ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI PENCAPAIAN AKUNTABILITAS
PELAYANAN PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman
Fabiola Desylita Christanti NIM : 122114035 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bidang administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada semua pegawai KPP Pratama Sleman. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar +0,638 menunjukkan hubungan positif kuat. Hubungan positif kuat artinya hubungan kedua variabel bersifat searah, yaitu semakin baik pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan maka semakin baik pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF MODERNIZATION OF TAXATION ADMINISTRATION AND THE
PERCEPTION OF PUBLIC SERVICE ACCOUNTABILITY ACHIEVEMENT AT TAX OFFICE
A Case Study in Sleman Tax Office
Fabiola Desylita Christanti Student Number : 122114035
Sanata Dharma University Yogyakarta
Modernization of tax administration is the next step of tax reform applied by Directorate General of Taxation (DGT). This research aims to grasp the relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement at tax office.
This is a case study research. The data were collected by distributing the questionnaire to all employees at Sleman Tax Office. Spearman Correlation Test was used to analyze the data.
The result of this research shows that there is a relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement in Sleman Tax Office. The correlation coefficient value is +0,638, which means a strong positive relationship. It indicates that a better the implementation of tax administration modernization, the public service accountability achievement in Sleman Tax Office tend to be better also.
Keywords: modernization of taxation administration, public service
ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI
ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI
PENCAPAIAN AKUNTABILITAS PELAYANAN
PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)
PRATAMA
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI
ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI
PENCAPAIAN AKUNTABILITAS PELAYANAN
PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)
PRATAMA
Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan
dan percayalah kepada-Nya,
dan Ia akan bertindak!
(Mazmur 37:5)
“
Usaha yang kamu lakukan tidak akan dikecewakan-Nya
”
~Fabiola Desylita Christanti~
In Nomine Jesu
Kupersembahkan Skripsi ini untuk:
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Analisis Hubungan Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan
dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama (Studi Kasus di KPP Pratama Sleman). Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar
dan mengembangkan kepribadian.
2. M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A selaku Pembimbing
yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Ekonomi yang telah membagikan ilmu dan
pengalamannya kepada penulis.
4. Segenap staf Sekretariat Fakultas Ekonomi yang telah memberikan
pelayanan terbaik.
5. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman yang telah
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………. vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ………... . vii
B. Reformasi Perpajakan dan Modernisasi Administrasi Perpajakan ………...……….. . 11
1. Reformasi Perpajakan ……… . 11
2. Modernisasi Administrasi Perpajakan ………... . 12
a. Restrukturisasi Organisasi ……….…. . 15
b. Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi ………... . 20
c. Manajemen Sumber Daya Manusia ………....… . 21
d. Penerapan Kode Etik sebagai Pelaksanaan Good Governance ………... . 22
C. Good Governance ………... . 24
1. Pengertian Good Governance ……… . 24
2. Karakteristik Good Governance ……… . 25
x
G. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ... . 41
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Operasional Variabel ……….. . 46
Tabel 2 Pengukuran Terhadap Pertanyaan Kuesioner ………. . 48
Tabel 3 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... . 51
Tabel 4 Jumlah Sumber Daya Manusia KPP Pratama Sleman ………... . 58
Tabel 5 Persentase Hasil Pendistribusian Kuesioner ………... . 60
Tabel 6 Persentase Responden Berdasarkan Seksi ……….. . 61
Tabel 7 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……… . 62
Tabel 8 Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……... . 62
Tabel 9 Hasil Uji Validitas ……….. . 64
Tabel 10 Hasil Uji Reliabilitas Modernisasi Administrasi Perpajakan …. . 65
Tabel 11 Hasil Uji Reliabilitas Pencapaian Akuntabilitas KPP Pratama .. . 65
Tabel 12 Hasil Uji Deskriptif ……….. 66
Tabel 13 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... . 68
Tabel 14 Hasil Uji Korelasi Spearman Modernisasi Administrasi Perpajakan
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar I Kerangka Pemikiran ………….………. . 34
xiii ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI PENCAPAIAN AKUNTABILITAS
PELAYANAN PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA
(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman)
Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bidang administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada semua pegawai KPP Pratama Sleman. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar +0,638 menunjukkan hubungan positif kuat. Hubungan positif kuat artinya hubungan kedua variabel bersifat searah, yaitu semakin baik pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan maka semakin baik pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.
xiv ABSTRACT
ANALYSIS OF THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF MODERNIZATION OF TAXATION ADMINISTRATION AND THE
PERCEPTION OF PUBLIC SERVICE ACCOUNTABILITY ACHIEVEMENT AT TAX OFFICE
A Case Study in Sleman Tax Office
Fabiola Desylita Christanti Student Number : 122114035
Sanata Dharma University Yogyakarta
Modernization of tax administration is the next step of tax reform applied by Directorate General of Taxation (DGT). This research aims to grasp the relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement at tax office.
