INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan (trend) terapi dan
mengevaluasi pemilihan dan penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus (DM) instalasi rawat inap Rumah sakit Panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Bahan penelitian yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien Diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah Sakit panti Rapih yogyakarta periode januari-Desember 2005. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan profil pasien, profil peresepan, dan pemilihan serta penggunaan antidiabetes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus Diabetes mellitus di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (51 %), pasien terbanyak pada kelompok usia lebih dari 60 tahun (46,1 %). Tipe DM yang paling banyak diderita adalah DM tipe 2 (98,4 %). Pasien paling banyak menderita DM, disertai penyakit penyerta (46 %), dan komplikasi yang paling banyak diderita adalah ulkus (17,5%) . Kelas terapi obat yang paling banyak diresepkan adalah antidiabetes (84,1 %), dan golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah metformin (47,6 %)
sehingga dapat disimpulkan pula bahwa trend terapi DM periode Januari-Desember
2005 berpusat pada metformin. Penggunaan antidiabetes oral secara tunggal tercatat paling banyak dibanding penggunaan secara kombinasi (23,0 %). Dari perbandingan hasil terapi pasien diperoleh kesimpulan bahwa kombinasi insulin dengan non sulfonilurea adalah jenis terapi yang paling baik karena paling mampu menurunkan kadar gula darah pasien menjadi mendekati normal sesuai dengan tujuan terapi DM
yang utama. Kasus DRP yang terjadi adalah adverse drug reaction (ADR) 4 kasus
(6,3%) dan butuh terapi obat tambahan sebanyak 11 kasus (17,5%).
Kata kunci: Diabetes mellitus, Antidiabetes, Drug Related Problem.
.
ABSTRACT
The purpose of this research was to know the trend of therapy and to evaluate the antidiabetics selection and usage in diabetes mellitus cases during hospitalization in Panti Rapih hospital in Yogyakarta during January-December 2005.
This research was an observational experimental and done with descriptive non-analytic research design. The material used in this research was medical record of 51 diabetes mellitus patients. The result data was grouped based on patient profile, prescribing profile, and antidiabetics selectipn and utilization.
The result showed that most patient are woman (51%), and 46.1 % in persons age 60 or older. Type 2 DM accounts for as much as 98.4 % of all cases of DM. Most patient have DM with the other disease (46%), and complication disease that often happen are ulcus DM (17.5 %). Antidiabetics are the most prescribing class of therapy (84.1%), Biguanide (metformin) are the most prescribing antidiabetics (47.6%) and from that result we can figure that trend of therapy has change from sulfonilurea to biguanide which is metformin. The utilization of single oral antidiabetics are the most found case (23.0%). The result data of outcome therapy show that utilization combination of insulin and non-sulfonilurea drug therapy are the best way to decrease the level of blood sugar concentration. The DRP cases that happened during therapy are 4 cases of adverse drug reaction (6.3%) and 11 cases of needs additional drug therapy (17.5%).
Key words: Diabetes mellitus, Antidiabetics, Drug related problems.
EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES PADA KASUS DIABETES MELLITUS
INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Cecilia Lenny Pravita Pertiwi
NIM: 028114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2006
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan (trend) terapi dan
mengevaluasi pemilihan dan penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus (DM) instalasi rawat inap Rumah sakit Panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Bahan penelitian yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien Diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah Sakit panti Rapih yogyakarta periode januari-Desember 2005. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan profil pasien, profil peresepan, dan pemilihan serta penggunaan antidiabetes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus Diabetes mellitus di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (51 %), pasien terbanyak pada kelompok usia lebih dari 60 tahun (46,1 %). Tipe DM yang paling banyak diderita adalah DM tipe 2 (98,4 %). Pasien paling banyak menderita DM, disertai penyakit penyerta (46 %), dan komplikasi yang paling banyak diderita adalah ulkus (17,5%) . Kelas terapi obat yang paling banyak diresepkan adalah antidiabetes (84,1 %), dan golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah metformin (47,6 %)
sehingga dapat disimpulkan pula bahwa trend terapi DM periode Januari-Desember
2005 berpusat pada metformin. Penggunaan antidiabetes oral secara tunggal tercatat paling banyak dibanding penggunaan secara kombinasi (23,0 %). Dari perbandingan hasil terapi pasien diperoleh kesimpulan bahwa kombinasi insulin dengan non sulfonilurea adalah jenis terapi yang paling baik karena paling mampu menurunkan kadar gula darah pasien menjadi mendekati normal sesuai dengan tujuan terapi DM
yang utama. Kasus DRP yang terjadi adalah adverse drug reaction (ADR) 4 kasus
(6,3%) dan butuh terapi obat tambahan sebanyak 11 kasus (17,5%).
Kata kunci: Diabetes mellitus, Antidiabetes, Drug Related Problem.
.
ABSTRACT
The purpose of this research was to know the trend of therapy and to evaluate the antidiabetics selection and usage in diabetes mellitus cases during hospitalization in Panti Rapih hospital in Yogyakarta during January-December 2005.
This research was an observational experimental and done with descriptive non-analytic research design. The material used in this research was medical record of 51 diabetes mellitus patients. The result data was grouped based on patient profile, prescribing profile, and antidiabetics selectipn and utilization.
The result showed that most patient are woman (51%), and 46.1 % in persons age 60 or older. Type 2 DM accounts for as much as 98.4 % of all cases of DM. Most patient have DM with the other disease (46%), and complication disease that often happen are ulcus DM (17.5 %). Antidiabetics are the most prescribing class of therapy (84.1%), Biguanide (metformin) are the most prescribing antidiabetics (47.6%) and from that result we can figure that trend of therapy has change from sulfonilurea to biguanide which is metformin. The utilization of single oral antidiabetics are the most found case (23.0%). The result data of outcome therapy show that utilization combination of insulin and non-sulfonilurea drug therapy are the best way to decrease the level of blood sugar concentration. The DRP cases that happened during therapy are 4 cases of adverse drug reaction (6.3%) and 11 cases of needs additional drug therapy (17.5%).
Key words: Diabetes mellitus, Antidiabetics, Drug related problems.
PRAKATA
Skripsi ini berjudul “EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN
ANTIDIABETES PADA KASUS DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus, Tuhan dan Sahabat
sejati, yang telah melimpahkan kasih karunia dan kemurahan sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan baik moril
maupun materiil dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi dan masukan
selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen penguji atas bantuan,
bimbingan dan saran yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji atas bantuan, bimbingan, dan
saran yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak JB. S. Amir Marwata selaku wakil direktur SDM dan informasi rumah
sakit Panti Rapih Yogyakarta atas kesempatan dan bantuan yang diberikan
kepada penulis selama pelaksanaan penelitian di rumah sakit.
5. Seluruh staf rekam medik rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta atas semua
bantuan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian di rumah sakit.
6. Ayah dan Bundaku tercinta, “ Terimakasih untuk setiap doa, kasih yang tanpa
pamrih, kesabaran yang tak berbatas, dan dukungan yang tanpa akhir”.
7. Adikku tersayang Angga, terimakasih untuk kebersamaan , doa, dukungan, dan
semangat yang diberikan.
8. Rikky, terimakasih untruk setiap senyum, doa, dukungan, semangat dan hari-hari
yang penuh makna. “Thanks God I found you”
9. Saudara-saudaraku terkasih, Ninik, Us, dan Senggi. Terima kasih untuk setiap
sapaan, canda tawa dan kebersamaan saat hari-hari burukku.
10. Sahabat-sahabat tercinta Mili dan Kai, terimakasih untuk persahabatan semangat,
bantuan dan loyalitas.
