• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan (trend) terapi dan

mengevaluasi pemilihan dan penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus (DM) instalasi rawat inap Rumah sakit Panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Bahan penelitian yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien Diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah Sakit panti Rapih yogyakarta periode januari-Desember 2005. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan profil pasien, profil peresepan, dan pemilihan serta penggunaan antidiabetes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus Diabetes mellitus di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (51 %), pasien terbanyak pada kelompok usia lebih dari 60 tahun (46,1 %). Tipe DM yang paling banyak diderita adalah DM tipe 2 (98,4 %). Pasien paling banyak menderita DM, disertai penyakit penyerta (46 %), dan komplikasi yang paling banyak diderita adalah ulkus (17,5%) . Kelas terapi obat yang paling banyak diresepkan adalah antidiabetes (84,1 %), dan golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah metformin (47,6 %)

sehingga dapat disimpulkan pula bahwa trend terapi DM periode Januari-Desember

2005 berpusat pada metformin. Penggunaan antidiabetes oral secara tunggal tercatat paling banyak dibanding penggunaan secara kombinasi (23,0 %). Dari perbandingan hasil terapi pasien diperoleh kesimpulan bahwa kombinasi insulin dengan non sulfonilurea adalah jenis terapi yang paling baik karena paling mampu menurunkan kadar gula darah pasien menjadi mendekati normal sesuai dengan tujuan terapi DM

yang utama. Kasus DRP yang terjadi adalah adverse drug reaction (ADR) 4 kasus

(6,3%) dan butuh terapi obat tambahan sebanyak 11 kasus (17,5%).

Kata kunci: Diabetes mellitus, Antidiabetes, Drug Related Problem.

.

(2)

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the trend of therapy and to evaluate the antidiabetics selection and usage in diabetes mellitus cases during hospitalization in Panti Rapih hospital in Yogyakarta during January-December 2005.

This research was an observational experimental and done with descriptive non-analytic research design. The material used in this research was medical record of 51 diabetes mellitus patients. The result data was grouped based on patient profile, prescribing profile, and antidiabetics selectipn and utilization.

The result showed that most patient are woman (51%), and 46.1 % in persons age 60 or older. Type 2 DM accounts for as much as 98.4 % of all cases of DM. Most patient have DM with the other disease (46%), and complication disease that often happen are ulcus DM (17.5 %). Antidiabetics are the most prescribing class of therapy (84.1%), Biguanide (metformin) are the most prescribing antidiabetics (47.6%) and from that result we can figure that trend of therapy has change from sulfonilurea to biguanide which is metformin. The utilization of single oral antidiabetics are the most found case (23.0%). The result data of outcome therapy show that utilization combination of insulin and non-sulfonilurea drug therapy are the best way to decrease the level of blood sugar concentration. The DRP cases that happened during therapy are 4 cases of adverse drug reaction (6.3%) and 11 cases of needs additional drug therapy (17.5%).

Key words: Diabetes mellitus, Antidiabetics, Drug related problems.

(3)

EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES PADA KASUS DIABETES MELLITUS

INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Cecilia Lenny Pravita Pertiwi

NIM: 028114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2006

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan (trend) terapi dan

mengevaluasi pemilihan dan penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus (DM) instalasi rawat inap Rumah sakit Panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Bahan penelitian yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien Diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah Sakit panti Rapih yogyakarta periode januari-Desember 2005. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan profil pasien, profil peresepan, dan pemilihan serta penggunaan antidiabetes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus Diabetes mellitus di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (51 %), pasien terbanyak pada kelompok usia lebih dari 60 tahun (46,1 %). Tipe DM yang paling banyak diderita adalah DM tipe 2 (98,4 %). Pasien paling banyak menderita DM, disertai penyakit penyerta (46 %), dan komplikasi yang paling banyak diderita adalah ulkus (17,5%) . Kelas terapi obat yang paling banyak diresepkan adalah antidiabetes (84,1 %), dan golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah metformin (47,6 %)

sehingga dapat disimpulkan pula bahwa trend terapi DM periode Januari-Desember

2005 berpusat pada metformin. Penggunaan antidiabetes oral secara tunggal tercatat paling banyak dibanding penggunaan secara kombinasi (23,0 %). Dari perbandingan hasil terapi pasien diperoleh kesimpulan bahwa kombinasi insulin dengan non sulfonilurea adalah jenis terapi yang paling baik karena paling mampu menurunkan kadar gula darah pasien menjadi mendekati normal sesuai dengan tujuan terapi DM

yang utama. Kasus DRP yang terjadi adalah adverse drug reaction (ADR) 4 kasus

(6,3%) dan butuh terapi obat tambahan sebanyak 11 kasus (17,5%).

Kata kunci: Diabetes mellitus, Antidiabetes, Drug Related Problem.

.

(9)

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the trend of therapy and to evaluate the antidiabetics selection and usage in diabetes mellitus cases during hospitalization in Panti Rapih hospital in Yogyakarta during January-December 2005.

This research was an observational experimental and done with descriptive non-analytic research design. The material used in this research was medical record of 51 diabetes mellitus patients. The result data was grouped based on patient profile, prescribing profile, and antidiabetics selectipn and utilization.

The result showed that most patient are woman (51%), and 46.1 % in persons age 60 or older. Type 2 DM accounts for as much as 98.4 % of all cases of DM. Most patient have DM with the other disease (46%), and complication disease that often happen are ulcus DM (17.5 %). Antidiabetics are the most prescribing class of therapy (84.1%), Biguanide (metformin) are the most prescribing antidiabetics (47.6%) and from that result we can figure that trend of therapy has change from sulfonilurea to biguanide which is metformin. The utilization of single oral antidiabetics are the most found case (23.0%). The result data of outcome therapy show that utilization combination of insulin and non-sulfonilurea drug therapy are the best way to decrease the level of blood sugar concentration. The DRP cases that happened during therapy are 4 cases of adverse drug reaction (6.3%) and 11 cases of needs additional drug therapy (17.5%).

Key words: Diabetes mellitus, Antidiabetics, Drug related problems.

(10)

PRAKATA

Skripsi ini berjudul “EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN

ANTIDIABETES PADA KASUS DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus, Tuhan dan Sahabat

sejati, yang telah melimpahkan kasih karunia dan kemurahan sehingga penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan baik moril

maupun materiil dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi dan masukan

selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen penguji atas bantuan,

bimbingan dan saran yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji atas bantuan, bimbingan, dan

saran yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

(11)

4. Bapak JB. S. Amir Marwata selaku wakil direktur SDM dan informasi rumah

sakit Panti Rapih Yogyakarta atas kesempatan dan bantuan yang diberikan

kepada penulis selama pelaksanaan penelitian di rumah sakit.

5. Seluruh staf rekam medik rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta atas semua

bantuan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan

penelitian di rumah sakit.

6. Ayah dan Bundaku tercinta, “ Terimakasih untuk setiap doa, kasih yang tanpa

pamrih, kesabaran yang tak berbatas, dan dukungan yang tanpa akhir”.

7. Adikku tersayang Angga, terimakasih untuk kebersamaan , doa, dukungan, dan

semangat yang diberikan.

8. Rikky, terimakasih untruk setiap senyum, doa, dukungan, semangat dan hari-hari

yang penuh makna. “Thanks God I found you”

9. Saudara-saudaraku terkasih, Ninik, Us, dan Senggi. Terima kasih untuk setiap

sapaan, canda tawa dan kebersamaan saat hari-hari burukku.

10. Sahabat-sahabat tercinta Mili dan Kai, terimakasih untuk persahabatan semangat,

bantuan dan loyalitas.

11. Roma dan Orry terimakasih untuk persaudaraan dan semangat dari kalian.

12. Wenny, Astu, Astri, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.

13. Om Yanto dan tante Mirna, terima kasih untuk semua dukungan dan bantuan.

14. Doggy Robertio dan Corel Drawterimakasih untuk hiburan dan perhatian setiap

harinya.

