• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN PESTISIDA ORGANIK DI DESA KARANGBANGUN KECAMATAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN PESTISIDA ORGANIK DI DESA KARANGBANGUN KECAMATAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI

DALAM MENERAPKAN PESTISIDA ORGANIK DI DESA

KARANGBANGUN KECAMATAN JUMAPOLO

KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP)

Oleh : YAYUK SUSENO

H0406080

Dosen Pembimbing:

1. Dr. Ir. Kusnandar, MSi

2. Dra. Suminah, MSi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI

DALAM MENERAPKAN PESTISIDA ORGANIK DI DESA

KARANGBANGUN KECAMATAN JUMAPOLO

KABUPATEN KARANGANYAR

yang dipersiapkan dan disusun oleh

YAYUK SUSENO

H0406080

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal : 23 Desember 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

__Dr. Ir. Kusnandar, MSi__ NIP. 19670703 199203 1 004

Anggota I

____Dra. Suminah, MSi___ NIP. 19661001 200003 2 001

Anggota II

Ir. Supanggyo, MP NIP. 19471007 198103 1 001

Surakarta, 25 Januari 2011 Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

_Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS_

(3)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Menerapkan Pestisida Oganik di

Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar”. Tidak

lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir Kusnandar, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga selaku Pembimbing Utama dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Suminah, MSi selaku Pembimbing Akademik dan juga selaku Pembimbing Pendamping dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Ir. Supanggyo, MP selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan arahan maupun bimbingan.

5. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.

6. Kepala Bappeda dan Kesbangpolinmas Kabupaten Karanganyar yang telah mempermudah perijinan pengumpulan data.

7. Kepala Desa Karangbangun yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian

8. Penyuluh di Desa Karangbangun yang telah membantu mempermudah pengumpulkan data.

9. Segenap responden yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data.

(4)

commit to user

11.Teman-teman Kost Rilda (Herning, Kung_fuyan, dek Nopi, dan Gilang) teman-teman mantan Tc (Ule, Febry, Jeng sich, Ifati, Juket), teman-teman PKM Jenang Pelok (Datyo, Nuril, Santi) dan teman-teman seperjuangan di PKP’06.

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, Desember 2010

(5)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Berfikir ... 20

C. Hipotesis Penelitian ... 21

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 21

III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 25

B. Lokasi Penelitian ... 25

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 45

D. Jenis dan Sumber Data ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Metode Analisis Data ... 29

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis ... 33

(6)

commit to user

C. Keadaan Pertanian ... 38 D. Kelembagaan petani ... 39 E. Pestisida organik ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden ... 43 B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi keputusan petani dalam

menerapkan pestisida organik ... 45 C. Keputusan petani ... 58 D. Pengaruh faktor terhadap keputusan petani dalam menerapkan

pestisida organik ... 60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

(7)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Ternak petani ... 24

Tabel 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 26

Tabel 3.3 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan ... 28

Tabel 4.1 Luas Wilayah ... 31

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Karangbangun Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 33

Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Desa Karangbangun Menurut Umur ... 34

Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendapatan ... 35

Tabel 4.5 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 36

Tabel 4.6 Komoditas Pertanian ... 37

Tabel 4.7 Peternakan ... 37

Tabel 4.8 Kelembagaan Petani ... 38

Tabel 5.1 Umur Responden ... 46

Tabel 5.2 Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 42

Tabel 5.3 Pendidikan Formal Responden ... 44

Tabel 5.4 Pendapatan ... 45

Tabel 5.5 Luas Usahatani ... 46

Tabel 5.6 Pengalaman ... 48

Tabel 5.7 Perbedaan Harga Pestisida Kimia dan Organik ... 50

Tabel 5.8 Frekuensi Penggunaan Saluran ... 51

Tabel 5.9 Kredibilitas Penyuluh ... 52

Tabel 5.10 Sifat Inovasi ... 53

Tabel 5.11 Keputusan... 55

Tabel 5.12 Omnibush Test... 57

(8)

commit to user

DAFTAR GAMBAR
(9)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner ... 70

Lampiran 2. Identitas reponden ... 78

Lampiran 3. Tabulasi ... 80

Lampiran 4. Output regresi ... 83

(10)

commit to user

RINGKASAN

Yayuk Suseno, H0406080 “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Menerapkan Pestisida Organik di Desa

Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar”. Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Kusnandar, MSi dan Dra. Suminah, MSi.

Salah satu bagian dari pembangunan pertanian adalah pembangunan pertanian subsektor tanaman pangan dan holtikultura, dimana kedua subsektor ini merupakan salah satu faktor penting bagi kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS (2009), selama empat periode terakhir ini, kontribusi sektor tanaman pangan, khususnya padi di Jawa tengah mengalami fluktuasi. Oleh sebab itu, berbagai cara ditempuh untuk mengatasi hal ini. Adanya terobosan pestisida organik merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu permasalahan petani. Meski sebagian masyarakat tani sudah banyak yang mengenal inovasi pestisida organik tapi belum seluruhnya masyarakat mau memutuskan untuk menerapkan pembuatan dan penggunaan pestisida organik. Adapun keputusan inovasi merupakan proses mental sejak seseorang mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya inovasi tersebut.

Penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar serta mengkaji seberapa besar peluang dan kecenderungan faktor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

Metode dasar penelitian ini adalah kuantitatif. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purpossive). Pengambilan sampel petani dilakukan dengan Stratified Random Sampling dengan sampel sebanyak 60 responden. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar digunakan analisis Regresi Logistik.

Hasil penelitian menunjukkan pendidikan formal petani yang terbanyak adalah selama 6 tahun, luas lahan petani pada umumnya adalah sedang, yaitu 0,5-1 Ha, rata-rata pendapatan petani tergolong sedang 32 (54,3 persen). Rata-rata pengalaman berusahatani lebih dari 10 tahun, frekuensi penggunaan saluran mengenai inovasi pestisida organik tergolong dalam kategori rendah yakni kurang dari 13 kali dalam 1 tahun sebanyak 43 responden (71.7 persen). Kredibilitas penyuluh menurut petani responden termasuk dalam kategori tinggi 43 (71,7 persen). Persepsi masyarakat terhadap pestisida organik tergolong baik dan Sebanyak 20 responden (33,33 persen) menerapkan pestisida organik dan 40 (66,67 persen) responden tidak menerapkan pestisida organik

(11)

commit to user

Nagelkerke R square yang sama-sama menjelaskan ketepatan model sebesar 0,412. Hal ini menunjukkan besarnya variabel x (pendidikan formal, pendapatan, luas usahatani, pengalaman berusahatani, frekuensi penggunaan saluran, kredibilitas penyuluh dan sifat inovasi) menjelaskan variabel y (keputusan menerapkan pestisida organik). Adapun setelah dilakukan pengolahan data diketahui nilai Nagelkerke yakni sebesar 0,412 atau 41,2 persen yang artinya bahwa model ini mampu menjelaskan variasi keputusan menerapkan pestisida organik sebesar 41,2 persen sedangkan sisanya 58, 8 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

(12)

commit to user

SUMMARY

Yayuk Suseno, H0406080 "Factors Affecting Farmers' Decision on Implementing the Organic Pesticides in the Karangbangun Village Jumapolo Karanganyar District." Faculty of Agriculture, University of Surakarta Sebelas March. Under the guidance of Dr. Ir. Kusnandar, MSI and Dra. Suminah, MSi

One part of agricultural development is the development of agricultural food crops and horticulture, where the two sub-sector is one important factor for the welfare of the community. According to BPS (2009), during the last four periods, the contribution of food crop sector, especially paddy in central Java has fluctuated. Therefore, in many ways taken to overcome this. The presence of organic pesticide breakthrough is one solution that is expected to help the problems of farmers. Although most people who knew the farmer has a lot of innovation but not yet wholly organic pesticides society would decide to implement manufacture and use of organic pesticides. The innovation decision is a mental process since someone began to recognize an innovation to decide to accept or reject the innovation.