11. Roma dan Orry terimakasih untuk persaudaraan dan semangat dari kalian.
12. Wenny, Astu, Astri, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
13. Om Yanto dan tante Mirna, terima kasih untuk semua dukungan dan bantuan.
14. Doggy Robertio dan Corel Drawterimakasih untuk hiburan dan perhatian setiap
harinya.
15. Kate, Rina, Novi, Renny, terimakasih untuk kebersamaan di ruang rekam medik.
16. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002.
17. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pengerjaan dan
penyelesaian skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi pembaca pada khususnya, dan ilmu pengetahuan pada
umumnya.
Yogyakarta, 12 Desember 2006
Penulis
Cecilia Lenny Pravita Pertiwi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v
INTISARI ………. vi
ABSTRACT ………. vii
PRAKATA ………...viii
DAFTAR ISI ……… xi
DAFTAR GAMBAR ………... xv
DAFTAR TABEL ……….... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xviii
BAB I. PENGANTAR ………. 1
A. Latar Belakang ………. 1
1. Permasalahan ………... 4
2. Keaslian Penelitian ……….. 5
3. Manfaat Penelitian ……….. 7
B. Tujuan Penelitian ……… 8
1. Tujuan Umum ………. 8
2. Tujuan Khusus ……… 8
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……….. 10
A. Diabetes Mellitus ……… 10
1. Definisi ……… 10
2. Klasifikasi dan Penyebab ……… 10
3. Gejala ……….. 11
4. Mekanisme Metabolisme ……… 12
5. Diagnosis ……… 13
6. Penatalaksanaan ………. 14
7. Komplikasi ……….. 15
B. Antidiabetes Oral ……….. 16
1. Golongan Sulfonilurea ………. 18
2. golongan Biguanid ………... 18
3. Golongan Thiazolidin ……….. 19
4. Golongan Penghambat α-Glukosidase ………. 19
5. Golongan Meglitinid ……… 19
C. Insulin ………... 19
D. Drug Related Problem ... 21
E. Keterangan Empiris ……….. 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 24
B. Definisi Operasional ………. 24
C. Subyek dan tempat Penelitian ………... 26
D. Jalannya Penelitian ……… 26
E. Tata Cara Pengolahan Hasil ……… 27
F. Kesulitan Penelitian ………. 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 30
A. Profil Pasien ………. 30
1. Karakteristik Pasien ………. 30
2. Jenis Penyakit ………... 32
B. Profil Peresepan ……….. 36
1. Kelas Terapi Obat ……… 36
2. Golongan Antidiabetes ………. 38
C. Pemilihan dan Penggunaan Antidiabetes ………. 38
1. Kombinasi Golongan Antidiabetes ……….. 38
2. Hasil Terapi Pasien DM ……….. 40
a. Terapi Insulin ……… 41
b. Terapi Antidiabetes Oral Tunggal ………. 42
c. Terapi Insulin Kombinasi Sulfonilurea ………. 44
d. Terapi Insulin kombinasi Non-Sulfonilurea ……….. 45
e. Kombinasi Antidiabetes Oral ……… 46
f. Tidak Menggunakan Antidiabetes ………. 47
D. Kecenderungan dan Kerasionalan Pemilihan Antidiabetes ………. 48
E. Rangkuman Pembahasan ………. 53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 56
A. Kesimpulan ……….. 56
B. Saran ……… 57
DAFTAR PUSTAKA ………. 58
LAMPIRAN ………... 61
BIOGRAFI PENULIS……… 88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme dan Tempat Kerja Antidiabetes Oral ... 17
Gambar 2. Persentase Distribusi Jenis Kelamin Pasien DM Rawat Inap
di RumahSakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember
2005 ... 31
Gambar 3. Distribusi Peresepan Antidiabetes Oral tunggal pada Pasien DM
Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode
Januari-Desember 2005 ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel I Farmakokinetika Insulin yang Digunakan Secara Subkutan ……… 20
Tabel II. Distribusi Umur Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode januari-Desember 2005 ... 31
Tabel III. Distribusi Kasus DM pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Januari-Desember 2005 ... 32
Tabel IV. Distribusi Jenis Kasus Penyakit DM pada Pasien yang Menjalani Rawat
Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember
2005 ... 33
Tabel V. Distribusi Komplikasi kasus DM Pasien Rawat Inap Rumah sakit Panti
rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005 ... 33
Tabel VI. Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 35
Tabel VII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat
Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember
2005 ... 37
Tabel VIII. Distribusi Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM
Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode
Januari-Desember 2005 ... 38
Tabel IX. Distribusi Penggunaan Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada
Kasus DM rawat inap Rumah Sakit panti Rapih Yogyakarta Periode
2005 ... 39
Tabel X. Hasil Terapi Pasien DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 40
Tabel XI. Distribusi Sediaan Insulin yang Diresepkan Pada Pasien DM dengan
Terapi Insulin di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit panti rapih
yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ... 41
Tabel XII. Distribusi Penggunaan Insulin Kombinasi ADO Non-Sulfonilurea Pada
Pasien DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode
Januari-Desember 2005 ... 46
Tabel XIII. Distribusi Penggunaan Kombinasi ADO pada Pasien DM Rawat Inap
Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember
2005 ... 47
Tabel XIV. Perbandingan Beberapa Hasil Penelitian Peresepan Antidiabetes Oral
Terhadap Pasien DM ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data rekam Medik pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005 ……. 61
Lampiran 2. Daftar Singkatan dan Istilah ……… 86
Lampiran 3. Ijin Penelitian ……….. 87
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyimpangan metabolisme
yang ditandai oleh naiknya kadar gula dalam darah, dan diasosiasikan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu DM juga dapat
meningkatkan risiko komplikasi antara lain mikrovaskuler, makrovaskuler dan
neuropati (Triplitt, Reasner, & Isley,2005).
Prevalensi DM terus meningkat, dan dari semua kasus yang ada 90%
diantaranya adalah DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 di Amerika Serikat kira-kira
8,7% dari semua orang yang berumur 20 tahun ke atas. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya risiko DM diantaranya adalah riwayat keluarga
(orang tua atau saudara kandung yang mengidap DM), kegemukan (≥20% dari berat
badan ideal, atau body mass index (BMI) ≥ 25 kg/m2), kegiatan fisik rutin yang tidak sehat, ras atau etnis, hipertensi (≥140/90 mm Hg pada dewasa), nilai high density lipoprotein (HDL) ≤ 35 mg/dL, angka trigliserida ≥ 250 mg/dL, riwayat DM gestational atau melahirkan bayi dengan berat >4,5 kg, dan riwayat penyakit vaskuler
(Triplitt, et al, 2005).
Berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia melaporkan bahwa prevalensi
DM sebesar 1,5-2,3% pada penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun bahkan di
Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Prevalensi DM pada daerah urban di
Jakarta meningkat dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993.
Demikian pula prevalensi DM di Ujung Pandang pada daerah urban
meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 2,9% pada tahun 1998 (Anonim,
1998).
Semua fakta diatas menunjukkan bahwa DM merupakan masalah yang
serius dalam masyarakat. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan
DM. Obat-obat antidiabetes yang ada lebih berfungsi sebagai pengendali DM. Obat
antidiabetes yang tersedia di pasaran meliputi antidiabetes oral dan insulin.
Saat ini banyak sekali golongan antidiabetes oral yang dikenal dan banyak
diresepkan sebagai terapi terhadap pasien DM yaitu: sulfonilurea meliputi glipizid,
glikazid, glikuidon, glibenklamid, glimepirid; biguanida meliputi metformin;
penghambat glukosidase-α meliputi akarbosa; thiazolidin meliputi pioglitazon,
rosiglitazon; dan meglitinid meliputi repaglinid dan nateglinid.