This is a case study research. The data were collected by distributing the questionnaire to all employees at Sleman Tax Office. Spearman Correlation Test was used to analyze the data.
The result of this research shows that there is a relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement in Sleman Tax Office. The correlation coefficient value is +0,638, which means a strong positive relationship. It indicates that a better the implementation of tax administration modernization, the public service accountability achievement in Sleman Tax Office tend to be better also.
Keywords: modernization of taxation administration, public service
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28
Tahun 2007). Berdasarkan pengertian tersebut, pajak merupakan salah satu
sumber pendapatan negara sekaligus menjadi sektor yang potensial dalam
rangka mensukseskan pembangunan nasional. Peran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakan merupakan hal yang penting untuk
menunjang pembangunan nasional.
Peran masyarakat khususnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan melalui pemenuhan kewajiban perpajakan masih
tergolong rendah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya adalah
persepsi masyarakat terhadap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak (DJP). Tingginya angka korupsi, kegaduhan sejumlah elit politik di
ruang publik, dan amburadulnya kualitas pelayanan publik merupakan
sejumlah fenomena yang dianggap paling bertanggung jawab dalam
(Wijaya,2016). Salah satu persepsi publik yang negatif adalah hilangnya rasa
percaya terhadap instansi perpajakan.
Persepsi negatif publik perlu dihilangkan. Hal ini membuat perbaikan dan
perubahan dalam segala aspek perpajakan perlu dilakukan melalui
pengeluaran kebijakan-kebijakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah
satu perubahan yang ingin dicapai dalam perpajakan adalah terciptanya good
governance di instasi perpajakan. Hal ini diwujudkan dengan dilakukannya
reformasi perpajakan dari waktu ke waktu.
Reformasi perpajakan yang dilakukan mencakup dua bidang yaitu
reformasi di bidang kebijakan perpajakan dan reformasi di bidang
administrasi perpajakan (DJP,2007). Reformasi perpajakan dilakukan supaya
basis pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang
tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan
sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Reformasi
kebijakan sudah dilakukan sejak tahun 1983, yaitu dengan mengadopsi sistem
perpajakan modern yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri kewajiban
perpajakannya atau yang disebut dengan self assessment system (DJP,2007).
Pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan program
perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut dengan
modernisasi administrasi perpajakan (DJP, 2007). Modernisasi administrasi
perpajakan memiliki ciri khusus antara lain: struktur organisasi berdasarkan
account representative dan complaint center untuk menampung keberatan
Wajib Pajak, penyempurnaan sumber daya manusia di setiap kantor pajak.
Modernisasi administrasi perpajakan juga merangkul kemajuan teknologi
dengan berbagai modul otomatisasi kantor serta berbagai pelayanan berbasis
e-system seperti e-SPT, e-Filling, e-Payment, Taxpayer’s Account,
e-Registration, dan e-Counceling. Melalui modernisasi ini diharapkan kontrol
menjadi lebih efektif ditunjang dengan adanya penerapan kode etik pegawai
DJP yang mengatur pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan mampu
menciptakan good governance. Menciptakan good governance adalah
mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan
membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat
sistem baru yang bermanfaat secara umum. Salah satu prinsip yang sangat
penting dan merupakan kunci tercapainya good governance adalah prinsip
akuntabilitas (BPPN,2003).
Akuntabilitas ditandai oleh adanya akses yang mudah terhadap informasi,
standar profesional dan integritas personal yang tinggi dari badan publik dan
mekanisme umpan balik dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas harus
dilaksanakan dalam kegiatan pelayanan publik. Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26 tahun 2004, akuntabilitas
dalam pelayanan publik utamanya diwujudkan pada aspek-aspek pembiayaan,
waktu, persyaratan, prosedur, informasi, pejabat yang berwenang dan
pelayanan. Pelayanan publik dalam perpajakan utamanya dilaksanakan oleh
Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP merupakan instansi vertikal DJP yang
berada di bawah dan tanggung jawab langsung kepala Kantor Wilayah (PMK
01). KPP Pratama merupakan salah satu instansi perpajakan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat atau Wajib Pajak.
Terselenggaranya akuntabilitas di lingkungan KPP Pratama diharapkan
mampu meningkatkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Hubungan Persepsi Modernisasai Administrasi
Perpajakan dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama”. Penelitian ini dilaksanakan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan persepsi modernisasi
administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan
publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan
persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama berkaitan dengan pelaksanaan modernisasi administrasi
perpajakan dan pencapaian akuntabilitas KPP Pratama, sehingga dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan akuntabilitas Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.