15. Kate, Rina, Novi, Renny, terimakasih untuk kebersamaan di ruang rekam medik.

(12)

16. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002.

17. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pengerjaan dan

penyelesaian skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan

bermanfaat bagi pembaca pada khususnya, dan ilmu pengetahuan pada

umumnya.

Yogyakarta, 12 Desember 2006

Penulis

Cecilia Lenny Pravita Pertiwi

(13)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

INTISARI ………. vi

ABSTRACT ………. vii

PRAKATA ………...viii

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR GAMBAR ………... xv

DAFTAR TABEL ……….... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xviii

BAB I. PENGANTAR ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

1. Permasalahan ………... 4

2. Keaslian Penelitian ……….. 5

3. Manfaat Penelitian ……….. 7

B. Tujuan Penelitian ……… 8

1. Tujuan Umum ………. 8

(14)

2. Tujuan Khusus ……… 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……….. 10

A. Diabetes Mellitus ……… 10

1. Definisi ……… 10

2. Klasifikasi dan Penyebab ……… 10

3. Gejala ……….. 11

4. Mekanisme Metabolisme ……… 12

5. Diagnosis ……… 13

6. Penatalaksanaan ………. 14

7. Komplikasi ……….. 15

B. Antidiabetes Oral ……….. 16

1. Golongan Sulfonilurea ………. 18

2. golongan Biguanid ………... 18

3. Golongan Thiazolidin ……….. 19

4. Golongan Penghambat α-Glukosidase ………. 19

5. Golongan Meglitinid ……… 19

C. Insulin ………... 19

D. Drug Related Problem ... 21

E. Keterangan Empiris ……….. 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 24

(15)

B. Definisi Operasional ………. 24

C. Subyek dan tempat Penelitian ………... 26

D. Jalannya Penelitian ……… 26

E. Tata Cara Pengolahan Hasil ……… 27

F. Kesulitan Penelitian ………. 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 30

A. Profil Pasien ………. 30

1. Karakteristik Pasien ………. 30

2. Jenis Penyakit ………... 32

B. Profil Peresepan ……….. 36

1. Kelas Terapi Obat ……… 36

2. Golongan Antidiabetes ………. 38

C. Pemilihan dan Penggunaan Antidiabetes ………. 38

1. Kombinasi Golongan Antidiabetes ……….. 38

2. Hasil Terapi Pasien DM ……….. 40

a. Terapi Insulin ……… 41

b. Terapi Antidiabetes Oral Tunggal ………. 42

c. Terapi Insulin Kombinasi Sulfonilurea ………. 44

d. Terapi Insulin kombinasi Non-Sulfonilurea ……….. 45

e. Kombinasi Antidiabetes Oral ……… 46

f. Tidak Menggunakan Antidiabetes ………. 47

(16)

D. Kecenderungan dan Kerasionalan Pemilihan Antidiabetes ………. 48

E. Rangkuman Pembahasan ………. 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 56

A. Kesimpulan ……….. 56

B. Saran ……… 57

DAFTAR PUSTAKA ………. 58

LAMPIRAN ………... 61

BIOGRAFI PENULIS……… 88

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme dan Tempat Kerja Antidiabetes Oral ... 17

Gambar 2. Persentase Distribusi Jenis Kelamin Pasien DM Rawat Inap

di RumahSakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember

2005 ... 31

Gambar 3. Distribusi Peresepan Antidiabetes Oral tunggal pada Pasien DM

Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode

Januari-Desember 2005 ... 43

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel I Farmakokinetika Insulin yang Digunakan Secara Subkutan ……… 20

Tabel II. Distribusi Umur Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode januari-Desember 2005 ... 31

Tabel III. Distribusi Kasus DM pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Periode Januari-Desember 2005 ... 32

Tabel IV. Distribusi Jenis Kasus Penyakit DM pada Pasien yang Menjalani Rawat

Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember

2005 ... 33

Tabel V. Distribusi Komplikasi kasus DM Pasien Rawat Inap Rumah sakit Panti

rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005 ... 33

Tabel VI. Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 35

Tabel VII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat

Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember

2005 ... 37

Tabel VIII. Distribusi Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM

Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode

Januari-Desember 2005 ... 38

(19)

Tabel IX. Distribusi Penggunaan Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada

Kasus DM rawat inap Rumah Sakit panti Rapih Yogyakarta Periode

2005 ... 39

Tabel X. Hasil Terapi Pasien DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 40

Tabel XI. Distribusi Sediaan Insulin yang Diresepkan Pada Pasien DM dengan

Terapi Insulin di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit panti rapih

yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 41

Tabel XII. Distribusi Penggunaan Insulin Kombinasi ADO Non-Sulfonilurea Pada

Pasien DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode

Januari-Desember 2005 ... 46

Tabel XIII. Distribusi Penggunaan Kombinasi ADO pada Pasien DM Rawat Inap

Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember

2005 ... 47

Tabel XIV. Perbandingan Beberapa Hasil Penelitian Peresepan Antidiabetes Oral

Terhadap Pasien DM ... 51

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data rekam Medik pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ……. 61

Lampiran 2. Daftar Singkatan dan Istilah ……… 86

Lampiran 3. Ijin Penelitian ……….. 87

(21)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyimpangan metabolisme

yang ditandai oleh naiknya kadar gula dalam darah, dan diasosiasikan dengan

abnormalitas metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu DM juga dapat

meningkatkan risiko komplikasi antara lain mikrovaskuler, makrovaskuler dan

neuropati (Triplitt, Reasner, & Isley,2005).

Prevalensi DM terus meningkat, dan dari semua kasus yang ada 90%

diantaranya adalah DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 di Amerika Serikat kira-kira

8,7% dari semua orang yang berumur 20 tahun ke atas. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya risiko DM diantaranya adalah riwayat keluarga

(orang tua atau saudara kandung yang mengidap DM), kegemukan (≥20% dari berat

badan ideal, atau body mass index (BMI) ≥ 25 kg/m2), kegiatan fisik rutin yang tidak sehat, ras atau etnis, hipertensi (≥140/90 mm Hg pada dewasa), nilai high density lipoprotein (HDL) ≤ 35 mg/dL, angka trigliserida ≥ 250 mg/dL, riwayat DM gestational atau melahirkan bayi dengan berat >4,5 kg, dan riwayat penyakit vaskuler

(Triplitt, et al, 2005).

Berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia melaporkan bahwa prevalensi

DM sebesar 1,5-2,3% pada penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun bahkan di

(22)

Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Prevalensi DM pada daerah urban di

Jakarta meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993.

Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang pada daerah urban

meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 2,9% pada tahun 1998 (Anonim,

1998).

Semua fakta diatas menunjukkan bahwa DM merupakan masalah yang

serius dalam masyarakat. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan

DM. Obat-obat antidiabetes yang ada lebih berfungsi sebagai pengendali DM. Obat

antidiabetes yang tersedia di pasaran meliputi antidiabetes oral dan insulin.

Saat ini banyak sekali golongan antidiabetes oral yang dikenal dan banyak

diresepkan sebagai terapi terhadap pasien DM yaitu: sulfonilurea meliputi glipizid,

glikazid, glikuidon, glibenklamid, glimepirid; biguanida meliputi metformin;

penghambat glukosidase-α meliputi akarbosa; thiazolidin meliputi pioglitazon,

rosiglitazon; dan meglitinid meliputi repaglinid dan nateglinid.

Berbagai penelitian seperti yang dilakukan oleh Nadeak (2000)

menyebutkan bahwa antidiabetes oral yang paling banyak digunakan adalah

sulfonilurea dan yang paling sedikit digunakan adalah insulin. Ule (2000)

menyebutkan bahwa golongan sulfonilurea penggunaannya paling tinggi diantara

antidiabetes oral yang lain. Golongan sulfonilurea yang biasa digunakan meliputi

(23)

Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa sulfonilurea adalah

golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan mendorong penulis untuk

membandingkan penggunaan sulfonilurea baik yang digunakan secara kombinasi

maupun tunggal dengan antidiabetes lain terhadap hasil terapi pasien DM. Oleh

karena alasan tersebut maka penulis berniat menyusun skripsi dengan judul

“Perbandingan Penggunaan Sulfonilurea Banding Non-Sulfonilurea Banding

Kombinasi Terhadap Hasil Terapi Pasien Diabetes Mellitus Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005”.