Berbagai penelitian seperti yang dilakukan oleh Nadeak (2000)
menyebutkan bahwa antidiabetes oral yang paling banyak digunakan adalah
sulfonilurea dan yang paling sedikit digunakan adalah insulin. Ule (2000)
menyebutkan bahwa golongan sulfonilurea penggunaannya paling tinggi diantara
antidiabetes oral yang lain. Golongan sulfonilurea yang biasa digunakan meliputi
Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa sulfonilurea adalah
golongan antidiabetes yang paling banyak diresepkan mendorong penulis untuk
membandingkan penggunaan sulfonilurea baik yang digunakan secara kombinasi
maupun tunggal dengan antidiabetes lain terhadap hasil terapi pasien DM. Oleh
karena alasan tersebut maka penulis berniat menyusun skripsi dengan judul
“Perbandingan Penggunaan Sulfonilurea Banding Non-Sulfonilurea Banding
Kombinasi Terhadap Hasil Terapi Pasien Diabetes Mellitus Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005”.
Namun setelah dilakukan penelitian terhadap pasien DM instalasi rawat inap
rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta (RSPR) periode Januari- Desember banyak
muncul antidiabetes selain sulfonilurea sebagai pilihan terapi.
Oleh karena itu, untuk melihat seperti apakah pemilihan dan penggunaan
antidiabetes yang sedang terjadi di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) Yogyakarta
pada periode Januari–Desember 2005 penulis memilih judul “Evaluasi Pemilihan dan
Penggunaan Antidiabetes pada Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januri-Desember 2005”. Penelitian juga
mencakup perbandingan hasil terapi pasien DM yang mendapatkan terapi insulin,
antidiabetes oral (ADO) tunggal, insulin kombinasi sulfonilurea, insulin kombinasi
non sulfonilurea, kombinasi ADO, dan pasien yang tidak menerima antidiabetes,
Penelitian dilakukan terhadap pasien rawat inap karena data rekam medik
pasien rawat inap diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
mempresentasikan kulitas terapi yang sebenarnya. Penelitian ini bertempat di RSPR
Yogyakarta yang mempunyai visi sebagai rumah sakit rujukan yang memandang
pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan
kepada siapa saja secara professional dan penuh kasih dalam suasana syukur pada
Tuhan. Misi RSPR adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh
secara ramah, adil, profesional, ikhlas dan hormat dalam semangat iman Katolik.
Penelitian ini bertempat di RSPR yogyakarta karena rumah sakit ini menjadi
tempat rujukan bagi banyak rumah sakit lain, sehingga kasus yang terjadi merupakan
kasus-kasus yang kompleks dan menjadikan RSPR sebagai rumah sakit yang layak
untuk penelitian.
1. Permasalahan
Permasalahan-permasalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. seperti apakah profil meliputi jenis kelamin, umur, tipe DM, jenis kasus DM,
penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta pasien DM yang ada di RSPR?
b. seperti apakah profil peresepan meliputi kelas terapi obat, golongan antidiabetes,
dan distribusi penggunaan golongan antidiabetes pada pasien DM di RSPR?
c. seperti apakah hasil terapi terhadap keadaan akhir pasien mencakup kadar gula
dengan kondisi awal pasien mencakup, jumlah penyakit komplikasi, jumlah
penyakit penyerta, kadar gula awal pasien beserta perbandingan hasil terapi antara
pasien DM dengan terapi insulin, ADO tunggal, insulin kombinasi sulfonilurea,
insulin kombinasi non sulfonilurea, kombinasi ADO, dan pasien yang tidak
menerima antidiabetes serta drug related problem (DRP) yang terjadi selama terapi?
d. seperti apakah pergeseran kecenderungan pemilihan dan kerasionalan
penggunaan antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005?
2. Keaslian Penelitian
Banyak penelitian yang sudah pernah dilakukan menyangkut terapi terhadap
pasien DM diantaranya tercantum di bawah ini:
a. “Gambaran Penggunaan Obat Pada Penderita Diabetes Mellitus di Instalasi rawat
inap RS. Panti Rapih Yogyakarta. Periode Agustus-September 1998” oleh
Damayanti (2000) yang meneliti tentang jenis DM, komplikasi penyakit DM,
rata-rata jumlah obat, golongan obat, dan cara pemberian obat.
b. “Pola Penggunaan Obat Antidiabetika Oral untuk Penderita Diabetes Mellitus
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Jalan RS Panti Rapih Yogyakarta Periode
antidiabetika oaral (ADO), golongan ADO, dosis pemakaian ADO, dan rata-rata
biaya obat.
c. “Pola Penggunaan Antidiabetika Oral Bagi Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan
di RS Bethesda Yogyakarta Periode Januari-Desember 1998” oleh Nadeak (2000)
yang meneliti tentang jenis ADO, cara pemberian, rata-rata jumlah ADO, jenis
ADO, golongan ADO, dan dosis pemakaian ADO.
d. “Gambaran Peresepan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi
rawat inap RS Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2001-2002” oleh Triastuti (2004)
yang meneliti tentang kelas terapi DM tipe 2, jenis obet tipe DM 2, jumlah obat
yang diberikan pada pasien DM tipe 2, cara pemberian, bentuk sediaan, dosis
obat, dan lama perawatan pasien DM tipe 2.
e. “Kajian Pemilihan Obat Hipoglikemik Oral pada Terapi Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
November-Desember 2002” oleh Wijoyo (2004).
f. “Pola Peresepan Obat Hipoglikemi dan Studi Literature Interaksi Obat pada
Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
Periode Januari-Maret 2002” oleh Suryawanti (2004).
g. “Pola Peresepan Obat Hipoglikemik Oral untuk Penderita Diabetes Mellitus Usia
Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit St. Antonio Baturaja Sumatra Selatan
h. “Gambaran Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Juli-Desember 2003” oleh Utomo ( 2005).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya adalah penelitian ini lebih terfokus pada kecenderungan (trend) terapi yang diberikan dan yang sedang terjadi serta melihat hasil terapi pada pasien DM
RSPR periode Januari-Desember 2005.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian adalah memberikan informasi mengenai trend terapi DM yang sedang terjadi serta hasil berbagai macam bentuk terapi baik
dengan menggunakan antidiabetes oral tunggal, insulin ataupun kombinasi
antidiabetes oral dan insulin.
b. Manfaat Praktis
Disamping manfaat teoritis penelitian diharapkan dapat memberikan
masukan bagi tenaga-tenaga kesehatan yaitu dokter, farmasis dan perawat dalam
pengembangan pelayanan farmasi di rumah sakit sehingga dapat meningkatkan
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian adalah mengetahui pemilihan dan
penggunaan terapi yang diberikan pada pasien DM dan hasil terapi terhadap
pasien DM RSPR Yogyakarta periode 2005.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. mengetahui profil pasien DM meliputi jenis kelamin, umur, tipe DM, jenis
kasus DM, penyakit komplikasi, dan penyakit penyerta pasien DM yang ada
di RSPR.
b. mengetahui profil peresepan meliputi kelas terapi obat, golongan
antidiabetes, dan distribusi penggunaan golongan antidiabetes pada pasien
DM di RSPR.
c. mengetahui hasil terapi terhadap keadaan akhir pasien mencakup kadar gula
akhir, rata-rata durasi kadar gula mencapai normal, durasi tinggal,
dibandingkan dengan kondisi awal pasien mencakup, jumlah penyakit
komplikasi, jumlah penyakit penyerta, kadar gula awal pasien beserta
perbandingan hasil terapi antara pasien DM dengan terapi insulin, ADO
kombinasi ADO, dan pasien yang tidak menerima antidiabetes serta drug related problem (DRP) yang terjadi selama terapi.
d. mengetahui ada tidaknya pergeseran kecenderungan (trend) terapi terhadap pasien DM di instalasi rawat inap pada periode penelitian ini dibandingkan
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melittus 1. Definisi
Diabetes adalah penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan yang
berkelanjutan dan penanganan oleh pasien sendiri untuk mengatasi komplikasi akut
dan untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang (American
Diabetes Association (ADA), 2005). Menurut Triplitt, et al. (2005) Diabetes mellitus
(DM) adalah suatu kelompok gejala penyimpangan metabolisme lemak, karbohidrat,
dan protein, karena kurangnya sekresi insulin, sensitivitas tubuh terhadap insulin atau
keduanya dan ditandai dengan naiknya kadar gula dalam darah.
