BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan
upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup
sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal (Budioro, 2001). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah
satunya dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat, termasuk swasta
dan masyarakat madani (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat diantaranya adalah
menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan posyandu sebagai salah satu
sarana pelayanan kesehatan dasar yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat.
Posyandu merupakan salah satu lembaga sosial yang ada di masyarakat.
Posyandu juga merupakan bentuk upaya pelayanan kesehatan bersumber daya
masyarakat yang diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat.
Salah satu fungsi dari posyandu adalah sebagai wadah untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), disamping itu skrining atau
deteksi dini permasalahan gizi juga bisa dilakukan di posyandu (Depkes RI,
2006).
Permasalahan gizi yang bisa dideteksi di posyandu salah satunya adalah
gizi buruk dan gizi kurang. Menurut Nency (2007), posyandu sebagai ujung
untuk melakukan deteksi dini gizi buruk dan gizi kurang adalah melalui
pemantauan status gizi.
Pemantauan status gizi yang biasa dilakukan di posyandu adalah dengan
melakukan pengukuran antropometri atau pengukuran ukuran tubuh.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran ukuran
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai
jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh antara lain yaitu, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit (Supariasa dkk, 2012).
Berbagai jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh tersebut mudah
sekali mengalami perubahan. Diperlukan latihan yang cukup supaya hasil
pengukuran antropometri menghasilkan data yang akurat. Pengukuran
antropometri di Posyandu dilakukan oleh kader. Kader posyandu merupakan
tenaga terlatih yang diharapkan mampu melakukan kegiatan pengukuran
antropometri. Hasil penelitian Satoto dkk (2002), menunjukkan tingkat
kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan kader masih rendah,
90,3% kader tidak benar dalam melakukan penimbangan. Kesalahan
penimbangan terutama dalam mengatur posisi bandul timbangan. Hasil
penelitian tersebut juga menggambarkan terdapat 88,9% dari kader yang dipilih
sebagai sampel tidak mengetahui cara menimbang yang benar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
kader dalam pengukuran antropometri yaitu dengan pemberian pelatihan
antropometri. Pelatihan antropometri yang dilakukan oleh Sukiarko (2007),
menunjukkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan
menjadi 85,22 setelah pelatihan, keterampilan penimbangan kader gizi juga
meningkat dari skor 63,10 menjadi 84,77. Metode pelatihan yang digunakan
yaitu metode pelatihan Belajar Berdasarkan Masalah atau dikenal dengan istilah
BBM.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Fitri (2011) di Posyandu wilayah
Puskesmas Tarub Kabupaten Tegal. Hasil yang diperoleh sebelum diberi
pelatihan hanya sekitar 20% kader memiliki keterampilan yang baik dalam
melaksanakan pengukuran antropometri (berat badan & tinggi badan), kemudian
meningkat menjadi 88% kader memiliki keterampilan baik dalam melakukan
pengukuran antropometri setelah diberi pelatihan. Pelatihan antropometri
dilakukan dengan metode teori dan praktek.
Pelatihan dengan metode pembelajaran yang tepat akan memberikan
pengaruh yang baik bagi peserta. Keberhasilan suatu pelatihan dipengaruhi dari
masukan atau input, proses dan luaran. Hasil pelatihan akan memberikan
pengaruh terhadap peningkatan pencapaian kompetensi peserta serta
memberikan dampak yang baik sesuai tujuan pelatihan (Depkes RI, 2004).
Menurut Rivai (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan
diantaranya yaitu, penyelenggara termasuk pelatih, sarana yang digunakan,
metode belajar, karakteristik peserta seperti umur, pekerjaan, pendidikan dan
pengalaman.