2. Bagi Penulis
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan
dan pengetahuan penulis.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur atau bahan acuan
Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian dan
menjadi dasar dalam pembahasan.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini terdiri atas: jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek
dan objek penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian,
data dan teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan operasional
variabel, pengukuran data, teknik pengujian instrumen dan teknik analisis
data.
Bab IV : Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman
Bab ini menjelaskan secara garis besar KPP Pratama Sleman seperti:
sejarah, visi, misi, dan motto pelayanan, tugas dan fungsi KPP Pratama
Sleman, fungsi organisasi, dan struktur organisasi di KPP Pratama
Sleman.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data, analisis data, dan pembahasan
hasil penelitian.
Bab VI : Penutup
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Banyak pihak mengemukakan pendapatnya tentang definisi atau
pengertian pajak, diantaranya para tokoh pendidikan dan negara (melalui
peraturan perundang-undangan). Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
yang dikutip dari buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1), “Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.” Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur:
a) Iuran dari rakyat kepada negara
b) Berdasarkan undang-undang
c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk.
d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Prof. Dr. PJA Adriani dalam Rahayu (2010:22), sebagai berikut:
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh dua tokoh tersebut tidak jauh
berbeda dengan pengertian pajak yang ada dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007,
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
2. Fungsi Pajak
Menurut Madiasmo (2011:1) terdapat dua fungsi pajak, yaitu :
a) Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. Terdapat beberapa faktor yang berperan
penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi
pemasukan dana ke kas Negara melalui pemungutan pajak kepada
warga Negara, yaitu :
1) Kejelasan, kepastian dan kesederhanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2) Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan
undang-undang perpajakan.
3) Sistem administrasi perpajakan yang tepat.
5) Kesadaran dan pemahaan warga Negara.
6) Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral
tinggi).
b) Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa fungsi utama
pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah, sehingga pemerintah
melakukan upaya pemungutan pajak dari warga negaranya.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Negara memerlukan sistem pemungutan yang baik supaya pemungutan
yang dilakukan dapat berjalan secara optimal. Menurut Mardiasmo
(2011:7), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga:
a) Official Assesment System, yaitu sistem pemungutan yang
memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Cirri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
b) Self Assesment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri pajak yang
terutang.
Cirri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c) With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
B. Reformasi Perpajakan dan Modernisasi Administrasi Perpajakan
1. Reformasi Perpajakan
Menurut Gunadi (2010), pajak mengikuti fonemena kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Kehidupan sosial perekonomian masyarakat selalu
mengalami perubahan. Hal ini membuat perbaikan dan perubahan dalam
segala aspek perpajakan perlu dilakukan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
melakukan reformasi perpajakan dari waktu ke waktu untuk melakukan
perbaikan dan perubahan di bidang perpajakan.
Reformasi perpajakan merupakan perubahan mendasar yang dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari segala aspek. Reformasi
perpajakan dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan kesadaran dan kepercayaan yang lebih tinggi
kepada Wajib Pajak. Reformasi perpajakan juga dilakukan supaya basis
pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang
tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan
sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Indonesia
melaksanakan reformasi perpajakan sejak tahun 1983, yaitu berubahnya
sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self
Assesment System. Peningkatan penerimaan menjadi tuntutan pemerintah,
akan tetapi perbaikan dalam aspek perpajakan menjadi alasan mengapa
reformasi perpajakan dilakukan dari waktu ke waktu, baik itu
penyempurnaan dalam kebijakan maupun dalam administrasinya, (DJP,
Reformasi di bidang kebijakan adalah penyempurnaan kebijakan
perpajakan untuk menciptakan suatu sistem perpajakan yang sehat dan
kompetitif dalam mendorong kegiatan investasi di Indonesia, menciptakan
keseimbangan hak dan kewajiban antara Wajib Pajak dan aparat pajak,
memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pemenuhan
hak dan kewajiban perpajakan, serta memberikan keadilan dan kepastian
hukum. Reformasi kebijakan telah ditempuh melalui amandemen
Undang-Undang Perpajakan yang meliputi Undang-Undang-Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM), serta menyempurnakan peraturan
pelaksanaannya.
2. Modernisasi Administrasi Perpajakan
Tidak hanya reformasi pada aspek kebijakan, reformasi perpajakan
juga mencakup aspek administrasi yang biasa disebut sebagai modernisasi
administrasi perpajakan. Pandiangan (2008) mengemukakan modernisasi
administrasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan menjadi
hal yang menarik dan trend di lingkungan DJP. Modernisasi administrasi
perpajakan memiliki nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih
teknis, fokus, dan dinamis sejalan reformasi perpajakan itu sendiri.
Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan
program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa
good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang
transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem teknologi
informasi yang handal dan terkini. Tujuan modernisasi yang ingin dicapai
adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, meningkatkan
kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas serta integritas
aparat pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi
administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara
menyeluruh dan komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan
meliputi bidang-bidang: struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi
informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia, pelaksanaan
good governance dalam hal penerapan kode etik (DJP,2007).