This research aims to study the factors influencing farmers' decision making in applying organic pesticides in the Karangbangun Village Jumapolo Karanganyar District as well as assess how big the opportunities and trends of these factors affect the decision in applying organic pesticides in the Karangbangun Village Jumapolo Karanganyar District.

The basic method of this research is quantitative. Location of the study determined intentionally (purpossive). Sampling was carried out by farmers Stratified Random Sampling with sample size of 60 respondents. To know the factors that affect farmers' decisions in the Karangbangun Village Jumapolo Karanganyar District used logistic regression analysis.

The results showed that most farmers' formal education was for 6 years, lowland farmers in general are being, namely 0.5 to 1 ha, the average income of farmers classified as being 32 (54.3 percent). Average farming experience more than 10 years, frequency of use of organic pesticides saluaran about innovation is categorized in the low category of less than 13 times in 1 Year 43 respondents (71.7 percent). Credibility of extension by farmer respondents included in the high category 43 (71.7 percent). Public perception of organic pesticides are classified as good and the total of 20 respondents (33.33 percent) to apply an organic pesticide and 40 (66.67 percent) of respondents did not apply an organic pesticide

(13)

commit to user

41.2 percent, which means that this model can explain the variations of organic pesticide registration decisions applying the 41.2 percent while the remaining 58, 8 percent is explained by other variables outside the model.

(14)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pertanian diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usahatani. Salah satu bagian dari pembangunan pertanian adalah pembangunan pertanian subsektor tanaman pangan dan holtikultura, dimana kedua subsektor ini merupakan salah satu faktor penting bagi kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS (2009), selama empat periode terakhir ini, kontribusi sektor tanaman pangan, khususnya padi di Jawa tengah mengalami fluktuasi. Kenaikan produksi padi terjadi pada tahun 2008, sebesar 87 persen (519.550 Ton padi) sedang, penurunan produksi padi terjadi pada tahun 2007 sebesar -19 persen (-112.436 Ton padi) dan tahun 2009 sebesar 32 persen (189.718 Ton padi). Dari data tersebut diketahui bahwa usaha peningkatan sektor pertanian menjadi masalah yang mendesak untuk ditangani. Oleh sebab itu, berbagai cara ditempuh untuk mengatasi hal ini.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan pestisida yang dapat meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lain yang mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (OPT). Kehilangan hasil akibat OPT pada saat prapanen diperkirakan sebesar 30-35 persen sedang pada pascapanen diperkirakan sebesar 10-20 persen, dengan demikian kehilangan hasil keseluruhan yang diakibatkan OPT dapat mencapai 40-55 persen. Beberapa kasus lain menyatakan bahwa, OPT dapat mengakibatkan gagal panen (Kardinan, 2001).

(15)

commit to user

(1979) dampak dari penggunaan pestisida setelah diteliti oleh ilmuan biologi sangat besar terhadap alam dan lingkungan. Beberapa kasus yang merugikan tersebut diantaranya kasus keracunan hasil produk pertanian, polusi lingkungan (kontaminasi air tanah, udara dan dalam jangka panjang serta terjadi kontaminasi terhadap manusia dan kehidupan lainnya), perkembangan serangga menjadi resisten ataupun toleran terhadap pestisida serta dampak negative lainnya.

Upaya yang dilakukan guna menghadapi berbagai tantangan pembangunan pertanian, yakni pemerintah bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan keberpihakan terhadap petani. Suatu alternatif pengandalian hama penyakit yang murah praktis dan relatif aman terhadap lingkungan yakni dengan penerapan pembuatan dan penggunaan pestisida organik atau biasa kita kenal dengan istilah pestisida alami.

Menurut Andoko (2007) menyatakan bahwa pestisida organik adalah pengendali hama yang di buat dengan memanfaatkan zat racun. Zat racun tersebut dapat berasal dari tanaman ataupun limbah hewan misal urin sapi. Bahan-bahan ini mudah didapatkan, sehingga dapat membantu petani dalam mengatasi penurunan hasil produksi usahatani. Adapun kegunaan dari pestisida organik diantaranya dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit, menolak hama dan penyakit tanaman, mengundang makanan tambahan musuh alami, dan dapat menjamin keamanan ekosistem. Dengan pestisida organik, hama hanya terusir dari tanaman petani tanpa membunuh dan dapat mencegah lahan pertanian menjadi keras serta dapat menghindari ketergantungan pada pestisida kimia.

(16)

commit to user

pengetahuan (knowledge) pertama tentang suatu inovasi, kepembentukan sikap mengenai inovasi, sampai pada suatu keputusan untuk menerima dan menolak, melaksanakan ide-ide baru dan adanya konfirmasi tentang keputusan tersebut (Rogers,1983).

B. Rumusan Masalah

Melambungnya harga-harga di pasar akibat krisis ekonomi telah berimbas terhadap harga-harga input produksi pertanian semisal pupuk dan pestisida yang semakin tidak dapat dijangkau oleh petani. Di sisi lain penggunaan pupuk kimia dan zat kimia lain oleh petani dalam budidaya tanaman telah menyebabkan pencemaran lahan, pencemaran lahan ditandai dengan semakin banyaknya ion-ion positif terakumulasi yang mengubah tanah sehat menjadi lingkungan yang menyebabkan berkembangnya penyakit. Akibatnya, serangga dan mikroorganisme yang tidak menimbulkan kerusakan yang nyata pada tanaman tiba-tiba menjadi patogen dan agen penyebab penyakit dan serangga yang resisten terhadap pestisida kimia yang selalu digunakan oleh petani khususya petani di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

(17)

commit to user

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

2. Menganalisis keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar

3. Menganalisis seberapa besar peluang dan kecenderungan faktor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah untuk :

1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk mengkaji lebih dalam mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik, sekaligus sebagai sarana yang ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pengambil kebijakan diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan menerapkan pembuatan dan penggunaan pestisida organik.

3. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk melakukan penelitian sejenis

(18)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang. Dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1993).

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam hal peningkatan pendapatan dan ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat, akan memacu perkembangan sektor industri dan jasa serta mempercepat transformasi struktur perekonomian nasional (Sutopo, 1997).

Proses dalam membangun pertanian dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan terhadap petani, bantuan dalam bidang penelitian, adanya pemberian inovasi baru, serta pengelolaan hama dan sertifikasi rencana pengelolaan tanah secara spesifik. Hal tersebut harus dilakukan mengingat bahwa adanya pembangunan pertanian membawa sebuah revolusi kearah pertanian yang menguntungkan dan berkelanjutan (USDA, 2010)

Visi dari pembangunan pertanian yakni terwujudnya masyarakat sejahtera khususnya petani melalui pengembangan sistem agribisnis dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralisasi.

(19)

commit to user

2. Berkerakyatan dicirikan antara lain dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki, dikuasai rakyat banyak, menjadikan organisasi ekonomi dan jaringan organisasi ekonomi rakyat banyak menjadi pelaku utama pembangunan agribisnis sehingga nilai tambah yang tercipta dinikmati secara nyata oleh rakyat banyak.

3. Berkelanjutan dicirikan antara lain memilki kemampuan merespon perubahan pasar yang cepat dan efisien, berorientasi jangka panjang, inovasi teknologi yang terus-menerus, menggunakan teknologi ramah lingkungan dan mengupayakan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

4. Desentralisasi yang dicirikan antara lain berbasis pada pendayagunaan keragaman sumber daya lokal, berkembang pelaku ekonomi lokal, kemampuan pemerintah daerah sebagai pengelola utama pembangunan agribisnis dan meningkatkan bagian nilai tambah yang dinikmati rakyat lokal.