Namun setelah dilakukan penelitian terhadap pasien DM instalasi rawat inap

rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta (RSPR) periode Januari- Desember banyak

muncul antidiabetes selain sulfonilurea sebagai pilihan terapi.

Oleh karena itu, untuk melihat seperti apakah pemilihan dan penggunaan

antidiabetes yang sedang terjadi di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) Yogyakarta

pada periode Januari–Desember 2005 penulis memilih judul “Evaluasi Pemilihan dan

Penggunaan Antidiabetes pada Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januri-Desember 2005”. Penelitian juga

mencakup perbandingan hasil terapi pasien DM yang mendapatkan terapi insulin,

antidiabetes oral (ADO) tunggal, insulin kombinasi sulfonilurea, insulin kombinasi

non sulfonilurea, kombinasi ADO, dan pasien yang tidak menerima antidiabetes,

(24)

Penelitian dilakukan terhadap pasien rawat inap karena data rekam medik

pasien rawat inap diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih

mempresentasikan kulitas terapi yang sebenarnya. Penelitian ini bertempat di RSPR

Yogyakarta yang mempunyai visi sebagai rumah sakit rujukan yang memandang

pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan

kepada siapa saja secara professional dan penuh kasih dalam suasana syukur pada

Tuhan. Misi RSPR adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh

secara ramah, adil, profesional, ikhlas dan hormat dalam semangat iman Katolik.

Penelitian ini bertempat di RSPR yogyakarta karena rumah sakit ini menjadi

tempat rujukan bagi banyak rumah sakit lain, sehingga kasus yang terjadi merupakan

kasus-kasus yang kompleks dan menjadikan RSPR sebagai rumah sakit yang layak

untuk penelitian.

1. Permasalahan

Permasalahan-permasalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. seperti apakah profil meliputi jenis kelamin, umur, tipe DM, jenis kasus DM,

penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta pasien DM yang ada di RSPR?

b. seperti apakah profil peresepan meliputi kelas terapi obat, golongan antidiabetes,

dan distribusi penggunaan golongan antidiabetes pada pasien DM di RSPR?

c. seperti apakah hasil terapi terhadap keadaan akhir pasien mencakup kadar gula

(25)

dengan kondisi awal pasien mencakup, jumlah penyakit komplikasi, jumlah

penyakit penyerta, kadar gula awal pasien beserta perbandingan hasil terapi antara

pasien DM dengan terapi insulin, ADO tunggal, insulin kombinasi sulfonilurea,

insulin kombinasi non sulfonilurea, kombinasi ADO, dan pasien yang tidak

menerima antidiabetes serta drug related problem (DRP) yang terjadi selama terapi?

d. seperti apakah pergeseran kecenderungan pemilihan dan kerasionalan

penggunaan antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005?

2. Keaslian Penelitian

Banyak penelitian yang sudah pernah dilakukan menyangkut terapi terhadap

pasien DM diantaranya tercantum di bawah ini:

a. “Gambaran Penggunaan Obat Pada Penderita Diabetes Mellitus di Instalasi rawat

inap RS. Panti Rapih Yogyakarta. Periode Agustus-September 1998” oleh

Damayanti (2000) yang meneliti tentang jenis DM, komplikasi penyakit DM,

rata-rata jumlah obat, golongan obat, dan cara pemberian obat.

b. “Pola Penggunaan Obat Antidiabetika Oral untuk Penderita Diabetes Mellitus

Usia Lanjut di Instalasi Rawat Jalan RS Panti Rapih Yogyakarta Periode

(26)

antidiabetika oaral (ADO), golongan ADO, dosis pemakaian ADO, dan rata-rata

biaya obat.

c. “Pola Penggunaan Antidiabetika Oral Bagi Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan

di RS Bethesda Yogyakarta Periode Januari-Desember 1998” oleh Nadeak (2000)

yang meneliti tentang jenis ADO, cara pemberian, rata-rata jumlah ADO, jenis

ADO, golongan ADO, dan dosis pemakaian ADO.

d. “Gambaran Peresepan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi

rawat inap RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2001-2002” oleh Triastuti (2004)

yang meneliti tentang kelas terapi DM tipe 2, jenis obet tipe DM 2, jumlah obat

yang diberikan pada pasien DM tipe 2, cara pemberian, bentuk sediaan, dosis

obat, dan lama perawatan pasien DM tipe 2.

e. “Kajian Pemilihan Obat Hipoglikemik Oral pada Terapi Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

November-Desember 2002” oleh Wijoyo (2004).

f. “Pola Peresepan Obat Hipoglikemi dan Studi Literature Interaksi Obat pada

Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Periode Januari-Maret 2002” oleh Suryawanti (2004).

g. “Pola Peresepan Obat Hipoglikemik Oral untuk Penderita Diabetes Mellitus Usia

Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit St. Antonio Baturaja Sumatra Selatan

(27)

h. “Gambaran Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Juli-Desember 2003” oleh Utomo ( 2005).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya adalah penelitian ini lebih terfokus pada kecenderungan (trend) terapi yang diberikan dan yang sedang terjadi serta melihat hasil terapi pada pasien DM

RSPR periode Januari-Desember 2005.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian adalah memberikan informasi mengenai trend terapi DM yang sedang terjadi serta hasil berbagai macam bentuk terapi baik

dengan menggunakan antidiabetes oral tunggal, insulin ataupun kombinasi

antidiabetes oral dan insulin.

b. Manfaat Praktis

Disamping manfaat teoritis penelitian diharapkan dapat memberikan

masukan bagi tenaga-tenaga kesehatan yaitu dokter, farmasis dan perawat dalam

pengembangan pelayanan farmasi di rumah sakit sehingga dapat meningkatkan

(28)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian adalah mengetahui pemilihan dan

penggunaan terapi yang diberikan pada pasien DM dan hasil terapi terhadap

pasien DM RSPR Yogyakarta periode 2005.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. mengetahui profil pasien DM meliputi jenis kelamin, umur, tipe DM, jenis

kasus DM, penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta pasien DM yang ada

di RSPR.

b. mengetahui profil peresepan meliputi kelas terapi obat, golongan

antidiabetes, dan distribusi penggunaan golongan antidiabetes pada pasien

DM di RSPR.

c. mengetahui hasil terapi terhadap keadaan akhir pasien mencakup kadar gula

akhir, rata-rata durasi kadar gula mencapai normal, durasi tinggal,

dibandingkan dengan kondisi awal pasien mencakup, jumlah penyakit

komplikasi, jumlah penyakit penyerta, kadar gula awal pasien beserta

perbandingan hasil terapi antara pasien DM dengan terapi insulin, ADO

(29)

kombinasi ADO, dan pasien yang tidak menerima antidiabetes serta drug related problem (DRP) yang terjadi selama terapi.

d. mengetahui ada tidaknya pergeseran kecenderungan (trend) terapi terhadap pasien DM di instalasi rawat inap pada periode penelitian ini dibandingkan

(30)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melittus 1. Definisi

Diabetes adalah penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan yang

berkelanjutan dan penanganan oleh pasien sendiri untuk mengatasi komplikasi akut

dan untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang (American

Diabetes Association (ADA), 2005). Menurut Triplitt, et al. (2005) Diabetes mellitus

(DM) adalah suatu kelompok gejala penyimpangan metabolisme lemak, karbohidrat,

dan protein, karena kurangnya sekresi insulin, sensitivitas tubuh terhadap insulin atau

keduanya dan ditandai dengan naiknya kadar gula dalam darah.