Menurut Purwono (2010:17), reformasi perpajakan di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 2002 dengan menerapkan sistem administrasi
perpajakan modern di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large
Tax Office). Beberapa sasaran dari penerapan sistem administrasi
perpajakan modern adalah tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang
tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap
administrasi perpajakan, dan tercapainya produktivitas aparat perpajakan
yang tinggi. Hal mendasar dalam modernisasi perpajakan adalah terjadinya
perubahan paradigma perpajakan, yaitu dari semula berbasis jenis pajak
menjadi berbasis fungsi, dan lebih mengedepankan aspek pelayanan
kepada masyarakat. Sistem modernisasi perpajakan juga didukung oleh
Menurut Pandiangan (2008), konsep umum modernisasi administrasi
perpajakan yang dilakukan pada dasarnya terdiri dari:
a) Restrukturisasi organisasi, dengan konsep: debirokratisasi, struktur
organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan, dilakukan
pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan,
adanya segmentasi Wajib Pajak yang dikelola KPP, adanya internal
audit, dan lebih efisien dan customer oriented.
b) Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi, dengan konsep: berbasis teknologi
komunikasi dan informasi, efisien dan customer oriented, sederhana
dan mudah dimengerti dan adanya built-in control.
c) Penyempurnaan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan konsep:
berbasis kompetensi, optimalisasi teknologi komunikasi dan
informasi, customer driven dan continous improvement.
Menurut Pandiangan (2008), berdasarkan konsep umum modernisasi
perpajakan tersebut, sebagai outcome yang diharapkan adalah:
a) Terjadinya perubahan paradigma, pola pikir dan nilai organisasi yang
tercermin pada perilaku setiap pegawai.
b) Terciptanya proses bisnis dari setiap jenis pekerjaan yang lebih
efisien, dan
c) Mampu menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar
Berikut ini dijelaskan secara lebih mendalam mengenai perbaikan
yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal modernisasi
administrasi perpajakan:
a) Restrukturisasi Organisasi
Salah satu tujuan reformasi perpajakan adalah memperbaiki sistem
administrasi perpajakan sejalan dengan sistem administrasi perpajakan
nasional. Konsekuensi logis dari tanggung jawab Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) sebagai instasi pemungut pajak adalah DJP harus
memiliki kecakapan untuk mengelola atau melakukan
pengadministrasian pemungutan pajak daerah secara efektif dan
efisien.
Sebagai langkah pertama, ketiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu
Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini
dilakukan untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan atau menyelesaikan permasalahan perpajakan
dengan datang ke satu kantor saja, DJP (2007).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2/PMK.01/2014,
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
menjadi 3 jenis, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak
Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya dan Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama.
Penelitian ini akan membahas Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
202.2/PMK.01/2014 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak
Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2/PMK.01/2014
(Pasal 60). Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama terdiri dari :
1) Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal.
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal memiliki tugas
melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah
tangga, dan pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengendalian
intern, pemantauan pengelolaan risiko, pemantauan kepatuhan
terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan,
serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan
teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling,
pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta pengelolaan kinerja
organisasi.
3) Seksi Pelayanan.
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen
dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat
Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, serta pelaksanaan
pendaftaran Wajib Pajak.
4) Seksi Penagihan.
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan
penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan
pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta
penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5) Seksi Pemeriksaan.
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan
rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan, penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak dan
pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh
kantor.
6) Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.
Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mempunyai tugas melakukan
pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak
baru, serta penyuluhan perpajakan.
7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I mempunyai tugas melakukan
proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan
ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan
kepada Wajib Pajak, serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan.
8) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III dan IV masing-masing
mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis
kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka
9) Kelompok Jabatan Fungsional.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan
kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sebagai langkah kedua struktur organisasi berbasis fungsi
diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan sistem
administrasi modern untuk merealisasikan debirokratisasi pelayanan
sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara
lebih sistematis berdasarkan analisis risiko. Unit vertikal dibedakan
berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Wajib Pajak Besar (LTO – Large Taxpayers Office), Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Madya (MTO- Medium
Taxpayers Office) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama (STO – Small Taxpayers Office). Dengan pembagian seperti ini, diharapkan
strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak dapat disesuaikan
dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga berjalan
lebih optimal. Langkah ketiga dan hanya ada khusus di kantor
operasional, adalah posisi baru yang disebut Account Representative,
yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi
perpajakan kepada Wajib Pajak, menginformasikan peraturan
b) Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perbaikan proses bisnis yang mencakup metode, sistem, dan
prosedur kerja merupakan kunci perbaikan birokrasi. Perbaikan proses
bisnis merupakan pilar penting terlaksananya program modernisasi
administrasi perpajakan. Proses bisnis diarahkan pada penerapan full
automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang bersifat
administratif/kerikal. Pelaksanaan full automation diharapkan akan
menciptakan suatu proses bisnis yang efisien dan efektif karena proses
administrasi menjadi lebih cepat, mudah, akurat, dan paperless,
sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak baik
dari segi kualitas maupun waktu. Proses bisnis yang dilakukan dalam
modernisasi administrasi perpajakan dirancang sedemikan rupa
sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP
dengan Wajib Pajak untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).