(Departemen Pertanian, 2003)

Menurut Mosher (1978), terdapat lima macam fasilitas dan jasa yang harus tersedia bagi para petani jika pertanian hendak dimajukan. Masing-masing merupakan syarat pokok. Tanpa salah satu dari padanya tidak akan ada pembangunan pertanian. Kelima syarat pokok itu adalah:

1. Pasaran untuk hasil usahatani 2. Teknologi yang selalu berubah

3. Tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal 4. Perangsang produksi bagi petani

5. Pengangkutan

Adapun ciri pertanian modern sebagai wujud implementasi pembangunan pertanian antara lain:

1. Usahanya merupakan industri atau perusahaan pertanian memenuhi skala ekonomi dan menerapkan teknologi maju. Menghasilkan produk segar dan berdaya saing dipasar global (produk pertanian organik) serta mampu tumbuh dan berkelanjutan secara berkelanjutan.

(20)

commit to user

3. Organisasinya mempunyai organisasi/ asosiasi diantara petani yang kuat dan berjenjang dari tingkat desa ketingkat nasional serta bisa mengakses lembaga keuangan dan lembaga bisnis.

4. Tetap berpihak kepada petani, khususnya dalam perdagangan global (Mardikanto, 2009)

2. Pengambilan Keputusan

Keputusan “Decision” didefinisikan sebagai suatu pilihan dari dua atau lebih alternatif (Salusu, 2003:51; Wiyadi, 2004:48). Sedang pengambilan suatu keputusan diartikan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai suatu cara untuk memecahkan masalah. Proses tersebut digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi (Atmosudirjo, 1970:51; Siagian, 1979:83; Tahunompson, 1979:13; Hasan, 2002:9; Setiadi, 2008:117). Adapun proses dalam pengambilan keputusan menurut Key Roland dalam bukunya “Farm Management” (1986) dapat diformalkan menjadi langkah logis dan teratur yakni: mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi solusi alternatif, mengkoreksi data dan iformasi, menganalisis dan memilih salah satu alternatif solusi, mengimplementasikan keputusan, memonitor, dan menerima respon.

Keputusan inovasi menurut Rogers dalam bukunya “Diffusion of Inovation” (1983) adalah proses mental sejak seseorang mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya dan pengukuhan terhadap keputusan itu. Sedangkan proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui individu atau unit pengambilan keputusan lain yang terdiri dari lima tahap yakni:

1. Pengetahuan (knowledge)

(21)

commit to user

mengetahui seberapa banyak inovasi itu dapat memberikan keamanan baginya serta bagaimana menggunakan inovasi sebaik-baiknya. Dalam kasus inovasi yang rumit orang harus memiliki pengetahuan teknis lebih banyak daripada inovasi yang sederhana. Jika belum diperoleh informasi yang cukup agaknya akan terjadi adanya penolakan atau pembatalan penggunaan inovasi. Salah satu dampak adanya Informasi yang buruk yakni dapat menyebabkan kepercayaan yang keliru terhadap inovasi yang diberikan (Drummond,1995). Adapun tipe pengetahuan yang ketiga adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip berfungsinya suatu inovasi.

2. Persuasi

Terjadi ketika individu atau unit lain pengambil keputusan menyikapi baik atau buruk terhadap suatu kegiatan yang akan menuju pada suatu pilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. Jika aktivitas mental pada tahap pengenalan terutama adalah berlangsungnya fungsi kognitif, aktivitas mental pada tahap persuasi yang utama adalah

afektif (perasaan). 3. Keputusan

Terjadi ketika individu atau unit lain terpilih dalam kegiatan yang mengarah pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Seluruh proses keputusan inovasi merupakan serangkaian pemilihan pada setiap tahap.

4. Pelaksanaan terjadi ketika individu atau unit lain pengambil keputusan mengambil suatu inovasi untuk digunakan

5. Konfirmasi terjadi ketika unit lain pengambil keputusan mencari penguatan keputusan inovasi yng telah diambil namun bisa juga kebalikan dari tersebut. Pada tahap konfirmasi, seseorang individu berusaha untuk menghindari ketidakcocokan atau menguranginya jika hal tersebut terjadi. Pengurangan ketidakcocokan akan terjadi apabila: a. Ketika seseorang individu sadar akan kebutuhannya dan mencari

(22)

commit to user

b. Ketika seorang individu tahu mengenai sebuah ide baru dan mempunyai keinginan untuk mengubah sikap namun belum mengadopsi.

c. Setelah keputusan inovasi untuk mengimplementasinya seorang individu memutuskan untuk tidak mengadopsi inovasi tersebut. Dalam hal pembuatan keputusan oleh individu diketahui adanya faktor yang dapat mempengaruhi kualitas keputusan yang dibuat yaitu keterbatasan. Kemampuan mental manusia. Menurut simon dalam Sudibjo (2001) kapasitas ukuran manusia untuk merumuskan dan memecahkan masalah adalah sangat kecil dibandingkan dengan besarnya masalah yang memerlukan cara cara yang obyektif, meskipun cara cara tersebut hanya merupakan aproksimasi terhadap rasionalitas yang obyektif/.Beberapa faktor perilaku yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh Gibson

dalam Sudibjo (2001) dikemukakan juga adanya empat faktor perilaku

individu yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu:

1. Nilai-nilai seseorang mengambil keputusan yang merupakan pedoman dan keyakinan dasar yang digunakan jika ia berhadapan dengan situasi dimana harus dilakukan suatu pilihan

2. Kepribadian, para pengambil keputusan dipengarui faktor psikologis baik maupun sadar maupun tidak, salah satu faktor penting adalah kepribadian mereka yang tampak jelas dari pilihan yang mereka ambil. 3. Kecenderungan mengambil resiko yang lebih besar dalam kelompok

dibanding individu.

4. Kemungkinan ketidakcocokan kognitive, yang timbul jika terdapat konflik antara apa yang kita percayai dengan realita.

(23)

commit to user

dorongan yang efektif dalam banyak hal untuk meningkatkan produktivitas usahatani (Soetriono, 2006).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

Menurut Iqbal hasan di bukunya yang berjudul “Teori pengambilan keputusan” (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengarui pengambilan keputusan antara lain: posisi/ kedudukan, masalah atau problem yang menjadi penghalang tercapainya suatu tujuan, situasi yang diartikan sebagai keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain dan bersama-sama berpengaruh terhadap apa yang hendak kita perbuat. Selain itu juga dipengaruhi adanya faktor kondisi dan tujuan yang hendak dicapai.

Proses pengambilan keputusan apakah seseorang menolak atau menerima suatu inoasi juga banyak tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi intern orang tersebut, misalnya umur, pendidikan, status sosial, luas lahan, tingkat pendapatan, pengalaman serta situasi lingkungan misalnya frekuensi kontak dengan sumber informasi, kesukaan mendengar radio, menonton televisi, menghadiri temu karya dan sebagainya (Soekartawi, 1988).

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa kecepatan didalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: a. Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsik (yang melekat pada inovasinya sendiri) maupun sifat ekstrinsik (menurut/dipengaruhi oleh keadaan lingkungan), (b). Sifat sasarannya, (c). Cara pengambilan keputusan, (d). Saluran komunikasi yang digunakan, (e). Keadaan penyuluh. Berkaitan dengan kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi, perlu juga diperhatikan kemampuan beremphati atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang sedang dialami atau perasaan orang lain, (f). Ragam sumber informasi.

(24)

commit to user

1. Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah struktur dari suatu sistem pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai dengan perguruan tinggi. Menurut Soekartawi (1998), petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi, begitupula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melakukan proses pengambilan keputusan. Seorang agen perubahan dapat mencapai hasil yang lebih ketika berhadapan dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Madigan, 1996).

2. Luas usaha tani

Semakin luas lahan pertanian, semakin cepat petani (pengadopsi awal) mengambil keputusan untuk menerapkan inovasi yang diberikan karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik jika dibandingkan dengan petani yang berlahan sempit yakni yang luas lahannya kurang dari 0,5 Ha. Petani yang menguasai lahan sawah yang luas (lebih dari 2 Ha) akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu sebaliknya. Umumnya pada situasi normal petani yang mempuanyai lahan yang luas akan menerapkan suatu strategi yang membuka peluang terhadap masuknya inovasi baru sebagai adaptasi dari kondisi ekologi dalam upaya peningkatan pendapatan dan pengurangan biaya input (Mardikanto, 1993; Widiyanto et all, 2010).