2. Klasifikasi dan Penyebab

Diabetes mellitus (DM) dibagi menjadi 4 tipe yaitu DM tipe 1 adalah DM

yang disebabkan karena destruksi sel β dan akhirnya yang akan menyebabkan

defisiensi insulin yang absolut. Pasien DM tipe 1 biasanya adalah anak-anak sampai

remaja dan tidak mengalami kegemukan saat pertama kali muncul gejala (Rang,

Dale, Ritter & Moore ,2003). Diabetes mellitus tipe 2 adalah DM yang terjadi karena

meningkatnya resistensi tubuh terhadap insulin yang disertai berkurangnya sekresi

insulin secara progresif , tipe DM spesifik lainnya yang dintaranya disebabkan oleh

kerusakan genetik pada fungsi sel β, kerusakan genetik dari kerja insulin, penyakit

pada pankreas eksokrin, serta kerusakan yang disebabkan oleh obat-obatan dan bahan

(31)

kimia lainnya. Tipe DM yang keempat adalah DM gestational yaitu DM yang

terdiagnosis selama masa kehamilan (Anonim, 2005a).

3. Gejala

Tanda-tanda gejala DM tipe 1 adalah dahaga yang sangat, penurunan berat

badan, mudah jengkel, kurang tenaga, lemah dan lesu, dan semut merubungi air

kencing. Gejala DM tipe 2 sebagian besar sama dengan gejala DM tipe 1 tetapi

terdapat gejala yang lebih spesifik yaitu luka atau goresan lambat sembuh, rasa pegal,

nyeri dan rasa ditusuk pada tungkai, dan penglihatan kabur (Johnson, 1998).

Handoko dan Suharto ( 1995) menyebutkan bahwa hiperglikemia yang

hebat sekali dapat membuat darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel.

yang nyata berbahaya adalah gejala glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat

diuretik osmosis, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai

elektrolit. Hal inilah yng menyebabkan terjadinya dehidrasi, maka badan berusaha

mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Harris and Greene (2000)

menyebutkan bahwa terjadinya hiperosmolaritas yang parah dapat menurunkan

tekanan intraokuler yang dapat menyebabkan bola mata dan lensa mata mengalami

perubahan bentuk yang kemudian berakibat pada penurunan penglihatan menjadi

(32)

Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi.

Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh

kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu.

4. Mekanisme Metabolisme

Manusia memerlukan bahan bakar yang berasal dari makanan yang dimakan

sehari-hari yang terdiri dari karbohidrat termasuk gula dan tepung-tepungan, protein,

atau asam amino, dan atau asam lemak (Suyono,2002).

Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar

makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan

lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat tersebut akan diserap oleh usus dan kemudian

akan masuk pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan oleh

organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan

bakar, zat harus masuk dulu dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam tubuh zat

makanan terutama glukosa di metabolisme dan menghasilkan energi. Dalam proses

metabolisme tersebut insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel dimana selanjutnya glukosa digunakan sebagai

bahan bakar (suyono, 2002).

Handoko dan Suharto (1999) menyebutkan, dalam keadaan normal,

kira-kira 50% glukosa yang dikonsumsi mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2

(33)

Pada DM semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel

sehingga energi utama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.

Lebih lanjut Handoko dan Suharto (1999) juga menyebutkan bahwa selain

berpengaruh pada metabolisme karbohidrat, insulin juga berpengaruh pada transpor

beberapa zat melalui membran sel. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa

insulin memudahkan penyerapan beberapa jenis zat melalui membran. Dalam hal ini

termasuk glukosa.

Efek insulin pada metabolisme protein adalah insulin merangsang

penggabungan asam amino menjadi protein sehingga dalam keadaan defisisensi

insulin terjadi katabolisme protein.

5. Diagnosis

Kriteria untuk diagnosis DM menurut Triplitt, et al. (2005) adalah seperti

yang tercantum di bawah ini.

a. Gejala diabetes disertai kadar glukosa dalam plasma darah pada keadaan biasa ≥

200 mg/dL (11,1 mmol/L).

b. Keadaan biasa disini maksudnya adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makan terakhir. Gejala klasik diabetes adalah polidipsi, poliuria,

dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.

c. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).

(34)

e. Kadar glukosa dalam plasma selam 2 jam setelah pemberian glukosa ≥ 200 mg/dl

ditetapkan dengan OGTT (oral glucose tolerance test).

oral glucose tolerance test harus dilakukan dengan proses seperti yang telah

diberikan WHO. Menggunakan cairan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa yang

dilarutkan dalam air.

6. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan jangka panjang adalah memperlambat

timbulnya komplikasi, baik makroangiopati maupun mikroangiopati, dan neuropati.

hal demikian akan dicapai dengan mengendalikan kadar glukosa, lipid dan insulin

dalam darah (Anonim, 1998).

Mengontrol kadar glukosa darah adalah tujuan dasar penatalaksanaan DM.

United Kingdom Prospective Diabetes study (UKPDS) juga menyatakan bahwa

pengontrolan kadar gula darah dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi seperti

retinopati, nefropati, dan neuropati. Selain itu, diet rendah karbohidrat juga

dianjurkan untuk penatalaksanaan DM karena walaupun karbohidrat adalah

kontributor terbesar kenaikan glukosa darah setelah makan, karbohidrat merupakan

sumber energi, vitamin larut air, mineral dan serat yang sangat penting. Konsumsi

karbohidrat yang dianjurkan oleh National Academy of Science-Food and Nutrition

(35)

Jika penderita telah melaksanakan aturan makan dan olah raga dengan baik

selama 1-6 bulan, tetapi diabetesnya belum terkontrol baik, maka pada penderita

ditambahkan obat antidiabetes oral atau insulin.

Golongan sulfonilurea diberikan terutama untuk penderita dengan berat

badan normal, hati-hati dengan penderita yang gemuk. untuk usia lanjut dianjurkan

untuk menggunakan preparat yang waktu paruhnya singkat yaitu tolbutamid dan

glikuidon.

Golongan biguanid yang dianjurkan adalah metformin, dianjurkan untuk

penderita dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30, atau pada penderita dengan IMT

27-30 dikombinasikan dengan sulfonilurea (Anonim, 1998).

Sementara menurut Triplitt et al. (2005) pasien dengan obesitas (>120%

Berat badan Ideal) tanpa kontraindikasi dapat memulai terapi dengan menggunakan

metformin, sedangkan pasien dengan berat badan mendekati normal dapat

menggunakan terapi insulin. Dikatakan juga bahwa dengan pertimbangan ekonomi

dan efikasi maka metformin dan insulin cenderung menjadi pilihan primer dan

sekunder dalam terapi pasien diabetes mellitus.

7. Komplikasi

Beberapa jenis komplikasi dapat timbul akibat diabetes. Komplikasi paling

sering muncul setelah beberapa tahun diagnosis. Beberapa komplikasi diantaranya

(36)

darah makro (komplikasi makrovaskuler) maupun pembuluh darah mikro (komplikasi

mikrovaskuler). Adanya disfungsi endotelium vaskuler merupakan inisiasi terjadinya

komplikasi vaskuler.

Yang termasuk dalam komplikasi makrovaskuler adalah peningkatan

kecepatan aliran darah yang sangat umum dijumpai pada pasien DM. Komplikasi

mikrovaskuler lebih jarang dijumpai dan biasanya mempengaruhi retina, ginjal dan

sistem saraf tepi. Diabetes mellitus merupakan penyebab utama terjadinya gagal

ginjal. Adanya gejala hipertensi juga semakin mempercepat kerusakan ginjal. Terapi

pada hipertensi dapat memperlambat terjadinya nefropati dan juga mengurangi resiko

infark miokard.

Diabetes neuropati disebabkan oleh adanya akumulasi tekanan osmotik

yang disebabkan oleh metabolit aktif glukosa (Rang, et al. 2003).