2. Klasifikasi dan Penyebab
Diabetes mellitus (DM) dibagi menjadi 4 tipe yaitu DM tipe 1 adalah DM
yang disebabkan karena destruksi sel β dan akhirnya yang akan menyebabkan
defisiensi insulin yang absolut. Pasien DM tipe 1 biasanya adalah anak-anak sampai
remaja dan tidak mengalami kegemukan saat pertama kali muncul gejala (Rang,
Dale, Ritter & Moore ,2003). Diabetes mellitus tipe 2 adalah DM yang terjadi karena
meningkatnya resistensi tubuh terhadap insulin yang disertai berkurangnya sekresi
insulin secara progresif , tipe DM spesifik lainnya yang dintaranya disebabkan oleh
kerusakan genetik pada fungsi sel β, kerusakan genetik dari kerja insulin, penyakit
pada pankreas eksokrin, serta kerusakan yang disebabkan oleh obat-obatan dan bahan
kimia lainnya. Tipe DM yang keempat adalah DM gestational yaitu DM yang
terdiagnosis selama masa kehamilan (Anonim, 2005a).
3. Gejala
Tanda-tanda gejala DM tipe 1 adalah dahaga yang sangat, penurunan berat
badan, mudah jengkel, kurang tenaga, lemah dan lesu, dan semut merubungi air
kencing. Gejala DM tipe 2 sebagian besar sama dengan gejala DM tipe 1 tetapi
terdapat gejala yang lebih spesifik yaitu luka atau goresan lambat sembuh, rasa pegal,
nyeri dan rasa ditusuk pada tungkai, dan penglihatan kabur (Johnson, 1998).
Handoko dan Suharto ( 1995) menyebutkan bahwa hiperglikemia yang
hebat sekali dapat membuat darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel.
yang nyata berbahaya adalah gejala glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat
diuretik osmosis, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai
elektrolit. Hal inilah yng menyebabkan terjadinya dehidrasi, maka badan berusaha
mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Harris and Greene (2000)
menyebutkan bahwa terjadinya hiperosmolaritas yang parah dapat menurunkan
tekanan intraokuler yang dapat menyebabkan bola mata dan lensa mata mengalami
perubahan bentuk yang kemudian berakibat pada penurunan penglihatan menjadi
Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi.
Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh
kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu.
4. Mekanisme Metabolisme
Manusia memerlukan bahan bakar yang berasal dari makanan yang dimakan
sehari-hari yang terdiri dari karbohidrat termasuk gula dan tepung-tepungan, protein,
atau asam amino, dan atau asam lemak (Suyono,2002).
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan
lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat tersebut akan diserap oleh usus dan kemudian
akan masuk pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan oleh
organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan
bakar, zat harus masuk dulu dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam tubuh zat
makanan terutama glukosa di metabolisme dan menghasilkan energi. Dalam proses
metabolisme tersebut insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel dimana selanjutnya glukosa digunakan sebagai
bahan bakar (suyono, 2002).
Handoko dan Suharto (1999) menyebutkan, dalam keadaan normal,
kira-kira 50% glukosa yang dikonsumsi mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2
Pada DM semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
sehingga energi utama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Lebih lanjut Handoko dan Suharto (1999) juga menyebutkan bahwa selain
berpengaruh pada metabolisme karbohidrat, insulin juga berpengaruh pada transpor
beberapa zat melalui membran sel. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa
insulin memudahkan penyerapan beberapa jenis zat melalui membran. Dalam hal ini
termasuk glukosa.
Efek insulin pada metabolisme protein adalah insulin merangsang
penggabungan asam amino menjadi protein sehingga dalam keadaan defisisensi
insulin terjadi katabolisme protein.
5. Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis DM menurut Triplitt, et al. (2005) adalah seperti
yang tercantum di bawah ini.
a. Gejala diabetes disertai kadar glukosa dalam plasma darah pada keadaan biasa ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L).
b. Keadaan biasa disini maksudnya adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makan terakhir. Gejala klasik diabetes adalah polidipsi, poliuria,
dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
c. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).
e. Kadar glukosa dalam plasma selam 2 jam setelah pemberian glukosa ≥ 200 mg/dl
ditetapkan dengan OGTT (oral glucose tolerance test).
oral glucose tolerance test harus dilakukan dengan proses seperti yang telah
diberikan WHO. Menggunakan cairan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa yang
dilarutkan dalam air.
6. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan jangka panjang adalah memperlambat
timbulnya komplikasi, baik makroangiopati maupun mikroangiopati, dan neuropati.
hal demikian akan dicapai dengan mengendalikan kadar glukosa, lipid dan insulin
dalam darah (Anonim, 1998).
Mengontrol kadar glukosa darah adalah tujuan dasar penatalaksanaan DM.
United Kingdom Prospective Diabetes study (UKPDS) juga menyatakan bahwa
pengontrolan kadar gula darah dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi seperti
retinopati, nefropati, dan neuropati. Selain itu, diet rendah karbohidrat juga
dianjurkan untuk penatalaksanaan DM karena walaupun karbohidrat adalah
kontributor terbesar kenaikan glukosa darah setelah makan, karbohidrat merupakan
sumber energi, vitamin larut air, mineral dan serat yang sangat penting. Konsumsi
karbohidrat yang dianjurkan oleh National Academy of Science-Food and Nutrition
Jika penderita telah melaksanakan aturan makan dan olah raga dengan baik
selama 1-6 bulan, tetapi diabetesnya belum terkontrol baik, maka pada penderita
ditambahkan obat antidiabetes oral atau insulin.
Golongan sulfonilurea diberikan terutama untuk penderita dengan berat
badan normal, hati-hati dengan penderita yang gemuk. untuk usia lanjut dianjurkan
untuk menggunakan preparat yang waktu paruhnya singkat yaitu tolbutamid dan
glikuidon.
Golongan biguanid yang dianjurkan adalah metformin, dianjurkan untuk
penderita dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30, atau pada penderita dengan IMT
27-30 dikombinasikan dengan sulfonilurea (Anonim, 1998).
Sementara menurut Triplitt et al. (2005) pasien dengan obesitas (>120%
Berat badan Ideal) tanpa kontraindikasi dapat memulai terapi dengan menggunakan
metformin, sedangkan pasien dengan berat badan mendekati normal dapat
menggunakan terapi insulin. Dikatakan juga bahwa dengan pertimbangan ekonomi
dan efikasi maka metformin dan insulin cenderung menjadi pilihan primer dan
sekunder dalam terapi pasien diabetes mellitus.
7. Komplikasi
Beberapa jenis komplikasi dapat timbul akibat diabetes. Komplikasi paling
sering muncul setelah beberapa tahun diagnosis. Beberapa komplikasi diantaranya
darah makro (komplikasi makrovaskuler) maupun pembuluh darah mikro (komplikasi
mikrovaskuler). Adanya disfungsi endotelium vaskuler merupakan inisiasi terjadinya
komplikasi vaskuler.
Yang termasuk dalam komplikasi makrovaskuler adalah peningkatan
kecepatan aliran darah yang sangat umum dijumpai pada pasien DM. Komplikasi
mikrovaskuler lebih jarang dijumpai dan biasanya mempengaruhi retina, ginjal dan
sistem saraf tepi. Diabetes mellitus merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal. Adanya gejala hipertensi juga semakin mempercepat kerusakan ginjal. Terapi
pada hipertensi dapat memperlambat terjadinya nefropati dan juga mengurangi resiko
infark miokard.
