)

8

lapisan lain merupakan lipid atau dapat berupa gabungan lipid dan hidrokoloid dalam kesatuan film. Gabungan dari hidrokoloid dan lemak diharapkan mampu memiliki kelebihan karena terdiri dari dua komponen yang berbeda yaitu lipid dan hidrokoloid yang menjadi satu seperti sifat lipid yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan.

Edible film gabungan antara lipid dan hidrokoloid dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (Dohowe dan Fennema, 1994).

Menurut Darmajana (2015) menyatakan bahwa karakteristik edible film berbasis karagenan dan beeswax yang baik dihasilkan ada karagenan 2%, beeswax 0,1%, gliserol 1%, tween 80 0,2% dan fruktosa 1% dengan nilai WVTR 23,86 g/m²/hari, kuat tarik 24,13 MPa dan elongasi 30,95%. Keuntungan edible film dari komposit (gabungan hidrokolid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan edible film dari hidrokoloid dan lipid serta mengurangi kelemahannya (Dohowe dan Fennema, 1994).

2.2. Edible film Berbasis Pati

Edible film dapat dibuat dari berbagai polisakarida,lipid dan kombinasi keduanya (Robertson, 2013). Edible filmberbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah dan sifatpengalangterhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya.

Stabilitas film yang rendah akan memperpendek daya simpan sehingga kurang optimal karena uap air dan mikroba yang masukmelalui film akan merusak bahan pangan. Kelebihan dari edible film berbasis pati yakni memiliki karakteristik yang lebih kuat (Gracia dkk. 2011 dalam Winarti, 2012).

(6)

9

Edible film yang dibuat dari lipid memiliki beberapa kelebihan, diantaranya baik digunakan untuk melindungi produk dari penguapan air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk konfeksionari (Donhowe, 1994, dalam Santoso, 2018). Lipid bersifathidrofilik sehingga sulit ditembus uap air. Golongan lipid yangsering digunakan seperti lilin lebah, asam palmitat, dan minyak sawit (Santoso, 2018).

Komposit adalah edible film yang dibentuk dari gabungan biopolymer bidrokoloid dengan lipida. Kandungan lipid pada edible komposit akan menghalangi uap air dan polimer didalamnya berupa amilosa akan bergabung dalam ikatan –(1,4) D-glukosa sehingga menghasilkan edible yang kuat (Nur, 2011). Permasalahan utama edible film komposit adalah homogenisasi biopolymer hidrokoloid dengan lipid dalam matrik edible film sehingga menghasilkan edible film dengan permukaan berbintik-bintik dan kasar (Fabra dkk., 2008).

2.3. Sifat Fisik, Mekanik dan Barrier Edible Film

a. Ketebalan Edible Film

Ketebalan sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik suatu edible film, seperti kuat tarik, pertambahan panjang, dan laju transmisi uap air (WVTR). Factor yang dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan meningkat. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka kemampuan penahannya semakin besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Krochta dkk, 1994).

(7)

10 b. Kuat Tarik (Tensile Strength)

Kuat Tarik adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik, merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai film tetap bertahan sebelum putus atau sobek. Pengukuran ini dapat mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan pada konsentrasi dan jenis bahan penyusunnya terutama sifat kohesi structural (Krechta dan Johnston, 1997).

c. Elongasi (Elongation)

Film dengan bahan baku pati bersifat rapuh karena adanya amilosa, sehingga makin tinggi konsentrasi pati maka akan menurunkan fleksibilitas film yang dihasilkan (Xu dkk, 2005). Meningkatnya kadar air akan menurunkan kuat tarik film yang tidak menggunakan lilin, tetapi dengan adanya lilin akan meningkatkan kuat tarik film dan menurunkan elongasi.

d. Laju Transmisi Uap Air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR)

Laju transmisi uap air (WTVR) adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan persatuan luas atau slope jumlah uap air dibagi luas area. Edible film dengan bahan dasar polisakarida umumnya sifat barrier terhadap uap airnya rendah.