Langkah awal perbaikan proses bisnis adalah penulisan dan
dokumentasi Sandard Operating Procedures (SOP) untuk setiap
kegiatan di seluruh unit DJP. Selain itu, DJP telah meluncurkan 8
layanan unggulan bagi masyarakat yang di dalamnya terdapat janji
waktu pelayanan, kejelasan persyaratan dan prosedur. Perbaikan proses
bisnis yang juga dilakukan dalam modernisasi administrasi perpajakan
Pemanfaatan teknologi informasi dilakukan untuk mempermudah
Wajib Pajak dan administrasi perpajakan bagi aparatur pajak itu
sendiri. Pemanfaatan ini terlihat dengan dibukanya fasilitas e-filling
(pengiriman SPT secara online melalui internet), e-payment (Modul
Penerimaan Negara), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara
online melalui internet), (DJP, 2007).
c) Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
DJP menjelaskan bahwa untuk mendukung struktur, sistem,
teknologi informasi, metode, alur kerja suatu organisasi harus
didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki integritas dan
profesionalisme. Hal ini juga sangat mempengaruhi keberhasilan
modernisasi administrasi perpajakan. Sejalan dengan keinginan untuk
melakukan perubahan serta memperbaiki citra dan meningkatkan
kinerja, reformasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
langkah yang sangat penting untuk dilakukan DJP. Reformasi di
bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan untuk mendukung
sistem administrasi perpajakan modern melalui SDM berbasis
kompetensi dan kinerja.
Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP
melakukan pemetaan kompetensi (competency mapping) terhadap
seluruh pegawai DJP guna mengetahui distribusi kuantitas dan kualitas
kompetensi pegawai. Meskipun program mapping ini masih terbatas
menjadi informasi yang membantu DJP dalam merumuskan kebijakan
kepegawaian yang lebih tepat.
Unsur SDM di DJP mempunyai nilai strategis sebagai faktor
penentu organisasi. Dalam Rencana Strategis DJP, pengelolaan SDM
yang berbasis kompetensi merupakan salah satu sasaran yang ingin
dicapai DJP. Langkah-langkah atau strategi akan dilakukan oleh DJP
untuk mensinkronkan antara kebutuhan organisasi dengan kemampuan
dan kompetensi pegawai.
Sistem dan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik dan
terbuka akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga lebih baik,
khususnya dalam hal produktifitas dan profesionalisme. Untuk
mendukung sumber daya manusia yang semakin baik, DJP
memberikan pelatihan dan pengembangan kepada pegawai. Menurut
DJP, pelatihan dan pengembangan pegawai merupakan hal yang
sangat penting bagi peningkatan mutu pegawai dan kantor.
Pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut
diwujudkan dalam bentuk pengadaan berbagai macam diklat, training,
short course, seminar, pengiriman pegawai tugas belajar baik dalam
maupun luar negeri.
d) Penerapan Kode Etik sebagai Pelaksanaan Good Governance
Sejalan dengan reformasi perpajakan yang dilaksanakan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), perubahan nilai organisasi juga ditandai dengan
memberikan panduan bagaimana mereka mengelola situasi dan
mengambil sikap atau pilihan yang tepat dalam melaksanakan
tugasnya. Keberhasilan penerapan kode etik dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya pemahaman pegawai terhadap kode etik,
keteladanan atasan dan pengawasan. Pelaksanaan kode etik akan lebih
efektif dan bermanfaat apabila didukung dengan komitmen untuk
menanamkan, menyebarluaskan, melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan kode etik pada semua tingkatan sehingga akan
mempengaruhi perilaku organisasi secara keseluruhan. Visi dan misi
DJP secara jelas menjadi pijakan bagi DJP dalam menjadikan kode
etik sebagai instrumen untuk mendorong dan mempertahankan
terwujudnya kepatuhan pegawai, (DJP,2007).