Diabetes neuropati disebabkan oleh adanya akumulasi tekanan osmotik
yang disebabkan oleh metabolit aktif glukosa (Rang, et al. 2003).
B. Antidiabetes Oral
Perubahan pola makan dan latihan fisik untuk pasien dengan DM tipe 2
kadang tidak cukup menjaga kadar gula darah tetap terkontrol. Antiadiabetika oral
dapat membantu mengontrol diabetes dengan meningkatkan sensitivitas terhadap
insulin, mengurangi output glukosa, meningkatkan absorpsi karbohidrat, atau
(Anonim, 2005.b)
Gambar 1. Mekanisme dan Tempat Kerja Antidiabetes Oral
Ada 6 kelas antidiabetika oral untuk menangani DM seperti berikut ini.
a.. Golongan sulfonilurea
Menstimulasi pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Biasanya
digunakan bersamaan dengan injeksi insulin.
b. Golongan biguanid (metformin)
Menurunkan produksi gula oleh hati.
c. Golongan penghambat α-glukosidase
Memperlambat absorpsi karbohidrat
d. Golongan thiazolidin
Meningkatkan sensitivitas terhadap insulin.
Menstimulasi pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin (Anonim,
2003.).
1. Golongan sulfonilurea
Mekanisme primer sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin.
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu agen generasi pertama dan
agen generasi kedua. Pengolongan tersebut didasarkan pada perbedaan potensi
relatif untuk efek samping selektif dan perbedaan ikatan terhadap protein serum.
Agen generasi pertama terdiri dari asetoheksamid, klorpropamid, tolazomid, dan
tolbutamid. Sulfonilurea agen generasi pertama mempunyai potensi dibawah
sulfonilurea agen generasi kedua. Agen generasi kedua terdiri dari glimepirid,
glipizida, dan gliburid atau glibenklamida (Triplitt et al., 2005).
Sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah administrasi oral dan kadar gula
dalam darah tertinggi tercapai dalam kurang lebih 2-4 jam.
2. Golongan biguanid
Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan sensitivitas baik jaringan otot
ataupun hati terhadap insulin. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan
uptake atau ambilan glukosa baik oleh hati maupun jaringan otot (Triplitt et al.
2005). Biguanida juga mengurangi baik terjadinya glukoneogenesis di hati
3. Golongan thiazolidin
Mekanisme kerja thiazolidin adalah dengan mengikat peroxisome
proliferators activator receptor-γ (PPAR- γ) yang ada di sel lemak dan sel
vaskuler. Thiazolidin meningkatkan sensitivitas jaringan otot, hati, serta jaringan
lemak terhadap insulin secara tidak langsung (triplitt et al. 2005).
4. Golongan penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat enzim-enzim yang ada di
usus halus seperti maltase, isomaltase, sukrosa, dan glukoamilase. Penghambatan
enzim-enzim tesebut akan mencegah terjadinya pemecahan sukrosa dan
karbohidrat kompleks (Triplitt et al. 2005).
5. Golongan meglitinid
Merupakan turunan asam benzoat yang bekerja dengan cara menstimulasi
pelepasan insulin (Harris & Greene, 2000).
C. Insulin
Insulin biasanya diindikasikan pada semua pasien DM tipe 1 dan pada
beberapa pasien DM tipe 2. insulin biasanya diberikan dengan cara injeksi subkutan.
Tersedia banyak sediaan insulin yang dapat dibedakan dari farmakokinetika absorpsi
Tabel I. Farmakokinetika Insulin yang Digunakan Secara Subkutan
Tipe insulin Onset (jam)
Triplitt, et al. (2005) menyebutkan sebelum tahun 2003 produksi insulin
berasal dari insulin sapi atau babi namun sekarang insulin diproduksi dengan
menggunakan teknologi rekombinan DNA manusia.
Keuntungan utama dari insulin manusia adalah produksi dengan
menggunakan kultur bakteri dapat distandardisasi. Selain itu dengan menggunakan
insulin manusia maka antibodi penghalang akan berkurang jika dibandingkan jika
digunakan insulin yang berasal dari hewan. Konsekuensinya beberapa pasien akan
mengalami hipoglikemia jika penggunaan insulin hewan diganti dengan insulin
manusia dengan jumlah unit yang sama (Ritter, et al. 1999).
Insulin terlarut adalah satu-satunya sediaan insulin yang dapat digunakan
DM darurat dan juga dapat diberikan secara subkutan sebelum makan pada kasus DM
kronis.
Pasien diabetes dengan defisiensi insulin absolut harus menerima insulin
dari luar atau disebut juga insulin eksogen. Insulin juga digunakan untuk terapi pada
pasien DM gestational yang dengan diet dan antidiabetes oral tetap tidak dapat
dikontrol kadar gula darahnya (Ritter, et al. 1999).
Insulin didegradasi di hati, otot dan ginjal. Deaktivasi insulin oleh hati
adalah 20% sampai dengan 50%. Kira-kira 15% sampai dengan 20% hasil
metabolisme insulin ditemukan di ginjal. Maka dari itu insulin dosis rendah sangat
disarankan untuk pasien dengan sakit ginjal stadium akhir (Triplitt, et al. 2005).
D. Drug Related Problem
Drug Related Problem (DRP) adalah kejadian yang dialami atau efek yang
tidak diharapkan yang dialami pasien dalama proses terapi dengan obat dan secara
aktual atau potensial bersamaan dengan hasil terapi yang diharapkan pada saat
mendapat perawatan akibat dari suatu penyakit tertentu (Cipolle,1998).
Masalah-masalah yang tercakup dalam Drug Related Problem (DRP) antara
lain:
1. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), meliputi:
tidak ada indikasi pada saat itu, kondisi akibat penyalahgunaan obat (drug abuse),
obat dengan jumlah yang toksik, pemakaian dosis ganda yang seharusnya cukup
dengan pemakaian dosis tunggal, minum obat untuk mencegah efek samping obat
lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
2. Salah Obat (wrong drug), meliputi:
kondisi menyebabkan obat tidak efektif, alergi obat tertentu, efektif tetapi bukan
yang paling aman, efektif tetapi bukan yang paling murah, antibiotika resisten
terhadap infeksi pasien, kombinasi yang tidak perlu, obat yang bukan paling
efektif untuk indikasi dan faktor resiko yang kontraindikasi dengan obat.
3. Dosis obat terlalu rendah (dosage too low), mencakup:
terlalu rendah untuk memberikan respon, pemberian terlalu awal, konsentrasi obat
di bawah daerah terapetik, serta obat, dosis, rute, atau konversi formulasi obat
tidak cukup.
4. Adverse Drug reaction (ADR), mencakup:
diberikan terlalu tinggi kecepatannya, alergi, faktor resiko, interaksi obat dengan
makanan, dan obat dapat berpengaruh atau merubah hasil laboratorium.
5. Dosis obat terlalu tinggi (dosage too high), meliputi:
dosis obat yang diberikan terlalu tinggi, kadar obat dalam serum terlalu tinggi,
dosis obat terlalu cepat dinaikkan, dosis dan interval tidak cukup, adanya
kemungkinan akumulasi obat akibat penyakit kronis, dan obat, dosis, rute serta
6. Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat (inappropriate compliance),
karena:
Tidak menerima obat sesuai jumlah yang telah ditentukan karena medication
error, tidak taat instruksi, harga obat terlalu mahal, dan pasien tidak memahami
aturan penggunaan obat.
7. Butuh terapi obat tambahan (needs additional drug therapy), mencakup:
kondisi medis yang membutuhkan terapi obat baru, keadaan kronis yang
membutuhkan kelanjutan terapi, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat
untuk mendapatkan efek sinergis atau potensial, kondisi dengan resiko dan butuh
obat untuk mencegahnya (Cipolle,1998).