3. Tingkat pendapatan

(25)

commit to user

4. Tingkat patisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian

Menurut Tahuneodorson dalam Mardikanto (1994) partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang dalam kegiatan tertentu. Keterlibatan yang dimaksud disini bukanlah bersifat pasif melainkan bersifat aktif ditujukan oleh orang yang bersangkutan. Adanya upaya penekanan partisipasi masyarakat terhadap pertanian berbasis organik yakni dengan berbagai alasan antara lain:

1. Alasan ekologis yakni pengembangan pertanian berkelanjutan mendasarkan diri pada pengembangan suatu ekosistem dimana interaksi masyarakat dengan ekosistem bersifat menentukan.

2. Alasan yang terkait dengan keberlanjutan yakni pengembangan pertanian akan berkelanjutan hanya terjadi kalau didukung secara penuh secara terus menerus oleh masyarakat.

3. Alasan yang terkait dengan prinsip pendidikan, bahwa masyarakatlah yang pertama-tama perlu diberdayakan.

(Winangun, 2005) 5. Kredibilitas Penyuluh

Berlo (1960:72) dalam Mardikanto (1993) menjelaskan bahwa kulaifikasi seorang penyuluh setidaknya harus mencakup kemampuan berkomunikasi, kualifikasi pengetahuan sikap dan keadaan latar belakang sosial budaya masyarakat sasaran.

a. Kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi

(26)

commit to user

b. Sikap penyuluh

Sikap penyuluh yang harus diperhatikan didalam melaksanakan tugasnya meliputi sikap terhadap dirinya sendiri, sikap terhadap pesan yang disampaikan, dan sikap terhadap sasaran. Sehubungan dengan hal tersebut penyuluh juga harus dapat mencerminkan bahwa mereka menghayati terhadap profesinya, menyakini bahwa pesan yang disampaikan teruji kemanfaatanya, serta mencintai masyarakat sasarannya.

c. Pengetahuan penyuluh

1) Isi atau makna dari pesan yang disampaikan. Serta adanya fungsi yang terkandung dan dampaknya yang melekat pada pesan yang disampaikan kepada masyarakat sasaran.

2) Latar belakang masyarakat sasaran. Yakni yang terkait dengan latar belakang pribadi dan lingkungan, serta kebutuhan nyata yang diperlukan masyarakat sasaran.

3) Hal yang menyebabkan masyarakat sasaran menerima atau menolak pesan yang di sampaikan. Tentang hal ini, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang biasanya membuat ditolaknya atau terhambatnya penerimaan pesan.

d. Keadaan sosial budaya penyuluh

Keberhasilan penyuluh juga dipengarui oleh nilai-nilai sosial budaya yang dimiliki oleh penyuluh. Artinya penyuluh yang memiliki latar belakang sosial budaya yang sama dengan masyarakat sasaran akan lebih berhasil melaksanakan tugasnya dalam membantu masyarakat untuk mau mengambil keputusan dalam menerapkan sebuah inovasi yang diberikan, jika dibanding dengan penyuluh yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan masyarakat sasaran. 6. Pengalaman

(27)

commit to user

memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung rugi sebuah inovasi yang diambil, serta baik buruknya keputusan yang dihasilkan (Hasan, 2002; Zuriah, 2006).

Apabila sebuah keputusan harus diambil biasanya orang memperlihatkan kejadian-kejadian dimasa lalu. Seseorang melihat dan mengerti persoalan sehubungan dengan konsepsi yang telah dikenal. Dalam kasus tertentu orang akan menentang cara pendekatan baru yang sama sekali asing baginya. Pengalaman memberikan petunjuk untuk pembuatan keputusan, kiranya nilai terpenting dari pengalaman dalam bidang pengambilan keputusan adalah pengembangan suatu kemampuan untuk mendiskriminasi dan menggeneralisasi situasi lampau (Firdaus, 2007).

7. Saluran komunikasi

Menurut Roger dalam bukunya “Diffusion of Inovation”(1983: 200) menyatakan bahwa saluran komunikasi dalam keputusan inovasi adalah alat yang dipergunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi yang mungkin berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusanan inovasi. Saluran inovasi terdiri dari saluran interpersonal dan media massa serta saluaran lokal dan saluran kosmopolit. Saluran interpersonal adalah saluran yang melibatkan pertemuan tatap muka (sumber dan penerima) antara dua orang atau lebih, sedangkan saluran media massa adalah alat-alat penyampaian pesan yang memungkinkan sumber mencapai suatu audiens dalam jumlah yang besar dan dapat menembus ruang dan waktu misalnya radio, televisi, surat kabar, buku dan lain sebagainya.

(28)

commit to user

pengenalan inovasi, sedang saluran interpersonal lebih penting perananya pada tahap pembentukan sikap atau persuasi.

8. Motivasi

Secara psikologis kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dilatar belakangi oleh adanya motivasi yaitu tekanan atau dorongan (yang berupa kebutuhan, keinginan, harapan dan tujuan) yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tersebut. Menurut Mc Clellad dalam

Mardikanto (1993), terdapat tiga macam kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan yaitu:

a. Kebutuhan berafiliasi atau bergabung dengan pihak lain b. Kebutuhan akan kekuasaan atau menguasai pihak lain c. Kebutuhan berprestasi

Motivasi ekonomi sering diasumsikan menjadi dorongan utama untuk mengadopsi inovasi, terutama jika ide baru yang diketemukan adalah mahal. Faktor ekonomi tidak diragukan lagi dan sangat penting bagi tipe tertentu inovasi dan pengadopsi mereka seperti penggunaan inovasi pertanian oleh petani Amerika Serikat (Rogers, 1983).

9. Lingkungan budaya

Lingkungan budaya petani yang dapat diartikan sebagai pola perilaku yang dipelajari dan dipegang oleh setiap warga masyarakat, diteruskan secara turun menurun dari generasi kegenarasi. Kebudayaan tidak mencakup kepercayaan, kebiasaan serta moral akan tetapi juga sikap, perbuatan, pikiran, adat, motivasi serta seni yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan, dalam masyarakat yang taraf kebudayaan masih rendah tindakan manusia dalam mempertahankan hidup dan kondisi lebih banyak bersikap menyerah dan menggantungkan diri kepada alam. Sedang masyarakat bertaraf kebudayaan maju maka peranan suatu inovasi atau sebuah teknologi dalam masyarakat tersebut mempunyai peran yang sangat penting (Wiyarti dan Sutapa, 2007; levis, 1996).

(29)

commit to user

Pahud (1969) dalam Rogers mengemukakan bahwa petani yang mempunyai cita-cita jabatan atau kedudukan tinggi untuk anak-anaknya mempunyai tingkat adopsi inovasi yang tinggi. Frekuensi kontak dengan penyuluh juga memudahkan adopsi inovasi suatu variasi baru.

10.Urgensitas masalah yang harus ditangani

Suatu proses pengambilan keputusan juga ditentukan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah urgensitas masalah yang yang dihadapi. Kecepatan dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang sangan ditentukan oleh urgensitas (kepentingan segera) masalah dan kebutuhanya. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat menjawab masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada saat itu, maka masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi dari pada yang tidak urgen dengan kepentingan (masalah dan kebutuhan) mereka sendiri (Levis, 1996; Hasan, 2002).