Untuk mempermudah pegawai dalam memahami ketentuan kode
etik, telah disusun buku panduan Kode Etik Pegawai DJP yang berisi
penjelasan yang lebih nyata tentang kode etik dan dilengkapi dengan
contoh-contoh situasi atau kasus yang sering dihadapi pegawai beserta
panduan sikap atau tindakan untuk menyikapi situasi atau kasus
tersebut. Pemahaman pegawai terhadap kode etik juga dilakukan DJP
dengan cara penyampaian informasi melalui website, rapat, program
internalisasi, dll. Kegiatan internalisasi bertujuan untuk
mensosialisasikan kode etik sekaligus untuk membangkitkan
kesadaran dan memotivasi pegawai untuk menjadi aparatur DJP yang
C. Good Governance
1. Pengertian Good Governance
Sumarto (2004:1) Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek
dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta
memecahkan masalah-masalah publik. Implikasinya merupakan peran
pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan dan
infrastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya
lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor
swasta untuk ikut aktif melakukan upaya tersebut. Governance yang baik
hanya dapat tercipta apabila dua kekuatan yakni warga negara dan
pemerintah saling mendukung: warga yang bertanggung jawab, aktif dan
memiliki kesadaran, bersama dengan pemerintah yang terbuka, tanggap,
mau mendengar, dan mau melibatkan (inklusif). Selain kekuatan yang
saling mendukung, governance juga dikatakan baik apabila sumber daya
dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif, efisien, yang
merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan pedoman Good Public Governance 2010 yang disusun
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Good Public
Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan
pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam
menjalankan tugasnya secara bertanggungjawab dan akuntabel. GPG pada
dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dengan
pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate
Governance oleh dunia usaha dan penyelenggara negara. Sinergi di
antaranya diharapkan keduanya dapat menciptakan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
2. Karakteristik Good Governance
Menurut (United Nations Development Programme) UNDP dalam
buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2009:18) Good Governance
memiliki 8 karakteristik, yaitu :
a) Participation
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang
dapat menyalurkan aspirasinya. Aspek partisipasi dalam governance
menuntut adanya hubungan langsung antara pemerintah dengan
warganya, tidak semata-mata melalui perantara, wakil dalam dewan
perwakilan rakyat, atau partai politik saja.
b) Rule of Law
Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c) Transparancy
Transparancy dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi
yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dan dapat
d) Responsiveness
Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholder.
e) Consensus orientation
Berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.
f) Equity
Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesetaraan dan keadilan.
g) Efficiency and Effectiveness
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna
(efisien) dan berhasil guna (efektif).
h) Accountability
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang
dilakukan.
D. Akuntabilitas
Banyak pihak berpendapat tentang definisi atau pengertian akuntabilitas.
Menurut Turner and Hulme,1997 yang dikutip dari buku karangan Prof. Dr.
Mardiasmo (2002:17), Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang
lebih sulit mewujudkannya daripada memberantas korupsi. Terwujudnya
akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan
akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk
accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical
accountability).
Deklarasi Tokyo dalam Khabibi, 2011 juga berpendapat mengenai
pengertian dari akuntabilitas, yakni kewajiban-kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber
daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal
yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.
Berdasarkan pedoman Good Public Governance 2010 yang disusun oleh
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), akuntabilitas mengandung
unsur kejelasan fungsi dan organisasi dan cara mewujudkannya. Akuntabilitas
diperlukan agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara
melaksanakan tugasnya secara bertanggungjawab. Untuk itu, setiap
penyelenggaran negara harus melaksanakan tugasnya secara jujur dan terukur
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan publik yang
berlaku serta menghindarkan penyalahgunaan wewenang.
Menurut Anti Corruption Clearing House (ACCH:2014), ciri-ciri
pemerintah yang accountable dalam akuntabilitas publik adalah yang mampu
menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan
tepat kepada masyarakat, mampu memberikan pelayanan yang memuaskan
bagi publik, mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap
kebijakan publik secara proporsional, mampu memberikan ruang bagi
masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, dan
Pengertian akuntabilitas berbeda dengan responsibilitas, akuntabilitas
merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan visi, misi, strategi organisasi. Sedangkan
responsibilitas menyangkut pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan
organisasi baik secara eksplisit maupun implisit.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau
penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik
dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang
menyangkut pertanggungjawabannya.
Selain pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, negara juga
mengemukakan pendapatnya yang berkaitan dengan akuntabilitas dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP/26/M.PAN/2/2004. Keputusan tersebut menyatakan bahwa
penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik
kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pelayanan publik yang dimaksud meliputi :
1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik
a) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan
proses yang antara lain meliputi: tingkat ketelitian (akurasi),
aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan
perundang-undangan) dan kedisiplinan.
b) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar
atau Akta/Janji Pelayanan Publik yang telah ditetapkan.
c) Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit
pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam
hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.
d) Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan
publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e) Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan
secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f) Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian
dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak
mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik
a) Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
b) Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang
3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik
a) Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan.
b) Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
c) Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.
E. Persepsi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008:1061) persepsi adalah;
1. Tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu: serapan.
2. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.