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi pemilihan dan
penggunaan antidiabetes pada kasus Diabetes mellitus instalasi rawat inap di RSPR
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan
deskriptif evaluatif karena berusaha mendeskripsikan atau menjabarkan fenomena
yang ada tanpa melakukan intervensi atau memberikan perlakuan pada subyek uji.
Pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif karena dilakukan penelusuran
terhadap data terdahulu yaitu lembar rekam medik pasien DM periode
Januari-Desember 2005.
B. Definisi Operasional
1. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan adanya peningkatan
glukosa darah.
2. Kadar gula normal adalah kadar gula plasma sewaktu ≤ 200 mg/dL.
3. Terapi non sulfonilurea adalah terapi dengan menggunakan obat antidiabetika
oral selain dari golongan sulfonilurea misalnya: golongan biguanid, penghambat
α-glukosidase, thiazolidin, dan meglitinid.
4. Terapi kombinasi antidiabetes oral adalah terapi dengan menggunakan lebih dari
satu macam golongan antidiabetes oral pada satu periode peresepan.
5. Profil peresepan adalah tata cara pelayanan kesehatan meliputi kelas terapi obat
dan golongan obat antidiabetes yang diberikan.
6. Lembar rekam medik (medical record) adalah lembar catatan dokter, apotek/farmasis, dan perawat yang berisi data klinis pasien DM Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta seperti nomor register, nomor rekam medis, diagnosis
masuk, diagnosis keluar, umur, jenis kelamin, catatan keperawatan, catatan
perkembangan penyakit, jenis obat, dosis, dan aturan pakai obat yang didapatkan
selama terapi.
7. Keadaan pasien saat keluar adalah keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit
yaitu kedaan sembuh, pulang dengan terpaksa, atau meninggal.
8. Keadaan sembuh adalah keadaan pasien yang membaik dan penurunan kadar
gulanya relatif baik.
9. Hasil terapi adalah keadaan akhir pasien setelah menerima terapi dan menjalani
perawatan di rumah sakit.
10. Kadar gula awal adalah kadar gula pasien saat pasien akan menjalani perawatan
di rumah sakit.
11. Kadar gula akhir adalah hasil kadar gula pasien saat terakhir kali menjalani tes di
C. Subyek dan Tempat Penelitian
1. Subyek penelitian adalah pasien DM rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005.
Unit rekam medik RSPR mencatat terdapat 568 pasien terdiagnosis menderita
DM selama tahun 2005. dari 568 pasien kemudian diambil sampel sebanyak 10%
populasi secara acak yang dilakukan dengan pengundian. Penelitian ini dilakukan
tanpa wawancara dengan dokter.
2. Tempat penelitian adalah unit rekam medik RSPR yogyakarta.
D. Jalannya Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi pemilihan dan kerasionalan penggunaan
antidiabetes pada kasus diabetes mellitus pasien rawat inap RSPR Yogyakarta
periode 2005 dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Penelusuran situasi
Tahap penelusuran dimulai dengan penelusuran banyaknya kasus DM yang
terjadi di RSPR selama tahun 2005 yang dilihat berdasarkan banyaknya pasien.
Pasien yang tercatat terdiagnosis menderita DM selama periode
Januari-Desember 2005 sebanyak 568 pasien.
2. Pengambilan data
Tahap pengambilan data dimulai dengan pengambilan 10% sampel terhadap
populasi pasien DM RSPR selama periode Januari-Desember 2005 (568 pasien)
Dari 57 pasien yang akan diteliti hanya diperoleh 51 lembar rekam medik pasien,
6 lembar rekam medik pasien lainnya tidak dapat diperoleh karena ada pasien
yang sedang menjalani terapi di rumah sakit, dan tidak dapat ditemukannya
lembar rekam medik pasien. Setelah itu dilakukan pencatatan terhadap lembar
rekam medik pasien sampel. Pencatatan data pasien dilakukan per kasus. Dari 51
pasien didapatkan 63 kasus. Variabel yang dicatat dari lembar rekam medik
antara lain: nomor rekam medik pasien rawat inap, nama pasien, jenis kelamin,
umur, diagnosis keluar, nama dagang obat-obat yang digunakan baik obat
antidiabetes maupun obat lainnya, cara penggunaan, frekuensi, aturan pakai,
penyakit penyerta dan atau penyakit komplikasi yang diderita oleh pasien, dan
kedaan pasien saat keluar rumah sakit.
E. Tata Cara Pengolahan Hasil
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Tabel dan
diagram yang disajikan adalah karakteristik pasien yang mencakup diagram jenis
kelamin dan umur, tabel jenis penyakit termasuk di dalamnya penyakit komplikasi
dan penyakit penyerta yang diderita pasien DM, tabel distribusi peresepan mencakup
tabel jumlah distribusi obat total, distribusi kelas terapi dan golongan obat, dan
distribusi golongan obat anti diabetes, tabel distribusi kombinasi golongan obat
masing-masing tabel dan diagram akan terdapat angka presentase distribusi yang didapat
berdasarkan atas persentase kasus yang terjadi yaitu sebanyak 63 kasus.
Dari data hasil terapi pasien dari masing-masing jenis terapi (terapi insulin,
terapi antidiabetes oral tunggal, terapi insulin dan sulfonilurea, terapi insulin dan
non-sulfonilurea, terapi kombinasi antidiabetes oral, dan tanpa terapi antidiabetes)
dilakukan perbandingan terhadap jumlah pasien, umur, jenis kelamin, jumlah pasien
sembuh, kadar gula awal, kadar gula akhir, durasi kadar gula mencapai normal,
jumlah komplikasi, jumlah penyakit penyerta dan durasi tinggal di rumah sakit.
Perbandingan dilakukan dengan memperhitungkan nilai simpang baku (standard of deviation (SD)) dari masing-masing kelompok perbandingan untuk mengetahui ukuran sebaran dan gambaran variasi angka yang ada dalam data. Setelah itu akan
dilakukan pembahasan yang lebih dalam terhadap masing-masing jenis terapi.
Selain hasil terapi akan dibahas pula trend pemilihan antidiabetik
berdasarkan banyaknya jenis antidiabetika yang digunakan sebagai terapi pada pasien
DM dan akan dibandingkan dengan trend terapi DM tahun-tahun sebelumnya.
F. Kesulitan Penelitian
Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa sulfonilurea adalah
golongan obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan mendorong penulis untuk
membandingkan penggunaan sulfonilurea baik yang digunakan secara kombinasi
karena alasan tersebut maka penulis berniat menyusun skripsi dengan judul
“Perbandingan Penggunaan Sulfonilurea Banding Non Sulfonilurea Banding
Kombinasi Terhadap Hasil Terapi Pasien Diabetes Mellitus Rumah Sakit panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005”.
Namun setelah dilakukan penelitian terhadap pasien DM instalasi rawat inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (RSPR) Periode Januari-Desember 2005
ditemukan fakta bahwa sulfonilurea sudah tidak menjadi obat antidiabetes yang
paling banyak dipilih pada pemberian terapi terhadap pasien DM RSPR Yogyakarta
periode Januari-Desember 2005. Oleh karena alasan tersebut maka penulis
mengadakan perubahan pada judul menjadi “Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan
Antidiabetes pada Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Januri-Desember 2005”.