Puskesmas Gilingan setiap tahun mengadakan pelatihan kepada kader
posyandu dengan materi semua kegiatan yang dilaksanakan di posyandu, salah
satunya tentang antropometri. Metode pelatihan yang digunakan lebih banyak
ceramah (metode konvensional) dan sedikit praktek. Pelatihan tidak berfokus
yang diselenggarakan di posyandu. Menurut Hatimah (2000), metode ceramah
dipandang monoton dan tidak mengandung umpan balik, pada umumnya peserta
mengikuti secara pasif.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun 2013
prevalensi status gizi kurang di Puskesmas Gilingan sebesar 7,91% sedangkan
rata-rata di tingkat kota adalah 3,72% (LAKIP Kota Surakarta, 2013). Angka
prevalensi gizi kurang di Puskesmas Gilingan tertinggi di tingkat kota Surakarta
dan lebih tinggi dibanding target Restra tahun 2013 sebesar 5,6%. Menurut
Trintrin dkk (2003), prevalensi gizi kurang pada anak balita yang masih tinggi
merupakan cerminan pemantauan pertumbuhan balita yang belum optimal di
Posyandu.
Puskesmas Gilingan memiliki 32 Posyandu di 3 Kelurahan dengan 267
kader aktif (92,1%). Hasil survey pendahuluan mengenai uji coba pengukuran
antropometri berat badan dan tinggi badan di 11 posyandu wilayah Puskesmas
Gilingan pada bulan Mei 2014 menunjukkan bahwa 63,6% kader belum
melakukan prosedur yang benar. Kesalahan prosedur terutama pada
pengukuran tinggi badan balita. Sepatu / sandal balita tidak dilepas dan balita
cukup berdiri di bawahmicrotoise tanpa memperhatikan posisi kaki, tumit sudah
menempel pada tembok atau belum. Penggunaan dacin untuk mengukur berat
badan balita kesalahan terutama pada saat persiapan. Posisi bandul dacin pada
saat diseimbangkan tidak tepat pada posisi ‘nol’. Kader kadang juga lupa tidak
melepas sandal / alas kaki balita pada saat ditimbang. Pengukuran lingkar
kepala tidak dilingkarkan secara tepat pada lingkar kepala. Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak kader yang belum terampil dalam melakukan pengukuran
kader posyandu diperlukan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
kader, sehingga kegiatan pengukuran antropometri seperti penimbangan berat
badan, pengukuran tinggi badan atau panjang badan dan pengukuran lingkar
kepala di posyandu menjadi lebih baik dan akurat.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader tentang
antropometri melalui pelatihan pengukuran antropometri”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah penelitian ini
adalah: Apakah ada perbedaan pengetahuan dan ketrampilan kader tentang
antropometri sebelum dan setelah diberi pelatihan antropometri ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan keterampilan kader
tentang antropometri sebelum dan setelah diberi pelatihan antropometri.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan kader tentang antropometri sebelum
dan setelah pelatihan antropometri.
b. Mendeskripsikan keterampilan kader tentang antropometri sebelum
dan setelah pelatihan antropometri.
c. Menganalisis perbedaan pengetahuan kader tentang antropometri
d. Menganalisis perbedaan keterampilan kader tentang antropometri
sebelum dan setelah pelatihan antropometri.
e. Menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan kader tentang antropometri melalui
pelatihan pengukuran antropometri.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Puskesmas Gilingan
a. Memberikan informasi dan masukan tentang pengetahuan dan
keterampilan kader dalam melakukan pengukuran antropometri sebelum
dan setelah diberikan pelatihan.
b. Memberikan informasi dan masukan tentang metode pelatihan yang
tepat digunakan untuk melakukan pelatihan kepada kader.
2. Manfaat bagi peneliti
Pengembangan ilmu tentang metode pelatihan yang tepat untuk kader
khususnya tentang metode pelatihan pengukuran antropometri, serta
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
3. Bagi Peneliti Lain
Menjadi informasi dan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian tentang pengaruh pelatihan antropometri terhadap pengetahuan
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada perbedaan pengetahuan dan
keterampilan kader tentang antropometri sebelum dan setelah pelatihan