11.Kebijakan pemerintah

Menurut mardikanto (1996) kebijakan pemerintah terlepas dari ragam karakteritik individu dan masyarakat, cara pengambilan keputusan yang dilakukan untuk menerapkan suatu inovasi juga akan mempengarui kecepatan pengambilan keputusan, dalam hal ini jika keputusan pengambilan keputusan dapat dilakukan pribadi relatif lebih cepat dibanding pengambilan keputusan secara kelompok. Apalagi jika harus menunggu peraturan tertentu seperti rekomendasi pemerintah dan penguasa.

(30)

commit to user

kelanjutan program PHT yang dilahirkan melalui inpres No.3 tahun 1986 yang dikoordinasikan oleh Bappenas secara lintas sektoral (Sutanto, 2002; Suwahyono, 2010)

12.Lingkungan biofisik

Pertanian sebagai bidang usaha dalam banyak hal tergantung kepada kondisi fisik yang tidak selalu dapat dikuasai atau diatur oleh petani berkaitan dengan lingkungan fisik efektivitas atau keberhasilan pertanian akan sangan ditentukan oleh sifat alami yang dimilki (sumberdaya alam) seperti bahan-bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pembutan pestisida organik (Heruwati, 2005).

13.Persepsi petani terhadap karakteristik inovasi

Van den Ban (2004) menyebutkan, terdapat beberapa variabel penjelas kecepatan pengambilan keputusan suatu inovasi. Salah satunya adalah sifat inovasi. Ray (1998) menyebutkan terdapat lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara-cara baru, yaitu:

1) Keuntungan-keuntungan relatif (relatif advantages); yaitu apakah cara-cara atau gagasan baru ini memberikan suatu keuntungan relatif daripada inovasi sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, Mardikanto (1988) menyebutkan bahwa sebenarnya keuntungan tersebut tidak hanya terbatas pada keuntungan dalam ati ekonomi, tetapi mencakup:

a) Keuntungan teknis, yang berupa: produktivitas tinggi, ketahanan terhadap resiko kegagalan dan berbagai gangguan yang menyebabkan ketidakberhasilannya.

b) Keuntungan ekonomis, yang berupa: biaya lebih rendah, dan atau keuntungan yang lebih tinggi.

(31)

commit to user

2) Keserasian (compatibility); yaitu apakah inovasi mempunyai sifat lebih sesuai dengan nilai yang ada, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan yang diperlukan penerima.

3) Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) menambahkan bahwa inovasi baru akan sangat mudah untuk dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh komunikasinya.

4) Dapat dicobakan (triability); yaitu suatu inovasi akan mudah diterima apabila dapat dicobakan dalam ukuran kecil.

5) Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata.

5. Pestisida Organik

Perlindungan tanaman merupakan sebuah proses yang kompleks yang memerlukan pemahaman. Perlindungan tanaman tidak hanya terdiri dari satu tindakan yang spesifik tetapi memerlukan kombinasi yang cocok tergantung faktor tanaman, iklim, dan kondisi wilayah (Stoll, 1992). Salah satu bentuk dari perlindungan tanaman adalah dengan adanya penggunaan pestisida organik. Saat ini berkembang tren baru dikalangan petani, mereka beramai-ramai menggunakan pestisda organik sebagai pengganti pestisida kimia. Bahannya cukup beragam mulai dari laos, daun mimba, serai, tembakau sampai dengan gadung (Utami, 1999).

(32)

commit to user

Pestisida nabati bersifat pukul dan lari, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu, dan setelah terbunuh maka residunya akan cepat hilang di alam, dengan demikian akan terbebas dari residu dan aman untuk dikonsumsi. Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan atau menggagalkan tetapi meminimalkan penggunaan pestisida sintesis, sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun dapat dikurangi (Purnomo, 2006).

Pestisida hewani berasal dari hewan dan sampai saat ini urine telah banyak diketahui berkhasiat sebagai pestisida hewani khususnya untuk memberantas penyakit virus dan cendawan. Meskipun dikatakan dengan istilah pestisida organik, bahan-bahan yang digunakan untuk beberapa ramuan masih mengandung unsur lain seperti garam dan sabun (detergen) yang berfungsi sebagai pencampur dan peningkat daya bunuh. Namun, persentase bahan tersebut sangat kecil dan masih dibawah ambang bahaya baik terhadap kualitas tanah maupun kesehatan manusia. Sifat pestisida organik tidak berlaku umum, tetapi berlaku khusus lokasi. Ini disebabkan jenis tanaman atau hewan sebagai bahan pestisida organik tersebut hidup di suatu tempat yang kandungan bahan aktifnya berbeda dengan ditempat lain. Oleh karena itulah ramuan pestisida organik termasuk dosis atau ukuran pemakaiannya akan berbeda untuk suatu tempat, dengan demikian efektivitas ramuan pestisida organik tersebut sangat tergantung dari percobaan atau pengalaman setempat.

Adanya pestisida hayati saat ini banyak mendapatkan perhatian sebagai salah satu usaha kearah pengembangan teknologi pertanian alternatif. Tingkat penggunaanya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan (Suwahyono, 2010).

Manfaat atau keunggulan pestisida organik dalam OISCA (1998) antara lain sebagai berikut:

a. Daya kerjanya selektif

b. Hanya mematikan hama tertentu sehingga keseimbangan alam tetap terjaga

(33)

commit to user

d. Tidak mengakibatkan pencemaran air dan udara

e. Serangga-serangga berguna (predator hama) tidak ikut musnah

f. Murah, karena dapat dibuat dengan sumber daya yang ada dan dibuat sendiri oleh petani

g. Tidak berbahaya bagi petani.

B. Kerangka Berpikir

Pembangunan pertanian diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usahatani. Salah satu bagian dari pembangunan pertanian adalah pembangunan pertanian subsektor tanaman pangan dan holtikultura, dimana kedua sub sektor ini merupakan salah satu faktor penting bagi kesejahteraan masyarakat. Selama empat periode terakhir ini, kontribusi sektor tanaman pangan khususnya padi di Jawa tengah mengalami fluktuasi oleh karenanya sistem ketahanan pangan perlu ditingkatkan untuk membantu produktivitas pangan kita.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan pestisida yang dapat meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), namun dilain pihak penggunaan pestisida yang kurang bijaksana semisal pestisida kimia sering merugikan keseimbangan lingkungan. Kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan tersebut mendorong masyarakat petani desa karangbangun khususnya, untuk kembali ke sistem pertanian organik yang salah satunya dengan menerapkan pembuatan dan penggunaan pestisida organik dalam budidaya tanaman pertanian.

(34)

commit to user

faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik, dimana dalam tahap ini akan menghasilkan keputusan akhir apakah petani di desa Karangabangun mau menerapkan atau bahkan menolak adanya inovasi.

Kerangka pemikiran di atas secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut:

[image:34.612.103.555.211.581.2]

: Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Menerapkan pestisida Organik.

C.Hipotesis

Diduga terdapat pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan (pendidikan, luas usahatani, tingkat pendapatan, pengalaman berusahatani, frekuensi penggunaan saluran komunikasi, kredibilitas penyuluh serta persepsi petani terhadap karakteristik inovasi seperti keuntungan relatif, kompatibilitas inovasi, kerumitan inovasi, tingkat pengujian inovasi, dan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pestisida organik:

1. Pendidikan formal (Tahun) 2. Pendapatan usahatani (Rp) 3. Luas usahatani (Ha)

4. Pengalaman berusahatani (Tahun) 5. Frekuensi penggunaan saluran

komunikasi

6. Kredibilitas penyuluh 7. Sifat inovasi:

a. Keuntungan relatif b. Kompatibilitas inovasi c. Kerumitan inovasi d. Tingkat pengujian invasi e. observabilitas

 

Variabel bebas (X) 

Tingkat Partisipasi  dalam  kelompok dan organisasi diluar 

lingkunganya sendiri.  urgensitas masalah (dampak  revolusi hijau yang harus segera 

ditangani)  Dampak Revolusi

Hijau

Lingkungan budaya Lingkungan biofisik

Kebijakan pemerintah PHT yang diatur dalam UUBT.

no 12 tahun 1992 (contoh aplikasi tipe keputusan

otoriter)