B. Antidiabetes Oral

Perubahan pola makan dan latihan fisik untuk pasien dengan DM tipe 2

kadang tidak cukup menjaga kadar gula darah tetap terkontrol. Antiadiabetika oral

dapat membantu mengontrol diabetes dengan meningkatkan sensitivitas terhadap

insulin, mengurangi output glukosa, meningkatkan absorpsi karbohidrat, atau

(37)

(Anonim, 2005.b)

Gambar 1. Mekanisme dan Tempat Kerja Antidiabetes Oral

Ada 6 kelas antidiabetika oral untuk menangani DM seperti berikut ini.

a.. Golongan sulfonilurea

Menstimulasi pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Biasanya

digunakan bersamaan dengan injeksi insulin.

b. Golongan biguanid (metformin)

Menurunkan produksi gula oleh hati.

c. Golongan penghambat α-glukosidase

Memperlambat absorpsi karbohidrat

d. Golongan thiazolidin

Meningkatkan sensitivitas terhadap insulin.

(38)

Menstimulasi pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin (Anonim,

2003.).

1. Golongan sulfonilurea

Mekanisme primer sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin.

Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu agen generasi pertama dan

agen generasi kedua. Pengolongan tersebut didasarkan pada perbedaan potensi

relatif untuk efek samping selektif dan perbedaan ikatan terhadap protein serum.

Agen generasi pertama terdiri dari asetoheksamid, klorpropamid, tolazomid, dan

tolbutamid. Sulfonilurea agen generasi pertama mempunyai potensi dibawah

sulfonilurea agen generasi kedua. Agen generasi kedua terdiri dari glimepirid,

glipizida, dan gliburid atau glibenklamida (Triplitt et al., 2005).

Sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah administrasi oral dan kadar gula

dalam darah tertinggi tercapai dalam kurang lebih 2-4 jam.

2. Golongan biguanid

Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan sensitivitas baik jaringan otot

ataupun hati terhadap insulin. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan

uptake atau ambilan glukosa baik oleh hati maupun jaringan otot (Triplitt et al.

2005). Biguanida juga mengurangi baik terjadinya glukoneogenesis di hati

(39)

3. Golongan thiazolidin

Mekanisme kerja thiazolidin adalah dengan mengikat peroxisome

proliferators activator receptor-γ (PPAR- γ) yang ada di sel lemak dan sel

vaskuler. Thiazolidin meningkatkan sensitivitas jaringan otot, hati, serta jaringan

lemak terhadap insulin secara tidak langsung (triplitt et al. 2005).

4. Golongan penghambat α-glukosidase

Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat enzim-enzim yang ada di

usus halus seperti maltase, isomaltase, sukrosa, dan glukoamilase. Penghambatan

enzim-enzim tesebut akan mencegah terjadinya pemecahan sukrosa dan

karbohidrat kompleks (Triplitt et al. 2005).

5. Golongan meglitinid

Merupakan turunan asam benzoat yang bekerja dengan cara menstimulasi

pelepasan insulin (Harris & Greene, 2000).

C. Insulin

Insulin biasanya diindikasikan pada semua pasien DM tipe 1 dan pada

beberapa pasien DM tipe 2. insulin biasanya diberikan dengan cara injeksi subkutan.

Tersedia banyak sediaan insulin yang dapat dibedakan dari farmakokinetika absorpsi

(40)

Tabel I. Farmakokinetika Insulin yang Digunakan Secara Subkutan

Tipe insulin Onset (jam)

Triplitt, et al. (2005) menyebutkan sebelum tahun 2003 produksi insulin

berasal dari insulin sapi atau babi namun sekarang insulin diproduksi dengan

menggunakan teknologi rekombinan DNA manusia.

Keuntungan utama dari insulin manusia adalah produksi dengan

menggunakan kultur bakteri dapat distandardisasi. Selain itu dengan menggunakan

insulin manusia maka antibodi penghalang akan berkurang jika dibandingkan jika

digunakan insulin yang berasal dari hewan. Konsekuensinya beberapa pasien akan

mengalami hipoglikemia jika penggunaan insulin hewan diganti dengan insulin

manusia dengan jumlah unit yang sama (Ritter, et al. 1999).

Insulin terlarut adalah satu-satunya sediaan insulin yang dapat digunakan

(41)

DM darurat dan juga dapat diberikan secara subkutan sebelum makan pada kasus DM

kronis.

Pasien diabetes dengan defisiensi insulin absolut harus menerima insulin

dari luar atau disebut juga insulin eksogen. Insulin juga digunakan untuk terapi pada

pasien DM gestational yang dengan diet dan antidiabetes oral tetap tidak dapat

dikontrol kadar gula darahnya (Ritter, et al. 1999).

Insulin didegradasi di hati, otot dan ginjal. Deaktivasi insulin oleh hati

adalah 20% sampai dengan 50%. Kira-kira 15% sampai dengan 20% hasil

metabolisme insulin ditemukan di ginjal. Maka dari itu insulin dosis rendah sangat

disarankan untuk pasien dengan sakit ginjal stadium akhir (Triplitt, et al. 2005).

D. Drug Related Problem

Drug Related Problem (DRP) adalah kejadian yang dialami atau efek yang

tidak diharapkan yang dialami pasien dalama proses terapi dengan obat dan secara

aktual atau potensial bersamaan dengan hasil terapi yang diharapkan pada saat

mendapat perawatan akibat dari suatu penyakit tertentu (Cipolle,1998).

Masalah-masalah yang tercakup dalam Drug Related Problem (DRP) antara

lain:

1. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), meliputi:

tidak ada indikasi pada saat itu, kondisi akibat penyalahgunaan obat (drug abuse),

(42)

obat dengan jumlah yang toksik, pemakaian dosis ganda yang seharusnya cukup

dengan pemakaian dosis tunggal, minum obat untuk mencegah efek samping obat

lain yang seharusnya dapat dihindarkan.

2. Salah Obat (wrong drug), meliputi:

kondisi menyebabkan obat tidak efektif, alergi obat tertentu, efektif tetapi bukan

yang paling aman, efektif tetapi bukan yang paling murah, antibiotika resisten

terhadap infeksi pasien, kombinasi yang tidak perlu, obat yang bukan paling

efektif untuk indikasi dan faktor resiko yang kontraindikasi dengan obat.

3. Dosis obat terlalu rendah (dosage too low), mencakup:

terlalu rendah untuk memberikan respon, pemberian terlalu awal, konsentrasi obat

di bawah daerah terapetik, serta obat, dosis, rute, atau konversi formulasi obat

tidak cukup.

4. Adverse Drug reaction (ADR), mencakup:

diberikan terlalu tinggi kecepatannya, alergi, faktor resiko, interaksi obat dengan

makanan, dan obat dapat berpengaruh atau merubah hasil laboratorium.

5. Dosis obat terlalu tinggi (dosage too high), meliputi:

dosis obat yang diberikan terlalu tinggi, kadar obat dalam serum terlalu tinggi,

dosis obat terlalu cepat dinaikkan, dosis dan interval tidak cukup, adanya

kemungkinan akumulasi obat akibat penyakit kronis, dan obat, dosis, rute serta

(43)

6. Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat (inappropriate compliance),

karena:

Tidak menerima obat sesuai jumlah yang telah ditentukan karena medication

error, tidak taat instruksi, harga obat terlalu mahal, dan pasien tidak memahami

aturan penggunaan obat.

7. Butuh terapi obat tambahan (needs additional drug therapy), mencakup:

kondisi medis yang membutuhkan terapi obat baru, keadaan kronis yang

membutuhkan kelanjutan terapi, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat

untuk mendapatkan efek sinergis atau potensial, kondisi dengan resiko dan butuh

obat untuk mencegahnya (Cipolle,1998).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi pemilihan dan

penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus instalasi rawat inap di RSPR

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan

deskriptif evaluatif karena berusaha mendeskripsikan atau menjabarkan fenomena

yang ada tanpa melakukan intervensi atau memberikan perlakuan pada subyek uji.

Pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif karena dilakukan penelusuran

terhadap data terdahulu yaitu lembar rekam medik pasien DM periode

Januari-Desember 2005.

B. Definisi Operasional

1. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan pada metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan adanya peningkatan

glukosa darah.