Menurut Slameto (2010:109) menyatakan bahwa, “Persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia”. Melalui
persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan ini dilakukan lewat inderanya yaitu indera penglihat, pendengar,
peraba, perasa dan pencium.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera
atau juga disebut sensoris stimulus. Stimulus merupakan faktor yang berperan
dalam persepsi. Menurut Walgito (2010:101), faktor-faktor yang berperan
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai
syaraf penerima yang berkerja sebagai reseptor.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di
samping itu juga harus ada syarat sensoris sebagai alat untuk meneruskan
stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai
pusat kesadaran.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya
perhatian, yaitu langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari
seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Dianasari dan Rima Rachmawati (2008)
dengan judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap
Pencapaian Akuntabilitas pada KPP Modern”. Penelitian ini dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak Modern Bandung. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa penerapan modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh terhadap
pencapaian akuntabilitas. Hal ini dikarenakan penerapan modernisasi sudah
memadai.
Penelitian lain yang serupa juga dilakukan oleh Depi Detiyani (2014) dengan
judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Pencapaian
Akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak Pratama”. Penelitian ini dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Muara Teweh. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa modernisasi administrasi perpajakan memiliki pengaruh
positif terhadap pencapaian akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Muara Teweh. Kedua penelitian ini membuktikan bahwa modernisasi
administrasi perpajakan memiliki pengaruh terhadap pencapaian akuntabilitas
G. Kerangka Pemikiran
Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi
perpajakan yang ditetapkan DJP di bidang administrasi. Modernisasi administrasi
perpajakan memiliki ciri-ciri khusus antara lain restrukturisasi organisasi, proses
bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sumber daya
manusia dan penerapan kode etik pegawai di lingkungan DJP.
KPP Pratama merupakan salah satu instansi perpajakan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat atau Wajib Pajak. Akuntabilitas dalam penelitian ini
menggunakan akuntabilitas pelayanan publik yang ditandai oleh adanya akses
yang mudah terhadap informasi, standar profesional dan integritas profesional
yang tinggi dari badan publik dan mekanisme umpan balik. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.26 tahun 2004,
akuntabilitas dalam pelayanan publik utamanya diwujudkan dalam hal
akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik dan
akuntabilitas produk pelayanan publik. Pecapaian akuntabilitas pelayanan publik
yang baik di KPP Pratama diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan dan
kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pengukuran data dalam penelitian ini menggunakan persepsi pegawai di
KPP Pratama Sleman. Untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi
modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas
pelayanan publik KPP Pratama dilakukan pengujian statistik menggunakan uji
korelasi spearman.
G. Kerangka Pemikiran
Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik KPP Pratama Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan
Restrukturisasi Organisasi
Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Penyempurnaan Sumber Daya Manusia
Kode Etik Pegawai
Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik
Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik
Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik Analisis
Korelasi
Gambar I Kerangka Konseptual
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan pada satu subjek penelitian
untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan masalah yang dirumuskan,
(Sugiyono 2013). Tujuan dari studi kasus adalah untuk melakukan pengamatan
mendalam mengenai subjek tertentu untuk memberikan informasi dan
gambaran yang berkaitan dengan subjek yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman
yang terletak di Jalan Ringroad Utara No. 10 Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda,
(Amirin, 2009). Subjek dari penelitian ini adalah pegawai Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
2. Objek penelitian
Objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang ataupun
lembaga (organisasi), yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian
(Amirin, 2009). Objek dari penelitian ini adalah modernisasi administrasi
perpajakan dan pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
D. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi
modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas
pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gambaran modernisasi
administrasi perpajakan dan gambaran akuntabilitas KPP Pratama Sleman.
Akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan petunjuk
teknis transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Data tersebut dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis indikator-indikator
yang dimiliki oleh variabel persepsi modernisasi administrasi perpajakan dan
variabel persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama. Peneliti melakukan analisis terhadap indikator yang
modernisasi administrasi perpajakan yang merupakan kelanjutan dari
reformasi perpajakan. Peneliti juga melakukan analisis terhadap indikator
akuntabilitas dalam penyelenggaraan publik yang diterapkan di instansi
perpajakan, khususnya KPP Pratama Sleman. Indikator-indikator variabel
dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyatan kuesioner yang
didistribusikan kepada pegawai di KPP Pratama Sleman.
Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah menganalisis bagaimana
hubungan antara modernisasi administrasi perpajakan dengan pencapaian
akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sleman. Hubungan dianalisis menggunakan pengujian statistik yaitu Uji
Korelasi Spearman Rank. Kesimpulan diambil dengan melihat nilai koefisien
korelasi yang dihasilkan dari pengujian korelasi Spearman.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa, atau
benda yang menjadi pusat perhatian peneliti untuk diteliti, (Hermawan
2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010). Jumlah sampel yang semakin banyak semakin
Sampel dari penelitian ini diambil menggunakan metode nonprobality
sampling dengan teknik purposive sampling. “Sampling purposive atau purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu” (Sugiyono:2010). Adapun pertimbangan atau kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah :
a) Pegawai KPP Pratama Sleman yang terdaftar aktif bekerja di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman sampai April
2016.
b) Pegawai bekerja di seksi yang berhubungan dengan modernisasi
administrasi perpajakan di KPP Pratama Sleman.