Variabel terikat (Y) 

Pengambilan Keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik Motivasi ekonomi, motivasi 

(35)

commit to user

observabilitas) dengan keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

D.Pembatasan Masalah

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik yang diteliti pada penelitian ini adalah (pendidikan, luas usahatani, tingkat pendapatan, pengalaman berusahatani, frekuensi penggunaan saluran komunikasi, kredibilitas penyuluh serta persepsi petani terhadap sifat inovasi seperti keuntungan relatif, kompatibilitas inovasi, kerumitan inovasi, tingkat pengujian inovasi, dan observabilitas

2. Jenis pestisida organik pada penelitian ini adalah pestisida nabati dan pestisida hewani.

3. Petani penelitian adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar yang pernah mengikuti penyuluhan mengenai Pestisida organik.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi pestisida organik antara lain adalah:

a. Pendidikan formal, yaitu tingkat pendidikan yang ditamatkan pada bangku pendidikan formal. Diukur dengan tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai petani di bangku sekolah.

b. Luas usahatani, yaitu luas lahan yang diusahakan petani baik milik sendiri, menyewa, maupun menyakap. Diukur dengan luas lahan responden yang dinyatakan dalam hektar (Ha)

c. Tingkat pendapatan, tingkat pendapatan yang diperoleh petani baik melalui kegiatan usahatani maupun non usahatani. Diukur dengan menghitung besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam 1 Tahun.

(36)

commit to user

e. Frekuensi akses saluran komunikasi adalah frekuensi petani dalam mengakses saluran komunikasi untuk mendapatkan informasi mengenai pestisida organik. Diukur dengan frekuensi dalam memperoleh informasi mengenai pestisida organik baik melalui saluran interpersonal maupun saluran media massa.

f. Kredibilitas penyuluh

Yakni kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi atau berinteraksi, dengan masyarakat sasaran.

g. Sifat inovasi, yaitu sifat-sifat yang melekat pada inovasi yang secara langsung naupun tidak langsung keberadaannya dapat mendorong atau menghambat dalam adopsi pestisida organik yang meliputi:

1) Keuntungan relatif (relatif advantages), yaitu tingkat dimana pestisida organik dianggap sebagai inovasi yang memberikan keuntungan secara teknis maupun ekonomi bagi petani. Keuntungan relatif ini dapat diukur melalui keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pestisida organik melalui persepsi petani.

2) Kesesuaian (compatibility), yaitu tingkat kesesuaian inovasi pestisida organik dengan kebutuhan petani, kondisi sosial-budaya, kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan. Kesesuain dapat diukur melalui persepsi petani terhadap pestisida organik dengan kebutuhan petani, kondisi sosial-budaya, kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan.

3) Kerumitan (complexity), yaitu tingkat dimana dinovasi pestisida organik dirasa sulit/tidaknya untuk diterapkan oleh petani. Kerumitan diukur melalui persepsi petani terhadap tingkat kerumitan pestisida organik dalam hal mendapatkan bahan baku, pembuatan, dan penggunaannya.

(37)

commit to user

5) Dapat dilihat (observability), yaitu tingkat dapat dilihatnya inovasi pestisida organik oleh petani. Diukur melalui persepsi petani terhadap dapat atau tidaknya inovasi pestisida organik dilihat/diamati dalam pembuatan maupun pada saat diaplikasikan pada tanaman.

Kredibilitas penyuluh dan karakteristik inovasi diukur dengan pernyataan-pernyataan positif dan negatif dengan kriteria sebagai berikut:

Pernyataan Positif

Setuju (S) : skor 3

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 2 Tidak setuju (TS) : skor 1 Pernyataan Negatif

Setuju (S) : skor 1

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 2 Tidak setuju (TS) : skor 3

(38)

commit to user

II. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan hipotesis. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sampel. Kemudian menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan datanya. Selanjutya mengemukakan variabel penelitian dalam analisis datanya dan yang terakir berusaha menghasilkan kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk populasi dan/atau sampel yang diteliti (Singgih, 2006).

Penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Sampel

1. Lokasi Penelitian

(39)

commit to user

[image:39.612.154.508.204.464.2]

kotoran sapi yakni urine sapi. Di Desa Karangbangun juga didukung dengan adanya tanaman empon-empon serta tanaman lain yang tumbuh disekitar rumah penduduk. Tanaman tersebut banyak mengandung zat beracun bagi hama perusak tanaman pangan ataupun tanaman holtilkultura.

Tabel 3.1 Jumlah Ternak Masing-Masing di Kecamatan Jumapolo

NO Desa Jumlah Ternak Sapi (Ekor)

1 Karangbangun 394

2 Lemahbang 135

3 Paseban 60

4 Jatirejo 112

5 Kwangsan 375

6 Jumapolo 125

7 Ploso 143

8 Giriwondo 298

9 Kadipiro 268

10 Jumantoro 296

11 Kedawung 276

12 Bakalan 320

Sumber: Kecamatan Jumapolo dalam Angka 2009

2. Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang tergabung di dalam kelompok tani yang ada di desa Karangbangun, Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

b. Sampel

Di Desa Karangbangun terdapat 8 kelompok tani, kemudian dari 8 kelompok tani tersebut diambil 4 (50% dari 8 kelompok tani yang ada) secara acak yakni dengan melakukan pengundian. Kemudian untuk menentukan besarnya sampel (60 petani) dari empat kelompok tani dilakukan dengan mempergunakan metode simple

random sampling yakni dengan mengundi semua nama yang sudah

(40)

commit to user

dari masing-masing kategori tersebut diambil secara proposional (lihat Tabel 3.2). Sedangkan untuk mengetahui jumlah sampel secara proporsional digunakan rumus sebagai berikut :

ni = N nk

x n

Dimana:

ni : jumlah petani sampel masing-masing desa

nk : jumlah petani dari masing-masing desa yang memenuhi syarat sebagai responden

N : jumlah petani dari seluruh populasi

[image:40.612.179.545.162.480.2]

n : jumlah petani sampel yang diambil yaitu 60 petani Tabel 3.2. Petani Sampel

No. Nama

Kelompok Tani

Populasi (orang) Sampel (orang)

Menerapkan Pestisida

organik

Tidak menerapakan

pestisida organik

Menerapkan Pestisida

organik

TIdak menerapakan

Pestisida organik

1. Manunggal II 32 58 8 14

2. Manunggal IV 30 55 7 14

3. Manunggal V 12 24 3 6

4. Manunggal Tekad 10 25 2 6

Jumlah 84 162 20 40

(41)

commit to user

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data primer, yaitu data mengenai identitas responden serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik seperti pendidikan, luas usahatani, pendapatan, pengalaman, frekuensi penggunaan saluran, kredibilitas penyuluh dan sifat inovasi yang diambil langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner sebagai alatnya. 2. Data sekunder adalah data mengenai keadaan umum desa, kependudukan,

keadaan pertanian dan jumlah anggota masing-masing kelompok tani yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian, dengan cara mencatat langsung data yang bersumber dari dokumentasi yang ada.

[image:41.612.150.530.119.712.2]

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data pokok dan data pendukung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3. 3 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan

Data yang digunakan Sifat Data Sumber

Pr Sk Kn Kl

I Data Pokok

Identitas responden X X Petani

Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat penerapan inovasi pestisida organik

Pendidikan formal

Luas usahatani Tingkat pendapatan Pengalaman

Frekuensi penggunaan saluran komunikasi Kredibilitas penyuluh Karakteristik inovasi X X X X X X X X X X X X X X Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani

II Data Pendukung

Monografi Desa

Data jumlah petani

X X X X Desa BPK Keterangan :

Pr = primer Kn = kuantitatif

(42)

commit to user

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Wawancara yaitu mengumpulkan data mengenai identitas responden dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan pestisida organik seperti pendidikan, luas usahatani, pendapatan, pengalaman, frekuensi penggunaan saluran, kredibilitas penyuluh dan sifat inovasi dengan menggunakan interview guide (panduan) berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti.

2. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap sasaran penelitian untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penelitian pestisida organik, misal mengenai langkah dan cara pembuatan pestisida organik serta aplikasinya di lapang.

3. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat sumber informasi dari pustaka, hasil wawancara maupun data kependudukan dan kondisi wilayah petani yang berasal dari dokumen atau instansi yang terkait dengan penelitian

E. Metode analisis

Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan dengan tingkat penerapan inovasi pestisida organik oleh petani di Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar digunakan analisis Regresi Logistik dengan rumus sebagai berikut (Agung, 2002):

p/(1-p) = exp (β0 + β1X)

atau

In p/(1-p) = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7

Dimana:

In p/(1-p) = odd ratio yang menjelaskan kecenderungan terhadap berbuat/ melakukan

sesuatu yaitu kecenderungan petani untuk menerapkan pestisida organik β0 = Konstanta

(43)

commit to user

X1 = Pendidikan formal responden (Tahun)

X2 = Luas usahatani responden (Ha)

X3 = Tingkat pendapatan responde n(Rp)

X4 = Pengalaman Usahatani (Tahun)

X5 = Frekuensi penggunaan saluran

X6 = Sifat Inovasi

X7 = Kredibilitas penyuluh

P = Probabilitas kecenderungan menerapkan pestisida organik

Untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara individu digunakan uji wald dengan α 0,05 dengan rumus

W = βi SE(βi)

Dimana : W : Uji Wald

βi : Koefisien regresi SE(βi) : Galat dari βi Keputusan:

1. Jika W ≥ Zα/2 berarti Ho ditolak, artinya ada pengaruh antara faktor yang

mempengaruhi keputusan dengan keputusan petani untuk menerapkan pestisida organik, di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

2. Jika W< Zα/2 berarti Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh antara faktor

yang mempengaruhi keputusan dengan keputusan petani untuk menerapkan pestisida organik, di Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar.

Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara serentak digunakan uji G dengan α 0,05:

G = -2ln

(44)

commit to user

Dimana:

n1 = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=1)

n0 = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=0)

n = total jumlah sampel

(45)

commit to user

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Kondisi Geografi dan Topografi

Desa Karangbangun mempunyai luas wilayah sebesar 346,2940 Ha. Adapun batas wilayah Desa Karangbangun adalah sebagai berikut:

Utara : Desa Ploso Timur : Desa Jatisuko Selatan : Desa Jati Mulyo Barat : Desa Lemahbang

Jarak Desa ke pusat pemerintahan kecamatan adalah 3 km. Jarak desa dari pusat administrasi dan pemerintahan kabupaten adalah 18 km sedangkan jarak desa menuju ibukota provinsi adalah 300 km.

2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan

[image:45.612.146.509.172.566.2]

Secara keseluruhan luas wilayah Desa Karangbangun adalah 346,2940 Ha atau sekitar 10,2 persen dari luas wilayah Kecamatan Jumapolo secara keseluruhan. Adapun perincian tersebut dijabarkan dalam Tabel 4.1 :

Tabel. 4.1 Luas Desa Karangbangun Menurut Penggunaan Lahan No. Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Tanah Sawah Tanah Tegal Pekarangan Lainnya

183,1530 39,9140 109,2550

13.972

52,89 11,53 31,55 4,03

Jumlah 346,2940 100

Sumber data : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

(46)

commit to user

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin

[image:46.612.161.510.145.481.2]

Jumlah penduduk di Desa Karangbangun adalah 3.628 jiwa dengan kepadatan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Karangbangun Tahun 2009

No Jenis Kelamin Jumlah (orang)

1. 2. Laki-laki Perempuan 1.811 1.817

Jumlah 3.628

Sumber: Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Tabel 4.2 menunjukkan jumlah penduduk laki-laki 1.811 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 1.817 jiwa. Data pada tabel dapat dicari sex ratio, dimana sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dibanding dengan jumlah penduduk perempuan. Terkait dengan hal tersebut, untuk sex rasio dari penduduk di Desa Karangbangun, dapat diketahui sebagai berikut :

100 x perempuan penduduk laki laki penduduk ratio Sex

− = 67 , 99 100 817 . 1 811 . 1 = = x

Sehubungan dengan hal tersebut maka sex ratio di Desa Karangbangun adalah 99,67 persen. Sex ratio sebesar 99,67 persen mempunyai arti bahwa setiap 100 perempuan terdapat 99 laki-laki. Dapat diartikan bahwa jumlah penduduk perempuan dengan jumlah penduduk laki-laki adalah imbang. Dengan demikian pembagian kerja yang harus ditanggung oleh keduanya tidak jauh berbeda, misalnya dalam menggarap lahan sawah perempuan cenderung melakukan pekerjaan yang ringan seperti menanam dan memelihara tanaman.

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur

(47)

commit to user

[image:47.612.167.510.174.460.2]

berdasarkan kelompok umur di Desa Karangbangun dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Karangbangun Menurut Umur Tahun 2009

Umur (Tahun) Laki- laki (orang)

Perempuan (orang)

Persentase (%)

0-4 171 182 9,73 5-9 143 150 8,07 10-14 127 123 6,89 15-19 175 150 8,96 20-24 149 163 8,59 25-29 146 154 8,36 30-34 154 158 8,59 35-39 133 127 7,17 40-44 127 116 6,69 45-49 123 113 6,50 50-54 126 128 7,00 55-59

> 60

127 110

129 124

7,06 6,45

Jumlah 1.811 1817 100

Sumber : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur 0 tahun sampai 4 tahun, yaitu sebanyak 353 jiwa (9,73 persen) yang terdiri dari 171 laki-laki dan 182 penduduk perempuan. Sedangkan jumlah data terkecil berada pada pada kelompok umur 60 tahun keatas, sebanyak 234 jiwa (6,45 persen). Persentase penduduk Desa Karangbangun antara pria dan wanita hampir seimbang sebesar 49,9 persen untuk penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 50,1 persen untuk penduduk berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk, yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus menanggung sejumlah penduduk usia nonproduktif.

(48)

commit to user

sehingga besar Angka Beban Tanggungan di Desa Karangbangun dapat diketahui sebagai berikut :

100

× =

oduktif Pendudukpr

nproduktif Pendudukno

ABT

ABT = ×100 = 45,24

Angka ini menunjukkan bahwa 100 penduduk usia produktif di Desa Karangbangun harus menanggung antara 45 orang usia non produktif. Semakin besar ratio antara jumlah kelompok non produktif dan jumlah kelompok produktif maka akan semakin besar beban tanggungan bagi kelompok yang produktif terhadap kelompok non produktif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap proses pembangunan perekonomian yang sedang dijalankan.

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

[image:48.612.151.513.137.578.2]

Distribusi penduduk Desa Karangbangun menurut tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Desa Karangbangun Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Pada Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Perguruan Tinggi 21 0,6

Akademi 51 1,42

SLTA 791 22,00

SLTP 1.049 29,18

SD 1.088 30,26

Tidak/belum tamat SD 467 12,99

Belum Sekolah 128 3,56

Jumlah 3595 100

Sumber : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Karangbangun sebagian besar, tamat sekolah dasar yaitu sebanyak 1.088 jiwa (30,26 persen). Sedangkan yang tamat perguruan tinggi merupakan jumlah terkecil yaitu sebanyak 21 jiwa orang (0,6 persen).