Film yang bersifat hidrofilik seringkali memperlihatkan hubungan-hubungan positif antara ketebalan dan permeabilitas uap air. Studi-studi terdahulu sudah menandai hubungan-hubungan yang serupa antara ketebalan film dan sifat permeabilitas didalam sistem film yang hidrofilik (Liu dan Han, 2005). Nilai laju transmisi uap air pada bahan dipengaruhi oleh struktur bahan pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Penambahan plasticizer seperti gliserol akan meningkatkan

(8)

11

permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat hidrofilik (Gontard dkk, 1993).

e. Kelarutan dalam Air

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisik edible film yang menunjukkan persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam. Daya larut film sangat ditentukan oleh sumber bahan dasar pembuatan film. Edible film dengan daya larut tinggi menunjukkan film tersebut mudah dikonsumsi (Gontard dkk, 1993).

f. Transparasi Edible Film

Kejernihan merupakan salah satu factor penting dalam menentukan kualitas edible film. Edible film yang tidak jernih jika diaplikasikan pada produk makan akan mengubah warna asli dari produk yang dilapisi. Nilai transparasi yang menurun menunjukkan bahwa derajat suatu kejernihan film meningkat (Al-Hasan dan Norziah, 2012).

2.4. Buah Okra (Abelmuschus esculentus L.)

Okra merupakan tanaman hortikultura semusim, termasuk family Malvaceae yang dikenal dengan beberapa nama diantaranya Lady’s finger. Tanaman ini kurang dikenal karena banyak yang belum mengetahui kandungan dan kegunaanya. Buah okra mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dimana pada setiap 100 g buah muda okra mengandung 33 kalori, 7 g karbohidrat, 3,2 g serat dan 0,08 g kalsium.

Menurut Watson (2016), klasifikasi okra sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

(9)

12 Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales Family : Malvaceae Genus : Abelmuschus

Spesies : Abelmoschus esculentus

Gambar 1. Buah Okra (Eddy, 2016)

Buah okra berbentuk seperti seperti kapsul, berwarna hijau muda sampai tu, dan mampu tumbuh cepat setelah bunga mekar. Masa panen buah okra yang optimal dilakukan pada umur 4-6 hari setelah bunga mekar dan pada saat buah masih muda. Hal tersebut disebabkan karena kadar serat masih rendah dan kandungan lendir tinggi. Apabila panen buah okra dilakukan 9 hari setelah bunga mekar, buah telah mengeras. Pemanenan buah yang teratur dapat merangsang pertumbuhan buah berikutnya, oleh karena itu okra sebaiknya dipanen setiap hari atau dua ahri sekali. Biji muda okra berwarna hitam, setelah buah okra matang biji berubah warna menjadi coklat (Departement of Biothecnology, 2011).

Buah okra mengandung senyawa fenolik dan flavonoid (Khomsug dkk, 2010). Hamid dkk (2010) menyatakan bahwa senyawa fenolik dan flavonoid merupakan antioksidan alami yang lebih aman daripada antioksidan sintetik karena mampu meredam radikal bebas dalam tubuh manusia sehingga dapat mencegah penyakit degeneratif. Ada dua varietas okra yang dikembangkan di Indonesia yaitu

(10)

13

okra merah dan okra hijau (Afandi, 2016). Okra mengandung nutrisi penting sebagai berikut Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi pada 100 g Sayuran Okra

Nutrisi Jumlah

Air (g) 90,17

Energi (kkal) 31,00

Protein (g) 2,00

Lemak Total (g) 0,10

Abu (g) 0,70

Karbohidrat (g) 7,03

Total Serat (g) 3,20

Total Gula (g) 1,20

Ca (mg) 81,00

Fe (mg) 0,80

Mg (mg) 57,00

Zn (mg) 0,60

Mn (mg) 0,990

K (mg) 303,00

Vitamin A (IU) 375,00

Vitamin C (mg) 21,10

Vitamin E (mg) 0,36

Tiamin (mg) 0,02

Ribovlavin (mg) 0,06

(Sumber: Roy dkk., 2014)

Okra tumbuh pada daerah tropis dan subtropis ini merupakan tanaman pangan sayur-sayuran yang tergolong penting dan termasul tanaman asli dari Afrika yang dapat tumbuh di Negara lain seperti Thailand, Timur Tengah, Kepulauan Karibia dan Amerika Serikat bagian selatan (Bawa dan Badrie, 2016). Okra disebut sebagai tanaman pangan yang penting karena produksi skala dunia sayur segar ini diestimasikan mencapai 18 juta untuk produksi okra pada tahun 2015 dan 2016

(11)

14

(FAOSTAT, 2018). Okra matng setelah biji okra disemai selama 60-180 hari dan dapat dipanen 5-10 hari setelah bunga mekar, bergantung pada jenis varietasnya.