Jumlah minimum sampel yang digunakan dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan rumus Slovin , sebagai berikut:
(dibulatkan menjadi 93)
Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
e = Batas Toleransi Kesalahan (error tolelance) = 5%
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100% jumlah populasi
yaitu 120 pegawai KPP Pratama Sleman. Sampling yang dilakukan
kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah minimum sampel ditentukan
berdasarkan jumlah perhitungan menggunakan rumus Slovin yang
dibulatkan dan `menghasilkan jumlah 93 sampel. Jumlah minimum sampel
digunakan karena data penelitian diperoleh dari distribusi kuesioner. Ada
kemungkinan kuesioner tidak kembali atau dianggap cacat.
F. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang dilakukan dalam
penelitian eksploratif, deskriptif maupun kausal dengan menggunakan
metode pengumpulan data berupa survei ataupun observasi, (Hermawan,
2009). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara mendistribusikan kuesioner kepada pegawai di KPP Pratama Sleman
sebagai responden. Kuesioner yang didistribusikan berisi
pernyataan-pernyataan mengenai modernisasi administrasi perpajakan dan
akuntabilitas di KPP Pratama. Pernyataan dalam kuesioner yang
didistribusikan bersifat tertutup.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara mendistribusikan
memerlukan kehadiran peneliti, namun cukup diwakili oleh daftar
pertanyaan yang sudah disusun secara cermat terlebih dahulu, (Sanusi,
2011). Kuesioner didistribusikan kepada pegawai yang ada di KPP Pratama
Sleman. Kuesioner tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang
berhubungan dengan modernisasi administrasi perpajakan dan akuntabilitas
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman yang sifatnya tertutup.
Sebelum dilakukan pendistribusian kuesioner kepada responden yang
sebenarnya peneliti melakukan uji coba (pilot testing) terlebih dahulu. Pilot
testing ini dilakukan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada 15
pegawai yang berasal dari KPP Madya Tangerang dan KPP Pratama
Wates. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana responden
dapat mengerti dan memahami komponen-komponen yang terdapat
didalam kuesioner. Hasil dari pilot testing ini menyatakan bahwa semua
pernyataan dalam kuesioner sudah valid dan reliabel. Responden dapat
memahami pernyataan-pernyataan yang ada di dalam kuesioner, sehingga
kuesioner dapat didistribusikan kepada responden yang sebenarnya.
Kuesioner yang didistribusikan pada penelitian ini terbagi menjadi
2 bagian, yaitu :
a) Bagian pertama, berisi tentang pernyataan yang berkaitan dengan
identitas pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.
b) Bagian kedua, berisi tentang pernyataan yang berhubungan dengan
modernisasi administrasi perpajakan dan pencapaian akuntabilitas
1) Modernisasi Administrasi Perpajakan yang meliputi:
(a) Restrukturasi organisasi.
(b) Proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi.
(c) Penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia.
(d) Kode etik pegawai
2) Akuntabilitas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang
meliputi :
(a) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik.
(b) Akuntabilitas biaya pelayanan publik.
(c) Akuntabilitas produk pelayanan publik.
G. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono
2010).
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
a) Variabel independen atau variabel bebas (X) adalah persepsi
modernisasi administrasi perpajakan.
1) Aspek Restrukturasi Organisasi.
Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja KPP Pratama
berkaitan dengan tingkat profesionalitas, efektifitas, dan efisiensi
organisasi di KPP Pratama dalam melaksanakan fungsi dan tugas
pokoknya untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran
strategis untuk dapat membantu Wajib Pajak dengan cepat dan
memudahkan tugas pegawai pajak. Restrukturasi juga berkaitan
dengan pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang
sesuai dengan struktur organisasi serta penugasan pekerjaan sesuai
dengan tingkat pendidikan pegawai. Restrukturisasi organisasi juga
dilakukan melalui pembentukan Account Representatif (AR) yang
mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi
perpajakan kepada Wajib Pajak, menginformasikan peraturan
perpajakan yang baru serta mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
2) Aspek Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Perbaikan proses bisnis dilakukan dengan cara penulisan dan
dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap
kegiatan di seluruh unit Direktorat Jenderal Pakal (DJP). Fasilitas
pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan pemanfaatan teknologi informasi terutama dalam
pekerjaan yang bersifat administratif. Fasilitas yang digunakan