2. Kadar gula normal adalah kadar gula plasma sewaktu ≤ 200 mg/dL.

3. Terapi non sulfonilurea adalah terapi dengan menggunakan obat antidiabetika

oral selain dari golongan sulfonilurea misalnya: golongan biguanid, penghambat

α-glukosidase, thiazolidin, dan meglitinid.

(45)

4. Terapi kombinasi antidiabetes oral adalah terapi dengan menggunakan lebih dari

satu macam golongan antidiabetes oral pada satu periode peresepan.

5. Profil peresepan adalah tata cara pelayanan kesehatan meliputi kelas terapi obat

dan golongan obat antidiabetes yang diberikan.

6. Lembar rekam medik (medical record) adalah lembar catatan dokter, apotek/farmasis, dan perawat yang berisi data klinis pasien DM Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta seperti nomor register, nomor rekam medis, diagnosis

masuk, diagnosis keluar, umur, jenis kelamin, catatan keperawatan, catatan

perkembangan penyakit, jenis obat, dosis, dan aturan pakai obat yang didapatkan

selama terapi.

7. Keadaan pasien saat keluar adalah keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit

yaitu kedaan sembuh, pulang dengan terpaksa, atau meninggal.

8. Keadaan sembuh adalah keadaan pasien yang membaik dan penurunan kadar

gulanya relatif baik.

9. Hasil terapi adalah keadaan akhir pasien setelah menerima terapi dan menjalani

perawatan di rumah sakit.

10. Kadar gula awal adalah kadar gula pasien saat pasien akan menjalani perawatan

di rumah sakit.

11. Kadar gula akhir adalah hasil kadar gula pasien saat terakhir kali menjalani tes di

(46)

C. Subyek dan Tempat Penelitian

1. Subyek penelitian adalah pasien DM rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005.

Unit rekam medik RSPR mencatat terdapat 568 pasien terdiagnosis menderita

DM selama tahun 2005. dari 568 pasien kemudian diambil sampel sebanyak 10%

populasi secara acak yang dilakukan dengan pengundian. Penelitian ini dilakukan

tanpa wawancara dengan dokter.

2. Tempat penelitian adalah unit rekam medik RSPR yogyakarta.

D. Jalannya Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi pemilihan dan kerasionalan penggunaan

antidiabetes pada kasus diabetes mellitus pasien rawat inap RSPR Yogyakarta

periode 2005 dilakukan dalam beberapa tahap:

1. Penelusuran situasi

Tahap penelusuran dimulai dengan penelusuran banyaknya kasus DM yang

terjadi di RSPR selama tahun 2005 yang dilihat berdasarkan banyaknya pasien.

Pasien yang tercatat terdiagnosis menderita DM selama periode

Januari-Desember 2005 sebanyak 568 pasien.

2. Pengambilan data

Tahap pengambilan data dimulai dengan pengambilan 10% sampel terhadap

populasi pasien DM RSPR selama periode Januari-Desember 2005 (568 pasien)

(47)

Dari 57 pasien yang akan diteliti hanya diperoleh 51 lembar rekam medik pasien,

6 lembar rekam medik pasien lainnya tidak dapat diperoleh karena ada pasien

yang sedang menjalani terapi di rumah sakit, dan tidak dapat ditemukannya

lembar rekam medik pasien. Setelah itu dilakukan pencatatan terhadap lembar

rekam medik pasien sampel. Pencatatan data pasien dilakukan per kasus. Dari 51

pasien didapatkan 63 kasus. Variabel yang dicatat dari lembar rekam medik

antara lain: nomor rekam medik pasien rawat inap, nama pasien, jenis kelamin,

umur, diagnosis keluar, nama dagang obat-obat yang digunakan baik obat

antidiabetes maupun obat lainnya, cara penggunaan, frekuensi, aturan pakai,

penyakit penyerta dan atau penyakit komplikasi yang diderita oleh pasien, dan

kedaan pasien saat keluar rumah sakit.

E. Tata Cara Pengolahan Hasil

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Tabel dan

diagram yang disajikan adalah karakteristik pasien yang mencakup diagram jenis

kelamin dan umur, tabel jenis penyakit termasuk di dalamnya penyakit komplikasi

dan penyakit penyerta yang diderita pasien DM, tabel distribusi peresepan mencakup

tabel jumlah distribusi obat total, distribusi kelas terapi dan golongan obat, dan

distribusi golongan obat anti diabetes, tabel distribusi kombinasi golongan obat

(48)

masing-masing tabel dan diagram akan terdapat angka presentase distribusi yang didapat

berdasarkan atas persentase kasus yang terjadi yaitu sebanyak 63 kasus.

Dari data hasil terapi pasien dari masing-masing jenis terapi (terapi insulin,

terapi antidiabetes oral tunggal, terapi insulin dan sulfonilurea, terapi insulin dan

non-sulfonilurea, terapi kombinasi antidiabetes oral, dan tanpa terapi antidiabetes)

dilakukan perbandingan terhadap jumlah pasien, umur, jenis kelamin, jumlah pasien

sembuh, kadar gula awal, kadar gula akhir, durasi kadar gula mencapai normal,

jumlah komplikasi, jumlah penyakit penyerta dan durasi tinggal di rumah sakit.

Perbandingan dilakukan dengan memperhitungkan nilai simpang baku (standard of deviation (SD)) dari masing-masing kelompok perbandingan untuk mengetahui ukuran sebaran dan gambaran variasi angka yang ada dalam data. Setelah itu akan

dilakukan pembahasan yang lebih dalam terhadap masing-masing jenis terapi.

Selain hasil terapi akan dibahas pula trend pemilihan antidiabetik

berdasarkan banyaknya jenis antidiabetika yang digunakan sebagai terapi pada pasien

DM dan akan dibandingkan dengan trend terapi DM tahun-tahun sebelumnya.

F. Kesulitan Penelitian

Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa sulfonilurea adalah

golongan obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan mendorong penulis untuk

membandingkan penggunaan sulfonilurea baik yang digunakan secara kombinasi

(49)

karena alasan tersebut maka penulis berniat menyusun skripsi dengan judul

“Perbandingan Penggunaan Sulfonilurea Banding Non Sulfonilurea Banding

Kombinasi Terhadap Hasil Terapi Pasien Diabetes Mellitus Rumah Sakit panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005”.

Namun setelah dilakukan penelitian terhadap pasien DM instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (RSPR) Periode Januari-Desember 2005

ditemukan fakta bahwa sulfonilurea sudah tidak menjadi obat antidiabetes yang

paling banyak dipilih pada pemberian terapi terhadap pasien DM RSPR Yogyakarta

periode Januari-Desember 2005. Oleh karena alasan tersebut maka penulis

mengadakan perubahan pada judul menjadi “Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan

Antidiabetes pada Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Januri-Desember 2005”.

Selain hal tersebut diatas kesulitan-kesulitan lain yang ditemui selama

jalannya penelitian adalah adanya data rekam medik pasien yang tidak dapat

diketemukan, atau tidak dapat dicatat dikarenakan pasien yang bersangkutan

menjalani rawat inap di rumah sakit. Kesulitan lain yang muncul adalah

ketidaklengkapan data rekam medik pasien berkaitan dengan kadar gula pasien awal

dan kadar gula akhir pasien DM sehingga suit untuk diketahui secara kualitatif hasil

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian “Evaluasi Pemilihan dan Kerasionalan Antidibetes pada

Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari–Desember 2005” disajikan dalam 4 bagian yaitu profil pasien DM

secara umum, profil peresepan obat secara umum, pemilihan dan penggunaan

antidiabetes, dan rangkuman pembahasan. Persentase dihitung berdasarkan

banyaknya kasus DM yang terjadi.

A. Profil Pasien

1. Karakteristik pasien

Penelitian dilakukan berdasarkan atas rekam medik (Medical Record)

pasien DM yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari-Desember 2005. Dari pengamatan dan pengumpulan data diperoleh

hasil karakteristik pasien yang terdapat pada tabel II dan gambar 2.