Longe, dkk., (1982) menyatakan bahwa okra dapat dipanen 2 hingga 3 bulan setelah ditanam dan siap dipanen 3 hari setelah berbunga. Penelitian lain yang menggunakan sampel okra dengan varietas NHAe 47-4 menggunakan umur panen 4 hari setelah bunga mekar (Akanbi dkk., 2010).

2.5. Lendir Okra (Abelmoschus esculentus L.)

Lendir okra merupakan hidrokoloid polisakarida rantai panjang dengan berat molekul tinggi dan protein penyusun yang mengandung banyak zat hidrofilik dan hidrofobik (Lim, dkk., 2012). Buah okra mengandung banyak lendir, hal ini disebabkan karena tingginya kandungan serat yang terkandung didalamnya.

Karakteristik ini menyebabkan lendir buah okra memiliki potensi sebagai agen penstabil, pengental dan agen pengikat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lim, dkk., (2015) menyatakan bahwa lendir buah okra yang diekstraksi menjadi bubuk menghasilkan rendemen sebesar 11,84% dimana pada konsentrasi 1% bubuk lendir okra stabilitas emulsinya mencapai 99,23%. Lendir okra tidak berwarna, tidak berbau, aman digunakan dan alami. Lendir okra terdiri dari polisakarida yang berperan menghalangi kelembapan dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan dan mampu menghambat kerusakan produk pasca panen.

Hasil penelitian Nurhayati, dkk., (2016) dalam pengujian aktivitas antioksidan pada buah, tepung dan cookies okra menunjukkan bahwa buah okra memiliki nilai tingkat aktivitas antioksidan yang sangat kuat, yaitu dengan nilai IC50 38,11 ppm, tepung okra memiliki tingkat aktivitas antioksidan yang kuat, yaitu dengan nilai IC50 92,69 ppm dan cookies okra memiliki tingkat aktivitas

(12)

15

antioksidan yang kuat, yaitu dengan nilai IC50 99,93 ppm. Hasil penelitian Elly (2018) dalam pengujian karakteristik fisik, mekanik, dan barrier pada pembuatan edible film lendir okra kandungan serat bubuk lendir okra yaitu 15,03% hal ini menyatakan bahwa kandungan serat dari lendir okra tersebut termasuk rendah sehingga menghasilkan lendir yang banyak. Lendir buah okra ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan edible film yang bersifat hidrokoloid polisakarida. Hidrokoloid polisakarida dimanfatakan untuk memberikan ketebalan atau kekentalan pada edible film. Hasil penelitian Pratiwi (2016) dalam pemanfaatan lendir buah okra sebagai penstabil terhadap mutu es krim menunjukan bahwa penambahan lendir buah okra 1% direkomendasikan sebagai perlakuan terbaik dengan kadar air 63,56%, kadar abu 1,15%, kadar serat kasar 0,43%, overrun 56,23%, resistensi selama 60 menit 87 detik, tekstur agak lembut dan rasa yang disukai panelis.

2.6. Plasticizer

Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan de dalam bahan pembentuk edible film. Penggunaannya dapat meningkatkan fleksibilitas,menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika dibengkokkan (Gracia, et al. dalam Rodriguez , et al. 2006). Damat (2008) mengemukakan bahwa karakteristik fisik edible film dipengaruhi oleh jenis bahan serta jenis dan konsentrasi plasticizer. Plasticizer dari golongan polihidrik alcohol atau polinol diantaranya adalah gliserol dan sorbitol (Harris, 2001). Komponen penyusun edible film mempengarhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Bahan-bahan

(13)

16

tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikrobia, antioksidan, flavor dan pewarna (Julianti dan Nurminah, 2007).

Penambahan platicizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hydrogen internal pada ikatan intermolekuler, platicizer ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama ika disimpan pada suhu rendah (Sarah, 2008).

Platicizer adalah bahan organic dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekuatan dari polimer.

Platicizer larut dalam tiap-tiap rantau polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer. Pada daerah diatas Tg, bahan polimer menunjukkan sifat fisik dalam keadaan lumak (soft) seperti karet, sebaliknya dibawah Tg polimer dalam keadaan sangat stabil seperti gelas (Paramawati, 2001).