Selain hal tersebut diatas kesulitan-kesulitan lain yang ditemui selama
jalannya penelitian adalah adanya data rekam medik pasien yang tidak dapat
diketemukan, atau tidak dapat dicatat dikarenakan pasien yang bersangkutan
menjalani rawat inap di rumah sakit. Kesulitan lain yang muncul adalah
ketidaklengkapan data rekam medik pasien berkaitan dengan kadar gula pasien awal
dan kadar gula akhir pasien DM sehingga suit untuk diketahui secara kualitatif hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian “Evaluasi Pemilihan dan Kerasionalan Antidibetes pada
Kasus Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Januari–Desember 2005” disajikan dalam 4 bagian yaitu profil pasien DM
secara umum, profil peresepan obat secara umum, pemilihan dan penggunaan
antidiabetes, dan rangkuman pembahasan. Persentase dihitung berdasarkan
banyaknya kasus DM yang terjadi.
A. Profil Pasien
1. Karakteristik pasien
Penelitian dilakukan berdasarkan atas rekam medik (Medical Record)
pasien DM yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari-Desember 2005. Dari pengamatan dan pengumpulan data diperoleh
hasil karakteristik pasien yang terdapat pada tabel II dan gambar 2.
Pada gambar 2 nampak bahwa jumlah pasien pasien laki-laki dan
perempuan dengan kasus DM hampir sama. Hal ini membuktikan bahwa jenis
kelamin bukan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM. Baik laki-laki
maupun perempuan memiliki faktor resiko yang sama terhadap terjadinya DM.
Namun pada wanita timbulnya DM juga dapat disebabkan karena kehamilan yang
sering disebut dengan DM gestational. Dari tabel II dapat dilihat bahwa dari 63 kasus
DM yang diteliti, persentase umur pasien yang paling banyak adalah kelompok umur
lebih dari 60 tahun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya fungsi faal tubuh dan
menurunnya keadaan fisiologi. Selain itu semakin bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat sehingga risiko DM juga meningkat.
49%
51%
laki-laki perempuan
Gambar 2. Persentase Distribusi Jenis Kelamin Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005.
Tabel II. Distribusi Umur Pasien DM Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005
Umur Σ Kasus Persentase (%)
10-20 1 1,5
21-30 0 0
31-40 5 7,9
41-50 16 25,4 51-60 12 19,1
>60 29 46,1
2. Jenis penyakit
Jumlah kasus DM yang terjadi yaitu sebanyak 63 kasus dikelompokkan lagi
menjadi 4 golongan jenis penyakit yang diderita oleh pasien DM yang bersangkutan
yaitu kasus DM tanpa komplikasi tanpa penyakit penyerta, kasus DM dengan
penyakit penyerta, kasus DM dengan komplikasi, dan kasus DM dengan komplikasi
dan penyakit penyerta. Jenis kasus DM yang diderita oleh pasien rawat inap Rumah
sakit Panti Rapih Yogyakarta disajikan pada tabel III, IV, V dan VI.
Tabel III. Distribusi Kasus DM pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Januari-Desember 2005
No. Jenis DM Σ kasus Persentase (%)
1 DM Tipe 2 62 98,4
2 DM Tipe 1 1 1,5
Total 63 100,0
Pasien DM tanpa komplikasi dibagi menjadi 2 golongan yaitu pasien DM
tipe 2 dan pasien DM tipe 1. Pada tabel III dapat dilihat bahwa jumlah pasien DM
tipe 2 lebih banyak daripada pasien DM tipe 1 . Kasus DM tipe 2 lebih banyak
dijumpai daripada DM tipe 1 karena DM tipe 2 disebabkan oleh peningkatan
kemakmuran hidup masyarakat, sehingga pola makan dan rutinitas hidup masyarakat
juga berubah. Menurut Suyono (1996) DM tipe 2 paling sering ditimbulkan oleh
kegemukan pada penderita. Kegemukan yang terjadi menyebabkan sel β pulau
langerhans yang memproduksi insulin menjadi kurang peka terhadap rangsang yang
Tabel IV. Distribusi Jenis Kasus Penyakit DM pada Pasien yang Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
No. Jenis Penyakit Σ kasus Persentase (%)
1 DM tanpa komplikasi tanpa
penyakit penyerta 10 15,8
2 DM dengan komplikasi 23 36,5
3 DM dengan penyakit penyerta 29 46,0
4 DM dengan komplikasi dengan
penyakit penyerta 1 1,5
Total kasus 63 100
Tabel V. Distribusi Komplikasi kasus DM Pasien Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta Periode januari-Desember 2005
No. Komplikasi DM Σ kasus (n=63) Persentase (%)
Dapat dilihat dari tabel IV, kasus DM dengan penyakit penyerta adalah
kasus DM yang paling banyak terjadi pada pasien rawat inap RSPR Yogyakarta.
Penyakit lain atau penyakit penyerta yang timbul dikarenakan penderita DM sangat
adalah DM dengan penyakit komplikasi hal ini disebabkan pasien DM yang dirawat
di rumah sakit adalah pasien yang cenderung sudah mencapai kondisi yang tidak
terkendali karena terjadinya kenaikan glukosa darah.
Dari tabel V dapat dilihat kasus komplikasi DM yang paling banyak diderita
oleh pasien rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta adalah DM yang disertai
dengan ulkus. American Diabetes Association (2005) menyebutkan bahwa amputasi
dan ulkus terutama pada kaki merupakan komplikasi utama yang paling sering terjadi
pada penderita diabetes. Hal ini dapat terjadi karena penderita DM sangat rentan
terhadap terjadinya infeksi. Ulkus yang terjadi disebabkan karena berkurangnya
aliran darah yang menuju ke bagian bawah tubuh sehingga resiko terjadinya
kerusakan jaringan akibat infeksi juga meningkat. Tjokroprawiro (1996) juga
menyebutkan bahwa pasien DM 50 kali lebih cenderung menderita ulkus sehingga
pasien DM harus sedapat mungkin menghindari terjadinya ulkus dengan menjaga
kadar glukosa darah. Komplikasi kedua yang paling banyak terjadi adalah stroke. Hal
ini sangat mungkin terjadi karena DM berhubungan erat dengan hipertensi, dan
hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
Dari tabel VI dapat dilihat, infeksi merupakan penyakit penyerta paling
umum yang diderita oleh pasien. Diantaranya adalah DM dengan infeksi virus, gastro
enteritis (GE) amoeba, urinary track infection (UTI), dan infeksi pada clavus yang
Tabel VI. Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
No. Penyakit Penyerta Σ kasus (n=63) Persentase (%)
1 DM + Faringitis 1 1,6
2 DM + Hiperkolesterol 1 1,6
3 DM + Spondialisis 2 3,2
4 DM + Transcient Ischemic Attack
(TIA) 2 3,2
16 DM + Hypertensive Heart Disease
B. Profil Peresepan
1. Kelas terapi obat
Seperti tampak pada tabel VII, obat dengan kelas terapi antidiabetes paling
banyak diresepkan kepada pasien DM hal ini jelas dikarenakan semua pasien
terdiagnosis menderita diabetes. Antidiabetes yang dimaksudkan disini adalah insulin
dan antidiabetes oral termasuk di dalamnya sulfonilurea, biguanid, meglitinid,
penghambat α-glukosidase, serta thiazolidin.
Kelas terapi obat kedua yang paling banyak diresepkan adalah antiinfeksi.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pasien DM sangat rentan terkena infeksi
sehingga pemberian terapi antiinfeksi memang sangat penting. antiinfeksi yang paling
banyak digunakan adalah dari golongan antibakteri yaitu sefalosporin. Golongan
antibakteri lain yang diresepkan adalah kuinolon, sulfonamid dan trimetorpin,
penisilin, klindamisin, aminoglikosida, makrolid serta tetrasiklin. Selain antibakteri
juga diresepkan antijamur dan antiprotozoa.