Pada gambar 2 nampak bahwa jumlah pasien pasien laki-laki dan

perempuan dengan kasus DM hampir sama. Hal ini membuktikan bahwa jenis

kelamin bukan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM. Baik laki-laki

maupun perempuan memiliki faktor resiko yang sama terhadap terjadinya DM.

Namun pada wanita timbulnya DM juga dapat disebabkan karena kehamilan yang

(51)

sering disebut dengan DM gestational. Dari tabel II dapat dilihat bahwa dari 63 kasus

DM yang diteliti, persentase umur pasien yang paling banyak adalah kelompok umur

lebih dari 60 tahun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya fungsi faal tubuh dan

menurunnya keadaan fisiologi. Selain itu semakin bertambahnya umur, intoleransi

terhadap glukosa juga meningkat sehingga risiko DM juga meningkat.

49%

51%

laki-laki perempuan

Gambar 2. Persentase Distribusi Jenis Kelamin Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005.

Tabel II. Distribusi Umur Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005

Umur Σ Kasus Persentase (%)

10-20 1 1,5

21-30 0 0

31-40 5 7,9

41-50 16 25,4 51-60 12 19,1

>60 29 46,1

(52)

2. Jenis penyakit

Jumlah kasus DM yang terjadi yaitu sebanyak 63 kasus dikelompokkan lagi

menjadi 4 golongan jenis penyakit yang diderita oleh pasien DM yang bersangkutan

yaitu kasus DM tanpa komplikasi tanpa penyakit penyerta, kasus DM dengan

penyakit penyerta, kasus DM dengan komplikasi, dan kasus DM dengan komplikasi

dan penyakit penyerta. Jenis kasus DM yang diderita oleh pasien rawat inap Rumah

sakit Panti Rapih Yogyakarta disajikan pada tabel III, IV, V dan VI.

Tabel III. Distribusi Kasus DM pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari-Desember 2005

No. Jenis DM Σ kasus Persentase (%)

1 DM Tipe 2 62 98,4

2 DM Tipe 1 1 1,5

Total 63 100,0

Pasien DM tanpa komplikasi dibagi menjadi 2 golongan yaitu pasien DM

tipe 2 dan pasien DM tipe 1. Pada tabel III dapat dilihat bahwa jumlah pasien DM

tipe 2 lebih banyak daripada pasien DM tipe 1 . Kasus DM tipe 2 lebih banyak

dijumpai daripada DM tipe 1 karena DM tipe 2 disebabkan oleh peningkatan

kemakmuran hidup masyarakat, sehingga pola makan dan rutinitas hidup masyarakat

juga berubah. Menurut Suyono (1996) DM tipe 2 paling sering ditimbulkan oleh

kegemukan pada penderita. Kegemukan yang terjadi menyebabkan sel β pulau

langerhans yang memproduksi insulin menjadi kurang peka terhadap rangsang yang

(53)

Tabel IV. Distribusi Jenis Kasus Penyakit DM pada Pasien yang Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

No. Jenis Penyakit Σ kasus Persentase (%)

1 DM tanpa komplikasi tanpa

penyakit penyerta 10 15,8

2 DM dengan komplikasi 23 36,5

3 DM dengan penyakit penyerta 29 46,0

4 DM dengan komplikasi dengan

penyakit penyerta 1 1,5

Total kasus 63 100

Tabel V. Distribusi Komplikasi kasus DM Pasien Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005

No. Komplikasi DM Σ kasus (n=63) Persentase (%)

Dapat dilihat dari tabel IV, kasus DM dengan penyakit penyerta adalah

kasus DM yang paling banyak terjadi pada pasien rawat inap RSPR Yogyakarta.

Penyakit lain atau penyakit penyerta yang timbul dikarenakan penderita DM sangat

(54)

adalah DM dengan penyakit komplikasi hal ini disebabkan pasien DM yang dirawat

di rumah sakit adalah pasien yang cenderung sudah mencapai kondisi yang tidak

terkendali karena terjadinya kenaikan glukosa darah.

Dari tabel V dapat dilihat kasus komplikasi DM yang paling banyak diderita

oleh pasien rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta adalah DM yang disertai

dengan ulkus. American Diabetes Association (2005) menyebutkan bahwa amputasi

dan ulkus terutama pada kaki merupakan komplikasi utama yang paling sering terjadi

pada penderita diabetes. Hal ini dapat terjadi karena penderita DM sangat rentan

terhadap terjadinya infeksi. Ulkus yang terjadi disebabkan karena berkurangnya

aliran darah yang menuju ke bagian bawah tubuh sehingga resiko terjadinya

kerusakan jaringan akibat infeksi juga meningkat. Tjokroprawiro (1996) juga

menyebutkan bahwa pasien DM 50 kali lebih cenderung menderita ulkus sehingga

pasien DM harus sedapat mungkin menghindari terjadinya ulkus dengan menjaga

kadar glukosa darah. Komplikasi kedua yang paling banyak terjadi adalah stroke. Hal

ini sangat mungkin terjadi karena DM berhubungan erat dengan hipertensi, dan

hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke.

Dari tabel VI dapat dilihat, infeksi merupakan penyakit penyerta paling

umum yang diderita oleh pasien. Diantaranya adalah DM dengan infeksi virus, gastro

enteritis (GE) amoeba, urinary track infection (UTI), dan infeksi pada clavus yang

(55)

Tabel VI. Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

No. Penyakit Penyerta Σ kasus (n=63) Persentase (%)

1 DM + Faringitis 1 1,6

2 DM + Hiperkolesterol 1 1,6

3 DM + Spondialisis 2 3,2

4 DM + Transcient Ischemic Attack

(TIA) 2 3,2

16 DM + Hypertensive Heart Disease

(56)

B. Profil Peresepan

1. Kelas terapi obat

Seperti tampak pada tabel VII, obat dengan kelas terapi antidiabetes paling

banyak diresepkan kepada pasien DM hal ini jelas dikarenakan semua pasien

terdiagnosis menderita diabetes. Antidiabetes yang dimaksudkan disini adalah insulin

dan antidiabetes oral termasuk di dalamnya sulfonilurea, biguanid, meglitinid,

penghambat α-glukosidase, serta thiazolidin.

Kelas terapi obat kedua yang paling banyak diresepkan adalah antiinfeksi.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pasien DM sangat rentan terkena infeksi

sehingga pemberian terapi antiinfeksi memang sangat penting. antiinfeksi yang paling

banyak digunakan adalah dari golongan antibakteri yaitu sefalosporin. Golongan

antibakteri lain yang diresepkan adalah kuinolon, sulfonamid dan trimetorpin,

penisilin, klindamisin, aminoglikosida, makrolid serta tetrasiklin. Selain antibakteri

juga diresepkan antijamur dan antiprotozoa.

Kelas terapi lain yang diresepkan mencakup obat-obat seperti ginkobiloba

dan ekstrak phylantii. Tanaman ginkobiloba mengandung senyawa flavonoid

(ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat

bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan

sirkulasi darah mikrovaskuler, sedangkan ekstrak phylantii yang berasal dari tanaman

Phyllanthus niruri bermanfaat bagi terapi peluruhan batu ginjal, agen antibakteri, dan

(57)

Tabel VII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

12 Sedatif dan analgesik

(58)

2. Golongan antidiabetes

Distribusi golongan obat yang diresepkan kepada pasien DM yang

menjalani rawat inap di rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari-Desember 2005 akan disajikan pada tabel VIII.

Tabel VIII. Distribusi Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

Seperti yang disajikan pada tabel VIII, golongan obat antidiabetes yang

paling banyak diresepkan pada pasien DM yang menjalani rawat inap di rumah sakit

Panti rapih Yogyakarta periode 2005 adalah biguanid yaitu metformin. Dari sini

nampak bahwa kecenderungan pengobatan pasien DM rumah sakit Panti Rapih

mengalami pergeseran bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat dari

penelitian tahun 1998-2002 yang menyebutkan bahwa golongan obat antidiabetes

yang paling banyak digunakan adalah sulfonilurea.