(14)

17 2.7. Gliserol

Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, lerutan kental dengan titik lebur 20°C dan mempunyai titik didih yang tinggi yaitu 290°C dengan rumus C₃H₈O₃. Gliserol merupakan bahan tambahan yang dicampurkan pada pembuatan biodegradable film yang bertujuan untuk memperbaiki sifat mekanik dari edible film. Sifat mekanik sangat penting dalam pengemasan dan penyimpanan produk terutama dari factor mekanis seperti tekanan fisik (jatuh dan gesekan), getaran, benturan antara bahan dengan alat atau wadah selama penyimpanan dan pendistribusian (Harsunu, 2008). Gliserol merupakan salah satu plasticizser yang berfungsi untuk mengurangi kerapuhan pada biodegradable film. Penggunaanya dapat meningkatkan plastic biodegradable film, menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimer sehingga film akan lentur dan plastis (Ningsih., 2015). Gliserol adalah plastisizer yang dapat larut dalam air, memiliki titik didih tinggi, polar, non volatile, dan dapat bercampur dengan protein. Gliserol merupakan molekul hidrofilik dengan berat molekul rendah, mudah masuk ke dalam rantai protein dan dapat menyusun ikatan dengan gugus reaktif protein. Sifat-sifat tersebut yang membuat gliserol dapat dijadikan plastisizer. Beberapa jenis plastisizer yang dapat digunakan dalam pembuatan biodegradable film antara lain gliserol, lilin lebah, polivinil alcohol dan sorbitol (Julianti dan Nurminah., 2006).

Gliserol adalah senyawa golongan alcohol polihidrat dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Gliserol memiliki berat molekul 92,1 g/moldan massa jenis 1,23 g/cm². gliserol terdapat pada lemak hewani dan

(15)

18

minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palminat dan oleat. Struktur gliserol disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur gliserol (Winarno, 1997)

Trigliserida adalah ester alcohol gliserol dan asam lemak yang terdiri dari tiga molekul asam lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda (Wibawa, 2009). Trigliserida digunakan tubuh terutama untuk menyediakan energy dalam proses metabolic, sejumlah kecil trigliserida juga digunakan di seluruh tubuh untuk membentuk membrane sel. Trigliserida di dalam darah membentuk kompleks dengan protein tertentu (apoprotein) sehingga membentuk lipoprotein. Lipoprotein itulah bentuk transportasi yang digunakan trigliserida (Wibowo, 2019).

Menurut Gontardkk (1993) dalam Budiman (2009), gliserol efektif digunakan sebagai platicizer pada hidrofilik film. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus. Gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena sifat gliserol yang hidrofilik. Gliserol adalah alcohol terhidrik. Nama lain gliserol adalah gliserin atau 1,2,3-propanetriol atau CH2OHCHOHCH2OH. Sifat gliserol higroskopis, seperti menyerap air dari udara dan larut dalamair dan etanol, sifat ini yang membuat gliserol digunakan pelembab pada kosmetik. Gliserol terdapat dalam bentuk ester (gliserida) pada semua hewan, lemak nabati dan minyak. Gliserol termasuk jenis platicizer yang bersifat hidrofilik, menambah sifat polar dan mudah larut dalam air (Huri dan Nisa.,

(16)

19

2014).gliserol yang diperoleh dari hasilpenyabunan lemak atau minyak adalah suatu za tcair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi,2006).

2.8. Jagung (Zea mays L.)

Jagung dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim sedang yang panas seperti beriklim sedang yang panas seperti beriklim subtropics, namun dapat pula tumbuh dengan baik pada daerah tropis. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, pakan ternak dapat diambil minyak nya, serta dijadikan bahan baku berbagai macam industry. Jagung yang telah direkayasa genetikanya juga dapat digunakan untuk bahan farmasi (Azra,2012). Komposisi jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung, dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai pembungkus dan pelindung biji jagung.

Komposisi biji jagung (Geochembio, 2010). Dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Komponen jagung (Geochembio, 2010)

Anatomi biji jagung terdiri dari kulit pericarp (5,3%), endosperm (82,9%), lembaga (11,1%), dan tip cap (0,8%) (Watson, 2003). Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperm. Endosperm jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperm keras dan endosperm lunak. Lapisan keras memiliki 1,5% - 2,0% kandungan protein lebih besar dibandingkan lapisan lunak dan tidak rusak selama pengeringan.