Kelas terapi lain yang diresepkan mencakup obat-obat seperti ginkobiloba
dan ekstrak phylantii. Tanaman ginkobiloba mengandung senyawa flavonoid
(ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat
bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan
sirkulasi darah mikrovaskuler, sedangkan ekstrak phylantii yang berasal dari tanaman
Phyllanthus niruri bermanfaat bagi terapi peluruhan batu ginjal, agen antibakteri, dan
Tabel VII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
12 Sedatif dan analgesik
2. Golongan antidiabetes
Distribusi golongan obat yang diresepkan kepada pasien DM yang
menjalani rawat inap di rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari-Desember 2005 akan disajikan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Distribusi Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit panti rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
Seperti yang disajikan pada tabel VIII, golongan obat antidiabetes yang
paling banyak diresepkan pada pasien DM yang menjalani rawat inap di rumah sakit
Panti rapih Yogyakarta periode 2005 adalah biguanid yaitu metformin. Dari sini
nampak bahwa kecenderungan pengobatan pasien DM rumah sakit Panti Rapih
mengalami pergeseran bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat dari
penelitian tahun 1998-2002 yang menyebutkan bahwa golongan obat antidiabetes
yang paling banyak digunakan adalah sulfonilurea.
C. Pemilihan dan Penggunaan Antidiabetes
1. Kombinasi golongan antidiabetes
Kombinasi golongan obat antidiabetes yang diresepkan pada pasien DM
Tabel IX. Distribusi Penggunaan Golongan Antidiabetes yang Diresepkan pada Kasus DM rawat inap Rumah Sakit panti Rapih Yogyakarta Periode 2005
6 Tidak menggunakan
Antidiabetes 10 15,9
Total 63 100,0
Seperti yang tersaji pada tabel IX, penggunaan antidiabetes oral secara
tunggal mempunyai persentase penggunaan paling besar. Pada Anonim (1997)
disebutkan bahwa penggunaan satu macam antidiabetes oral dimungkinkan pada
pasien yang kriteria pengendalian kadar glukosa dalam darahnya masih tergolong
baik dan diberikan dalam dosis rendah pemeliharaan sedangkan penggunaan lebih
dari satu macam antidiabetes oral dilakukan jika penggunaan satu macam
antidiabetika oral belum mencapai sasaran. Sementara itu penggunaan dua atau lebih
antidiabetes oral jenis yang sama dalam satu kali pakai tidak dibenarkan karena akan
meningkatkan resiko timbulnya hipoglikemia yang parah.
Dari pernyataan dan fakta yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebagian besar pasien DM rawat inap RSPR periode Januari-Desember 2005 adalah
pasien DM yang kriteria pengendalian kadar glukosa dalam darahnya masih
banyak digunakan dibandingkan penggunaan secara kombinasi baik dengan insulin
ataupun dengan antidiabetes oral lainnya.
2. Hasil terapi pasien DM
Pada tabel X akan disajikan hasil terapi pasien DM instalasi rawat inap
RSPR yogyakarta periode Januari-Desember 2005.
Tabel X. Hasil Terapi Kasus DM Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
A B C D E F
B: Anti Diabetes Oral Tunggal C: Insulin + Sulfonilurea D: Insulin + Non sulfonilurea
a. Terapi insulin
Pasien DM rawat inap dengan terapi insulin di Rumah Sakit Panti rapih
tercatat ada 10 kasus. Insulin yang diresepkan di instalasi rawat inap rumah sakit
Panti Rapih Yogyakarta untuk pasien DM periode Januari-Desember 2005
mencakup insulin reguler, mixtard, dan insulatard yang takaran unitnya
disesuaikan dengan keadaan kadar gula darah masing-masing pasien (tabel XI).
Insulin reguler (short-acting insulin) paling banyak digunakan karena mempunyai
durasi kerja yang singkat sehingga relatif aman untuk pasien yang sebagian besar
berusia lanjut.
Menurut standar pelayanan medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
tahun 1998 insulin ditambahkan jika kadar glukosa darah belum juga terkontrol
baik walau telah mendapat antidiabetes oral dosis maksimal, tetapi pada kasus
pasien dengan terapi insulin saja banyak kasus pasien DM tipe 2 yang langsung
diberikan terapi insulin tanpa pemberian terapi antidiabetes oral (ADO) terlebih
dahulu.
Tabel XI. Distribusi Sediaan Insulin yang Diresepkan Pada Pasien DM dengan Terapi Insulin di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit panti rapih yogyakarta Periode Januari-Desember 2005
Pasien yang keluar dalam keadaan membaik atau sembuh sebanyak 100%
kasus. Hal ini menandakan insulin mampu mempertahankan kadar gula darah
pasien sehingga pasien dapat pulang dengan keadaan yang membaik.
Durasi kadar gula mencapai normal pasien yang menggunakan terapi
dengan insulin masih relatif lama jika dibandingkan dengan pasien yang
menggunakan terapi lain.
Insulin biasanya diresepkan selain pada pasien DM tipe 1 juga kepada
pasien DM tipe 2 yang mengalami berbagai komplikasi karena pada keadaan
pasien dengan komplikasi kadang obat dengan jalur oral tidak dapat
dipergunakan. Hal ini bersangkutan dengan kerja hormon tubuh yang tidak
normal atau tidak dapat diperkirakan lagi (Unpredictable). Dari data hasil terapi
pasien DM yang menerima insulin paling banyak menderita komplikasi dibanding
pasien yang menerima terapi antidiabetes lain.
b. Terapi antidiabetes oral (ADO) tunggal
Pasien dengan terapi ADO tunggal tercatat ada 15 kasus, dan menurut
gambar 3 antidiabetes oral yang paling banyak dipilih adalah dari golongan
biguanid yaitu metformin. Antidiabetes oral tunggal lain yang digunakan adalah
sulfonilurea dan meglitinid.
Jumlah pasien yang pulang dalam keadaan sembuh adalah 14 dari 15 pasien.
Dari tabel XII rata-rata kadar gula darah darah mencapai normal terapi
dengan antidiabetes oral tunggal tercatat paling pandek dibandingkan dengan
terapi lainnya. Dari hal itu dapat ditarik kesimpulan terapi dengan menggunakan
antidiabetes oral tunggal paling cepat dalam mengkontrol kadar gula darah pasien
dibandingkan terapi dengan menggunakan kombinasi antidiabetik ataupun dengan
insulin.
Rata-rata kadar gula akhir pasien saat keluar rumah sakit adalah
229,7±124,2, masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan stadar normal dari
American Diabetes Association (ADA) tahun 2005 yaitu 200 mg/dl (11,1
mmol/L). Hal ini dapat disebabkan sulitnya mengontrol kadar gula darah pasien
yang terhitung usia lanjut yang mengalami penurunan metabolisme.
0
sulfonilurea biguanid meglitinid
Pada gambar 3 nampak bahwa antidiabetes oral yang paling banyak
digunakan atau diresepkan secara tunggal adalah dari golongan biguanid yaitu
metformin. Hal ini sangat berbeda dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa sulfonilurea lebih banyak dipilih dibandingkan antidiabetes oral
lainnya.
Metformin digunakan untuk mengontrol kadar gula darah pasien DM obese
karena tidak berpotensi meningkatkan berat badan seperti sulonilurea. Peningkatan
penggunaan metformin dapat pula disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah
pasien yang mengalami kegemukan. Dari 6 pasien dengan terapi metformin yang
mempunyai data berat badan/ tinggi badan lengkap, 4 diantaranya memiliki berat
badan diatas normal.
c. Terapi insulin kombinasi dengan sulfonilurea
Tercatat 9 dari 10 kasus pasien pulang dalam keadaan sembuh ataupun
membaik. satu pasien tercatat pulang atas permintaan sendiri (APS).
Nilai rata-rata durasi kadar gula darah pasien mencapai normal hampir sama
dengan nilai rata-rata durasi kadar gula darah mencapai normal pasien dengan
terapi insulin. hal ini mungkin disebabkan karena kedua golongan terapi
menggunakan insulin.
Selisih rata-rata kadar gula awal dan akhir pasien adalah 312,5 mg/dl,