(49)

commit to user

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

[image:49.612.163.509.199.465.2]

Mata pencaharian penduduk menunjukkan struktur perekonomian yang ada pada wilayah tersebut, hal ini akan menentukan arah kebijakan pembangunan di daerah setempat. Kondisi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Karangbangun dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Karangbangun 2009

Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Pertukangan 173 5,80

Buruh Tani 1.818 60,96

Tani 346 11,60

Pensiunan 19 0,63

Perdagangan 231 7,75

Jasa 10 0,36

Angkutan 11 0,37

PNS 63 2,11

Swasta 121 4,05

Lainnya 190 6,37

Jumlah 2982 100

Sumber : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

(50)

commit to user

C. Keadaan Pertanian dan Peternakan

Pertanian merupakan satu-satunya bidang untuk menghasilkan produk untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tidak terbatas pada pemenuhan pangan penduduk setempat tetapi juga bagi penduduk wilayah lainnya. Komoditas pertanian di Desa Karangbangun yaitu:

Tabel 4.6 Komoditas Pertanian di Desa Karangbangun Tahun 2009 Jenis komoditas Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/Ha) Padi Jagung Ketela pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Tomat Kacang Panjang Terong Cabe 166 94 98 14 121 18 1 7 1 12 498 376 686 84 423 27 0,5 1 0,7 1,5 3 4 7 6 3,5 1,5 0,5 0,1 0,7 0,125 Sumber : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.6 produksi pertanian tertinggi dengan luas panen tertinggi adalah padi, dimana komoditas padi merupakan produk pertanian utama dari Desa Karangbangun. Produktivitas padi pada periode tahun 2009 adalah sebesar 3 Ton/Ha. Hal ini berarti pada periode tahun 2009 produktivitas padi tergolong sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena adanya iklim ekstrim (hujan lebat dimalam hari yang berdampak pada penularan penyakit tanaman padi yang ditimbulkan oleh bakteri dan cendawan), serta adanya serangan hama sundep dan beluk yang tidak mampu diantisipasi oleh petani.

[image:50.612.149.505.216.548.2]
(51)

commit to user

Tabel4.7 PeternakandiDesa Karangbangun tahun 2009

No Jenis Ternak Jumlah (Ekor)

1. 2. 3. 4. 5.

Ayam Kampung Itik

Kambing Sapi Babi

13.635 105 894 394 393 Sumber : Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa jumlah ternak yang banyak dimiliki petani adalah ayam kampung sebesar 13.635 ekor. Ternak unggas lebih diminati penduduk di Desa Karangbangun karena perawatannya yang cukup mudah. Potensi pertanian dan peternakan tersebut dapat menjadi salah satu alternatif petani dalam memperoleh penghasilan tambahan. Adanya ternak sapi juga sangat membantu petani khususnya dalam bidang pertanian, karena selain dimanfaatkan dagingnya, keduanya juga dapat dimanfaatkan limbah atau kotorannya sebagai pupuk atau bahan pembuatan pestisida organik. Berikut data mengenai jumlah ternak sapi yang dibudidayakan petani di Desa Karangbangun:

Tabel 4.8 Jumlah Ternak Sapi Yang dimiliki Petani Responden di Desa Karangbangun tahun 2009

No Jumlah ternak (Ekor) Jumlah responden (Jiwa) 1.

2. 3.

0 1 2

32 19 9

Total 60

Sumber : Data Primer 2010

D. Kelembagaan Petani

[image:51.612.144.512.122.526.2]
(52)
[image:52.612.149.509.126.461.2]

commit to user

Tabel 4.9 Kelembagaan Petani Pertanian di Desa Karangbangun

No Kelembagaan Petani Dusun

Jumlah anggota (Jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8

Kelompok Tani ”Manunggal Tekad” Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 1” Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 2’’ Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 3 Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 4” Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 5” Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 6” Kelompok Tani ”Manunggal Tekad 7”

Kebonkulon Randurante Karangbangun II Gentan II Ngrandu IV Ngentak Kebonwetan VI Kebonwetan V 35 40 90 38 85 35 60 36

Total 419

Sumber: Data Monografi Desa Karangbangun Tahun 2009

Berdasarkan data pada Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa Desa Karangbangun dapat dikatakan sebagai wilayah yang cukup berpartisipsi aktif dalam pembangunan pertanian dilihat dari kelembagaan petani yang ada. Kelompok tani sebagai tempat atau kelas belajar bagi para anggotanya artinya kelompok tani merupakan media pertemuan dan interaksi bagi para anggotanya, untuk saling tukar-menukar informasi yang berkaitan dengan inovasi semisal adanya pestisida organik, serta dapat mengadopsinya. Dibentuknya kelompok tani dalam jangka panjang diharapkan mampu menghilangkan ketergantungan dari pihak lain atau dengan kata lain petani dapat tumbuh dengan kemandiriannya

Kelompok tani juga dibentuk tidak hanya sekedar sebagai wahana bertukar ilmu atau informasi akan tetapi dengan dibentuknya kelompok tani tersebut diharapkan dapat mempermudah petani dalam mendapatkan bantuan saprodi seperti bibit, pupuk serta simpan pinjam modal usahatani. Karena pada waktu penyuluhan, petani juga memanfaatkan waktu tersebut untuk diadakannya arisan kelompok tani.

E. Pestisida Organik

(53)

commit to user

penyuluh. Hasilnya pun dibagikan kepada anggota kelompok tani, atau dijual kepada kelompok petani lain, tetapi ada juga petani yang membuat pestisida organik secara individu dan dalam takaran yang kecil. Partisipasi anggota kelompok tani dapat dilihat pada waktu pelaksanaan, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya anggota kelompok tani yang membawa masing-masing bahan pembuat pestisida organik. Adapun beberapa macam pestisida yang dibuat oleh petani Karangbangun antara lain:

1. Pestisida Pengendali Wereng a. Bahan

Daun sirsak 1 genggam Rimpang jeringau 1 genggam Bawang putih 20 siung Sabun collek 20 g

Air 20 Liter

b. Cara pembuatan

Daun sirsak, rimpang jeringau dan bawang putih ditumbuk sampai halus, lalu campurkan dengan sabun colek. Campuran tersebut direndam dengan 20 L air selama dua hari. Setelah itu, larutan disaring kain halus

c. Cara pengaplikasian

Setiap I liter air, lalu disemprotkan merata kebagian bawah tanaman padi.

d. Kandungan aktif bahan pestisida organik

Daun sirsak dan rimpang jeringau berperan sebagai insektisida, larvasida, repellent (penolak serangga), antifeedant (penurun nafsu makan) dan antifertalitas (pemandul hama),

2. Rodentisida (pestisida pengendali tikus) a. Bahan

Umbi gadung racun I kg

Dedak 10 kg

Tepung ikan 1 ons

(54)

commit to user

Air -

b. Car

Gambar

Gambar 1.  Kerangka
Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Mengenai Faktor-faktor yang
Tabel 3.1 Jumlah Ternak Masing-Masing di Kecamatan Jumapolo
Tabel 3.2. Petani Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam merancang arsitektur sistem informasi PT.Sumber Sehat akan digunakan metodologi Enterprise Architecture Planning karena EAP dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian diatas antara Debt to Assets Ratio terhadap Returnn On Asset pada PT. Sehingga H 0 ditolak Ha diterima hal ini

Tujuan pengujian angka satuan adalah untuk mengetahui apakah solenoid dapat menampilkan kode Braille angka satuan sesuai angka satuan yang diinginkan atau

Untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap pengasuhan orangtua, motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa di SDN Se Kecamatan Tanete

Dari hasil analisis data dan fakta hasil penelitian telah mengantarkan kita pada kes- impulan bahwa implementasi program Beras Untuk Rakyat Miskin (Raskin) di

Kompensasi merupakan faktor yang sangat penting untuk mewujudkan kinerja karyawan mengingat bahwa tujuan karyawan dalam bekerja antara lain adalah untuk mendapatkan penghasilan

Mahmudah Hisyam dalam memimpin santri tahfidzul adalah memberikan supervisi atau pengawasan yang berkoordinasi langsung dengan stakeholder terkait, yaitu ketua asrama

Dalam pembelajaran IPS pada materi permasalahan sosial, dibutuhkan penggunaan model pembelajaran yang menarik, efektif dan efisien untuk menarik perhatian, motivasi