(17)

20

Bagian endosperm lunak mengandung pati.jagung yang normal mengandung 11,5% lembaga dari berat biji jagung. Bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal. Tudung pangkal biji dapat bertahan atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung.

Komponen utama yang terdapat dalam jagung adalah karbohidrat sebesar 60% diikuti dengan lemak dan protein. Karbohidrat utama pada jagung hibrida adalah pati yang terdiri dari amilosa (1000 unit glukosa) 70-75% dan amilopektin (lebih dari 40.000 unit glukosa). Jagung normal mengandung amilosa sekitar 27%

dan amilopektin sekitar 73%. Keduanya merupakan polimer dengan berat molekul yang tinggi.polimer tersebut tersusun dari unit-unit D-glukosa. Sukrosa merupakan komponen gula utama pada jagung. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian endosperm sebanyak 25%. Biji jagung juga mengandung serat kasar sebayak 2,1-2,3% terdiri dari 41-4% hemiselulosa di dalam kulit ari (Inglet, 1970 diacu dalam Lopulalan 2008).

Komposisi kimia jagung bervariasi antara varietas yang berbeda maupun untuk varietas yang sama pada tanaman yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan jagung sebagai organ penyimpan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis seperti spesies, varietas, dan keturunan;

faktor lingkungan seperti keasaman, kandungan air, penumpukan, makanan, dan lain-lain; faktor perlakuan seperti metode dan cara panen, pembibitan, pengolahan, dan penyimpanan.

(18)

21 2.9. Karakteristik Pati jagung

Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya yaitu pati jagung normal mengandung 74-7% amilopektin dan 24-2% amilosa, jenis pulut (waxy) mengandung 99% amilopektin,sedangkan jenis jagung amilomaize hanya mengandung 20% amilopektin dan 80% amilosa dan jagung manis mengandung sukrosa disamping pati (Nur, 2006).

Menurut Winarno (1980) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Baik amilosa maupun amilo pectin disusun oleh monomer α-D- glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi,ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).

Pati jagung terdiri atas dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yangpanjang dan tidak bercabang.ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan dalam rantai amilopektin adalah α-(1->4), tetapi titim percabangan amilopektin merupakan ikatan α(1->6) (Winarno, 2008). Kandungan amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati dapat dilihat pada Tabel 3.

(19)

22

Tabel 3. Kandungan Amilosa dan Amilopektin dari Berbagai Jenis Pati.

Sumber Pati Amilosa (%) Amilopektin (%)

Sagu 27 73

Jagung 28 72

Beras 17 83

Kentang 21 79

Gandum 28 72

Ubi Kayu 17 83

Sumber: Herlina dalam Noerdin (2004)

Pati jagung diketahui mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogeny yaitu 1-7 µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar.

Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter 6-30 µ Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air disbanding granula yang besar (Singh et al, 2005).proses pembuatan pati meliputi pemipilan biji, pencucian dan penyaringan kulit luar, penggilingan (diblender), perendamaan,penyaringan, pengendapan filtrate, dan pengeringan pati.

Granula pati jagung dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Granula pati jagung (Wordpress, 2011)

Bentuk dan ukuran granula pati jagung dipengaruhi oleh sifat biokimia dari klorophas atau amyloplasnya. Sifat birefringence adalah sigat granula pati yang dapat merefleksicahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskoppolarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning. French (1984) menyatakan bahwa,

(20)

23

warna biru dan kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Sifat fisik dan kimia dari berbagai jenis pati dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Fisik dan Kimia dari Berbagai Jenis Pati.

Jenis Pati Bentuk Granula

Ukuran Granula (µ)

Kandungan Amilosa

Rasio

Amilopektin

Suhu Gelatinisa si (℃) Arrowroo

t

Oval 10.05±0.

32

19 81 72.7-75.9

Oats - - 27 73 56-62

Sorghum - 21-34 66-79 56-62

Gandum Elips 2-35 25 75 52-85

Sagu Elips agak terpotong

20-60 27-23 73 -

Ubi jalar Polygona l

16-25 18 82 88.5

Kentang Bundar 16-25 18 82 58-65

Pati Polygona l

5-25 26 74 62-80

Jagung

(Sumber: Belitz dan Grosch, 1999)

Juliano dan Kongseree (1986) mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa, dan amilopektin. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air disbanding granula yang besar.pengamatan dengan DSC (Differential Scanning Calorimeter) pada berbagai

(21)

24

ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yanglebih besar (Singh dkk,2005).