C. Pemilihan dan Penggunaan Antidiabetes

1. Kombinasi golongan antidiabetes

Kombinasi golongan obat antidiabetes yang diresepkan pada pasien DM

(59)

Tabel IX. Distribusi Penggunaan Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM rawat inap Rumah Sakit panti Rapih Yogyakarta Periode 2005

6 Tidak menggunakan

Antidiabetes 10 15,9

Total 63 100,0

Seperti yang tersaji pada tabel IX, penggunaan antidiabetes oral secara

tunggal mempunyai persentase penggunaan paling besar. Pada Anonim (1997)

disebutkan bahwa penggunaan satu macam antidiabetes oral dimungkinkan pada

pasien yang kriteria pengendalian kadar glukosa dalam darahnya masih tergolong

baik dan diberikan dalam dosis rendah pemeliharaan sedangkan penggunaan lebih

dari satu macam antidiabetes oral dilakukan jika penggunaan satu macam

antidiabetika oral belum mencapai sasaran. Sementara itu penggunaan dua atau lebih

antidiabetes oral jenis yang sama dalam satu kali pakai tidak dibenarkan karena akan

meningkatkan resiko timbulnya hipoglikemia yang parah.

Dari pernyataan dan fakta yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa

sebagian besar pasien DM rawat inap RSPR periode Januari-Desember 2005 adalah

pasien DM yang kriteria pengendalian kadar glukosa dalam darahnya masih

(60)

banyak digunakan dibandingkan penggunaan secara kombinasi baik dengan insulin

ataupun dengan antidiabetes oral lainnya.

2. Hasil terapi pasien DM

Pada tabel X akan disajikan hasil terapi pasien DM instalasi rawat inap

RSPR yogyakarta periode Januari-Desember 2005.

Tabel X. Hasil Terapi Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

A B C D E F

B: Anti Diabetes Oral Tunggal C: Insulin + Sulfonilurea D: Insulin + Non sulfonilurea

(61)

a. Terapi insulin

Pasien DM rawat inap dengan terapi insulin di Rumah Sakit Panti rapih

tercatat ada 10 kasus. Insulin yang diresepkan di instalasi rawat inap rumah sakit

Panti Rapih Yogyakarta untuk pasien DM periode Januari-Desember 2005

mencakup insulin reguler, mixtard, dan insulatard yang takaran unitnya

disesuaikan dengan keadaan kadar gula darah masing-masing pasien (tabel XI).

Insulin reguler (short-acting insulin) paling banyak digunakan karena mempunyai

durasi kerja yang singkat sehingga relatif aman untuk pasien yang sebagian besar

berusia lanjut.

Menurut standar pelayanan medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

tahun 1998 insulin ditambahkan jika kadar glukosa darah belum juga terkontrol

baik walau telah mendapat antidiabetes oral dosis maksimal, tetapi pada kasus

pasien dengan terapi insulin saja banyak kasus pasien DM tipe 2 yang langsung

diberikan terapi insulin tanpa pemberian terapi antidiabetes oral (ADO) terlebih

dahulu.

Tabel XI. Distribusi Sediaan Insulin yang Diresepkan Pada Pasien DM dengan Terapi Insulin di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005

(62)

Pasien yang keluar dalam keadaan membaik atau sembuh sebanyak 100%

kasus. Hal ini menandakan insulin mampu mempertahankan kadar gula darah

pasien sehingga pasien dapat pulang dengan keadaan yang membaik.

Durasi kadar gula mencapai normal pasien yang menggunakan terapi

dengan insulin masih relatif lama jika dibandingkan dengan pasien yang

menggunakan terapi lain.

Insulin biasanya diresepkan selain pada pasien DM tipe 1 juga kepada

pasien DM tipe 2 yang mengalami berbagai komplikasi karena pada keadaan

pasien dengan komplikasi kadang obat dengan jalur oral tidak dapat

dipergunakan. Hal ini bersangkutan dengan kerja hormon tubuh yang tidak

normal atau tidak dapat diperkirakan lagi (Unpredictable). Dari data hasil terapi

pasien DM yang menerima insulin paling banyak menderita komplikasi dibanding

pasien yang menerima terapi antidiabetes lain.

b. Terapi antidiabetes oral (ADO) tunggal

Pasien dengan terapi ADO tunggal tercatat ada 15 kasus, dan menurut

gambar 3 antidiabetes oral yang paling banyak dipilih adalah dari golongan

biguanid yaitu metformin. Antidiabetes oral tunggal lain yang digunakan adalah

sulfonilurea dan meglitinid.

Jumlah pasien yang pulang dalam keadaan sembuh adalah 14 dari 15 pasien.

(63)

Dari tabel XII rata-rata kadar gula darah darah mencapai normal terapi

dengan antidiabetes oral tunggal tercatat paling pandek dibandingkan dengan

terapi lainnya. Dari hal itu dapat ditarik kesimpulan terapi dengan menggunakan

antidiabetes oral tunggal paling cepat dalam mengkontrol kadar gula darah pasien

dibandingkan terapi dengan menggunakan kombinasi antidiabetik ataupun dengan

insulin.

Rata-rata kadar gula akhir pasien saat keluar rumah sakit adalah

229,7±124,2, masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan stadar normal dari

American Diabetes Association (ADA) tahun 2005 yaitu 200 mg/dl (11,1

mmol/L). Hal ini dapat disebabkan sulitnya mengontrol kadar gula darah pasien

yang terhitung usia lanjut yang mengalami penurunan metabolisme.

0

sulfonilurea biguanid meglitinid

(64)

Pada gambar 3 nampak bahwa antidiabetes oral yang paling banyak

digunakan atau diresepkan secara tunggal adalah dari golongan biguanid yaitu

metformin. Hal ini sangat berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang

menyebutkan bahwa sulfonilurea lebih banyak dipilih dibandingkan antidiabetes oral

lainnya.

Metformin digunakan untuk mengontrol kadar gula darah pasien DM obese

karena tidak berpotensi meningkatkan berat badan seperti sulonilurea. Peningkatan

penggunaan metformin dapat pula disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah

pasien yang mengalami kegemukan. Dari 6 pasien dengan terapi metformin yang

mempunyai data berat badan/ tinggi badan lengkap, 4 diantaranya memiliki berat

badan diatas normal.

c. Terapi insulin kombinasi dengan sulfonilurea

Tercatat 9 dari 10 kasus pasien pulang dalam keadaan sembuh ataupun

membaik. satu pasien tercatat pulang atas permintaan sendiri (APS).

Nilai rata-rata durasi kadar gula darah pasien mencapai normal hampir sama

dengan nilai rata-rata durasi kadar gula darah mencapai normal pasien dengan

terapi insulin. hal ini mungkin disebabkan karena kedua golongan terapi

menggunakan insulin.

Selisih rata-rata kadar gula awal dan akhir pasien adalah 312,5 mg/dl,

Gambar

Gambar 3. Distribusi Peresepan Antidiabetes Oral tunggal pada Pasien DM
Tabel I Farmakokinetika Insulin yang Digunakan Secara Subkutan ………    20
Tabel X. Hasil Terapi Pasien DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Gambar 1. Mekanisme dan Tempat Kerja Antidiabetes Oral
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Seleksi massa (dalam pemuliaan tanaman) atau seleksi individu (dalam pemuliaan hewan) adalah salah satu metode seleksi yang tertua untuk memilih bahan tanam yang

[r]

Untuk mengetahui perbandingan produksi, nilai produksi serta biaya pada usahatani jagung hibrida dan lokal maka dilakukan uji-t dengan masing-masing 25 responden.. Uji t Produksi,

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul “ Pelaksanaan Kewenangan atas Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio bagi

Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disebut Pedoman Teknis E-KKP3K), disusun

Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh perusahaan (terutama pendapatan yang timbul dari penjualan barang atau jasa dikurangi biaya yang diperlukan