2.10. Penelitian Terkait

Hasil penelitiansebelumnya mengenai edible film berbasis gel buah okra dengan konsentrasi sorbitol 0,5% dan konsentrasi CMC 1,25% menghasilkan nilai ketebalan 0,10 g , nilai transparasi 1,3 A546/mm, nilai kuat tarik 2,61 MPa, nilai elongasi 68,41%, nilai kelarutan 46,46%, dan nilai laju transmisi uap air 3,71 g/m²/24jam (Fitria, 2018). Pada penelitian sebelumnya mengenai edible film berbasis ampas rumput laut dengan konsentrasi gliserol 0,25% dan konsentrasi CMC 3% menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 123,23 MPa, nilai ketebalan sebesar 0,150 mm, kelarutan sebesar 76,75%, persen perpanjangan sebesar 7,5% dan biodegradabilitas selama14 hari (Khumairoh, 2016).

Hasil penelitian Gel Aloe vera bisa digunakan sebagai pelapis dapat dimakan (edible filedible coating) yang bersifat sebagai barrier. Sifat barrier pelapis gel Aloe vera dapat mengatur migrasi gas, uap air, dan bahan terlarut serta mampu mempertahankan karakteristik bahan yang dilapisi. Komposisi polisakarida gel lidah buaya mampu menahan hilangnya cairan dan menghambat transfer gas (O₂ dan CO₂) dari permukaan kulit buah sekaligus mengurangi lau senescene serta mempertahankan kesegaran buah (Omar dan Villa, 2018).

Hasil penelitian Sukma (2007) menyatakan bahwa penambahan gliserol sebanyak 3% dan CMC sebanyak 1%, pada pembuatan edible film whey susu memberikan hasil yang terbaik. Hasil penelitian Arifin (2016) dengan penambahan gliserol 5,5% (v/v) pada formulasi edible film gel Aloe vera memiliki nilai WVTR

(22)

25

906,65 g/m²/24jam. Nilai WVTR atau laju transmisi uap air tersebut terlalu tinggi dan belum memenuhi standart internasional.

Hasil penelitian Iva., dkk (2016) menyatakan bahwa 2,5 g pati jagung, 0,8 g karaginan merupakan perlakuan terbaik dengan nilai ketebalan 0,144 mm, laju perpindahan air/jam sebesar 0,055 g/jam dan transparasi 5,812. Hasil penelitian Pamilia dkk., (2014) hasil karakteristik plastic biodegradable dengan kinerja yang optimal adalah 26,78% untuk presentase ketahanan air, untuk kuattarik sebesar 3,92MPa, untuk elongasi 37,92% dan positif terhadap uji biodegradasi. Hasil penelitian Hayati dkk., (2020) perlakuan terbaik edible film pati jagung 1 gram dengan variasi gliserol sebagai plasticizer yaitu konsentrasi gliserol 2% dengan nilai ketebalan 2,2333 mm, laju transmisi uap air 0,6721 g/m²/jam, kuat tarik 1,36 kgf/mm² dan elongasi sebesar 108,70%.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, dari enam keluarga mereka mempunyai kesadaran untuk mendidik anak remaja mereka karena merupakan tanggung jawab bagi orang tua, meskipun diantara mereka ada yang

Penanganan krisis kesehatan akibat bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis

Sehingga data penelitian tersebut layak untuk digunakan penelitian selanjutnya dapat diterangkan bahwa nilai signifikansi dari permainan modifikasi sepak bola dalam

Memenuhi Tersedia dokumen PP PT Aneka Andalan Asia yang mengatur hak-hak pekerja yang masih berlaku serta telah didaftarkan ke instansi yang berwenang.

Hal ini dapat dilakukan karena sifat homogen fluida, yaitu garis arusnya pararel dengan garis arus yang lain pada suatu bidang yang tetap, bahkan

Bapak Rohim dipilih sebagai Informan karena beliau adalah Kepala Bagian Pemasaran atau Kepala Kantor yang bertugas untuk bertanggung Jawab atas segala sesuatu

Organisasi-organisasi tersebut antara lain Musyawarah Pekerja Sosial (1960), Musyawarah Kesejahteraan Keluarga (1960), Konferensi Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan

Dengan demikian pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka indeks konsistensi yang banyaknya sama dengan unsur-unsur dalam level dua. Langkah selanjutnya adalah